LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK REKRISTA

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK
REKRISTALISASI
Tujuan : Mempelajari teknik rekristalisasi senyawa organik.
Pendahuluan
Memperoleh suatu senyawa kimia dengan tingkat kemurnian yang tinggi
merupakan hal yang sangat diharapkan dalam kepentingan kimiawi. Metode yang
digunakan untuk mendapatkan suatu senyawa murni diantaranya yaitu
rekristalisasi. Metode rekristalisasi pada dasarnya mempertimbangkan perbedaan
daya larut dalam pengotor atau dalam suatu pelarut tertentu.
Rekristalisasi merupakan suatu metode pemurnian senyawa padatan yang
dihasilkan dari reaksi-reaksi organik akibat pemanasan pada suhu kritis.
Pemurnian penting dilakukan untuk mendapatkan zat padat yang diinginkan.
Prinsip rekristalisasi adalah perbedaan kelarutan zat pengotornya akibat pelepasan
pelarut dari zat terlarutnya. Rekristalisasi dapat dilakukan dengan cara melarutkan
sampel ke dalam pelarut yang sesuai kemudian dikristalkan kembali dengan cara
dipanaskan kemudian didinginkan, hal ini bergantung pada kelarutan zat dalam
pelarut tertentu saat suhu ditingkatkan. Konsentrasi impuritif yang rendah dapat
terjadi saat suhu diturunkan namun pada konsentrasi tinggi akan mengendap.
Rekristalisasi dapat digunakan untuk pemurnian zat cair dan zat padat yang saling
larut dan hasil kemurniannya dapat mencapai 100% (Arsyad, 2001).
Kemurnian suatu zat ditentukan oleh beberapa sifat fisiknya yaitu tekanan

uap, densitas, titik leleh, titik didih dan kelarutan. Kelarutan adalah sifat zat padat
apabila berhadapan dengan zat cair yang berfungsi sebagai pelarut. Jumlah zat
yang bisa larut dalam sistem pada temperatur tertentu adalah spesifik
(Svehla, 1979).
Metode rekristalisasi terdapat beberapa tahap, yang pertama yaitu pemilihan
pelarut. Pelarut yang baik adalah pelarut yang pemurniannya hanya larut sedikit
pada suhu kamar tetapi sangat larut pada suhu yang lebih tinggi, misal pada titik
didih pelarut itu. Pelarut harus mudah menguap, sehingga dapat dipisahkan secara
mudah dari materi yang dimurnikan. Titik didih pelarut harus lebih rendah dari
titik leleh padatan untuk mencegah pembentukan minyak (Keenan,1992).
Tahapan yang kedua yaitu kelarutan senyawa padat dalam pelarut

panas.Padatan yang akan dimurnikan dilarutkan dalam sejumlah minimum pelarut
panas. Pelarut ditambahkan dengan jumlah sedikit saat mencapai titik didih
sampai terlihat bahwa tidak ada tambahan materi yang terlarut lagi. Tahapan yang
ketiga penyaringan larutan. Larutan jenuh yang telah dipanaskan selanjutnya
disaring menggunakan kertas saring yang ditempatkan dalam suatu corong. Tahap
selanjutnya adalah kristalisasi. Filtrat hasil penyaringan selanjutnya dibiarkan
kering. Zat padat murni akan memisah sebagai kristal. Kristalisasi sempurna jika
kristal yang terbentuk banyak. Larutan harus dalam keadaan jenuh karena jika

larutan telah mencapai derajat saturasinya, maka di dalam zat padat akan
terbentuk zat padat kristal. Apabila kristalisasi tidak terbentuk selama pendinginan
filtrat dalam waktu cukup lama maka larutan harus dibuat lewat jenuh. Tahap
yang terakhir yaitu, pemisahan dan pengeringan kristal. Kristal dipisahkan dari
larutan induk dengan penyaringan. Penyaringan umumnya dilakukan dibawah
tekanan menggunakan corong Buchner. Kristal yang telah tersaring dicuci dengan
pelarut dingin murni untuk menghilangkan kotoran yang menempel. Kristal
kemudian dikeringkan dengan menekan kertas saring atau dioven (Keenan, 1992).
Material Safety Data Sheet (MSDS)
1. Asam benzoat
Asam benzoat memiliki rumus molekul

C6 H 5 COOH . Asam benzoate

memiliki sifat fisik dan sifat kimia berbentuk padat, memiliki berat molekul
122,12 g/mol, berat jenisnya 1,26 g/ cm 3 , titik didihnya 249,2



dan titik


leleh 122,4 C. Asam benzoat sedikit larut dalam air dingin. Asam benzoat
berbahaya pada kasus kontak dengan mata, kulit, menelan, dan menghirup.
Pertolongan pertama saat terkena mata yaitu dibasuh dengan air mengalir minimal
selama 15 menit
(Anonim, 2016).
2. Aseton
Aseton merupakan bahan kimia cair dengan rumus molekul C3H6O. Aseton
memiliki aroma seperti buah dan memiliki rasa yang manis serta tidak berwarna.
Aseton memiliki berat molekul 58,08 g/mol, titik didih 56,2 C (133,2 F) dan
titik leleh -95,35 C (-139,6 F). Aseton mempunyai tekanan uap 24 kPa pada
suhu 20 C. Aseton larut dalam air dingin maupun air panas. Aseton bersifat

reaktif terhadap agen oksidasi, agen reduksi, asam dan alkali. Potensi bahaya
kesehatan pada aseton adalah terjadinya iritasi pada mata, kulit, bagian pernafasan
maupun pencernaan jika terkena kontak secara terus menerus dan dalam waktu
yang lama. Mata yang terkena kontak serius harus dibasuh dengan air selama 15
menit, perhatian medis harus segera didapatkan dalam kasus ini (Anonim, 2016).
3. Aquades
Aquades merupakan senyawa kimia yang mempunyai rumus molekul H2O.

Aquades mempunyai sifat fisik dan kimia berbentuk cair, tak berwarna dan tak
berbau. Aquades memiliki berat molekul 18.02 g/mol. Titik didih aquades adalah
100 C (212F) dan pH 7 (netral). Bahan kimia ini memiliki berat jenis 1, dan
tekanan uap 2.3 kPa pada suhu 20 C. Bahan ini tidak bersifat korosif atau
merusak baik untuk kulit, mata, pernafasan maupun pencernaan (Anonim, 2016).
4. Etanol
Etanol memiliki rumus kimia adalah CH3CH2OH. Etanol memiliki sifat fisika
dan kimia berwujud cair, barbau seperti alkohol, dan tidak berwarna. Etanol
memiliki titik didih sebesar 78,5 C, titik leleh -114,1 C, berat jenis 0,789 dan
tekanan uap 5,7 kPa. Etanol mudah larut dalam air dingin dan air panas. Etanol
berbahaya untuk kulit, mata, menelan dan inhalasi. Penanganan pertama saat
tertelan diusahakan tidak memaksakan memuntah kecuali diarahkan oleh tenaga
medis. Pakaian ketat dikendurkan seperti kerah, dasi dan ikat pinggang
(Anonim, 2106).
5. Heksana
Heksana memiliki rumus molekul

C6 H 14 . Heksana mempunyai sifat fisik

dan sifat kimia berbentuk cair dan berbau seperti bensin. Heksana memiliki berat

molekul 86,18 g/mol, berat jenisnya 0,66 g/ cm 3 , dan titik didihnya 86

℃ .

Bahan ini Larut dalam dietil eter, aseton dan tidak larut dalam air dingin, air
panas. Heksana berbahaya pada kasus kontak dengan mata, kulit, menelan, dan
menghirup. Pertolongan pertama saat terkena mata yaitu dibasuh dengan air
mengalir minimal selama 15 menit (Anonim, 2016).
6. Toulena
Toulena memiliki rumus kimia C 7H8. Toluena berwujud cair, tidak berwarna,
tidak berbau dan tidak berasa. Berat molekul toluene adalah 92,14 g/mol. Titik
didih toulena adalah 110,6ᵒC dan titik leburnya -95ᵒC. Kerapatan uap toluene

adalah 4,5. Identifikasi bahaya dari toulena sangat berbahaya saat terkontak
dengan mata, kulit, menlan dan inhalasi. Tindakan pertolongan pertama saat
terkontak dengan mata yaitu segera bilas mata dengan air mengalir selama
minimal 15 menit (Anonim, 2016).
7. Asam Salisilat
Asam salisilat memiliki rumus kimia C7H6O3. Asam salisilat berwujud padat,
berwarna putih dan tidak berbau. Berat molekul asam salisilat adalah 138,12

g/mol. Titik didih asam salisilat adalah 211ᵒC dan titik leburnya 159ᵒC.
Identifikasi bahaya dari asam salisilat sangat berbahaya saat terkontak dengan
mata, kulit, menelan dan inhalasi. Tindakan pertolongan pertama saat terkontak
dengan mata yaitu segera bilas mata dengan air mengalir selama minimal 15
menit (Anonim, 2016).
8. Asetanilida
Asetanilida mempunyai rumus kimia yaitu CH 3CONHC6H5. Asetanilida
mempunyai sifat fisik berbentuk padat dan berat molekulnya yaitu 135,16 g/mol.
Titik didih asetanilida yaitu 304ᵒC dan titik lelehnya yaitu 114,3ᵒC. asetanilida
berbahaya untuk kulit, mata, menelan dan inhalasi. Penanganan pertama saat
tertelan diusahakan tidak memaksakan memuntah kecuali diarahkan oleh tenaga
medis. Pakaian ketat dikendurkan seperti kerah, dasi dan ikat pinggang
(Anonim, 2016).
Prinsip Kerja
a. Pemilihan pelarut
Sampel yang ditambahkan dengan berbagai larutan digunakan untuk
mengidentifikasikan pemilihan pelarut yang larut atau tidak saat dicampurkan.
b. Rekristalisasi sampel
Penambahan pelarutan yang sudah diidentifikasi kelarutannya dilakukan
kristalisasi untuk mengetahui nilai titik leleh sampel.

Alat
Tabung reaksi, mortar dan alu, pipet mohr 5 mL, pipet tetes, penangas air,
erlenmeyer, corong, kapas dan timbangan.
Bahan
Asam salisilat, asam benzoate, asetanilida, etanol 95%, etil asetat, aseton, nheksana, toluen, aquades dan norit.
Prosedur Kerja

a. Pemilihan Pelarut
Sampel yang sudah dihaluskan sebanyak 0,05 g dimasukkan dalam 6 tabung
reaksi. Ditambahkan 2 mL akuades, etanol 95%, atil asetat, aseton, toluen, dan
heksana pada masing-masing tabung yang berisi sampel, kemudain tabung reaksi
digoyang dan diamati apakah sampel tersebut larut dalam pelarut atau tidak.
b. Rekristalisasi Sampel Unkown
Sampel unkown sebanyak 0,05 g dimasukkan kedalam erlemeyer lalu ditambahlan
pelarut seperti prosedur pertama. Campuran tersebut dipanaskan sambil
menggoyangkan tabung reaksi hingga semua padatan larut. Jiak padatan tidak
larut, ditambahkan lagi sebanyak 0,5 mL dan dilanjutkan pemanasan. Setiap
penambahan pelarut selalu diamati apakah lebih banyak padatan yang terlarut atau
tidak, jika tidak banyak padatan yang tidak larut kemungkinan karena adanya
pengotor.


Larutan

panas

tersebut

disaring

melewati

penyaring

untuk

menghilanhkan pengotor atau menggunakan karbon aktif. Jika tidak terdapat
partikel pengotor, maka Erlenmeyer yang telah dipanaskan ditutup dan
membiarkan filtrat atau larutan menjadi dingin. Untuk menyempurnakan proses
kristalisasi, Erlenmeyer dimasukkan kedalam ice bath dan diamati pembentukan
kristalnya.

Alokasi Waktu
No

Perlakuan

Waktu

.
1.
Preparasi alat dan bahan
2.
Pemilihan pelarut
3.
Rekristalisasi sampel
Data dan Perhitungan

10 menit
30 menit
90 menit


a. Data
Pemilihan pelarut
Keterangan
Sampel

Pelarut
Aseton
Etanol

Pengamatan
saat

L

A

Pemananasan




TL

-

L

TL

pemanasan
 Terbentuk

-

kristal
-

-

n-heksana

 Tidak ada



kristal
Etil asetat



Aquades

-

toluena

B



Etanol








Aquades

-

toluena








-

Tidak ada

-

kristal
Tidak ada

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-





-

Etil asetat

-



Aseton

n-heksana

-

kristal
 Terbentuk

-



-

kristal
-

-











-

Tidak ada
kristal
Tidak ada
kristal

Rekristalisasi sampel unknown
Sampel

Pelarut

A

Akuades

Keterangan
L
-

Pemananasan

TL


L






TL
-

Pengamatan

Proses

Pelarut

pendinginan
Terbentuk

berkurang

kristal

b. Perhitungan
Rekristalisasi sampel unknown





Berat sampel awal = 0.05 gram
Berat kertas saring = 0.278 gram
Berat Kertas Saring + sampel setelah proses rekristalisasi = 0.307 gram
Titik lebur = 160 oC

Hasil recovery (rendemen) rekristalisasi:
Massa kristal aspirin = 0.029 gram

% rendemen sampel =

massa ak hir kristal sampel
massa awal kristal sampel

0.029 gram
0.05 gram

=

× 100 %

× 100 %

= 58 %
% pengotor dalam rendemen sampel =100 % = 100% -

0.029 gram
0.05 gram

massa ak hir sampel
massa awal sampel

× 100 %

× 100 %

= 100% - 58% = 42%
Hasil
Sampel
A

Akuades
Tidak
larut

Etanol

Etil asetat

Larut

Larut

-

-

Aseton

Toluena

Heksana

Larut

Tidak

Tidak

sebagian

larut

larut

Gambar
(sebelum
dipanaskan)

Dipanaskan

Larut

Tidak
larut

larut

Tidak
larut

Pembentuka
n Kristal
(didinginka

Terbentuk
kristal

-

-

n)
Pelarut yang
baik
B
Dipanaskan


Tidak
larut
larut

Tidak

Tidak

ada

ada

kristal

kristal

-

-

-

Larut

Larut

Larut

-

-

-

Tidak

Tidak

larut
larut

larut
Tidak

larut

Gambar
(sebelum
dipanaskan)

Pembentuka
n Kristal
(didinginka

Tidak
Terbentuk

n)
Pelarut yang
baik

-

-

-

kristal


terbentuk

-

kristal
-

-

-

-

-

Rekristalisasi sampel unknown
perlakuan
sampel
unknown

+ 1 mL

dipan

didinginka

Sisa

Titik

akuades

askan

n

sampel

leleh

Tidak larut

Larut

0.029 gram

160 oC

Terbentuk
kristal

Pembahasan
Percobaan keempat yaitu mengenai kristalisasi. Kristalisasi merupakan
pemurnian zat padat dari campuran atau pengotornya dengan cara mengristalkan
kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang cocok. Tujuan
dilakukan percobaan ini yaitu mempelajari teknik kristalisasi senyawa organik
melalui dua tahap. Tahapan yang pertama yaitu pemilihan pelarut dan yang kedua
yaitu rekristalisasi sampel unknow.
Percobaan yang pertama adalah pemilihan pelarut menggunakan akuades,
etanol, aseton, etil asetat, toluen dan heksana sebagai pelarut. Sampel yang
digunakan ada dua, yaitu sampel A dan sampel B. Hasil yang didapatkan saat

sampel A dicampurkan dengan pelarut etanol, etil asetat dan aseton adalah larut.
Hal ini terjadi karena pelarut dan sampel bersifat polar sehingga kelarutannya
sangat tinggi pada suhu ruang. Pelarut akuades saat ditambahkan dengan sampel
A hanya larut sebagian karena larutan mengalami kejenuhan sebab perbandingan
antara pelarut dengan sampel tidak seimbang, sedangkan pada toluena dan
heksana sampel A tidak dapat larut dikarenakan toluena dan heksana adalah
senyawa yang bersifat nonpolar. Prosedur kerja selanjutnya adalah pemanasan.
Pemanasan bertujuan agar proses kelarutannya dapat dipercepat dan dilakukan
pada hasil yang tidak laut. Hal tersebut disebabkan pada suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik partikel-partikelnya sehingga tumbukan antar
partikel sering terjadi. Pemanasan dilakukan pada sampel yang yang tidak larut
pada suhu ruang yaitu akuades, toluena dan n-heksana. Prosedur selanjutnya yaitu
pembentukan kristal. Kristal yang terbentuk setelah dilakukan pendinginan hanya
ada pada pelarut akuades dan toluena, namun kristal yang paling banyak terdapat
pada akuades. Hal ini didapatkan hasil bahwa akuades merupakan pelarut yang
baik bagi sampel A.
Pemilihan pelarut yang kedua menggunakan sampel B, dimana hassil yang
didapatkan dari sampel B sama dengan hasil dari sampel A, yaitu sampel B larut
pada saat dicampurkan dengan pelarut etanol, etil asetat, dan aseton sedangkan
tidak larut saat sampel B dicampurkan dengan pelarut akuades, toluena dan
heksana. Hasil yang tidak larut kemudian dilakukan pemanasan yang tujuannya
untuk mempercepat proses kelarutan, hal ini disebabkan pada suhu tinggi dapat
meningkatkan energi kinetik partikel-partikelnya sehingga tumbukan antar
partikel sering terjadi. Tahap selanjutnya yaitu pendinginan yang menghasilkan
kristal. Kristal yang dihasilkan hanya pada pelarut akuades dan toluena dengan
kristal didalam akuades yang paling banyak dibandingkan dengan kristal didalam
toluena. Sampel A dan sampel B yang sudah dicampurkan dengan berbagai
macam pelarut dapat ditarik kesimpulan bahwa pelarut yang baik untuk sampel A
dan sampel B adalah akuades.
Percobaan yang kedua yaitu rekristalisasi menggunakan sampel unknow
sebanyak 0,05 gram dengan pelarut yang digunakan adalah akuades. Akuades
dipilih sebagai pelarut dalam percobaan kedua ini karena telah dibuktikan pada

percobaan pertama bahwa pelarut yang baik adalah akuades. Tahap selanjutnya
yaitu pemanasan yang tujuannya untuk mempercepat proses kelarutan, setelah
sampel larut saat pemanasan kemudian dilakukan penyaringan menggunakan
kertas saring dan diletakkan di gelas beker, hal ini bertujuan untuk menyaring
pengotor yang ada dalam campuran tersebut. Penyaringan dilakukan saat
campuran tersebut dalam keadaan panas agar belum ada kristal yang terbentuk
saat penyaringan berlangsung. Tahap selanjutnya adalah mendinginkan filtrat
dalam suhu ruang sebelum dimasukkan kedalam icebath, hal ini bertujuan agar
Kristal yang didapatkan saat dimasukkan kedalam icebath berbentuk besar-besar,
namun kesalahan yang kami lakukan saat praktikum berlangsung adalah langsung
memasukkan filtrat tersebut kedalam icebath sehingga kristal yang kami dapatkan
berukuran kecil dan sedikit. Tahap selajutnya setelah dimaukkan kedalam icebath
yaitu penyaringan kembali untuk mendapatkan kristal yang diinginkan
menggunakan kertas saring yang sebelumnya sudah ditimbang terlebih dahulu.
Massa kertas saring sebelum penambahan kristal yaitu 0,278 gram, setelah
dilakukan penyaringan kristal dan kertas saring tersebut dimaukkan kedalam oven
dengan tujuan untuk menghilangkan sisa akuades agar kertas saring menjadi
kering dan mempermudah untuk menimbang. Massa yang didapatkan setelah
penambahan kristal atau massa total yaitu 0,307 gram, hal ini didapatkan bahwa
massa awal kertas saring dikurangi massa kedua kertas saring setelah penambahan
kristal, jadi didapatkan massa dari kristal yaitu 0,029 gram. Randemen yang
didapatkan dari hasil tersebut yaitu 58% dengan pengotor 42%. Tahapan yang
terakhir yaitu menghitung melting point. Kristal yang berada dalam kertas saring
dimasukkan kedalam alat penentu titik leleh yang berbentuk seperti jarum, lalu
jarum tersebut dimasukkan kedalam alat pemanas untuk dilihat berapa nilai suhu
dari titik lelehnya. Suhu yang digunakan adalah suhu yang rendah agar dapat
mempermudahkan pengamatan dalam menentukan suhu titik lelehnya, diamati
suhunya sampai zat tersebut meleleh menjadi cairan. Penentuan titik leleh dari
sampel dapat dilihat dari pertama kali sampel tersebut mencair pada suhu tertentu
bukan pada saat semua sampel mencair. Hasil percobaan diperoleh bahwa titik
leleh sampel tersebut yaitu 160°C, sedangkan menurut referensi literature pada
sciencelab menunjukkan bahwa titik leleh dari sampel A atau asam salisilat adalah

159°C.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa rekristalisasi
adalah suatu teknik pemisahan zat padat dari pencemarnya yang dilakukan dengan
cara mengkristalkan kembali zat tersebut setelah dilarutkan dalam pelarut yang
sesuai. Prinsip dasar dari rekristalisasi adalah pelarut hanya dapat melarutkan zat
yang akan dimurnikan dan tidak melarutkan zat pencemarnya. Pelarut yang cocok
untuk sampel unknow adalah akuades. Nilai randemen yang diperoleh sebesar
58% dan titih leleh diperleh sebesar 160°C.
Referensi
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Aceton [Serial Online]
https://www.sciencelab.com/MSDS.php?

msdsId:

9927062.

Diakses

tanggal 30 Oktober 2016.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Asetanilida [Serial Online]
https://www. sciencelab.com/MSDS.php? msdsId: 9927060. Diakses
tanggal 30 Oktober 2016.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Aquades [Serial Online]
https://www. sciencelab.com/MSDS.php? msdsId: 9927321. Diakses
tanggal 30 Oktober 2016.
Anonim.2016.Material Safety Data Sheet of Benzoate Acid [Serial Online]
https:// www.sciencelab.com/MSDS.php? msdsId: 9927413. Diakses
tanggal 30Oktober 2016.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Etanol [Serial Online]
https://www.

sciencelab.com/MSDS.php?

msdsId:9923955.

Diakses

tanggal 30 Oktober 2016.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Etil Asetat [Serial Online]
https://www. sciencelab.com/MSDS.php? msdsId: 9927165. Diakses
tanggal 23 Oktober 2016
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Hexene [Serial Online] https://www.
sciencelab.com/MSDS.php? msdsId: 9927187. Diakses tanggal 30 Oktober
2016.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Salisilat Acid [Serial Online]

https://www. sciencelab.com/MSDS.php? msdsId: 9927249. Diakses
tanggal 30 Oktober 2016.
Anonim. 2016. Material Safety Data Sheet of Toluene [Serial Online]
https://www. sciencelab.com/MSDS.php?msdsId:9926463. Diakses tanggal
30 Oktober 2016.
Arsyad, M., Natsir. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta:
Gramedia.
Keenan, Charles W,. 1992. Kimia Untuk Universitas Jilid 2. Jakarta : Erlangga.
Svehla, G,. 1979. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro Jilid I Edisi Kelima. Jakarta : PT. Kalman Media Pustaka.
Saran
Seharusnya saat praktikum menyaring kristal menggunakan kertas saring
dilakukan dengan hati-hati agar kristal yang bercampur dengan akuades tidak ikut
terbuang.
Nama Praktikan :
Umi Jayanti (151810301034)