Faktor-Faktor Yang Mememngaruhi Terhadap Pemeriksaan Kehamilan Oleh Ibu Di Puskesmas Hutabalang Kecamatan Badiri Tapanuli Tengah Tahun 2013

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Berdasarkan data WHO (2005), kematian ibu (AKI) paling tinggi usia

terdapat di Nepal yaitu sebesar 865 per 100.000 kelahiran hidup. Selanjutnya di
Buthan sebesar 710 per 100.000 kelahiran hidup, dan India 630 per 100.000 kelahiran
hidup.
Di Indonesia masalah kematian ibu juga merupakan masalah paling utama
dalam bidang kesehatan, sampai saat ini AKI menempati teratas di Negara-negara
ASEAN yaitu 223 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI, 2007). Tingginya angka
kematian ibu di Indonesia terkait rendahnya kualitas berbagai program dalam upaya
penurunan AKI telah dilaksankan oleh pemerintah seperti Safe Mother Hood (SM)
yang dikenal dengan 4 pilar yaitu: KB, Antenatal Care, persalinan bersih dan aman,
dan penanganan masa nifas dan dilanjutkan dengan program MFS yaitu persalinan
oleh tenaga kesehatan, penanggulangan komplikasi, pencegalian kehamilan yang
tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Strategi untuk rnenurunkan
angka kematian ibu yaitu: (1) Mencegah/memperkecil wanita untuk menjadi hamil,
(2)


Mencegah/memperkecil

wanita

hamil

mengalami

komplikasi

dalam

kehamilan/persalinan, (3) mencegah/memperkecil kematian wanita yang mengalami
komplikasi dalam kehamilan/persalinan (Modul Safe Mother Flood).
Sasaran pembangunan Indonesia tahun 2009-2015 meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat melalui peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan,

1
Universitas Sumatera Utara


2

penirunan angka kematiaa ibu (AKI) 307 menjadi 226 per 100.000 kelahiran hidup
tahun 2010, menjadi 125 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (MDGs).
Antenatal Care (ANC) merupakan salah satu program safe mother hood yang
merupakan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil dan janinnya, target pencapaian
kegiatan ANC K4 tahun 2010 sebesar 95% (Depkes RI, 2008).
Pentingnya pemeriksaan kehamilan seorang ibu adalah supaya ibu mengetahui
kehamilannya, berjalan baik, normal, seperii penyakit yang menyertai kelainan yang
akan terjadi pada penyakit yang menyertai kehamilan dan cepat melakukan tindakan
kalau ada keluhan yang dirasakan tujuan pemeriksaan kehamilan sebagai pengawasan
untuk menyiapkan fisik mental ibu (Huliana Mellyana, 2001).
Kunjungan baru ibu hamil (Kl) adalah kontak ibu hamil yang pertama kali
dengan petugas kesehatan dan mendapatkan pemeriksaan kehamilan standar, dalam
pengelolaan program KIA disepakai bahwa pada kunjungan ibu hamil yang ke empat
(K4) atau lebih dengan petugas kesehatan mendapatkan pelayanan pemeriksaan
kehamilan, dengan distribusi kontak sebagai berikut: minimal (a) 1x pada trimester
pertama, (b) 1x pada trimester kedua, dan (c) minimal 2x pada trimester ketiga
(Depkes RI, 2007).

Pemeriksaan kehamilan pertama kali yang ideal adalah sedini mungkin ketika
haidnya terlambat satu bulan, pemeriksaan ulang setiap lx sebulan sampai kehamilan
7 bulan, pemeriksaan ulang setiap 2x sebulan sampai kehamilan 9 bulan, pemeriksaan
ulang setiap minggu sesudah kehamilan 9 bulan dan pemeriksaan khusus bila ada
keluhan-keluhan (Rustam Muchtar, 1998).

Universitas Sumatera Utara

3

Adapun tempat pemeriksaan kehamilan sebagian ibu hamil melakukannya di
klinik/Bidan praktek (57,6 %), Puskesmas (23,9%), Posyandu (17,4%), Klinik/doker
praktek (10,1%), Polindes/Puskesmas (6,8%) dan selebihnya adalah RS Pemerintah
Swasta, RSB, Pustu dan perawat. Untuk komponen Antenatal Care yang diterima ibu
ketika memeriksan kehamilan pada umumnya sudah cukup baik, namun yang perlu
diperbaiki kembali adalah komponen ANC lengkap '5T hanya tercakup oleh 19,9%
ibu hamil dengan persentase terendah di Sumatra Utara (6,8 %) (Riskesdas, 2010).
Tujuan pelayanan Milenium Development Goal’s (MDGs) dalam butir 4 dan
ke 5 untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI) sangat sulit dilakukan, kecuali
upaya yang dilakukan lebih intensif untuk mempercepat laju pcnurunananya. Ada 3

pase keterlambatan dalam rujukan yaitu: (1) Keterlambatan dalam pengambilan
keputusan, banyak hal yang mempengaruhi

keterlambatan dalam

mengambil

keputusan, misalnya ketidakmampuan ibu/keluarga akan tanda-tanda bahaya,
ketidaktahuan dalam mencari pertolongan, faktor budaya keputusan tergantung pada
suarm, ketakutan akan besarnya biaya yang perlu dibayar untuk besarnya biaya
transportasi dan biaya rumah sakit, serta ketidakpercayaan akan kualitas pelayanan
kesehatan, (2) Keterlambatan dalam pencapaian fasilitas kesehatan hal ini
dipengaruhi oleh jarak, ketersesuiaan dan efisiensi sarana transportasi, serta biaya, (3)
Keterlambatan dalam memperoleh pertolongan di fasilitas kesehatan, hal ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, jumlah dan keterampilan tenaga kesehatan,
ketersediaan alat, obat, transfusi darah dan bahan habis pakai, manejemen sena
kordisi fasilitas pakai, menejemen serta kondisi fasilitas pelayanan (Modul Safe
Mother Hood)

Universitas Sumatera Utara


4

Program kesehatan ibu dan anak (KIA) diharapkan dapat berperan besar
dalam menurukan AKI. Berdasarkan profil kesehatan Sumatera Utara 2010, AKI di
Sumatera Utara adalah 116/100.000 kelahiran hidup. Berdasarkan hasil survei FKM
USU, AKJ dan AKB di Sumatra Utara tercatat 268/100.000 kelahiran hidup pada
tahun 2010. Bila dibandingkan angka nasional Sumatra Utara lebih tinggi.
Pelayanan Antenatal dengan standar pemeriksaan berulang (K1-K4) sangat
berpengaruh terhadap Angka Kematian Ibu (AKI). Hal ini bertujuan untuk menjaga
ibu hamil dapat melalui masa kehamilannya, dan dapat mendeteksi kematian ibu
secara langsung yaitu perdarahan, eklamsia, infeksi, hipertensi, dan penyebab tidak
langsung yaitu Kurang Energi Kronik (KEK) pada kehamilan dan anemia, dan dapat
menurunkan Argka Kematian Ibu (AKI) (Depkes RI, 2009).
Menurut profil kesehatan Tapanuli Tengah pada tahun 2008 AKI di Tapanuli
Tengah sebanyak 243/100.000 kelahiran hidup. Angka tersebut menunjukkan angka
kematin Ibu di Tapanuli Tengah sebanyak masi jauh dari target yang ingin dicapai
oleh Depertemen Kesehatan Republik Indonesia untuk tahun 2015 yakni 102/100.000
kelahiran hidup (Depkes RI, 2009).
Kabupaten Tapanuli Tengah terdiri dari dari 20 kecamatan dengan 17

puskesmas berdasarkan profil kesehatan Tapanuli Tengah 2010, jumlah ibu hamil
sebanyak 7.386 yang datang memeriksakan kehamilannya kepelayanan kesehatan
yaitu (Kl) sebanyak (83,42%) dan (K4) sebanyak (60,45%). Puskesmas yang
pencapainnya cakupan kunjungan K4 lebih dari 70% yaitu Sibabangun (90.12%),
Barus (79,55%), Sipea-pea (76,94%) Poriaha (70,88%), dan cakupan kurang dari
70% yaitu, Kolang (69,70%), Sirondorung (68,44%), Sarudik (67.42%), Gonting

Universitas Sumatera Utara

5

Mahe (64,36%). Pasaribuiobing (64,02%), Tukka (63,89%). Aek Raisan (63,28%),
Hutabalang (60,07%).
Berdasarkan laporan di atas maka cakupan ibu hamil K1 dan K4 di Puskesmas
Hutabalang paling rendah yaitu Kl 80,58% dan Kl 60.07%. Hasil laporan di atas
masih jauh dari yang diharapkan yaitu K4 60,07% yang mana disesuaikan dengan
standar pehanan minimal (SPM), PERMENKES RI nomor 741/per/VII/2008 tentang
standar pelayanan minimal bidang kesehatan BAB II Pasal 2a menyatakan cakupan
kunjungan ibu hamil K4 95% pada tahun 2015.
Menurut Anderson yang dikutip Notoatmodjo (2003), bahwa faktor faktor

yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan dibagi menjadi 3 kategori, yakni
karateristik predisposisi, karekteristik pemungkin, dan karekteristik pemungkin dan
karekteristik kebutuhan. Karekteristik predisposisi menakup ciri-ciri demografi.
struktur sosial, sikap, dan keyakinan dan pandanhan individu terhadap pelayanan
kesehatan. Karakteristik pemungkin meliputi pendapatan ataupun penghasilan
keluarga dan sumber daya masyarakat dan karekteristik kebutuhan meliputi
kebutuhan seseorang tersebut terhadap pelayan kesehatan.
Menurut penelitian Muniarti (2007), faktor-faktor yang bcrhubungan dengan
pemanfaafan pelayanan antenatal oleh ibu hamil adalah faktor predisposisi, faktor
pemungkin dan faktor kebutuhan, faktor predisposisi meliputi variabel umur, paritas,
jarak kehamilan, pengatahuan dan sikap tidak berhubungan dengan pemanfaatan
antenatal. Faktor pemungkin meliputi variabel pekerjaan suami dan keterjangkauan.
Penelitian Ulina (2004), menunjukkann variabel pendidikan, pengetahuan dan
pendapatan dan paritas mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan pelavanan

Universitas Sumatera Utara

6

antenatal sedangkan variabel pekerjaan dan riwayat persalinan tidak berpengaruh

terhadap pelayanan antenatal. Menurut Adri (2008), faktor geografi dan prilaku ibu
hamil berpengaruh terhadap pemanfataan pelyaanan antenatal, sedangkan faktor
budaya tidak berpengaruh, terhadap pelayaanan antenatal di Puskesmas Runding kota
Subussalam Propinsi NAD Tahun 2008. Penelitian Agnes (2005), menyatakan bahwa
variabel pengetahuan, pendapatan keluarga, pekerjaan mempunyai pengaruh positip
terhadap peningkatan kunjungan pelayanan antenatal di wilayah kerja Puskesmas Sai
Mayang Kabupaten Deli Serdang Tahun 2005.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukakan di kecamatan Hutabalang
faktor-faktor yang mempengaruhi ibu hamil dalam kunjungannya melakukan
pemeriksaan kesehatan kehamilannya antara lain adalah: (a) faktor predisposisi
(pendidikan, paritas, jarak kelahiran, pengetahuan dan sikap ibu) dalam hal ini ada
ibu yang tidak melakukan pemeriksaan karena kurangnya pengetahuan mereka
mengenai pentingnya untuk pemeriksaan kehamilan, dan ada juga dengan sikap ibu
yang merasa tidak membutuhkan pemeriksaan karena merasa tidak penting dengan
tidak adanya masalah dengan kehamilan sebelumnya, faktor pemungkin (pendapatan
keluarga) hal ini membuktikan kurangnya pendapatak keluarga yang menyebabkan
ibu hamil tidak melakukan pemeriksaan karena tidak ada biaya, dan menganggap
biaya pemeriksaan kehamilan itu mahal, serta faktor kebutuhan (kondisi ibu) ibu
hamil tidak melakukan pemeriksaan karena merasa kehamilannya tidak ada masalah
dan melakukan pemeriksaan jika kondisinya sudah parah dan harus dilakukan

pemeriksaan ataupun harus dirujuk ke rumah sakit.

Universitas Sumatera Utara

7

Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan di atas maka peneliti ingin
meneliti tentang faktor-faktor yang memepengaruhi kunjungan ibu hamil dalam
pemeriksaan kehamilan (K4) di Puskesmas Hutabalang Kecamatan Badiri Kabupaten
Tapanuli Tengah Tahun 2012.
1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang yang dipaparkan di atas maka yang jadi

permasalahan yaitu rendahnya cakupan K4 yaitu (60.07%) dibandingkan dengan
cakupan nasional yaitu K4 sebesar 95% menurut PERMENKES RI, 2008. Sehingga
penulis ingin meneliti pengaruh faktur predisposisi (meliputi pendidikan, paritas,
jarak kelahiran, pengetnhuan dan sikap ibu) dan faktor pemungkin (meliputi
pekerjaan suami dan pendapatan keluarga), serta faktor kebutuhan (meliputi Kondisi

ibu).
1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan faktor predisposisi,

pemungkin dan kebutuhan terhadap kunjungan pemeriksaaii kehamilan (K4) oleh ibu
hamil di Puskesmas Hutabalang Kecamatan Badiri Tapanuli Tengah Tahun 2012.
1.4
1.

Manfaat Penelitian
Sebagai bahan masukan dan infonnasi bagi Dinas Kesehatan Tapanuli Tengah
mengenai sejauh mana Faktor Predisposisi, pemungkin dan kebutuhan
terhadap kunjungan pemeriksaan kehamilan, sehinngga dapat mengambil
sebuah kebijakan dan membuut program yang sesuai untuk meningkatkan
kunjungan ibu hamil Kl dan K4.

2.


Bagi peneliti lain dapat menambahkan wawasan keilmuan dan pengalamann

Universitas Sumatera Utara

8

serta ketrampilan dalam melakukan penelitian khususnya tentang pelayanan
antenatal.
3.

Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi mengenai faktor
predisposisi, pemungkin dan kebutuhan terhadap pelayanan antenatal dalam
meningkatkan kunjungan ibu hamil dan memberikan sumbangan pemikiran
bagi perkembangan ilmu dan promosi kesehatan ibu hamil dalam pelaksanaan
pemeriksaan kehamilan di Puskesmas Hutabalang Kecamatan Badiri Tapanuli
Tengah.

Universitas Sumatera Utara