LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNIK ANALISA S

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNIK ANALISA SAMPEL
ASAM AMINO

Oleh
NAMA

: ANGELIA ASTRIA

NIM

: 31160048

PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS BIOTEKNOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2017

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang
Protein merupakan salah satu bio-makromolekul yang sangat penting peranannya
dalam tubuh mahluk hidup. Protein dapat menjadi pengendali jalur dan waktu metabolisme
yang kompleks untuk menjaga kelangsungan kehidupan suatu organisme. Protein
merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O dan N dalam
ikatan kimia.
Protein memiliki peranan yang tidak kalah penting dengan karbohidrat dan lemak
sehinga untuk memenuhi kebutuhan akan protein di dalam tubuh maka didapat dari salah
satunya adalah bahan makanan. Contoh bahan makanan yang kaya akan protein adalah
tempe dan susu, tempe merupakan sumber protein habati sedangkan susu merupakan
sumber protein hewani.
Bahan- bahan makanan tersebut tentunya mengandung protein dan asam amino yang
berbeda-beda dan fungsinya berbeda bagi tubuh mahluk hidup. Oleh karena itu, dilakukan
teknik analisa protein dan asam amino untuk mengidentifikasi protein dan asam amino
serta menentukan kandungan protein dan asam amino pada bahan tersebut.
B. Tujuan
1. Identifikasi jenis asam amino yang terdapat dalam suatu ekstrak asam amino secara
kromatografi lapis tipis.
2. Menentukan kandungan asam amino dari suatu ekstrak asam amino.
3. Menentukan kadar protein yang terdapat dalam sampel protein nabati dan sampel

protein hewani.

BAB II
LANDASAN TEORI
Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya.
Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus
karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi
penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan
ribosom dan tRNA. Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan bagian
gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan bagian gugus amina
asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk
dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul air
dikatakan disebut dalam bentuk residu asam amino (Tim Dosen Kimia, 2009).

Reaksi dua asam amino membentuk ikatan peptida.
Asam amino ialah asam karboksilat yang mempunyai gugus amino. Asam amino
yang terdapat sebagai komponen protein mempunyai gugus – NH2 pada atom karbon α
dari posisi gugus – COOH (Poedjiadi, 2006).

Ada beberapa metode analisis asam amino, misalnya metode gravimetri,

kalorimetri, mikrobiologi, kromatografi dan elektroforesis. Salah satu metode yang
banyak memperoleh pengembangan ialah metode kromatografi. Macam-macam
kromatografi ialah kromatografi kertas, krometografi lapis tipis dan kromatografi
penukar ion (Poedjiadi, 1994).

Kromatografi kertas merupakan salah satu jenis kromatografi partisi yaitu
pemisahan beberapa zat berdasarkan perbedaan kelarutan dalam dua pelarut yang tidak
dapat bercampur. Cara melakukan pemisahan dengan kromatografi ini cukup sederhana.
Campuran beberapa asam amino sebagai hasil hidrolisis diteteskan sedikit pada kertas
kromatografi pada titik tertentu dan kemudian ujung kertas dicelupkan ke dalam pelarut
tertentu. Pelarut ini akan naik berdasarkan proses kapilaritas dan akan membawa
senyawa-senyawa dalam campuran tersebut. Asam amino yang mudah larut dalam
pelarut tertentu itu, misalnya pelarut organik, akan terbawa naik lebih jauh dari pada yang
sukar larut. Setelah mencapai bagian atas atau garis akhir, kertas diangkat dari pelarut
dan dibiarkan mengering dengan sendirinya di udara. Dengan proses ini asam-asam
amino akan terpisah satu sama lainnya, dan dengan penyemprotan dengan pereaksi
ninhidrin pada kertas kromatografi tersebut akan tampak noda-noda biru yang
membuktikan adanya asam amino yang terpisah itu. Jarak yang telah ditempuh oleh
suatua asam amino tertentu (b) dibandingkan dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut
dari garis awal sampai garis akhir (a) diberi lambang Rf (Poedjiadi, 2006).

Nilai Rf beberapa asam amino
No

Asam amino

Solven A

Solven B

1

Histidin

0,07

0,69

2

Serin


0,10

0,36

3

Lisin

0,10

0,48

4

Arginin

0,11

0,59


5

Asam glutamat

0,16

0,25

6

Glisin

0,17

0,40

7

Alanin


0,22

0,54

8

Threonin

0,22

0,50

9

Prolin

0,30

0,91


10

Tirosin

0,32

0,64

11

Methionin

0,40

0,80

12

Valin


0,47

0,77

13

Triptofan

0,47

0,83

14

Isoleusin

0,55

0,86


15

Fenilalanin

0,58

0,89

16

Leusin

0,60

0,86

Uji Ninhidrin terjadi apabila ninhidrin dipanaskan bersama asam amino maka akan
terbentuk kompleks berwarna. Asam amino dapat ditentukan secara kuntitatif dengan
jalan menggunakan intensitas warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi asam

amino tersebut. Pada reaksi ini dilepaskan CO2 dan NH4 sehingga asam amino dapat
ditentukan secara kuantitatif dengan mengukur jumlah CO2 dan NH3 yang dilepaskan.
Prolin dan hidroksi prolin menghasilkan warna kompleks yang berbeda warnanya dengan
asam amino lainnya. Kompleks berwarna yang terbentuk mengandung dua molekul
ninhidrin yang bereaksi dengan ammonia yang dilepaskan pada oksidasi asam amino.
Hasil uji positif pada uji ninhidrin diberikan pada asam amino yang mengandung asam
α-amino dan peptida yang memiliki gugus α-amino yang bebas (Bresnick, 2004).
Kandungan protein ditentukan dengan metode Lowry Folin – ciocalteu, Pereaksi
Folin-Ciocalteu merupakan larutan kompleks ion polimerik yang dibentuk dari asam
fosfomolibdat dan asam heteropolifosfotungstat. Prinsip metode Folin-Ciocalteu adalah
oksidasi gugus fenolik hidroksil. Pereaksi ini mengoksidasi fenolat (garam alkali),
mereduksi asam heteropoli menjadi suatu kompleks molibdenum-tungsten (Mo-W).
Fenolat hanya terdapat pada larutan basa, tetapi pereaksi Folin-Ciocalteu dan produknya
tidak stabil pada kondisi basa. Selama reaksi belangsung, gugus fenolik-hidroksil
bereaksi dengan pereaksi Folin-Ciocalteu, membentuk kompleks fosfotungstatfosfomolibdat berwarna biru dengan struktur yang belum diketahui dan dapat dideteksi
dengan spektrofotometer. Warna biru yang terbentuk akan semakin pekat setara dengan
konsentrasi ion fenolat yang terbentuk, artinya semakin besar konsentrasi senyawa
fenolik maka semakin banyak ion fenolat yang akan mereduksi asam heteropoli sehingga
warna biru yang dihasilkan semakin pekat (Singleton dan Rossi, 1965).
Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen
total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Cara Kjeldehl
digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak
langsung karena senyawa yang dianalisisnya adalah kadar nitrogen. (Sudarmadji, 1989).
Tahap dalam metode Kjeldahl adalah
1. Tahap destruksi
Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi
destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon(C) dan hidrogen (H) teroksidasi
menjadi karbon monoksida (CO), karbondioksi (C) dan air (H2O). Elemen nitrogen
akan berubah menjadi ammonium sulfat. Banyaknya asam sulfat yang digunakan

untuk destruksi diperhitungkan terhadap kandungan protein, karbohidrat dan
lemak. Untuk mempercepat proses destruksi maka ditambahkan katalisator.
Dengan penambahan katalisator, maka titik didih asam sulfat akan dipertinggi
sehingga proses destruksi akan berjalan lebih cepat. Proses destruksi diakhiri jika
larutan telah menjadi warna hijau jernih.

Reaksi yang terjadi pada proses destruksi (Pomeranz, 1987)
2. Tahap destilasi
Pada tahap destilasi, ammnioun sulfat dapat dipecah menjadi amonia, yaitu
dengan penambahan larutan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Amonia yang
dibebaskan ditangkap oleh larutan asam. Asam yang dapat dipakai adalah H2SO4.
Destilasi diakhiri jika semua amonia sudah terdetilasi sempurna menggunakan
indikator mengsel sebagai indikator penunjuk. Reaksi yang terjadi tahap destilasi
yaitu :

3. Tahap titrasi
Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam
borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan dititrasi
menggunakan asam klorida dengan indikator MR-MB. Akhir titrasi ditandai
dengan perubahan warna larutan jernih menjadi biru keunguan. Kadar N dapat
ditentukan dengan rumus :
%N=

� �� � ��

� �



� ��

× 4,

8

/ �×

��� �

� ��

Setelah dihitung %N, kadar protein dapat dihitung dengan rumus :
%Protein = %N × faktor konversi (sudarmadji, 1989)

Dalam analisa bahan makanan yang diteliti, dipergunakan faktor konversi lain yang

sudah diketahui jumlahnya, bila secara umum faktor konversi dianggap 6,25 dengan
asumsi kandungan nitrogen dalam protein adalah 16% (Djaeni, 2008).

Tempe merupakan bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis
kacang-kacangan lainnya menggunakan jamur Rhizopus aligosporus dan Rhizopus
oryzae. Tempe merupakan sumber protein nabati. Tempe mengandung berbagai nutrisi

yang diperlukan oleh tubuh seperti protein, lemak, karbohidrat dan mineral (Kasmidjo,
1990).
Komposisi kimia tempe
Komposisi

Jumlah

Air (wb)

61,2%

Protein kasar(db)

41,5%

Minyak kasar(db)

22,2%

Karbohidrat(db)

29,6%

Abu(db)

4,3%

Serat kasar(db)

3,4%

Nitrogen(db)

7,5%

Sumber : Cahyadi (2006)
Asam amino pada tempe
No

Jenis asam amino

Kadar asam amino(%)1

1

Aspartic acid

0,18

2

Glutamatic acid

0,40

3

serine

012

4

histidine

0,08

5

glycyne

0,10

6

threonine

0,10

7

arginine

0,36

8

alanine

0,04

9

tyrosine

0,56

10

methionine

0,04

11

valine

0,10

12

phenylalanine

0,32

13

isoleucine

0,10

14

leucine

0,18

15

lysine

0,32

Sumber : Sutiari et al (2010)

Susu adalah emulsi lemak dalam air yang mengandung gula, garam-garam mineral
dan protein dalam bentuk suspensi koloidal. Susu UHT(Ultra High Temperature) adalah
susu segar, susu rekonstruksi atau susu rekombinasi yang telah mengalami proses
pemasaran pada temperatur minimum 133°C selama minimum 1 detik kemudian segera
didinginkan sampai suhu kamar dan selanjutnya diperlakukan secara aseptis ( Badan
Standarisasi Nasional Indonesia, 1998) . Komposisi utama susu adalah air, lemak, protein
(kasein dan albumin), laktosa( gula susu) dan abu (Muharastri, 2008)
Komposisi susu pasteurisasi
Komposisi

Susu pasteurisasi(%)

Air

87,31-88,61

Protein

2,73-2,90

Lemak

3,00-3,40

Laktosa

4,80-4,91

Mineral

0,16-0,18

Sumber: Kay (1962)

BAB III
METODOLOGI

A. Alat
1. Pipet ukur

11. Kompor

2. Motal

12. Oven

3. Kertas saring

13. Kuvet

4. Erlenmeyer

14. Spektrofotometri

5. Pipet tetes

15. Plate TLC

6. Labu Kjeldahl

16. Propipet

7. Destilator

17. Votex

8. Tip

18. Tabung reaksi

9. Timbangan

19. Gelas ukur

10. Pipa kapiler

20. Buret

B. Bahan
1. Reagen D dan reagen E( folin

11. Tempe
12. Susu

ciocalteu 2 N)
2. Larutan H2SO4 pekat

13. Larutan buffer fosfat

3. Katalis K2SO4.CuSO4.TiO2

14. Aquades

4. Larutan NaOH,.Na2S2O3

15. Solven A dan Solven B

5. Sebuk Zinc

16. Larutan ninhidrin

6. Larutan jenuh asam borat

17. Tirosin 0,05 %

7. Indikator MR-MB

18. Albumin fraksi V 0,1 %

8. Larutan HCl 0,02 N

19. Tirosin

9. Arginin

20. triptofan

C. Cara Kerja
1. Preparasi sampel
Diambil 2 gram tempe

Ditumbuk hingga halus dengan menggunakan mortal

Ditambahkan 18 mL larutan buffer fosfat

Disaring larutan tersebut agar mendapatkan filtratnya

Diencerkan filtrat dengan 10× pengenceran

Diambil 1 mL susu dan 9 mL aquades, ditambahkan kedalam larutan buffer fosfat,
diencerkan hingga 100 × pengenceran.

2. Identifikasi jenis asam amino
Diaktivasi plat TLC pada suhu 105°C selama 30 menit
Dilakukan spotting larutan asam amino (Tirosin, Arginin, glisin dan Triptophan)
dan sampel pada plat TLC

Dilakukan elusi dengan solven A dan solven B hingga mencapai garis yang telah
ditentukan, dikeringkan

Disemprotkan larutan ninhidrin, dioven pada suhu 100°C selama 10 menit

Diamati kromatografi yang terbentuk

Dihitung Rf dan ditentukan jenis asam amino pada sampel
3.

Penentuan asam amino secara kuantitatif
Tabung
No

Ditambahan(mL)
1

2

3

4

5

6

7

8

1

Tirosin 0,05%

0

0,1

0,3

0,5

0,7

1,0

-

-

2

Aquades

1

0,9

0,7

0,5

0,3

0

-

-

-

-

-

-

-

-

1

-

-

-

-

-

-

-

-

1

1

1

1

1

1

1

1

1

3
4
5

Susu pengencer
10×
Tempe
pengenceran 10×
Ninhidrin

Dicampur sampai homogen, dipanaskan pada suhu 70-80°C 10 menit,
didinginkan.
Diukur pada panjang gelombang 440 nm
4. Penentuan N-total cara semi mikro Kjeldahl
Ditimbang sampel gram tempe menggunakan timbangan analitik, ditumbuk sampai
halus menggunakan mortal

Dimasukan kedalam labu takar 50 mL, dan ditambahkan dengan aquades sampai
tanda garis. Kemudian disaring

Diambil 5 mL susu

Diambil 5 mL pada masing-masing sampel yang telah diencerkan tadi
menggunakan pipet ukur, lalu dimasukan ke dalam labu Kjeldahl

Ditambahkan 5 mL H2SO4 pekat dengan pipet ukur pada ruang asam

Ditambahkan 1 gram katalis Na2SO4.CuSO4: TiO2. Dipanaskan sampai
mendidih hingga jernih dengan kompor pada ruang asam

Didinginkan labu Kjeldahl hingga sampel mengkristal

Ditambahkan aquades secukupnya pada sampel hingga homogen

Dimasukan 17,5 larutan NaOH-Na2S2O3 dan sedikit serbuk zinc ke dalam
destilator

Ditambahkan sampel dan dimulai digunakan alat destilasi

Destilat ditampung ke dalam erlenmeyer yang berisi 12,5 mL larutan asam borat dan
3 tetes indikator MR-MB, ditunggu hingga mencapai 50 mL pada erlenmeyer

Diukur dengan gelas ukur dan dititrasi dengan 0,02 N HCl hingga ungu muda

Dihitung total N atau % protein didalam sampel.

BAB 1V
HASIL dan PEMBAHASAN

1. Identifikasi jenis asam amino

Solven A

Solven B

Identifikasi jenis asam amino pada tempe dan susu dilakukan dengan plate TLC.
Panjang plate yang digunakan adalah 7,5 cm, panjang plate berpengaruh pada kecepatan
elusi. Sebelum dispoting dengan sampel dan asam amino, plate TLC terlebih dahulu
diaktivasi pada suhu 105 °C selama 30 menit yang bertujuan untuk menghilangkan
kandungan air yang terdapat pada plate sehingga daya serap plate menjadi maksimal.
Asam amino yang digunakan sebagai marker adalah arginin, triptofan,glisin dan tirosin.
Solven A berisi n-butanol, asam asetat dan air dengan perbandingan larutan adalah
12:3:5 sedangkan solven B berisi fenol dan air dengan perbandingan larutan adalah 4:1.
Perbandingan campuran pada solven A dan solven B bertujuan agar perbedaan kecepatan
perpindahan masing-masing komponen dapat diamati. Plate TLC yang sudah dispotting
dimasukan di dalam solven untuk proses elusi bersama solven. Setelah mencapai batas,
plate TLC dibiarkan kering. Setelah kering kemudian disemprot dengan reagen ninhidrin
yang berfungsi untuk mendeteksi asam amino selanjutnya dipanaskan pada suhu 100°C
selama 10 menit untuk mendeteksi warna-warna yang dihasilkan pada plate TLC.
Pada plate TLC solven A kromatogram yang terbentuk pada sampel tempe sejajar
dengan triptofan sedangkan tirosin, glisin dan arginin berada di bawahnyanya. Sehingga
secara kualitatif dapat dikatakan bahwa asam amino yang terdapat pada tempe adalah
triptofan berdasarkan kesejajaran garis. Kromatogram pada sampel susu tidak memiliki
kesejajaran garis dengan asam amino triptofan, tirosin, glisin dan arginin.

Pada plate TLC solven B kromatogram yang terbentuk pada sampel tempe sejajar
dengan kromatogram tirosin, sedangkan triftofan berada diatas kromatogram sampel
tempe dan glisin dan arginin berada di bawah kromatogram sampel tempe. Secara
kualitatif asam amino yang terdapat pada sampel tempe adalah tirosin berdasarkan
kesejajaran garis kromatogram sampel tempe dengan kromatogram asam amino tirosin
yang terbentuk. Kromatogram Sampel susu memiliki kesejajaran garis dengan
kromatogram asam amino triptofan sedangkan kromatogram asam amino glisin, arginin
dan tirosin berada dibawah kromatogram sampel susu. Sehingga secara kualitatif asam
amino yang terdapat pada sampel susu adalah triptofan.
Jarak tempuh (cm)

Nilai Rf

Sampel

Solven A

Solven B

Solven A

Solven B

Tempe

5

5,5

0,67

0,73

Susu

5,6

6

0,74

0,80

Selain secara kualitatif penentuan asam amino dangan plat TLC dapat
diidentifikasikan secara kuantitatif menggunakan rumus :
ara

Rf =

ara

e

a

Pada solven A jarak tempuh tempe adalah 5 cm sedangkan jarak total adalah 7,5
cm, sehingga Rf yang diperoleh adalah
ara

Rf =

=
= 0,67

ara

,

e

a

Nilai Rf asam amino sampel tempe pada solven A adalah 0,67 mendekati nilai
Rf asam amino leusin yaitu 0,60. Sedangkan pada solven B jarak jarak tempuh tempe
adalah 5,5 cm dan jarak total adalah 7,5 cm, sehingga Rf yang diperoleh adalah
Rf =

=

ara
,

,

ara

e

a

= 0,73
Nilai Rf asam amino sampel tempe pada solven B adalah 0,73 mendekati nilai
Rf asam amino valin yaitu 0,77.
Pada solven A jarak tempuh sampel susu adalah 5,6 cm sedangkan jarak total
adalah 7,5 cm, sehingga Rf yang diperoleh adalah
ara

Rf =

=
= 0,74

ara

,
,

e

a

Nilai Rf asam amino sampel susu pada solven A adalah 0,74 mendekati nilai Rf
asam amino valin yaitu 0,77. Sedangkan pada solven B jarak jarak tempuh sampel susu
adalah 6 cm dan jarak total adalah 7,5 cm, sehingga Rf yang diperoleh adalah
Rf =

=

ara
,

ara

e

a

= 0,80
Nilai Rf asam amino sampel susu pada solven B adalah 0,80 mendekati nilai Rf
asam amino tritopfan yaitu 0,83.
Susu dan tempe merupakan sumber protein hewani dan nabati yang kaya akan
protein, semua jenis asam amino terdapat pada susu dan tempe hanya konsentrasi
masing-masing asam amino yang berbeda-beda sehingga pada penentuan mengunakan
plat TLC dengan marker beberapa asam amino ada yang tidak teridentifikasi.

2. Penentuan asam amino secara kuantitatif
Penentuan asam amino secara kuantitatif dapat dilakukan dengan pembuatan
larutan standar. Larutan yang digunakan yaitu larutan standar tirosin yang setelah
diencerkan dengan akuades diperoleh konsentrasi 0; 0,1; 0,3; 0,5; 0,7 dan 1 mL.
Selanjutnya ke dalam larutan standar ditambahkan reagen ninhidrin untuk
mengidentifikasi kadar asam amino pada larutan standar. Ninhidrin (triketohidrine
hidrat) merupakan pengoksidasi kuat yang dapat bereaksi dengan asam amino, Asam
amino bereaksi dengan ninhidrin membentuk aldehida dengan satu atom C lebih rendah
dan melepaskan molekul NH3 dan CO2. Ninhidrin yang telah bereaksi akan membentuk

hidrindantin. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya kompleks berwarna ungu yang
disebabkan oleh molekul ninhidrin + hidrindantin yang yang bereaksi dengan NH3
setelah asam amino tersebut dioksidasi.

Setelah dipanaskan pada suhu 100°C dan didinginkan kepekatan warna ungu yang
terbentuk semakin meningkat dari larutan standar 1 sampai 6. Kepekatan warna biru
tersebut mendedikasikan kadar tirosin dalam larutan.

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa sampel tempe dan susu(tabung 7 dan 8 )
memiliki warna yang sama dengan larutan 6, hal tersebut disebabkan pada sampel tempe
dan susu terdapat tirosin yang bereaksi dengan reagen ninhidrin. Reaksi yang terjadi
adalah

Setelah dilakukan spektrofotometer dengan panjang gelombang 440 nm didapatkan
data absorbansi dalam tabel berikut ini :
Tabung

Tirosin (mL)

OD (A)

1

0

0

2

0,1

0,155

3

0,3

0,222

4

0,5

0,244

5

0,7

0,328

6

1

0,767

KURVA S TANDAR AS AM AMINO T IRO S IN
0,9
0,767

0,8

0,7
y = 0,6408x + 0,0083
R² = 0,8667

0,6
0,5

OD
0,4

Linear (OD)

0,328

0,3

0,244

0,222
0,155

0,2
0,1
0

0
0

0,2

0,4

0,6

0,8

1

1,2

Dari tabel dan kurva di atas dapat dilihat bahwa nilai OD berbanding lurus dengan
konsentrasi tirosin ditunjukan dengan garis linear OD, sehingga semakin tinggi
konsetrasi tirosin maka nilai OD yang terukur pada saat spektrofotometri semakin tinggi.
Dari kurva standar asam amino tirosin dapat ditentukan nilai konsentrasi sampel dengan
persamaan:
Y = 0,6408x + 0,0083
R2= 0,8667
Keterangan:
Y = nilai OD sampel
X = nilai konsentrasi yang dicari

Sampel

OD (A)

Susu

1,699

Tempe

0,854

Setelah diukur absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 440
nm nilai OD susu adalah 1,699, sedangkan nilai OD tempe adalah 0,854. Nilai
konsentrasi dari tempe dapat diketahui dengan persamaan kurva standar asam amino
tirosin yaitu :
Y

= 0,6408x + 0,0083

0,854

= 0,6408x + 0,0083

X

=

,

,

− ,

= 1,319 ≈ 1,32
Nilai konsentrasi asam amino tirosin pada tempe adalah 1,32. Nilai
konsentrasi yang didapat lebih tinggi daripada literatur Sutiari et al (2010) yaitu 0,56 %.
Nilai OD susu adalah 1,699. Nilai konsentrasi dari susu dapat diketahui dengan
persamaan kurva standar asam amino tirosin yaitu :
Y

= 0,6408x + 0,0083

1,699

= 0,6408x + 0,0083

X

=

,

− ,

,

= 2,640 ≈ 2,64
Nilai konsentrasi asam amino tirosin pada sampel susu adalah 2,64.

3. Penentuan protein secara kuantitatif
Penentuan protein secara kuantitatif dapat dilakukan dengan beberapa metode
salah satunya adalah metode Lowry – folin ciocalteu. Prinsip metode Lowry – folin
ciocalteu adalah untuk menentukan konsentrasi protein yang didalamnya terdapat asam
amino yang mengandung gugus fenolik seperti tirosin dan triptopan. Pada metode ini
digunakan spektrofotometer untuk menganalisis absorbansi larutan standar dan sampel.
Digunakan reagen Folin-Ciocalteu yang merupakan larutan kompleks ion polimerik yang
dibentuk dari asam fosfomolibdat dan asam heteropolifosfotungstat untuk mendeteksi
gugus fenolik yang terdapat dalam residu tirosin dan triptopan (dalam protein). Gugus
fenolik yang terdapat dalam asam amino ini dapat mereduksi fosfotungstat dan

fosfomolibat yang terkandung dalam reagen Folin-Ciocalteu menjadi tungstat dan
molibdenum yang berwarna biru.
Jenis protein yang digunakan dalam praktikum sebagai larutan standar adalah
albumin fraksi V. Dalam praktikum ditambahkan reagen D yang merupakan reagen
biuret. Penambahan reagen Biuret pada tabung 1-6 (berisi larutan standar), tabung 7 dan
8 yang berisi sampel tidak mengubah warna larutan. Larutan kemudian diinkubasi selama
15 menit pada suhu kamar. Penambahan reagen Biuret ke dalam larutan bertujuan untuk
meningkatkan sensitivitas reagen Folin-Ciocalteu, dimana dengan penambahan reagen
biuret akan terbentuk kompleks Cu2+ dengan residu asam amino yang terdapat dalam
larutan uji menghasilkan kompleks Cu-protein.

Kompleks Cu-protein yang dihasilkan oleh reagen Biuret akan menyebabkan juga
reduksi pada reagen Folin - Ciocalteu, dimana sebanyak 75% dari reduksi yang terjadi
akibat adanya kompleks Cu-protein, sedangkan 25% sisanya direduksi oleh residu-residu
tirosin dan triptopan pada albumin fraksi V. Penambahan reagen Folin – ciocalteu pada
larutan standar tabung 1 sampai 6

dan larutan tempe dan susu tabung 7 dan 8

menyebabkan kepekatan warna biru meningkat dari tabung 1 sampai 8. Selanjutnya
larutan diinkubasi selama 15 menit pada suhu kamar. Warna biru tersebut
mengindikasikan terbentuknya tungstat dan molibdenum yang berwarna biru dalam
reaksi tersebut.

Perbedaan kepekatan warna biru pada setiap tabung disebabkan oleh perbedaan
konsentrasi albumin fraksi V yang direduksi reagen folin – Ciocalteu. Setelah dilakukan
pengukuran menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 540 nm
didapatkan data absorbansi dalam tabel berikut ini:
Tabung

Albumin fraksi V (mL)

OD ( A )

1

0

0

2

0,1

0,326

3

0,3

0,647

4

0,5

0,892

5

0,7

1,119

6

1

1,509

KURVA STANDAR PROTEIN ALBUMIN
FRAKSI V
2
1,5

1,509
1,119

1

0,892
0,647

0,5
0,326

0

0
0

0,2

0,4

0,6
OD

0,8
Linear (OD) y = 1,6114x
R² = 0,9516

1

1,2

Dari tabel dan kurva di atas dapat dilihat bahwa nilai OD berbanding lurus dengan
konsentrasi albumin fraksi V ditunjukan dengan garis linear OD, sehingga semakin tinggi
konsentrasi albumin fraksi V, nilai OD yang terukur pada saat spektrofotometri semakin
tinggi. Dari kurva standar protein albumin fraksi V dapat ditentukan nilai konsentrasi
sampel dengan persamaan:
Y = 1,6114x
R2=0,9516
Keterangan:
Y = nilai OD sampel
X = nilai konsentrasi yang dicari
Sampel

OD (A)

Susu

0,448

Tempe

0,181

Setelah diukur absorbansi pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 540
nm nilai OD susu adalah 0,448, sedangkan nilai OD tempe adalah 0,181. Nilai
konsentrasi dari susu dapat diketahui dengan persamaan kurva standar albumin fraksi V
yaitu :
Y

= 1,6114x

0,448

= 1,6114x

X

=

,

,

= 0,278 ≈ 0,28
Nilai konsentrasi albumin fraksi V pada susu adalah 0,28.
Nilai OD tempe adalah 0,181. Nilai konsentrasi dari tempe dapat diketahui dengan
persamaan kurva standar albumin fraksi V yaitu :
Y

= 1,6114x

0,181

= 1,6114x

X

=

,

,

= 0,112 ≈ 0,11
Nilai konsentrasi albumin fraksi V pada tempe adalah 0,11.

4. Penentuan N-total cara semi mikro Kjeldahl
Analisa protein dapat dilakukan dengan cara semi mikro Kjeldahl, metode Kjeldahl
merupakan metode untuk penentepan nitrogen total pada asam amino, protein dan
senyawa yang mengandung nitrogen. Cara kerja Kjeldahl digunakan untuk menganalisis
kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis
adalah kadar nitrogen yang terdapat pada sampel. Analisa protein cara Kjeldahl dibagi
menjadi tiga tahapan yaitu tahap destruksi, tahap destilasi dan tahap titrasi.
Pada tahap destruksi dilakukan oksidasi sampel yaitu sampel tempe ditimbang dan
dihaluskan sebanyak 5 gram kemudian dilakukan pengenceran sebanyak 100 kali
sedangkan pada sampel susu dilakukan pengenceran sebanyak 500 kali. Sampel
dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl dan ditambahkan 2,5 gram katalis Na2SO4:
CuSO4:TiO2 sebagai katalistator untuk mempercepat proses destruksi. Selanjutnya
ditambahkan 5 mL H2SO4 yang berperan sebagai oksidator, penambahan H2SO4
dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari senyawa yang berada didalam protein
terurai menjadi SO2 yang bahaya. Kemudian dipanaskan dengan kompor hingga jernih
pada ruang asam, larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan
telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa.
Pada tahap ini semua ikatan N dalam sampel akan menjadi (NH2)2SO4 kecuali ikatan NN, NO dan NO2. Tahap ini juga menghasilkan CO2, H2O dan SO2 yang terbentuk karena
hasil reduksi dari sebagian asam sulfat dan menguap. Setelah larutan jernih, labu Kjeldahl
didinginkan supaya suhu larutan sama dengan suhu ruangan.
Setelah didekstruksi, sampel ditambahkan aquadest untuk menetralkan larutan.
Sampel dimasukkan terlebih dahulu sebelum NaOH-Na2S2O3 untuk menghindari
terjadinya superheating. Kemudian ditambahkan NaOH-Na2S2O3 untuk memberikan
suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Penambahan
serbuk zinc bertujuan agar proses destilasi tidak terjadi superheating atau timbulnya
gelembung gas yang besar.
Pada tahap destilasi, ammonium sulfat akan dipecah menjadi ammonia (NH3) dari
penambahan NaOH-Na2S2O3 yang menyebabkan reaksi antara NaOH-Na2S2O3 dengan
ammonium sulfat. Proses destilasi dilakukan pada alat destilasi. Labu Kjeldahl
dipanaskan perlahan-lahan sampai mendidih, larutan berwarna hitam yang terbentuk
menandakan sedang terjadinya reaksi pemecahan ammonium sulfat menjadi ammonia
(NH3).

Ammonia yang dibebaskan akan ditangkap oleh larutan asam standar yaitu larutan
H3BO3 dan membentuk senyawa (NH4)3BO3. Senyawa ini dalam suasana basa akan
melepaskan NH3. Untuk menampung NH3 yang keluar, digunakan asam borat dalam
erlenmeyer sebanyak 12,5 mL dan telah ditambahkan 3 tetes indikator MR-MB untuk
mengetahui larutan tidak dalam keadaan asam yang berlebihan. Destilasi dilakukan
sampai volume destilat pada erlenmeyer mencapai 50 mL dan menghasil warna larutan
jernih yang menandakan semua ammonia (N) sudah tertangkap oleh asam borat.
Banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia(N) dapat diketahui dengan
volume HCl 0,02 N yang dibutuhkan destilat. Titik akhir titrasi dihentikan sampai larutan
berubah dari jernih ke biru(kembali ke warna awal). Selisih jumlah titrasi HCl dan sampel
merupakan jumlah ekuivalen nitrogen.
Sampel

VSampel (mL)

VHCl (mL)

Susu

42

3

Tempe

47

6,6

Dari data hasil titrasi larutan sampel dengan larutan HCl dapat ditentukan kadar
nitrogen dengan menggunakan persamaan berikut:
%N=

� �� � ��

� �



� ��

× 4,

8

/ �×

��� �

� ��

Sedangkan untuk menentukan kadar protein digunakan persamaan berikut :
%Protein = %N × faktor konversi

Sehingga kadar protein pada sampel tempe adalah
%N

=
=

� �� � ��

� �
× ,

=1,33%



� ��

× 4,

8

× 4,

8

/ �×

��� �

� ��

8

/ �×

��� �

� ��

/ �×

%Protein =%N × faktor konversi
= 1,33 × 6,25

= 8,31 %

Kadar protein pada sampel susu adalah
%N

=
=

� �� � ��

� �

, × ,

=3,93%



� ��

× 4,

× 4,

8

/ �×

%Protein =%N × faktor konversi
= 3,93 × 6,25

= 24,56 %

Kadar protein pada sampel tempe adalah 8,31% lebih rendah dari kadar protein
pada sampel susu yaitu 24,56%. Hasil penentuan kadar protein pada sampel tempe
memiliki perbedaan dengan literatur Cahyadi (2006) yaitu kadar komposisi protein kasar
pada tempe adalah 41,5% .

BAB V
KESIMPULAN
Jenis asam amino yang terdapat pada sampel susu adalah triptofan berdasarkan
kesejajaran kromatogram yang terbentuk dan asam amino valin dilihat dari pendekatan
nilai Rf. Konsentrasi asam amino tirosin pada sampel susu adalah 2,64 dengan
konsentrasi protein albumin fraksi V adalah 0,28 dan kadar protein pada sampel susu
adalah 24,56%. Jenis asam amino yang terdapat pada sampel tempe adalah triptofan dan
tirosin berdasarkan kesejajaran kromatogram yang terbentuk dan asam amino leusin dan
valin dilihat dari pendekatan nilai Rf. Konsentrasi asam amino tirosin pada sampel
tempe adalah 1,32 dengan konsentrasi protein albumin fraksi V adalah 0,11 dan kadar
protein pada sampel tempe adalah 8,31%.

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Djaeni. 2008. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi. Jilid 1. Dian Rakyat:
Jakarta.
Bresnick, S. 2004. Intisari Kimia Organik. Hipokrates: Jakarta.
BSN (Badan Standarisasi Nasional). 1998. SNI 01-2984-1998 Tentang minuman squash.
Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. Hal 1-5.
Cahyadi,W.2006.Kedelai khasiat dan teknologi. Bumi Aksara. Bandung.
Kasmidjo. 1990. Tempe : Mikrobilogi dan Kimia Pengolahan serta Pemanfaatannya .
PAU Pangan dan Gizi UGM. Yogyakarta.
Kay HD. 1962. Pasteurization : Outlone of Procedure and Control. In: Milk Hygiene .
world Hygiene Organization : Genewa.
Muharastri,Y. 2008. Analisis Kepuasan Konsumen Susu UHT Merek Real Good di Kota
Bogor . Departemen Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas

Pertanian IPB.
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-dasar Biokimia . Jakarta: UI Press .
Poedjiadi, A. 2006. Dasar – Dasar Biokimia.E disi Revisi. Jakarta: UI - Press.
Pomeranz,Y and C.E.Meloan. 1987. Food Analysis : Theory and Prectice. Second
Edition. Van Nostrand Reinhold Company. New york.

Singleton, V.L. and Rossi, J.A., 1965. Colorimetry of Total Phenolic with
Phosphomolybdic-Phosphotungstic Acid Reagent , Am. J. Enol.
Vitic, 16, 147.

Sudarmaji, S, dkk. 1989. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Liberty:
Yogyakarta.
Sutiari,N.K, Widarsa,K.T, Swandewi,A dan Widarini,P. 2010. Profil Asam Amino
Ekstrak Seredele dan Tempe Kedelai, Makanan Tradisional
Hasil

Fermentasi.

https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/semnasmipa/article/vi
ewFile/2739/2319. Downloaded on 1 Oktober 2017.
Tim Dosen Kimia. 2009. Penuntun Praktikum Biokimia Umum. Universitas
Hassanudin: Makassar.

LAMPIRAN
Destilat setelah dititrasi dengan HCl pada penentuan N-total cara semi mikro Kjeldahl.

Kiri:sampel tempe

Kanan: sampel susu