BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - PELAKSANAAN ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SAPI DI PASAR HEWAN KEBUMEN - repository perpustakaan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial saling membutuhkan satu sama lain

  supaya mereka tolong menolong, tukar menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, salah satunya melakukan transaksi jual beli.

  Tidak bisa dipungkiri bahwa pada dasarnya setiap manusia tidak akan mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri, tanpa adanya bantuan orang lain, hal ini disebabkan karena manusia itu sebagai makhluk sosial. Perdagangan merupakan jalan yang wajar dalam mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Salah satu tempat yang menjadi transaksi jual beli adalah pasar. Pasar merupakan suatu tempat di mana para penjual dan pembeli dapat bertemu untuk melakukan jual beli barang. Mereka akan melakukan tawar-menawar harga hingga terjadi kesepakatan harga antara penjual dan pembeli. Setelah kesepakatan harga dilakukan, barang akan berpindah tangan dari penjual ke tangan pembeli. Pembeli akan menerima barang dan penjual akan menerima uang.

  Pasar Hewan Sapi Kebumen terletak di Provinsi Jawa Tengah, yang merupakan salah satu pasar terbesar di salah satu wilayah bagian Selatan Jawa Tengah. Pasar Tradisional ini sebagai tempat transaksi jual beli sapi, pada hari tertentu seperti hari Rabu dan Minggu pasar selalu ramai yang dipenuhi para pelaku pasar untuk beraktifitas disana. Pasar juga menyediakan barang kebutuhan para pemilik sapi contohnya: pengikat sapi, caping, sabuk, dan lain- lain. Semua kegiatan di pasar tersebut menandakan bahwa pasar juga terdapat berbagai aktifitas masyarakat

  Pada umumnya transaksi jual-beli berlangsung secara tradisional. Proses terjadinya jual beli sangat sederhana sekali yaitu dengan adanya kata sepakat antara penjual dan pembeli, jual beli itu sudah sah dan telah menimbulkan kewajiban bagi kedua belah pihak. Pihak penjual menyerahkan benda yang dijualnya dan pembeli berkewajiban menyerahkan uang harga pembelian kepada penjual. Sistem jual-beli atau mekanisme penentuan harga masih didominasi dan berdasarkan kepercayaan dan itikad baik diantara pihak-pihak tertentu yaitu para pedagang pengumpul (tengkulak/blantik). Di dalam setiap perjanjian yang telah dibuat dan disepakati bersama oleh para pihak harus dilaksanakan dengan itikad baik, sebagaimana yang telah ditentukan dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yang menyebutkan bahwa semua perjanjian harus dilakukan dengan itikad baik

  J.M Van Dunbe membagi tahapan berkontrak dalam 3 (tiga) fase yakni fase pra kontrak, fase pelaksanaan kontrak, dan fase pasca kontrak. Itikad baik sudah harus ada sejak fase pra kontrak dimana para pihak mulai melakukan negosiasi hingga mencapai kesepakatan, dan fase pelaksanaan kontrak. Itikad baik pada tahap pra kontrak merupakan kewajiban untuk memberitahukan atau menjelaskan dan meneliti fakta materiil bagi para pihak yang berkaitan dengan jual beli sapi yang dinegosiasikan tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, putusan-putusan Hoge Raad menyatakan para pihak yang bernegosiasi masing- masing memiliki itikad baik (Arif Pratama, 2009: 8).

  Permasalahan yang sering timbul dalam pelaksanaan jual beli sapi, adalah jika salah satu pihak melakukan wanprestasi atau cidera janji apabila hewan yang dibeli cacat atau tidak sesuai dengan yang diinginkan pembeli. Sebelum adanya kata sepakat pihak pembeli melakukan berbagai macam kesepakatan mengenai proses pembayaran dan ganti rugi antara lain:

  1. Apabila sapi yang dibeli tidak sesuai atau cacat, maka dilakukan pemotongan harga sapi.

  2. Pembayaran uang muka terlebih dahulu, sisa pembayaran dibayarkan 2 (dua) hari setelah pembelian.

  Berdasarkan hasil wawancara dengan para pihak antara penjual dan pembeli yaitu Makiran dan Tri Tanggal 20 Desember 2015, dapat diketahui bahwa kesepakatan tersebut di atas sudah menjadi kebiasaan para pelaku untuk melakukan transaksi jual beli hewan sapi. Contoh, Kasus terbaru di Pasar Hewan Kebumen dilakukan oleh Sulis sebagai pembeli sapi terhadap Edi sebagai penjual sapi. Sulis membeli sapi sebanyak 5 ekor sapi dengan total uang 87.5 juta. Sulis baru membayar uang panjer sebesar 20 juta, setelah selang 1 bulan tidak melunasi hutangnya. Dalam kasus ini Sulis melanggar itikad baik yang telah diberikan Edi kepada Sulis (Wawancara dengan Tri Irfanto Tanggal 20 Desember 2015)

  Jual Beli menurut hukum adat (Soerojo, 1995: 71) merupakan suatu perbuatan hukum yang berupa penyerahan sapi yang bersangkutan oleh penjual kepada pembeli. Pada saat pembeli menyerahkan harganya pada penjual, pembayaran dan penyerahan haknya dilakukan pada saat yang bersamaan meskipun pembayaran baru sebagian.

  Bisnis jual beli sapi potong dalam realitanya tidak hanya melibatkan penjual dan pembeli, tetapi diperlukan jasa perantara yang proaktif untuk melancarkan transaksi di dalamnya. Jasa perantara sering muncul dalam dunia bisnis termasuk dalam transaksi properti baik dalam jual beli maupun sewa- menyewa. Orang pun mengenal beragam istilah untuk perantara properti, mulai dari makelar, calo, agen hingga broker.

  Manfaat dasar jasa perantara adalah mempercepat terjadinya transaksi. Dalam kenyataan sehari-hari yang terdapat dalam lingkungan masyarakat, istilah untuk pelaku jasa perantara lazim disebut sebagai makelar. Istilah ini diambil dari bahasa Belanda makelaar. Sekarang tengkulak/blantik (makelar) identik dengan jasa perantara yang masih tradisional, dalam arti pelakunya masih perseorangan, tidak memiliki sistem administrasi yang baku dan rapi serta tidak bernaung dalam sebuah perusahaan yang legal. Peran makelar pun lebih banyak selesai pada tahap mempertemukan penjual dan pembeli, termasuk di dalamnya yang terjadi dalam perdagangan sapi potong di pasar-pasar hewan (Badriah dan Purnomo, 2014: 1).

  Berdasarkan hasil wawancara dengan tengkulak/blantik bernama Roji Tanggal 5 Maret 2016, bahwa setiap penjualan sapi yang dilakukan memperoleh keuntungan Rp. 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah), apabila sapi yang dijualnya tidak sesuai yang diinginkan pembeli maka dapat dilakukan pemotongan harga. Apabila terjadi sengketa akibat salah satu pihak wanprestasi akan diselesaikan secara intern antara para pelaku pasar di pasar ternak itu sendiri. Penyelesaian ditempuh dengan jalan damai atas asas kekeluargaan. Adanya berbagai macam kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak secara terang dan jelas dari perjanjian jual beli tersebut, maka kedua belah pihak mempunyai itikad baik untuk memenuhi prestasinya. Unsur pokok transaksi jual beli sapi sabagai berikut: 1. berapa harga pembelian, 2. apa yang menjadi obyek jual beli beserta keadaan obyeknya, 3. kapan waktu dibayarnya harga pembelian dari pembeli kepada penjual dan waktu penyerahan benda sebagai obyek jual beli dari penjual kepembeli, 4. adanya sifat terang dan jelas dari jual beli tersebut kedua belah pihak mempunyai itikad baik telah memenuhi asas-asas kebebasan berkontrak menimbulkan kepercayaan dan kepastian hukum yang terang serta jelas pula untuk perlindungan hukum bagi penjual dan pembeli.

  Jika pada awalnya dilakukan dengan niat itikad buruk kesepakatan itu dapat dimintakan pembatalan oleh pihak yang dirugikan. Oleh sebab itu, transaksi dalam jual beli yang dilakukan antara penjual dengan pembeli wajib terang dan jelas. Terang dan jelas artinya bahwa unsur-unsur pokok dalam melakukan transaksi jual beli sapi yang dilakukan dapat diterima dengan terang dan jelas baik penjual maupun oleh pembeli. Sedangkan, itikad baik tersebut merupakan dasar dalam melakukan perjanjian. Kedua belah pihak dalam membuat maupun melaksanakan perjanjian harus memperhatikan asas itikad baik. Dalam melaksanakan perjanjian tersebut harus mengindahkan norma- norma kepatuhan dan kesusilaan (Arif Pratama, 2009: 7).

  Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai:

  “PELAKSANAAN ASAS ITIKAD BAIK DALAM PERJANJIAN JUAL BELI SAPI DI PASAR HEWAN KEBUMEN

  B. Perumusan Masalah

  1. Bagaimanakah pelaksanaan asas itikad baik dalam perjanjian jual beli sapi yang dilakukan di pasar hewan Kebumen?

  2. Bagaimana upaya penyelesaian sengketa jika salah satu pihak dalam jual beli sapi melakukan wanprestasi di pasar hewan Kebumen?

C. Tujuan penelitian

  1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian jual beli sapi yang dilakukan di pasar hewan Kebumen.

  2. Untuk mengetahui upaya penyelesaian apabila salah satu pihak dalam jual beli sapi melakukan wanprestasi di pasar hewan Kebumen.

  D. Manfaat penelitian

  1. Manfaat Teoritis

  a. Memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu hukum, terutama di bidang hukum perdata. b. Sebagai informasi dan pencerahan bagi civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Purwokerto dan masyarakat pada umumnya.

  2. Manfaat Praktis

  a. Untuk memenuhi tugas akhir sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana S1.

  b. Bagi masyarakat atau pembaca dapat memberikan kontribusi dan pemahaman tentang salah satu bentuk wanprestasi dalam jual beli hewan sapi.

  c. Memberikan pemahaman bagi penjual sapi dalam membuat perjanjian dalam bentuk tertulis.

  d. Memberikan pemahaman untuk pembeli dalam melakukan perjanjian jual beli apabila terjadi wanprestasi.