Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif, Intergovernmental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pemerintah Daerah di Indonesia
Menurut UU RI Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah,
disebutkan bahwa pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah
oleh pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) menurut
asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara
Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi.
Daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas-batas
wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintah dan
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi
masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Daerah provinsi
itu dibagi lagi atas daerah kota dan daerah kabupaten. Setiap daerah provinsi,
daerah kota, dan daerah kabupaten mempunyai pemerintah daerah yang diatur
dengan undang-undang. Pemerintah daerah adalah kepala daerah beserta
perangkat daerah lainnya. Tiap pemerintah daerah dipimpin oleh kepala daerah.
Sebutan kepala daerah untuk pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan
pemerintah kabupaten, masing-masing ialah gubernur, walikota, dan bupati.
Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah

Daerah, kepala daerah berperan sebagai badan eksekutif, artinya kepala daerah
menyusun dan menyampaikan anggaran untuk mendapatkan persetujuan,

8
Universitas Sumatera Utara

kemudian melaksanakannya sesuai ketentuan perundang-undangan setelah
mendapatkan persetujuan. Ditegaskan pula dalam Peraturan Pemerintah Nomor 56
Tahun 2012 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, bahwa pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah adalah kepala daerah yang karena jabatannya
mempunyai kewenangan menyelenggarakan keseluruhan pengelolaan keuangan
daerah.
Untuk saat ini kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat melalui
pemilihan langsung kepala daerah (pilkada). Prosedur dan mekanisme pemilihan
kepala daerah sekarang ini, yakni semenjak UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah diberlakukan, lebih menggambarkan pelaksanaan demokrasi.
Pilkada dilaksanakan secara langsung, terbuka kemungkinan bagi calon
independen/nonparpol untuk maju melalui partai politik (parpol)/gabungan parpol,
dan proses penyaringan bakal calon dilaksanakan secara terbuka dengan
mewajibkan tiap parpol/gabungan parpol mengumumkan proses dan hasil

penyaringan kepada masyarakat. Kewenangan politik yang dulu ada pada DPRD
untuk memilih kepala daerah telah diserahkan pada rakyat sehingga rakyat dapat
memilih kepala daerah secara langsung (Bastian, 2006).
Dengan diterapkannya prinsip desentralisasi dan otonomi daerah maka
setiap pemerintah daerah diberikan kebebasan yang seluas-luasnya dalam
melaksanakan otonomi daerahnya, kecuali untuk urusan pemerintah yang telah
diatur dalam undang-undang. Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah
daerah dilaksanakan secara adil dan selaras sesuai dengan undang-undang yang
berlaku saat ini.

9
Universitas Sumatera Utara

2.2 Pelaporan Keuangan Pemerintah Daerah
Laporan keuangan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk
pertanggungjawaban pemerintah daerah kepada masyarakatnya terkait dengan
pengelolaan keuangan pemerintah daerah. Tujuan pelaporan keuangan diupayakan
mempunyai cakupan yang luas agar memenuhi berbagai kebutuhan para pemakai
dan melayani kepentingan umum dari berbagai pemakai yang potensial, bukan
hanya untuk kebutuhan khusus kelompok tertentu saja (Kieso, Weygandt, dan

Warfield, 2007). Oleh sebab itu, maka pelaporan keuangan pemerintah daerah
merupakan salah satu tolok ukur bagi masyarakat dalam rangka menilai kinerja
pemerintah daerah mereka.
Pelaporan keuangan adalah struktur dan proses akuntansi yang
menggambarkan bagaimana informasi keuangan disediakan dan diungkapkan
demi mencapai tujuan ekonomi dan sosial negara. Menurut Ghozali dan Chairani
(2007), pengungkapan berarti memberikan data-data yang bermanfaat bagi setiap
pihak yang memerlukan. FASB (Financial Accounting Standards Board)
mengartikan pelaporan keuangan sebagai sistem dan sarana penyampaian (means
of communication) informasi tentang segala kondisi dan kinerja entitas terutama
atas segi keuangan dan tidak terbatas berdasarkan pada apa yang dapat
disampaikan di dalam laporan keuangan. Singkatnya, pelaporan keuangan lebih
luas dari pada laporan keuangan (Bastian, 2006).

10
Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD)
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah (SPAP) No. 1 menjelaskan
definisi laporan keuangan sebagai laporan yang terstruktur mengenai posisi

keuangan dan transaksi-transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas pelaporan.
Laporan keuangan menjadi alat yang digunakan untuk menunjukkan capaian
kinerja dan pelaksanaan fungsi pertanggungjawaban dalam suatu entitas
(Choiriyah, 2010). Oleh karena itu, pengungkapan informasi dalam laporan
keuangan harus memadai agar dapat dijadikan dasar pengambilan keputusan
sehingga menghasilkan keputusan yang cermat dan tepat (Almilia dan Retrinasari,
2007).
Laporan keuangan juga merupakan salah satu sarana untuk mewujudkan
good governance (Sadjiarto, 2000). Hal ini dikarenakan melalui laporan keuangan
maka unsur akuntabilitas dalam mencapai good governance dapat terpenuhi
(Wiratraman, 2009). Melihat besarnya manfaat dari laporan keuangan maka
pemerintah pusat menerbitkan aturan mengenai kewajiban Presiden dan Gubernur
/Bupati/Walikota untuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan
APBN/APBD berupa laporan keuangan pemerintah daerah. Berdasarkan PP no.71
tahun 2010 (perubahan dari PP no.24 tahun 2005) laporan keuangan pemerintah
daerah harus meliputi:
1) Laporan realisasi Anggaran (LRA)
2) Laporan Perubahan Saldo Anggaran Lebih (Laporan Perubahan SAL)
3) Neraca


11
Universitas Sumatera Utara

4) Laporan Operasional (LO)
5) Laporan Arus Kas (LAK)
6) Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan
7) Catatan atas Laporan Keuangan
2.3 Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah
Kinerja merupakan pencapaian dari pelaksanaan suatu kegiatan dalam
mewujudkan tujuan dari organisasi. Pengukuran kinerja berarti penilaian terhadap
pelaksanaan kegiatan berdasarkan tujuan sehingga dapat diketahui kemajuan
organisasi serta meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Sejak
diterapkannya penganggaran berbasis kinerja, semua pemerintah daerah dituntut
untuk mampu menghasilkan kinerja keuangan pemerintah daerahnya secara baik
(Mahsun, 2006).
Pengkuran kinerja mulai menjadi perhatian besar semenjak adanya opini
yang mengatakan bahwa pengukuran kinerja dapat meningkatkan efisiensi,
keefektifan, penghematan dan produktifitas pada organisasi sektor publik
(Halacmi, 2005). Pengukuran kinerja dimaksudkan untuk mengetahui pencapaian
kinerja yang telah dilakukan organisasi dan sebagai alat untuk pengawasan serta

evaluasi organisasi. Pengukuran kinerja akan memberikan umpan balik sehingga
terjadi upaya perbaikan yang berkelanjutan untuk mencapai tujuan di masa
mendatang (Bastian, 2006). Mandell (1997) berpendapat bahwa dengan adanya
pengukuran kinerja, maka pemerintah daerah dapat memperoleh informasi untuk
meningkatkan kualitas pengambilan keputusan sehingga akan meningkatkan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Salah satu cara yang dapat

12
Universitas Sumatera Utara

dilakukan untuk mengukur kinerja keuangan pemerintah daerah adalah dengan
melihat tingkat efisiensi pemerintah daerah tersebut (Hamzah, 2008).
Pengukuran efisiensi dalam organisasi sektor publik merupakan hal yang
penting, hal ini dikarenakan kurangnya net income sebagai gambaran akan kinerja
keuangan pemerintah daerah saat ini (Hassanudin, 2009). Suatu kegiatan dapat
dikatakan efisien apabila pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai hasil
(output) maksimal dengan menggunakan biaya (input) yang terendah atau dengan
biaya minimal (Hamzah, 2008). Dengan adanya pengelolaan keuangan yang
efisien maka dapat dilakukan pengambilan suatu keputusan yang berkualitas
sehingga dapat meningkatkan kinerja keuangan pemerintah daerah.

Dengan adanya kinerja keuangan yang baik dari pemerintah daerah maka
akuntanbilitas dapat diwujudkan. Entitas yang mempunyai kewajiban membuat
Pelaporan Kinerja Organisasi adalah pemerintah pusat, pemerintah daerah, unit
kerja pemerintah, dan unit pelaksana teknis. Pelaporan tersebut diserahkan ke
masyarakat secara umum dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sehingga
masyarakat dan anggota DPR (users) bisa menerima informasi yang lengkap dan
tajam tentang kinerja program pemerintah serta unitnya (PP RI No. 24 tahun
2005).
Pelaporan kinerja yang diterbitkan secara terus-menerus akan menjadi
langkah maju dalam mendemonstrasikan proses akuntabilitas. Perbandingan
pengukuran kinerja dapat dibangun atas pengukuran kinerja dan menambah
dimensi lainnya untuk akuntabilitas perbandingan dengan unit kerja organisasi
lain yang serupa.

13
Universitas Sumatera Utara

Government Accounting Standard Board (GASB), dalam Concept
Statements No. 2, mengungkapkan bahwa terdapat tiga kategori indikator dalam
mengukur kinerja, yaitu:

(1) Service efforts, meliputi pemakaian rasio yang membandingkan
sumber daya keuangan dan non-keuangan dengan ukuran lain yang
menunjukkan permintaan potensial atas jasa yang diberikan.
(2) Service accomplishment, accomplishment atau prestasi yaitu outputs
dan outcomes. Outputs mengukur hanya sebatas kuantitas jasa yang
disediakan. Sedangkan, Outcomes mengukur hasil yang muncul dari
penyediaan output tersebut. Pengukuran Outcomes menjadi bermakna
jika dalam penggunaannya dibandingkan dengan outcomes tahuntahun sebelumnya atau dibandingkan dengan target yang telah
ditetapkan sebelumnya.
(3) Hubungan efforts dengan accomplishment. Pengukuran efisiensi
dengan cara membandingkan antara efforts dengan outputs dapat
memberikan informasi berupa sejauh mana hasil yang didapatkan
sehubungan dengan penggunaan sejumlah sumber daya yang dipakai.
2.4 Leverage
Istilah leverage lebih sering digunakan di sektor swasta. Financial
leverage menggambarkan kemampuan perusahaan memanfaatkan aktivanya untuk
memenuhi kewajiban-kewajibannya secara menyeluruh (Avianti, 2000:30). Bagi
perusahaan swasta atau lembaga yang bersifat komersial umumnya menggunakan
rasio leverage untuk mengukur perbandingan dana yang disediakan oleh pemilik


14
Universitas Sumatera Utara

dengan dana yang dipinjam perusahaan dari kreditur (Halim, 2007:231). Pada
sektor publik khususnya entitas pemerintah daerah, rasio leverage ini digunakan
untuk mengukur perbandingan antara ekuitas dana (kekayaan bersih pemerintah
daerah) dengan total utang. Memang rasio leverage selama ini hanya digunakan di
sektor perusahaan untuk mengukur komposisi sumber pembiayaan yang berasal
dari kreditor dan investor. Di pemerintah daerah, rasio leverage ini mungkin
belum merupakan rasio yang penting, dikarenakan utang daerah yang masih relatif
kecil (STAN, 2007:108). Rumus perhitungan rasio leverage adalah sebagai
berikut:
Rasio Leverage =

����

������

Leverage menunjukkan proporsi pendanaan daerah yang dibiayai dengan
hutang. Semakin tinggi leverage suatu daerah berarti semakin tinggi pula

ketergantungan daerah tersebut kepada pemerintah pusat. Hal ini sesuai dengan
agency teory, yaitu hubungan keagenan antara principal (pemerintah pusat)
dengan agennya (pemerintah daerah). Pemerintah daerah akan berusaha
memberikan informasi yang seluas-luasnya mengenai kondisi derahnya kepada
debitur (pemerintah pusat). Dengan harapan pemerintah pusat lebih mengetahui
dan memahami pemerintah daerah dalam kaitannya dengan kredit yang diberikan.
Semakin tinggi tingkat leverage daerah, maka akan semakin besar pula
kemungkinan terjadinya transfer kemakmuran dari debitur. Sehingga untuk
mempengaruhi hal tersebut pemerintah daerah dituntut untuk meningkatkan
kinerja keuangan daerahnya guna memenuhi tuntutan debiturnya.

15
Universitas Sumatera Utara

Leverage mempunyai hubungan positif dengan kinerja keuangan
pemerintah daerah, hal ini seiring dengan tuntutan debitur akan informasi
mengenai keadaan finansial kreditur dan untuk meyakinkan bahwa debitur akan
dapat memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo, maka daerah dengan rasio
leverage yang tinggi akan melakukan disclosure yang lebih luas (Naim dan
Rahman, 2000; Yularto dan Chariri, 2003).

2.5 Ukuran Legislatif
Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) atau anggota legislatif bertugas
mengawasi pemerintah daerah agar pemerintah daerah dapat mengalokasikan
anggaran yang ada untuk dapat didayagunakan dengan baik. Banyaknya jumlah
anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) diharapkan dapat meningkatkan
pengawasan terhadap pemerintah daerah sehingga berdampak dengan adanya
peningkatan kinerja pemerintah daerah (Sumarjo, 2010).
Sumarjo (2010) menyatakan bahwa lembaga legislatif atau DPRD
merupakan lembaga yang memiliki potensi dan peran strategis terkait dengan
pengawasan keuangan daerah. Gilligan dan Matsusaka (2001) menemukan bahwa
ada pengaruh positif ukuran legislatif terhadap kebijakan pendapatan dan
pengeluaran suatu Pemerintah Daerah. Oleh karena itu, semakin banyak anggota
DPRD diharapkan semakin dapat meningkatkan pengawasan terhadap Pemerintah
Daerah sehingga adanya peningkatan kinerja pada pengelolaan keuangan
Pemerintah Daerah.
2.6 Intergovermental Revenue

16
Universitas Sumatera Utara

Patrick (2007) mengartikan intergovernmental revenue sebagai salah satu
pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari transfer pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk membiayai kegiatan pemerintah daerah. Sebagai timbal
baliknya, pemerintah daerah membelanjakan pendapatan transfer antar pemerintah
sesuai dengan alokasi dan petunjuk anggaran dan menurut undang-undang.
Pemerintah pusat berharap dengan adanya transfer tersebut maka pemerintah
daerah

dapat

meningkatkan

kinerjanya.

Patrick

(2007)

menggunakan

intergovernmental revenue sebagai salah satu variabel dalam menjelaskan
karakteristik pemerintah daerah Pennsylvania. Transfer tersebut lebih dikenal di
Indonesia sebagai dana perimbangan (Suhardjanto, 2010). Berdasarkan UndangUndang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah, dana perimbangan adalah dana yang bersumber
dari pendapatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka
pelaksanaan

Desentralisasi.

Dana

Perimbangan

bertujuan

mengurangi

kesenjangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dan antar
Pemerintah Daerah. Dana perimbangan menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah terdiri
dari:
1. Dana Bagi Hasil adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai
kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi

17
Universitas Sumatera Utara

2. Dana Alokasi Umum, selanjutnya disebut DAU adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan dengan tujuan
pemerataan

kemampuan

keuangan

antar-daerah

untuk

mendanai

kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi
3. Dana Alokasi Khusus, selanjutnya disebut DAK, adalah dana yang
bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah
tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang
merupakan urusan daerah dan sesuai dengan prioritas nasional.
2.7 Pendapatan Pajak Daerah
Secara umum pajak adalah pungutan dari masyarakat oleh Negara
(pemerintah) berdasarkan Undang-Undang yang bersifat dapat dipaksakan dan
terutang oleh yang wajib membayarnya dengan tidak mendapat prestasi kembali
(kontra prestasi/balas jasa) secara langsung, yang hasilnya digunakan untuk
membiayai pengeluaran Negara dalam penyelenggaraan pemerintah dan
pembangunan. Hal ini menunjukkan bahwa pajak adalah pembayaran wajib yang
dikenakan berdasarkan Undang-Undang yang tidak dapat dihindari bagi yang
berkewajiban dan bagi mereka yang tidak mau membayar pajak dapat dilakukan
paksaan. Dengan demikian, akan terjamin bahwa kas Negara selalu berisi uang
pajak.
Selain itu, pengenaan pajak berdasarkan Undang-Undang akan menjamin
adanya keadilan dan kepastian hukum bagi pembayar pajak sehingga pemerintah
tidak dapat sewenang-wenang menetapkan besarnya pajak. Menurut Mardiasmo
(2009:21), pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

18
Universitas Sumatera Utara

pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan
tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan
negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan Undang - Undang No. 28 Tahun 2009 sebagai perubahan dari
Undang-Undang No. 34 Tahun 2000, Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut
Pajak, adalah kontribusi wajib kepada Daerah yang terutang oleh orang pribadi
atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak
mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah
bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pendapatan pajak daerah dalam
penelitian ini diukur dari laporan Realisasi APBD masing-masing oleh pemerintah
daerah. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Florida (2008), menunjukkan
bahwa pendapatan pajak daerah mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah
daerah.
2.8 Penelitian Terdahulu
Sumarjo (2010) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh karakteristik
pemerintah daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah (studi empiris
pada pemerintah daerah kabupaten/kota di Indonesia) menyebutkan bahwa ukuran
(size) pemerintah daerah, leverage, dan intergovermental revenue berpengaruh
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah. Kemakmuran (wealth) tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah disebabkan masih
kecilnya peran Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah.

19
Universitas Sumatera Utara

Sesotyaningtyas (2012) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh
leverage, ukuran legislatif, intergovernmental revenue dan pendapatan pajak
daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah menyebutkan bahwa secara
simultan variabel leverage, ukuran legislatif, intergovernmental revenue, dan
pendapatan pajak daerah, secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi. Sedangkan secara
parsial, variable leverage, ukuran legislatif dan intergovernmental revenue tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio
efisiensi kinerja. Sedangkan variabel pendapatan pajak daerah berpengaruh
negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah berdasarkan rasio efisiensi
kinerja.
Anzarsari

(2014)

dalam

penelitiannya

yang

berjudul

pengaruh

karakteristik pemerintah daerah terhadap kinerja pemerintah daerah (studi empiris
pada kabupaten/kota se-Jawa Tengah) menyebutkan bahwa kemakmuran (wealth),
dan intergovernmental renevue berpengaruh terhadap kinerja pemerintah daerah.
Sedangkan ukuran (size) dan ukuran legislatif tidak berpengaruh.
Maiyora (2015) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh karakteristik
pemerintah daerah terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah kabupaten/kota
(studi empiris kabupaten/kota di Pulau Sumatera) menyebutkan bahwa variable
size dan intergovernmental revenue berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah daerah sedangkan wealth, ukuran legislatif, dan leverage tidak
berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.

20
Universitas Sumatera Utara

Alfarisi (2015) dalam penelitiannya yang berjudul pengaruh pajak daerah,
retribusi daerah, dan dana perimbangan terhadap kinerja keuangan pemerintah
daerah (studi empiris pada kabupaten dan kota di provinsi Sumatera Barat)
menyebutkan bahwa pajak daerah berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah, retribusi daerah berpengaruh signifikan positif
terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah, dan dana perimbangan berpengaruh
signifikan negatif terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Rochmah (2015) dalam penelitiannya yang berjudul faktor-faktor yang
mempengaruhi kinerja keuangan pemerintah daerah (studi empiris pada kota dan
kabupaten di provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2012) menyebutkan bahwa PAD
dan pertumbuhan ekonomi merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kinerja
keuangan pemerintah daerah. Dana perimbangan, belanja modal, ukuran legislatif,
dan leverage tidak berpengaruh terhadap kinerja keuangan pemerintah daerah.
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No

Penelitian

Variabel Penelitian
Dependen :
Kinerja keuangan
pemerintah daerah.

1

Sumarjo (2010)

Independen : ukuran
(size) pemerintah daerah,
leverage, dan
intergovermental revenue

Hasil Peneliti
ukuran
(size)
pemerintah
daerah,
leverage,
dan
intergovermental
revenue berpengaruh
terhadap
kinerja
keuangan pemerintah
daerah. Kemakmuran
(wealth)
tidak
berpengaruh terhadap
kinerja
keuangan
pemerintah
daerah
disebabkan
masih
kecilnya
peran
Pendapatan
Asli
Daerah
(PAD)

21
Universitas Sumatera Utara

Dependen : Kinerja
keuangan pemerintah
daerah
Independen : leverage,
ukuran legislatif,
intergovernmental
revenue, dan pendapatan
pajak daerah

2

Sesotyaningtyas
(2012)

Dependen: Kinerja
keuangan pemerintah
daerah
3

Anzarsari
(2014)

4

Maiyora
(2015)

Independen:
Kemakmuran (wealth),
intergovernmental
revenue, ukuran (size),
dan ukuran legislatif
Dependen: Kinerja
keuangan pemerintah
daerah

terhadap
kinerja
keuangan pemerintah
daerah.
secara
simultan
variabel
leverage,
ukuran
legislatif,
intergovernmental
dan
revenue,
pendapatan
pajak
daerah,
secara
bersamasama
berpengaruh terhadap
kinerja
keuangan
pemerintah
daerah
berdasarkan
rasio
efisiensi. Sedangkan
secara parsial, variable
leverage,
ukuran
legislatif
dan
intergovernmental
revenue
tidak
berpengaruh terhadap
kinerja
keuangan
pemerintah
daerah
berdasarkan
rasio
efisiensi
kinerja.
Sedangkan
variabel
pendapatan
pajak
daerah
berpengaruh
negatif
terhadap
kinerja
keuangan
pemerintah
daerah
berdasarkan
rasio
efisiensi kinerja.
kemakmuran (wealth),
dan intergovernmental
renevue berpengaruh
terhadap
kinerja
pemerintah
daerah.
Sedangkan
ukuran
(size)
dan
ukuran
legislatif
tidak
berpengaruh
variabel
size
dan
intergovernmental
revenue berpengaruh

22
Universitas Sumatera Utara

Independen: Size,
intergovernmental
revenue, wealth, ukuran
legislatif, dan leverage

Dependen: Kinerja
keuangan pemerintah
daerah

5

Alfarisi
(2015)

Independen: Pajak
daerah, retribusi daerah,
dan dana perimbangan

Dependen: Kinerja
keuangan pemerintah
daerah
6

Rochmah
(2015)

Independen: Dana
perimbangan, belanja
modal, ukuran legislatif,
dan leverage

terhadap
kinerja
keuangan pemerintah
daerah
sedangkan
wealth,
ukuran
legislatif, dan leverage
tidak
berpengaruh
terhadap
kinerja
keuangan pemerintah
daerah.
pajak
daerah
berpengaruh signifikan
positif terhadap kinerja
keuangan pemerintah
daerah, retribusi daerah
berpengaruh signifikan
positif terhadap kinerja
keuangan pemerintah
daerah,
dan
dana
perimbangan
berpengaruh signifikan
negatif
terhadap
kinerja
keuangan
pemerintah daerah
Dana
perimbangan,
belanja modal, ukuran
legislatif, dan leverage
tidak
berpengaruh
terhadap
kinerja
keuangan pemerintah
daerah

2.9 Kerangka Konseptual
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan kedalam kerangka
konseptual sebagai berikut:

Leverage (X1)
Ukuran legislatif
(X2)

Kinerja Keuangan
Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota di
Indonesia (Y)
23
Universitas Sumatera Utara

Intergovernmental
Revenue (X3)
Pendapatan Pajak
Daerah (X4)

Gambar 2.1
Kerangka Konseptual

2.10 Hipotesis Peneliatian
H1: Levarage berpengaruh signifikan terhadap kinjera keuangan
pemerintah kabupaten/kota di Indonesia.
H2: Ukuran legislatif berpengaruh signifikan terhadap kinerja keuangan
pemerintah kabupaten/kota di Indonesia.
H3:

Intergovernmental revenue berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan pemerintah kabupaten/kota di Indonesia

H4:

Pendapatan pajak daerah berpengaruh signifikan terhadap kinerja
keuangan pemerintah kabupaten/kota di Indonesia

H5: Leverage,

ukuran

legislatif,

intergovernmental

revenue

dan

pendapatan pajak daerah berpengaruh terhadap kinerja keuangan
pemerintah kabupaten/kota di Indonesia

24
Universitas Sumatera Utara

Dokumen yang terkait

PENGARUH SIZE, WEALTH, LEVERAGE DAN INTERGOVERNMENTAL REVENUE TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH DI JAWA TENGAH

4 22 102

PENGARUH BELANJA MODAL, INTERGOVERNMENTAL Pengaruh Belanja Modal, Intergovernmental Revenue, Leverage, Size dan Pendapatan Alsi Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Pulau Jawa Tahun 2014.

0 3 17

TERHADAP KINERJA KEUANGAN PEMERINTAH DAERAH KOTA DAN KABUPATEN DI PULAU JAWA TAHUN 2014 “ Pengaruh Belanja Modal, Intergovernmental Revenue, Leverage, Size dan Pendapatan Alsi Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Daerah Kota dan Kabupaten di Pulau

0 5 17

Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif, Intergovernmental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia

0 0 10

Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif, Intergovernmental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia

0 0 2

Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif, Intergovernmental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia

0 0 7

Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif, Intergovernmental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia Chapter III V

0 0 39

Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif, Intergovernmental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia

0 13 5

Pengaruh Leverage, Ukuran Legislatif, Intergovernmental Revenue dan Pendapatan Pajak Daerah Terhadap Kinerja Keuangan Pemerintah Kabupaten Kota di Indonesia

0 0 5

PENGARUH BELANJA MODAL, UKURAN PEMERINTAH DAERAH, INTERGOVERNMENTAL REVENUE DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH TERHADAP KINERJA KEUANGAN - repository perpustakaan

0 0 17