Analisis Pesan Moral Dalam Novel “Kafka On The Shore” Karya Haruki Murakami (Melalui Pendekatan Psikologi Sosial) = Haruki Murakami No Sakuhin No ”Kafka On The Shore” No Doutoku No Meirei No Bunseki (Shakai No Shinriteki)
ANALISIS PESAN MORAL DALAM NOVEL “KAFKA ON
THE SHORE” KARYA HARUKI MURAKAMI (MELALUI
PENDEKATAN PSIKOLOGI SOSIAL)
HARUKI MURAKAMI NO SAKUHIN NO ”KAFKA ON THE
SHORE” NO DOUTOKU NO MEIREI NO BUNSEKI (SHAKAI
NO SHINRITEKI)
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana
Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
LOLA MELISSA. BANGUN
NIM : 040708031
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG
MEDAN
(2)
ANALISIS PESAN MORAL DALAM NOVEL “KAFKA ON THE SHORE” KARYA HARUKI MURAKAMI (MELALUI PENDEKATAN
PSIKOLOGI SOSIAL)
HARUKI MURAKAMI NO SAKUHIN NO ”KAFKA ON THE SHORE” NO DOUTOKU NO MEIREI NO BUNSEKI (SHAKAI NO SHINRITEKI)
SKRIPSI
Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat ujian sarjana
Bidang Ilmu Sastra Jepang
Oleh:
LOLA MELISSA BANGUN NIM : 040708031
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Nandi S. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, MS.Ph.D NIP: 131763366 NIP: 131422712
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM STUDI S-1 SASTRA JEPANG MEDAN
(3)
Disetujui oleh:
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Departemen S-1 Sastra Jepang Departemen Studi
Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S,Ph.D
NIP.131422712
Medan, 8 Desember 2008
(4)
PENGESAHAN Diterima oleh,
Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu Ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
Pada : Pukul 09:00 WIB Tanggal : 8 Desember 2009
Hari : kamis
Fakultas Sastra
Universitas Sumatera Utara Dekan
Drs. Syaifuddin, M.A, Ph.D NIP.132098531
Panitia Ujian
No. Nama Tanda Tangan
1. Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S, Ph.D ( )
2. Drs. Nandi S. ( )
(5)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kasih karunia dan kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
Skripsi yang berjudul Analisis Pesan Moral Dalam Novel “Kafka On The Shore” Karya Haruki Murakami (Melalui Pendekatan Psikologi Sosial) “Haruki Murakami No Sakuhin No ‘Kafka On The Shore’ No Doutoku No Meirei No Bunseki (Shakai No Shinriteki)” ini diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Sastra Program Studi Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih, penghargaan, serta penghormatan yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis menyelesaikan studi dan skripsi ini, antara lain kepada:
1. Bapak Drs. Syaifuddin M.A, Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang M.S, Ph.D, selaku Ketua Departemen S-1 Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. Nandi S, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah menyediakan waktu di sela-sela kesibukannya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang M.S, Ph.D., selaku Dosem Pembimbing II, yang telah memberikan arahan serta perhatiannya dalam proses penyusunan skripsi penulis ini.
(6)
5. Dosen Penguji Ujian Skripsi, yang telah menyediakan waktu untuk membaca dan menguji skipsi ini. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada semua Dosen Pengajar Departemen S-1 Sastra Jepang Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan banyak ilmu kepada penulis, sehingga penulis dapat meyelesaikan perkuliahan dengan baik.
6. Ayahanda WP. Bangun, yang senantiasa memberikan semangat dan nasehat kepada penulis, juga kepada Ibunda S. Sinulingga, yang dengan setia merawat serta mengajarkan nilai-nilai yang baik terutama kepercayaan yang dilimpahkan secara luar biasa kepada penulis.
7. Saudara-saudari penulis kakanda Louise Estheria. Bangun, SPd. dan adinda Enita Morry. Bangun yang mendukung didalam doa – doanya. 8. Teman-teman penulis sesama mahasiswa Sastra Jepang Universitas
Sumatera Utara Stambuk 2004, yang dengan semangat tetap saling menguatkan dalam meyelesaikan studi serta telah membagi begitu banyak hal selama menjalani proses belajar di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
9. Teman - teman dekat penulis yang tergabung dalam Agatha: Prissy, Mariana, Santy, Eva, Sery, Henny dan Lenny, semoga kita tetap dekat rohani dimanapun Tuhan akan menempatkan kita nantinya.
10.Semua pihak yang telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup ini, termasuk juga dalam penulisan skripsi ini. Namun penulis tetap mencari kesempurnaan tersebut dalam suatu nilai pekerjaan yang dilakukan secara
(7)
maksimal. Maka dengan berangkat dari prinsip itu jugalah, penulis berusaha merampungkan skripsi penulis tersebut.
Medan, Januari 2009 Penulis
(8)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………....……….i
DAFTAR ISI….………iii
BAB I PENDAHULUAN…………...………....1
1.1. Latar Belakang Masalah………...…………...………..1
1.2. Perumusan Masalah………….……….6
1.3. Ruang Lingkup Pembahasasan……….9
1.4Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori……….……..9
1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian….……….….……10
1.6 Metode Penelitian………...………..…………...13
BAB II DEFENISI PSIKOLOGI SOSIAL, MORAL DAN NOVEL………...22
2.1. Psikologi secara umum………...22
2.1.2. Defenisi Psikologi………22
2.2.1. Psikologi Sosial………24
2.2.2. Konsep Psikologi Sosial Dan Hubungannya Dengan Moral...28
2.2.3. Peristiwa-peristiwa kejiwaan………...29
2.3. Moral………30
2.2.1. Defenisi Moral……….30
2.2.2. jenis-jenis Moral………33
2.2.3. Prinsip-prinsip Dasar moral……….43
2.2.4. Moral Dalam Interaksi Antarmasyarakat………..44
(9)
2.4. Novel………47
2.4.1. Defenisi Novel……….47
2.4.2. Novel Sebagai Genre Sastra………47
2.4.3. Unsur-unsur dalam novel………50
2.5. Riwayat Pengarang………..53
2.6. Sinopsis Cerita Kafka On The Shore………...55
2.7. Setting Cerita Kafka On The Shore……….59
BAB III ANALISIS PESAN MORAL DALAM NOVEL KAFKA ON THE SHORE...60
3.1. Jenis-jenis Pesan Moral Dilihat Dari Cuplikan Cerita Yang Terdapat Dalam Novel Kafka On The Shore………...60
3.2. Pesan Moral Dilihat Dari Cuplikan Cerita Yang Terdapat Dalam Novel Kafka On The Shore………..66
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN...70
4.1. Kesimpulan...70
4.2. Saran...72
ABSTRAK ...73
(10)
ABSTRAK
Pesan moral merupakan amanat atau hikmah yang disampaikan penulis kepada pembaca melalui karakter dan kehidupan sosial para tokoh. Dalam menyampaikan amanat atau pesan, pengarang novel atau cerita rekaan menggunakan cara penyampaian langsung dan tidak langsung. Penyampaian langsung yaitu secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita dengan “memberitahukan”. Sedangkan penyampaian tak langsung yaitu penyampaian pesan secara tersirat, terpadu dalam unsur cerita lainnya. Pembaca dituntut untuk menentukan sendiri petunjuk, petuah dan keteladanan melalui teks yang dibaca.
Moral merupakan hal yang sangat penting untuk dibahas karena seiring dengan perkembangan zaman dan pengaruh lingkungan juga terjadi pergeseran nilai moral yang sangat tidak lazim untuk dilakukan seorang anak dibawah umur. keluarga menjadi faktor penunjang yang paling besar yang dapat mempemgaruhi kondisi kejiwaan atau psikologis seseorang disamping faktor sekolah dan lingkungan tempat tinggal.
Dunia kesusastraan adalah dunia yang selalu berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Sama halnya dengan negara Jepang yang banyak melahirkan para sastrawan yang sangat berbakat dibidangnya yang telah melahirkan banyak karya sastra yang sangat laris dijual di pasaran internasional. Salah seorang sastrawan jepang yang sangat terkenal adalah Haruki Murakami. Novelis kontemporer jepang ini telah banyak memperoleh penghargaan. Antara lain: Yomiuri LiteraryPrize, Kuwabara Takeo Academic Award, Franz Kafka
(11)
Prize, dan sebagainya. Dan salah satu novel yang menjadi best seller pada tahun 2007 adalah Kafka On The Shore.
(12)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan seni dan karya yang sangat berhubungan erat dengan ekspresi dan kegiatan penciptaan. Karena hubungannya dengan ekspresi, maka karya sastra sangat banyak mengandung unsur kemanusiaan. Antara lain seperti perasaan, semangat, kepercayaan, dan keyakinan sehingga mampu membangkitkan kekaguman. Yang menjadi ciri khas pengungkapan bentuk dalam sastra adalah bahasa. Di dalam dunia kesusastraan, karya sastra dapat dibedakan ke dalam berbagai jenis dan bentuk yang berbeda-beda. Karena unsur-unsur yang membentuk setiap karya sastra itu berbeda dan tujuan yang diharapkan dari sastra tersebut juga berbeda.
Nyoman (2002: 80) mengatakan karya sastra tersebut dibedakan atas puisi, drama, dan prosa. Prosa rakyat dapat dibedakan atas mite, dongeng, dan legenda. Sastra prosa juga mempunyai ragam seperti cerpen, roman, dan novel.
Kesusastraan Jepang pun mengenal novel yang dikenal dengan sebutan Shosetsu. Pernovelan di Jepang dibahas lewat para novelisnya yang cukup mapan dalam berkarya. Tidak sedikit novel buatan novelis jepang yang laris dijual di pasaran dunia. Salah satu novel yang telah berhasil menyandang predikat best seller internasional adalah novel karya Haruki Murakami yang berjudul Kafka On The Shore. Dalam karya sastra, bahasa menjadi media yang sangat penting untuk
(13)
memahami pesan yang hendak disampaikan oleh sastrawan kepada pembacanya. Gaya bahasa yang disajikan dalam karya sastra sangat mempengaruhi mutu dari karya sastra tersebut.
Menurut Nurgiyantoro (1998: 5) Bahasa merupakan media yang sangat penting untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Saling bertukar pikiran, pengalaman, dan berinteraksi dengan orang lain dilakukan dengan menggunakan bahasa. Sama halnya dengan bahasa yang digunakan dalam novel.
Ditinjau dari segi etimologi, novel berasal dari bahasa latin, yaitu novelis atau novus yang berarti baru. Poerwadaminta (1996: 694) mengemukakan bahwa novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang yang dikelilinginya dan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Tarigan (1991: 164) mengatakan bahwa novel adalah suatu cerita dengan alur cukup panjang yang mengisi satu buku atau lebih menggarap kehidupan manusia yang bersifat imajinatif. Dari pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa novel adalah salah satu karya sastra berbentuk prosa yang hampir sama dengan roman dan menceritakan tentang suatu kejadian atau peristiwa yang dialami seseorang dalam kehidupan dan lingkungannya dengan memunculkan juga konflik di dalamnya.
Menurut Nyoman (1991: 164) dalam novel terdapat 2 unsur yang sangat penting, yaitu unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik. Adapun yang termasuk kedalam unsur intrinsik meliputi unsur-unsur yang turut serta membangun cerita yaitu: peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang cerita, bahasa,
(14)
gaya bahasa, dan sebagainya. Sedangkan unsur-unsur ekstrinsik meliputi unsur- unsur yang berada di luar karya sastra tersebut.
Tetapi secara tidak langsung, mempengaruhi bangunan atau sistem organisasi karya sastra. Antara lain, keadaan subjektivitas individu pengarang yang memiliki sikap keyakinan dan pandangan hidup dimana kesemuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya. Singkatnya unsur ekstrinsik meliputi unsur biografi pengarang, psikologi, keadaan lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial. Cerita yang ada dalam novel juga tidak terlepas dari kebudayaan yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
Salah satu novel yang sangat menarik untuk dibaca dan dapat menambah wawasan bagi para penikmat novel adalah novel yang berjudul Kafka On The Shore karya Haruki Murakami. Novel ini dilatarbelakangi sekitar tahun 1946 di Jepang. Dimana pada saat itu terjadi perang antara Jepang dengan Amerika. Kafka On The Shore adalah novel memikat dengan 2 tokoh utama yang sangat mengagumkan. Bocah laki-laki berusia 15 tahun, bernama Kafka Tamura, yang semenjak usia empat tahun telah ditinggalkan oleh ibu dan kakak perempuannya, dan orang tua bernama Nakata, berusia 60 tahun yang tidak dapat pulih dari peristiwa sial yang menimpanya dimasa perang dunia II.
Novel Kafka On The Shore, menceritakan Labirin (perjalanan yang berliku-liku ) mengenai Asmara Ibu dan Anak. Cerita dalam novel ini berawal dari dua titik cerita berbeda yang berkembang sendiri, yaitu mengenai bocah laki-laki bernama Kafka Tamura dan orangtua bernama Nakata dengan akhir saling melengkapi. Hal yang dilakukan tokoh berusia 15 tahun dengan meninggalkan/ lari dari rumah ayahnya. Tokoh belia, Kafka Tamura, tersebut, meninggalkan
(15)
rumah dengan alasan yang tidak begitu jelas. Ia mengalami perjalanan panjang yang tak terduga yang akhirnya mempertemukan Kafka dengan seorang perempuan yang ia duga kuat sebagai kakaknya dan seorang perempuan paro baya yang ia duga sebagai ibunya.
Sepanjang perjalanan, Kafka Tamura selalu terngiang perkataan ayahnya ketika Kafka masih kecil. ayahnya berkata suatu saat nanti Kafka akan membunuh ayahnya dan meniduri ibunya. Kafka Tamura merupakan gambaran lain dari sosok Oedipus, raja Thebes yang mengawini ibu kandungnya. Ketika dalam perjalanannya meninggalkan Tokyo menuju ke arah selatan, Kafka mendengar kabar bahwa ayahnya terbunuh dan salah satu orang yang layak dijadikan saksi dalam peristiwa tersebut tak lain adalah dia, Kafka Tamura. Perjalanan yang awalnya terkesan santai ini, akhirnya berubah menjadi pelarian.
Setelah membaca novel ini, penulis menemukan sesuatu yang menarik untuk dianalisis yaitu pesan moral. Pesan moral merupakan amanat yang disampaikan penulis kepada pembaca melalui karakter dan kehidupan sosial para tokoh. Untuk mengetahui lebih dalam tentang pesan moral yang terdapat dalam novel Kafka On The Shore, maka penulis akan membahasnya dalam skripsi yang berjudul Analisis Pesan Moral Yang Terdapat Dalam Novel Kafka On The Shore Karya Haruki Murakami (melalui pendekatan psikologi sosial).
1.2. Perumusan Masalah
Untuk memberikan arahan pada suatu penelitian, maka perlu dibuat suatu rumusan masalah. Hal ini penting untuk mempermudah penulis menemukan permasalahan yang lebih terfokus. Dengan adanya perumusan masalah, suatu
(16)
penelitian menjadi lebih terarah dan spesifik, sehingga permasalahan akan lebih mudah untuk dipahami.
Novel Kafka On The Shore adalah salah satu novel yang bergenre cerita tegang karena banyak kejadian yang tidak bisa diperkirakan oleh pembacanya. Gaya bahasa dan dialognya ringan sementara alur ceritanya berkelok-kelok dan penuh teka-teki.
.Dengan membaca novel Kafka On The Shore, pembaca diajak memasuki alam khayalannya, karena banyak dialog yang terdapat dalam novel ini tidak dapat diterima akal sehat atau logika, tetapi mengandung pesan-pesan yang merupakan nilai moral bagi kehidupan. Dalam bentuk pertanyaan, permasalahan tersebut adalah:
1. Pesan moral apa saja yang terkandung dalam novel Kafka On The Shore.
2. Bagaimana penyampaian pesan moral yang terdapat dalam novel Kafka On The Shore.
1.3. Ruang Lingkup Pembahasan
Dalam suatu penelitian, pembatasan masalah sangatlah penting artinya. Hal ini dilakukan agar penelitian yang dilakukan menjadi lebih terarah, terperinci. Sehingga inti permasalahan akan lebih mudah dipahami.
Skripsi ini berjudul Analisis Pesan Moral Dalam Novel Kafka On The Shore Karya Haruki Murakami ( Melalui Pendekatan Psikologi Sosial). Sebelum membahas pokok permasalahan yang ada dalam novel Kafka On The Shore, karena penelitian ini menggunakan pendekatan psikologi sosial, maka penulis
(17)
terlebih dahulu akan menjelaskan tentang pengartian psikologi sosial secara umum dan prinsip-prinsip moral yang ada kaitannya dengan pesan moral yang ingin disampaikan Haruki Murakami dalam novel Kafka On The Shore.
1.4. Tinjauan Pustaka Dan Kerangka Teori 1.4.1. Tinjauan Pustaka
Di dalam karya sastra, pengarang berusaha menyampaikan kenyataannya terhadap kenyataan sosial dalam masyarakat. Selain itu, pengarang mempunyai maksud dan tujuan yang hendak disampaikan kepada pembaca sebagai penikmat karya tersebut. Pesan moral dalam karya sastra sangat berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam interaksinya di tengah-tengah masyarakat.
Dapat dikatakan bahwa sastra yang bermutu merupakan penafsiran kehidupan. Sebuah karya sastra dihargai karena berhasil menunjukkan segi baru dari kehidupan sehari-hari yang tidak terlepas dari unsur psikologi dan tingkah laku manusia sebagai makhluk sosial. Menurut H. Abu Ahmadi (1991: 1) “psikologi” berasal dari Bahasa Yunani “Psyche” yang artinya jiwa dan “Logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi, psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai jenis gejalanya, proses, maupun latar belakangnya.
Ditinjau dari segi etimologi, novel berasal dari bahasa latin, yaitu novelis atau novus yang berarti baru. Poerwadaminta (1996: 694) mengatakan bahwa novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang yang disekelilingnya dan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
(18)
Novel juga menyajikan berbagai macam kisah fiktif yang membuat pembacanya ikut merasakan jalan cerita yang ada di dalam novel tersebut. Fiksi merupakan suatu penceritaan tentang tafsiran atau imajinasi pengarang tentang peristiwa yang pernah terjadi dalam khayalannya. Alterbernd dan Lewis dalam Nurgiyantoro (1998: 2) mengatakan bahwa fiksi adalah prosa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antarmanusia.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa fiksi merupakan karangan seseorang yang subjeknya berusaha menjelaskan suatu rangkaian kejadian dan pada umumnya merupakan khayalan yang dihasilkan seseorang yang hidup dalam masyarakat. Karya ini juga cenderung tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya dalam dunia nyata. Novel yang baik dibaca untuk penyempurnaan diri.
Novel yang baik juga adalah novel yang isinya dapat memanusiakan para pembacanya. Sebaliknya, novel hiburan hanya dibaca untuk kepentingan santai belaka. Yang penting memberikan keasyikan pada pembacanya untuk menyelesaikannya. Banyak sastrawan yang memberikan batasan atau defenisi mengenai novel. Batasan atau defenisi yang mereka berikan berbeda-beda karena sudut pandang yang mereka pergunakan juga berbeda.
Bimo Walgito (2002: 4) mengatakan psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan dalam hal ini menyangkut tingkah laku manusia. Adapun beberapa hal yang berhubungan dengan peristiwa kejiwaan (psikologi) adalah:
(19)
1. Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera.
2. Bayangan
Istilah bayangan sering disebut dengan istilah tanggapan. Dalam persepsi telah dikemukakan bahwa dengan perantara alat indera, orang dapat menyadari tentang hal-hal atau keadaan yang ada disekitarnya. 3. Fantasi
Yang dimaksud dengan fantasi adalah kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau bayangan baru.
4. Ingatan
Ingatan dipandang sebagai hubungan antara pengalaman dengan masa lampau. Dengan adanya kemampuan mengingat pada manusia, hal ini menunjukkan bahwa manusia mampu menerima, menyimpan dan menimbulkan kembali pengalaman - pengalaman yang dialaminya. 5. Berpikir
Merupakan kemampuan-kemampuan manusia untuk membentuk konsep atau pengertian akan sesuatu.
6. Perasaan dan emosi
- Perasaan adalah keadaan atau bagian individu sebagai akibat dari persepsi baik eksternal maupun internal.
- Emosi merupakan reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan.
(20)
7. Motif
Motif berasal dari bahasa latin yaitu “movere” yang berarti bergerak. Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri manusia yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
Menurut Suseno (1989: 2-3) moral adalah suatu pengukur apa yang baik dan buruk dalam kehidupan suatu masyarakat. Sedangkan etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya. pesan moral dapat disampaikan melalui beberapa cara antara lain : melalui perbuatan, kata-kata yang secara gamblang diungkapkan, khayalan, dan lain-lain.
1.4.2. Kerangka Teori
Kerangka teori merupakan rancangan teori-teori yang berhubungan dengan permasalahan penelitian. Pada kerangka ini semua teori-teori yang mengacu kepada objek yang dibahas akan dijelaskan secara terperinci. Penjelasan tersebut dapat dijadikan sebagai landasan pemikiran dan titik acuan dari masalah penelitian.
Penelitian ini adalah penelitian yang menganilis satu novel. Novel merupakan salah satu karya sastra. Meneliti suatu karya sastra berarti harus menggunakan teori sastra atau dapat juga dikatakan pendekatan sastra. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan psikologi sosial. Menurut Nyoman (2004: 59) pendekatan psikologis menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses pemahaman mulai dari masyarakat sampai kepada
(21)
individu. Nyoman (2004: 340) pendekatan psikologi sastra dianalisis dalam kaitannya antara psikis dengan aspek-aspek kejiwaan.
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa psikologi sosial menganalisis aspek-aspek kejiwaan manusia dalam masyarakat sampai kepada diri sendiri. Study psikologi berkaitan dengan sosiologi sastra karena kaitan psikologi sosial dengan karya sastra tersebut, maka Freud dan Milner dalam Nyoman (1992: 32 – 38) juga menghubungkan karya sastra dengan mimpi. Sastra dan mimpi dianggap memberikan kepuasan secara tak langsung. Analisis psikologi sosial dibangun atas dasar kekayaan sekaligus perbedaan khasanah kultural bangsa. Novel tidak melukiskan tokoh-tokoh dari semesta yang sama, di pihak lain novel juga tidak menampilkan tokoh-tokoh sebagai manusia secara individual.
Psikologi sosial tidak bermaksud membuktikan keabsahan teori saja, misalnya dengan menyesuaikan apa yang dilakukan oleh teks dengan apa yang dilakukan oleh pengarang. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat menganalisis konflik batin yang mungkin bertentangan dengan teori psikologi sosial. Wellek dan Warren (1962: 92 – 93) dalam sebuah karya sastra yang berhasil, psikologi sosial sudah menyatu dengan karya seni.
Oleh karena itu, tugas peniliti adalah menguraikannya kembali sehingga menjadi jelas dan nyata apa yang dilakukan pada karya sastra tersebut. Melalui pendekatan psikologi sosial ini, penulis akan membahas sekaligus menganalisis konflik sosial yang mempengaruhi kondisi sosial masyarakat yang digambarkan melalui novel "Kafka On The Shore" ini sehingga akan menuju satu konsep nilai moral yang melatarbelakangi berbagai konflik yang terjadi didalam novel ini.
(22)
1.5. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1.5.1. Tujuan Penelitian
Penentuan tujuan adalah langkah awal dalam melakukan penelitian yang disesuaikan dengan perumusan masalah yang dipilih peneliti sehingga akan dapat berjalan dengan terarah dan efisien. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pesan moral apa saja yang terkandung dalam novel Kafka On The Shore.
2. Untuk mengetahui cara penyampaian pesan moral yang terdapat dalam novel Kafka On The Shore.
1.5.2. Manfaat Penelitian
Suatu penelitian diharapkan dapat bermanfaat baik bagi orang lain, maupun bagi diri sendiri. Dengan mengadakan penelitian pada novel “Kafka On The Shore” karangan Haruki Murakami diharapkan dapat memberi manfaat yakni:
1. Memberi wawasan bagi penulis dan pembaca tentang pesan moral yang terjadi dalam novel Kafka On The Shore.
2. Menambah wawasan tentang kebudayaan masyarakat Jepang.
1.6. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini yaitu metode deskriptif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subjek atau objek penelitian pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Menurut Koentjaraningrat (1976: 30) penelitian yang
(23)
bersifat deskriptif yaitu memberi gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Penelitian ini juga mencakup penelitian secara kualitatif. Yaitu, datanya dinyatakan secara verbal dan kualifikasinya bersifat teoritis. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan psikologis, sosiologis.
Salah satu teknik pengerjaan penelitian yang juga merupakan teknik yang harus dilakukan dalam menganalisis suatu novel adalah dengan membaca novel Kafka On The Shore. novel tersebut juga merupakan salah satu sumber data yang juga penting disamping data-data dokumentasi yang diperoleh dari toko buku maupun perpustakaan, ditambah lagi dengan data yang diperleh secara on line( dari internet).
Selain itu, dalam pengumpulan data penulis menggunakan metode pendukung, yakni studi kepustakaan atau library research. Studi kepustakaan merupakan suatu aktifitas yang sangat penting dalam kegiatan penelitian yang bertujuan untuk menunjukkan jalan memecahkan masalah penelitian. Beberapa aspek yang penting yang perlu dicari dalam studi kepustakaan antara lain masalah yang ada, teori-teori, konsep-konsep, dan penarikan kesimpulan serta saran (Nasution 2001: 14). Dengan kata lain, studi kepustakaan adalah pengumpulan data dengan membaca buku-buku atau refrensi yasng berkaitan dengan thema penulisan ini. Data yang diperoleh dari refrensi tersebut kemudian dianalisis untuk mendapatkan kesimpulan dan saran.
(24)
BAB II
DEFENISI PSIKOLOGI SOSIAL, MORAL DAN NOVEL
2.1. Psikologi Secara Umum 2.1.1. Defenisi Psikologi
Secara harafiah psikologi adalah ilmu jiwa atau ilmu yang mempelajari tentang gejala – gejala kejiwaan. Menurut Freud dalam Dirgagunarso (1996:124) kehidupan psikis itu pada hakikatnya tidak disadari, lagipula pengaruh – pengaruh ketidaksadaran ini memainkan peranan besar sekali. Mengenai struktur kepribadian, Freud membedakan beberapa unsur dalamkehidupan psikis yaitu, Das Es yaitu ketidaksadaran, Das Ich yang memilki unsur kesadaran, Uber Ich atau “aku ideal” yang berfungsi sebagai hati nurani, yang mengkritik dan mengontrol kehidupan sendiri.
Menurut H. Abu Ahmadi (1991: 1) “psikologi” berasal dari perkataan yunani “psyche” yang artinya jiwa dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologi, psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai jenis gejalanya, proses, maupun latar belakangnya. Bimo Walgito (2002: 4) psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang tingkah laku dan dalam hal ini menyangkut tingkah laku manusia.
Menurut Freud dalam Pengantar Umum Psikoanalisis (2006:38), kehidupan manusi dipengaruhi oleh alam ketidaksadarannya. Berbagai kelainan tingkah laku dapat disebabkan karena faktor – faktor yang terdapat dalam alam ketidaksadaran ini. Karena itu untuk mempelajari jiwa seseorang, kita harus
(25)
menganalisa jiwa orang tesebut sampai kita dapat melihat alam ketidaksadarannya yang terletak jauh didalam jiwa orang tersebut, tertutup oleh alam kesadaran.
Karena sifatnya yang menganalisa dan melihat jauh kedalam jiwa orang tersebut, maka psokologi Freud disebut juga dengan psikologi dalam. Disamping itu, Freud juga percaya bahwa faktor – faktor yang berada dalam ketidaksadaran bukan merupakan faktor yang statis melainkan masing – masing mempunyai kekuatan yang membuatnya dinamis. Jadi didalam alam ketidaksadaran, selalu terdapat pergeseran – pergeseran, gerakan – gerakan akibat saling mempengaruhi antara alam sadar dan ketidaksadaran tersebut.
Karena itu alam ketidaksadaran bersifat dinamis dan dari sudut pandang ini psikologi Freud dapat juga disebut dengan psikologi dinamik. Sehubungan dengan eksperimen dan teori yang dikemukakan Freud, maka dalam psikoanalisa dikenal ada tiga aspek yaitu, psikoanalisa sebagai teori kepribadian, sebagai teknik evaluasi kepribadian, dan sebagai teknik terapi.
2.1.2 Psikologi Sosial
Psikologi sosial menganalisis aspek-aspek kejiwaan manusia dalam masyarakat sampai kepada diri sendiri. Study psikologi berkaitan dengan sosiologi sastra karena kaitan psikologi sosial dengan karya sastra tersebut, maka Freud dan Milner dalam Nyoman (1992: 32 – 38) juga menghubungkan karya sastra dengan mimpi.
Psikologi sosial tidak bermaksud membuktikan keabsahan teori saja, misalnya dengan menyesuaikan apa yang dilakukan oleh teks dengan apa yang dilakukan oleh pengarang. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh,
(26)
maka akan dapat menganalisis konflik batin yang mungkin bertentangan dengan teori psikologi sosial. Wellek dan Warren (1962: 92 – 93) dalam sebuah karya sastra yang berhasil, psikologi sosial sudah menyatu dengan karya seni. Oleh karena itu, tugas peniliti adalah menguraikannya kembali sehingga menjadi jelas dan nyata apa yang dilakukan pada karya sastra tersebut.
Menurut Shaw dan Constanzo dalam Sarwono 1987 ada 3 wilayah study psikologi sosial :
1. Study tentang pengaruh sosial terhadap proses individu
2. Study tentang proses – proses individu bersama, seperti bahasa, sikap sosial dan sebagainya.
3. Study tentang interaksi kelompok misalnya kepemimpinan, konformitas, kerjasama, persaingan, peran sosial dan sebagainya.
Sementara menurut Michener dan Delamater (1999) sebagai ilmu yang perhatian utamanya pada perilaku manusia dalam konteks sosial, ada 4 fokus utama dalam psikologi sosial :
1. Pengaruh individu terhadap orang lain
2. Pengaruh kelompok pada individu – individu anggotanya
3. Pengaruh individu anggota – anggota terhadap kelompoknya sendiri 4. Pengaruh 1 kelompok terhadap kelompok lainnya.
Berdasarkan definisi diatas dapat disimpulkan bahwa minat utama psikologi sosial adalah mencari pemahaman tentang sebab – sebab atau faktor – faktor yang membentuk perilaku, pikiran atau perasaan individu dalam latar atau setting sosial.
(27)
Sementara menurut Baron dan Byrne (1994), faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku sosial dapat dikategorikan ke dalam 5 faktor utama yaitu :
1. Aksi atau tindakan dan karakteristik dari orang lain
2. Proses kognitif dasar, seperti ingatan dan penalaran yakni proses yang mendasari pikiran, keyakinan, ide dan penilaian tentang orang lain yang dimiliki lingkungan
3. Pengaruh lingkungan secara langsung ataupun tidak langsung 4. Konteks kebudayaan dimana perilaku sosial itu terjadi
Objek Psikologi modern adalah manusia dan kegiatan – kegiatannya dalam hubungannya dengan lingkungan. Hal ini berhubungan erat dengan 3 segi utama manusia, yaitu bahwa manusia secara hakiki sekaligus merupakan :
a. Manusia sebagai makhluk individual.
Yang berarti manusia itu merupakan suatu keseluruhan yang tidak dapat dibagi – bagi. Manusia juga merupakan penjumlahan dari beberapa kemampuan tertentu yang masing – masing bekierja sendiri, seperti kemampuan – kemampuan vegetatif dan kemampuan intelektif. Salah seorang ahli psikologi modern Wilhelm Woundt menegaskan bahwa jiwa manusia merupakan satu kesatuan jiwa raga yang berkegiatan. Ia juga menegaskan bahwa apabila kita mengamati sesuatu, maka kita bukan hanya melihat sesuatu dengan indra mata kita tapi juga dengan seluruh minat dan perhatian yang sangat dipengaruhi oleh niat.
Psikologi zaman modern ini menegaskan bahwa kegiatan jiwa manusia dalam kehidupan sehari – harinya merupakan kegiatan keseluruhan jiwa raga, dan
(28)
bukan kegiatan alat – alat tubuh saja atau kemampuan – kemampuan jiwa satu persatu yang terlepas dari orang lain.
Manusia sebagai makhluk individual tidak hanya dalam arti makhluk keseluruhan jiwa raga, tetapi juga dalam arti bahwa setiap orang itu merupakan pribadi yang khas menurut corak kepribadiannya termasuk kecakapan – kecakapan sendiri. Perkembangan manusia yang wajar harus memperhatikan segi individualitas manusia dalam arti bahwa pribadi manusia merupakan keseluruhan jiwa raga yang mempunyai struktur dan kecakapan yang khas.
b Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Segi utama lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa manusia secara hakiki merupakan makhluk sosial. Sejak ia dilahirkan, ia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan biologisnya yaitu makanan, minuman dan lain – lain. Akan tetapi pada usia 2 bulan hubungannya dengan ib unya sudah mulain berlangsung secara psikis tidak hanya secara biologis.
Munurut Freud, super – ego pribadi manusia sudah mulai dibentuk ketika ia berumur 5 – 6 tahun dan perkembangan super – ego tersebut berlangsung terus menerus selama ia hidup. super – ego yang terdiri atas hati nurani, norma – norma, dan cita –cita pribadi itu tidak mungkin terbentuk dan berkembang tanpa manusia itu bergaul dengan manusia lainnya, sehingga sudah jelas bahwa tanpa pergaulan sosial manusia tidak dapat berkembang sebagai manusia seutuhnya.
Pada dasarnya, pribadi manusia tidak sanggup hidup seorang diri tanpa lingkungan psikis atau rohaniahnya walaupun secara biologis – fisiologis ia mungkin dapat mempertahankan dirinya pada tingkat kehidupan vegetatif. Segi
(29)
sosial manusia itu terutama dipelajari dalam psikologi sosial, tetapi yang sulit dipahami dengan sewajarnya apabila dalam mempelajarinya kita melalaikan segi individualitas pribadi manusia.
c. Manusia Sebagai Makhluk Berketuhanan.
Segi terakhir ini sebenarnya termasuk dalam cabang psikologi keagamaan sehingga tidak diuraikan secara khusus. Walaupun demikian segi ini dihubingkan dengan psikologi sosial karena ada pengaruhnya dalam pembicaraan ilmu pengetahuan tentang manusia.
Manusia, selain makhluk individual yang sebenarnya tidak perlu dibuktikan kebenarannya, sekaligus juga merupakan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk beketuhanan juga tidak perlu dibuktikan kebenarannya sebab manusia yang sudah dewasa dan sadar akan dirinya sudah jelas tidak dapat menolak adanya kepercayaan terhadap Tuhan, sebagai segi hakiki dalam prikehidupan manusia, dan segi ini adalah segi khas bagi manusia pada umumnya. Bahwasanya Tuhan itu sukar dibuktikan secara empiris eksperimental bagi manusia yang belum berketuhanan, tidak berarti bahwa Tuhan itu tidak ada.
Orang atheis yang belum sadar akan hal ini, tanpa disadarinya sebenarnya juga sudah berkrtuhanan tetapi dalam bentuk benda – benda, orang – orang maupun gagasan – gagasan tertentu. walapun demikian secara psikologis dapat diakui bahwa segi manusia sebagai makhluk berketuhanan itu dapat pula dengan sadar atau tidak sadar ditujukan dan digerakkan oleh suatu objek yang bukan merupakan Tuhan Yang Maha Esa.
(30)
Psikologi sosial atau ilimu jiwa sosial memerlukan sedikit pengetahuan pendahuluan agar isinya mudah dipahami. Sebagaimana psikologi, maka psikologi sosial juga merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan yang baru timbul dalam masyarakat modern.
3. Konsep Psikologi Sosial Dan Hubungannya Dengan Moral
Proses sosial sebenarnya timbul bila terjadi pertemuan antara dua orang atau kelompok serta membentuk sistem-sistem hubungan atau terjadi perubahan-perubahan bila cara hidup yang telah ada diganggu. Masyarakat dan aspek dinamikanya terdiri atas individu dan kelompok dalam interaksi.
Psikologi sosial tidak bermaksud membuktikan keabsahan teori saja, misalnya dengan menyesuaikan apa yang dilakukan oleh teks dengan apa yang dilakukan oleh pengarang. Dengan memusatkan perhatian pada tokoh-tokoh, maka akan dapat menganalisis konflik batin yang mungkin bertentangan dengan teori psikologi sosial. Wellek dan Warren (1962: 92 – 93) dalam sebuah karya sastra yang berhasil, psikologi sosial sudah menyatu dengan karya seni.
Psikologi sosial sangat mempengaruhi keberadaannya ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat.
(31)
4. Peristiwa-peristiwa kejiwaan
Yang termasuk dalam peristiwa kejiwaan (psikologi) adalah: 1 Persepsi
Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh proses penginderaan yaitu merupakan proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat indera.
2. Bayangan
Istilah bayangan sering disebut dengan istilah tanggapan. Dalam persepsi telah dikemukakan bahwa dengan perantara alat indera, orang dapat menyadari tentang hal-hal atau keadaan yang ada disekitarnya.
3. Fantasi
Yang dimaksud dengan fantasi adalah kemampuan jiwa untuk membentuk tanggapan-tanggapan atau bayangan baru.
4. Ingatan
Ingatan dipandang sebagai hubungan antara pengalaman dengan masa lampau. Dengan adanya kemampuan mengingat pada manusia, hal ini menunjukkan bahwa manusia mampu menerima, menyimpan dan menimbulkan kembali pengalaman- pengalamann yang dialaminya. 5. Berpikir
Merupakan kemampuan kemampuan manusia untuk membentuk konsep atau pengertian akan sesuatu.
6. Perasaan dan emosi
> Perasaan adalah keadaan atau state individu sebagai akibat dari persepsi baik external maupun internal.
(32)
> Emosi merupakan reaksi yang kompleks yang mengandung aktivitas dalam kejasmanian serta berkaitan dengan perasaan.
7. Motif
Motif berasal dari bahasa latin movere yang berarti bergerak. Karena itu motif diartikan sebagai kekuatan yang terdapat dalam diri manusia yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu.
2.2. Moral
2.2.1 Defenisi moral
Menurut Suseno (1989: 2-3) moral adalah suatu pengukur apa yang baik dan buruk dalam kehidupan suatu masyarakat. Sedangkan etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya. pesan moral dapat disampaikan melalui beberapa cara antara lain : melalui perbuatan, kata-kata yang secara gamblang diungkapkan, khayalan, dan lain-lain.
Zaman ini ditandai oleh perubahan pesat dalam banyak bidang kehidupan masyarakat. Perubahan itu embawa kemajuan maupun kegelisahan pada banyak orang. Yang paling mencolok adalah bahwa komunikasi dan informasi antar-daerah dan antar-bangsa berkembang begitu pesat sehingga dunia terasa semakin kecil. Orang bahkan sudah kerap meliha keadaan ruang angkasa yang dahulu hanya dapat dibayangkan dan diimpikan.
Salah satu hal yang menggelisahkan adalah masalah moral. Perubahan pesat dibanyak bidang menimbulkan banyak perubahan sekitar moral. Banyak orang merasa tidak pegangan lagi tentang norma kebaikan, terutama dibidang -
(33)
bidang yang paling dilanda perubahan pesat. Norma – norma lama terasa tidak menyenangkan lagi, atau bahkan dirasa usang dan tidak dapat dijadikan pegangan sama sekali. Oang juga tidak dapat hanya lari pada hati nurani, karena hati nuranipun merasa tidak berdaya menemukan kebenaran apabila norma – norma yang biasanya dipakai sebagai landasan pertimbangan menjadi serba tidak pasti.
Dalam situasi seperti itu kita harus dapat mengambil sikap. Seseorang harus bisa merumuskan kembali norma- norma tradisional di bidang norma. Bagaimana kita harus merumuskan kembali norma – norma lama maupun perkembangan – perkembangan baru untuk menemukan kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan norma yang berlaku dan dianggap benar dalm kehidupan sehari-hari.
Di dalam kehidupan sehari-hari ada tiga system norma moral yang ada didalm kehidupan, adapun ketiga sistem norma moral yang secara tradisional ditawarkan, yakni norma berdasarkan keyakinan atau kewajiban mutlak, norma berdasarkan tujuan perbuatan atau norma berdasarkan hubungan – hubungan dengan orang lain. Untuk mencari kebenaran moral secara tepat, ketiga sistem nilai moral tersebut harus dipadukan. Penilaian moral atas sikap maupun perbuatan harus dilihat dari kewajiban yang muncul dari halnya sendiri, dari tujuan yang hendak dicapai, dan dari mutu hubungan – hubungan dengan sesama yang tersangkut dalam sikap atau tindakan tersebut. Dengan demikian penilaian moral menjadi teliti dan seimbang, bahkan mampu melayani hidup bersama.
Hak lain yang perlu disadari sejak awal penilaian moral adalah bahwa moral yang menyangkut individu mesti dibedakan dari moral yang menyangkut hidup dan urusan orang banyak. Memang moral yang menyangkut individu pun
(34)
punya kaitan dengan orang lain. Tetapi kaitan itu tidak sekuat pada moral sosial yang langsung menyangkut orang banyak. Salah satu contoh moralitas, masturbasi misalnya, tidak menyangkut begitu banyak orang lain bila dibandingkan dengan moralitas sistem politik atau sistem ekonomi. Karena itu tuntutan terhadap moralitas sistem – sistem sosial mesti lebih diperhatikan dibandingkan dengan tuntutan terhadap moral seksual individual.
Untuk membicarakan masalah – masalah moral yang begitu luas, dibutuhkan pembagian perhatian langkah demi langkah menurut bidang – bidang yang berbeda. Setelah melihat dasar – dasar moral yang paling penting, kita dapat melangkah ke moral hidup, moral seksual, moral perkawinan dan akhirnya moral sosial. Dengan cara itu dapat dibicarakan banyak masalah moral tanpa tenggelam didalamnya sehingga tidak mampu lagi melihat arah pembicaraan. Yang penting ialah bahwa kita tetap sadar, pembagian perhatian itu dalam kenyataan konkret hanya berkaitan pada segi – segi saja. Sebab pada kenyataan kehidupan sehari – hari manusia mengalami semua itu bersama – sama: soal hidup, soal seks, soal perkawinan dan soal sosial.
Norma moral memang harus dikembalikan sampai pada nilai – nilai yang hakiki, tidak hanya pada soal kepraktisan. Agar lebih memahami dan ikut berpikir tentang suatu masalah, maka kita harus berfikir secara rasional. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah yang menyangkut kehendak Tuhan sendiri. Sebagai orang yang berketuhanan dan berprikemanusiaan, mau tidak mau rasionalitas kita diperkaya oleh keyakinan iman dan keyakinan tentang martabat luhur manusia. Karena itu, disana – sini beberapa masalah juga disoroti dengan landasan
(35)
keTuhanan dan perikemanusiaan secara esplisit, terutama bila masalahnya menyangkut martabat manusia yang paling inti sebagai makhluk ciptaan Tuhan.
2.2.2. Jenis-jenis Moral 2.2.2.1. Moral Hidup
Hidup selayaknya dilihat sebagai anugerah Tuhan yang sangat berharaga. Karena itu kita terpanggil untuk memelihara dan melindungi kehidupan sejauh mungkin. Pemeliharaan kehidupan juga merupakan salah satu bentuk rasa syukur atas anugerah tersebut. Maka manusia dalam keadaan manapun, harus kita hargai sesuai dengan martabatnya yang luhur itu.
a. Awal Hidup Seorang Manusia
Dewasa ini ada beberapa pendapat yang berbeda tentang saat yang tepat mulainya hidup seorang manusia. Diantara pendpat – pendapat itu ada 3 pendapat yang mempunyai argumentasi kuat, sehingga cukup sulit kita tentukan manakah pendapat yang paling sesuai dengan kebenaran. Pendapat pertama menyatakan bahwa hidup seorang manusia sudah dimulai sejak terbentuknya sel pertama hasil pertemuan sperma suami dan sel telur istri.
Pendapat kedua menyatakan bahwa hidup seorang manusia barulah mulai sekitar 11 hari setelah pembuahan, yakni ketka muncul individualitas yang jelas, ketika kumpulan sel – sel itu tidak mungkin lagi terpisah menjadi beberapa anak kembar. Sedangkan pendapat ketiga menyatakan bahwa hidup khas manusia barulah muncul ketika embrio berusia sekitar 20-40 hari, yakni bila embrio itu sudah berhasil membentuk otak dalam dirinya.
(36)
b. Pengadaan Anak Secara Buatan
Kemajuan teknologi tidak hanya dimanfaatkan untuk mencegah kehamilan, melainkan juga untk mengadakan anaka secara buatan, artinya: tanpa hubungan seks antara suami dan istri. Masalah pokok dari segi moral seringkali sudah muncul pada kenyataan utama itu, apakah dapat dibenarkan bahwa manusia mengadakan anak tanpa hubungan seks suami-istri. Bukankah hubungan seks merupakan cara yang sesuai dengan kodrat yang sudah ditentukan oleh Tuhan sendiri bila Ia memanggil pria-wanita menjadi suami-stri.
Cara pertama untuk mengadakan anak tanpa hubungan seks adalah dengan inseminasi, yakni dengna memasukkan sperma kedalam rahim wanita ketika ia sedang subur, ketika ada sel telur yang masak didalam saluran telurnya. Cukup banyak moaralis yang tidak keberatan terhadap inseminasi buatan asal sperma diambil dari suami sendiri dan suami-istri itu memang tidak mampu memperoleh anak dengan hubungan seksual.
c. Pemeliharaan Kehidupan dalam Rahim
Sejak pembuahan atau paling lambat setelah embrio berhasil membentuk otak pada hari ke-20 sampai ke-40 setelah pembuahan, hidup manusia baru itu harus dilindungi sebaik mungkin. Yang paling berhak dan berkewajiban melindungi anak tersebut adalah ibunya sendiri, yang mengandungnya. Kecuali itu, ia juga harus dilindungi oleh ayahnya, oleh negara, agama, dan seluruh masyarakat.
Seorang wanita hamil, seringkali tidak tahu dengan tepat cara memlihara janin yang dikandungnya. Karena itu masyarakat terutama yang
(37)
mampu perlu membantunya. Tenaga medis misalnya, terpanggil untuk membantu para ibu agar mereka mampu memelihara kehamilan sebaik mungkin.
Mereka layak dibantu untuk mengetahui dengan tepat hal – hal yang dapat membahayakan kehidupan janin misalnya merokok atau alcohol yang berlebihan, buah – buahan yang memuat zat yang keras dan dapat merusak janin, obat – obat keras yang dapat menimbulkan cacat.
d. Pemeliharan Kehidupan
Sejak lahir, bahkan sudah sejak dalam kandungan manusia hanya dapat hidup dengan baik apabila ia sehat secara fisik maupun secara psikis. Karena itu perlu kita sadari bahwa rasa syukur atas anugerah kehidupan yang dihadiahkan oleh Tuhan itu harus tampak pula dalam usaha memelihara kehidupan itu. Usaha itu meliputi berbagai tingkatan yakni memelihara kesehatan, mencegah penyakit dan rasa sakit menyembuhkan penyakit dn mengurangi rasa sakit, memulihkan kesehatan sesudah mendertia sakit, dn mencegah kematian dalam bahaya maut.
Kiranya Tuhan tidak akan menuntut dari manusia untuk berbuat baik melebihi kemampuannya yang senyatanya. Maka dapat kita rumuskan prinsip umum tentang batas – batas usaha memelihara kehidupan kita dan kehidupan sesama kita dengan usaha – usaha yang sesuai dengan kemampuan kita. Kita bahkan bisa tetapi tidak tdak wajib secara moral memelihara kehidupan kita atau kehidupan sesama dengan usaha - usaha luar biasa, asala tidak merugikan pihak ketiga.
(38)
e. Menghayati akhir Kehidupan
Betapapun orang menjaga kesehatan dan menjaga segala penyakit akhirnya ia juga akan mati. Karena keterbatasannyasebgi makhluk, manusia harus menerima kenyataan yang tidak membahagiakannya itu. Justru dari keniscayaan kematian itulah manusia menyadari diri sebagai makhluk ciptaan yang terbatas, tergantung pada kehendak Pencipta. Tuhan itulah yang berkuasa atas hidup dan kematian kita.
Secara sederhana orang menyebut kematian sebagai saat orang menghembuskan nafasnya yang terakhir, atau saat jantungnya berhenti berdetak. Pernyataan sederhana itu secara ilmiah kurang tepat. Sebab orang yang berhenti bernafas dapat tetap hidup bila ia dibantu dengan pernafasan buatan, sedang orang yang jantungnya berhenti berdetakpun dapat tetap hidup dengan bantuan alat pacu jantung atau dengan transplantasi jantung. Karena itu secara ilmiah para ahli mengambil norma kematian manusia yang lebih tegas dan pasti, yakni saat berhentinya fungsi otak. Bila otak mati, orang tak mungkin hidup terus atau hidup lagi, walaupun para ahli menggunakan alat bantu yang paling canggihpun.
Beberapa ahli baru mau menegaskan kematian seseoran bila seluruh otaknya sudah tidak berfungsi sama sekali. Tetapi ada juga ahli yang sudah mau menyatakan kematian seseorang apabila bagian otak yang khas manusia sudah mati, wlaupun bagianotak lainnya masih berfungsi.
(39)
2.2.2.2. Moral Seksual
Akhir – akhir ini, hampir diseluruh dunia, tampak kecenderungan masyarakat, terutama kaum muda untuk membebaskan diri dari norma – norma lama dibidang seksual. Mereka menganggap bahwa masalah seks bukanlah sesuatu yang tabu untuk dibicarakan dimuka umum, dan sebagian lagi bahkan merasa bahwa orang boleh saja menunjukan kemesraan ditempat ramai.
Media masa pun secara gencar membebaskan diri dari kekangan – kekangan tradisional dan mulai mengekspos berbagai skandal maupun pandangan – pandangan baru dibidang seks. Karena itu perlu dicari norma baru dibidang ini, yang lebih mengutamakan isi daripada rumusan. Nilai – nilai luhur dari seks perlu tetapi dilestarikan, sedang rumusannya dapat saja dibaharui agar lebih mudah dipahami.
Sebaiknya seks dan seksualitas dibedakan meskipun sangat berhubungan erat. Purwa Hadiwardoyo dalam moral dan masalahnya (1990: 42) Seks adalah alat kelamin dan hal – hal yang menyangkut alat kelamin itu. Sedangkan seksualitas adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan kepribadian sebagai pria atau sebagai wanita. Maka seksualitas jauh lebih luas daripada seks. Seks hanyalah salah satu bagian dari seksualitas.
Seperti halnya kehidupan manusia seluruhnya adalah anugerah Tuhan yang layak dihayati menurut kehendakNya, demikian pula seksualitas merupakan hadiah Tuhan yang perlu kita hayati sesuai dengan maksud Tuhan ketika menciptakan seksualitas bagi kita . Sejak dalam kandungan sampai kematian, manusia adalah pria atau wanita.
(40)
Seks juga merupakan hadiah dari Tuhan. Tanpa seks, manusia tidak dapat hidup sewajarnya, bahkan tidak dapat hidup secara sehat. Alat kelamin sudah penting peranannya sejak kita lahir. Maka layaklah bahwa manusia berusaha untuk setia pada rencana Tuhan itu. Seks dan seksualitas berguna untuk kebahagian pribadi maupun untuk kepentingan sesame, bahkan untuk seluruh umat manusia. Seksualitas, termasuk seks didalamnya, dianugerahkan untuk membahagiakan sesama sebagai ungkapan kasih sayang dan untuk memungkinkan penerusangenerasi manusia. Tetapi sesuai dengan perkembangan zaman, moral manusia juga mengalami kemerosotan. Demikian juga halnya dengan seksualitas. Terutama pada saat sekarang banyak terjadi penyimpangan seks yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dalam kehidupan seseorang sebagai makhluk sosial.
2.2.2.3. Moral Perkawinan.
Sebagian besar dari umat manusia sepanjang sejarah hidup dalam lembaga perkawinan. Mereka yang tidak menikah pun pada umumnya cukup lama hidup dalam keluarga. Karena itu masalah perkawinan menyangkut kepentingan semua orang. Maka moral perkawinan juga layak menjadi salah satu sasaran perhatian kita.
) Perkawinan Sebagai Lembaga Masyarakat
Sudah sejak lama perkawinan menjadi lembaga masyarakat, yakni kenyataan diakui, diatur, dan dilindungi oleh masyarakat. Dahulu aturan masyarakat mungkin lebih sedikit tetapi lebih ketat. Tapi akhir – akhir ini tampak mulai melonggar. Pada umumnya aturan
(41)
masyarakat terhadap lembaga perkawinan bercorak dinamis., mengikuti perkembangan masyarakat dibidang – bidang lain.
Peraturan atau ketentuan masyarakat tentang lembaga perkawinan pertama – tama menyangkut hakikat perkawinan. Masyarakat juga menentukan ciri – ciri perkawinan yang mereka anggap baik.
Sebagian besar masyarakat modern lebih menghargai suami-istri yang perawinannya monogam dan tidak terputus oleh perceraiaan. Memang tetap ada kemungkinan bagi suami-istri untuk bertindak lain, tetapi kemungkinan itu juga hanya dibuka dengan syarat – syarat khusus dan seringkali dikenei sanksi khusus pula.
) Perkawinan Sebagai Lembaga Hukum Negara
Mengingat pentingnya keluarga – keluarga bagi kesehjahteraan seluruh bangsa, kebanyakan negara modern mengakui perkawinan sebagai suatu lembaga hukum negara. Negara ikut mengakui, mengatur, dan melindungi lembaga perkawinan warganya. Dalam negara yang masyarakatnya bersifat majemuk, negara sering merasakan mendesaknya ketentuan – ketentuan yang agak seragam tentang perkawinan bagi semua warganya. Sebab dapat timbul kekaburan hukum, apabila warga negara hanya mengikuti ketentuan – ketentuan khas dari masing – masing suku atau agamanya. Terutama bila terjadi perkawinan berbeda suku atau berbeda agama.
(42)
) Perkawinan Sebagai Lembaga Agama
Kebanyakan agama juga telah melembagakan perkawinan. Agama – agama itu tidak hanya memberikan pedoman – pedoman moral, melainkan juga memberi hukum – hukum dibidang perkawinan. Huku – hukum itu misalnya menyangkut hal persiapan nikah, peneguhan nikah, proses perpisahan sementara, dan perkwinan kedua sesudah ada perceraian.
Umat beragama seringkali bahkan tidak mampu lagi membedakan kaidah – kaidah moral dari ketentuan –ketentuan hukum dari agamanya sendiri. Apa yang dilarang hukum seringkali disamakan begitu saja dengan apa yang tidak layak secara moral.
Seperti masyarakat maupun negara, agama juga melihat perkawinan sebagai ikatan erat antara pria dan wanita, yang antara lain menghalalkan hidup bersama dan senggama serta mengesahkan anak -anak dari keduanya. Tetapi selain itu, kebanyakan agama juga melihat nilai yang lebih luur lagi dari perkawinan, misalnya sebagai kenyataan yang suci, kenyataan yang memuat nilai sakral, kenyataan yang mendekatkan suami-istri dengan Tuhan sendiri.
Karena itulah agama – agama mengenal juga adanya ibadat yang menyertai perkawinan para warganya. Perkawinan tidak hanya diteguhkan secara hukum, melainkan juga dirayakan dalam ibadat atau sekurang – kurangnya diwarnai oleh doa – doa pemimpin agama.
(43)
) Perkawinan Sebagai Panggilan Hidup
Walaupun sebagian besar dari manusia terpanggil untuk hidup berkeluarga, harus diakui pula bahwa beberpa orang terpanggil untuk hidup tanpa menikah. Hidup berkeluarga yang baik mengajukan beberapa tuntutan pada suami-istri. Tuntutan yang tampaknya paling dangkal namun begitu mutlak yaitu kemampuan untuk berhubungan seksual.
Seseorang yang tidak mampu sama sekali untk berhubungan seksual harus sadar bahwa keadaannya layak ditafsirkan sebagai tanda bahwa ia tidak dipanggil untuk menikah. Sebab pernikahan bukanlah semata – mata janji untuk menjadi sahabat atau teman hidup, malainkan juga janji untuk memberikan diri seluruhnya kepada teman, termasuk pula hak atas hubungan seksual. Maka seseorang yang impotent meman layak dilarang untuk menikah secara sah.
) Perkawinan Sebagai Persekutuan Hidup
Dengan perkawinan, pria dan wanita menjadi teman hidup untuk seumur hidup. Mereka mempersekutukan diri dengan seluruh pribadi, jiwa dan raga. Hubungan seksual tidak hany menyangkut alat kelamin, melainkan juga perasaan kemauan dan pikiran. Maka hubungan seksual harus tetap dipandang sebagai hak khusus suami-istri tanda kepastian kehendak untuk bersekutu seumur hidup.
Suami-istri kemudian mempersekutukan diri dengan hidup di satu rumah. Rumah merupakan perluasan diri seseorang. Rumah
(44)
membentuk kepribadian orang, memberikan ketenangan dan kegembiraan hidup. Maka dengan bertempat tinggal di satu rumah suami-istri secara sadar atau tidak, semakin bersekutu. Suami atau istri yang menganggap bahwa rumah adalah hanya milik mereka sendiri saja membangun dalam dirinya mentalitas yang keliru, mentalitas yang bertentangan langsung dengan maksud perkawinannya.
2.2.2.4. Moral Sosial
Manusia adlah makhluk sosial, makhluk yang berkembang dengan pengaruh banyak orang lain., dan kehadirannya sendiri pun juga ikut mempengaruhi perkembangan pribadi orang lain. Perkembangan individu terjadi dalam hubungan – hubungan antarpribadi. Sebaliknya individu pun dapat berkurang mutunya karena pengaruh orang – orang lain. Karena hubungan – hubungan dalam masyarakat itu begitu kompleks, kiranya baik kalau penilaian moral terhadap hubungan – hubungan itu kita laksanakan segi demi segi. Namun harus tetap diingat bahwa segi yang satu dalam kenyataan selalu berkaitan erat dengan segi – segi yang lain.
Yang biasa disebut sebagai bidang atau masalah sosial adalah bidang kemasyarakatan yang tidak termasuk secara langsung dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, budaya, pertahanan dan keamanan. Bidang sosial misalnya menyangkut beberapa bidang sekaligus. Keadaan sosial menjadi masalah dibanyak tempat, baik dinegara maju maupun dinegara yang sedang berkembang. Dibanyak tempat dirasakan adanya kesenjangan yang besar
(45)
antara penduduk yang menikmati kekayaan dan kekuasan, sementara penduduk lainnya menderita serba kekurangan.
Biasanya ketidakadilan sosial itu bersifat struktural artinya, merupakan kenyataan yang diakibatkan oleh struktur sosial-politik-ekonomi yang berlaku., sehingga perbaikan hanya mungkin dengan perbaikan dalam sturktur yang berlaku.
2.2.3. Prinsip-Prinsip Dasar Moral
Setiap orang tumbuh dalam dunia yang telah memiliki pertimbangan moral. Pertimbangan ini dilakukan setiap hari oleh setiap orang dengan memperhatikan perilaku setiap orang yang lain. Namun demikian standar moral yang dimiliki setiap orang mungkin tidak sama persis dalam semua hal dengan apa yang dimiliki orang lain.
Salah satu unsur dari perkembangan moral adalah masalah kesadaran moral yaitu cara-cara seseorang menilai mengenai apa yang seharusnya dilakukan, motivasi-motivasi yang mendasari tingkah laku seseorang serta kepuasan batin yang ingin dicapai. Perbuatan yang dilakukan pada setiap tingkatnya akan menimbulkan kepuasan yang berbeda-beda secara moral.
Moral dan etika memiliki hubungan yang erat dan hanya terdapat sedikit perbedaan. moral adalah suatu pengukur apa yang baik dan buruk dalam kehidupan suatu masyarakat. Sedangkan etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya.
(46)
Etika memiliki hubungan yang sama dengan psikologi dan praxeologi( teori umum tentang tindakan manusia). Dan sebenarnya etika itu merupakan salah satu ilmu moral. Moral, agama, hukum, adat, tata krama, dalam masyarakat primitif ada sebagai satu kesatuan yang tidak terbedakan. Yang berkembang sampai saat ini adalah bahwa moral masih sangat kuat terikat dengan akar agama, bersifat asketik, dan kuat.
Aturan moral merupakan aturan yang paling kondusif bagi kerjasama sosial. Fungsi moralitas sebagaimana dikemukakan Toulmin dalam Dasar-dasar moralitas ( 2003: 162) ‘untuk menghubungkan perasaan dengan perilaku kita dengan cara sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi tujuan dan keinginan setiap orang seharmonis mungkin’. Artinya untuk dapat hidup rukun dan berdampingan dengan orang lain, moral dan cara seseorang bertingkah laku menjadi hal yang sangat penting.
2.2.4. Moral dalam Interaksi Antarmasyarakat
Interaksi sosial merupakan proses sosial yang mendasari proses- proses lain dan merupakan syarat mutlak untuk berbagai jenis aktivitas-aktivitas sosial. Jenis-jenis proses sosial yang lain hanya merupakan bentuk khusus dari interaksi sosial berbagai jenis.
Menurut Purwa Hadiwardoyo dalam moral dan masalahnya (2003: 15) Yang dimaksud dengan interaksi sosial adalah hubungan yang dilakukan antara individu dengan individu lain atau dengan kelompok sosial masyarakat lain dalam ruang lingkup yang lebih besar. Tetapi walaupun tanpa ucapan sepatah katapun, tanpa menunjukkan suatu gerakan telah dimulai juga interaksi karena alat indera telah siap siaga, fikiranpun telah terarah dan telah bekerja secara otomatis. Dalam
(47)
semua tanda ini,masing-masing saling menerima impressi dan impressi inilah yang kemudian menjadi dasar,walaupun hanya untuk sementara. Interaksi sosial timbul dalam 2 kondisi, yaitu:
1. Kontak Sosial
Kata kontak bersal dari bahasa latin, con (cum) yang berarti bersama dan kata tango yang berarti menyentuh. Maka secara etimologi berarti saling bersentuhan kontak sosial merupakan fase pertama dari interaksi sosial walaupun penyentuhan fisik dalm kontak sosial bukan merupakan keharusan, perlu diperhatikan, bahwa penyentuhan fisik merupakan perangsang yang tidak sedikit artinya dalam memupuk interaksi sosial.
Penyentuhan fisik itu sudah lazim dimana-mana bahkan dapat merupakan tata cara etiket kehidupan untuk melancarkan jalan-jalan menuju interaksi sosial.misalnya saling bersalaman, saling berangkulan, berciuman pipi, mencuci kaki secara simbolik, dan sebagainya. Walupun penyentuhan fisik itu merupakan hal yang lazim dan meluas dalam interaksi dengan orang lain, tetapi harus diingat bahwa hampir semua media dapat dipergunakan untuk mncapai impressi - impressi sensoris. Walaupun mungkin ada kalangan masyarakat tertentu yang menolak cara berinteraksi seperti itu, namun suatu senyuman, kerlingan mata, lambaian tangan, gerakan tubuh, siulan, cubitan, siulan, dan sebagainya juga dapat digunakan untuk kontak sosial.
Perlu diperhatikan bahwa pembentukan kontak itu tidak hanya mengandung inisiatif melalui suatu tanda tetapi juga dapat berrti suatu respons. Kontak sosial juga dapat dibedakan kedalam 2 jenis,yaitu:
(48)
1. Kontak Langsung
Kontak langsung atau disebut juga primer adalah kontak face to face( berhadapan langsung). Disini terjadi impressi (kesan) timbal balik dari satu pihak yang langsung timbul pada indera pihak lain. Memberi respons dengan melihat, menyentuh, pihak lain atau dengan kelompok mana seseorang itu melakukan kontak mampu memberi jawaban kepada pihak lain tersebut.
2. Kontak Tak Langssung
Kontak tak langsung atau sekunder mengandung interposisi atau perantara yang berupa orang lain atau salah satu alat kebudayaan. Yang menjadi perbedaan antara kontak langsung dan kontak tak langsung ialah bahwa kontak tak langsung imprssi sensorisnya terbatas.
2. Komunikasi
Kalau interaksi antarmanusia itu hanya berupa reflex atau insting saja, maka kehidupan manusia itu akan menjadi sederhana, karena suatu interaksi hanya menimbulkan suatu reaksi yang otomatis.
Alat yang paling lazim digunakan dalam berkomunikasi adalah bahasa. Dengan menggunakn bahasa seseirang akan dapat saling bertukar pikiran dengan orang lain.
Dalam beriteraksi dengan orang lain, moral menjadi hal yang sangat penting dalam menentukan diterima atau tidak kita ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat. Seseoramg yang dianggap bermoral akan dihargai dan bahkan mungkin dapat menjadi teladan bagi orang lain. Namun sebaliknya, seseorang yang dianggap tidak bermoral akan dijauhi oleh masyarakat.
(49)
Secara universal, patokan moral diseluruh dunia itu sebenarnya sama. Menurut Suseno (1989: 2-3) moral adalah suatu pengukur apa yang baik dan buruk dalam kehidupan suatu masyarakat. Sedangkan etika adalah keseluruhan norma dan penilaian yang digunakan masyarakat bersangkutan untuk mengetahui bagaimana seharusnya manusia menjalankan kehidupannya. pesan moral dapat disampaikan melalui beberapa cara antara lain : melalui perbuatan, kata-kata yang secara gamblang diungkapkan, khayalan, dan lain-lain.
2.2.5. Cara Penyampaian Pesan moral
Dalam menyampaikan amanat atau pesan, pengarang novel atau cerita rekaan menggunakan cara penyampaian langsung dan tidak langsung. Penyampaian langsung yaitu secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita dengan “memberitahukan”. Sedangkan penyampaian tak langsung yaitu penyampaian pesan secara tersirat, terpadu dalam unsur cerita lainnya. Pembaca dituntut untuk menentukan sendiri petunjuk, petuah dan keteladanan melalui teks yang dibaca.
2.3. Novel
2.3.2. Novel Sebagai Genre Sastra
Sastra menurut Luxemburg ( 1986 : 9) adalah sebuah nama yang dengan alasan tertentu diberikan kepada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan. Sastra juga merupakan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya (adalah manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya.
(50)
Dalam kesusastraan dikenal bermacam – macam jenis sastra ( Genre). Genre sastra dari zaman ke zaman selalu mengalami perubahan, karena itu teori sastra selalu berusaha untuk mencari sebuah konvesi yang tepat sesuai dengan perkembangan sastra. Genre sastra ini terjadi karena adanya konvesi yang berlaku pada sebuah karya sehingga membentuk ciri tertentu ( Warren dan Wellek, 1995 :298).
Secara umum Genre Sastra yang dikenal adalah puisi, prosa dan drama. Drama Kesusastraan mengenal prosa sebagai sal;ah satu Genre Sastra disamping Genre – genre yang lain. Prosa sering pula disebut fiksi (Fiction) yang berasal dari bahasa latin fictio atau fictum yang berarti membentuk, membuat, mengadakan, menciptakan (Henry Guntur, 1993 : 120).
Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro ( 1998 : 2) istilah fiksi dalam pengertiannya berarti cerita rekaan atau cerita khayalan. Hal ini disebabkan fiksi merupakan karya naratif yang isinya tidak mengarah pada kebenaran sejarah. Dengan demikian karya fiksi merupakan suatu karya yang menceritakan sesuatu yang bersifat rekaan atau khayalan, sesuatu yang tidak ada dan tidak terjadi sungguh-sungguh sehingga tidak perlu dicari kebenarannya dalam dunia nyata.
Salah satu bentuk karya fiksi yang terkenal saat ini adalah novel. Novel adalah karya sastra yang mengandung nilai-nilai keindahan dan kehidupan.nilai-nilai keindahan yang terdapat didalamnya memberikan kenikmatan dan manfaat bagi pembacanya.
Ditinjau dari segi etimologi , novel berasal dari bahasa latin yaitu novelis atau novus yang berarti baru.
(51)
Novel merupakan salah satu ragam dari prosa. Novel juga merupakan genre yang dapat mencerminkan kebudayaan. Novel diartikan sebagai sebuah cerita pendek dalam bentuk prosa yang bersifat fiksi, tidak panjang dan tidak terlalu pendek.
Ciri novel yang khas adalah menyampaikan permasalahan yang kompleks secara penuh dan juga mampu untuk mengkreasikan sebuah dunia nyata. Dalam Semi (1993:32) novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupam pada suatu saat yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas. Novel juga merupakan karya fiksi yang mengungkapkan aspek-aspek kemanusiaan yang lebih mendalam dan disajikan dengan halus.
Poerwadaminta ( 1996: 694) menyatakan bahwa novel adalah karangan prosa yang panjang, mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang yang disekelilingnya dan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku.
Menurut HB Jassin( 1976 : 78), novel menceritakan suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang luar biasa, karena kejadian ini terlahir suatu konflik, suatu pertikaian yang mengalih jurusan dalam mana seakan - akan seluruh kehidupan mereka tiba – tiba benderang terhampar dihadapan kita. Dengan pendapat yang sedikit berbeda Tarigan ( 1991 : 164) mengemukakan bahwa novel adalah suatu cerita dengan alur cukup panjang mengisi satu buku atau lebih menggarap kehidupan pria dan wanita yang bersifat imajinatif. Dalam arti yang lebih meluas Sumardjo dan Saini KM ( 1998 : 29) mengatakan bahwa novel adalah cerita dengan alur atau plot yang kompleks, karakter yang banyak, tema yang kompleks, suasana cerita yang beragam dan setting yang beragam pula.
(52)
Novel sebagai salah satu genresastra memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Jumlah katanya berkisar lebih dari 35.000 kata
2. Jumlah halamannya kira-kira 100 halaman 3. Jumlah pelaku lebih dari satu orang
4. Novel menyajikan lebih dari satu efek, impresi, dan emosi 5. Novel menyajikan sesuatu secara lebih terperinci dan detail
6. Novel banyak menceritakan dan melibatkan berbagai permasalahan yang lebih kompleks
Novel juga biasanya didalamnya lebih menitikberatkan kepada tokoh manusia didalam karangannya daripada kejadiannya dan secara keseluruhannya mengambil bentuk yang dikatakan dengan ciptaan dunia berdasarkan perbedaan individu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa novel sesuai prinsip dimana sastra itu dapat mengungkapkan sebuah atau bermacam-macam kebudayaan yang berlaku di dalam sebuah masyarakat.
2.3. Unsur-unsur dalam Novel
Menurut Wellek dan Warren dalam Nurgiyantoro (1998 : 3) bahwa novel sebagai karya sastra fiksi haruslah tetap merupakan cerita yang menarik, tetapi merupakan bangunan struktur yang koheren dan tetap mempunyai tujuan yang estetik. Oleh karena itu novel dibentuk oleh unsur-unsur pembangun yang membentuk cerita yang kemudian membuat sebuah novel menjadi berwujud.
(53)
Unsur-unsur pembangun yang membentuk sebuah novel terdiri dari : 3. Unsur ekstrinsik
4. Unsur instrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang berada di luar suatu karya sastra namun ikut mempengaruhi karya sastra tersebut. Misalnya faktor sosial ekonomi, faktor sosial politik, atau keagamaan dan faktor tata nilai yang dianut masyarakat. Sedangkan unsur instrinsik aladah unsur pembangun novel yang terdapat di dalam karya tersebut.
Unsur instrinsik adalah unsur pembangun novel yang terdapat di dalam karya sastra. Unsur tersebut adalah tema, alur, penokohan, sudut pandang, latar, gaya bahasa, amanat, dan lain-lain.
1. Tema
Atar semi (1993 : 84) mengemukakan bahwa tema adalah ide, gagasan, pandangan hidup pengarang yang melatarbelakangi ciptaan karya sastra. Kedudukan tma dalam novel sangat penting. Tema merupakan inti cerita yang mengikat seluruh unsur-unsur intrinsik.
2. Alur
Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fungsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi (Semi, 1993 : 43). Alur merupakan kerangka dasar penting yang mengatur tindakan sehingga bertalian dan berhubungan satu dengan yang lain.
(54)
Penokohan merupakan sebuah unsur pembentuk novel. Tokoh yang terdapat di dalam novel itu mempunyai perilaku tertentu baik fisik maupun mental, dan mempunyai karakter yang kemudian menjadi tokoh yang diceritakan dan bergerak mengikuti bentuk alur cerita.
4. Sudut pandang
Sudut pandang adalah posisi dan penempatan diri pengarang dalam ceritanya atau darimana dia melihat peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 248) mengatakan bahwa sudut pandang adalah cara atau pandangan yang diguanakan pengarang sebagai sarana untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca.
5. Latar
Latar adalah lingkungan tempat terjadi peristiwa. Yang termasuk juga ke dalam latar adalah tempat yang dapat diamati, waktu, dan juga keadaan sekitar. Menurut Abrams dalam Nurgiyantoro (1998 : 216) latar atau setting mengarah pada pengertian tempat, hubungan waktu dan tingkah laku sosial tempat terjadinya yang diceritakan. Jadi fungsi latar adalah memberikan informasi tentang situasi umum dari sebuah karya sastra.
6. Gaya bahasa
Gaya bahasa adalah tingkah laku pengarang dalam menggunakan bahasa. Cara menggunakan bahasa itu ikut menentukan bagaimana bentuk novel yang akan dibuat.
(55)
Amanat adalah pesan moral atau hikmah yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca. Dalam menyampaikan amanat atau pesan, pengarang novel atau cerita rekaan menggunakan cara penyampaian langsung dan tidak langsung. Penyampaian langsung yaitu secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita dengan “memberitahukan”. Sedangkan penyampaian tak langsung yaitu penyampaian pesan secara tersirat, terpadu dalam unsur cerita lainnya. Pembaca dituntut untuk menentukan sendiri petunjuk, petuah dan keteladanan melalui teks yang dibaca.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sebuah novel atau cerita rekaan harus memiliki kepaduan yang utuh diantara semua unsur penyusunnya agar dapat menghibur, memberikan kenikmatan emosional dan intelektual kepada pembacanya.
2.4. Riwayat pengarang
Haruki murakami lahir di kyoto pada 13 januari 1949.tetapi banyak menghabiskan masa kecilnya di kobe. Sejak kecil, murakami sangat menggemari dan menyukai karya sastra barat, terutama musik dan karya sastranya. Ia tumbuh dengan banyak membaca karya besar dari Kurt Vonnegut dan Richard Bautigan dan ia juga sering kali membeda-bedakan (mengomparasi) antara penulis Jepang dengan penulis Barat yang ia gemari.
Kesusasteraan Jepang banyak menaruh tekanan pada bahasa yang indah, dimana dengan gaya bahasa itu akan menghasilkan kekakuan, komposisi yang dibatasi, sedangkan gaya haruki murakami sendiri relatif bebas, cair dan mengalir.
(56)
Haruki murakami kuliah di Universitas Waseda, Tokyo mengambil jurusan Teater di Fakultas Seni. Di mana ia juga bertemu wanita yang kini menjadi istrinya, Yoko. Ia pertama kali bekerja di toko musik seperti yang digambarkan pada tokoh dalam karakter utama dalam Norwegian Wood, Toru Watanabe. Sebelum murakami menyelesaikan studinya ia membuka sebuah bar dengan nuansa jazz bernama “Petercat” di Kokubunji, Tokyo yang ia jalankan dari tahun 1974 sampai tahun 1982.
Banyak dari karyanya kental dengan unsur musikal dan judul lagunya juga banyak yang muncul sebagai judul tulisannya. Seperti Dance, dance, dance (Steve Miller Band), Norwegian Wood (The Beatles), South of the Border, West of the Sun (Nat King Cole) yang kemudian menjadi judul dalam karyanya.
Karya fiksi murakami yang sering dikritik sebagai karya sastra pop oleh penerbit Jepang, sangat surealis dicampur sedikit bumbu humor, dan pada saat yang bersamaan menggambarkan nilai esensial, pelenggangan, kesendirian dan cinta yang semu dimana karyanya itu berhasil menyentuh pembaca di Amerika dan Eropa, begitu juga dengan Asia. Pada dasarnya, gaya penulisan murakami sering kali dikritisi karena karyanya melukiskan obsesi Negara Jepang yang kapitalis. Berdasarkan karyanya ia juga dapat menangkap jiwa generasi muda yang semu dan hampa. Ia juga bisa menggali efek negatif mentalitas orang-orang yang terlalu didominasi oleh pekerjaan.
Karyanya mengeritik dan membahas penurunan nilai manusia dan hilangnya hubungan antara manusia dengan manusia dalam masyarakat kapitalis Jepang. Ciri khas tulisan murakami (Burning Barn) merupakan salah satu judul cerita pendek dalam kumpulan cerita pendek murakami berjudul (The Elephant
(57)
Vanishes). Haruki Murakami mempunyai pandangan tersendiri, suatu pandangan yang tidak bisa ditemukan pada orang biasa, pandangan yang digambarkan pengarang dengan penyimbolan terhadap sesuatu, metafora. Haruki murakami hadir dengan karyanya yang kental dan khas dengan unsur metafora, simbolis. Sehingga pembaca akan mereka-reka dan mencoba menginterpretasikan apa yang ingin disampaikan oleh penulis.
Tentunya pembaca yang ingin tahu pemaknaannya ini akan membaca karyanya sampai habis karena pastinya pembaca takkan bisa memaknai apabila apa yang ingin dijelaskan penulis sebelum dibacanya sampai tuntas. Murakami seringkali menerjemahkan karya sastra Barat ke dalam Bahasa Jepang. Ciri khas murakami dalam karyanya yaitu mengetengahkan tema yang universal kepada khalayak pembaca yang menurutnya tidak terbatas.
Dalam artian tema yang dihadirkan tidak hanya terpaku dan terdapat pada lingkup masyarakat Jepang saja tetapi tema yang banyak terjadi di seluruh Dunia pada umumnya. Sehingga karya yang dihasilkan bisa dinikmati bukan oleh segelintir orang tapi oleh seluruh orang. Ciri khas ini sama dengan ciri khas sastra Barat yang juga mengetengahkan tema bersifat universal dan umum.
2.5. Sinopsis Cerita Kafka On The Shore
NOVEL Kafka on the Shore, Labirin Asmara Ibu dan Anak ini berawal dengan dua titik cerita berbeda yang berkembang sendiri dengan akhir saling melengkapi. Apa yang dilakukan tokoh berusia 16 tahun dengan meninggalkan (lari?) dari rumah ayahnya secara tidak langsung tertolong oleh tokoh Nakata, orang tua yang kehilangan ingatannya pada saat serangan AS ke Jepang pada
(58)
Perang Dunia II. Kafka Tamura, tokoh belia tersebut, meninggalkan rumah dengan alasan tak begitu jelas. Ia mengalami perjalanan tak terduga oleh pertemuannya dengan seorang perempuan yang ia duga kuat kakaknya dan seorang perempuan paro baya yang ia duga ibunya. Sepanjang perjalanan, Kafka.
Tamura selalu tergiang bahwa di masa kecil ayahnya berkata suatu saat nanti ia akan membunuh ayahnya dan meniduri ibunya. Memang, dalam perjalanan menjauh dari Tokyo ke arah selatan tersebut serta merta ia mendengar ayahnya terbunuh dan salah satu yang layak dijadikan saksi tak lain anaknya, Kafka Tamura. Perjalanan yang mulanya terkesan santai menjadi tak ubahnya pelarian.
Sesungguhnya kabar tentang matinya sang ayah tak lain pemicu suasana menjadi tegang seperti halnya tokoh tua, Nakata, yang tak tega menyaksikan penderitaan seseorang lalu meminta Nakata membantunya mengakhiri hidupnya. Dalam keadaan tegang dan pikiran kacau balaulah kedua tokoh ini mengalami peristiwa yang berarti. Si Kafka Tamura diungsikan oleh seorang karyawan perpustakaan di sebuah hutan kecil yang kemudian mengalami peristiwa spiritual berupa kemampuan masuk dalam dunia kematian.
Pengalaman spiritual yang dialami Kafka Tamura bersamaan dengan ketika tokoh Nona Saeki, pewaris perpustakaan dan diduga sebagai ibu Kafka Tamura, meninggal setelah menyerahkan catatan hariannya ke Nakata dan meminta membakarnya. Dalam hutan yang digambarkan dengan surreal untuk mengingatkan kepada pembaca bahwa kisah tersebut berada di alam gaib, Nona Saeki muncul guna memberi tahu Kafka Tamura untuk segera keluar dari hutan selagi memiliki kesempatan. Ini mengingatkan pembaca pada kisah-kisah mati
(59)
suri yang sering terjadi, atau juga terjadi dalam pengalaman orang-orang yang paham dan percaya pada alam gaib. Berkat kedatangan Nona Saeki ini Kafka Tamura dapat kembali ke kehidupan nyata.
Sesungguhnya yang menjadi inti cerita ini tak lain berbagai kemungkinan pengalaman manusia yang paling jauh dan seseorang dapat menjadikannya sesuatu yang berarti terlepas orang lain mempercayainya atau tidak. Pengalaman pada dasarnya personal. Yang mengetahui dan mampu menghayati adalah orang yang mengalaminya saja. Keintiman pengalaman ini tergambar jelas pada diri tokoh Nakata yang memahami hingga bisa berkomunikasi dengan kucing, juga kemampuannya untuk menangkap naluri yang sifatnya adi-manusiawi.
Pengalaman spiritual dari tokoh Nakata dan Kafka Tamura jelas memiliki makna yang dalam saat diperhadapkan dengan persetubuhan antara Kafka Tamura dan Nona Saeki maupun hasrat seksualnya dengan seorang gadis bernama Sakura. Nona Saeki maupun gadis satu seperjalanan Kafka ini dapat diduga merupakan ibu dan kakak kandung Kafka sendiri. Tapi, teks novel ini tidak memberi penjelasan tegas kecuali ungkapan aku paham ketika Kafka Tamura bertanya kepada Nona Saeki perihal status seorang ibu. Sedangkan dalam kaitannya dengan Sakura penjelasannya hanya dalam mimpi. Sesungguhnya yang menjadi persoalan bukan benar-tidaknya ibu atau kakak kandung, melainkan peristiwa yang dialami Kafka Tamura dalam usianya ke-16 dan bagaimana novel tersebut menggiring pembaca berada dalam keadaan mendua. Keadaan mendua antara benar-tidaknya status ibu-anak dalam kaitan hubungan seksual dua tokoh ini, si penulis memasukkan pengalaman spiritual. Pembaca, terutama pembaca konservatif dalam hal keyakinan, tentu terpukul dengan permainan cerita novel
(60)
karya Murakami ini. Kebanyakan akan tersesat oleh labirin yang sengaja diciptakan penulis untuk menguji ketelitian dan kecerdasan pembaca dalam berhadapan dengan medan tekstual yang rumit. Pengalaman spiritual seringkali tidak lahir dari tempat-tempat peribadatan.
Pengalaman spiritual yang ekstrem pernah dicontohkan dalam novel Kuil Kencana karya Yukio Mishima berupa meletupnya hasrat seksual justru ketika berhadapan dengan seseorang yang jelek dan bukannya yang cantik, semakin mendapat tekanan dalam novel karya Hakuri Murakami ini. Rupanya pengalaman spiritual juga tidak harus muncul dari dunia entah berantah sebagaimana dalam novel Chelestine Prophecy maupun dalam Sang Alkemis. Dalam Kafka on the Shore disodorkan bagaimana pengalaman dalam dunia sehari-hari yang menjemukan juga dapat dihayati sebagai pengalaman batin.
Novel ini secara sengaja memilinkan antara yang profan dan spiritual, antara yang rasional dan irasional, antara yang material dan immaterial. Posisi yang ditawarkan novel-novel karya Harumi Murakami dalam konteks Jepang masa kini menjadi jelas. Ia tidak dijangkiti chauvinisme seperti halnya Yukio Mishima dan penulis Jepang lainnya, tetapi melihat Jepang masa kini dengan mata terbuka. Jepang yang jelas-jelas berada dalam posisi negara maju dan industrialis, tentu mempengaruhi masyarakatnya bagaimana memandang nilai-nilai tradisi Jepang yang adiluhung.
Daripada menangisi generasi sekarang yang lebih kenal filosof dan musik Barat daripada Jepang sendiri, Murakami justru menggambarkan secara sosiologis apa yang terjadi di masyarakat Jepang seraya pada saat yang sama memasukkan gagasan spiritualisme ke dalamnya. Sayang sekali, terjemahan novel yang bagus
(1)
3.cuplikan Kafka On The Shore ( halaman 525 )
selamat pagi tuan hoshino….saya tahi anda sangat kelelahan setelah membawakan batu masuk itu kemarin.” Karena itu saya telah membuatkan sarapan pagi untuk anda”.
Dari cuplikan diatas tampak indeksikal dari penyampaian pesan moral yaitu balas budi. Dalam masyarakat jepang balas budi merupakan hal yang paling penting dalam kehidupan orang jepang. Dalam kehidupan orang jepang, tidak dapat membalas budi orang lain adalah hal yang paling memalukan. Bahkan ada prinsip lebih baik mati daripada tidak dapat membalas kebaikan orang lain. Walaupun secara mental orang mengaggap bahwa nakata adalah lelaki tua aneh yang bisa berbicara dengan kucing, namun ia tetap melakukan kewajibannya.
Menurut hemat saya sebenarnya nakata hanya mencoba membantu hoshino karena hoshino juga telah melakukan hal yang sama.jadi didalam kehidupan kita harus berusaha membalas budi atau kebaikan yang telah diberikan orang lain kepada kita
4. cuplikan Kafka On The Shore (halaman 113)
“ Dia agak ragu sejenak lalu menurunkan celanaku, mengeluarkan penisku yang keras, dan membelainya lembut dalam tangannya. Seolah tengah memeriksa sesuatu, layaknya dokter yang memeriksa detak jantung.
(2)
5 cuplikan Kafka On The Shore (halaman 580 )
Ketika aku sedang terjaga dan mengamati lukisan yang bertuliskan Kafka On The Shore, tiba-tiba nona saeki masuk ke kamarku dan mungkin tanpa sadar dia berjalan mendekat kearahku lalu berbaring disebelahku. Tanpa disadari aku dan nona saeki melakukan hal itu. Untuk pertama kaliny aku melihat tubuhnya yang indah tanpa sehelai pakaian pun” itu adalah saat yang tidak akan pernah aku lupakan selama hidupku.
Dari cuplikan diatas nampak jelas indeksikal penyampaian pesan moral yaitu fantasi. Melakukan hubungan badan dengan seseorang yang bukan pasangannya menjadi hal yang tidak langka dikalangan masyarakat. Sebenarnya seks merupakan anugerah dari tuhan, namun saat sekarang banyak orang yang menyalahgunakan hal tersebut dan melakkan hubungan badan hanya karena nafsu. Menurut hemat saya bekal agama dalam menjaga pertahanan diri untuk terhindar dari dosa.
(3)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
2.7. Kesimpulan
Melihat dari uraian sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.
1. Pesan moral merupakan amanat yang disampaikan penulis kepada pembaca melalui karakter dan kehidupan sosial para tokoh. Dalam menyampaikan amanat atau pesan, pengarang novel atau cerita rekaan menggunakan cara penyampaian langsung dan tidak langsung. Penyampaian langsung yaitu secara langsung mendeskripsikan perwatakan tokoh-tokoh dalam cerita dengan “memberitahukan”. Sedangkan penyampaian tak langsung yaitu penyampaian pesan secara tersirat, terpadu dalam unsur cerita lainnya. Pembaca dituntut untuk menentukan sendiri petunjuk, petuah dan keteladanan melalui teks yang dibaca.
2. Novel ‘Kafka On The Shore’ karya Haruki Murakami mengandung pesan moral yang sangat menarik untuk dibahas. 3. Novel ‘Kafka On The Shore’ karya haruki Murakami terdapat 49
bab yang terdiri dari 597 halaman yang didalamnya terdapat pesan moral yang disampaikan oleh 2 tokoh utama.
4.Novel ‘Kafka On The Shore’ yang dijadikan objek penelitian memiliki 2 tokoh utama.Kafka Tamura seorang bocah lelaki berusia 15 tahun dan seorang lelaki tua berusia 60 tahun yang
(4)
bernama Nakata yang memberikan pesan moral kepada pembaca dengan cara yang berbeda-beda. Penyampaian pesan moral tersebut dilakukan dengan 2 cara yaitu: secara langsung, yaitu dengan perbuatan atau tindakan yang dilakukan secara nyata oleh para tokohnya dan secara tidak langsung yaitu dengan perkataan atau bahasa tubuh.
4. haruki Murakami pada novelnya ‘Kafka On The Shore’ telah memperlihatkan pesan moral yang dilakukan oleh kedua tokoh utama yang pada akhirnya menyadari penyimpangan moral yang dia lakukan.
5. pesan yang ingin disampaikan dari novel ini adalah bahwa keluarga menjadi faktor penunjang yang paling besar yang dapat mempengaruhi kondisi kejiwaan atau psikologis seseorang disamping faktor sekolah dan lingkungan tempat tinggal.
(5)
a. Saran
1. Skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan baik dari segi pemahaman budaya, penulisan maupun lainnya.
2. Ada baiknya jika mahasiswa sastra jepang yang ingin meneliti moral, budaya atau karya sastra jepang lainnya maka sebaiknya harus benar-benar memahami konsep budaya jepang.
3. Penulis berharap agar lewat karya tulis ini lebih banyak orang diberi pengertian tentang pentingnya ajaran moral yang mungkin telah didapat dari mana saja, supaya orang-orang juga dapat bertindak lebih baik dan bijaksana dalam menjalani kehidupannya.
4. skripsi ini hendaknya berguna bagi pembaca dan mahasiswa yang juga ingin meneliti tentang moral hingga bisa menyempurnakan kekurangan-kekurangan yang terdapat didalamnya.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Danandjaja, James.1997. Folklore Jepang ( dilihat dari kacamata indonesia). Jakarta: Pustaka utama grafiti.
Escarpit, Robert. 2005. Sosiologi sastra. Jakarta: Yayasan obor indonesia. Hadiwardoyo, Purwa. 1990. Moral dan masalahnya. Yogyakarta: Kanisius. Hazlitt, Henry. 2003. Dasar-dasar moralitas. Yogyakarta: Pustaka pelajar ofsett. Mukhtar dan Erna Widodo. 2000. Konstuksi Ke Arah Penelitian Deskriptif. Yogyakarta: Avyrooz
Poedjawijatna, I.R. 1997. Pembmbing Ke Arah Filsafat. Jakarta: PT. rineka cipta. Ratna, Nyoman Kutha. 2003. Paradigma Sosiologi Sastra. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode Dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Semi, atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: Angkasa Raya.
Sukada, made. 1987. Beberapa Aspek Tentang Sastra. Denpasar: Kayu Mas dan Yayasan Ilmu Dan Seni Sastra.
Sujanto, Agus. 2001 Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT bumi Aksara Walgito, Bimo. 2002. Pengantar Psikologi Umum. Yogyakarta: Andi.
Wellek, Rena dan Austin, Warren. 1997. Teori kesusastraan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2008. Pengertian novel. http://209.85.175.104/search?q=cache:oaKFb-e91tgJ:so batbaru.blogspot.com/2008/04/pengertian-novel.html+pengertian+novel&hl=id& ct=clnk&cd=5&gl=id&lr=lang_id