Analisis Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks Dengan Metode IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang
ditandaidengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh
penyakit menular
bergeser ke penyakit tidak menular (non communicable
disease) termasuk diantaranya penyakit kanker. Salah satu diantaranya ialah
kanker serviks atau kanker leher rahim, dimana penyakit tersebut menjadi hal
yang menakutkan bagi setiap wanita.
Kanker serviks adalah kanker pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian
bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina yang disebabkan oleh
adanya virus Human Papiloma Virus(HPV) (Emilia, 2010).Virus tersebut
memiliki tipe yang sangat banyak hampir 100 tipe HPV sampai saat ini berhasil
diidentifikasi.Untuk perkembangan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker
serviks memakan waktu yang cukup lama yaitu 10 sampai 20 tahun (Arum, 2015).
World Health Organization (WHO) 2014, ditemukan 528.000 kasus baru
kanker serviks didiagnosis di seluruh dunia sekitar 85% terjadi di daerah yang
kurang berkembang. Pada tahun yang sama 266.000 wanita di dunia meninggal
akibat kanker serviks, diantaranya 9 dari 10 kasus mengalami kematian atau
231.000 jumlah wanita yang meninggal berasal dari negara dengan pendapatan
yang rendah, disamping itu 35.000 atau 1 dari 10 wanita berasal dari negara
dengan berpendapatan yang tinggi. Alasan utama penyebab perbedaan tersebut
adalah kurangnya pengetahuan atas pencegahan dan mendeteksi dini serta
1
Universitas Sumatera Utara
2
perawatan dan sulit mengakses program, tanpa hal tersebut kanker serviks
biasanya hanya dapat dideteksi ketika dalam resiko tinggi (WHO, 2014).
Amerika Serikat pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 12.360 kasus baru
kanker serviks dan terjadi 4.020 kematian akibat kanker serviks.Tingkat kematian
akibat kanker serviks menurun dikarenakan pencegahan dan deteksi dini
(American Cancer Society, 2014).
Indonesia diperkirakan setiap hari muncul 40-45 kasus baru, 20-25 orang
meninggal, berarti setiap jam diperkirakan 1 orang meninggal dunia karena kanker
serviks. Artinya, Indonesia akan kehilangan 600-750 orang yang masih produktif
setiap bulannya. Menurut YKI (Yayasan Kanker Indonesia), kanker serviks atau
kanker leher rahim menduduki urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara,
seperti kejadian kanker serviks di Bali, dilaporkan telah menyerang sebesar
553.000 wanita usia subur pada tahun 2010 (Arum, 2015).
Melihat perkembangan jumlah penderita dan kematian kanker serviks,
diperkirakan bahwa sekitar 10% wanita di dunia sudah terinfeksi Human
Papiloma Virus (HPV).Mayoritas perempuan yang didiagnosis kanker serviks
biasanya tidak melakukan screening testatau tidak melakukan tindak lanjut setelah
ditemukannya adanya hasil abnormal.Tidak melakukan screening test secara
regular merupakan faktor terbesar penyebab ternjangkitnya kanker serviks pada
seseorang (KEMENKES RI, 2013).
WHO merekomendasikan berbagai metode dalam melakukan deteksi dini,
salah satu diantaranya adalah metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) (WHO,
2014). IVA adalah tes skrining yang sederhana berdasarkan pada lesi prakanker di
epitel serviks menjadi putih sekitar satu menit setelah terkena 5% asam asetat atau
Universitas Sumatera Utara
3
asam cuka, IVA mengevaluasi perubahan visual dengan mata telanjang (tanpa
pembesaran). Dua dekade terakhir ini IVA dinyatakan sama atau lebih sensitif
dari papsmear untuk mendeteksi lesi prakanker(Tsu dan Jeronimo, 2014).
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 pasal 161 ayat 3
manajemen pelayanan kesehatan penyakit tidak menular meliputi keseluruhan
spektrum pelayanan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang dititik
beratkan pada deteksi dini dan pengobatan penyakit tidak menular. Program
deteksi dini yang telah dilakukan di Indonesia untuk mengantisipasi kanker
serviks adalah IVA, yang mana sudah tercantum didalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 796/MENKES/SK/VII/2010 tentang
pedoman teknis pengendalian kanker payudara dan kanker serviks.
Program deteksi dini dan tatalaksana kanker leher rahim dimulai sejak tahun
2007 dan telah dicanangkan sebagai program nasional yang dicanangkan oleh Ibu
Negara pada 21 April 2008 (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Pada tanggal 21
April 2015 Ibu Negara Iriana Joko Widodo mencanangkan kembali gerakan
pencegahan dan deteksi dini kanker pada perempuan Indonesia, Program ini terus
diperkuat dan dikembangkan ke daerah-daerah lain di Indonesia. Pencanangan
program deteksi dini tersebut dilakukan di Puskesmas Nanggulan Kabupaten
Kulonprogo melalui teleconference 10 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur dengan rangkaian kegiatan meliputi,
Promotif, Preventif, deteksi dini dan tindak lanjut. Kegiatan ini merupakan bagian
dalam mewujudkan masyarakat hidup sehat dan berkualitas, hal ini sesuai dengan
tercapainya Nawacita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia.
Universitas Sumatera Utara
4
Tabel 1.1 : Lokasi pencanangan program
No
Provinsi
Kabupaten/Kota
1
Sumatera Utara
Kab. Deli Serdang
2
Sumatera Selatan
Kota Palembang
3
Lampung
Kota Bandar Lampung
4
Banten
Kota Serang
5
DKI Jakarta
Kota Jawa Timur
6
Jawa Barat
Kab. Cimahi
7
Jawa Tengah
Kab. Pekanlongan
8
DI Yogyakrta
Kab. Kulonprogo
9
Jawa Timur
Kab. Jombang
10 Sulawesi Selatan
Kota Makasar
11 Nusa Tenggara Timur Kota Kupang
Sumber : Kemenkes RI, 2015
Puskesmas
Tanjung Morawa
Dempo
Panjang
Kota Serang
Jatinegara
Cimahi Tengah
Wiradesa
Nanggulan
Pulolor
Batua
Bakunase
Dari Tahun 2007 Sampai dengan tahun 2014, program telah berjalan pada 1.986
Puskesmas di 304 kabupaten/kota yang berada di 34 provinsi di Indonesia.
Cakupan hasil kegiatan dari 2007 sampai 2014, yaitu telah dilakukan skrining
terhadap 904.099 orang (2,45%), hasil IVA positif sebanyak 44.654 orang
(4,94%), suspek kanker leher rahim sebanyak 1.056 orang (1,2 per 1.000 orang).
Dimana cakupan dari skrining kanker leher rahim masih sedikit, sehinggakegiatan
deteksi dini perlu terus diperkuat di daerah yang sudah mengembangkan dan
diperluas ke daerah lain yang belum mengembangkan
program tersebut
(KEMENKES, 2015)
Pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan IVA adalah
pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat
leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah
pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%). Daerah yang tidak normal akan berubah
warna dengan batas tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan
bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker (KEMENKES RI, 2014).
Pemeriksaan IVA dilakukan pada wanita yang berusia 30-50 tahun dan yang
Universitas Sumatera Utara
5
sudah melakukan hubungan seksual dan juga perempuan tersebut dalam keadaaan
tidak hamil (KEMENKES RI, 2013).Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh
Bidan, perawat, dokter umum dan dokter spesialis yang sudah terlatih (Arum,
2015).Metode IVA merupakan metode yang dianjurkan untuk fasilitas dengan
sumber daya yang sederhana seperti puskesmas (KEMENKES RI, 2014).Metode
IVA mempunyai keunggulan selain tidak memakan biaya yang mahal metode ini
juga dapat memberikan hasil dengan cepat sehingga dapat segera diambil
keputusan mengenai penatalaksanaannya.
Puskesmas Tanjung Morawa merupakan salah satu puskesmas yang ada di
Kabupaten Deli Serdang yang menjalankan program deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA sejak mei tahun 2007 sampai sekarang. Pada awal kegiatan
sosialisasi
dilakukan
pada
setiap
pertemuan-pertemuan
seperti
minilok
dipuskesmas, pertemuan bulanan dikantor camat, arisan PKK, kegiatan ibu-ibu di
gereja maupun di perwiritan.Kegiatan berkelanjutan hingga ke desa sampai saat
ini pada waktu posyandu atau pengobatan di lapangan.
Pelatihan IVA dimulai dari tahun 2007 yang diikuti oleh 1 dokter dan 1 bidan
sebagai TOT (Training of Trainer) di Jakarta. Dilanjutkan program pelatihan di
kabupaten yang diikuti 1 dokter dan 3 orang bidan. Sebagai narasumber adalah
tim TOT dari puskesmas dan juga dari pusat. Sekarang SDM yang bertanggung
jawab dalam program tersebut berjumlah 4 orang yaitu 1 Dokter, 1 Perawat dan 2
Bidan, yang mana 2 tenaga kesehatan yang telah dilatih secara resmi dari dinas
yaitu 1 dokter umum dan 1 bidan dan tenaga kesehatan lainnya belum dilakukan
pelatihan secara resmi dari dinas kesehatan, tenaga kesehatan yang belum dilatih
tersebut belajar di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
6
Klinik IVA di Puskesmas Tanjung Morawa dibuka setiap hari rabu,sasaran
dalam pemeriksaan IVA yaitu wanita yang berusia 30-50 tahun, yang sudah
melakukan hubungan seksual dan perempuan yang memiliki faktor resiko kanker
serviks. Perempuan yang mendapat hasil test IVA negative harus menjalani
penapisan minimal lima tahun sekali dan yang mendapatkan hasil test IVA positif
dan mendapatkan pengobatan, harus menjalani test IVA berikutnya enam bulan
kemudian.
Puskesmas Tanjung Morawa tidak hanya memberikan pelayanan IVA,
puskesmas tersebut sudah dapat melakukan krioterapi.Dimana krioterapi
dilakukan jika pada saat pemeriksaan IVA ditemukan lesi prakanker dan luas dari
lesi tersbut kurang dari 75% leher rahim tertutup.Sejak tahun 2007-2014 dari
pemeriksaan IVA yang ditemukan lesi prakanker kemudian dilakukan krioterapi
sudah terdapat 5 kasus yang ditemukan dan sudah dinyatakan sembuh.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, bahwa keberhasilan kegiatan penapisan
untuk mencegah kanker akan tejadi bila penapisan dapat mencapai minimal 80%
dari populasi yang berisiko, yang berarti 80% dari populasi perempuan berusia
30-50 tahun (KEMENKES, 2013).Jumlah sasaran perempuan usia 30-50 tahun
Puskesmas Tanjung Morawa adalah 80% dari 6448 yaitu berjumlah 5158 orang
yang harus dicapai selama lima tahun dan target selama setahun berjumlah
1032orang, pada 5 tahun pertama dari tahun 2007 – 2012 Puskesmas Tanjung
Morawa sudah mencapai target yaitu 94,86%. Namun pada tahun 2014 yang
melakukan test IVA yaitu 568 orang dari jumlah sasaran dari usia 30 – 50 tahun
yaitu 1032 orang, dengan hasil 2 orang yang terdeteksi IVA positif dan 2 orang
juga dilakukan rujukan.Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada
Universitas Sumatera Utara
7
pemegang program tersebut hambatan yang dirasakan yaitu masih ada masyarakat
yang belum memahami pentingnya pemeriksaan deteksi dini kanker leher
rahimdan juga masih ada wanita yang malu dan merasa tidak perlu untuk
memeriksakan dirinya untuk deteksi dini.
Anggraini (2013) dalam penelitiannya menunjukkan pelaksanaan program
IVA oleh puskesmas induk di wilayah Kota Surabaya didapatkan bahwa
komunikasi, karakteristik dukungan puskesmas dan sikap penanggungjawab
berpengaruh secara langsung terhadap implementasi program IVA. Susanti (2010)
dalam penelitiannya terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya
kunjungan IVA di wilayah kerja Puskesmas Halmahera Kecamatan Semarang
adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, peran kader, penyuluhan kesehatan dan
dukungan keluarga.Titisari (2013) dalam penelitiannya faktor-faktor yang
berhubungan paling kuat terhadap pelaksanaan program skrining kanker serviks di
Puskesmas Kota Kediri adalah komunikasi dan struktur birokrasi.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul Analisis Implementasi Program Deteksi DiniKanker Serviks
Dengan Metode IVAdi Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
8
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana Analisis Implementasi Program Deteksi Serviks Dengan Metode
IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis Implementasi Program Deteksi DiniKanker Serviks
dengan Metode IVA Di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli
SerdangTahun 2015”.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi instansi kesehatan tentang Implementasi
Program Deteksi DiniKanker Serviks dengan Metode IVA Di Puskesmas
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
2. Sebagai sumber referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
Analisis Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan
Metode IVA Di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pola penyakit saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang
ditandaidengan beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh
penyakit menular
bergeser ke penyakit tidak menular (non communicable
disease) termasuk diantaranya penyakit kanker. Salah satu diantaranya ialah
kanker serviks atau kanker leher rahim, dimana penyakit tersebut menjadi hal
yang menakutkan bagi setiap wanita.
Kanker serviks adalah kanker pada serviks atau leher rahim, yaitu area bagian
bawah rahim yang menghubungkan rahim dengan vagina yang disebabkan oleh
adanya virus Human Papiloma Virus(HPV) (Emilia, 2010).Virus tersebut
memiliki tipe yang sangat banyak hampir 100 tipe HPV sampai saat ini berhasil
diidentifikasi.Untuk perkembangan dari infeksi HPV hingga menjadi kanker
serviks memakan waktu yang cukup lama yaitu 10 sampai 20 tahun (Arum, 2015).
World Health Organization (WHO) 2014, ditemukan 528.000 kasus baru
kanker serviks didiagnosis di seluruh dunia sekitar 85% terjadi di daerah yang
kurang berkembang. Pada tahun yang sama 266.000 wanita di dunia meninggal
akibat kanker serviks, diantaranya 9 dari 10 kasus mengalami kematian atau
231.000 jumlah wanita yang meninggal berasal dari negara dengan pendapatan
yang rendah, disamping itu 35.000 atau 1 dari 10 wanita berasal dari negara
dengan berpendapatan yang tinggi. Alasan utama penyebab perbedaan tersebut
adalah kurangnya pengetahuan atas pencegahan dan mendeteksi dini serta
1
Universitas Sumatera Utara
2
perawatan dan sulit mengakses program, tanpa hal tersebut kanker serviks
biasanya hanya dapat dideteksi ketika dalam resiko tinggi (WHO, 2014).
Amerika Serikat pada tahun 2014 diperkirakan terdapat 12.360 kasus baru
kanker serviks dan terjadi 4.020 kematian akibat kanker serviks.Tingkat kematian
akibat kanker serviks menurun dikarenakan pencegahan dan deteksi dini
(American Cancer Society, 2014).
Indonesia diperkirakan setiap hari muncul 40-45 kasus baru, 20-25 orang
meninggal, berarti setiap jam diperkirakan 1 orang meninggal dunia karena kanker
serviks. Artinya, Indonesia akan kehilangan 600-750 orang yang masih produktif
setiap bulannya. Menurut YKI (Yayasan Kanker Indonesia), kanker serviks atau
kanker leher rahim menduduki urutan kedua terbanyak setelah kanker payudara,
seperti kejadian kanker serviks di Bali, dilaporkan telah menyerang sebesar
553.000 wanita usia subur pada tahun 2010 (Arum, 2015).
Melihat perkembangan jumlah penderita dan kematian kanker serviks,
diperkirakan bahwa sekitar 10% wanita di dunia sudah terinfeksi Human
Papiloma Virus (HPV).Mayoritas perempuan yang didiagnosis kanker serviks
biasanya tidak melakukan screening testatau tidak melakukan tindak lanjut setelah
ditemukannya adanya hasil abnormal.Tidak melakukan screening test secara
regular merupakan faktor terbesar penyebab ternjangkitnya kanker serviks pada
seseorang (KEMENKES RI, 2013).
WHO merekomendasikan berbagai metode dalam melakukan deteksi dini,
salah satu diantaranya adalah metode Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA) (WHO,
2014). IVA adalah tes skrining yang sederhana berdasarkan pada lesi prakanker di
epitel serviks menjadi putih sekitar satu menit setelah terkena 5% asam asetat atau
Universitas Sumatera Utara
3
asam cuka, IVA mengevaluasi perubahan visual dengan mata telanjang (tanpa
pembesaran). Dua dekade terakhir ini IVA dinyatakan sama atau lebih sensitif
dari papsmear untuk mendeteksi lesi prakanker(Tsu dan Jeronimo, 2014).
Berdasarkan Undang-Undang Kesehatan No 36 tahun 2009 pasal 161 ayat 3
manajemen pelayanan kesehatan penyakit tidak menular meliputi keseluruhan
spektrum pelayanan baik promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, yang dititik
beratkan pada deteksi dini dan pengobatan penyakit tidak menular. Program
deteksi dini yang telah dilakukan di Indonesia untuk mengantisipasi kanker
serviks adalah IVA, yang mana sudah tercantum didalam Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 796/MENKES/SK/VII/2010 tentang
pedoman teknis pengendalian kanker payudara dan kanker serviks.
Program deteksi dini dan tatalaksana kanker leher rahim dimulai sejak tahun
2007 dan telah dicanangkan sebagai program nasional yang dicanangkan oleh Ibu
Negara pada 21 April 2008 (Profil Kesehatan Indonesia, 2013). Pada tanggal 21
April 2015 Ibu Negara Iriana Joko Widodo mencanangkan kembali gerakan
pencegahan dan deteksi dini kanker pada perempuan Indonesia, Program ini terus
diperkuat dan dikembangkan ke daerah-daerah lain di Indonesia. Pencanangan
program deteksi dini tersebut dilakukan di Puskesmas Nanggulan Kabupaten
Kulonprogo melalui teleconference 10 provinsi yaitu Sumatera Utara, Sumatera
Selatan, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur dengan rangkaian kegiatan meliputi,
Promotif, Preventif, deteksi dini dan tindak lanjut. Kegiatan ini merupakan bagian
dalam mewujudkan masyarakat hidup sehat dan berkualitas, hal ini sesuai dengan
tercapainya Nawacita kelima yaitu meningkatkan kualitas hidup manusia.
Universitas Sumatera Utara
4
Tabel 1.1 : Lokasi pencanangan program
No
Provinsi
Kabupaten/Kota
1
Sumatera Utara
Kab. Deli Serdang
2
Sumatera Selatan
Kota Palembang
3
Lampung
Kota Bandar Lampung
4
Banten
Kota Serang
5
DKI Jakarta
Kota Jawa Timur
6
Jawa Barat
Kab. Cimahi
7
Jawa Tengah
Kab. Pekanlongan
8
DI Yogyakrta
Kab. Kulonprogo
9
Jawa Timur
Kab. Jombang
10 Sulawesi Selatan
Kota Makasar
11 Nusa Tenggara Timur Kota Kupang
Sumber : Kemenkes RI, 2015
Puskesmas
Tanjung Morawa
Dempo
Panjang
Kota Serang
Jatinegara
Cimahi Tengah
Wiradesa
Nanggulan
Pulolor
Batua
Bakunase
Dari Tahun 2007 Sampai dengan tahun 2014, program telah berjalan pada 1.986
Puskesmas di 304 kabupaten/kota yang berada di 34 provinsi di Indonesia.
Cakupan hasil kegiatan dari 2007 sampai 2014, yaitu telah dilakukan skrining
terhadap 904.099 orang (2,45%), hasil IVA positif sebanyak 44.654 orang
(4,94%), suspek kanker leher rahim sebanyak 1.056 orang (1,2 per 1.000 orang).
Dimana cakupan dari skrining kanker leher rahim masih sedikit, sehinggakegiatan
deteksi dini perlu terus diperkuat di daerah yang sudah mengembangkan dan
diperluas ke daerah lain yang belum mengembangkan
program tersebut
(KEMENKES, 2015)
Pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dengan IVA adalah
pemeriksaan leher rahim secara visual menggunakan asam cuka berarti melihat
leher rahim dengan mata telanjang untuk mendeteksi abnormalitas setelah
pengolesan asam asetat atau cuka (3-5%). Daerah yang tidak normal akan berubah
warna dengan batas tegas menjadi putih (acetowhite), yang mengindikasikan
bahwa leher rahim mungkin memiliki lesi prakanker (KEMENKES RI, 2014).
Pemeriksaan IVA dilakukan pada wanita yang berusia 30-50 tahun dan yang
Universitas Sumatera Utara
5
sudah melakukan hubungan seksual dan juga perempuan tersebut dalam keadaaan
tidak hamil (KEMENKES RI, 2013).Pemeriksaan IVA dapat dilakukan oleh
Bidan, perawat, dokter umum dan dokter spesialis yang sudah terlatih (Arum,
2015).Metode IVA merupakan metode yang dianjurkan untuk fasilitas dengan
sumber daya yang sederhana seperti puskesmas (KEMENKES RI, 2014).Metode
IVA mempunyai keunggulan selain tidak memakan biaya yang mahal metode ini
juga dapat memberikan hasil dengan cepat sehingga dapat segera diambil
keputusan mengenai penatalaksanaannya.
Puskesmas Tanjung Morawa merupakan salah satu puskesmas yang ada di
Kabupaten Deli Serdang yang menjalankan program deteksi dini kanker serviks
dengan metode IVA sejak mei tahun 2007 sampai sekarang. Pada awal kegiatan
sosialisasi
dilakukan
pada
setiap
pertemuan-pertemuan
seperti
minilok
dipuskesmas, pertemuan bulanan dikantor camat, arisan PKK, kegiatan ibu-ibu di
gereja maupun di perwiritan.Kegiatan berkelanjutan hingga ke desa sampai saat
ini pada waktu posyandu atau pengobatan di lapangan.
Pelatihan IVA dimulai dari tahun 2007 yang diikuti oleh 1 dokter dan 1 bidan
sebagai TOT (Training of Trainer) di Jakarta. Dilanjutkan program pelatihan di
kabupaten yang diikuti 1 dokter dan 3 orang bidan. Sebagai narasumber adalah
tim TOT dari puskesmas dan juga dari pusat. Sekarang SDM yang bertanggung
jawab dalam program tersebut berjumlah 4 orang yaitu 1 Dokter, 1 Perawat dan 2
Bidan, yang mana 2 tenaga kesehatan yang telah dilatih secara resmi dari dinas
yaitu 1 dokter umum dan 1 bidan dan tenaga kesehatan lainnya belum dilakukan
pelatihan secara resmi dari dinas kesehatan, tenaga kesehatan yang belum dilatih
tersebut belajar di lapangan.
Universitas Sumatera Utara
6
Klinik IVA di Puskesmas Tanjung Morawa dibuka setiap hari rabu,sasaran
dalam pemeriksaan IVA yaitu wanita yang berusia 30-50 tahun, yang sudah
melakukan hubungan seksual dan perempuan yang memiliki faktor resiko kanker
serviks. Perempuan yang mendapat hasil test IVA negative harus menjalani
penapisan minimal lima tahun sekali dan yang mendapatkan hasil test IVA positif
dan mendapatkan pengobatan, harus menjalani test IVA berikutnya enam bulan
kemudian.
Puskesmas Tanjung Morawa tidak hanya memberikan pelayanan IVA,
puskesmas tersebut sudah dapat melakukan krioterapi.Dimana krioterapi
dilakukan jika pada saat pemeriksaan IVA ditemukan lesi prakanker dan luas dari
lesi tersbut kurang dari 75% leher rahim tertutup.Sejak tahun 2007-2014 dari
pemeriksaan IVA yang ditemukan lesi prakanker kemudian dilakukan krioterapi
sudah terdapat 5 kasus yang ditemukan dan sudah dinyatakan sembuh.
Sesuai dengan rekomendasi WHO, bahwa keberhasilan kegiatan penapisan
untuk mencegah kanker akan tejadi bila penapisan dapat mencapai minimal 80%
dari populasi yang berisiko, yang berarti 80% dari populasi perempuan berusia
30-50 tahun (KEMENKES, 2013).Jumlah sasaran perempuan usia 30-50 tahun
Puskesmas Tanjung Morawa adalah 80% dari 6448 yaitu berjumlah 5158 orang
yang harus dicapai selama lima tahun dan target selama setahun berjumlah
1032orang, pada 5 tahun pertama dari tahun 2007 – 2012 Puskesmas Tanjung
Morawa sudah mencapai target yaitu 94,86%. Namun pada tahun 2014 yang
melakukan test IVA yaitu 568 orang dari jumlah sasaran dari usia 30 – 50 tahun
yaitu 1032 orang, dengan hasil 2 orang yang terdeteksi IVA positif dan 2 orang
juga dilakukan rujukan.Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan kepada
Universitas Sumatera Utara
7
pemegang program tersebut hambatan yang dirasakan yaitu masih ada masyarakat
yang belum memahami pentingnya pemeriksaan deteksi dini kanker leher
rahimdan juga masih ada wanita yang malu dan merasa tidak perlu untuk
memeriksakan dirinya untuk deteksi dini.
Anggraini (2013) dalam penelitiannya menunjukkan pelaksanaan program
IVA oleh puskesmas induk di wilayah Kota Surabaya didapatkan bahwa
komunikasi, karakteristik dukungan puskesmas dan sikap penanggungjawab
berpengaruh secara langsung terhadap implementasi program IVA. Susanti (2010)
dalam penelitiannya terdapat faktor-faktor yang berhubungan dengan rendahnya
kunjungan IVA di wilayah kerja Puskesmas Halmahera Kecamatan Semarang
adalah tingkat pendidikan, pengetahuan, peran kader, penyuluhan kesehatan dan
dukungan keluarga.Titisari (2013) dalam penelitiannya faktor-faktor yang
berhubungan paling kuat terhadap pelaksanaan program skrining kanker serviks di
Puskesmas Kota Kediri adalah komunikasi dan struktur birokrasi.
Berdasarkan latar belakang diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
yang berjudul Analisis Implementasi Program Deteksi DiniKanker Serviks
Dengan Metode IVAdi Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara
8
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana Analisis Implementasi Program Deteksi Serviks Dengan Metode
IVA di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk menganalisis Implementasi Program Deteksi DiniKanker Serviks
dengan Metode IVA Di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli
SerdangTahun 2015”.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi instansi kesehatan tentang Implementasi
Program Deteksi DiniKanker Serviks dengan Metode IVA Di Puskesmas
Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2015.
2. Sebagai sumber referensi untuk dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai
Analisis Implementasi Program Deteksi Dini Kanker Serviks dengan
Metode IVA Di Puskesmas Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang
Tahun 2015.
Universitas Sumatera Utara