this PDF file Pemanfaatan Dan Penataan Ruang Publik Tepi Pantai Ulee Lheue Kota Banda Aceh | Saragih | Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 3 PB

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):122-131 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10362

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan (JARSP)
Journal of Archive in Civil Engineering and Planning
E-ISSN: 2615-1340
Journal homepage: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JARSP/index

PEMANFAATAN DAN PENATAAN RUANG PUBLIK TEPI PANTAI
ULEE LHEUE KOTA BANDA ACEH
Roni O. Saragiha,*, Izziah Izziahb, Muhammad Isyac
a
Magister Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
b
Jurusan Teknik Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
c
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh
*Corresponding author, email address: sirhanbanua@gmail.com
ARTICLE INFO
Article History:
Recieved 20 January 2018

Recieved in revised form 22 March 2018
Accepted 28 March 2018

Keywords:
Ulee Lheue beach, Spatial Plan, Public
spaces, Random sampling, SWOT analysis

A B S T R A CT
One of the growing areas of Banda Aceh city as a public space is the
coast of the Ulee Lheue beach. This corresponds with the Spatial Plan of
Banda Aceh city in 2009-2029 clauses 58, which are: wheres explained
that development of tourists area and public spaces directed to the
former area of normalization of Krueng Aceh (Pante Riek and
Lambhuk) and Ulee Lheue. This research aims to review the utilization
of Ulee Lheue coast as public space and the optimization of the
arrangement. The research method used is a descriptive method with
mixed method approach. Data collections are done by observation,
questionnaire, and interview. A sample selected with random sampling
technique based on Slovin equation. Questionnaire uses a Likert scale.
Validity and reliability test are used Microsoft Excel. Then conduct

SWOT analysis. The results of the research show that Coastal of Ulee
Lheu beach has a strategic role in shaping the face of tourism city of
Banda Aceh city but still not managed optimally. Improvement of Ulee
Lheue coastal function can be done by rearranging the physical area and
its management by complete supporting facilities and infrastructure and
also disciplinary maintenance so in accordance with its designation as
tourism area and public space.

©2018 Magister Teknik Sipil Unsyiah. All rights reserved

1.

PENDAHULUAN
Kota Banda Aceh yang merupakan ibukota provinsi Aceh adalah salah satu kota di Indonesia yang
berusaha memenuhi kebutuhan ruang publik (public space) sebagai wadah untuk berinteraksi sosial bagi
masyarakatnya. Salah satu lingkungan binaan di wilayah pesisir Kota Banda Aceh yang sedang tumbuh
berkembang sebagai ruang publik adalah tepi pantai Ulee Lheue yang terletak bersisian dengan Jalan
Pelabuhan Baru Ulee Lheue.
Hal ini sesuai dengan Qanun Kota Banda Aceh No. 4 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 Pasal 58 dimana dijelaskan bahwa pengembangan

kawasan wisata dan ruang publik diarahkan pada kawasan bekas normalisasi Krueng Aceh (Pante Riek
dan Lambhuk) dan Ulee Lheue.
Meskipun penetapan kawasan Ulee Lheue sebagai ruang publik telah memiliki landasan hukum,
namun pemanfaatan ruang publik tepi pantai Ulee Lheue terlihat masih belum berfungsi maksimal dan
dikhawatirkan tidak memenuhi standar fungsional sebuah ruang publik. Terdapat beberapa potensi
122

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):122-131 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10362

permasalahan pada tepi pantai Ulee Lheue yang dapat menurunkan kualitas visual, lingkungan dan sosial
ekonomi kawasan, yaitu ketidakteraturan perparkiran, keberadaan Pedagang Kaki Lima (PKL) yang
berjualan di pedestrian dan bahu jalan serta fasilitas umum yang tidak terawat.
Bertolak dari potensi permasalahan tersebut, dapat dilakukan suatu penelitian terhadap pemanfaatan
ruang publik tepi pantai Ulee Lheue. Penelitian juga dilakukan untuk mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan ruang publik tepi pantai Ulee Lheue sebagai landasan merumuskan strategi optimasi tepi
pantai Ulee Lheue sebagai ruang publik Kota Banda Aceh yang memenuhi standar fungsional.
2.

KAJIAN PUSTAKA

Menurut Ditjen Cipta Karya (1997), kota adalah merupakan permukiman yang berpenduduk relatif
besar, luas areal terbatas, pada umumnya bersifat non agraris, kepadatan penduduk relatif tinggi, tempat
sekelompok orang dalam jumlah tertentu dan bertempat tinggal dalam suatu wilayah geografis tertentu,
cenderung berpola hubungan rasional, ekonomis, dan individualistis.
Budiharjo (1991) mendefinisikan tata ruang adalah wujud struktural yang merupakan unsur-unsur
pembentuk zona lingkungan alam, lingkungan sosial dan lingkungan hirarkis serta pola pemanfaatan
ruang yang meliputi lokasi, sebaran pemukiman, tempat kerja, aktifitas industri serta pola penggunaan
lahan lainnya.
Dalam perencanaan ruang kota harus memperhatikan elemen-elemen perancangan kota agar tercipta
keharmonisan sistem rancang kota (urban design). Urban design berkepentingan dengan proses
perwujudan ruang kota yang berkualitas tinggi dilihat dari kemampuan ruang tersebut di dalam
membentuk pola hidup masyarakat urban yang sehat. Untuk itu maka unsur-unsur elemen kota yang
berpengaruh terhadap proses pembentukan ruang harus diarahkan serta dikendalikan perancangannya
sesuai dengan skenario pembangunan yang telah ditetapkan.
Shirvani (1985), mengklasifikasikan elemen urban design dalam 8 (delapan) kategori, yaitu : tata
guna lahan (land use), massa dan bentuk bangunan (building form and massing), sirkulasi dan parkir
(circulation and parking), ruang terbuka (urban open space), jalur pejalan kaki (pedestrian ways),
pendukung kegiatan (activity support), tanda-tanda (signage), preservasi dan konservasi (preservations
and conservations)
Menurut Kusumawijaya (2006), ruang publik adalah ruang atau lahan umum, dimana masyarakat

dapat melakukan kegiatan publik fungsional maupun kegiatan sampingan lainnya yang dapat mengikat
suatu komunitas, baik melalui kegiatan sehari-hari atau kegiatan berkala.
Hakim (2003) mendefiniskan ruang publik adalah tempat atau ruang yang terbentuk karena adanya
kebutuhan akan tempat untuk bertemu ataupun berkomunikasi. Pada dasarnya, ruang publik ini merupakan
suatu wadah yang dapat menampung aktifitas tertentu dari manusia, baik secara individu maupun
kelompok.
Terdapat beberapa kebutuhan dasar yang sebaiknya dipenuhi sebuah ruang publik yang baik (Jacobs,
1996), yaitu :
1. Merupakan tempat berjalan kaki yang nyaman bagi pengguna ruang publik sehingga mendukung
terbentuknya kehidupan sosial sebagai esensi jalan atau ruang publik. Tiga hal utama yang harus
dipertimbangkan adalah peluang untuk dilihat orang lain; peluang untuk melihat orang lain; dan
kemudahan untuk berkomunikasi dengan orang lain, yang dikenal maupun tidak dikenal
sebelumnya.
2. Kenyaman fisik yang disesuaikan dengan kondisi iklim setempat.
3. Kualitas ruang yang mendukung terciptanya ruang yang manusiawi dengan pertimbangan adanya
kompleksitas, kebutuhan akan orientasi, penandaan, dan detail-detail tertentu.
4. Pendefinisian ruang yang baik, secara vertikal maupun horizontal.

123


Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):122-131 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10362

5. Bersifat transparan atau memungkinkan terjadinya akses fisik maupun visual antara ruang satu
dengan yang lain.
6. Ada complementary, baik antar aktifitas atau fungsi maupun antar tatanan fisik yang ada di ruang
publik tersebut.
Keberhasilan suatu ruang publik dapat dikaitkan dengan manajemen yang baik, terdapat 3 (tiga) aspek
penting dari manajemen ruang publik (Project for Public Space, 1994), yaitu :
1. Memperhatikan pelayanan terhadap dalam hal perawatan (maintenance), keamanan (security), dan
manajemen transportasi (transportation management).
2. Menciptakan suatu pasar di pusat kota yang menarik dengan kios penjual eceran yang berkualitas,
program kegiatan, acara-acara, promosi-promosi, pedagang kaki lima, pasar petani, dan coffe shops.
3. Senantiasa meningkatkan desain ruang publik, termasuk pengembangann desain secara menyeluruh
untuk menjamin terintegrasinya fungsi ruang menjadi menerus, disamping meningkatkan ruang publik
yang lain seperti pelebaran trotoar, tempat duduk, pohon-pohon, informasi, kios-kios
Populasi dalam penelitian ini seluruh masyarakat Kota Banda Aceh dan Pedagang Kaki Lima (PKL)
di tepi pantai Ulee Lheue, yang kemudian ditentukan sampel. Menurut Noor (2012) bahwa penentuan
jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin yaitu sebagai berikut:
� = ∑�


∑ ��



(1)

� +1

Keterangan:
N
= Jumlah sampel
∑ � = Jumlah populasi.
α
= tingkat kesalahan yang dipakai 10% atau 0,1.
Metode yang digunakan untuk pengukuran menggunakan skala likert yang memiliki 5 (lima)
jawaban yaitu sebagaimana terlihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kualifikasi dan skor skala likert
No


Kualifikasi

Skor

1

Sangat Setuju (SS)

5

2

Setuju (S)

4

3

Kurang Setuju (KS)


3

4

Tidak Setuju (TS)

2

5

Sangat Tidak Setuju (STS)

1

Sumber: Sugiyono (2010)

Uji reliabilitas instrumen dapat diperoleh dengan menggunakan rumus:
�11 =




+

(2)

��

Keterangan:
r11 = Reliabilitas instrumen
s12 = Varians skor butir belahan pertama
s22 = Varians skor butir belahan kedua
st2 = Varians skor total (Yusrizal, 2016)

124

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):122-131 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10362

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah jika pengkuran dilakukan dalam kondisi yang mirip,
hasilnya akan sama. Interpretasi derajat reliabilitas suatu tes dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Kategori reliabilitas tes
Batasan
,8 < � ≤ ,
,6 < � ≤ ,8
,4 < � ≤ ,6
, < � ≤ ,4
,
Rtabel, sehingga dapat dinyatakan valid. Berdasarkan hasil olah data melalui software Microsoft Excel,
menunjukkan seluruh variabel yang terdapat dalam kuesioner seluruhnya reliabel. Dimana seluruh
variabel di dalam kuesioner telah memiliki nilai Conbrach’s Alpha lebih besar dari 0,6.
4.2. Pembahasan Pemanfaatan Ruang Publik Tepi Pantai Ulee Lheue
Berdasarkan hasil kuesioner, observasi dan wawancara yang telah dilakukan, maka dapat dilakukan
pembahasan. terhadap 4 (empat) faktor strategis yang menjadi landasan dalam melakukan analisis SWOT
terhadap penataan tepi pantai Ulee Lheue, yaitu :

126

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):122-131 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10362

1. Kekuatan, dengan total skor 2.39
a. Kesesuaian pemanfaatan , skor 0.66
Pemanfaatan tepi pantai Ulee Lheue sebagai kawasan wisata dan ruang publik telah sesuai
dengan Qanun Kota Banda Aceh No. 4 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
(RTRW) Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 serta memiliki keunggulan pada lokasi yang
strategis di pusat kota dan menawarkan keindahan panorama pantai.
b. Kemudahan pencapaian, skor 0.58
Tepi pantai Ulee Lheue memiliki sarana dan prasarana jalan yang sangat mendukung
kemudahan pencapaian dengan menggunakan kendaraan roda 2 dan 4.
c. Kenyamanan berekreasi, skor 0.43
Tepi pantai Ulee Lheue memiliki potensi alam yang memberi kenyamanan berekreasi pada
ruang-ruang terbuka di sepanjang pantai.
d. Keberadaan PKL, skor 0.72
PKL sebagai sektor informal tumbuh seiring dengan perkembangan aktifitas rekreasi di tepi
pantai Ulee Lheue dan turut serta dalam menghidupkan kawasan.
2. Kelemahan, dengan total skor 0.37
a. Pemanfatan lahan, skor 0.09
Tepi pantai Ulee Lheue belum memanfaatkan secara maksimal seluruh lahan yang ada,
masih terdapat lahan terbengkalai yang belum dimanfaatkan untuk memenuhi sarana dan
prasarana yang dibutuhkan sebagai kawasan wisata, selain itu keberadaan lahan terbengkalai
ini juga dapat mengurangi keindahan panorama tepi pantai Ulee Lheue.
b. Kenyamanan jalur pedestrian, skor 0.09
Pada jalur pedestrian, telah terjadi pergeseran fungsi menjadi ruang berjualan PKL, hal ini
membuat pejalan kaki harus menjatuhkan pilihan untuk melakukan perjalanan pada badan
jalan sehingga mengurangi keamanan jiwa dan kenyamanan pejalan kaki sendiri serta
pengguna jalan lain.
c. Kelayakan jalur pedestrian, skor 0.09
Jalur pedestrian pada tepi pantai Ulee Lheue belum layak sebagai ruang untuk pejalan kaki
karena luasan yang tidak sesuai standar, kurangnya perawatan terhadap material jalannya
serta belum ramah kaum disabilitas.
d. Penataan area berjualan, skor 0.09
Area berjualan PKL belum tertata dengan baik dan cenderung tumbuh tanpa adanya
ketertiban dalam berjualan sehingga menimbulkan ketidakteraturan, kekumuhan dan kualitas
fisik yang buruk sehingga merusak wajah kawasan tepi pantai Ulee Lheue.
3. Peluang, dengan total skor 1.62
a. Penataan kawasan, skor 0.68
Tepi pantai Ulee Lheue masih memiliki peluang untuk ditata kembali dan dikembangkan
potensi alamnya sehingga memenuhi standar fungsional sebagai kawasan wisata, hal ini
perlu dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan daya tarik kawasan tepi pantai Ulee
Lheue.
b. Potensi PKL, skor 0.26
PKL merupakan pendukung kegiatan yang memberi warna pada aktifitas rekreasi pada tepi
pantai Ulee Lheue sehingga diperlukan kebijakan suatu strategi agar tidak memberi
panorama yang kumuh pada kawasan.
c. Perawatan fasilitas umum, skor 0.33
127

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):122-131 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10362

Perawatan ulang terhadap fasilitas umum tepi pantai Ulee Lheue dapat dilakukan agar dapat
tetap terjaga fungsinya sehingga memberi citra positif terhadap tepi pantai Ulee Lheue
sebagai kawasan wisata.
d. Penataan kembali area berjualan, skor 0.35
Penataan kembali area berjualan PKL akan memberi nilai positif bagi tepi pantai Ulee Lheue
akan memberi ruang bagi pengembangan sektor ekonomi kreatif.
4. Ancaman, dengan total skor 0.44
a. Kelayakan perparkiran, skor 0.08
Perparkiran pada tepi pantai Ulee Lheue belum dimanfaatkan dan dikelola secara optimal
pada lokasi yang seharusnya, sering terjadi parkir di bahu jalan yang disebabkan karena tidak
adanya lahan parkir yang menampung kendaraan pengunjung sehingga sering menimbulkan
ketidakteraturan lalu lintas.
b. Kelayakan area berjualan, skor 0.09
Area berjualan PKL belum direncanakan dengan baik sehingga menyebabkan
ketidakteraturan, kekumuhan dan kualitas fisik yang buruk sehingga merusak wajah
kawasan.
c. Pengelolaan fasilitas umum, skor 0.10
Pengelolaan fasilitas umum pada tepi pantai Ulee Lheue masih kurang dikelola dan
dilakukan perawatan sehingga terkesan terbengkalai, hal ini akan menimbulkan ancaman
bagi kelangsungan iklim wisata pada kawasan tepi pantai Ulee Lheue di masa mendatang.
d. Penertiban area berjualan, skor 0.16
Penertiban area berjualan PKL belum dilakukan secara maksimal, hal ini lambat laun akan
memunculkan permasalahan baru di wisata tepi pantai Ulee Lheu.
4.3. Perumusan Strategi Optimasi Tepi Pantai Ulee Lheue
Dari pembahasan terhadap 4 (empat) faktor strategis, maka dapat dihitung luas dari tiap kuadaran
untuk merumuskan strategi optimasi tepi pantai Ulee Lheue dalam upaya meningkatkan kualitasnya
sebagai ruang publik Kota Banda Aceh seperti pada Gambar 1 dan Tabel 3.
1.62
Opportunity
C

A

III

I

Weakness

Strength

0.37

2.39

-

IV

II

D

B
Threat
0.44
-

Gambar 1 Matriks SWOT

Tabel 4 Penentuan Posisi Strategi
128

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):122-131 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10362

No
1
2
3
4

Kuadran
I
II
III
IV

Luas
(2.39 ;1.62)
(2.39; -0.44)
(-0.37 ; 1.62)
(-0.37 ; -0.44)

Luas Strategi
3.88
S-O
1.05
S-T
0.60
W-O
0.16
W-T

Dari hasil perhitungan luas masing-masing kuadran membuktikan bahwa posisi analisis SWOT atas
manajemen strategi terletak di posisi kuadran I dengan nilai 3.88, sehingga dapat diterapkan strategi S-O
atau strategi agresif (strategi bertumbuh).
Strategi agresif merupakan pertemuan antara elemen kekuatan dan peluang sehingga memberikan
kemungkinan bagi tepi pantai Ulee Lheue sebagai ruang publik Kota Banda Aceh untuk bisa ditata lebih
baik lagi.
1. Memperkuat tata guna lahan (land use) tepi pantai Ulee Lheue sebagai kawasan wisata dengan
mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) sebagai turunan dari RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029
yang mempertegas fungsi kawasan dan melaksanakannya sebagai guidelines secara disiplin.
2. Melakukan koordinasi antar instansi terkait dalam menata secara fisik maupun manajemen
pengelolaan tepi pantai Ulee Lheue menjadi sebuah kawasan wisata terpadu Ulee Lheue dengan
mengoptimalkan ketersediaaan lahan yang ada dengan melakukan perencanaan teknis kawasan
terhadap area-area dalam kawasan tepi pantai Ulee Lheue untuk memaksimalkan potensi
peruntukan setiap area, seperti area parkir, area kuliner, area rekreasi, dan area servis.
3. Melakukan pengelolaan tepi pantai Ulee Lheue sebagai kawasan wisata secara terpadu dan
berkelanjutan, yaitu memperhatikan keseimbangan lingkungan alam dan buatan, menghindari
dampak buruk sosial dengan melakukan kajian AMDAL, dan upaya-upaya partisipasi dalam
pengambilan keputusan.
4. Memecahkan kepadatan lalu lintas kendaraan bermotor akibat on street parking dengan
menyediakan kantong-kantong perparkiran pada zona dan jarak tertentu yang disesuaikan dengan
tujuan kunjungan dari pengunjung sehingga memudahkan sirkulasi dan parkir (circulation and
parking). Hal ini dapat dilakukan, selain untuk mengurangi kemacetan juga untuk mendapatkan
restribusi dari perparkiran yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan kawasan.
5. Meningkatkan kualitas ruang terbuka (open space) tepi pantai Ulee Lheue sebagai kawasan wisata
dengan melakukan pembangunan terhadap fisik kawasan oleh dinas teknis terkait dengan
melengkapi sarana dan prasarana umum sebagai pendukung kegiatan (activity support) dalam
menyokong kegiatan rekreasi dalam kawasan dan melakukan maintenance secara berkala.
6. Meningkatkan keamanan kawasan dari perbuatan yang tidak baik serta memberi kenyamanan
masyarakat berekreasi dengan memasang CCTV di tiap titik strategis dalam kawasan yang
terkoneksi dengan aparat keamanan.
7. Meningkatkan kebersihan kawasan dengan melakukan sosialisasi kebersihan kepada Pedagang
Kaki Lima (PKL) dan pengunjung, menempatkan tempat sampah di tiap titik strategis, serta
melakukan pengangkutan sampah secara teratur oleh armada pengangkut sampah.
8. Meningkatkan kenyamanan pengunjung dengan melengkapi jalur pedestrian dengan bangku,
tempat sampah serta menanam pohon sebagai buffer dan estetika pada zona-zona konsentrasi
pengunjung yang disesuaikan dengan luasan zona dan fungsinya.
9. Mengoptimalkan walkabilitas jalur pejalan kaki (pedestrian ways) dengan merencanakan luasannya
sesuai dengan standar pergerakan manusia, bernuansa rekreatif sehingga nyaman (comfortable)
serta memberi guiding block untuk disabilitas dan setiap ada pertemuan jalur pedestrian harus
landai untuk memudahkan kaum disabilitas.
10.Menata ulang secara teknis Pedagang Kaki Lima (PKL) makanan yang berjualan di atas jalur
129

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):122-131 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10362

pedestrian yang memiliki potensi sebagai pendukung kegiatan (activity support) pada tepi pantai
Ulee Lheue dengan melakukan revitalisasi dengan menempatkan PKL pada area khusus berjualan
atau dengan membangun skywalk diatas pedestrian sehingga potensi menikmati panorama pantai
sembari berkuliner tidak hilang.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah :
1. Tepi pantai Ulee Lheue seperti yang tertuang dalam Qanun Kota Banda Aceh No. 4 Tahun 2009
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 Pasal 58
memiliki peran yang strategis dalam membentuk wajah pariwisata Kota Banda Aceh namun dalam
pemanfaatannya masih belum dikelola dikelola secara maksimal sebagai perwujudan wajah
pariwisata Kota Banda Aceh.
2. Terjadi pengurangan fungsi sebagai kawasan wisata dan ruang publik pada tepi pantai Ulee Lheue
disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :
a. Belum maksimalnya pemanfaatan lahan dalam memenuhi sarana dan prasarana yang dibutuhkan
sebagai kawasan wisata.
b. Masih terjadinya pencampuradukan fungsi fasilitas kawasan.
c. Belum lengkapnya fasilitas umum sehingga mengurangi kenyamanan berekreasi.
d. Tidak maksimalnya maintenance fasilitas umum yang telah terbangun sehingga terkesan
terbengkalai.
3. Peningkatan fungsi kawasan dengan merumuskan strategi optimasi penataan tepi pantai Ulee Lheue
dinilai sangat penting dilaksanakan karena akan memberi citra positif tehadap posisi kawasan Ulee
Lheue sebagai ruang publik dan kawasan wisata yang strategis di tengah Kota Banda Aceh.
4. Berdasarkan analisis SWOT, dapat disimpulkan bahwa :
a. Perlu adanya Peraturan Daerah (Perda) sebagai turunan dari RTRW Kota Banda Aceh 2009-2029
yang mempertegas fungsi kawasan dan melaksanakannya sebagai guidelines secara disiplin.
b. Peningkatan fungsi ruang publik tepi pantai Ulee Lheue dapat dilakukan dengan cara menata ulang
tepi pantai Ulee Lheue sebagai kawasan wisata terpadu dengan melengkapi kawasan dengan sarana
dan prasarana yang mendukung serta melakukan maintenance secara disiplin.
c. Melakukan perbaikan manajemen pengelolaan dan pengawasan dalam penataan dan pengembangan
tepi pantai Ulee Lheue sesuai dengan peruntukannya sebagai kawasan wisata dan ruang publik Kota
Banda Aceh.
5.2. Saran
Saran yang dapat diberikan berdasarkan hasil dari penelitian ini adalah :
1. Pentingnya suatu langkah strategis dengan menyatukan persepsi berbagai pihak yang terkait dalam
memanfaatkan dan menata ruang publik tepi pantai Ulee Lheue yang yang memenuhi standar
fungsional sehingga tepi pantai Ulee Lheue bisa dimanfaatkan secara maksimal sebagai ruang
publik yang rekreatif, nyaman, aman, menarik bagi warga serta memperkuat karakter dan wajah
Kota Banda Aceh.
2. Pemerintah melalui lembaga atau instnasi terkait harus konsekuen dalam menata tepi pantai Ulee
Lheue dengan memiliki dokumen perencanaan (masterplan) sebagai landasan dan acuan secara
teknis dan detail dalam pelaksanaan pembangunan kawasan wisata dan ruang publik pada tepi
pantai Ulee Lheue.
3. Pemberdayaan dan keterlibatan seluruh stakeholder, yaitu masyarakat sebagai pengguna ruang
publik, pihak swasta yang berkepentingan, dan peran pemerintah harus ditingkatkan sehingga
penataan tepi pantai Ulee Lheue yang telah dilakukan dapat berjalan dengan optimal dan
130

Jurnal Arsip Rekayasa Sipil dan Perencanaan 1(1):122-131 (2018)
DOI: 10.24815/jarsp.v1i1.10362

berdampak positif bagi masyarakat Kota Banda Aceh.
6. DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2009, Placemaking on the Providence Waterfront, Project for Public Spaces
Anonim, 2014, Pedoman Pemanfaatan Ruang Tepi Pantai di Kawasan Perkotaan, Departemen
Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang, Jakarta
Anonim, 2014, Statistik Banda Aceh 2014, Banda Aceh
Branch, M. C., 1995, Perencanaan Kota Komprehensif: Pengantar dan Penjelasan, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Budihardjo, E., 1991, Arsitektur dan Kota di Indonesia, Bandung, Alumni.
Carr, S., 1992, Environment and Behavior Series. Publik Space, Cambridge University Press
Departemen Pekerjaan Umum Direktorat Jenderal Penataan Ruang, 2014, Pedoman Pemanfaatan Ruang
Tepi Pantai di Kawasan Perkotaan, Jakarta.
Etiningsih, E., 2016, Fungsi Taman Kota Sebagai Ruang Publik (Studi Di Taman Merdeka Kota Metro),
Universitas Lampung, Bandar Lampung
Haryanti, D.T., 2008, Kajian Pola Pemanfaatan Ruang Terbuka Publik Kawasan Bundaran Simpang
Lima Semarang, Universitas Diponegoro, Semarang
Nazir, M., 2003, Metode Penelitian, Penerbit Swadaya, Jakarta
Pemerintah Kota Banda Aceh, 2009, Qanun Kota Banda Aceh Nomor 4 Tahun 2009 tentang Rencana
Tata Ruang Wilayah Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029, Banda Aceh.
Rangkuti, F., 2005, Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis, PT. Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods), Alfabeta, Bandung
Thaif, M.Y., 2012, Arahan Pengembangan Kawasan Ruang Publik Pantai Losari, Universitas Komputer
Indonesia, BandungWibisono. C. 1989. Anatomi dan Profil Konglomerat Bisnis Indonesia.
Management dan Usahawan Indonesia, Desember.
Yusrizal, 2016. Pengukuran & Evaluasi Hasil dan Proses Belajar. Pale Media Prima, Yogyakarta

131