Isolasi Senyawa Flavonoida Dari Daun Tumbuhan Pirdot (Saurauia vulcani Korth.)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Pirdot (Saurauia vulcani Korth.)

Pirdot merupakan tumbuhan yang hidup pada daerah basah seperti dekat air terjun,
aliran sungai, jurang, gunung yang lembab, daerah hutan dan daerah yang berawan
(mendung). Kebanyakan spesies hidup pada tanah yang berpasir, banyak humus, dan
tanah liat. Tempat tumbuh tanaman ini pada ketinggian 3600 km di atas permukaan
laut (Soejarto,1980).

Pirdot merupakan genus Saurauia dan keluarga Actinidiaceae. Sistematika
tumbuhan ini dapat dilihat dari hasil identifikasi sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae

Divisi


: Spermatophyta

Class

: Dicotyledoneae

Ordo

: Ericales

Famili

: Actinidiaceae

Genus

: Saurauia

Spesies


: Saurauia vulcani Korth.

Nama Lokal

: Pirdot
(Herbarium Medanense).

2.2 Senyawa Organik Bahan Alam

Pada hakekatnya kimia bahan alam merupakan pengetahuan yang telah dikenal sejak
peradaban manusia tumbuh. Contoh yang dapat segera diketahui adalah pembuatan
bahan

makanan,

pewarnaan

benda,


obat-obatan

atau

stimulan,

dan

sebagainya(Sastrohamidjojo, 1996).

Universitas Sumatera Utara

6

Kimia bahan alam merupakan hasil perkembangan ilmu kimia organik yang
mempelajari senyawa-senyawa kimia yang tergolong metabolit sekunder. Senyawasenyawa tersebut banyak ditemukan pada sumber alam, baik berupa tumbuhan, hewan
yang masih hidup maupun yang sudah mati. Senyawa-senyawa bahan alam ini
diklasifikasikan berdasarkan empat kriteria yang berbeda yaitu: struktur kimia,
keaktifan fisiologis, taksonomi dan biogenesis (Harborne, 1987).


1. Klasifikasi Berdasarkan Struktur Kimia
Klasifikasi ini adalah klasifikasi formal berdasarkan kerangka struktur molekul, yaitu:
a. Senyawa lemak rantai terbuka atau alifatik, seperti asam-asam lemak, gulagula, dan hampir semua asam amino
b. Senyawa sikloalifatik atau alisiklik, seperti terpenoid, steroid, dan beberapa
alkaloid
c. Senyawa benzenoid atau aromatik, seperti fenol dan kuinon.
d. Senyawa heterosiklik, seperti alkaloid, flavonoid, dan basa-basa nukleat.

2. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitas Fisiologi
Biasanya pengembangan bahan alam didahului dengan pengamatan dan pengalaman
empirik khasiat bahan alam tersebut untuk menyembuhkan penyakit tertentu. Oleh
karena itu, salah satu cara penyelidikan bahan obat dari tumbuhan atau bahan alam
lainnya adalah melalui ekstraksi dan penetapan khasiat farmakologi ekstrak, diikuti
dengan isolasi komponen murni.

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi
Klasifikasi ini didasarkan pada pengkajian morfologi komparatif atau taksonomi
tumbuhan. Walaupun beberapa metabolit selama ini diketahui spesifik pada tumbuhan
tertentu, tetapi sekarang telah diketahui tersebar di dalam berbagai tumbuhan,
misalnya alkaloid dan isoprenoiddapat diisolasi dari berbagai genus, spesies, suku,

atau ordo. Bahkan di dalam satu spesies terdapat sejumlah komponen yang memiliki
struktur dasar yang berkaitan.

Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan sangat
pesat karena berkembangnya metode ekstraksi, isolasi dan karakterisasinya. Hal ini

Universitas Sumatera Utara

7

mendorong berkembangnya suatu bidang baru yang disebut kemotaksonomi
(chemotaxonomy) atau sistematik kimia (chemosystematic) yang mengarah ke
pembagian kandungan tumbuhan berdasarkan taksa tumbuhan.

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis
Biogenesis dan biosintesis memiliki arti yang sama dan sering kali digunakan tanpa
perbedaan. Namun, istilah biogenesis biasanya digunakan untuk reaksi pembentukan
yang masih dalam taraf hipotesis, sedangkan jika reaksi tersebut telah dibuktikan
secara eksperimen, digunakan istilah biosintesis(Nakanishi et al, 1974).


Diawali dengan teori aturan isoprena pada tahun 1930, yang menyatakan bahwa
semua terpenoid dibentuk dari unit isoprena 5-C, dilanjutkan dengan teori
poliketometilena untuk senyawa fenolik, yang merupakan saran pertama bagi
biosintesis asetogenin (poliketida). Komponen pembangun utama untuk atom-atom
karbon dan nitrogen di dalam semua senyawa bahan alam berasal dari 5 kelompok
prekursor, yaitu:
a. asetil ko-A

→ unit 2C (MeCO-) → poliketida (asetogenin)

malonil ko-A
b. asam sikimat → unit 6C-3C (6C-1C atau 6C-2C) → senyawa fenolik
c. asam mevalonat → unit prenil → isoprenoid
( CH2=C-CH2-CH2-)
Me
d. unit asam amino seperti fenilanalina, tirosina, ornitina, lisina, dan triptofan→
alkaloid
e. 5-5’-deoksiadenilmetionina → unit 1C
(Wiryowidagdo, 2008).


Universitas Sumatera Utara

8

2.3 Metabolit Sekunder

Metabolit sekuder adalah senyawa yang disintesis oleh mahkluk tumbuhan, mikrobia
atau hewan melewati proses biosintesis yang digunakan untuk menunjang kehidupan
namun tidak vital (jika tidak ada tidak mati) sebagaimana gula, asam amino dan asam
lemak. Metabolit ini memiliki aktifitas farmakologi dan biologi (Saifudin,2014).

Pengelompokan senyawa kimia tanaman berdasarkan sifat khas yang
dimiliknya (antara lain warna, rasa, bau, pH, kelarutan), merupakan hal penting
sehingga sampai sekarang masih banyak dipakai. Berikut contoh pengelompokkan
senyawa kimia tersebut:
1.Minyak Atsiri. Baunya khas dan dapat dipisahkan dari senyawa kimia tanaman
lainnya, karena sukar larut dalam air dan dapat menguap bersama uap air.
2. Alkaloid. Senyawa yang bersifat basa dapat dipisahkan dari yang netral dan asam.
Penyebab sifat basa sangat erat kaitannya dengan kerja farmakologi pada tubuh
binatang dan manusia.

3. Zat Pahit. Berpedoman pada rasa pahit adalah suatu metode yang mudah untuk
memisahkan senyawa kimia tanaman.
4. Zat warna. Jumlah zat warna dari tanaman diperkirakan ± 2000 jenis. Pigmen
tanaman mempunyai struktur kimia yang berlainan, begitu juga sifat fisika,
kelarutan, warna, fuoresensi, dan sebagainya
5. Tannin. Ditandai oleh sifatnya yang dapat mengendapkan protein dari larutan
dengan membentuk senyawa yang tidak larut (Sirait, 2007).

2.4 Senyawa Flavonoida

Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran, jarang sekali dijumpai hanya
flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Disamping itu, sering terdapat campuran
yang terdiri atas flavonoid yang berbeda kelas (Harborne,1987). Penyebaran flavonoid
dalam tumbuhan ialah adanya kecenderungan kuat bahwa tetumbuhan yang secara
taksonomi

berkaitan

akan


menghasilkan

flavonoid

yang

jenisnya

serupa

(Markham,1988).

Universitas Sumatera Utara

9

Flavonoid adalah suatu senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6.Flavonoid
umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Gugusan gula bersenyawa pada
satu atau lebih grup hidroksil fenolik. Sistem penomoran untuk turunan senyawa
flavonoid diberikan di bawah :

2'
8
7

O

C

A
6

3'

1'

3

4'

B


2
6'

5'

4
5
O

(Midian,2007).

Gugus hidroksil selalu terdapat pada karbon nomor 5 dan nomor 7 pada cincin
A. Pada cincin B gugus hidroksil terdapat pada karbon nomor 3 dan nomor 4 (Sirait,
2007).
Tumbuhan yang mengandung flavonoid banyak dipakai dalam pengobatan
tradisional. Hal tersebut disebabkan flavonoid mempunyai berbagai macam aktivitas
terhadap macam-macam organisme (Robinson,1995). Penelitian farmakologi terhadap
senyawa flavonoid menunjukkan bahwa beberapa senyawa golongan flavonoid
memperlihatkan aktivitas seperti antifungi, diuretik, antihistamin, antihipertensi,
insektisida, bakterisida, antivirus dan menghambat kerja enzim (Geissman,1962).

Senyawa flavonoid juga berperan dalam memberikan banyak warna lain di
alam, bahkan flavonoid yang tidak berwarna menyerap cahaya pada spektrum UV
(karena banyak gugus kromofor) dan dapat dilihat oleh banyak serangga. Senyawa ini
diduga memiliki manfaat ekologi yang besar di alam berkat warnanya sebagai penarik
serangga dan burung untuk membantu penyerbukan tanaman (Heinrich et al, 2009).

2.4.1 Biosintesis Flavonoida

Senyawa flavonoida adalah senyawa-senayawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon, terdiri dari dua cincin yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai linier yang
terdiri dari tiga atom karbon.Kerangka ini dapat ditulis sebagai C6-C3-C6. Senyawa
flavonoida diturunkan dari unit C6-C3(fenil propana) yang bersumber dari asam
sikimat (via fenilalanin) dan unit C6 yang diturunkan dari jalur poliketida. Fragmen
Universitas Sumatera Utara

10

polketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA yang bergabung dengan unit C6C3(sebagai Ko-A tioester) untuk membentuk unit awal triketida. Oleh karena itu,
flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri atas unit-unit yang diturunkan
dari asam sikimat dan jalur poliketida (Heinrich et al, 2009).

Gambar 2.1Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur asetatmalonat dan alur sikimat (Markham, 1988).

Universitas Sumatera Utara

11

Semua varian flavonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama
yang melalui alur sikimat dan alur-malonat. Flavonoida yang pertama kali terbentuk
pada biosintesis adalah khalkon dan semua bentuk diturunkan darinya melalui
berbagai alur. Modifikasi flavonoida lebih lanjut mungkin terjadi pada berbagai tahap
dan menghasilkan: penambahan (atau pengurangan) hidroksilasi, metilasi gugus
hidroksil atau inti flavonoida, metilenasi gugus orto-dihidroksil, dimerisasi
(pembentukan biflavonoida), dan glikosilasi gugus hidroksil (pembentukan flavonoida
O-glikosida) atau inti flavonoida (pembentukan flavonoida C-glikosida)(Markham,
1988).

2.4.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida

Dalam tumbuhan, flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur.Keragaman
struktur flavonoid ini disebabkan karena perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari
struktur dasar flavonoid, antara lain:

1. Flavonoid O-glikosida.
Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida, pada senyawa
tersebut satu gugus hidroksi flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula (atau
lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi
meyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air
(cairan).
2. Flavonoid C-glikosida.
Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula
tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon
yang tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Sekarang gula
yang terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam
inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit ketimbang
jenis gula pada O-glikosida.
3. Flavonoid Sulfat
Gabungan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin ditemukan
hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih,
yang terikat pada hidroksil fenol atau gula.

Universitas Sumatera Utara

12

4. Biflavonoid
Biflavonoid adalah flavonoid dimer, walaupun prosianidin dimer biasanya
tidak dimasukkan ke dalam golongan ini. Flavonoid yang biasanya terlibat
adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi
yang sederhana 5,7,4’ atau kadang-kadang 5,7,3’,4’ dan ikatan antar flavonoid
berupa ikatan karbon-karbon atau eter.
5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik
Aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan demikian
menunjukkan keaktifan optik. Yang termasuk dalam golongan flavonoid ini
ialah flavanon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan, rotenoid, dan beberapa
biflavonoid (Markham, 1988).

Menurut Robinson (1995) dan Baht (2005), flavonoid dapat dikelompokkan
berdasarkan tahanan oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3 :
1. Flavon
Flavon merupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen
tumbuhan kuning. Mengandung cincin benzo-γ-pyrone dengan substitusi fenil
pada posisi 2 dari cincin pyrone. Daya serap sinar UV pada struktur flavon
terjadi pada 304-350 nm pada pita I dan 240-285 nm pada pita II.
2'
8
7

1
O

C

A
6

3'

1'

3

4'

B

2
6'

5'

4
5
O

2. Flavanon
Flavanon adalah turunan 2,3-dihdro dari flavon. Daya serap sinar UV pada
struktur flavanon terjadi pada 310-340 nm pada pita I dan 270-295 nm pada
pita II. Senyawa ini tidak berwarna atau hanya kuning sedikit.

O

O

Universitas Sumatera Utara

13

3. Flavonol
Flavonol adalah turunan 3-hidroksi flavon dan dihidroflavonol.Daya serap
sinar UV pada struktur flavanol terjadi pada 352-385nm pada pita I dan 240285 nm pada pita II.Flavonol paling sering terdapat sebagai glikosida, biasanya
3-glikosida.
O

OH
O

4. Isoflavon
Isoflavon mengandung cincin benzo-γ-pyron dengan substitusi fenil di posisi 3
dari cincin pyron dan isoflavonon.Daya serap sinar UV pada struktur isoflavon
terjadi pada 300-340 nm pada pita I dan 245-270 nm pada pita II.
O

O

5. Flavanonol
Flavanonol

(atau

dihidroflavonol)

adalah

turunan

3-hidroksi

dari

flavonon.Daya serap sinar UV pada struktur dihidroflavonol terjadi pada 300320 nm pada pita I dan 270-295 nm pada pita II.Flavanonol merupakan
senyawa yang stabil dalam asam klorida panas tetapi terurai oleh udara.
O

OH
O

6. Auron
Auron merupakan pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga
tertentu.Auron memiliki kerangka 2-benziliden coumaranon atau 2-benziliden3-(2H)-benzofuranon.Daya serap sinar UV pada struktur auron hanya terjadi
pada 370-430 nm pada pita I.
O
CH

O

Universitas Sumatera Utara

14

7. Kalkon
Kalkon tidak mengandung cincin γ-pyron dan karenanya flavonoid memiliki
rantai terbuka.Daya serap sinar UV pada struktur kalkon terjadi pada 340-390
nm pada pita I dan 220-270 nm pada pita II.Pengubahan kalkon menjadi
flavanon terjadi dengan mudah dalam larutan asam dan reaksi kebalikannya
dalam basa.

O

2.5 Skrining Fitokimia

Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari flavonoid,
meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa polifenol. Reagen yang
biasa digunakan adalah :
1. Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak
sampel dan beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai ungu
akan terjadi pada senyawa flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan xanton.
Penggunaan zinc sebagai pengganti magnesium dapat dilakukan, dimana
hanya flavanonol yang memberikan perubahan warna merah pekat
sampaimagenta, flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda yang
lemah sampai magenta (Sarker et al, 2006).
2. H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning
pekat. Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah
kebiru-biruan. Flavanon memberikan warna orange sampai merah
(Sarker et al, 2006).
3. NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet
4. FeCl3 5% telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa fenol,
tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan macam-macam golongan
flavonoid. Pereaksi ini memberi warna kehijauan, warna biru, dan warna
hitam-biru (Robinson, 1995).

Universitas Sumatera Utara

15

2.6Teknik Pemisahan

Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponenkomponen lainnya. Ada 2 jenis teknik pemisahan:

1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran yang
akan dipisahkan.

2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa yang
termasuk dalam satu golongan (Muldja, 1995).

Biomassa
(tanaman, mikroba, laut)

Ekstraksi

Skrining

Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati

Skrining silang

Elusidasi Struktur

Gambar 2.2 Diagram Teknik Pemisahan

Universitas Sumatera Utara

16

2.6.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu cara untuk mengambil atau menarik komponen kimia yang
terkandung dalam sampel menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi yang benar dan
tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang
akan diekstraksi. Ektraksi serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan secara
maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang tingkat
kepolarannya berbeda-beda (Harbone, 1996).

Sampel yang berasal dari tanaman setelah diidentifikasi dan digolongkan
menjadi spesies dan familinya, kemudian sampel dikeringkan dengan cara dianginanginkan untuk menghindari penguraian komponen oleh udara atau mikroba.Jika telah
dikeringkan,

biomassa

kemudian

digiling

menjadi

partikel-partikel

kecil

menggunakan blender atau penggilingan. Proses penggilingan ini penting karena
ektraksi efektif pada partikel kecil, dikarenakan memiliki luas permukaan yang lebih
besar (Heinrich et al, 2009).
Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik komponen yang kita
inginkan, dengan kondisi dingin diskontinyu. Keuntungan dari maserasi adalah lebih
praktis, pelarut yang digunakan lebih sedikit dibandingkan perkolasi dan tidak
memerlukan pemanasan, sedangkan kekurangannya adalah waktu yang dibutuhkan lebih
lama. Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif

terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat,
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator
(Harborne, 1996).

2.6.2 Partisi

Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak
digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua pelarut
tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat dilakukan
secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak bercampur yang
kepolarannya meningkat. Partisi biasanya dilakukan melalui dua tahap:

Universitas Sumatera Utara

17

1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di
lapisan organik
2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat fraksi
agak polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan yang mudah
dan mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi fisik dengan
medium lain (Heinrich et al, 2009).

2.6.3 Hidrolisis

Hidrolisis glikosida flavonoid dapat dilakukan dengan tiga metode yaitu hidrolisis
asam, hidrolisis basa dan hidrolisis dengan bantuan enzim. Waktu yang diperlukan
untuk memutuskan suatu gula dari suatu flavonoid O-glikosida dengan hidrolisis asam
tidak ditentukan hanya oleh kekuatan asam, tetapi juga oleh sifat gula dan oleh tempat
gula itu terikat pada inti flavonoid.Cara baku menghidrolisis O-glikosida dengan
hidrolisis asam adalah larutan glikosida flavonoid (1mg) dihidrolisis dengan 5 ml HCl
2N : MeOH (1:1) dalam labu alas bulat 25 ml dan dipanaskan pada penangas air
selama 60 menit. Uapkan sampai kering dengan menggunakan rotarievaporator.
Sisanya kemudian dilarutkan sempurna dalam sesedikit mungkin dengan pelarut
MeOH : H2O (1:1) dan dikromatografi (kertas atau KLT-selulosa, 15% asam asetat)
disamping bahan awal untuk menentukan apakah sudah terjadi hidrolisis(Markham,
1988).

2.6.4 Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael
Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman.
Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam
(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Teknik kromatografi telah
berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan dan mengkuantifikasi berbagai
macam komponen yang kompleks, baik komponen organik maupun komponen
anorganik.

Universitas Sumatera Utara

18

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada
pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi
pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran. Berdasarkan
pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas: kromatografi kertas,
kromatografi lapis tipis (disebut juga kromatografi planar), kromatografi cair kinerja
tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang paling awal adalah
kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel dalam jumlah yang
besar.

Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum
semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua
kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung fase
geraknya. Nilai faktor retardasi solut (Rf) dapat dihitung dengan menggunakan
perbandingan dalam persamaan:

Rf=

Jarak yang ditempuh solut
Jarak yang ditempuh fasa gerak

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai
perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut
bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf adalah
0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan fasa diam.

Proses Sorpsi

Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam, sementara itu
proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak) disebut dengan
desorpsi. Kedua proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara terus menerus selama
pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi berada dalam keadaan
kesetimbangan dinamis.

Universitas Sumatera Utara

19

Solut akan terdistribusi diantara dua fasa yang bersesuaian dengan
perbandingan distribusinya (D) untuk menjaga keadaan kesetimbangan ini. Terdapat 4
jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2 atau lebih mekanisme ini terlibat dalam
satu jenis kromatografi. Keempat jenis tersebut adalah adsorpsi, partisi, pertukaran
ion, dan eksklusi ukuran.

Adsorben

Silika gel adalah fasa diam yang paling sering digunakan untuk pemisahan produk
alam. Silika gel memberikan area permukaan yang sangat luas. Rata-rata ukuran
partikel silika gel yang digunakan adalah 40 – 200 μm dengan ukuran pori sebesar 40
hingga 300 Å (Cannel, 1998).

Silika gel sebagai bahan dasar adsorben dapat mengadsorpsi ion-ion logam
atau polutan-polutan yang berbahaya, karena silika gel memiliki gugus fungsional
silanol (Si-OH) dan siloksan (Si-O-Si) (Jal et al. 2004).Gugus silanol adalah pusat
aktif yang bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk
ikatan hidrogen yang kuat dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat
polar.Silika gel membentuk ikatan hidrogen terutama dengan donor H seperti alkohol,
fenol, amina, amida, dan asam karboksilat (Palleros, 2000).

Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu
mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika
gel.Semakin polar solut maka akan semakin tertahan kuat ke dalam adsorben silika gel
ini
Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi
Alumina

(paling polar)

Karbon aktif (Charcoal)
Silika gel
Magnesium silikat
Selulosa
Resin-resin polimerik (stiren/difenil benzen)

(paling non polar)

Universitas Sumatera Utara

20

(Gandjar, 2007).
2.6.4.1 Kromatografi Lapis Tipis

Teknik ini dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber. Adsorben
dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai fase diam. Fase bergerak akan
merayap sepanjang fasa diam dan terbentuklah kromatogram. Metode ini sederhana,
cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan tinggi dan mudah untuk
memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan (Khopkar, 1990).

Adsorben yang paling sering digunakan adalah silika gel dan alumina.
Beberapa mikroliter larutan sampel yang akan dianalisa ditotolkan pada plat sebagai
titik kecil yang tunggal dengan menggunakan pipa mikrokapilaritas. Plat
dikembangkan dengan meletakkannya didalam botol ataupun chamber pengembang
yang berisi sejumlah kecil pelarut. Pelarut akan menaiki plat dengan adanya gaya
kapilar, dan membawa senyawa dari sampel dengan itu. Senyawa yang berbeda
dipisahkan dari dasarnya pada saat interaksi mereka dengan lapisan adsorben.

Plat KLT yang biasa digunakan adalah plat dengan ukuran pori silika 60 Å dan
ketebalan lapisan 25 µm dalam penyangga poliester atau aluminium, beberapa dengan
menggunakan atau tanpa menggunakan indikator fluorosensi yang sesuai untuk
analisa cepat dari ekstrak kasar tanaman dan digunakan sebagai dasar dari langkah
preparatif. Deteksi noda yang dihasilkan dapat menggunakan lampu ultraviolet
ataupun dengan menyemprot dengan menggunakan reagen yang sesuai (Cseke et al,
2006).

2.6.4.2 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan metode kromatografi terbaik untuk pemisahan
senyawa bahan alam terutama flavonoid. Fasa diam yang umum digunakan adalah
silika gel, sephandeks dan selulosa (Bhat, 2005). Metode pemisahan kromatografi
didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul komponen diantara fase gerak
dan fase diam berdasarkan perbedaan tingkat kepolaran. Komponen akan bergerak

Universitas Sumatera Utara

21

lebih cepat meninggalkan kolom bila molekul-molekul komponen tersebut
berinteraksi secara lemah dengan fasa diam.
Kolom kromatografi untuk pengaliran karena gaya tarik bumi (gravitasi) atau
sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang dilengkapi keran jenis
tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran pelarut. Ukuran keseluruhan
kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya sekurang-kurangnya 10 kali
garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100 kalinya. Ukuran kolom dan
banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh bobot campuran sampel yang akan
dipisahkan.
Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai jika
pemisahan tidak terlalu sukar, perbandingan dapat ditingkatkan hingga 50:1 untuk
komponen yang susah dipisahkan. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya
lebih besar daripada untuk KLT.

Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama (diperiksa dengan KLT)
atau tampaknya berasal dari satu puncak (memakai pendeteksian sinambung)
digabungkan, dan pelarutnya diuapkan, lebih baik dengan tekanan rendah. Jika pelarut
dan penjerap murni. Maka fraksi-fraksi pun murni (Gritter, 1991).

2.6.4.3 KromatografiLapis Tipis Preparatif

Sebagian besar pemakaian kromatografi lapis tipis preparatif hanya dalam jumlah
miligram. Penjerap yang paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk
pemisahan campuran senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ukuran
partikel dan porinya kurang lebih sama dengan ukuran tingkat KLT.

Cuplikan sebanyak 10-100 mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel atau
aluminium oksida 20 x 20 cm yang tebalnya 1 mm. Pengembangan plat KLTP
biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Bejana
dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan sehelai kertas saring
yang tercelup ke dalam pengembang.

Universitas Sumatera Utara

22

Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluorosensi yang
membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang
dipisahkan menyerap sinar UV. Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok dari
plat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung. Senyawa harus diekstraksi dari
penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar yang mungkin (sekitar 5 ml pelarut
untuk 1 gr penjerap). Harus diperhatikan bahwa semakin lama senyawa berkontak
dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian (Hostettmann, 1995).

2.7 Teknik Spektroskopi

Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopi yaitu spektrometer dan spektrofotometer.
Instrumen yang memakai monokromator celah tetap pada bidang focus disebut
sebagai spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang
bersifat fotoelektrik maka disebut spektrofotometer (Muldja, 1955).

2.7.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)

Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan dalam aplikasi
untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat mengurangi perbandingan
informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang lainnya seperti NMR dan MS.

Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet
dengan maksimal jarak 240-285 nm dan 300-550 nm. Berbagai macam golongan
flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing-masing, karakteristik
spektra UV dari masing-masing flavonoid yang mengandung jumlah dari golongan
hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil aromatik bahan
alam(Andersen, 2006).

Universitas Sumatera Utara

23

Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi karena itu
menunjukkan spektrum ultraviolet dan spektrum tampak (Harborne, 1987).Spektrum
flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut metanol (MeOH, AR atau
yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan
dalam etanol kurang memuaskan.

Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang setara
disajikan pada tabel dibawah :

Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida
Pita II (nm)
250-280
250-280
250-280
245-275
275-295
230-270
(kekuatan rendah)
230-270
(kekuatan rendah)
270-280

Pita I (nm)
310-350
330-360
350-385
310-330 bahu
300-330 bahu
340-390

Jenis Flavonoid
Flavon
Flavonol (3-OH tersubstitusi)
Flavonol (3-OH bebas)
Isoflavon
Flavanon dan dihidroflavonol
Khalkon

380-430

Auron

465-560

Antosianidin dan antosianin

Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada serapan
pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung lebih jelas
tercermin pada serapan pita I (Markham, 1988).

2.7.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi getaran
yang berlainan. Pancaran inframerah yang kerapatannya kurang dari 100 cm-1
(panjang gelombang lebih daripada 100 μm) diserap oleh sebuah molekul organik dan
diubah menjadi putaran energi molekul.Penyerapan ini tercantum, namun spektrum
getaran terlihat bukan sebagai garis–garis melainkan berupa pita–pita. Hal ini
disebabkan perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan
energi putaran (Silverstein, 1986).

Universitas Sumatera Utara

24

Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap menyebabkan
kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi molekul ini berada
dalam keadaan vibrasi tereksitasi, energi yang diserap ini akan dibuang dalam bentuk
panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang gelombang eksak dari
absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam getaran dari ikatan tersebut.
Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, C-C, C=O, C=C, O-H, dan
sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang gelombang yang berlainan.
Dengan demikian spektrometri inframerah dapat digunakan untuk mengidentifikasi
adanya gugus fungsi dalam suatu molekul. Banyaknya energi yang diserap juga
beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini disebabkan sebagian oleh perubahan dalam
momen dipol (μ≠0 ) pada saat energi diserap. Ikatan nonpolar (seperti C-H atau C-C)
menyebabkan absorpsi lemah, sedangkan ikatan polar (seperti misalnya O-H, N-H,
dan C=O) menunjukkan absorpsi yang lebih kuat (Supratman, 2010).

Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi
molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:
1. Vibrasi Streching (regang/ulur): terjadi terus menerus perubahan jarak antara
dua atom di didalam suatu molekul, sehingga terjadi perpanjangan atau
pemendekan ikatan.
2. Vibrasi Bending (lentur/tekuk): terjadi perubahan sudut antara dua ikatan
kimia, sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan (Noerdin,
1985).

Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu
panjang gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330
cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang
ikatan O-H itu. Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1, energi
pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe vibrasi yang
berlain-lainan ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman, 2010).

Universitas Sumatera Utara

25

2.7.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Spektrometer Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR)
merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik.Spektrum
Resonansi Magnetik Inti memberikan informasi mengenai lingkungan kimia atom
hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan yang
berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Cresswell, 1982).

Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua
proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama. Hal
ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul dikelilingi oleh
elektron dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan elektronik dari satu dan
yang lainnya.Pergeseran kimia dalam unit δ ditunjukkan dalam jumlah resonansi
proton yang bergeser dari TMS dalam bagian per juta (ppm) dari frekuensi dasar
spektroskopi.

δ=

pergeseran dalam Hz
frekuensi spektrometer dalam MHz

Masing-masing komponen akan memiliki penyerapan yang tunggal dalam
spektrum NMR. Proton ini dikatakan sama secara kimia. Pada kenyataannya,
spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa banyak tipe proton yang berbeda
pada molekul tersebut, tetapi dapat memperlihatkan berapa banyak jenis perbedaan
yang ada dalam molekul tersebut. Dalam spektrum NMR, daerah dibawah masingmasing peak adalah proporsional dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada peak
tersebut (Pavia, 1979).

Universitas Sumatera Utara