BAB 1 PERUBAHAN - Kelompok 7a – Managing Change

BAB 1 PERUBAHAN

1.1 Pengertian Perubahan

  Menurut Robbins. (Robbins/Coulter, 1999: 380). “Change : any alteration in people, structure or technology – perubahan : setiap perubahan dalam manusia, struktur atau teknologi”. Definisi ini menyatakan bahwa perubahan mencakup perubahan dalam manusia, struktur, atau teknologi. Perubahan juga mencakup perubahan dalam unsur lingkungan (sistem nilai) dan sumber daya. Tingkat perubahan berlangsung dengan cepat dalam kondisi seperti sekarang ini, contohnya pengetahuan serta teknologi yang senantiasa menciptakan inovasi baru dengan kecepatan yang luar biasa.

  Organisasi dewasa ini menghadapi lingkungan yang dinamik serta mengalami berubah. Ada enam macam kekuatan yang bekerja sebagai stimulan bagi perubahan yakni:

  a. Sifat angkatan kerja yang berubah;

  b. Teknologi;

  c. Kejutan ekonomi;

  d. Tren sosial yang berubah;

  e. Politik dunia “baru”; f. Sifat persaingan yang berubah.

  (secara singkat dinyatakan: “change: making things different”)

1.2 Faktor Pendorong Perubahan

  Faktor yang berpengaruh pada terjadinya perubahan dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu faktor lingkungan (berada di luar kendali manajemen) dan faktor internal (berada di dalam perusahaan dan biasanya dapat dikendalikan oleh manajemen) a. Faktor lingkungan, meliputi :

  1) Keadaan Pasar Manajer dari perusahaan bisnis secara historis berkaitan dengan reaksi terhadap perubahan pasar. Perubahan pasar tersebut contohnya antara lain : pesaing memperkenalkan produk baru, meningkatkan iklan, mengurangi harga, maupun meningkatkan layanan pelanggan mereka. Selera pelanggan juga merupakan contoh perubahan keadaan pasar yang akhirnya akan dapat mempengaruhi pendapatan dari suatu perusahaan.

  Berkembangnya ilmu pengetahuan telah memperkenalkan teknologi baru yang dapat berpengaruh di semua fungsi dalam organisasi. Komputer telah memungkinkan pengolahan data kecepatan tinggi dan solusi untuk masalah produksi yang kompleks. Mesin dengan proses baru telah merevolusi cara suatu produk diproduksi dan didistribusikan.

  Teknologi komputer dan otomatisasi tersebut telah mempengaruhi tidak hanya kondisi teknis pekerjaan, tetapi juga kondisi sosial. Pekerjaan baru telah diciptakan, dan yang lainnya telah dieliminasi. Kelambatan dalam mengadopsi teknologi baru yang dapat mengurangi biaya dan meningkatkan kualitas tersebut dapat dilihat dalam laporan keuangan secara cepat maupun lambat. Kemajuan teknologi akan terus menuntut perhatian sebagai faktor perubahan yang ada. 3) Perubahan Sosial dan Politik

  Manajer bisnis harus memiliki kontrol untuk mempengaruhi nasib perusahaan mereka. Komunikasi massa yang canggih dan pasar internal menciptakan potensi yang besar untuk bisnis, tetapi dapat juga menimbulkan ancaman besar bagi para manajer yang tidak mampu untuk memahami apa yang terjadi. Tekanan untuk perubahan mencerminkan meningkatnya kompleksitas dan saling ketergantungan kehidupan modern. Tidak diragukan lagi, peristiwa masa depan akan mengintensifkan faktor lingkungan eksternal untuk mendorong perubahan.

  4) Perubahan Ekonomi Sebagai contoh, tekanan global organisasi yang mendorong untuk menjadi lebih efisien dalam keuangan. Walaupun organisasi berada di suatu ekonomi kuat, ketidakpastian tentang tingkat bunga, defisit anggaran pemerintah pusat, dan tingkat tarif bursa uang juga dapat menciptakan kondisi yang memaksa organisasi untuk berubah.

  Untuk mengatasi perubahan eksternal secara efektif, maka fungsi organisasi harus sensitif terhadap faktor perubahan yang ada tersebut. Fungsi ini harus dapat menjembatani antara lingkungan eksternal dengan unit organisasi. Fungsi yang dimaksud contohnya seperti penelitian pemasaran, hubungan kerja, perekrutan personil, pembelian, dan beberapa bidang keuangan yang juga merasakan adanya perubahan. Dalam lingkungan eksternal dan menyampaikan informasi tentang perubahan ini ke manajer.

  b. Faktor internal yang memaksa.

  Faktor intenal biasanya dapat ditelusuri pada masalah perilaku pekerja seperti absensi, masalah peralatan seperti adanya peralatan baru, dan masalah proses seperti kerusakan dalam komunikasi, pengambilan keputusan, serta konflik interpersonal maupun antardepartemen.

  Rendahnya tingkat moral dan tingginya tingkat ketidakhadiran dan pergantian adalah gejala masalah perilaku yang harus didiagnosis. Sebuah pemogokan dari staff organisasi merupakan salah satu tanda yang paling nyata dari adanya suatu masalah yang bertujuan agar manajemen dapat bertindak perubahan harus diakui dengan beberapa cara dan apabila kebutuhan akan perubahan tersebut telah diakui, maka sifat dari masalah atau dampak perubahan tersebut harus segera didiagnosis. Jika masalah ini tidak dipahami, dampak perubahan pada orang bisa menjadi sangat negatif.

  Perubahan yang terjadi pada organisasi ditimbulkan oleh bermacam faktor eksternal dan internal yang sering kali berinteraksi hingga mereka saling memperkuat satu sama lainnya. Guna bertahan dan berkembang, maka organisasi perlu bereaksi dan menyesuaikan diri terhadap berbagai macam faktor tersebut. Mereka perlu melaksanakan kegiatan inovasi dan secara berkesinambungan memperbaiki produk serta jasa mereka guna memenuhi permintaan konsumen yang berubah dan guna menghadapi pihak pesaing. Teknologi yang digunakan juga perlu disesuaikan dan perlu diketemukan cara yang lebih baru dan lebih baik untuk melaksanakan kegiatan pengorganisasian dan manajemen.

1.3 Faktor Penghambat Perubahan

  1.3.1 Masalah dalam Perubahan (Barrier of Change) Banyak masalah yang bisa terjadi ketika perubahan akan dilakukan.

  Masalah yang paling sering dan menonjol adalah “penolakan atas perubahan itu sendiri”. Istilah yang sangat populer dalam manajemen adalah resistensi perubahan (resistance to change). Penolakan atas perubahan tidak selalu negatif karena justru karena adanya penolakan tersebut maka perubahan tidak bisa

  Penolakan atas perubahan tidak selalu muncul dipermukaan dalam bentuk yang standar. Penolakan bisa jelas kelihatan (eksplisit) dan segera, misalnya mengajukan protes, mengancam mogok, demonstrasi, dan sejenisnya; atau bisa juga tersirat (implisit), dan lambat laun, misalnya loyalitas pada organisasi berkurang, motivasi kerja menurun, kesalahan kerja meningkat, tingkat absensi meningkat, dan lain sebagainya.

  Untuk keperluan analitis, dapat dikategorikan sumber penolakan atas perubahan, yaitu penolakan yang dilakukan oleh individual dan kelompok maupun organisasional.

a. Resistensi Individual

  Karena persoalan kepribadian, persepsi, dan kebutuhan, maka individu punya potensi sebagai sumber penolakan atas perubahan.

  1) Kebiasaan Merupakan pola tingkah laku yang kita tampilkan secara berulang-ulang sepanjang hidup kita. Kita lakukan itu, karena kita merasa nyaman, menyenangkan. Bangun pukul 5 pagi, ke kantor pukul 7, bekerja, dan pulang pukul 4 sore. Istirahat, nonton TV, dan tidur pukul 10 malam.

  Begitu terus kita lakukan sehingga terbentuk satu pola kehidupan sehari- hari. Jika perubahan berpengaruh besar terhadap pola kehidupan tadi maka muncul mekanisme diri, yaitu penolakan.

  2) Rasa Aman Jika kondisi sekarang sudah memberikan rasa aman, dan kita memiliki kebutuhan akan rasa aman relatif tinggi, maka potensi menolak perubahan pun besar. Mengubah cara kerja padat karya ke padat modal memunculkan rasa tidak aman bagi para pegawai.

  3) Faktor Ekonomi Faktor lain sebagai sumber penolakan atas perubahan adalah soal menurun- nya pendapatan. Pegawai menolak konsep 5 hari kerja karena akan kehilangan upah lembur. 5) Takut Akan Sesuatu yang Tidak Diketahui

  Sebagian besar perubahan tidak mudah diprediksi hasilnya. Oleh karena itu muncul ketidak pastian dan keraguraguan. Kalau kondisi sekarang sudah pasti dan kondisi nanti setelah perubahan belum pasti, maka orang akan

  6) Persepsi Persepsi cara pandang individu terhadap dunia sekitarnya. Cara pandang ini mempengaruhi sikap. Pada awalnya program keluarga berencana banyak ditolak oleh masyarakat, karena banyak yang memandang program ini bertentangan dengan ajaran agama, sehingga menimbulkan sikap negatif.

   Kebiasaan Rasa Aman Faktor Ekonomi

  Resistensi Ketidakpastian Persepsi

Gambar 1.1 Skema Resistensi Individual

b. Resistensi Organisasional

  Organisasi pada hakekatnya memang konservatif. Secara aktif mereka menolak perubahan. Misalnya saja, organisasi pendidikan yang mengenalkan doktrin keterbukaan dalam menghadapi tantangan ternyata merupakan lembaga yang paling sulit berubah. Sistem pendidikan yang sekarang berjalan di sekolah hampir dipastikan relatif sama dengan apa yang terjadi dua puluh lima tahun yang lalu, atau bahkan lebih. Begitu pula sebagian besar organisasi bisnis. Terdapat enam sumber penolakan atas perubahan. 1) Inersia Struktural

  Artinya penolakan yang terstrukur. Organisasi, lengkap dengan tujuan, struktur, aturan main, uraian tugas, dan kedisiplinannya menghasilkan stabilitas. Jika perubahan dilakukan, maka besar kemungkinan stabilitas akan terganggu.

  2) Fokus Perubahan Berdampak Luas Perubahan dalam organisasi tidak mungkin hanya terjadi fokus pada satu bagian saja karena organisasi merupakan suatu sistem. Jika satu bagian diubah maka bagian lain pun terpengaruh olehnya. Jika manajemen mengubah proses kerja dengan teknologi baru tanpa mengubah struktur organisasinya, maka perubahan sulit berjalan lancar.

  3) Inersia Kelompok Kerja Apabila individu mau mengubah perilakunya, norma kelompok punya potensi untuk menghalangi perubahan tersebut. Sebagai anggota serikat pekerja, walau sebagai pribadi kita setuju atas suatu perubahan, namun jika perubahan itu tidak sesuai dengan norma serikat kerja, maka dukungan individual menjadi lemah. 4) Ancaman terhadap Keahlian

  Perubahan dalam pola organisasional bisa mengancam keahlian kelompok kerja tertentu. Misalnya, penggunaan komputer untuk merancang suatu desain akan mengancam kedudukan para juru gambar. 5) Ancaman terhadap Hubungan Kekuasaan yang telah Mapan dipandang sebagai ancaman kewenangan para penyelia dan manajer tingkat menengah. 6) Ancaman Terhadap Alokasi Sumberdaya

  Kelompok dalam organisasi yang mengendalikan sumber daya dengan jumlah relatif besar sering melihat perubahan organisasi sebagai ancaman bagi mereka.

  Inersia Struktural Dampak Luas Perubahan Inersia Kelompok

  Resistensi Organisasional

  Ancaman Keahlian Ancaman Kekuasaan Ancaman Alokasi Sumberdaya

Gambar 1.2 Skema Resistensi Organisasional

  1.3.2 Mengurangi Resistensi Perubahan (Reducing Resistance of Change) Coch dan French Jr. mengusulkan ada enam taktik yang bisa dipakai untuk mengatasi resistensi terhadap perubahan : a. Pendidikan dan komunikasi, yaitu berupa penjelasan secara tuntas tentang latar belakang, tujuan, akibat, dari diadakannya perubahan kepada semua pihak. Komunikasi tersebut bisa dalam berbagai macam bentuk, seperti : ceramah, diskusi, laporan, dan presentasi. Diskusi dianggap penting dikarenakan pada dasarnya terdapat rasa ketakutan yang tidak diketahui yang juga dapat menjadi salah satu hambatan utama untuk berubah. Ketakutan ini dapat dikurangi dengan mendiskusikan perubahan yang akan datang dengan karyawan yang terkena dampak tersebut. Selama diskusi, seorang manajer harus terbuka dan jujur. Persyaratan penting untuk sukses dalam diskusi adalah manajer memberikan karyawan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan manajer juga harus mencoba untuk menjawab setiap pertanyaan semaksimal mungkin. b. Partisipasi, yaitu berupa ajakan kepada semua pihak untuk mengambil keputusan. Pimpinan hanya bertindak sebagai fasilitator dan motivator sedangkan anggota organisasi yang mengambil keputusan. Hal ini sangat diperlukan mengingat karyawan ikut serta dalam perubahan yang ada.

  Pendekatan yang baik adalah untuk meminta masukan ide sedini mungkin dalam proses perubahan kepada karyawan. Karyawan yang telah terlibat dalam perubahan dari awal akan semakin aktif mendukung perubahan.

  c. Memberikan kemudahan dan dukungan. Contohnya : jika pegawai takut atau cemas maka sebaiknya dilakukan konsultasi atau bahkan terapi. Walaupun membutuhkan banyak waktu, namun akan mengurangi tingkat penolakan terhadap perubahan. Selain itu, dengan adanya dukungan maka akan terbangun pula kepercayaan antara manajemen dan karyawan. Hal ini sangatlah penting mengingat apabila karyawan memiliki kepercayaan dan untuk menerima perubahan. Kepercayaan tersebut tidak datang hanya dalam waktu semalam, tetapi itu dibangun dari waktu ke waktu.

  Tindakan manajemen menentukan tingkat kepercayaan di antara karyawan. Jika karyawan melihat manajemen seperti adil, jujur, dan terus terang, maka kepercayaan berkembang. Jika mereka berpikir manajemen selalu berusaha untuk menempatkan sesuatu yang lebih dari pada mereka, maka mereka tidak akan menunjukkan kepercayaan.

  d. Negosiasi. Cara lain yang juga bisa dilakukan adalah melakukan negosiasi dengan pihak yang menentang perubahan. Cara ini bisa dilakukan jika yang menentang mempunyai kekuatan yang tidak kecil. Misalnya dengan serikat pekerja, tawarkan alternatif yang bisa memenuhi keinginan mereka e. Manipulasi dan Kooptasi. Manipulasi adalah menutupi kondisi yang sesungguhnya. Misalnya memlintir (twisting) fakta agar tampak lebih menarik, tidak mengutarakan hal yang negative bahkan menyeebarkan rumor. Kooptasi dilakukan dengan cara memberikan kedudukan penting kepada pimpinan penentang perubahan dalam mengambil keputusan.

  f. Paksaan. Taktik terakhir adalah paksaan, caranya adalah dengan memberikan ancaman dan hukuman bagi siapapun yang menentang dilakukannya perubahan. Manajer yang mencoba untuk memaksa perubahan melalui penggunaan ancaman ini termasuk dalam pendekatan negatif. Taktik seperti ini biasanya juga memiliki dampak negatif terhadap semangat kerja karyawannya.

1.4 Sasaran Perubahan

  a. Perubahan Struktural Perubahan struktur sebuah organisasi bisa berupa pengaturan ulang sistem internal, seperti jalur komunikasi, alur kerja, atau hierarki manajemen.

  1) Desain Organisasi Desain organisasi klasik memfokuskan pada penentuan tanggung jawab pekerjaan secara hati-hati dan menciptakan pembagian pekerjaan dan lini kerja yang memadai. Seperti yang sering kita lihat, salah satu kecendrungan struktur yang paling signifikan adalah kearah organisasi yang datar dan ramping. Dalam struktur seperti itu manajemen menengah dihilangkan untuk merampingkan interaksi antara manajer puncak dengan karyawan bukan manajemen, yang diberi tanggung jawab lebih banyak. 2) Desentralisasi

  Salah satu pendekatan desentralisasi termasuk menciptakan unit organisasi yang lebih kecil dan lengkap yang berarti meningkatkan motivasi dan prestasi kerja anggota unit dan memfokuskan perhatian mereka pada aktivitas berprioritas tinggi. Desentralisasi juga mendorong setiap unit untuk menyesuaikan struktur dan teknologinya dengan tugas tertentu dan lingkungan tempatnya berada.

  3) Modifikasi Arus Kerja Modifikasi arus kerja dan pengelompokan spesialisasi secara hati-hati dapat juga mengarah pada perbaikan produktivitas dan moral. Slah satu oleh karyawan tanpa mendapat otorisasi.

  b. Perubahan Teknologi Perubahan teknologi sebuah organisasi mencakup pergantian peralatan, proses rekayasa, tehnik penelitian, atau metode produksi. Teknologi produksi sering kali mempunyai pengaruh besar pada struktur organisasi. Untuk alasan tersebut, pendekatan dalam teknostruktural atau sosioteknis berusaha untuk memperbaiki prestasi kerja secara serentak mengubah aspek struktur organisasi dan teknologinya, perluasan pekerjaan dan pengayaan pekerjaan merupakan contoh pendekatan teknostruktural pada perubahan. c. Perubahan Manusia Baik pendekatan teknis maupun struktural mencoba memperbaiki prestasi kerja organisasi dengan mengubah situasi kerja. Pendekatan dalam perubahan manusia, sebaliknya, mencoba mengubah tingkah laku karyawan dengan memfokuskan pada keterampilan, sikap, persepsi, dan harapan mereka. Kita akan menjajaki perluasan pendekatan pada perubahan ini ketika kita mendiskusikan pengembangan organisasi.

  Desain Ulang Organisasi, Perubahan

  Desentralisasi, Modifikasi dalam Struktur Arus Kerja

  Pendekatan Desain Ulang Prestasi Teknostruktural Struktur dan Operasi Kerja

  Sasaran Pekerjaan Organisasi

  Perubahan Perubahan

  Desain Ulang yang dalam

  Operasi Pekerjaan Semakin

  Teknologi Baik

  Perubahan dalam

Gambar 1.3 Diagram Sasaran Perubahan

1.5 Kesimpulan Perubahan organisasi adalah setiap perubahan orang, struktur, atau teknologi.

  Kekuatan eksternal dalam perubahan contohnya perubahan di pasar, hukum dan peraturan pemerintah, teknologi, dan perubahan ekonomi. Kekuatan internal dalam perubahan contohnya perubahan dalam strategi organisasi, tenaga kerja, peralatan, atau sikap karyawan.

  Orang menolak perubahan karena ambiguitas atau ketidakpastian, sulit untuk mengubah kebiasaan, keprihatinan atas kerugian pribadi, dan percaya bahwa resistensi terhadap perubahan, manajer dapat menggunakan pendidikan dan komunikasi, partisipasi, fasilitasi dan dukungan, negosiasi, manipulasi dan kooptasi, atau pemaksaan.

  Perubahan struktur melibatkan perubahan variabel struktural organisasi. Perubahan teknologi melibatkan cara pekerjaan dilakukan atau metode atau peralatan yang digunakan, perubahan orang melibatkan sikap, harapan, persepsi, atau perilaku.

  Adapun perubahan budaya dirasa sulit karena terdiri dari karakteristik yang relatif stabil dan permanen sehingga resisten terhadap perubahan. Manajer dapat melakukannya dengan memahami faktor-faktor situasional dan dengan memiliki strategi untuk perubahan.

BAB II PROSES PERUBAHAN

2.1 Agen Perubahan Organisasi

  a. Manajerial Dalam kegiatan perencanaan dan pengawasan, peranan manager adalah mempertahankan keseimbangan dinamis antara kebutuhan akan stabilitas dan kontinuitas organisasi dengan kebutuhan akan adaptasi dan inovasi. Dalam banyak organisasi, manager menghadapi pesatnya perubahan baik dalam sistem lingkungan luar organisasi maupun sistem internal organisasi yang mempengaruhi proses manajerial. Manajer harus sabar terhadap kekaburan (ambiguity) serta harus selalu mendiagnosa situasi dan identifikasi masalah ataupun kesempatan yang ada. Pangdangan contingency adalah penting untuk membuat pilihan strategis untuk merancang perubahan yang dapat menanggapi kebutuhan spesifik dalam keadaan tertentu.

  b. Konsultan Dorongan kuat untuk perubahan dalam organisasi juga datang dari para konsultan. Konsultan digambarkan sebagai ”jawaban atas pertanyaan”. Terdapat pendekatan directive (membimbing) yaitu tindakan yang berpusat pada konsultan ahli yang memakai pengetahuannya untuk menilai organisasi dan mengatakan kepada para manager apa yang harus dilakukan untuk melaksanakan perubahan dalam hal perbaikan. Selain itu terdapat pendekatan facultative (memudahkan) yaitu tindakan pemecahan alternatif, mengadakan pilihan, dan mengembangkan rencana tindakan. Konsultan memudahkan organisasi dalam proses membantu diri sendiri.

2.2 Proses Perubahan

  Perubahan organisasi terencana adalah upaya untuk memodifikasi seluruh fungsi organisasi atau salah satu bagian utama dalam rangka untuk meningkatkan efektivitas. Upaya perubahan terencana difokuskan pada individu, kelompok, atau perilaku organisasi.

  a. Efektivitas individu

  Suatu organisasi terdiri dari banyak anggota individu dan setiap anggota memiliki nilai, keyakinan, dan motivasi yang berbeda. Gaya kepemimpinan top manajemen bergabung dengan norma, nilai, dan keyakinan dari anggota organisasi untuk membentuk budaya organisasi. Efektivitas organisasi dapat ditingkatkan dengan menciptakan budaya yang bertujuan mencapai tujuan organisasi dan juga pada saat yang sama memenuhi kebutuhan anggota. Manajer yang mampu membuka potensi setiap anggota mereka akan mampu memanfaatkan sumber energi produktif.

  Upaya perubahan fokus pada efektivitas individu dari berbagai program pelatihan informal sampai program pengembangan eksekutif. Termasuk di dalamnya kegiatan yang dirancang untuk meningkatkan keterampilan, kemampuan, dan motivasi dari setiap anggota organisasi. Tujuan pelatihan dan program pengembangan tersebut adalah untuk meningkatkan keterampilan teknis meningkatkan kepemimpinan, pengambilan keputusan, atau pemecahan masalah di antara anggota organisasi. Asumsi yang mendasari upaya tersebut adalah bahwa dengan mengembangkan manajer dan karyawan yang lebih baik maka akan menghasilkan sebuah organisasi yang lebih efektif.

  b. Efektivitas kelompok Upaya perubahan juga dapat difokuskan pada unit dasar dari sebuah organisasi, tim atau kelompok kerja yaitu sebagai sarana untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Beberapa organisasi saat ini sedang bergerak menuju tim kerja yang "high involvement" atau "self-managed". Premis dari pendekatan yang muncul adalah organisasilah yang harus mendapatkan komitmen dari karyawan mereka, jika mereka bertujuan untuk mencapai keunggulan kompetitif yang berkelanjutan di pasar yang bergejolak. Kegiatan ini dirancang untuk meningkatkan kinerja tim, proses kerja, dan kualitas hubungan antara anggota tim. Asumsinya adalah bahwa tim kerja adalah unit utama dari suatu organisasi dan bahwa tim yang efektif akan meningkatkan efektivitas organisasi.

  Salah satu teknik yang sering digunakan dalam mengevaluasi kelompok adalah proses observasi. Saat suatu kelompok kerja dipandang sebagai sebuah sistem, dua dimensi yang terpisah dapat diidentifikasi, yaitu: (1) konten tugas kelompok, dan (2) proses, cara, dan fungsi kelompok. Proses kerja kelompok meliputi faktor seperti kepemimpinan, pengambilan keputusan, komunikasi, dan konflik. Konten adalah apa yang sedang dibahas, proses adalah bagaimana cara kelompok ini beroperasi. bagaimana kelompok berfungsi. Pengamat menggambarkan fungsi kelompok secara sistematis, seperti siapa berbicara kepada siapa, frekuensi perilaku tertentu, dan sebagainya. Pengamatan ini kemudian diringkas dan disajikan kepada kelompok. Hal ini berguna bagi konsultan OD untuk mengembangkan keterampilan dan belajar untuk menjadi peserta sekaligus pengamat yang secara aktif berpartisipasi. Keterampilan tersebut sangat berguna dalam mengembangkan tim konsultasi yang efektif.

  c. Efektivitas Organisasi

  Fokus lain untuk upaya perubahan OD yang direncanakan adalah sistem organisasi. Organisasi dapat dikaji dengan survei iklim, yaitu program perubahan yang direncanakan kemudian dirancang untuk menangani masalah spesifik yang diidentifikasi dalam survei. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas yang struktural, perubahan subsistem teknis, atau manajerial. Tujuan operasi seluruh sistem tersebut adalah untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, dan aktifitas organisasi. Upaya perubahan terencana ini bertujuan untuk meningkatkan pencapaian tujuan keseluruhan sistem, tetapi tetap pada target dan program perubahan masing-masing. Proses perubahan OD mungkin melibatkan individu, kelompok, dan pendekatan antarkelompok, tetapi OD digunakan hanya saat sistem tersebut menjadi tujuan perubahan. Dalam program OD, tujuan dapat teridentifikasi, dan tindakan yang dilakukan melibatkan komitmen dari seluruh anggota organisasi untuk menuju peningkatan organisasi. hubungan antara tingkat partisipasi karyawan dalam perubahan dan keberhasilan program perubahan. Frank Friedlander dan L. Dave Brown (Praktisi OD / dosen) juga mencatat bahwa upaya untuk mengubah salah satu dari anggota saja, teknologi saja, atau struktur saja hanya akan menghadapi perlawanan atau kegagalan.

  2.2.1 Proses Perubahan Organisasi Perubahan dalam OD adalah proses perbaikan organisasi yang berkelanjutan dan jangka panjang yang terdiri dari serangkaian tahap. Perubahan dalam OD merupakan proses perubahan yang termasuk dalam kategori perubahan yang besar atau menyeluruh. Penekanan program perubahan dalam OD ditempatkan pada individu, kelompok, dan hubungan organisasi.

  Perbedaan utama antara OD dan ilmu perilaku lain adalah penekanan yang ditempatkan pada individu, kelompok, dan organisasi sebagai sistem total dan sebagai beberapa elemen yang saling berinteraksi. Pengembangan organisasi adalah penerapan pendekatan sistem untuk hubungan fungsional, struktural, teknis, dan pribadi dalam organisasi. Tujuan dari program OD tersebut adalah untuk meningkatkan efektivitas organisasi dengan penerapan nilai-nilai dan teknik OD.

  Banyak program pengembangan organisasi menggunakan action

  

research model. Penelitian dalam tindakan ini melibatkan pengumpulan

  informasi tentang organisasi, memberikan informasi balik ke sistem, mengembangkan dan mengimplementasikan program tindakan untuk dipertimbangkan ketika mencoba untuk menciptakan perubahan. Berikut merupakan jenis dan tahap perubahan : a. Tahap perubahan organisasi yang besar atau menyeluruh.

  Tahap untuk memimpin perubahan organisasi yang besar atau menyeluruh menurut Kotler yaitu : 1) Menetapkan rasa kegentingan, yakni mencairkan organisasi dengan menciptakan alasan yang memaksa mengapa perubahan perlu untuk dilakukan, selain itu, juga untuk menginspirasi SDM organisasi untuk mendukung dan merealisasikan perubahan.

  2) Menciptakan koalisi yang memberikan pedoman, yakni dengan menciptakan orang yang lintas fungsi dan lintas kelompok dengan kekuatan yang mencukupi untuk memimpin perubahan. 3) Mengembangkan suatu visi dan strategi, yakni menciptakan visi dan rencana strategis untuk memandu proses perubahan.

  4) Membentuk dan mengimplementasikan strategi komunikasi yang secara konsisten mengkomunikasikan visi dan rencana strategi baru.

  5) Memberdayakan tindakan yang berbasis luas, yaitu dengan menghilangkan halangan terhadap perubahan dan menggunakan elemen target dari perubahan untuk mentransformasikan organisasi. Mendorong sikap yang berani mengambil resiko dan penyelesaian masalah yang kreatif.

  6) Menghasilkan keberhasilan jangka pendek, yakni merencanakan untuk mengakui dan menghargai karyawan yang memberikan kontribusi terhadap keberhasilan. 7) Mengonsolidasikan keuntungan dan menghasilkan lebih banyak perubahan.

  Koalisi akan memandu untuk menciptakan perubahan yang lebih banyak menggunakan kredibilitas dari keberhasilan jangka pendek.

  Tambahan karyawan dilibatkan pada proses perubahan ketika perubahan mengalir ke seluruh organisasi. Usaha dibuat untuk menyegarkan kembali proses perubahan yang ada.

  8) Menancapkan pendekatan baru ke dalam budaya dengan cara memperkuat perubahan yang menggarisbawahi hubungan antara perilaku dan proses baru dengan keberhasilan organisasi. Selain itu juga dengan cara mengembangkan metode untuk memastikan pengembangan dan suksesi kepemimpinan.

  b. Tahap perubahan organisasi yang kecil atau sederhana.

  Tahap perubahan organisasi yang sederhana menurut model Kurt Lewin’s yaitu : 1) Unfreezing (Pencairan tingkatan sekarang), berkaitan dengan meruntuhkan kekuatan yang mendukung atau mempertahankan perilaku lama. Kekuatan ini dapat mencakup variabel seperti sistem imbalan formal, penguatan dari kelompok kerja, dan persepsi individu dari perilaku apa yang tepat dalam peran tertentu. baru yang melibatkan penawaran pilihan yang jelas dan menarik yang mewakili pola perilaku baru .

  3) Refreezing (Pembekuan atau pemantapan tingkatan baru), mengharuskan perubahan perilaku yang diperkuat oleh sistem reward formal dan informal melalui kelompok kerja. Dalam langkah ini, manajer dapat memainkan peran penting dengan positif memperkuat upaya karyawan untuk berubah.

  Pencairan meliputi upaya memperlemah daya kekuatan perilaku lama untuk membentuk perilaku organisasi masa kini. Perpindahan mencakup tindakan atas hasil langkah sebelumnya. Tindakan perpindahan menuju ke situasi yang lebih baik membutuhkan pengembangan perilaku, nilai dan sikap baru melalui perubahan struktur dan proses organisasi. Pemantapan merupakan langkah terakhir dalam model tiga langkah yang akan memastikan cara kerja baru mulai dilaksanakan yaitu melalui proses sosialisasi sehingga kestabilan dalam organisasi dapat tercapai.

  c. Tahap perubahan organisasi yang melibatkan konsultan perubahan.

  Dalam bagian ini terdapat delapan tahap dalam proses perubahan organisasi. Setiap tahap tergantung pada perubahan dan kesuksesan tahap sebelumnya. Masing-masing tahap ini dijabarkan dalam urutan yang logis. 1) Tahap satu: Kebutuhan untuk berubah

  Sebelum program perubahan dapat diterapkan, organisasi harus pada persepsi manajer bahwa organisasi entah bagaimana dalam keadaan ketidakseimbangan dan memerlukan perbaikan. Keadaan kesetimbangan dapat mengakibatkan penghambatan pertumbuhan dan daya saing organisasi, teknologi, perubahan hukum, atau sosial di lingkungan eksternal. Harus ada kebutuhan yang dirasakan, karena diperlukan keyakinan individu untuk mengadopsi cara-cara baru. Manajer harus peka terhadap perubahan dalam lingkungan kompetitif.

  Proses reorganisasi dilaksanakan untuk merevitalisasi perusahaan. Stimulus untuk perubahan ini adalah kesadaran menjadi anggota organisasi yang terlalu lambat untuk membuat keputusan, terlalu lambat untuk merespon kondisi berubah, dan terlalu lambat untuk berkompetensi dalam pasar. 2) Tahap dua: Masuknya Intervensi dari Konsultan

  Konsultan harus memasukkan situasi organisasi yang sedang berlangsung jika perusahaan sedang dalam perubahan status quo.

  Konsultan mungkin seorang manajer atau anggota lain dari organisasi, disebut sebagai konsultan internal, atau sumber luar, disebut konsultan eksternal.

  Konsultan harus dapat memutuskan kapan waktu yang tepat untuk memasuki sistem dan apa peranannya. Sebagai contoh, konsultan harus melakukan intervensi dengan sanksi dan persetujuan manajemen puncak, dengan atau tanpa dukungan anggota di tingkat

  3) Tahap Tiga: Mengembangkan Hubungan Konsultan-Klien Setelah sebuah organisasi mengenali perlunya perubahan sistem, tahapan mulai pada mengembangkan hubungan antara konsultan dan sistem. Perkembangan hubungan ini merupakan faktor penentu penting keberhasilan atau kegagalan kemungkinan program OD. Seperti hubungan interpersonal pada umumya, saling bertukar hak dan kewajiban (pembentukan kontrak psikologis) tergantung pada kesan pertama yang baik antara konsultan dan sistem klien.

  Usaha konsultan adalah untuk membangun pola komunikasi yang terbuka, hubungan kepercayaan, dan suasana tanggung jawab bersama. Masalah yang berurusan dengan tanggung jawab, penghargaan, dan tujuan harus diklarifikasi bersama. Misalnya, satu perusahaan besar mempunyai masalah dalam manajemen otokratik dan persaingan antarkelompok. Namun, seorang manajer puncak baru mengambil alih dan mulai benar-benar merombak perilaku perusahaan. Sebuah kelompok konsultan manajemen dihubungi dan perusahaan tersebut dan memulai program perubahan yang bertujuan meningkatkan peran dan negosiasi antar korporasi.

  4) Tahap Empat: Tahap Mengumpulkan informasi pemahaman yang lebih baik bagi organisasi dan konsultan. Data dapat menyajikan gambaran yang lengkap tentang keadaan organisasi. Konsultan dan klien mungkin setuju untuk meningkatkan pemahaman dari data yang tersedia dengan melakukan wawancara atau kuesioner sebagai dasar untuk program-program tindakan lebih lanjut Satu organisasi, misalnya, mengalami masalah seringnya terjadi pergantian karyawan. Dalam kasus seperti ini konsultan menyelidiki tingkat turnover yang tinggi dengan cara wawancara atau kuesioner untuk mengetahui penyebab, dan dari data ini program OD dirancang untuk memperbaiki masalah. Program OD mengurangi masalah pergantian karyawan menjadi sekian persen dari total tingginya jumlah pergantian karyawan. 5) Tahap Lima: Tahap diagnostik

  Setelah mendapatkan informasi yang relevan dengan situasi yang dianggap tidak seimbang, konsultan dan klien bersama-sama menganalisis data untuk mengidentifikasi masalah dan hubungan kausal. Jika sebuah diagnostik yang ada dianggap lemah atau tidak akurat, digunakan cara diagnosis lain untuk menentukan masalah yang tepat untuk mengidentifikasi kekuatan kausal dalam situasi, dan untuk memberikan dasar untuk memilih strategi perubahan yang efektif bagi organisasi.

  6) Tahap Enam: rencana aksi, strategi, dan teknik atau program yang bertujuan untuk memecahkan masalah dan meningkatkan efektivitas organisasi. Program-program ini menerapkan teknik OD sebagai lingkaran kualitas, program Grid manajerial, manajemen oleh program tujuan, membangun tim, atau pengembangan antarkelompok dengan penyebab yang ditentukan dalam fase diagnostik. Untuk memulai program, direktur mengundang manajer dan bawahan mereka untuk menghadiri sesi pelatihan dan ia sendiri yang harus memutuskan apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara yang terbaik bagi sistemnya. Perusahaan merasa bahwa harus ada penekanan lebih pada perubahan organisasi dibandingkan pada proses kerja sehari-hari, sehingga mereka terlatih untuk fokus pada kelompok kerja mereka bukan pada ketergantungan individu.

  7) Tahap tujuh: memantau, meninjau, dan menstabilkan program Setelah sebuah program aksi dilaksanakan, langkah berikutnya adalah untuk memantau hasildan menstabilkan perubahan. Tahap ini terpusat pada penilaian efektiv atau tidaknya strategi perubahan yang telah dilakukan dalam mencapai tujuan. Setiap tahap dari program OD perlu dipantau untuk mendapatkan umpan balik pada reaksi anggota dalam upaya perubahan. Para anggota sistem perlu mengetahui hasil upaya perubahan dalam rangka untuk menentukan apakah mereka harus memodifikasi, melanjutkan, atau menghentikan kegiatan program perubahan telah diimplementasikan dan dimonitor, berarti harus dipastikan bahwa perilaku yang baru berjalan stabil dan berkelanjutan. Jika ini tidak dilakukan, kecenderungan sistem untuk mundur ke perilaku sebelumnya. Sistem klien perlu mengembangkan kemampuan untuk mempertahankan inovasi tanpa dukungan dari luar. 8) Tahap delapan: penghentian dari program OD

  Tahap akhir adalah penghentian atau pelepasan konsultan program OD dari sistem. Sebagai program OD yang stabil, ketergantungan system kepada konsultan harus berangsur-angsur diturunkan. Jika sistem bergerak menuju kemandirian dan terbukti dapat melkukan perubahan diri, penghentian bertahap sistem hubungan konsultan-klien mudah dicapai. Jika sistem terlalu bergantung pada konsultan, pemutusan hubungan ini bisa menjadi masalah yang sulit. Di satu perusahaan, misalnya, program ini telah menghasilkan manfaat yang nyata. Dari 264 mangers terlibat dalam program ini, 93 persen melaporkan bahwa program yang dipimpin dapat bekerja lebih baik.

  Dalam salah satu penelitian terhadap pengambilan keputusan kecepatan tinggi, Kathleen Eisenhardt dan LJ Bourgeois, III, menemukan bahwa politik tidak mempengaruhi keputusan dan bahwa konflik politik dalam tim manajemen puncak berhubungan dengan kinerja perusahaan yang buruk. mempromosikan kolaborasi pemecahan masalah dan nilai-nilai kepercayaan mupun keterbukaan. Mengingat sifat dari program OD, adalah bukan merupakan tipe atau kekuasaan politik intervensi OD. Tapi, mengingat sifat politik yang mempengaruhi keputusan beroganisasi, konsultan OD harus sadar politik dan menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang kompatibel dengan situasi yang berorientasi kekuasaan.

2.3 Kesimpulan

  Agen perubahan adalah individu yang bertindak sebagai katalis untuk perubahan dan memikul tanggung jawab untuk mengelola proses perubahan. Agen perubahan eksternal mungkin memiliki pemahaman yang terbatas dari organisasi, tetapi lebih mungkin untuk memulai perubahan drastis. Agen perubahan internal yang akrab dengan organisasi, tetapi mungkin enggan untuk mencoba pendekatan baru. Membuat perubahan terjadi berhasil melibatkan berfokus pada pembuatan organisasi siap untuk perubahan dan manajer memahami perannya sendiri dalam proses.

  Perubahan dalam Organization Development (OD) adalah proses perbaikan organisasi yang berkelanjutan dan jangka panjang yang terdiri dari serangkaian tahap.

  Penekanan program perubahan dalam OD ditempatkan pada individu, kelompok, dan hubungan organisasi. Langkah proses perubahan menurut Kurt Lewin unfreezing (pencairan tingkat sekarang), conversion (Perpindahan ke tingkatan yang baru), dan freezing (pembekuan dan pemantapan tingkatan yang baru).

BAB III PERUBAHAN DALAM ORGANISASI

3.1 Perubahan dalam organisasi belajar (learning organization)

  Learning organization adalah kemampuan sebuah organisasi untuk

  mampu menggali dan mengolah pengalaman melalui eksperimen, observasi serta mampu menganalisis keberhasilan dan kegagalan untuk diterapkan dalam suatu sistem atau aplikasi baru yang membantu pencapaian yang lebih baik. Hacket (2000) menyatakan bahwa learning organization adalah proses yang mendukung organisasi untuk mampu beradaptasi terhadap perubahan, serta mampu bertumbuh ke arah yang lebih baik melalui penciptaaan dan pengaplikasian hal-hal baru seperti knowledge, kemampuan dan kompetensi sekaligus mampu mentransformasikannya kepada kolega lainnya. Dari penjelasan di atas maka dapat disimpilkan bahwa Knowledge, pengalaman dan kreativitas karyawan hanya akan terbentuk bila karyawan diberikan kesempatan untuk melakukan pembelajaran (learning).

  Organizational learning culture mendorong individu dan tim tumbuh dan berkembang melalui kreativitas, tim kerja dan perbaikan yang kontinu.

  Dalam hal untuk menciptakan learning organization dibutuhkan konsep mengenai change management dalam kerangka kerja knowledge management yang ditujukan untuk mengubah pola kerja, pola pikir dan tindakan para karyawan sehingga berbasiskan pada orientasi pengetahuan.

  Agar tercipta kondisi organizational learning yang kondusif maka tentunya tidak terlepas dari peran top management yang direpresentasikan oleh pimpinan dan manajer. Peran pemimpin agar organisasinya berbasis mengkomunikasikan visi dan mengaitkan karyawan dengan departemennya.

  Selain itu, perubahan merupakan tujuan utamanya, sehingga dapat menggalang seluruh bagian dalam organisasi ke arah tujuan yang diinginkan dengan cara yang lebih cepat.

  3.1.1 Leadership dalam perubahan organisasi Menjadi pemimpin yang efektif untuk perubahan mungkin merupakan hal yang paling penting bagi eksekutif agar dapat melakukan pengembangan pribadi mereka dan perusahaan. Sebuah studi yang baru dilaporkan oleh

  Harvard Business Review tentang kuantifikasi pengalaman empirik: tanpa tindakan yang berkelanjutan, komitmen kepemimpinan, dan keaktifan, perubahan organisasi tidak akan berhasil. Penelitian ini membandingkan antara hasil uang dari upaya mendesain ulang proses bisnis, dampak yang mereka antisipasi, dan tingkat komitmen manajemen puncak. Sebagai contoh, di Eropa dan U.S., perusahaan dengan komitmen manajemen yang tinggi dapat memenuhi target keuangan; sedangkan mereka dengan komitmen manajemen rendah memiliki hasil yang lebih rendah, dan manfaat moneter terjatuh secara substansial.

  Phillip Kotter mengatakan, membuat perubahan adalah fungsi utama kepemimpinan. Ia membedakan fungsi antara kepemimpinan dan manajemen.

  Sebagai contoh, manajer membuat rencana dan menghasilkan hasil yang produktif, sedangkan pemimpin menentukan arah dan mengembangkan visi dan strategi organisasi; manajer mengatur dan melakukan tugas, sementara tindakan. Dalam prakteknya, tentu saja, seorang eksekutif dapat menjadi seorang pemimpin dan manajer. Karena kedua jenis keterampilan dan kualitas tersebut sangat penting untuk mempengaruhi perubahan, eksekutif yang lebih "pemimpin" dari pada "manajer" dapat mengembangkan sebuah tim manajemen yang mencerminkan keduanya.

  Teori manajemen Abraham Zaleznik percaya bahwa jiwa kepemimpinan ada dari lahir bukan dibuat. Setiap tim manajemen perubahan dalam suatu organisasi harus memiliki kolektifitas dan bahwa organisasi dapat mendorong mereka tumbuh menjadi seorang manajer. Berikut merupakan hal yang sebaiknya dilakukan oleh pemimpin perubahan : a. Melakukan perubahan saat diperlukan.

  Jack Welch menyimpulkan diperlukan pemimpin yang terbuka terhadap perubahan: "Ubah sebelum Anda harus merubahnya". Para eksekutif tidak akan memimpin perubahan sebelum mereka berkomitmen kepada sendiri. Setelah dirasa ada kebutuhan akan perubahan, perubahan itupun harus sepenuhnya dilaksanakan.

  Sama seperti manajer menengah dan karyawan yang mungkin menolak perubahan, banyak eksekutif atas yang mungkin sulit untuk menerima perubahan, apalagi untuk menjalankannya. Dalam beberapa kasus, perubahan mungkin bisa berarti merubah pola kesuksesan masa lalu yang seorang telah dibangun. kebutuhan untuk berubah dan memiliki keyakinan untuk memimpin meski harus menghadapi hambatan yang datang dari dalam. Jika risiko untuk melakukan perubahan dirasa besar, manajer perlu mempertimbangkan jalan lain sebagai tindakan alternatif.

  b. Menentukan visi organisasi, Visi merupakan kunci bagi arah kerja tim dan penciptaan inovasi. Visi juga menjelaskan Total Quality perusahaan yang berarti perusahaan yang terus memperbaiki semua proses pekerjaan kepuasan pelanggan internal dan eksternal : 1) menghasilkan pelanggan yang puas, 2) memfokuskan perbaikan secara terus-menerus, dan 3) memiliki karyawan yang termotivasi dan terlatih. Juga termasuk mengambil langkah-langkah yang berkualitas untuk mencapai hasil bisnis memuaskan, seperti mengelola keadaan, melakukan proses tindakan, dan melakukan proses bisnis yang memiliki perencanaan yang berkualitas, langkah-langkah untuk mencapai tujuan, dan menyediakan sarana.

  Salah satu contoh yang menggambarkan aktivitas manajemen perubahan yang hanya dapat dilakukan oleh manajemen puncak adalah mengembangkan visi organisasi yang baru. Tidak ada orang lain memiliki kekuatan untuk mengatur arah perubahan secara keseluruhan. Bahkan, visi dianggap sebagai kunci utama kepemimpinan. menetapkan arah setiap anggota untuk melakukan pekerjaannya. Visi yang paling efektif adalah visi yang sederhana, jelas, dan menarik yang menantang organisasi untuk mengambil langkah besar.

c. Mengkomunikasikan kebutuhan kritis untuk perubahan, perubahan

  visi, kebutuhan biaya untuk melakukan perubahan, dan hasil yang didapat.

  Komunikasi organisasi secara keseluruhan sangat penting dalam manajemen perubahan, pemimpin perubahan di semua tingkatan harus mengambil peran aktif dalam mengkomunikasikan perubahan kepada para bawahan. Keterlibatan pemimpin puncak itu terlihat saat ia mengambil tindakan perubahan ini dengan serius dan diikuti oleh karyawan, stakeholder, dan pelanggan.

d. Aktif terlibat dan melakukan perencanaan mulai dari sekarang.

  Eksekutif puncak memiliki tanggung jawab yang begitu banyak sehingga akan lebih mudah jika mereka telah memimpin perubahan dan perubahan visi yang dibuat telah diterima oleh semua anggota. Bahkan manajemen perubahan yang suksespun tetap memerlukan kelanjutan, dukungan prioritas sebagai juara, model peran, dan pengawas perubahan. Keterlibatan aktif mereka dapat mencakup kegiatan yang beragam seperti berpartisipasi dalam pengendalian, memimpin acara penghargaan keberhasilan karyawan, secara teratur meninjau indikator pengukuran untuk menilai kemajuan berjalan terkait perubahan, dan terus malakukan komunikasi dalam forum besar maupun kecil. Aspek kepemimpinan ini lebih focus pada tuntutan dan komitmen dari pada waktu.

  Status quo yang dipertahankan tidak akan memberikan energi perubahan. Para

  pemimpin perubahan yang efektif menunjukkan bahwa perubahan nyata tidak hanya pada dasar-dasar organisasi, tetapi juga rutin dilakukan dalam aktivitas bekerja.

  Pemikiran inovatif adalah salah satu hal yang penting untuk mendesain ulang proses untuk mencapai kesuksesan organisasi.

3.2 Pentingnya Inovasi

  Organisasi harus menciptakan produk dan layanan baru serta mengadopsi teknologi negara maju jika mereka ingin bersaing dengan sukses. Hal tersebut dapat dicapai dengan cara terus menerus melakukan inovasi baik terhadap produk maupun proses produksinya.

  a. Kreativitas Versus Inovasi