Pemanfaatan Busa Poliuretan-Lignin Isolat Kayu Jati dan Beberapa Bahan Aditif Sebagai Penjernih Air Gambut

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Kayu Jati

Jati (Tectona Grandis Linn. F) adalah sejenis pohon penghasil kayu bermutu
tinggi dan sampai sekarang masih menjadi komoditas mewah yang banyak
diminati masyarakat walaupun harga jualnya mahal. Berikut ini taksonomi dan
tatanama dari kayu jati :
Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Angiospermae

Sub kelas


: Dicotyledoneae

Ordo

: Verbenales

Famili

: Verbenaceae

Genus

: Tectona

Spesies

: Tectona grandis
Jati memiliki tekstur kayu agak kasar dengan serat lurus.Kulit jati


berwarna abu-abu kecoklatan.Sementara itu, batang bagian tengah (teras)
berwarna

coklat

muda

dan

bagian

dalam

(galih)

berwarna

coklat

kemerahan.Permukaan kayu jati relatif licin dan memiliki corak yang estetis

(Mawardi, 2012).
Tanaman jati secara alamiah banyak dijumpai di negara-negara Asia
Selatan dan Asia Tenggara, yaitu Burma, Thailand, Laos, Kamboja, dan
Indonesia. Pada abad ke-19 jati mulai dibudidayakan di Amerika tropik seperti
Trinidad dan Nicaragua serta di Nigeria dan beberapa bagian Afrika Tengah
(Simon, 2000). Tanaman jati yang tumbuh di Indonesia awalnya berasal dari India
(Dephut RI, 2004). Tanaman jati mempunyai nama ilmiah Tectona grandis Linn F
yang secara historis nama tectona berasal dari bahasa Portugis (tecton) yang
berarti tumbuhan yang mempunyai kualitas yang tinggi (Suryana, 2001).

Universitas Sumatera Utara

Kayu jati memiliki kadar selulosa 46,5%, lignin 29,95%, pentosan 14,4%,
abu 1,4% dan silika 0,4% serta nilai kalor 5,081 kal/gr (Suryana, 2001). Daya
resistansi kayu jati yang tinggi terhadap serangan jamur dan rayap disebabkan
karena adanya zat ekstraktif tectoquinon atau 2-metil antraqinon. Selain itu juga
megandung komponen lain, seperti tripoliprena, phenil naphthalene, antraquinon,
dan komponen lain yang belum terdeteksi (Sipon dkk, 2001).

2.2


Lignin

Lignin adalah suatu produk alami yang dihasilkan oleh semua tumbuhan berkayu
yang merupakan komponen kimia dan morfologi ciri dari jaringan tumbuhan
tingkat tinggi.(Dumanauw, 1992).Lignin merupakan komponen utama penyusun
kimia kayu selain selulosa dan hemiselulosa. Lignin merupakan polimer alami
yang terdiri dari molekul-molekul polifenol yang berfungsi sebagai pengikat kayu
antara satu sama lain sehingga bersifat keras dan kaku. Dengan adanya lignin,
kayu dapat meredam kekuatan mekanis yang dikenakan terhadapnya (Rudatin,
1989).
Lignin merupakan makromolekul fenolik alami yang berasal dari dinding
sel tanaman yang mengandung tiga penyusun utama unit fenilpropana
(monolignols), yaitu coniferyl alcohol (G), sinapyl alcohol (S), dan p-coumaryl
alcohol (H).Struktur lignin sangat kompleks dan terhubung dengan hemiselulosa
secara acak dalam bentuk tiga dimensinya.Fungsi lignin di dalam tanaman adalah
sebagai pembawa sifat biologis dan perekat diantara selulosa dan hemiselulosa di
dalam dinding sel (Dence, 1992). Lignin secara universal terdistribusi pada semua
jaringan kayu, dimana lignin menambah kekuatan dan stabilitas dinding sel.
Lignin mempunyai struktur yang sangat kompleks, polimer, dan merupakan suatu

jaringan aromatik yang tidak larut dalam air (Sastrohamidjojo, 1996).
Lignin adalah polimer yang terdiri dari unit fenilpropana.Penyelidikan
lignin didasarkan pada isolasi ligninnya, misalnya lignin kayu-giling (milled wood
lignin, MWL), lignin hasil degradasi oksidatif, reduksi, hidrolisis, asam atau basa
(Achmadi, 1990).Lignin memiliki gugus metoksil dan inti fenol yang saling

Universitas Sumatera Utara

berikatan dengan ikatan eter atau ikatan karbon dan mempunyai berat molekul
tinggi (Sjostrom, 1995). Kandungan metoksil lignin juga bervariasi,dimana
semakin tinggi tanaman berdiri dan berkembang maka kandungan metoksil lignin
akan semakin tinggi (Harkin, 1969).
Unit dasar senyawa lignin berasal dari fenilpropana yakni terdiri dari
sebuah cincin benzena dengan enam atom karbon yang pada salah satu sisinya
melekat tiga atom karbon berantai lurus.Dan ada pula yang dikenal dengan gugus
metoksil (H3CO-) yang banyak melekat pada cincin aromatik lignin.Namun
beberapa dari gugus tersebut terpisah selam proses pulping kraft (Harkin, 1969).
Adapun struktur lignin dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut:

Gambar 2.1 Struktur lignin (Harkin, 1969)

Zat organik polimer yang banyak dan penting dalam dunia tumbuhan
selain selulosa adalah lignin.Lignin merupakan senyawa polimer tiga dimensi
yang terdiri dari unit fenil propana yang diikat dengan C-O-C dan C-C
(Judoamidjojo, 1989).Molekul lignin memiliki derajat polimerisasi tinggi.Oleh
karena ukuran dan strukturnya yang tiga dimensi bisa memungkinkan lignin

Universitas Sumatera Utara

berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang dapat mengikat serat dan
memberikan kekerasan struktur serat.Bagian tengah lamela pada sel kayu,
sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel-sel lain dan menambah
kekuatan struktur kayu.Selain itu, dinding sel kayu juga mengandung lignin
(Muzzie, 2006).
Didalam struktur lignin yang sebenarnya terdapat perbedaan jenis
monomer penyusunnya.Lignin pada kayu lunak adalah jenis lignin guaiasil yang
diturunkan dari coniferyl alcohol (G) dan sejumlah kecil sinapyl alcohol
(S).Adapun beberapa struktur lignin pada kayu diperlihatkan pada gambar 2.2
sebagai berikut:

Gambar 2.2. Struktur lignin pada kayu (Lewis, 1990)

Pada kayu keras adalah lignin guaiasil-siringil yang diturunkan dari yaitu
coniferyl alcohol (G) sinapyl alcohol (S) dengan perbandingan yag sama. Lignin
pada rumput termasuk jenis guaiasil-siringil, tetapi diturunkan dari p-coumaryl
alcohol (H) (Dence, 1992).Achmadi (1990) menjelaskan bahwa lignin dibagi dua
kelompok, kelompok lignin guaiasil (koniferil alkohol) yang terdapat dalam kayu
jarum (softwood) berkisar 26-32% dan yang kedua adalah kelompok lignin
guaiasil-siringil (sinapil alkohol atau koniferil alkohol) yang terdapat pada kayu

Universitas Sumatera Utara

daun lebar (hardwood) sebanyak 20-28%.Menurut Fengel dan Wegener (1995), lignin
dapat diisolasi dengan berbagai cara yaitu:

1.

Lignin sebagai sisa. Lignin dihasilkan sebagai sisa hidrolisis asam
polisakarida seperti lignin sulfat (klason) dan lignin asam klorida (lignin
Halse) serta lignin hasil oksidasi atau pelarutan polisakarida seperti pada
penentuan lignin kuoksam yang menggunakan asam sulfat dan kupramonium
hidroksida.


2.

Lignin dengan pelarutan. Terjadi reaksi yang cukup besar antara lignin
dengan pelarut. Contohnya terjadi pada reaksi dengan getaran atau diekstraksi
dioksan-air yang sering disebut lignin kayu yang digiling (MWL) atau lignin
Bjorkman. Disamping itu juga ada yang menggunakan perlakuan enzimatik
yang disebut lignin enzim selulolitik (CEL).

3.

Lignin terlarut dalam senyawa organik. Pada proses ini lignin direaksikan
dengan pelarut organik. Sebagai contoh adalah lignin alkohol yaitu lignin
yang diperoleh dari reaksi dengan alkohol/HCl dan lignin phenol (phenol/
HCl).

4.

Turunan dengan pereaksi organik. Secara umum, jenis lignin ini
menghasilkan lignin teknis yaitu lignin yang dihasilkan dari proses

pembuatan pulp seperti lignin alkali (proses soda/NaOH), lignin kraft atau
lignin sulfat (NaOH/Na2S).
Lignin dapat diisolasi dari dari kayu bebas ekstraktif sebagai sisa yang tidak

terlarut setelah penghilangan polisakarida dengan hidrolisis.Secara kuantitatif,
lignin dapat dihidrolisis dan diekstraksi dari kayu atau diubah menjadi turunan
yang mudah larut (Achmadi, 1990).Berat molekul lignin diperkirakan sangat
tinggi, tetapi karena proses pemisahan dari selulosa tak terelakkan lagi
menyebabkan degradasi, untuk menyatakan berapa besar tingginya adalah hal
yang tidak mungkin. Karena lignin mengandung cincin aktif benzena dalam
jumlah yang besar, lignin yang terdegradasi akan bereaksi dengan cepat (Stevens,
2001). Lignin merupakan termoplastik alam yang akan menjadi lunak pada suhu
yang lebih tinggi dan akan keras kembali apabila menjadi dingin (Haygreen,
1996).

Universitas Sumatera Utara

2.3

Poliuretan


Poliuretan merupakan bahan polimer yang mempunyai ciri khas adanya gugus
fungsi uretan (-NHCOO-) dalam rantai utama polimer. Gugus fungsi uretan
dihasilkan dari reaksi antara senyawa yang mengandung gugus hidroksil (-OH)
dengan senyawa yang mengandung gugus isosianat (-NCO). Berdasarkan
jenisnya, poliuretan dapat berupa termoplastik atau termoset yang merupakan
produk reaksi isosianat polifungsi dan alkohol polihidroksi atau poliester tertentu
(Hartomo, 1992).Polimer termoset mempunyai kekuatan yang tinggi, ketahanan
terhadap kelembaban, cukup kaku, dan memiliki kemampuan jangka pembebanan
yang lama tanpa mengalami perubahan bentuk.Jenis perekat yang tergolong
kategori polimer ini adalah fenol, resorsinol, melamin, isosianat, urea, dan epoksi
(Vick, 1999).

2.3.1

Komponen Pembentuk Busa Poliuretan

2.3.1.1 Isosianat
Isosianat merupakan komponen dasar utama dari polimer poliuretan. Isosianat
merupakan sumber gugus N=C=O (NCO) yang bisa bereaksi dengan gugus

hidroksil dari poliol, air, dan pengcrosslink dalam pembentukan busa (Li, 2012).
Isosianat aromatik komersil yang paling penting adalah toluenediisocyanate
(TDI), diphenylmethane diisocyanate (MDI), dan naphtalene diisocyanate (NDI).
TDI dibagi menjadi dua jenis berdasarkan letak gugus isosianatnya yang
ditunjukkan pada gambar 2.3 sebagai berikut:
CH3
CH3

NCO

NCO

OCN

NCO
(i)

(ii)

Gambar 2.3 Struktur (i) 2,4-TDI, (ii) 2,6-TDI (Kricheldorf, H. R. 2005).

Universitas Sumatera Utara

2.3.1.2 Poliol
Komponen dasar kedua dari polimer poliuretan adalah poliol.Poliol polieter
(polipropilen glikol dan triol) mempunyai berat molekul antara 400 dan 10000
yang mendominasi teknologi busa.Busa biasanya dibuat dengan triol, yang
membentuk produk crosslink dengan diisosianat, sedangkan diol mendominasi
dalam teknologi elastomer. Poliol polipropilen oksida (PPO), yang juga disebut
polipropilen glikol (PPG) lebih murah dibandingkan poliol lain. Struktur PPG
dilihat pada gambar 2.4 sebagai berikut :
H-[O-HC-H2C]n-O-R-O-[CH2-CH-O]n-H
CH3 CH3
Gambar 2.4 Struktur PPG(Kricheldorf, H. R. 2005).
Poliol sintetis dibagi menjadi dua jenis yaitu poliol poliester dan poliol
polieter. (Sparrow, 1990). Poliol yang digunakan dalam pembentukan rigid PU
foam mempunyai bilangan hidroksil yang tinggi (berat KOH dalam miligram
yang akan menetralkan asam dari 1 gram poliol) antara 300 dan 800 mg KOH/g.
(Ionescu, 2005). Poliol untuk busa uretan adalah senyawa polimer dengan
sedikitnya dua gugus hidroksil (Ashida, 2007).

2.3.1.3 Bahan Pengembang (blowing agent)
Bahan pengembang (blowing agent) untuk pembuatan busa poliuretan terbagi dua
yaitu

blowing

agent

fisika,

misalnya

gas-gas

(udara,

nitrogen

atau

karbondioksida) yang oleh tekanan larut dalam polimernya; dan blowing agent
kimia yang terurai oleh pemanasan untuk melepaskan gas, misalnya cairan bertitik
didih rendah seperti metil klorida, aseton, dan CFCl3 (Stevens, M. P. 2001).
Blowing agent konvensional adalah air, yang merupakan sumber hidrogen aktif.
Untuk kontrol yang lebih baik dalam proses foaming, air destilasi atau deionisasi
digunakan sebagai blowing agent oleh pabrik busa (Youn, 2007).

Universitas Sumatera Utara

2.3.2

Kegunaan Poliuretan

Poliuretan memiliki banyak kegunaan, diantaranya sekitar 70% digunakan sebagai
busa, selebihnya sebagai bahan elastomer, lem, dan pelapis. Busa poliuretan yang
elastis digunakan sebagai isolator, termasuk laminat-laminat tekstil untuk pakaian
musim dingin, panel pelindung pada mobil, kain pelapis, tempat tidur, dan karpet
dasar dan spon sintetis, sedangkan busa yang keras digunakan dalam panel-panel
konstruksi terisolasi, pengemasan barang-barang lunak dan untuk furnitur ringan
(Stevens, 2001).

2.4

Busa Poliuretan (foam polyurethane)

Busa (foam) didefinisikan sebagai substansi yang dibentuk dengan menjebak
gelembung gas di dalam cairan atau padatan.Busa poliuretan diklasifikasikan ke
dalam tiga tipe, yaitu flexible foam, rigid foam, dan semi rigid foam.Perbedaan
sifat fisik dari tiga tipe foam poliurethane tersebut berdasarkan pada perbedaan
berat molekul fungsionalitas poliol dan fungsionalitas isosianat. Berdasarkan
struktur selnya, foam dibedakan menjadi dua, yaitu closed cell (sel tertutup) dan
opened cell (sel terbuka). Foam dengan struktur closed cell merupakan jenis rigid
foam sedangkan foam dengan struktur opened cell adalah flexible foam
(Cheremisinoff, 1989). Klasifikasi dari busa poliuretan menurut Ashida(2007)
dapat dilihat dalam tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi busa poliuretan
Polyol

Rigid foam

Semirigid foam

Flexible
foam

OH No.

350-560

100-200

5.6-70

OH equivalent No.

160-100

560-280

10,000-800

Functionality

3.0-8.0

3.0-3.5

2.0-3.1

>700

700-70

100,000

100,000-10,000

7 menunjukkan
larutan memiliki sifat basa, dan nilai pH < 7 menunjukkan sifat asam.
Penambahan senyawa ion H+ terlarut dari suatu asam akan mendesak
kesetimbangan ke kiri (ion OH- akan diikat oleh H+ membentuk air),
akibatnya terjadi kelebihan ion hidrogen dan meningkatkan konsentrasi asam
(Effendi, 2003).

e.

Konduktivitas
Penentuan daya hantar listrik pada dasarnya adalah pengukuran kemampuan
sampel air untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan sampel air untuk
menghantarkan arus listrik berhubungan erat dengan konsentrasi total zat
terionisasi dalam air. Pada umumnya, senyawa anorganik terlarut dalam air
ditemukan

dalam

bentuk

ion-ion.

Bentuk

ion-ion

tersebut

akan

menghantarkan aliran listrik dan bergerak ke arah elektroda-elektroda yang
dicelupkan pada larutan tersebut. Ion-ion yang bermuatan negatif akan
bermigrasi ke arah elektroda positif (Sihombing, 2000).

Universitas Sumatera Utara

f.

Kontaminasi Mikrobiologi
Ada batas-batas kandungan mikrobiologi pada air yang kita minum sehingga
masih dapat diterima sistem kekebalan tubuh manusia yang akan melatih
tubuh dalam membentengi diri dari penyakit. Tapi jika melebihi batas
tersebut, dan bahkan mungkin pada jenis mikrobiologi tertentu dimana sistem
kekebalan tubuh rentan dan tak mampu untuk mengakomodasinya, cemaran
ini bisa sangat membahayakan bagi manusia.

2.8

Karakterisasi Polimer

2.8.1

Fourier Transform Infrared (FT-IR)

Konsep radiasi inframerah diajukan pertama kali oleh Sir William Herschel (tahun
1800) melalui percobaannya mendispersikan radiasi matahari dengan prisma,
yang mana pada daerah setelah sinar merah menunjukkan adanya kenaikan
temperatur tertinggi yang berarti pada daerah panjang gelombang radiasi tersebut
banyak kalor (mulja, 1995). Serapan radiasi inframerah oleh suatu molekul terjadi
karena adanya interaksi vibrasi ikatan kimia yang menyebabkan perubahan
polaribilitas dengan medan listrik gelombang elektromagnit. Dalam teknik
spektroskopi inframerah, sampel molekul disinari dengan radiasi inframerah
dengan bilangan gelombang tertentu. Beberapa bilangan gelombang radiasi yang
sesuai dengan frekuensi vibrasi akan diserap dan radiasi yang diteruskan diamati
dengan suatu detektor fotolistrik (Wirjosentono, 1995). Spektroskopi inframerah
bermanfaat

untuk

kajian

mikrostruktur

maupun

gugus

fungsi

dalam

polimer.Komposisi kopolimer olefin, gugus nitril, hidroksi sampai ketidakjenuhan
dapat diungkapkan (Hartomo, 1995).Pada era modern ini, radiasi inframerah
digolongkan atas empat daerah yang dapat dilihat dari tabel 2.2 berikut.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.2 Penggolongan daerah radiasi inframerah
No

Daerah

Rentang

Rentang

Rentang

Inframerah

panjang

bilangan

frekuensi (ν)

gelombang (λ)

gelombang

Hz

dalam µm

(ύ)cm-1

0,78-2,5

13000-4000

3,8-1,2(1014)

2,5-50

4000-200

1,2-0,06(1014)

50-1000

200-10

6,0-0,3(1012)

2,5-15

4000-670

1,2-0,2(1014)

1

Dekat

2

Pertengahan

3

Jauh

4

Terpakai untuk
analisis
instrumental

Disamping untuk maksud tujuan analisis kuantitatif, spektrofotometri
inframerah ditujukan untuk maksud penentuan gugus-gugus fungsi molekul pada
analisa kualitatif (Mulja, 1995). Kelebihan-kelebihan dari FT-IR mencakup
ukuran sampel yang kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan dilengkapi
komputer yang terdedikasi sehingga memiliki kemampuan untuk menyimpan dan
memanipulasi spektrum. FT-IR telah membawa tingkat keserbagunaan yang lebih
besar dalam penelitian-penelitian struktur polimer karena spektrum-spektrum bisa
di-scan, disimpan dan ditransformasikan dalam hitungan detik, teknik ini akan
memudahkan penelitian reaksi-reaksi polimer seperti degradasi dan ikat silang
(Stevens, 2001).
Spektroskopi inframerah ditujukan untuk penentuan gugus-gugus fungsi
molekul pada analisa kualitatif, disamping untuk analisis kuantitatif (Mulja,
1995). Adapun kelebihan dari FTIR mencakup persyaratan ukuran sampel yang
kecil, perkembangan spektrum yang cepat, dan karena instrumen ini memiliki
komputer yang terdedikasi kemampuan untuk menyimpan dan memanipulasi
spektrum. Spektrum inframerah bahan polimer akan tergantung dari karakteristik
spektrum dan struktur kimia satuan ulangannya. Ditambah lagi perubahan susunan
geometri, perubahan orientasi ikatan, dan bentuk kristal akan mempengaruhi
serapan inframerah oleh ikatan kimia satuan ulangannya (Wirjosentono, 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.8.2

Scanning Electron Microscopy (SEM)

SEM merupakan teknik yang digunakan untuk mempelajari permukaan sampel
dan material yang tebal. Berkas elektron berenergi tinggi digunakan sehingga
memberikan keuntungan resolusi yang lebih baik karena radiasi elektronnya
memiliki panjang gelombang yang sangat pendek

(Gupta, 2010).Dalam

penelitian morfologi permukaan SEM terbatas pemakaiannya, tetapi memberikan
informasi yang bermanfaat mengenai topologi permukaan dengan resolusi sekitar
100 Å. Suatu berkas insiden elektron sangat halus di-scan menyilangi permukaan
sampel dalam sinkronisasi dengan berkas tersebut dalam tabung sinar katoda.
Elektron-elektron yang terhambur digunakan untuk memproduksi sinyal yang
memodulasi berkas dalam sinar tabung katoda, yang memproduksi suatu citra
dengan kedalaman medan yang besar dan penampakan yang hampir tiga dimensi
(Stevens, 2001).
Alat SEM terdiri atas bagian-bagian, yaitu sumber elektron (electrongun)
berupa filamen kawat wolfram, alat untuk mencacah (scanner) titik-titik
sepanjang spesimen berupa sistem lensa elektromagnetik dan foil pencacah
elektromagnetik, seperangkat lensa elektromagnetik untuk memfokuskan elektron
dari sumber menjadi titik kecil di atas spesimen, sistem detektor, serta sistem
layar (Rohaeti, 2009)

2.8.3

Analisa Permeabilitas Busa Poliuretan

Analisa permeabilitas sebenarnya umum digunakan untuk membran, namun bisa
juga digunakan untuk poliuretan yang difungsikan sebagai membran. Proses
pemisahan dengan membran dapat terjadi karena adanya perbedaan ukuran pori,
bentuk, serta struktur kimianya. Membran demikian biasa disebut sebagai memran
semipermeabel, artinya dapat menahan spesi tertentu, tetapi dapat melewatkan
spesi yang lainnya. Fasa campuran yang akan dipisahkan disebut umpan (feed),
dan fasa hasil pemisahan disebut permeat (permeate). Sifat-sifat membran perlu
dikarakterisasi, yang meliputi efisiensi serta mikrostrukturnya.

Universitas Sumatera Utara

Permeabilitas merupakan ukuran kecepatan dari suatu spesi untuk
melewati membran. Sifat ini dipengaruhi oleh jumlah dan ukuran pori, tekanan
yang diberikan, serta ketebalan membran. Permeabilitas dinyatakan sebagai suatu
besaran fluks dan dilambangkan dengan J, yang didefinisikan sebagai jumlah
volume permeat yang melewati satu satuan luas membran dalam satuan waktu
tertentu dengan adanya gaya penggerak berupa tekanan.

Fluks =

jumlah volume permeat

(2.1)

luas membran x waktu x tekanan

2.9 Uji kualitas air
Air yang berkualitas baik untuk air bersih maupun untuk air minum memiliki
parameter fisika seperti kondisi air yang jernih atau tidak keruh, tidak berwarna,
tidak berasa, tidak berbau, tidak mengandung zat padat tersuspensi (TSS) dan zat
padat terlarut(TDS).

2.9.1. Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui
konsentrasi ion hidrogen (H+). Air dapat bersifat asam atau basa tergantung besar
kecilnya pH air atau besarnya konsentrasi ion hidrogen di dalam air. Air normal
yang memenuhi syarat untuk suatu kehidupan mempunyai pH berkisar antara 6,57,5. Air yang mempunyai pH lebih kecil dari pH normal akan bersifat asam,
sedangkan aitr yang memiliki pH lebih besar dari pH normal akan bersifat basa.
Mengingat nilai pH ditentukan oleh interaksi berbagai zat dalam air, termasuk zatzat yang secara kimia dan biokimia tidak stabil, maka penentuan pH harus
seketika setelah contoh diambil dan tidak diawetkan.

2.9.2. Zat padat tersuspensi (Total Suspended Solid=TSS)
Zat padat tersuspensi adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan
dengan ukuran partikel maksimal 2 µm atau lebih besar dari ukuran partikel kolid.
Jumlah zat padat atau residu terdiri dari bahan terlarut dan tersuspensi yang ada di
air.TSS menyebabakan kekeruhan pada air akibat padatan tidak terlarut dan tidak

Universitas Sumatera Utara

dapat langsung mengendap. Bahan tersebut dapat berupa partikel suspensi dari
tanah liat, lumpur, bahan organik terurai, bakteri, plakton, dan organisme lainnya.
Adanya zat padat di air menyebabkan kualutas air tidak baik, dapat menimbulkan
berbagai reaksi dan menggangu estetika. TSS umumnya dapat dihilangkan dengan
flokulasi dan penyaringan.

2.9.3. Zat padat terlarut (Total Dissolved=TDS)
Zat padat terlarut menyatakan jumlah bahan yang terlarut dalam suatu larutan
yang dinyatakan dalam mg/L. Interksi antara pelarut air dengan zat padat, zat cair
dan gas sehingga menghasilkan bahan terlarut dalam bentuk zat organik ataupun
zat anorganik. Mineral logam dan gas merupakan zat anorganik yang mungkin
terlarut dalam air. Zat tersebut dapat berhubungan dengan air di atmosfer,
permukaan ataupun di dalam tanah. Zat organik bisa berasal dari pembusukan
tumbuh-tumbuhan, zat organik dan gas organik.
Penentuan jumlah zat padat terlarut dapat dilakukan dengan menguapkan
sampel yang telah disaring untuk menghilangkan padatan tersuspensi. Residu
yang tersisa ditimbang dan merupakan jumlah zat padat terlarut dalam air. Kadar
zat terlarut yang tinggi menunjukkan adanya kandungan K+, Na+, dan Cl-. Ion-ion
ini hanya menimbulkan bahaya dalam waktu singkat. Selain itu, jumlah zat padat
terlarut yang tinggi juga dapat disebabkan adanya logam berat dalam air yang
berbahaya bagi kesehatan.

2.9.4. Kekeruhan
Air dikatakan berlumpur ketika air tersebut mengandung banyak partikel yang
tersuspensi sehingga memberikan warna yang berlumpur dan kotor. Kekeruhan
pada air akan menimbulkan dampak kurang memuaskan dalam penggunaan air.
Untuk menentukan dapat digunakan turbidimeter.

Universitas Sumatera Utara

Turbidimeter adalah suatu alat analisis untuk mengetahui atau mengukur
tingkat kekeruhan air. Turbudimeter memiliki sifat optik akibat dispersi sinar dan
dapat dinyatakan sebagai perbandingan cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya
yang datang. Intensitas cahaya yang dipantulkan terhadap cahaya yang datang.
Intensitas cahaya dipantulkan oleh suatu suspensi adalah fungsi konsentrasi jika
kondisi-kondisi lainnya konstan. Turbidimeter meliputi pengukuran cahaya yang
diteruskan. Pada turbidimeter cahaya masuk melalui sampel, kemudian sebagian
diserap dan sebagian diteruskan. Cahaya yang diserap itulah yang merupakan
tingkat kekeruhan. Maka jika semakin banyak cahaya yang diserap maka semakin
keruh cairan tersebut (Khopkar, 1990).

Universitas Sumatera Utara