Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

BAB II
TINJAUAN

UMUM

TERHADAP

NOVEL

”NORWEGIAN

WOOD”

STUDI

PRAGMATIK DAN SEMIOTIK

2.1 Definisi Novel
Novel berasal dari bahas Itali yaitu Novella. Secara harfiah, novella berarti sebuah
“barang baru yang kecil” dan kemudian diartikan sebagai “cerita pendek dalam bentuk prosa”
(Abrams, dikutip Nurgiyantoro. 1995:9). Novel umumnya terdiri dari sejumlah bab yang masingmasing berisi cerita yang berbeda. Hubungan antarbab kadang kadang merupakan hubungan

sebab akibat, bab yang satu merupakan kelanjutan dari bab-bab yang lain.
Menurut Kosasih (2011:223) novel adalah karya sastra yang mengisahkan sisi utuh atas
problematika kehidupan seseorang atau beberapa orang tokoh. Novel memberi gambaran tentang
tokoh-tokoh, tentang peristiwa, dan tentang latarnya secara fisik, seolah-olah dapat dilihat, dapat
diraba, serta dapat didengar. Di samping itu, novel juga memberikan pengetahuan tentang hal-hal
yang terdalam, yang tidak dapat dilihat tidak dapat dipegang, tidak dapat didengar melainkan
dapat dirasakan oleh batin yang diperoleh secara tersirat dari gambaran tokoh, peristiwa dan
tempat yang dilukiskan.
Nurgiyantoro (1995: 18-19) membagi novel dalam dua kategori, yaitu novel populer dan
novel serius.

Universitas Sumatera Utara

1. Novel Populer
Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya,
khusunya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah- masalah yang aktual dan selalu
menzaman, namun hanya pada tingkat permukaan. Novel populer tidak menampilkan
permasalahan kehidupan secara lebih intens, tidak berusaha meresapi hakikat kehidupan. Novel
populer umumnya bersifat sementara, cepat ketinggalan zaman. Novel populer cepat dilupakan
orang, apalagi dengan munculnya novel-novel baru yang lebih populer pada masa sesudahnya.

2. Novel Serius
Novel serius adalah novel yang memberikan segala kemungkinan. Untuk membaca novel
serius, untuk mendapatkan pemahaman yang baik, dibutuhkan konsentrasi yang tinggi dan
kemampuan untuk itu. Pengalaman dan permasalahan hidup yang ditampilkan dalam novel jenis
ini, diungkap sampai ke inti hakikat kehidupan yang bersifat universal . Selain memeberikan
hiburan, novel serius ini juga memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau
paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh
tentang permasalahan yang dikemukakan.
Berdasarkan penjelasan definisi novel diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa novel
yang menjadi objek kajian penelitian penulis adalah novel fiksi yang dalam kategori serius.
Dikatakan demikian karena novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami ini menceritakan
tentang Toru Watanabe sebagai tokoh utama sekaligus narator dalam novel ini yang berusaha
menjalani hidupnya dan menata kembali kehidupannya, dan juga meneritakan bagaimana
kehidupan sosialnya dengan orang disekitarnya.

Universitas Sumatera Utara

2.2 Resensi Novel “Norwegian Wood”
Novel dibangun dari sejumlah unsur, dan setiap unsur akan saling berhubungan secara saling
menentukan, yang kesemuanya itu akan menyebabkan novel tersebut menjadi sebuah karya yang

bermakna, hidup. Unsur-unsur tersebut adalah tema, alur, latar, penokohan dan sudut pandang.
2.2.1 Tema
Menurut Fananie (2000:84), Tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang
telah melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Karena sastra merupakan refleksi kehidupan
masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra bisa sangat beragam. Tema bisa
berupa moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi, tradisi yang terkait erat dengan masalah
kehidupan. Namun, tema bisa merupakan pandangan pengarang, ide atau keinginan pengarang
dalam menyiasati persoalan yang muncul.
Berdasarkan pengertian tema diatas, tema yang diangkat dalam novel “Norwegian
Wood” ini adalah bagaimana perjuangan seorang laki-laki untuk bangkit dari keterpurukan yang
dialaminya, menata kembali kehidupannya yang sudah berantakan dan semangat hidupnya
ditengah-tengah permasalahan yang dialaminya.

2.2.2 Alur (plot)
Alur atau plot ialah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu per
satu dan saling berhubungan hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita (Aminuddin,
2000:89). Alur dalam karya sastra umumnya adalah rangkaian cerita yang dibentuk oleh

Universitas Sumatera Utara


tahapan-tahapan peristiwa sehingga menjalin suatu cerita yang dihadirkan oleh para pelaku
dalam suatu cerita.
Tasrif dalam Nurgiyantoro (1995:149), membedakan tahapan plot menjadi lima bagian.
Kelima tahapan itu adalah sebagai berikut :
1. Tahap situation (tahap penyituasian), pada tahap ini berisi pengenalan tokoh(-tokoh) cerita dan
situasi latar.
2. Tahap generating circumstances (tahap pemunculan konflik), masalah-masalah dan peristiwaperistiwa yang menyulut terjadinya konflik mulai dimunculkan.
3. Tahap rising action (tahap peningkatan konflik), konflik yang dimunculkan pada tahap
sebelumnya berkembang. Peristiwa yang menjadi inti cerita semakin mencengkam dan
menegangkan.
4. Tahap climax (tahap klimaks), konflik atau pertentangan-pertentangan yang terjadi, yang dilakui
dan ditimpahkan para tokoh mencapai titik puncak.
5. Tahap denouement (tahap penyelesaian), konflik yang telah mencapai klimaks diberi
penyelesaian, ketegangan dikendorkan.
Menurut susunannya plot terbagi dalam dua jenis, yaitu plot lurus atau maju (progresif)
dan plot sorot-balik, mundur (flash back). Plot lurus atau maju (progresif) adalah jika peristiwaperistiwa yang dikisahkan bersifat kronologis, yaitu secara runtut cerita dimulai dari dari tahap
awal (penyituasian, pengenalan, pemunculan konflik), tengah (konflik meningkat, klimaks), dan
akhir (penyelesaian). Sedangkan plot sorot-balik, mundur (flash back) , yaitu kejadian yang tidak
bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari tahap awal (yang benar-benar merupakan awal


Universitas Sumatera Utara

cerita secara logika), melainkan mungkin dari tahap tengah atau bahkan tahap akhir, baru
kemudian tahap awal cerita dikisahkan.
Berdasarkan uraian tersebut, alur dalam novel “Norwegian Wood” adalah peristiwa alur
mundur (flash back). Peristiwa yang terjadi dalam novel tersebut dimulai saat tokoh utama,Toru
Watanabe berusia 37tahun yang diingatkan kembali kehidupannya 20 tahun silam karena
mendengar lagu Norwegian Wood miliknya The Beatles di dalam pesawat boeing 747 yang akan
mendarat di bandara Hamburg.
2.2.3 Latar (Setting)
Latar atau setting yang disebut juga sebagai landas tumpu menyaran pada pengertian
tempat, hubungan waktu, dan tempat lingkungan sosial yang terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan, Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:216). Latar dalam cerita sangat mempengaruhi
pembentukan tingkah laku dan cara berpikir tokoh. Menurut Nurgiyantoro (1995:227), latar
dapat dibedakan dalam tiga unsur pokok, yaitu tempat, waktu dan sosial-budaya. Ketiga unsur itu
masing-masing menawarkan permasalahan yang berbeda dan dapat dibicarakan secara sendiri,
pada kenyataannya saling berkaitan dan saling mempengaruhi satu dengan yang lainnya.

1. Latar tempat
Latar tempat menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah

fiksi ataunon fiksi. Unsur yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama
tertentu, inisial tertentu, mungkin lokasi tertentu tanpa nama yang jelas.

Universitas Sumatera Utara

Dalam novel “Norwegian Wood”, lokasi tempat berlangsungnya cerita adalah kota
Tokyo, Kobe, Kyoto, beberapa kota lain yang ada di Jepang, dan bandara Hamburg Jerman.
2. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya peristiwa-peristiwa yang
diceritakan dalam sebuah karya fiksi atau non fiksi. Latar waktu mengacu pada hari, tanggal,
bulan, tahun bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut. Latar novel
“Norwegian Wood” terjadi pada tahun 1960-1980.
3. Latar Sosial
Latar sosial- budaya menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan soial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi.Tata cara
kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks.
Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi,
keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap dan lain-lain. Latar sosial juga
berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah dan
tinggi. (Nurgiyantoro, 1998: 233-234).

Novel Norwegian Wood, berlatar tempat di Jepang. Karakteristik dan nilai-nilai budaya
dalam masyarakat Jepang sudah ditanamkan sejak jaman dulu sampai di jaman modern sekarang.
Pola pikir, dan pandangan hidup. Sekarang Jepang menjadi bangsa yang unggul dalam
tekhnologi dan Industri. Semangat juang yang tinggi dalam masyarakat Jepang dikenal dengan
bushido. Bushido dikenal sebagai tata cara samurai untuk menunjukkan perilaku tradisional
Jepang yang ideal. Dalam etika Bushido ada ajaran moral yang terkait dengan keadilan,

Universitas Sumatera Utara

keberanian, kebaikan hati, kesopanan, kesungguhan hati, kehormatan, kesetiaan dan
pengendalian diri. ( Benedict, 1982:333).
Bushido merupakan etika yang dipengaruhi oleh ajaran Budha Zen. Zen merupakan moral
dan filosofi Samurai. Zen merupakan agama dan kepercayaan yang mengajarkan bahwa tidak
ada tenggang waktu (jeda) dari perbuatan yang telah dimulai dan harus diselesaikan. Etika Zen
adalah “langsung, percaya pada diri sendiri dan memenuhi kebutuhan sendiri.
Selain dilandasi oleh etika Zen, bushido juga dilandasi oleh etika Confusius. Ajaran
Confusius mengatur harmonisasi hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan
makhluk lain yang ada di dunia dan hubungan alam dengan semesta. Selain didasari oleh Zein
dan Confusius, bushido juga dipengaruhi oleh ajaran Shinto yang mengajarkan kesetiaan pada
kaisar.

(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266).
Walaupun Samurai telah ditiadakan dan peperangan tidak terjadi lagi di Jepang, ajaran
bushido pada jaman modern masih dilakasanakan dan diwariskan kepada generasi muda melalui
pendidikan rumah dan di sekolah-sekolah. Nilai-nilai tersebut yaitu :
1. Gi ( Integritas)
Gi dalam moral Bushido yaitu etika samurai yang berkaitan dengan kemampuan untuk
memecahkan masalah dan keputusan yang tepat berdasarkan pada alasan-alasan yang rasional
sehingga hasil yang diperoleh merupakan sesuatu ketetapan yang adil. Gi merupakan dasar dari
keseluruhan sikap mental terkait dengan pikiran, perkataan dan perbuatan dalam menegakkan
kejujuran dan kebenaran

Universitas Sumatera Utara

http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266)
Integritas akan melahirkan kepercayaan. Kepercayaan adalah modal sosial untuk
menciptakan organisasi dan hubungan bisnis yang baik serta besar. Dalam Gi apa yang ada di
hati, yang kita ucapkan yang kita pikirkan dan yang kita lakukan adalah sama. (Agustius
2010:50)
2. Yu ( Keberanian)
Yu adalah sifat samurai dalam berani menghadapi kesulitan dan kegagalan. Keberanian

merupakan sebuah karakter dan sikap untuk bertahan demi prinsip kebenaran yang dipercaya
meski mendapat berbagai tekanan dan kesulitan. Untuk mendapat kebenaran, diperlukan rasa
keberanian dan keteguhan hati (Agustian, 2010:64)
Seseorang yang batinnya memang pemberani akan menunjukkan loyalitas dan kasih sayang
pada majikannya dan orang tua.

Mereka juga mempunyai kesabaran, sikap toleran serta

menghadapi apa saja. -Kode samurai- (Agustian, 2010:65)
3. Makoto – Shin ( Kejujuran dan Keikhlasan)
Jujur dan tulus ikhlas merupakan kode etik samurai yang berarti berkata atau membeikan
informasi yang sesuai dengan kenyataan dan kebenaran. Pelanggaran makato-shin merupakan
sanksi yang dihindari karena akan merusak nama baik pribadi, keluarga, lembaga atau
masyarakat dan bangsa
(http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266)
4. Jin ( Murah Hati)

Universitas Sumatera Utara

Makna Jin adalah murah hati, mencintai sesama dan simpati. Bushido memiliki aspek

keseimbangan antara maskulin (yin) dan feminin (yang). Samurai yng memiliki kemampuan
tempur yang hebat, dia juga harus memiliki sifat murah hati, memiliki kepedulian sosial yang
tinggi Kemurahan hati juga ditunjukkan dalam hal memaafkan.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266
5. Rei ( Hormat dan santun kepada orang lain)
Sikap samurai dalam bersikap santun kepada orang lain yang tulus yang di tujukan kepada
semua orang, kepada atasan, pimpinan, dan orang tua. Sikap hormat dan santun tercermin dalam
sikap duduk, cara bicara, cara menghormati dengan menundukkan badan dan kepala.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266
Makna kehormatan adalah kebahagian bukan mendapatkan sesuatu, tapi kebahagiaan
memberikan sesuatu ( Soichiro Honda dalam Agustian, 2010:90)
6. Meiyo ( Menjaga nama baik)
Meiyo adalah etika samurai untuk menjaga nama baik dan kehormatan. Seorang samurai
memiliki harga diri yang tinggi, yang mereka jaga dengan cara perilaku terhormat.
Penghormatan samurai ditujukan kepada atasan/majikan, orang tua dan keluarga. Kehormatan
dan harga diri seorang samurai diekspresikan dalam bentuk sikap dan kekokohan mereka
memegang dan mempertahankan prinsip kehidupan yang mereka yakini.
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/izumi/article/download/6232/5266
7. Chungi (Kesetiaan pada pemimpin)


Universitas Sumatera Utara

Chungi merupakan etika Samurai yang berkaitan dengan kesetiaan pada pimpinan. Kesetiaan
ditunjukkan dengan dedikasi yang tinggi dalam melaksanakan tugas. Kesetiaan dilakukan untuk
menjaga nama baik dan kehormatan pimpinan, atasan dan juga nama baiknya sendiri. Agustian
(2010 :118).
Seorang ksatria mempersembahkan seluruh hidupnya untuk melakukan pelayanan tugas
(Kode Samurai)
2.4.2 Penokohan (perwatakan)
Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995: 165) penokohan adalah pelukisan gambaran
yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.tokoh cerita menempati
posisi strategis sebagai pembawa dan penyampai pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja
yang ingin disampaikan oleh pengarang.
Tokoh cerita, menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1995:165) adalah orang-orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan memiliki memiliki kualitas moral dan
kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam
tindakan. Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa dan penyampaian pesan,
amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin disampaikan kepada pembaca. Penokohan dalam
novel “Norwegian Wood” adalah sebagai berikut:
1. Toru Watanabe sebagai tokoh utama sekaligus narator dalam novel “Norwegian Wood” adalah
sosok yang bimbang, yang tidak punya pendirian yang teguh dalam menentukan pilihannya
sendiri
2. Kizuki adalah satu-satunya sahabat Watanabe, orang yang selalu ceria dalam suasana dan
keadaan apapun

Universitas Sumatera Utara

3. Naoko adalah pacar sahabatnya yaitu Kizuki. Perempuan yang sangat tenang dan lemah lembut,
mengalami depresi karena tidak bisa terima dengan kematian pacarnya.
4. Kopasgat adalah teman sekamar dengan Watanabe. Orang yang sangat suka dengan kebersihan
dan juga mempunyai sifat patriotisme
5. Reiko Ishida adalah teman sekamar dengan Naoko di tempat rehabilitasi. Sosok yang sangat
dewasa yang selalu mendampingi Naoko dalam keadaan apapun selama berada di tempat
rehabilitasi tersebut
6. Midori adalah teman sekelas Watanabe dalam mata kuliah sejarah. Perempuan yang sangat
periang, suka berimajinasi.
7. Nagasawa adalah teman satu asrama denga Watanabe, orang yang arogan, menyukai kebebasan,
free sex, dan kehidupan malam.
8. Hatsumi adalah pacar dari Nagasawa. Perempuan yang sangat mencintai dan menyayangi
Nagasawa meskipun telah disakiti berkali kali
2.2.5 Sudut Pandang
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998: 248) Sudut pandang atau view of point
menyaran pada cara dan pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sarana untuk
menyajikan tokoh, tindakan, latar dan peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi
kepada pembaca.
Menurut Aminuddin (2000 : 96) sudut pandang adalah kedudukan atau posisi pengarang
dalam cerita tersebut. Dengan kata lain, posisi pengarang menempatkan dirinya dalam cerita
tersebut dan dari titik pandang ini, pembaca mengikuti jalan ceritanya dan memahami temanya.
Ada beberapa jenis sudut pandang (point of view):

Universitas Sumatera Utara

1. Pengarang sebagai tokoh utama. Sering juga posisi yang demikian disebut sudut pandang
orang pertama aktif. Disini pengarang menuturkan dirinya sendiri.
2. Pengarang sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Disini pengarang ikut melibatkan diri
dalam cerita. Akan tetapi, ia mengangkat tokoh utama. Dalam posisi yang demikian itu
sering disebut sudut pandang orang pertama pasif.
3. Pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita. Disini pengarang
menceritakan orang lain dalam segala hal.
Dalam hal ini, sudut pandang pengarang Haruki Murakami dalam novelnya “Norwegian
Wood” adalah sebagai tokoh bawahan atau sampingan. Haruki Murakami sebagai pengarang
yang menuangkan sudut pandang nya melalui tokoh utama.

2.3 Studi Pragmatik dan Semiotik dalam Sastra
2.3.1 Studi Pragmatik
Pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang didasarkan oleh pembacanya. Sebuah
karya sastra memiliki keindahan dan kegunaan berdasarkan dari pembacanya. Pembaca berperan
dalam hal menerima, memahami, dan menghayati karya sastra. Pada tahap tertentu, pendekatan
pragmatik memiliki hubungan dengan sosiologi. Banyak nilai-nilai kehidupan yang bisa
ditemukan dalam karya sastra. Sastra sebagai produk budaya manusia berisi nilai-nilai yang
hidup dan berlaku dalam masyarakat. Masalah-masalah terjadi pada masyarakat dapat
dipecahkan melalui pendekatan pragmatik berupa tanggapan masyarakat dalam karya sastra.
Karya sastra sangat erat hubungannya dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan
kepada pembaca. Pembacalah yang menentukan makna dan nilai dalam suatu karya sastra.

Universitas Sumatera Utara

Apakah dalam

karya sastra tersebut memberikan ajaran, kesenangan dan menggerakkan

pembaca. Karya sastra itu mempunyai nilai karena ada pembaca yang menilai (Endraswara,
2008:116).
Pendekatan pragmatik yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah teori Horatius.
Jika dikaitkan dengan pandangan Horatius dalam Endraswara ( 2008:116) mengatakan bahwa
fungsi sastra hendaknya memuat dulce (indah) dan utile (berguna). Dalam pragmatik sastra ada
fungsi memberikan ajaran, memberikan kenikmatan, atau memberikan gambaran kepada
pembaca untuk mendapatkan manfaat dan mampu mengubah dirinya.
Berdasarkan uraian diatas, pendekatan pragmatik dalam karya sastra sepenuhnya
bergantung pada kemampuan pembaca dalam menyikapi dan mengambil nilai-nilai yang
bermanfaat dalam karya sastra tersebut.
2.3.2 Studi Semiotik
Menurut Pradopo dalam Endraswara (2003:119) semiotik adalah ilmu tentang tandatanda. Saussure dalam Nurgiyantoro (1995:43) berpendapat bahwa bahasa sebagai sebuah sistem
tanda memiliki dua unsur yang tak terpisahkan yaitu signifier dan signified, signifiant dan
signifie, atau penanda dan petanda dimana wujud penanda (signifiant) dapat berupa bunyi-bunyi
ujaran atau huruf-huruf tulisan, sedangkan petanda (signifie) berupa gagasan, konseptual, atau
makna yang terkandung dalam pertanda tersebut.
Semiotik menganggap bahwa fenomena sosial atau masyarakat dan kebudayaan
merupakan tanda-tanda. Semiotik mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan dan konvensi yang
memungkinkan tanda tersebut mempunyai arti. Tanda itu sendiri adalah sebagai sesuatu yang
memiliki ciri khusus yang penting. Pertama, tanda harus dapat diamati, dalam arti tanda itu dapat

Universitas Sumatera Utara

ditangkap. Kedua, tanda harus menunjukkan pada sesuatu yang lain. Artinya bisa menggantikan
mewakili dan menyajikan Endraswara (63:2013)
Pragmatik sangat berhubungan dengan semiotik, karena hubunngan pragmatik
merupakan hubungan makna dan pelambangan. Ia dipakai untuk mengkaji, misalnya, signifiant
tertentu mengacu pada signifie tertentu, baris-baris kata dan kalimat tertentu mengungkapkan
makna tertentu, peristiwa-peristiwa tertentu mengingatkan peristiwa-peristiwa yang lain,
melambangkan gagasan tertentu, atau menggambarkan suasana kejiwaan tokoh (Todorov dalam
Nurgiyantoro, 1995: 47).
Dengan demikian, uraian tentang kajian semiotik yang berupa notasi simbol-simbol
kemudian dicoba untuk menjelaskan fungsi dan maknanya. Dalam hal ini, kajian semiotik ini
penulis pergunakan untuk dapat menjelaskan makna dalam novel “Norwegian Wood”

2.4 Sekilas Tentang Biografi Pengarang
Haruki Murakami lahir di Kyoto, 12 Januari 1949. Beliau lahir saat angka kelahiran di
Jepang sedang meningkat setelah Perang Dunia II. Meskipun lahir di Kyoto namun ia banyak
menghabiskan masa mudanya di Shukugawa, Ashiya, dan Kobe.
Ayahnya dari Murakami adalah seorang anak dari imam Budha, sedangkan ibunya anak
dari seorang pedagang Osaka. Ayah ibunya mmpelajari tentang literature Jepang. Sejak kecil
Murakami telah terpengaruh dengan budaya barat, khususnya literature dan musik. Hal ini yang
membedakan Murakami dengan penulis terkenal lainnya. Dia tumbuh dengan membaca berbagai
karya Amerika seperti, Kurt Vonnegut, Richard Brautigan, dan Jack Kerouac. Pengaruh budaya
barat inilah yang membedakan Murakami dengan penulis-penulis lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Murakami belajar drama di Washeda University Tokyo. Di tempat ini juga pertama kali
ia bertemu dengan istrinya yang bernama Yoko. Selama kuliah Murakami juga bekerja part time
di toko kaset sewaan. Tak lama setelah menyelesaikan studinya Murakami membuka kedai kopi
dan bar Jazz, The Peter Cat, di kokunbuji Tokyo, yang ia jalani bersama istrinya.
Murakami menyisipkan sedikit pengalaman pribadi nya kedalam novel “Norwegian
Wood”. Watanabe sebagai narrator dalam novel ini diceritakan berasal dari kota Kyoto, kuliah
di Universitas swasta di Tokyo mengambil jurusan drama, bekerja part time di toko kaset
sewaan, sampai dengan literature literature yang pernah dibaca Murakami dituangkan kedalam
tokoh Watanabe dalam novel “Norwegian Wood”.
Selain itu, ada juga beberapa tempat yang digunakan sebagai latar tempat dalam novel ini
merupakan tempat-tempat yang memnag pernah dijalani oleh Murakami, seperti kedai kopi di
kokunbuji yang pernah disinggahi Watanabe dan Naoko adalah kedai kopi milik Murakami.

Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

Analisis Pesan Moral Dalam Novel “Kafka On The Shore” Karya Haruki Murakami (Melalui Pendekatan Psikologi Sosial) = Haruki Murakami No Sakuhin No ”Kafka On The Shore” No Doutoku No Meirei No Bunseki (Shakai No Shinriteki)

10 183 75

ANALISIS PENGGUNAAN FUKUSHI DAITAI DALAM NOVEL NORUWEI NO MORI KARYA HARUKI MURAKAMI.

0 0 14

JISATSU, DALAM NOVEL N0RUWEI No MORI KARYA MURAKAMI HARUKI; TINJAUAN SOSIOLOGI SASTRA.

0 2 6

Penggunaan Tenka no Setsuzokushi dalam Novel Norwei no Mori Karya Haruki Murakami.

6 23 41

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 1 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 1

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 7 8

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki Chapter III IV

0 0 19

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 2

Analisis Nilai Pragmatik Dalam Novel “Norwegian Wood” Karya Haruki Murakami Haruki Murakami No Sakuhin “Noruwei No Mori” To Iu Shousetsu Ni Okeru Puragumatikku Kachi No Bunseki

0 0 5