BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Belajar Konstruktivisme - Meliana Fardani BAB II

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Belajar Konstruktivisme Cooperative Learning didasarkan kepada teori perkembangan

  kognitif, perlakuan, dan persandaran sosial, menurut Isjoni (2010:29).Teori perkembangan kognitif berdasarkan dari teori Piaget dan Vygotsky. Teori Vygotsky mengungkapkan bahwa pengetahuan terbina dari sebuah interaksi dalam menyelesaikan masalah. Teori perlakuan menekankan terhadap Cooperative Learning .

  Menurut Suprijono (2013:39) konstruktivisme memberikan kerangka pemikiran bahwa belajar itu sebagai proses sosial atau yang disebut belajar kolaboratif dan kooperatif. Belajar merukapan hasil dari interaksi sosial. Lingkungan sosial anak sangat berpengaruh dalam proses belajar anak, dengan adanya integrasi kemampuan kolaboratif dan kooperatif akan dapat meningkatkan konsep anak. Pengalaman dalam konteks sosial merupakan peran penting dalam perkembangan pemikiran siswa.

  Teori belajar konstruktivisme mengungkapkan pengetahuan merupakan hal yang diperoleh melalui suatu proses pembentukan (kontruksi). Teori konstruktivisme ini berkaitan dengan teori perkembangan mental Piaget. Piaget mengungkapkan dalam Rahyubi (2012:144) pengetahuan itu tidak diperoleh secara pasif, melainkan

  5 melalui sebuah tindakan yang berinteraksi dengan lingkungannya. Menurut Suprijono (2013:31) bahwa semua pengetahuan merupakan hasil dari konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan itu bukan berasal dari luar, melainkan dari diri sendiri yang membentuknya. Setiap pengetahuan memerlukan suatu interaksi dengan pengalaman, tanpa adanya interaksi dengan objek langsung maka seseorang tidak dapat mengkonstruksi pengetahuan.

  Hal tersebut diperkuat oleh Aunurraman (2010:16) pengetahuan yang dimiliki seseorang itu adalah hasil dari pengalaman- pengalamannya. Tanpa seseorang mendapat pengalaman, seseorang tersebut tidak dapat membentuk pengetahuan. Pengalaman disini tidak hanya pengalaman fisik, tetapi pengalaman kognitif dan mental juga mempengaruhinya.

  Kegiatan pembelajaran menekankan kemampuan siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri, maka setiap siswa harus memiliki kemampuan untuk menggunakan fungsi-fungsi psikis dan mental yang dimiliki, menurut Aunurraman (2010:17). Pengalaman yang dimiliki seseorang sangat penting untuk membentuk suatu pengetahuan, dengan demikian proses pembelajaran yang dilakukan guru harus memberikan pengalaman belajar yang baik bagi siswa. Bagaimana semestinya siswa belajar, belajar mengemukakan ide atau pikiran serta pengalaman-pengalaman mereka.

  Peran siswa dalam pandangan konsruktivisme menurut Budiningsih (2005:58) bahwa belajar adalah hasil dari proses pembentukan pengetahuan. Pembentukan itu harus dilakukan sendiri oleh siswa tersebut.Berdasarkan hal tersebut maka siswa dalam pembelajaran dituntut untuk aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberikan makna. Menurut Isjoni (2010:30) juga demikian, bahwa konstrutivisme merupakan pandangan bahwa siswa melakukan sendiri pengetahuan secara aktif berdasarkan dengan pengalaman.

  Pembelajaran konstruktivisme adalah pengajaran yang berpusat pada siswa (student center). Peran guru disini membimbing siswa agar dapat mengkostruksi pengetahuannya. Guru dalam pembelajaran sebagai fasilitator yang menyediakan bahan pengajaran.

  Konstruktivis dalam pembelajaran siswa dituntut aktif dalam proses pembelajaran agar dapat menyusun pengetahuannya. Menurut teori Piaget dalam Rahyubi (2012:146), terdapat dua asumsi penting.

  Pertama , pengetahuan tidak diperoleh secara pasif, tetapi secara

  aktif oleh struktur kognitif siswa.Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak. Berdasarkan hal diatas maka dalam pembelajaran dibutuhkan peran aktif dari siswa, agar dapat mengkonstruksi pengetahuan yang mereka dapat dengan melalui lingkungannya. Pembelajaran yang melibatkan siswa menjadikan pembelajaran lebih bermakna karena siswa mengerti dan ikut berperan aktif dalam pembelajaran, serta dapat berinteraksi dengan temannya.

  Aunurraman (2010:28) juga berpendapat bahwa konstruktivisme memberikan penjelasan bahwa kegiatan belajar yang dilakukan adalah kegiatan aktif siswa dalam upanya untuk menemukan suatu pengetahuan, konsep, kesimpulan, bukan hanya sekedar mengumpulkan informasi yang diberikan oleh guru. Dalam hal ini siswa bukan sebagai botol kosong yang siap untuk di isi oleh guru. Namun siswa berperan aktif untuk mendapatkan suatu pengetahuan. Hal tersebut dapat diperoleh melalui pengalaman-pengalaman yang didapat siswa.

2. Model Pembelajaran Cooperative

  Menurut (Isjoni, 2010:15) cooperative learning berasal dari kata

  

cooperative yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama

  dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai suatu kelompok atau satu tim. Menurut Slavin (dalam Isjoni, 2010:15) mengemukakan bawa

  In cooperative learning methods, studens work together in four member teams to master material initially presented by the teacher.

  Berdasarkan uraian diatas dapat diungkapkan bahwa cooperative

  

learning merupakan suatu model pembelajaran, yang melibatkan siswa

  belajar dan bekerja secara berkelompok, kelompok yang terdiri antara 4- 6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang siswa lebih aktif dalam belajar.

  Pengertian lain mengenai Cooperative Learning menurut Arends (2007:344)

  Studens in cooperative learning situation are encourage and/or required to work together on a common task, and they must coordinate their efforts to complete the task.

  Berdasarkan uraian di atas bahwa siswa pada saat pembelajaran kooperatif didorong serta diwajibkan untuk bekerja sama dalam mengerjakan tugas bersama, dan mereka saat berkelompok harus saling mengkoordinasikan upaya-upaya untuk menyelesaikan tugas.

  Menurut Kourilsky and Quaranta (1987:80)

  through this model cooperatif, positive peer interaction and the achievement of mutual goals are promoted through small group activities which dovetail very well such outlined group goals and structures.

  Menurut Kourilsky and Quaranta bahwa melalui model kooperatif, interaksi dengan teman sebaya akan menghasilkan hal positif dan akan mencapai tujuan bersama, dilaksanakan dengan cara melalui kegiatan kelompok kecil untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

  Beberapa ciri dari cooperative learning adalah; a) setiap anggota memiliki peran, (b) terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa, (c) setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas pelajarannya dan juga teman-teman sekelompoknya, (d) guru membantu mengembangkan keterampilan siswa, dan (e) guru hanya berinteraksi dengan kelompok saar diperlukan. (Isjoni, 2010:20)

  Ciri lain cooperative learning yang dikemukaan oleh Arends (2007:346) adalah

  The learning environment for cooperative learning is characteristized by democratic processes and active roles for students in deciding what should be studied and how.

  Menurut penjelasan di atas bahwa, lingkungan belajar untuk pembelajaran kooperatif dicirikan oleh proses demokrasi dan peran aktif bagi siswa dalam menentukan apa yang harus dipelajari. Berdasarkan penjelasan tersebut maka pembelajaran kooperatif memiliki ciri yaitu menuntut peran aktif siswa saat pembelajaran. Sehingga mereka dapat memperoleh hasil dari belajar melalui pengalaman sendiri.

  Pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2013:54) merupakan jenis kerja kelompok yang diarahkan oleh guru. Guru disini sebagai fasilitator yang memberikan tugas-tugas, menyediakan bahan dan informasi yang di pakai untuk membantu siswa memecahkan masalah yang diberikan.

  Pembelajaran kooperatif membuka siswa untuk terlibat dengan siswa lain, hal tersebut memberikan kesempatan bagi mereka untuk mengevaluasi dan memperbaiki pemahaman. Dengan seperti itu, pengalaman dalam konteks sosial memberikan pengetahuan penting untuk perkembangan pemikiran yang dimiliki siswa.

3. Implementasi Model Pembelajaran Cooperative Berbasis Permainan Struktur Perebutan Benteng

  Konsep pembelajaran cooperative pembelajaran struktur perebutan benteng ini adalah dikembangkan berdasarkan pengamatan terhadap permainan di Indonesia khususnya di Jawa. Menurut Hariyanto (2012) dalam buku Pembelajaran aktif (Warsono, 2013:255) mengungkapkan antara lain sebagai berikut:

  Sesuai dengan lingkungan asal pembelajaran cooperative yaitu di Amerika Serikat, pembelajaran cooperative yang dikembangkan oleh Johnson & Johnson, Slavin, Cohen, Sharan, maupun Kagan lebih terkesan formal dan harus dilaksanakan di dalam ruang kelas.Kiranya hal tersebut perlu ditambah dengan usaha membuat suasana pembelajaran

  

Cooperative menjadi lebih bersifat nonformal dan lebih menyenangkan,

  tetap dilaksanakan di sekolah tetapi di luar kelas, di halaman sekolah misalnya. Pembelajaran ini dinamakan pembelajaran cooperative luar kelas (outdoor cooperative learning) .

  Berdasarkan hal tersebut maka struktur perebutan benteng itu terinspirasi dari permainan “benteng-bentengan” yang akrab bagi anak- anak Surabaya. Permainan itu dilakukan oleh beberapa kelompok agar lebih ramai. Benteng mereka pilih sendiri dapat tiang listrik pohon, ujung pagar dan sebagainya. Mereka bebas untuk memberi nama benteng tersebut. Mereka berusaha merebut benteng kelompok lain.

  Anak yang keluar pertama dari benteng itu harus dikejar oleh kelompok lain, itu akan terjadi kejar-kejaran yang seru. Jika ia tersentuh oleh kelompok lain maka dia dianggap keluar dari permainan. Namun si perebut benteng yang pertama dapat kembali ke benteng dan digantikan oleh anak yang lain, sehingga yang tadi mengejar menjadi dikejar.

  Melalui permainan tersebut maka di buatnya struktur pembelajaran cooperative berbasis permainan yaitu struktur perebutan Benteng. Metode itu diharapkan siswa lebih aktif dalam pembelajaran, serta memberikan suasana yang berbeda. Berdasarkan penjelasan di atas permainan ini dilakukan diluar (outdoor), namum peneliti akan melakukannya di dalam kelas karena berbagai pertimbangan hal tersebut baru di sekolah sehingga akan membuat pusat perhatian kelas lain dan berdampak mengganggu pembelajaran kelas lain, serta cuaca yang tidak menentu. Langkah atau cara kerja struktur perebutan benteng:

  a. Guru menjelaskan esensi pembelajaran, melakukan presentasi singkat bahan ajar.

  b. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, misalkan empat kelompok kelompok A, kelompok B, C dan D.

  c. Mereka memilih sudut atau bentengnya sendiri-sendiri.

  d. Setiap kelompok siswa ditugasi untuk berdiskusi menjawab sejumlah pertanyaan terkait bahan ajar. Disepakati setiap siswa harus bertanggung jawab terhadap satu pertanyaan dan memahami jawabannya.

  e.

  Guru berkata “mulai”

  f. Siswa yang siap dari salah satu kelompok keluar dari bentengnnya,, misalnya dari benteng timur, ia segera disambut dari benteng lain.

  Secara otomatis akan terjadi perang dari dua kelompok. Akan terjadi peperangan sepasang-sepasang.

  g. Siswa yang keluar terlebih dahulu tadi harus mampu menjawab pertanyaan dari siswa yang berasal dari benteng yang ke dua. Jika ia tidak mampu menjawab maka dia dianggap mati/ gugur. Sebaliknya, ketika ia mampu menjawab maka si penanya yang mati. Demikian akan berlanjut “perang pertanyaan” antara dua kelompok tersebut, sampai salah satu kelompok kehabisan anggota dan bentengnya dapat direbut oleh kelompok yang lain. Perebut benteng dapat meneriakan “Selamat, benteng telah kita rebut!” h. Setelah ada dua kelompok yang bentengnya direbut, sisa dari dua kelompok pemenang tadi diberi waktu 5 menit untuk membuat soal- soal baru. i. Permainan final terjadi antar kelompok pemenang. Siapa yang akhirnya menang dalam pertarungan ini dia adalah “Kelompok

  Unggul”. Pemenang terakhir meneriakkan : “semua benteng telah kita rebut, kita juara sejati” Setiap metode pembelajaran pasti terdapat kelebihan dan kekurangan saat penggunaan dalam proses pembelajaran. Kelebihan model pembelajaran struktur perebutan benteng antara lain:

  a. Siswa aktif terlibat langsung dalam pembelajaran, sehingga pembelajaran lebih bermakna.

  b. Menuntut keberanian siswa untuk menjawab pertanyaan yang disampaikan oleh teman.

  c. Meningkatkan kepercayaan diri siswa, karena mereka harus menyampaikan pertanyaan kepada teman.

  d. Mempererat hubungan sosial, mereka merasa dapat diterima baik oleh sesama rekan kelompok dan saling menyukai rasa toleransi terhadap teman.

  e. Meningkatkan keterampilan sosial yaitu keterampilan kepemimpinan, sportifitas dan keterampilan bekerja sama dalam tim.

  f. Meningkatkan rasa tanggung jawab pribadi kepada siswa, karena siswa bertanggung jawab teradap pertanyaan yang dibuat dan jawaban yang telah disiapkan.

  Model struktur perebutan benteng ini mempunyai kelemahan sebagai berikut: Siswa yang memiliki kemampuan berfikir rendah harus menguasai materi dan tidak dapat dibantu oleh teman sekelompok, karena model pembelajaran ini kelompok namun untuk memecahkan atau menjawab pertanyaan itu menjadi tanggung jawab sendiri.

4. Belajar

  a. Pengertian Belajar Banyak definisi-definisi mengenai pengertian belajar menurut beberapa ahli. Menurut Purwanto (2011:84) ada beberapa elemen yang penting yang menceritakan pengertian tentang belajar, yaitu bahwa a) Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat mengaruh kepada tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang lebih buruk.

  b) Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan

  atau pengalaman , dalam arti perubahan-perubahan yang

  disebabkan oleh perubahan-perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar.

  Belajar menurut (Sudjana, 2010:28) adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan dalam bentuk pengetahuan, pamahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapaan dan kemampuannya. Proses perubahan tingkah laku yang dialamai siswa melalui berbagai pengalaman yang diperoleh. Belajar menurut (Djamarah, 2008:13) serangkaian jiwa raga utuk memperoleh perubahan tingkah laku sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif dan psikomotor. Belajar menurut Rahyubi (2012:3) yaitu memperoleh pengetahuan dari pengalaman,mengingat, menguasai pengalaman serta mendapatkan suatu informasi.

  b. Belajar dengan Pengalaman Belajar adalah upaya dalam proses untuk merubah perilaku seseorang berdasarkan pengalaman atau praktek yang dilakukan dengan sengaja. Perubahan yang terjadi bukan terlihat dari berat badan ataupun tinggi badan. Belajar yang dapat merubah seseorang itu seperti perilaku berfikir, memecahkan masalah, mengingat sesuatu, perpikir dan bertindak kreatif, mempunyai kemampuan sosial untuk berinteraksi, dan lain-lain.

  Hamalik (2009:28) belajar merupakan perubahan tingkah laku individu melalui interaksi dengan lingkungan. Melalui interaksi dengan lingkungan maka terjadi pengalaman-pengalaman belajar. William Burton dalam Hamalik (2009:28) mengungkapkan bahwa

  A good learning situation consist of a rich and varied series of learning experiences unified around a vigorous purpose and carried on in interaction with a rich, varied an propocative environment.

  Berdasarkan pengungkapan William Burton bahwa situasi belajar yang baik itu terdiri dari beraneka ragam pengalaman belajar yang banyak dan bervariasi yang bertujuan untuk sebuah keantusiasan dan interksi yang berulang-ulang dengan banyak dan bermacam-macam lingkungan pendukung.

  Pengalaman diperoleh melalui interksi antar individu dengan lingkungannya. William Burton dalam Hamalik (2009:29), menyatakan bahwa

  Experiencing means living through actual situation and recting vigorously to various aspect of those situation for purpose apparent to the learner. Experiencing includes whatever one does or undergoes which result in changed

behavior, in changed values, meanings, attitudes, or skill.

  Pengalaman merupakan sumber pengetahuan dan keterampilan, bersifat pendidikan, yang merupakan berbagai aspek menjadi satu kesatuan di sekitar tujuan murid, pengalaman pendidikan bersifat kontinyu dan interkatif, sehingga mengakibatkan perubahan perilaku, nilai-nilai, makna sikap dan keterampilan.

  Jadi, berdasarkan penjelasan di atas bahwasana proses belajar itu melalui berbagai jenis pengalaman. Pengalaman belajar yang terjadi dalam diri siswa sangat bermakna bagai para siswa. Pengalaman dapatdiperoleh dari lingkungan siswa itu sendiri.

  Seperti pepatah bilang bahwa guru yang baik adalah pengalaman, bagi Lindema (dalam Danim, 2011:134) “pengalaman adalah buku yang hidup bagi pembelajar dew asa”. Berdasarkan pengalaman yang kita dapat selama kita belajar dapat dijadikan pedoman untuk melakukan sesuatu. Misalkan ketika mendapatkan pengalaman yang baik didalam suatu pelajaran, hal itu akan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, sedangkan pengalaman yang tidak baik akan dijadikan sebuah dasar untuk tidak melakukanya lagi tetapi berusaha untuk lebih baik lagi dari sebelumnya.

  Berdasarkan prinsip-prinsip pembelajaran salah satunya menyatakan bahwa belajar itu bersifat kontinyu. Pengalaman- pengalaman belajar membentuk sebuah sistem berpikir pada diri seseorang. Dalam konteks keterampilan, aktivitas belajar dimulai dari gerakan kasar sampai halus. Dalam konteks kognitif, kegiatan belajar dimulai dari nalar rendah kenalar tinggi, dari konkrit ke abstrak, dan dari pemahaman parsial ke menyeluruh

  Terdapat tiga prinsip belajar yang disampaikan oleh Suprijono (2013:4) dalam prinsipnya yang ke tiga yaitu, belajar merupakan bentuk pengalaman. Pengalaman yang di dapat siswa merupakan hasil dari adanya interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.

  Menurut (Danim, 2011:134) dalama bukunya psikologi pendidikan, cara terbaik dalam belajar adalah pengalaman yang berharga baginya untuk “belajar bagaimana belajar” lebih lanjut. Hampir semua buku teks pendidikan orang dewasa menekankan pada pentingnya pengalaman belajar dengan menggunakan metode permainan, simulasi, studi kasus, psikodrama, bermain peran, dan magang.

  Berdasarkan pernyataan diatas, salah satu bentuk pengalaman untuk anak adalah permaianan. Maka peneliti akan memberikan suatu pengalaman belajar bagi siswa dalam pembelajar IPS melalui permainan struktur perebutan benteng. Sehingga pembelajaran dapat bermakna bagi siswa, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa dalam pelajaran IPS. Pengalaman itu merupakan hal yang sangat berpengaruh pada siswa, karena melalui pengalaman yang didapat saat belajar akan memberikan efek yang akan teringat selalu.

  c. Belajar dengan Berbuat Belajar akan memberikan efek bagi siswa, dari ke 16 efek belajar menurut (Danim, 2011:161) efek yang ketiga yaitu efek praktik (pactice effects). Praktik aktif atau latihan akan meningkatkan retensi dan praktik yang didistribusikan atau bertahap biasanya lebih efektif dari pada praktik sekaligus. Cara semacam ini menjadi lebih penting, ketika praktik dilakukan dalam hubungannya dengan konteks yang berbeda.

  Learnig by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan dengan cara berbuat.

  Belajar sambil berbuat dalam hal ini adalah latihan. Latihan merupakan cara terbaik untuk mengingat (Djamarah, 2008:45).

  Belajar latihan membantu apa yang dipelajari oleh siswa tidak lupa, memperkuat daya ingat siswa karena mereka berlatih. Belajar dengan berbuat itu akan memberikan kesan yang tersendiri bagi siswa, siswa dapat langsung perperan dalam pembelajaran.

  Keterlibatan langsung siswa dalam proses pembelajaran akan menghasilkan keaktifan siswa yang lebih besar. Siswa tidak hanya aktif dalam mendengar, mengamati dan mengikuti namun siswa ikut terlibat langsung dalam pembelajaran seperti percobaan, peragaan, permainan atau mendemostrasikan sesuatu. Eder Dale dalam Aunurrahman (2010:121) mengungkapkan bahwa pengalaman belajar yang paling baik untuk siswa adalah siswa belajar melalui pengalaman langsung. Dapat diartikan bahwa siswa harus belajar langsung dengan berbuat.

  Manfaat yang akan diperoleh siswa dengan belajar langsung atau dengan cara berbuat adalah siswa terdorong aktif mengalami sendiri dalam melakukan aktifitas pembelajaran, siswa ikut aktif dalam praktik penggunaaan media yang dipersiapkan guru serta siswa dituntut aktif mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru.

  Menurut Aunurrahman (2010:122).

5. Hasil Belajar

  Menurut Sudjana (2010:49) hasil belajar adalah tujuan pengajaran yang mencangkup satu kesatuan yang tidak terpisahkan antara aspek kognitif, afektif dan psikomotor. Ketiga aspek ini dipandang sebagai hasil belajar siswa, dari suatu proses pengajaran.

  Sedangkan menurut Suprijono (2013:7) hasil belajar merupakan perubahan perilaku pada diri siswa secara keseluruhan atau komprehensif yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor,bukan hanya satu aspek saja yang berubah tetapi semua aspek tidak dipandang menjadi sesuatu yang terpisah.

  Tipe belajar menurut Benjamin dalam Sudjana (2010:49) menggolongkan tipe hasil belajar menjadi tiga yaitu: ranah kognitif, sfektif dan psikomotor. Namun dalam permasalahan dalam penelitian ini.Peneliti hanya mengambil aspek kognitif dan afektif saja, kenapa demikian karena dalam penelitian ini materi yang diambil mengenai tokoh pejuang masa belanda. Proses pembelajaran nanti siswa tidak melakukan hasil berupa produk, atau melakukan sebuah keterampilan namun hanya berkelompok untuk melaksanakan permainan. Sehingga aspek psikomotor sulit untuk di teliti.

  1) Ranah Kognitif Tipe dalam ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang terdiri dari 6 tingkatan yaitu:

  1. Tipe hasil belajar pengetauan hafalan, adalah tipe hasil belajar yang paling rendah, namun ini sebagai dasar atau syarat untuk tingkatan hasil belajar selajutnya yang lebih tinggi. Pengetahuan sebagai jembatan penghubung.

  2. Tipe hasil belajar pemahaman, adalah kemampuan untuk menangkap makna atau arti dari suatu konsep.

  3. Tipe hasil penerapan, adalah kesanggupan menerapkan suatu konsep, ide, rumus, hukum dalam situasi yang baru yang diperoleh.

  4. Tipe analisis, adalah kesanggupan memecah, mengurangi, atau integritas menjadi bagian yang mempunyai arti.

  5. Tipe sintesis, adalah kesanggupan menyatukan unsur atau bagian menjadi suatu integritas.

  6. Tipe evaluasi, adalah kesanggupan memberikan keputusan tentang nilai sesuatu berdasarkan judgment yang dimiliki dan kriteria yang dipakai.

  Menurut (Sagala, 2010;12) ranah kognitif adalah kemampuan yang berkenaan dengan pengetahuan, penalaran atau pikiran terdiri dari kategori. Dalam penelitian ini aspek kognitif siswa difokuskan pada pengetahuan, pemahaman, penerapan lebih lengkap pada tabel di bawah ini:

Tabel 2.1 Hasil Belajar Aspek Kognitif Materi Tokoh-tokoh

  Perjuangan Pada Masa Belanda

  

No Indikator Aspek Kognitif Soal

  1 Menyebutkan tokoh Pengetahuan Menyebutkan pejuang pada masa kelahiran tokoh penjajahan Belanda pejuang pada masa penjajahan Belanda

  2 Mendeskripsikan Pemahaman Menjelaskan pejuangan tokoh perjuangan pejuang pada masa tokoh pejuang penjajahan Belanda pada masa penjajahan Belanda

  Penerapan Cara menghargai jasa para pahlaan

  Berdasarkan tabel di atas siswa akan mengerjakan soal evaluasi yang mencangkup tiga tipe dalam aspek kognitif dari pengetahuan yang paling dasar sampai ke penerapan siswa. Tipe pengetahuan siswa dihadapkan dengan soal seperti menyebutkan kapan tokoh pejuang itu dilahirkan, hal tersebut memerlukan pengetahuan dari siswa didapat saat pembelajaran. Tipe kedua yaitu pemahaman siswa, siswa akan dievaluasi mengenai pemahan mereka setelah mendapatkan pembelajaran dari guru. Apakah mereka sudah paham atau belum. Selanjutnya penerapan, siswa dievaluasi apakah pembelajaran yang mereka terima dapat diterapkan di kehidupan mereka.

  2) Ranah Afektif Bidang afektif berkaitan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif tampak dengan berbagai tingkat laku siswa seperti disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman dan lain-lain (Sudjana,2010:53). Tingkatan dalam bidang afektif yaitu: 1. receiving/attending, yaitu kepekaan dalam menerima rangsangan yang masuk ke dalam diri siswa.

  2. Responding/ jawaban, yaitu reaksi yang diberikan dari rangsangan yang telah diterima.

  3. Valuing (penilaian), yaitu menilai terhadap gejala yang merangsang.

  4. Organisasi, yaitu mengembangkan nilai-nilai yang telah ia dapat.

  5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yaitu keterpaduan dari semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang, yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah laku.

  Sedangkan menurut (Sagala, 2010:12) ranah afektif adalah kemampuan yang mengutamakan perasaan, emosi, dan reaksi-reaksi yang berbeda dengan penalaran yang terdiri dari penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi, dan pembentuk pola hidup. Menurut Fitri (2012:20) Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang. Karakter dapat juga diartikan sama dengan akhlak dan budi pekerti sehingga karakter bangsa sama dengan akhlak bangsa atau budi pekerti bangsa. Untuk mewujudkan karakter bangsa itu tidaklah mudah, memerlukan proses panjang melalui pendidikan.

  Banyak karakter bangsa yang dicanangkan oleh pemerintah. Pada penelitian ini difokuskan pada karakter toleransi siswa saat pembelajaran dengan menggunkan model pembelajaran struktur perebuatan benteng. Model pembelajaran ini diharapkan anak memiliki rasa toleransi sesama teman, karena metode ini menerapkan bekerja kelompok.

  a) Indikator Toleransi Indikator toleransi di sekolah dasar diantaranya yaitu: a) menghargai pendapat yang berbeda sebagai sesuatu yang alami dan instan, b) bekerjasama dengan teman yang berbeda agama, suku dan etnis dalam kegiatan-kegiatan kelas dan sekolah, c) bersahabat dengan teman yang berbeda pendapat (Kemendiknas, 2010). Secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.2

Tabel 2.2 Hasil Belajar Ranah Afektif No Aspek Afektif Indikator Kegiatan

  1 Toleransi

  1. Menghargai pendapat yang berbeda sebagai sesuatu yang alami dan instan

  2. Bekerjasama dengan teman yang berbeda agama, suku dan etnis dalam kegiatan- kegiatan kelas dan sekolah

  3. Bersahabat dengan teman yang berbeda pendapat

  1. Siswa mendengarkan pendapat teman dalam satu kelompok

  2. Siswa bekerja sama dalam kelompok yang yang cantik, jelek, kaya, miskin, berbeda agama

  3. Siswa tetap bersahabat dengan teman yang berbeda pendapat

  Sumber: Kemendiknas,2010

  Berdasarkan tabel di atas untuk menilai aspek afektif anak terkait rasa toleransi siswa terdapat tiga indikator yang harus siswa capai. Indikator yang 1) siswa harus dapat menghargai pendapat teman dalam satu kelompoknya. Mengahargainya dengan cara mendengarkan pendapat teman, tidak bermain sendiri atau mengganggu teman lain ketika sedang mendengarkan teman menyampaikan pendapatnya. 2) bekerjasama dengan teman yang berbeda agama, suku dan etnis dalam kegiatan kelas dan sekolah.

  Siswa bekerjasama untuk mengerjakan tugas kelompok, tidak mengandalkan teman lain. 3) bersahabat dengan teman yang berbeda pendapat. Siswa tetap berteman, bermain, dan istirahat bersama dengan teman yang berbeda pendapat ketika belajar berkelompok. Tidak ada menyimpan dendam atau kesal kepada teman yang berbeda pendapat.

  3) Ranah Psikomotor Hasil belajar yang satu ini berkenaan dengan keterampilan

  (skill) serta kemampuan bertindak seseorang. Terdapat juga tingkatan di ranah psikomotor yaitu:

  1. Gerakan reflek (keterampilan terhadap gerakan tidak sadar)

  2. Keterampilan gerakan-gerakan dasar

  3. Kemampuan perseptual, dapat membedakan visual, auditif motorik dan lain-lain.

  4. Kemampuan fisik, seperti kekuatan, keharmonisan, ketepatan.

  5. Skill, keterampilan sederhana sampai yang kompleks.

  6. Kemampuan non decurcive komunikasi seperti gerakan ekspresif, interpretative. (Sudjana, 2010:54) Sedangkan menurut (Sagala, 2010:12) psikomotor yaitu kemampuan yang mengutamakan keterampilan jasmani terdiri dari persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian pola gerakan, dan kreatifitas. Penelitian ini yang berkenaan dengan aspek psikomotor adalah keterampilan kemampuan berbicara siswa.

  Kemampuan berbicara menurut Arsjd dan U.S Mukti (1991:17) adalah kemampuan dalam mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau pengucapan kata-kata untuk mengekspresikan, menyatakan, menyampaiakn pikiran, gagasan dan perasaan. Berbicara adlaah alat untuk berkomunikasi dengan seseorang, dengan demikian maka jika seseorang pada kemapuan berbicara bagus maka ia dapat berkomunikasi dengan baik. Diharapkan dengan model struktur perebutan benteng keterampila berbicara siswa lebih baik.

  Faktor-faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara seseorang dibagi menjadi dua yaitu:

  1. Faktor kebahasaan, yang mencangkup:

  a. Pengucapan vocal

  b. Pengucapan konsonan

  c. Pengucapan tekanan

  d. Penempatan persendia

  e. Penggunaan nada atau irama

  f. Pilihan kata

  g. Pilihan ungkapan

  h. Variasi kata i. Tata bentukan j. Struktur kalimat k. Ragam kalimat

  2. Faktor Non Kebahasaan mencakup:

  a. Keberanian dan semangat

  b. Kelancaran

  c. Kenyaringan suara

  d. Pandangan mata

  e. Gerak-gerik dan mimik

  f. Keterbukaan

  g. Penalaran

  h. Penguasan topik Menurut Arsjd dan U.S Mukti (1991:17) untuk menjadi pembicara yang baik selain kita menguasai materi/topik pembicaraan, kita juga harus memperlihatkan keberanian dan kegairahan. Sehingga apa yang diampaiakan dapat diterima dengan baik. Penelitian ini hanya mengambil empat faktor dalam penialain kemampuan berbicara. Untuk lebih jelas dalam tabel 2.3

Tabel 2.3 Hasil Belajar Ranah Psikomotor

  Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kegiatan siswa dalam penilaian aspek psikomotor, siswa akan dinilai dari empat indikator. 1) Penggunaan nada atau irama, di sini siswa akan dinilai suara mereka keras atau lemah ketika membacakan hasil diskusi. 2) Keberanian untuk menjawab dan menyampaikan hasil, siswa dinilai keberaniannya tanpa ditunjuk guru mereka bersedia untuk maju menjawab dan menyampaikan hasil diskusi kelompoknya. 3) Kelancaran saat penyampaian hasil, siswa dinilai saat menyampaikan hasil dengan tersendat-sendat atau membacakanya dengan lancar. 4) Penguasaan topik pembelajaran, disini dinilai siswa dapat menjawab pertanyaan atau tidak. Akan terlihat mereka menguasai topik pembelajaran atau tidak.

  No Indikator Kegiatan

  1 Penggunaan nada atau irama Siswa membacakan hasil diskusi

  2 Keberanian untuk menjawab dan menyampaikan hasil

  Siswa maju menjawab dan menyampaikan hasil diskusi

  3 Kelancaran saat penyampaian hasil Siswa menyampaikan jawaban dan hasil diskusi

  4 Penguasaan topik pembelajaran Siswa mampu menguasai materi yang sedang dipelajari a. Faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Menurut (Sudjana,2010:39) Faktor yang berpengaruh dalam hasil belajar dipengaruhi oleh dau faktor yaitu terdapat dari diri siswa sendiri yaitu kemampuan yang dimiliki dan faktor lingkungan siswa yaitu kualitas pengajaran (proses belajar mengajar). Faktor kemampuan siswa yang lain seperti motivasi, minat dan perhatian, sikap, ketekunan dan lain-lain juga sangat mempengaruhi.

  Kualitas pengajaran dapat dipengaruhi dari kemampuan yang dimiliki oleh guru atau profesionalisme guru dan karakteristik kelas.Kemampuan guru seperti kemampuan menyampaikan materi, penguasaaan materi, kemampuan memilih metode dan alat peraga yang tepat untuk pelajaran dan lain-lain.

  Sedangkan untuk karakteristik kelas itu seperti besarnya kelas atau jumlah siswa, penciptaan suasana kelas, fasilitas dan sumber belajar yang tersedia. Jumlah siswa dalam satu kelas itu jangan terlalu banyak, hal itu akanberdampak kelas ribut atau gaduh, guru tidak dapat memantau keadaan siswanya karena jumlah siswa yang terlalu banyak. Penciptaan suasana kelas yang ramai karena gaduh itu juga mengganggu proses belajar mengajar sehingga dapat mengganggu juga terhadap pecapaian hasil belajar siswa. Kelas yang ribut akan membuat anak tidak konsen dalam belajar serta siswa yang akan serius untuk belajar tidak dapat belajar dengan baik.

  Fasilitas dan sumber belajar sangat dibutuhkan untuk guru dan juga siswa agar dapat membantu proses belajar dengan baik. Seperti sumber belajar gambar peta, gambar rumah adat, dan lain lain itu dapat membantu proses belajar siswa dan membantu guru juga saat menyampaikan materi. Keberhasilan dalam mengajar harus menjadi fokus agar hasil belajar siswa dapat tercapai dengan baik.

6. Ilmu Pengetahuan Sosial

  Istilah Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah atau nama program studi di perguruan tinggi yang identik dengan istilah “Social Studies”. Nama IPS yang dikenal social studies di Negara lain itu merupakan istilah hasil kesepakatan dari para ahli atau pakar kita di Indonesia.

  Pengertian IPS di persekolahan yaitu di Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) merupakan program pengajaran, ada yang berarti mata pelajaran yang berdiri sendiri, ada yang berarti gabungan (paduan) dari sejumlah mata pelajaran atau disiplin ilmu, menurut (Sapriya,dkk.2006:3) a. Materi Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

  Peneliti akan mengambil materi perjuangan melawan penjajah pada kelas V semester II. Berikut adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang akan dijadikan dasar sebagai bahan penelitian seperti tabel 2.4.

Tabel 2.4 Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar

  Standar Kompetensi Kompetensi Dasar

  2. Menghargai peranan tokoh 2.1 mendeskripsikan perjuangan pejuang dan masyarakat para tokoh pejuang pada dalam mempersiapkan dan masa Belanda dan Jepang mempertahankan kemerdekaan Indonesia

  Sumber : panduan KTSP

  b. Perjuangan Melawan penjajah Proses pembelajaran nanti, peneliti akan menggunakan materi mengenai tokoh-tokoh pejuang yang berjuang mengusir penjajah belanda. Beberapa tokoh yaitu Pattimura, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Pangeran Antasari, I Gusti Ketut Jelantik, Cut Nyak Dien dan lain-lain. Siswa akan dijelaskan sekilas menganai tohoh tersebut, serta bagaimana proses perjuangan mereka saat mengusir penjajah belanda.

  Siswa membentuk kelompok, dan siswa diberikan bahan ajar yang selanjutnya mereka ditugaskan untuk menjawab pertanyaan yang telah disiapkan oleh guru dari bahan ajar tersebut. jawaban siap, maka permainan struktur perebutan benteng siap dilaksanakan.

  Setelah permainan dihasilkan benteng yang kuat bertahan yaitu mereka yang dapat menjawab pertanyaan dari teman lawan/ benteng yang lain. Pemenang diberikan penghargaan berupa sertifikat.

B. Hasil penelitian yang Relevan

  Peneliti tidak menemukan penelitian yang sama persis dengan permasalahan yang peneliti teliti, tetapi peneliti mengambil hasil penelitian yang proses kerjanya menggunakan model pembelajaran dengan sistem permainan, yaitu yang dilakukan oleh:

  1. Mohammad Husni Abdullah, mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, penelitian tersebut berjudul “Penggunaan Media Permainan Kartu Kuartet pada Mata Pelajaran IPS untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa di Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat mengefektifkan aktivitas guru dan siswa, serta dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Media permainan kuartet sangat efektif pada mata pelajaran IPS.

  2. Julianto, mahasiswa Universitas Negeri Surabaya, penelitian tersebut berjudul “Penerapan Media Monopoli untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Mata Pelajaran IPA di Sekolah Dasar”. Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar siswa kelas IV setelah mengikuti pembelajaran mengalami peningkatan sebesar 2%.

  Berbeda dengan penelitian diatas, penelitian ini merupakan penelitan Eksperimen, yang bertujuan mengetahui bagaimana pengaruh penggunaan model pembelajaran Cooperative berbasis permainan struktur perebutan benteng terhadap hasil belajar aspek kognitif, afektif dan psikomotor IPS kelas V SD Negeri 2 Kedungwuluh. Proses penelitian, siswa melakukan permainan perebutan benteng yang dibagi menjadi 4 kelompok. Siswa selanjutnya berperang antar benteng dengan soal yang telah disiapkan oleh guru, dan ditentukan pemenang benteng.

C. Kerangka Berpikir

  Model pembelajaran struktur perebutan benteng sebuah metode pembelajaran cooperative berbasis permainan, sehingga metode ini akan menciptakan suasana yang menyenangkan dan kompetitif. Digunakannya metode ini dalam pembelajaran IPS diharapkan siswa akan aktif dalam pembelajaran dan siswa senang dengan pelajaran IPS dibandingkan dengan sebelum menggunakan model pembelajaran struktur perebutan benteng.

  Pembelajaran akan menyenangkan sehingga kesan IPS sebagai pelajaran yang penuh dengan hafalan dan membosankan dapat dihilangkan.

  Permainan merupakan salah satu metode yang dapat menciptakan suatu pengalaman bagi siswa, karena dalam permainan siswa terlibat langsung dengan pembelajaran, dan sekaligus memberikan tantangan bagi siswa untuk dapat memenangkan permainan, siswa dapat terdorong untuk kreatif dalam menyelesaikan masalah dan berinteraksi dalam kegiatan dengan sesama siswa. Permainan menjadikan siswa memiliki pengalaman tersendiri. Bedasarkan asumsi tersebut, maka diharapkan metode ini dapat berpengaruh terhadap siswa khususnya hasil belajar siswa akan meningkat yaitu aspek kognitif, afektif dan psikomotor siswa. Bila digambarkan dalam bentuk kerangka adalah sebagai berikut: Siswa saat pembelajaran Penerapan model struktur pasif, pembelajaran kurang perebutan benteng (X) menarik

  Berpengaruh teradap hasil Hasil belajar Ilmu belajar ilmu Pengetahuan

  Pengetahuan Sosial sosial (Kognitif, Afektif, dan Psikomotor) (Y)

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian D.

   Hipotesis Penelitian

  Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:

  1. Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran struktur perebutan benteng terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial aspek kognitif siswa kelas V SD Negeri 2 Kedungwuluh.

  2. Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran struktur perebutan benteng terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial aspek afektif siswa kelas V SD Negeri 2 Kedungwuluh.

  3. Terdapat pengaruh penerapan model pembelajaran struktur perebutan benteng terhadap hasil belajar ilmu pengetahuan sosial aspek psikomotor siswa kelas V SD Negeri 2 Kedungwuluh.