PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

Skripsi

  Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

  Program Studi Psikologi

  

Disusun oleh:

Stepanus Budi Setiyawan

NIM : 019114075

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Kupersembahkan kepada: Bapak, ibu, adikku, dan kekasihku Tami.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  ”Bila anda tak mungkin menjadi pohon pinus di puncak bukit, jadilah sebatang perdu di lembah, tetapi perdu terbaik di tepi sungai. Jadilah pohon semak belukar, jika anda tak mungkin menjadi pohon yang tinggi.

  Bila anda tak mungkin menjadi pohon kecil di tengah taman, jadilah sekedar rumput di tepi jalan, yang bisa menyegarkan pandangan mata orang. Jadilah rumput yang paling membahagiakan dua sejoli yang sedang pacaran. Tak mungkin semua menjadi nahkoda, sebagian pasti menjadi anak buah. Pekerjaannya mungkin berbeda, tetapi setiap tugas itu sama mulia.

  Bila anda tak mungkin menjadi jalan raya, jadilah jalan setapak saja. Bila anda tak mungkin menjadi sang surya, jadilah bintang yang bercahaya. Bukan ukuran dan takaran anda,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

  Yogyakarta, 5 Februari 2007 Penulis

  Stepanus Budi Setiyawan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  ABSTRAK

Sikap Remaja terhadap Kaum waria

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sikap remaja terhadap kaum waria, dalam arti respon remaja terhadap keberadaan kaum waria. Subyek dalam penelitian ini terdiri dari 4 orang remaja akhir, 2 pria dan 2 wanita, yaitu umur 18 tahun 1 orang, 19 tahun 1 orang, 20 tahun 1 orang, dan 21 tahun 1 orang. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dengan pedoman umum. Analisa data dilakaukan dengan cara membuat verbatim dan melakukan kategorisasi terhadap tema-tema yang muncul dengan kode-kode yang telah dibuat sebelumnya.

  Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa remaja bersikap positif dan menerima kaum waria. Akan tetapi, tidak semua kaum waria bisa diterima keberadaannya oleh remaja. Kaum waria yang suka mangkal dan menjajakan diri atau yang menjadi PSK belum bisa diterima oleh remaja. Hal ini dikarenakan remaja merasa jijik dan takut terhadap kaum waria yang menjadi PSK.

  Kata kunci: sikap, remaja, waria

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  ABSTRACT

Adolescences’ Attitude toward Transvestite Community

  This research aimed to know about how adolescences attitude toward transvestite community. The subject in this research consisted of 4 late adolescences both 2 boys and 2 girls, the meaning is how adolescences’ response to clan transvestite existence. hose were a 18 year-old person, a 19 year-old

  T

  person, a 20 year-old person, and a 21 year-old person. The method of data gathering was done by making verbatim and doing categorization toward the themes that appeared with the codes made before.

  The result of the research showed that adolescences had positive attitude and accepted the transvestite community. However, not all the existence of transvestite community could be accepted by adolescences. Transvestite community who liked to stand-by and peddle themselves or who worked as prostitutes could not be accepted by adolescences. This was caused adolescences felt disgusted and afraid of the transvestite community who worked as prostitutes.

  

Keywords: attitude, adolescence, transvestite

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

KATA PENGANTAR

  Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas perlindungan, dan petunjuk- Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi denga judul “Sikap Remaja

  

terhadap Kaum Waria”. Penulis menyadari bahwa banyak pihak yang

  membantu dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengucakan terima kasih kepada:

  1. Bapak P. Eddy Suhartanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanat Dharma dan mengajar untuk beberapa mata kuliah yang saya ambil; 2. Ibu Sylvia Carolina MYM., S.Psi., M.Si. selaku Kaprodi Fakultas Psikologi sekaligus selaku dosen pembimbing akademik;

  3. Bapak Drs. H. Wahyudi, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan petunjuk selama proses penulisan skripsi ini;

  4. Ibu Ch. Siwi Handayani, S.Psi., M.Si., Bapak Y. Heri Widodo, S.Psi., dan Ibu P. Henrietta PDADS., S.Psi., yang pernah menjadi dosen pembimbing akademik dan juga mengajar untuk beberapa mata kuliah yang saya ambil;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  7. Kekasihku Tami yang dengan setia dan tak henti-hentinya memberikanku semangat untuk menyelesaikan skripsi ini serta selalu menatih saat aku terjatuh dan memberikan warna dalam kehidupanku; 8. Ibu Sujarmi, Mas Krisna, Mbak Niken, Detha, yang menerimaku dengan baik dan memberikanku pengalaman hidup yang sangat berarti;

  9. Shiro, terima kasih sudah menjadi sahabatku dan banyak membimbingku untuk bisa menerima kenyataan hidup dan selalu menatih aku saat aku terjatuh. Memang Setiap orang harus memanggul salibnya sendiri dan kebahagiaan atau kesedihan itu akan selalu datang, dan kita harus siap menerimanya; 10. Teman-teman di Fakultas Psikologi, Bayu, Gibon, Cethol, Seto, Aris,

  Tumbur, tetap semangat choi…, Dini, Indri, Reni, Ninik, Dian, Kucrut, dan teman-teman lain yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu, terima kasih telah mendukungku dan memberikan warna di Fakultas Psikologi; 11. Teman-teman yang telah menjadi subyek dalam penelitianku, terima kasih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Halaman HALAMAN JUDUL ……………………………………………………… i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ………………………….. ii HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………….. iii HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………… iv LEMBAR MOTTO ………………………………………………………... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………… vi ABSTRAK …………………………………………………………………. vii ABSTRACT ……………………………………………………………….. viii KATA PENGANTAR …………………………………………………….. ix DAFTAR ISI ……………………………………………………………… xi DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xii

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………… 1 A. Latar Belakang Masalah ………………………………………. 1

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  E.

  Definisi dan Batasan Remaja …………………………………... 13 F. Ciri-ciri Massa Remaja ………………………………………… 13 G.

  Heteroseksual Remaja …………………………………………. 15 H. Pengertian Waria ………………………………………………. 17 I. Faktor-faktor Penyebab ………………………………………… 19 J.

  Perbedaan Waria dan Homoseksualitas ………………………… 21 K.

  Dinamika Sikap Remaja terhadap Kaum Waria ………………… 23

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….. 27 A. Jenis Penelitian …………………………………………………. 27 B. Definisi Operasional ……………………………………………. 27 1. Sikap ……………………………………………………. 27 2. Remaja ………………………………………………….. 28 3. Waria …………………………………………………… 28 C. Subyek Penelitian ………………………………………………. 28 D. Metode Pengumpulan Data …………………………………….. 30

  a.

  Deskripsi Tiap-tiap Subyek …………………………….. 40

  b. Kategorisasi Subyek ……………………………………. 49 c.

  Rangkuman Hasil Wawancara Keempat Subyek ………. 59 C. Gambaran Sikap Remaja terhadap Kaum Waria ……………….. 62

  BAB V. PENUTUP ………………………………………………………… 66 A. Kesimpulan ……………………………………………………... 66 B. Saran ……………………………………………………………. 66 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 69 LAMPIRAN ………………………………………………………………… 72 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Wawancara …………………………………….. 31

Tabel 2. Kode Analisis Data …………………………………….….. 34

Tabel 3. Demografi Subyek ……………………………………….… 38

Tabel 4. Kategorisasi Subyek ………………………………………. 49

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

  “Jangan ganggu banci! / jangan ganggu banci! / jangan ganggu banci! /

  

jangan, ganggu...”. Penggalan lirik lagu dari Project Pop tersebut kian

  mengakrabkan kosakata “banci” atau yang lebih kita kenal dengan sebutan “waria” di telinga kita. Sebenarnya, bukan kosakatanya saja yang dekat dengan kita, tapi juga wujud aslinya. Kita dapat mengetahui beritanya baik di media cetak maupun media elektronik. Kita juga bisa melihat mereka sedang bekerja di butik- butik, di salon, bahkan di pinggir-pinggir jalan saat mereka mengamen atau pun berkumpul dengan komunitasnya dan menjajakkan diri.

  Kaum waria, pada pertenggahan tahun 2005 yang lalu mengadakan hajatan besar. Tepatnya hari Minggu 26 Juni 2005 yang lalu, di Gedung Sarinah lantai 4 Jakarta diadakan pemilihan Miss Waria Indonesia. Sebanyak 30 waria dari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Waria adalah seorang laki-laki yang secara jasmani sempurna dan jelas, namun secara psikis cenderung bertingkah laku sebagai orang dari jenis kelamin yang berlainan (Koeswinarno, 1996; dan P. Esty dan Sugoto, 1998). Dari sudut psikologi-ilmiah, waria digolongkan pada gangguan identitas jenis (gender

  

identity disoders). Gangguan ini ditandai dengan adanya perasaan tidak senang

  terhadap jenis kelamin sehingga ia berperilaku seperti lawan jenisnya (http://rudi.landak.com; Agustus 2005).

  Kaum waria tidak begitu saja diterima di masyarakat. Sari (2003) mengungkapkan bahwa pandangan waria adalah “penyakit kejiwaan”, “aib”, “abnormal”, “dosa”, “menyalahi kodrat”, dan sebutan lainnya masih diyakini oleh sebagian besar masyarakat. Hak-hak biologis mereka juga dianggap patologis, anomali, atau abnormal oleh masyarakat. Oleh karena itu, tempat-tempat pertemuan mereka selalu diidentifikasikan sebagai tempat maksiat. Hal ini juga terungkap dalam penelitian yang dilakukan oleh Nastiti (dalam P. Esty dan Sugoto, 1998) dan Elisabeth (1996) yang menyatakan bahwa banyak orang yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  mendapat cercaan, dipandang sinis, dilecehkan, ditertawakan, dan menjadi bahan gunjingan. Sebagai contoh, Andrea menuturkan pengalamannya ketika ia sakit dan datang ke dokter. Dokter yang seharusnya memeriksa justru sama sekali tidak mau memeriksa dan hanya memberinya obat serta mengolok-oloknya. Kisah waria yang lain adalah Tiara dari Makasar menceritakan bahwa saat dirazia polisi mereka ditangkap dan diceburkan ke laut dahulu sebelum dibawa ke kantor polisi.

  Lalu ia diperintahkan membuka “bra” dan menunjukkan alat kelaminnya di depan polisi (http://www.kompas.com; Agustus 2005).

  Uraian di atas, jika kita cermati maka akan menimbulkan pertanyaan: Masyarakat mana yang bersikap negatif terhadap kaum waria? masyarakat yang memandang negatif waria, mendiskriminasikan, dan memarjinalkan kaum waria yang terungkap dalam penelitian dan uraian di atas kiranya belum jelas. Kalau kita cermati lebih lanjut, ternyata ada juga kelompok masyarakat yang bisa menerima kaum waria. Sebagai contoh adalah Avi dan Dorce. Mereka diterima sebagai penghibur multitalent, bahkan Avi justru pernah mendapatkan penghargaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  menyebutkan bahwa jumlah male-to-female transseksual atau waria adalah 1 dari setiap 18.000 sampai dengan 33.000 laki-laki. Sedangkan data yang masuk di Direktorat Jenderal Administrasi dan Kependudukan Departemen Dalam Negeri tahun 2005 menyebutkan bahwa jumlah waria di Indonesia tercatat sebanyak 400 ribu. Jumlah itu tersebar di berbagai daerah di Indonesia, dan terbanyak di Pulau Jawa. Diyakini estimasi jumlah tersebut hampir selalu merupakan fenomena “gunung es” (http://www.tempointeraktif.com; Agustus 2005).

  Sikap remaja terhadap kaum waria penting digali karena pada masa remaja, mereka mulai menentukan sikap tanpa bergantung pada orang lain yang lebih dewasa dari mereka (Mappiare, 1982). Mereka juga mempunyai sikap dan pandangan yang lebih realistis. Pada masa ini pula mereka mulai mencapai peran sosial sebagai pria atau wanita dan mencapai hubungan baru yang lebih matang (Havinghurst, dalam Hurlock, 1996). Lebih lanjut, pada masa ini identitas seksual seseorang mulai terbentuk dan menetap. Oleh karena itu, pada masa ini seseorang akan menentukan identitas seksual dan identitas gendernya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

D. Manfaat Penelitian 1.

  Manfaat Teoritis a.

  Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi psikologi sosial khususnya mengenai sikap remaja terhadap kaum waria.

  b.

  Penelitian ini diharapkan berguna bagi peneliti lain untuk memberikan masukan khususnya mereka yang akan meneliti lebih lanjut mengenai kaum waria.

2. Manfaat Praktis a.

  Penelitian ini diharapkan memberikan pengetahuan bagi masyarakat dan pembaca mengenai sikap remaja terhadap kaum waria.

  b.

  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran bagi kaum waria mengenai sikap kelompok masyarakat terhadap keberadaan mereka sehingga mereka dapat membangun strategi konstruktif dalam menghadapi sikap masyarakat terhadap mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Sikap Sikap, seperti halnya dengan pengertian-pengertian lain, terdapat beberapa

  pendapat diantara para ahli. Tentunya ahli yang satu dengan ahli yang lainnya memberikan definisi dengan batasan-batasan yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, berikut ini adalah beberapa penertian sikap menurut beberapa ahli.

  Louis Thurstone (dalam Edwards, 1957) mengatakan bahwa sikap adalah suatu tingkatan afeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan obyek-obyek psikologis. Afeksi positif yang dimaksud adalah afeksi senang, sedangkan afeksi negatif yang dimaksud adalah afeksi yang tidak menyenangkan. Thurstone melihat sikap hanya mengandung komponen afeksi saja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  mengarahkan tingkah laku dan merupakan hasil dari faktor-faktor genetik dan belajar.

  Newcomb (dalam walgito, 1990; Mar’at, 1981) mengatakan bahwa sikap merupakan suatu kesatuan kognisi yang mempunyai valensi dan akhirnya berintegrasi ke dalam pola yang lebih luas.

  Krech dan Crutchfield (dalam Jahoda, Marie, and Neil Warren, 1966) mengatakan bahwa sikap adalah organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai beberapa aspek dunia individu.

  Rokeach (dalam Walgito, 1990) juga memberikan pendapatnya mengenai sikap. Ia mendefinisikan sikap sebagai predisposing untuk merespon, untuk berperilaku. Ini berarti bahwa sikap berkaitan dengan perilaku, sikap merupakan predisposisi untuk berbuat atau berperilaku.

  Myers (dalam Walgito, 1990) mengatakan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan ke arah beberapa obyek; meliputi kepercayaan seseorang,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Saifuddin Azwar (2005) mengatakan bahwa sikap adalah suatu respon evaluatif. Sedangkan Mar’at (1981) mengatakan bahwa sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek tersebut.

  Banyak sekali pengertian sikap menurut beberapa ahli yang ada. Hal ini dimungkinkan karena sikap merupakan masalah yang penting dan menarik dalam lapangan psikologi khususnya psikologi sosial. Bahkan ada ahli yang berpendapat bahwa psikologi sosial menempatkan sikap sebagai problem sentralnya (Crutchfield, dalam Walgito, 1990).

  Dari bermacam-macam pendapat tersebut, dapat ditarik suatu pengertian bahwa sikap adalah suatu kumpulan pendapat, keyakinan seseorang mengenai obyek yang relatif menetap, yang disertai perasaan tertentu, dan memberikan dasar untuk membuat kecenderungan berperilaku atau merespon obyek tersebut dengan cara tertentu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  senang merupakan hal positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif.

  3. Komponen Konatif, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecenderungan bertindak terhadap obyek. Komponen ini menunjukkan intensitas sikap, yaitu menunjukkan besar kecilnya kecenderungan bertindak seseorang terhadap obyek sikap (Shaver, Kelly, G., 1977; Zanden, and James W. Vander, 1977; Mar’at, 1981; Sears, dkk., 1988; Walgito, 1990; Azwar, 2005).

C. Ciri-ciri Sikap

  Sherif dan Sherif (dalam Walgito, 1984) mengungkapkan bahwa sikap merupakan suatu pendorong yang menimbulkan tingkah laku tertentu yang memiliki ciri-ciri, yaitu : 1.

  Sikap bukan merupakan suatu yang dibawa sejak lahir. Sikap terbentuk dalam perkembangan individu. Oleh karena itu, sikap dapat dipelajari dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Dapat meliputi satu obyek dan meliputi sekumpulan obyek (kecenderungan untuk menggeneralisasikan obyek sikap).

  5. Mengandung faktor perasaan dan faktor motif. Jadi sikap terhadap obyek tertentu selalu ada perasaan yang menyertai dan mempunyai motivasi untuk bertindak tertentu terhadap obyek yang dihadapi individu.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap

  Dalam interaksi sosialnya, individu bereaksi membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai obyek psikologis yang dihadapinya. Azwar (2005) mengatakan ada enam faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap, yaitu: 1.

  Pengalaman pribadi Apa yang kita alami akan membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  kita, akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

  3. Pengaruh kebudayaan Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya karena kebudayaan pulalah yang memberi corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat asuhannya. Hanya kepribadian individu yang kuat yang dapat memudarkan dominasi kebudayaan dalam pembentukan sikap individu.

  4. Media massa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

  5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

  6. Pengaruh faktor emosional Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian merupakan sikap yang sementara dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

E. Definisi dan Batasan Remaja

  Remaja atau adolescence berasal dari kata kerja latin adolescere yang berarti tumbuh menjadi dewasa. Piaget (dalam Hurlock, 1996) mengatakan bahwa istilah adolescence ini mempunyai arti luas, mencakup kematangan mental, emosional dan sosial.

  Gunarsa (1986) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa peralihan antara masa anak dan masa dewasa, yaitu antara 12 tahun sampai 21 tahun. Masa ini lebih menunjuk pada masa peralihan dengan semua perubahan psikis yang dialami seseorang.

  Sedangkan Monks (1991) membagi usia remaja menjadi tiga bagian, yaitu masa remaja awal (12 – 15 tahun), masa remaja pertengahan (15 – 18 tahun), dan masa remaja akhir (18 – 21 tahun). Dalam hal ini, penulis lebih mengarahkan kepada Subyek usia remaja akhir.

  Jadi, yang dimaksud remaja dalam penelitian ini adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 18 – 21 tahun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  mempunyai citra diri dan sikap atau pandangan yang lebih realistis. Mereka mulai menilai dirinya sebagaimana adanya, dan menghargai orang lain seperti keadaan yang sesungguhnya.

  Petro Blos (dalam Sarwono, 1989) mengatakan bahwa pada masa remaja akhir, remaja mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang lain dan memperoleh pengalaman baru. Diungkapkan pula bahwa pada masa ini identitas seksual sudah terbentuk dan tidak berubah lagi.

  Sementara itu, Hurlock (1996) mengungkapkan bahwa pada masa remaja, seseorang mulai mencapai kematangan emosi dengan menilai situasi secara kritis terlebih dahulu. Selain itu, dalam hal pemilihan teman, remaja mulai berkeras untuk memilih sendiri teman-temannya tanpa campur tangan orang dewasa.

  Havighurst (dalam Hurlock, 1996) mengatakan bahwa seseorang dalam sepanjang rentang kehidupannya mempunyai tugas perkembangan, termasuk pada usia remaja. Sebagian dari tugas perkembangan usia remaja adalah menjalin hubungan yang lebih matang dengan teman sebaya, baik pria maupun wanita dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Penulis menggunakan kelompok remaja sebagai Subyek dalam penelitian ini karena pada usia ini seseorang memulai kemandirian dan kestabilan emosi yang mempengaruhi bagaimana mereka menyikapi suatu hal sesuai dengan pemikiran mereka sendiri tanpa campur tangan dari pihak lain. Selain itu juga karena masa ini adalah masa mereka mencapai peran jenisnya sebagai laki-laki atau perempuan dan terbentuknya identitas seksual yang menetap.

G. Heteroseksual Remaja

  Pada awalnya, remaja mengelakkan bergaul dengan lawan jenis, dan lebih ingin ada bersama dengan kawan sejenisnya. Kebersamaan ini memberikan perasaan kebanggaan, dan kenikmatan tersendiri. Akan tetapi keadaan ini tidak akan terus demikian. Setelah gejolak sekitar haid dan ejakulasi pertama, mereka mulai merasa tertarik kepada lawan jenisnya. Inilah tahap perkembangan heteroseksual (Riberu, 1985).

  Ketika mereka secara seksual sudah matang, laki-laki maupun perempuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  murid terhadap guru, maka ia pun harus memepelajari perannya sebagai anak sebagai jenis kelamin tertentu terhadap jenis kelamin lawannya. Jadi, peran seksual ini tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin yang bersangkutan tetapi juga oleh lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Dengan demikian tidak otomatis seorang laki-laki harus bermain mobil-mobilan dan robot-robotan sedangkan anak perempuan bermain boneka dan rumah-rumahan. Kenyataan menunjukkan bahwa banyak anak laki-laki tertarik pada boneka-boneka dan anak perempuan pada robot-robotan dan akhirnya mereka tetap menjadi orang dewasa pria atau wanita yang normal atau tidak menjadi banci (Sarwono, 1989).

  Pada masa remaja, perkembangan kebutuhan seks dan pembentukan peranan jenis berjalan sejajar dan menentukan akan menjadi wanita atau pria bagaimanakah kelak. Pada suatu saat tertentu terlihat bahwa para remaja mengalami keraguan tentang peranan jenisnya masing-masing. Sering timbul keraguan mengenai bakat kelaki-lakian atau kewaniaannya. Apakah mereka tertarik pada jenis laki-laki atau wanita. Tambahan pula pengaguman pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  agak besar ia masih mengenakan baju perempuan hingga saat SD seakan-akan terpaksa memakai celana dan kemeja laki-laki. Ternyata pada umur 12 tahun, kukunya dipelihara dan diberi pewarna kuku. Demikian pula matanya diberi make up khusus di mana akhirnya ia menjadi “korban” homoseksualitas.

  Dari contoh di atas terlihat pada mulanya hanya keinginan untuk memakai pakaian dari lawan jenis, kemudian terjadi peralihan dari tingkahlaku ini ke hal- hal yang seksual. Bahkan selanjutnya terjadi peralihan peranan jenis yang berganti-ganti sebagai akibat lingkungan termasuk lingkungan keluarganya.

  Contoh penyimpangan seperti di atas ternyata banyak ditemukan. Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa pengalaman seseorang dapat menjadi faktor penyebab timbulnya penyimpangan perkembangan heteroseksual (Gunarsa dan Gunarsa, 1984).

H. Pengertian Waria

  Waria adalah seorang laki-laki namun cenderung bertingkah laku sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  1. Interseksualita dengan organ seksual laki-laki tetapi juga mempunyai hormon perempuan, dan;

  2. Transseksualisme sebagai seseorang yang mempunyai fisik laki-laki tetapi psikis wanita.

  Istilah waria pada dasarnya memang ditujukan pada penderita transseksual atau seseorang yang memiliki fisik berbeda dengan jiwanya, yaitu secara fisik laki-laki, namun jiwanya perempuan. Oleh karena itu, mereka mempunyai keinginan yang kuat untuk mengubah alat-alat seksnya dengan jalan pembedahan dan penyuntikan hormon agar tercapai bentuk anatomis serta fisiologisnya sesuai dengan seks yang diinginkannya (Yanti dalam P. Esty dan Sugoto, 1998).

  Kartono (1989) juga mengatakan bahwa waria termasuk dalam kelainan seksual yang disebut dengan transseksual. Ia menyebutkan bahwa seorang waria mempunyai keinginan untuk menolak sebagai laki-laki dan merasa memiliki seksualitas yang berlawanan dengan struktur fisiknya. Implikasi lebih lanjut adalah orientasi seksual mereka bukan heteroseksual melainkan homoseksual.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

I. Faktor-faktor Penyebab a.

  Lingkungan Freud mengatakan bahwa sebagian besar penyebab menjadi waria adalah pengaruh dari luar atau sesudah dilahirkan (Yanti dalam P. Esty dan Sugoto, 1998). Dalam beberapa teori psikologi disebutkan bahwa kecenderungan orang menjadi waria salah satunya disebabkan oleh

  heterophobia, yaitu adanya ketakutan pada hubungan seks dari jenis

  kelamin yang lain karena pengalaman yang salah (Davidson dan Neale, 1978 dalam Koeswinarno, 1996).

  b.

  Proses Pembelajaran Proses pembelajaran yang memberikan cukup pengaruh adalah pembelajaran pada masa anak-anak yang biasanya melalui identifikasi terhadap suatu tokoh. Sebagai contoh, anak laki-laki mengidentifikasi ayah, sedangkan anak perempuan mengidentifikasi dirinya kepada ibu.

  Jika terjadi kebalikannya, maka akan terjadi kekacauan (Yanti dalam P.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  c.

  Cara Mendidik yang Salah Stoller mengatakan bahwa waria dapat terjadi karena peran ibu terlalu dominan dalam diri anak laki-laki (Yanti dalam P. Esty dan

  Sugoto, 1998). Kelahiran anak yang “cantik” ini membuat ibu tergugah untuk membentuk ikatan emosional yang erat dengan anaknya. Selain itu, adanya keinginan-keinginan terpendam dari orang tua untuk memiliki anak dari jenis kelamin yang berlawanan mengakibatkan cara mendidik anak yang keliru, dan ini menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terciptanya pribadi waria (Koeswinarno, 1996).

  d.

  Biologis Tim peneliti JN Zhou, MA Hofman, LJ Gooren, DF Swaab dari

  Belanda telah menemukan bukti awal bahwa waria mempunyai struktur otak yang berbeda dengan laki-laki pada umumnya. Paling tidak dalam satu area kunci yang kira-kira 1 – 8 inchi lebarnya. Mereka meneliti satu bagian dari hypothalamus yang disebut Central Division of The Bed

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  hal ini bukan satu-satunya alasan (Yanti dalam Hariyanti, 2004; dan Kompas, 9 Agustus 2004).

  Hingga saat ini penyebab seseorang menjadi waria masih terus dipelajari. Teori yang ada dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu: (1) teori bawaan; (2) hasil didikan lingkungan; (3) konsumsi beberapa zat kimia, dan terdapat bukti tentang sejumlah polutan yang memberikan efek sama. Teori yang semakin sering dibicarakan dan diyakini kebenarannya saat ini adalah teori pertama, yaitu sehubungan dengan kondisi hormonal dan otak janin dalam kandungan (Faiz, 2002; dan Kompas, 9 Agustus 2004).

  J. Perbedaan Waria dan Homoseksualitas

  Waria memang identik dengan homoseksual. Keduanya memang dapat digolongkan sebagai penyimpangan seksual yang menyukai seseorang dengan jenis kelamin yang sama. Namun sebenarnya waria dan homoseksual merupakan dua fenomena yang terpisah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Freud menjelaskan bahwa homoseksual adalah individu yang mengalami ketertarikan hanya dengan mereka yang memiliki jenis kelamin yang sama dan timbul hasrat seksual. Sedangkan orang dengan jenis kelamin yang berlawanan tidak lagi memberikan daya tarik seksual, bahkan dalam beberapa kasus yang ekstrim dapat menimbulkan kebencian yang mendalam (Freud, 2002).

  Kaum waria merupakan laki-laki yang berpenampilan seperti wanita. Mereka merasa terjebak dalam tubuh yang salah. Mereka memperoleh kesenangan dan kenikmatan dengan memainkan peran sosial lawan jenisnya, yaitu perempuan sehingga secara fisik mereka berusaha mengadakan perubahan sesuai dengan karakteristik khas seorang perempuan seperti bentuk tubuh yang sintal dan suara yang lembut (Supratiknya, 1995).

  Batasan tegas antara waria dengan homoseksual biasanya diungkapkan lewat pakaian. Seorang homoseksual tidak perlu menyatakan dirinya dengan berpakaian wanita karena mereka tidak menganggap dirinya sebagai wanita. Sedangkan waria memiliki dorongan psikis menjadi seorang wanita sehingga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Jadi waria berbeda dengan homoseksual, walaupun pada batas-batas tertentu keduanya masih dapat digolongkan sebagai penyimpangan seksual.

  Terdapat perbedaan yang mendasar antara waria dan homoseksual, yaitu homoseksual tidak terganggu dengan keadaan fisiknya, sedangkan waria merasa bahwa alat kelamin dan ciri-ciri fisiknya tidak pada tempatnya sehingga mereka mempunyai keinginan untuk mengubah ciri-ciri fisiknya sesuai dengan jiwanya.

  Selain itu, seorang homoseksual tidak perlu menyatakan dirinya dengan berpakaian wanita karena mereka tidak menganggap dirinya wanita, sedangkan waria memiliki dorongan psikis bahwa dirinya adalah seorang wanita sehingga mereka terdorong untuk berpenampilan layaknya seorang wanita. Seorang laki- laki yang berpenampilan kewanitaan tidak bisa disebut sebagai waria jika di dalam dirinya tidak ada dorongan untuk menjadi wanita.

  K. Dinamika Sikap Remaja terhadap Kaum Waria

  Sikap sosial adalah masalah yang erat hubungannya dengan norma dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Lalu bagaimana dengan sikap remaja? Seperti yang telah diuraikan di atas, dalam menentukan sikap, remaja tidak bergantung pada orang lain yang lebih dewasa. Hal ini dikarenakan pada masa remaja seseorang sudah mencapai kemandirian dan kestabilan emosi. Perasaan senang dan tidak senang terhadap suatu obyek didasarkan pada hasil pemikirannya sendiri dengan realistis dan kritis. Remaja juga dapat menghargai orang lain sesuai dengan keadaan yang sesungguhnya.

  Selain itu, pada masa ini remaja mempunyai kecenderungan untuk mewujudkan dirinya sendiri dan berdiri sendiri dengan membebaskan dirinya dari lindungan orang tuanya. Hal ini tidak hanya berarti bahwa ia mencoba untuk membebaskan dirinya dari pengaruh kekuasaan orang tua, baik dalam segi afektif maupun dalam segi ekonomi seperti halnya remaja yang bekerja, namun hal ini juga berarti bahwa remaja secara mental tidak suka lagi menurut pada orang tuanya. Kewibawaan wakil-wakil generasi tua seperti orang tua, guru, pemimpin- pemimpin agama dan sebagainya tidak lagi begitu saja diterima. Remaja akan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Jadi, remaja sebagai bagian dari masyarakat bisa bersikap menerima atau menolak terhadap kaum waria. Oleh karena itu, remaja bisa bersikap positif atau negatif terhadap kaum waria. Sikap positif ditunjukkan remaja dengan menerima kaum waria dan sikap negatif ditunjukkan remaja dengan menolak kaum waria.

  Sikap remaja terhadap kaum waria juga bisa berubah apabila ketiga komponen sikap, yaitu komponen kognitif, afektif, dan konatif tidak selaras atau tidak konsisten. Ketiga komponen tersebut menjadi tidak selaras atau tidak konsisten karena berbagai cara seperti yang telah dijabarkan di atas.

  Penelitian yang dilakukan oleh Nastiti (dalam P. Esty dan Sugoto, 1998) dan Elisabeth (1996) yang telah dijabarkan di latar belakang di atas, menyatakan bahwa banyak orang yang memandang bahwa waria menentang kodratnya, dan tingkah laku seksualnya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Akibatnya, masyarakat tidak menyenangi mereka, mendiskriminasikan mereka dan sering tidak menerima serta menolak mereka, bahkan pihak keluarganya sendiri juga menolak keberadaan mereka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  dilakukan oleh kaum waria. Informasi yang ada jarang sekali yang menampilkan informasi mengenai kaum waria yang berprestasi dan kegiatan positif mereka lainnya. Padahal informasi ini akan mempengaruhi sikap orang yang mendapatkan informasi tersebut termasuk remaja.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

  kualitatif-deskriptif, yaitu suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang diamati Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 1989). Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat tentang fakta-fakta atau keadaan tertentu, yaitu sikap remaja terhadap kaum waria. Sedangkan Travers dan Sevilla (dalam Halida, 2004), mengatakan bahwa data yang diperoleh bertujuan untuk menggambarkan suatu keadaan yang sementara berlangsung pada saat penelitian dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala tertentu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  2. Remaja Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seseorang baik laki-laki maupun perempuan yang berusia 18 – 21 tahun.

  3. Waria Waria adalah seseorang yang mempunyai fisik sempurna sebagai laki-laki, namun bersifat, bertingkah laku, serta berperasaan seperti wanita sehingga cenderung menampilkan diri sebagai wanita dan menolak sebagai laki-laki, bahkan mempunyai keinginan untuk mengubah alat-alat seksnya menjadi wanita dengan cara pembedahan dan penyuntikan hormon.

C. Subyek Penelitian

  Subyek akan diambil dengan teknik pemilihan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian. Jumlah subyek dalam penelitian ini adalah empat orang remaja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

4. Jarak tempat tinggal subyek dengan lokasi kaum waria biasa berkumpul.

  Keempat subyek yang diambil bertempat tinggal di Yoyakarta, mulai dari yang bertempat tinggal dekat dengan lokasi kaum waria berkumpul hingga jauh dari lokasi kaum waria biasa berkumpul, yaitu kurang 1 Km, antara 1 Km – 5 Km, antara 5 Km – 10 Km, dan lebih dari 10 Km. Sejauh penelusuran peneliti, di Yogyakarta ada beberapa tempat yang sering digunakan untuk mangkal para waria, yaitu di Parangkusumo, di Jalan Lingkar Selatan, tepatnya di utara pabrik gula Madukismo yang dikenal dengan sebutan “Krasil”, di sebelah timur perempatan terminal Giwangan, di taman kota (depan Bank Indonesia), di sekitar stasiun Tugu dan stasiun Lempuyangan termasuk di perempatan Pengok, perempatan Galeria, dan Jalan Kaliurang mulai perempatan mirota kampus sampai perempatan Barek.

  Pengambilan subyek didasarkan pada jarak tempat tinggal subyek dengan lokasi kaum waria biasa berkumpul karena diasumsikan bahwa subyek yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  populasi remaja yang ada sehingga subyek bisa representatif dan sesuai dengan tujuan penelitian.

D. Metode Pengumpulan Data

  Penelitian ini menggunakan teknik wawancara dalam memperoleh datanya. Wawancara adalah percakapan dan tanya jawab yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu (Banister dkk, dalam Poerwandari 2005). Wawancara ini dilakukan untuk memeperoleh pengetahuan tentang makna-makna subyektif yang dipahami individu berkenaan dengan topik yang diteliti, yaitu sikap remaja terhadap kaum waria.

  Wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara dengan pedoman umum. Dalam proses wawancara ini, peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat umum, yang mencantumkan isu-isu yang harus diliput tanpa menentukan urutan pertanyaan, bahkan mungkin tanpa bentuk pertanyaan eksplisit. Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  afektif dalam diri subyek, misalnya tentang respon-respon emosional subyek terhadap pengalaman dan pemikiran-pemikiran mereka atas sesuatu (Poerwandari, 2005). Untuk komponen konatif, pertanyaan dibuat untuk mengetahui kecenderungan perilaku subyek terhadap obyek yang diteliti yaitu kaum waria.

  

Tabel 1.

Blue Print Wawancara

Komponen Sikap Topik Distribusi

  Pertanyaan

  Komponen Kognitif 1, 5, 7 ƒ Pengertian waria

  2, 3, 4 ƒ Pengetahuan tentang kegiatan kaum waria

  8, 11, 14, 16, 18, ƒ Pendapat tentang kaum waria

  Komponen Afektif 6, 10, 13, 17, 19, ƒ Perasaan terhadap kaum waria 21, 28

  Komponen Konatif 9, 12, 15, 20, 22, ƒ Terhadap keberadaan kaum waria (menerima 23, 24, 25, 26, 27

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

E. Analisis Data Kualitatif

  Dalam setiap penelitian perlu disertakan standar yang dipakai untuk mengevaluasi penelitian tersebut. Begitu pula dengan jenis penelitian kualitatif, untuk dapat menjadi suatu penelitian yang baik harus mampu memenuhi standar- standar tertentu. Standar-standar tersebut adalah sebagai berikut: a.

  Kredibilitas Kredibilitas dimaksudkan untuk merangkum bahasan menyangkut kualitas penelitian kualitatif (Poerwandari, 2005). Kredibilitas studi kualitatif terletak pada keberhasilannya mencapai maksud mengeksplorasi masalah atau mendeskripsikan setting, proses, kelompok sosial, atau pola interaksi yang kompleks.

  Istilah kredibilitas ini pada dasarnya merupakan pengganti konsep validitas. Namun, beberapa peneliti tetap menggunakan istilah validitas.

  Stangl (1980) dan Sarantakos (1993) menyampaikan bahwa dalam penelitian kualitatif, validitas dicapai tidak melalui manipulasi variabel,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  

argumentatif dapat tercapai bila presentasi temuan dan kesimpulan dapat

  diikuti dengan baik rasionalnya, serta dapat dibuktikan dengan melihat kembali ke data mentah. Sementara itu, validitas ekologis menunjuk pada sejauh mana studi dilakukan pada kondisi alamiah dari partisipan yang diteliti, sehingga justru kondisi “apa adanya” dan kehidupan sehari-hari menjadi konteks penting penelitian (Sarantakos, dalam Poerwandari, 2005).

  Dalam penelitian ini, langkah-langkah peneliti dalam melakukan analisis adalah sebagai berikut:

  1. Membuat verbatim berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan bantuan tape recorder.

  2. Membuat kode-kode atas tema-tema utama yang muncul untuk diberikan pada proses kategorisasi.

  3. Melakukan kategorisasi terhadap tema-tema utama yang muncul dari verbatim wawancara dengan kode-kode yang telah dibuat sebelumnya;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  Tabel 2. Kode Analisis Data Kode

  Struktur Sikap a.

  Komponen kognitif b. Komponen afektif c. Komponen konatif

  Pembentukan Sikap a.

  Pengalaman pribadi b. Pengaruh orang lain c. Pengaruh kebudayaan d. Media massa e. Lembaga pendidikan dan lembaga agama f.

  Pengaruh faktor emosional Waria a.

  Pengertian b. Kegiatan kaum waria

  KK KA KO Pr Po Pk

  Pm Pl

  Pe Pt

  Kg b.

  Dependabilitas Dependabilitas menggantikan istilah reliabilitas. Melalui konstruk

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  lengkap dan diorganisasikan dengan baik, peneliti memungkinkan pihak lain untuk mempelajari data, mengajukan pertanyaan-pertanyaan kritis bila perlu, bahkan melakukan analisis kembali (Marshall dan Rossman, dalam Poerwandari, 2005).

  Langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk mencapai dependabilitas penelitian adalah sebagai berikut :

  1. Pemberian uraian deskriptif yang konkret, catatan ucapan, dan percakapan verbatim, kutipan yang cermat sehingga tidak memberi kemungkinan tafsiran yang beragam.

  2. Pencatatan info dengan alat mekanis seperti alat perekam sehingga respon dari subyek dapat ditangkap dengan cermat dan jelas.

  3. Port folio, yaitu mencatat hal-hal penting yang muncul saat wawancara dilakukan.

  4. Penyatuan dependabilitas dan konfirmabilitas. Konfirmabilitas merupakan suatu bentuk obyektifitas dalam penelitian