KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA (1)
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
KLIPING BERITA TENTANG KEUANGAN NEGARA
Oleh:
Nama
: Intan Nur Shabrina
NPM
: 133060018162
Kelas
: 3-AE
Mahasiswa Program Diploma III Keuangan
Spesialisasi Akuntansi STAN BINTARO
Untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah
Pengantar Pengelolaan Keuangan Negara
SekolahTinggi Akuntansi Negara
2014
BERITA 1 : Pemberian KIS dan KIP Diminta Tak Dikaitkan
dengan Pengurangan Subsidi BBM
16 November 2014 | 16:29 WIB
Presiden Joko Widodo di dampingi oleh Ibu Negara Iriana peluncuran Kartu Indonesia
Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kantor Pos Besar, Jakarta Pusat, Senin
(3/11/2014). Peluncuran kartu yang di hadiri oleh Menteri Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani,Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek dan
menteri Kabinet Kerja lainya tersebut sebagai pemenuhan janji Jokowi semasa
kampanye dulu. (Warta Kota/Henry Lopulalan)
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diimbau untuk tak mengaitkan pemberian
Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dengan rencana
menaikkan
harga
bahan
bakar
minyak
(BBM)
bersubsidi.
KIS dan KIP merupakan bagian atas janji kampanye Joko Widodo-Jusuf Kalla saat
Pilpres
2014
lalu.
"Program KIS dan KIP adalah bagian dari janji politik pilpres yang harus dipenuhi,"
kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerakan Muda Hati Nurani Rakyat
(Hanura), Nasrun Marpaung di Jakarta, Minggu (16/11/2014).
Nasrun optimistis, realisasi KIS dan KIP dapat dibiayai pemerintah melalui
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015. Anggaran tersebut
dapat diambil melalui penghematan pada pos-pos belanja kementerian dan
lembaga
yang
relevan
sesuai
peraturan
perundang-undangan.
"(Jadi pembiayaan KIS dan KIP) tanpa harus menaikkan harga BBM bersubsidi,"
ujarnya. Gema Hanura, kata dia, menolak wacana pemerintah untuk menaikkan
harga BBM bersubsidi. Menurut dia, pemerintah masih dapat melakukan
penghematan pengeluaran APBN dengan hal lain.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa kenaikan harga BBM
akan diumumkan setelah Jokowi kembali ke Tanah Air dari lawatan ke luar negeri.
Menurut JK, jumlah kenaikan nanti akan dikalkulasi berdasarkan harga minyak dunia
yang turun menjadi sekitar 80 dollar AS dan melemahnya rupiah.
Tujuan pemerintah menaikkan harga BBM adalah mengalihkan subsidi ke konsumtif
menjadi produktif, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/16/16290911/Pemberian.KIS.dan.KIP.Dimi
nta.Tak.Dikaitkan.dengan.Pengurangan.Subsidi.BBM
Uraian :
Di dalam berita “Pemberian KIS dan KIP Diminta Tak Dikaitkan
dengan Pengurangan Subsidi BBM” dijelaskan bahwa menurut Kartu
Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerakan Muda Hati Nurani Rakyat
(Hanura), Nasrun Marpaung, Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia
Pintar (KIP) dapat dibiayai pemerintah melalui Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2015 melalui penghematan pada pos-pos
belanja kementerian dan lembaga yang relevan sesuai peraturan
perundang-undangan tanpa harus mengurangi anggaran subsidi BBM.
Dasar Hukum :
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuang
Negara
“Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.”
Komentar :
Jadi mengacu pada ayat UU Nomor 17 Tahun 2003 diatas bahwa
Presiden yang berhak berkuasa atas pengelolaan keuangan Negara. Dalam
kasus ini Nasrun Marpaung memberikan komentar bahwa pemberian KIS
dan KIP tidak ada kaitannya dengan harga BBM bersubsidi yang akan naik.
Padahal menurut Jusuf Kalla, jumlah kenaikan BBM nanti akan
dikalkulasi berdasarkan harga minyak dunia yang turun menjadi sekitar 80
dollar AS dan melemahnya rupiah. Jusuf Kalla juga mengatakan bahwa
kenaikan harga BBM akan diumumkan setelah Jokowi kembali ke Tanah Air
dari lawatan ke luar negeri. Hal ini berarti harga BBM bersubsidi benarbenar akan naik, sedangkan untuk pemberian KIS dan KIP tidak
menggunakan dana alokasi dari belanja subsidi BBM. Hal inilah yang
menjadi rencana Presiden dan Wakil Presiden baru kita atas kekuasaan
pengelolaan keuangan negara.
BERITA 2 : Menkeu Tekankan Peningkatan Kualitas Belanja
Untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi
13 November 2014 | 09:58 WIB
Jakarta, 13/11/2014 MoF (Fiscal) News - Menteri Keuangan menekankan pentingnya
meningkatkan kualitas belanja pemerintah untuk mendorong laju pertumbuhan
ekonomi ke arah yang lebih tinggi. Hal ini ia sampaikan di sela pertemuan dengan
para analis ekonomi pada Rabu (12/11) malam di Kantor Pusat Kementerian
Keuangan, Jakarta.
“Tentunya yang harus diperbaiki supaya tumbuh lebih cepat salah satunya adalah
memperbaiki komposisi belanja,” ungkap Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro di
sela pertemuan.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, salah satu masalah utama yang dihadapi
pemerintah saat ini adalah kualitas belanja. “Problem-nya adalah, kebanyakan
spending itu less productive,” katanya.
Menkeu mencontohkan, anggaran untuk infrastruktur pada tahun lalu, misalnya,
masih kalah jika dibandingkan dengan anggaran untuk belanja subsidi. Pada tahun
2013, anggaran subsidi mencapai lebih lebih dari dua kali lipat dari anggaran
belanja modal, termasuk untuk infrastruktur.
“Jadi sangat timpang perbedaannya, dan ini tentunya tidak akan bisa jadi daya
dorong buat pertumbuhan ekonomi itu sendiri,” ungkapnya.
Selain itu, dalam pertemuan yang membahas sejumlah agenda ekonomi
pemerintah baru tersebut, Menkeu juga menyinggung mengenai upaya
pengentasan kemiskinan dan pengangguran. “Yang diharapkan dari pemerintahan
baru, dari Pak Presiden dan Pak Wakil Presiden yang baru adalah bagaimana
mempercepat pengurangan kemiskinan,” jelasnya.(wa)
http://www.kemenkeu.go.id/Berita/menkeu-tekankan-peningkatan-kualitas-belanjauntuk-dorong-pertumbuhan-ekonomi
Uraian :
Menteri
Keuangan
berkomentar
mengenai
kualitas
belanja
pemerintah
yang
kebanyakan
less
productive
anggaran
untuk
infrastruktur pada tahun lalu, misalnya, masih kalah jika dibandingkan
dengan anggaran untuk belanja subsidi. Pada tahun 2013, anggaran
subsidi mencapai lebih lebih dari dua kali lipat dari anggaran belanja
modal, termasuk untuk infrastruktur.
Dasar Hukum :
Dasar hukum mengenai anggaran belanja untuk subsidi BBM ini terdapat
pada Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, diatur bahwa anggaran belanja pemerintah pusat
dikelompokkan menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
“Belanja Negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.”
Komentar :
Menurut ayat diatas, dilihat dari pengelompokkan menurut
organisasi, subsidi BBM masuk dalam ranah Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral. Yang bertanggung jawab atas kuota subsidi BBM
adalah presiden dan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun
mengenai permasalahan alokasi anggaran untuk subsidi BBM ini ternyata
sudah dicantumkan dalam pokok-pokok kebijakan yang harus dilakukan
oleh pemerintah baru dalam RUU APBN 2015 yaitu :
1.
Meningkatkan efisiensi anggaran subsidi BBM dengan alokasi yang
lebih tepat sasaran.
2.
Mengurangi penggunaan konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap.
3.
Melanjutkan pengendalian BBM bersubsidi.
4.
Melanjutkan program konversi BBM ke bahan bakar gas terutama di
kota-kota besar.
5.
Mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan.
6.
Meningkatkan dan mengembangkan pembangunan jaminan gas kota
untuk rumah tangga
7.
Meningkatkan pemakaian Bahan Bakar Nabati (BBN).
8.
Meningkatkan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi
9.
Meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam pengendalian
pengawasan BBM bersubsidi.
Sehingga diharapkan untuk realisasi kedepannya dapat berjalan
sesuai dengan harapan dan tujuan seperti yang dikemukakan oleh Menteri
Keuangan yaitu tidak less productive.
BERITA 3 : Investasi, Kunci Menjaga Pertumbuhan Tinggi
12 November 2014 | 17:21 WIB
Jakarta, 12/11/2014 MoF (Fiscal) News - Menteri Keuangan Bambang P.S.
Brodjonegoro kembali menegaskan pentingnya investasi asing (Foreign Direct
Investment-FDI) bagi Indonesia. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo bahwa
pemerintah akan berupaya untuk menarik investasi dengan cara perbaikan di
bidang perijinan. Hal demikian disampaikan oleh Menteri Keuangan dalam acara
U.S.-Indonesia Investment Summit yang berlangsung 11-12 November 2014 di
Jakarta.
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan kata kunci yang menjadi tema dari pertemuan
tersebut, yaitu investasi dan kesejahteraan rakyat. “Peningkatan kesejahteraan
rakyat merupakan tujuan utama negara dan pemerintah senantiasa berupaya untuk
mencapai hal tersebut,” kata Menkeu.
Untuk mencapai kesejahteraan rakyat diperlukan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, berkesinambungan, dan lebih merata. Menkeu percaya bahwa kunci untuk
menjaga pertumbuhan ekonomi tinggi berasal dari sumber yang lebih produktif,
khususnya investasi. “Untuk itu, peningkatan investasi senantiasa menjadi agenda
utama pemerintah,” ungkap Menkeu.
Acara U.S.-Indonesia Investment Summit ini merupakan kerja sama American
chamber of commerce in Indonesia, Kamar Dagang Indonesia, dan Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo). Menkeu memandang acara ini sebagai forum yang
penting untuk berbagi ide dan meningkatkan pemahaman mengenai perkembangan
ekonomi Indonesia, khususnya perkembangan investasi. (ya)
http://www.kemenkeu.go.id/Berita/investasi-kunci-menjaga-pertumbuhan-tinggi
Uraian :
Berita tersebut berisi tentang pentingnya investasi asing bagi
Indonesia. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan
bahwa investasi dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam acara
U.S.-Indonesia Investment Summit yang berlangsung 11-12 November
2014 di Jakarta, Menteri Keuangan memandang acara ini sebagai forum
penting untuk berbagi ide dan meningkatkan pemahaman mengenai
perkembangan ekonomi Indonesia, khususnya perkembangan investasi.
Dasar Hukum :
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang
menjelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara
lain
untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
nasional
dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modal yang dimaksud disini
adalah investasi, baik investasi asing maupun investasi domestik.
Serta pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara yang berbunyi
“…kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain
yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara/ perusahaan daerah;”
Komentar :
Seperti yang dijelaskan dalam uraian, investasi asing itu penting
juga dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena dengan adanya
investor asing ada berbagai manfaat yang dapat mendorong Indonesia
dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah
penyerapan tenaga kerja. Sehingga kesejahteraan rakyat pun akan
meningkat dan perekonomian Indonesia akan tumbuh. Investasi asing itu
sendiri merupakan kekayaan negara yang tercantum dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.
BERITA 4 : Penerimaan Negara Bukan Pajak Wajib
Diberikan Pejabat Kementerian
29 Agustus 2014 | 21:36 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Pejabat Kementerian/Lembaga wajib menyampaikan
rencana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas bagian anggaran dari
Kementerian/Lembaga yang menjadi tugas dan kewenangannya kepada
Kementerian Keuangan.
Hal itu telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomr
152/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan Rencana Penerimaan Negara Bukan
Pajak Kementerian/Lembaga yang mulai berlaku pada 24 Juli 2014. Penetapan
aturan ini untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan tata kelola
pemerintahan yang baik dalam PNBP.
Adapun rencana PNBP K/L ini telah mendapat persetujuan penggunaan dana PNBP
disusun dalam bentuk target dan pagu penggunaan PNBP. Target PNBP disusun
secara realistis dan optimal berdasarkan jenis PNBP dan tarif atas jenis PNBP, akun
pendapatan sesuai bagan akun standar dan perkiraan jumlah atau volume yang
menjadi dasar perhitungan PNBP dari masing-masing PNBP.
Sementara itu, pagu penggunaan PNBP disusun dengan mengacu pada persetujuan
penggunaan dana PNBP. Dalam rangka penyusunan pagu indikatif, rencana PNBP
disusun dengan berpedoman pada rencana PNBP tahun anggaran berjalan, realisasi
PNBP tahun anggaran sebelumnya, dan kebijakan pemerintah.
Batas waktu penerimaan PNBP ini paling lambat minggu ketiga Januari. Apabila
Kementerian/Lembaga tidak menyampaikan rencana PNBP sampai batas waktu itu,
maka Kemenkeu dapat melakukan perhitungan rencana PNBP K/L yang ditetapkan
oleh Menteri c.q Direktur Jenderal Anggaran paling lambat pada minggu pertama
Februari.
Lalu apabila terdapat perubahan kebijakan pemerintah yang menyebabkan
perubahan PNBP, maka batas waktu akhir penerimaan rencana PNBP adalah minggu
kedua Mei. Hal itu disertai penjelasan atas perubahan rencana PNBP.
Selain itu, Kementerian Keuangan dapat melakukan perhitungan rencana
penerimaan negara bukan pajak K/L jika rencana PNBP K/L pagu anggaran paling
lambat pada minggu keempat Mei.
"Rencana PNBP ini digunakan sebagai bahan dalam penyusunan rancangan APBN,"
ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementeria Keuangan, Yudi
Pramadi, dalam siaran pers yang diterbitkan, Jumat (29/8/2014). (Fik/Ahm)
http://bisnis.liputan6.com/read/2098512/penerimaan-negara-bukan-pajak-wajibdiberikan-pejabat-kementerian
Uraian :
Berita ini berisi mengenai kewajiban Pejabat Kementerian/Lembaga
dalam menyampaikan rencana penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
atas bagian anggaran dari Kementerian/Lembaga yang menjadi tugas dan
kewenangannya kepada Kementerian Keuangan. Hal ini telah tercantum
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.02/2014
tentang Petunjuk Penyusunan Rencana Penerimaan Negara Bukan Pajak
Kementerian/Lembaga yang mulai berlaku pada 24 Juli 2014. Rencana ini
telah mendapat persetujuan penggunaan dana PNBP disusun dalam
bentuk target dan pagu penggunaan PNBP.
Dasar Hukum :
PMK Nomor 152/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan Rencana
Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian/Lembaga serta Pasal 11
ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang berbunyi
“Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan
pajak, dan hibah.”
Komentar :
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah salah satu pendapatan
Negara yang dipungut oleh Menteri/pimpinan lembaga yang kemudian
disetorkan ke Kas Negara. Dengan adanya PMK Nomor 152/PMK.02/2014
yang baru saja berlaku bulan Juli, Pejabat Kementerian/Lembaga wajib
menyampaikan rencana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas
bagian anggaran dari Kementerian/Lembaga. PNBP tersebut antara lain :
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
c. Penerimaan dari hasil-hasil kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
pemerintah.
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaan denda administrasi.
f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang - undang tersendiri.
BERITA 5 : Merdeka 69 Tahun, RI Baru Susun RUU
Pengelolaan Kekayaan Negara
20 Agustus 2014 | 15:12 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Saat ini pemerintah mempercepat penyusunan Rancangan
Undang-undang Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN). Hal itu mengingat hingga
69 tahun perayaan kemerdekaan, Indonesia belum memiliki satu Undang-undang
yang mengatur pengelolaan kekayaan negara secara menyeluruh.
Direktur Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Tavianto Noegroho menuturkan, tidak
adanya landasan hukum tersebut maka masih terdapat berbagai permasalah terkait
pengelolaan kekayaan negara di tanah air.
Adapun beberapa permasalahan penting terkait pengelolaan kekayaan negara
antara lain ditemui adanya permasalahan antar sektoral, antar pemerintah, dan
antar pemerintah dengan pihak lain terkait dengan pengelolaan kekayaan negara.
Kedua, penerimaan negara yang dihasilkan dari pengelolaan sumber daya alam
belum optimal. Ketiga, investasi pemerintah dan pengelolaan barang milik
negara/daerah belum dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi
penerimaan negara dan daerah.
Keempat, keseimbangan antara utilisasi kekayaan negara dan perlindungan hak
negara dan masyarakat belum terjamin.
Oleh karena itu, pemerintah mempercepat penyusunan Rancangan Undang-undang
Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN). Prakarsa RUU PKN telah dimulai sejak
tahun 2000 dengan adanya persetujuan presiden pada 19 September 2000.
"Pembahasan RUU PKN ini telah dilakukan secara intensif dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian
Hukum Hak Asasi Manusia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Badan
Pertanahan Nasional," ujar Tavianto, dalam keterangan yang diterbitkan, Rabu
(20/8/2014).
Adapun draft dan naskah akademis telah diuji dalam berbagai konsultasi publik
serta focus group discussion (FGD), dan seminar dengan kalangan akademisi dan
praktisi. Bahkan benchmarking dengan peraturan sejenis di beberapa negara
termasuk Swedia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan telah dilakukan untuk
menyempurnakan materi RUU PKN dengan praktik internasional.
"Dalam waktu dekat pemerintah akan melakukan harmonisasi dan finalisasi RUU
PLN sebelum disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat," ujar Tavianto.
Dengan adanya landasan hukum bagi pengelolaan kekayaan negara maka
diharapkan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Padahal dalam Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan pemerintah harus
menyusun undang-undang yang mengatur lebih lanjut mengenai pengelolaan
kekayaan negara.
Hal itu sebagaimana ditentukan pasal 33 ayat (3) kalau bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Lalu dipergunakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Fik/Ahm)
http://bisnis.liputan6.com/read/2093729/merdeka-69-tahun-ri-baru-susun-ruupengelolaan-kekayaan-negara
Uraian :
Setelah sekian lama Indonesia merdeka, yaitu telah berusia 69
tahun, namun Indonesia belum memiliki satu Undang-undang yang
mengatur pengelolaan kekayaan negara secara menyeluruh. Padahal
adanya Undang-Undang tersebut sangatlah penting demi pengelolaan
kekayaan Negara Indonesia secara menyeluruh. Oleh karena itu,
pemerintah
mempercepat
penyusunan
Rancangan
Undang-undang
Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN).
Prakarsa RUU PKN telah dimulai sejak tahun 2000 dengan adanya
persetujuan presiden pada 19 September 2000. Pembahasan RUU ini
melibatkan kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian
Keuangan, Kementerian Hukum Hak Asasi Manusia, Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Lingkungan Hidup, dan Badan Pertanahan Nasional.
Dasar Hukum :
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.”
Komentar :
Bedasarkan berita di atas, Indonesia yang notabene sudah merdeka
sejak tahun 1945, seharusnya memiliki peraturan tersendiri mengenai
pengelolaan kekayaan negara. Kenapa? Bisa kita lihat bahwa Indonesia
memiliki sumber daya alam yang melimpah yang tidak dimiliki oleh
negara-negara lain. Oleh karena itu perlu adanya Undang-Undang
tersendiri yang mengatur mengenai pengelolaan kekayaan negara.
Dengan adanya landasan hukum yang kuat bagi pengelolaan
kekayaan negara maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Di dalam Undang-undang Dasar 1945
Pasal 33 ayat (3) seperti yang saya cantumkan di atas mengamanatkan
pemerintah harus menyusun undang-undang yang mengatur lebih lanjut
mengenai pengelolaan kekayaan negara. Lebih baik lagi jika RUU ini
segera disampaikan ke DPR agar dapat segera disahkan dan diberlakukan
sebagai dasar hukum.
BERITA 6 : Upaya Pemerintah Genjot Setoran Pajak lewat
Rekening Listrik
8 April 2014 | 19:50 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak menandatangani nota
kesepahaman dengan PT PLN Persero untuk memaksimalkan penerimaan pajak.
Menteri Keuangan Chatib Basri menuturkan, rekening listrik dapat jadi data yang
valid dan digunakan untuk memaksimalkan penerimaan pajak. Pertumbuhan
penggunaan listrik mencapai 2% terjadi pertumbuhan ekonomi sebanyak 1%.
Menurut Chatib, pertumbuhan listrik telah terjadi sebanyak 14% sebelum tahun
2000 sehingga pertumbuhan ekonomi 7%-8%. "Listrik adalah indikator jalan atau
tidaknya ekonomi," ujar Chatib, Jakarta, Selasa (8/4/2014).
Ia menuturkan, dengan melakukan pengecekan terhadap pemakaian listrik bisa
digunakan untuk melihat status perekonomian rumah tangga. Dengan begitu
pihaknya dapat mengetahui pajak yang dikeluarkan.
Selanjutnya, dengan kerja sama tersebut diharapkan mampu menggali potensi
pajak yang tersembunyi sebanyak 40%. "Potensi yang mungkin 40% underground,
kalau pakai data listrik," kata dia.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak menandatangani nota kesepahaman dengan
PT PLN (Persero), PT Pelindo IV, dan BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, penandatanganan nota kesepahaman ini
untuk merangkai kerja sama yang dibangun terutama sinergi dengan berbagai
pemerintahan dan BUMN. Kerja sama ini dilandasi oleh pasal 35 KUP, PP 31, dan
PMK tentang pajak untuk berikan data pada Ditjen Pajak.
http://bisnis.liputan6.com/read/2034231/upaya-pemerintah-genjot-setoran-pajaklewat-rekening-listrik
Uraian :
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus
melakukan upaya ekstensifikasi maupun intensifikasi guna mengejar
terget penerimaan pajak yang telah ditetapkan pemerintah. Salah satu
upayanya yaitu dengan melakukan penandatangan kerja sama dengan PT
PLN (Persero). Rekening listrik dinilai dapat menjadi data yang valid
dalam pengukuran dalam menentukan berapa banyak pajak yang harus
dikenakan.
Dasar Hukum :
Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan yang berbunyi
“Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik,
notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga
lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan
pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak,
pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang
diminta.”
Komentar :
Dilihat dari dasar hukum yang saya cantumkan di atas, bahwa dalam
menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
diperlukan adanya keterangan atau bukti dari pihak ketiga. Dalam berita
ini yang dimaksud dengan pihak ketiga itu adalah PLN. Menurut Menteri
Keuangan Chatib Basri, listrik adalah indikator jalan atau tidaknya
ekonomi.
PT PLN telah menyepakati akan memberikan data konsumen listrik
dengan daya 2200 VA ke atas beserta tagihan listriknya dalam rangka
optimalisasi penerimaan pajak. Kerja sama teknis dengan PT PLN yang
merupakan BUMN ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran
mengenai pentingnya pemanfaatan data wajib pajak untuk meningkatkan
penerimaan.
BERITA 7 : Tilep APBD Rp 4,1 Miliar, Bupati Rembang
Dituntut 2,5 Tahun
5 Juni 2014 | 06:35 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Bupati Rembang M Salim dituntut dua tahun enam bulan
penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan terkait kasus dugaan
korupsi penyalahgunaan APBD Rembang tahun 2006-2007 dalam penyertaan modal
PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya. Tuntutan itu disampaikan Jaksa Penuntut
Umum dari Kejati Jateng, dalam lanjutan sidang di Pengadilan Tipikor Semarang,
Rabu (4/6/2014).
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Slamet Margono menyebutkan
bahwa BPK menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 4,1 miliar dari APBD
Rembang tahun 2006-2007. Jaksa menilai pencairan uang yang dilakukan terdakwa
bermasalah karena dilakukan sebelum Perda Penyertaan Modal disahkan Gubernur
Jateng.
"Terdakwa bersalah melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Slamet saat membacakan
tuntutannya.
Dalam kasus itu, Salim didakwa menggunakan APBD Kabupaten Rembang untuk
penyertaan modal awal badan usaha milik pemeritah kabupaten yaitu PT Rembang
Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ). Lalu sebagian dari modal tersebut digunakan untuk
membeli tanah dan membangun SPBU.
"Terdakwa mengarahkan PT RBSJ agar membeli tanah yang dibeli seharga Rp 2,3
miliar. Tanah dibalik nama atas nama Siswadi (saksi) atas perintah terdakwa," kata
Jaksa.
Di luar itu, keuntungan SPBU senilai Rp 1,8 miliar tidak disetorkan ke PT RBSJ. Dari
hasil perhitungan BPK, lanjut jaksa, total kerugian negara dalam perkara tersebut
yaitu Rp 4,1 miliar.
Usai persidangan, M Salim menilai hal yang diungkapkan jaksa tidak sesuai fakta.
Menurutnya jaksa hanya merangkum berita acara pemeriksaan di kepolisian.
"Nanti rinciannya akan disampaikan di pembelaan," kata Salim.
http://bisnis.liputan6.com/read/2115595/kurangi-defisit-anggaran-pemerintahhemat-anggaran-belanja
Uraian :
Bupati
Rembang
M
Salim
terkait
kasus
dugaan
korupsi
penyalahgunaan APBD Rembang tahun 2006-2007. Dalam kasus tersebut
M Salim didakwa menggunakan APBD Kabupaten Rembang untuk
penyertaan modal awal badan usaha milik pemerintah kabupaten yaitu PT
Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ). Lalu sebagian dari modal tersebut
digunakan untuk membeli tanah dan membangun SPBU. Dari hasil
perhitungan BPK, lanjut jaksa, total kerugian negara dalam perkara
tersebut yaitu Rp 4,1 miliar. Namun setelah sidang, M Salim menilai bahwa
hall-hal yang diungkapkan jaksa dalam persidangan tidak sesuai fakta.
Dasar Hukum :
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang berbunyi
“Menteri/Pimpinan
lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota
yang
terbukti
melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undangundang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan
pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.”
Serta dasar hukum yang tertera dalam berita tersebut yaitu Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undangundang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang berbunyi
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Komentar :
Seperti yang telah dijelaskan di dalam uraian bahwa Bupati
Rembang ini menyalahgunakan wewenangnya dengan cara menggunakan
APBD Kabupaten Rembang untuk penyertaan modal awal badan usaha
milik pemerintah kabupaten yaitu PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya
(RBSJ). Hal ini tentu saja dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
korupsi yang dengan jelas diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Di dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara juga telah disebutkan bahwa Bupati yang
terbukti melakukan penyimpangan yang telah ditetapkan dalam undangundang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan
pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Walaupun M Salim sendiri mengelak bahwa yang disampaikan jaksa itu
tidak sesuai fakta, namun BPK sebagai auditor telah menemukan indikasi
kerugian negara sebesar Rp 4,1 miliar dari APBD Rembang tahun 20062007 yang dapat dikaitkan dengan kasus tersebut. Namun hal ini masih
ditindak lanjuti lagi.
BERITA 8 : Defisit Anggaran 2015 Dipatok 2,32 Persen
16 Agustus 2014 | 04:57 WIB
TEMPO.CO , Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan defisit
anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015
sebesar Rp 257,57 triliun atau 2,32 persen dari produk domestik bruto. "Turun dari
defisit APBNP 2014," ujar SBY di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat, 15 Agustus
2014.
Menurut SBY, defisit anggaran terjadi karena adanya percepatan pencapaian target
pembangunan nasional melalui kebijakan fiskal yang ekspansif. "Sebagaimana kami
ketahui, konsekuensi dari kebijakan fiskal yang ekspansif adalah terjadinya defisit
anggaran," ujar SBY.
Defisit dalam RAPBN 2015 tersebut direncanakan dibiayai dengan pembiayaan yang
bersumber dari dalam negeri sebesar Rp 281,39 triliun dan luar negeri sebesar Rp
23,81 triliun.
Postur RAPBN 2015: belanja negara direncanakan sebesar Rp 2.019,9 triliun atau
naik 7,6 persen dari pagu pada APBNP 2014. Dari total anggaran belanja tersebut,
belanja pemerintah pusat mengambil porsi Rp 1.379,88 triliun, sedangkan anggaran
transfer daerah dan dana desa Rp 639,9 triliun. Adapun pendapatan negara
ditargetkan Rp 1.762,3 triliun.
Sebelumnya, dalam APBNP 2014, defisit anggaran mencapai 2,4 persen. Defisit itu
terjadi karena anggaran pendapatan negara hanya Rp 1.667,1 triliun, sedangkan
anggaran belanja negara Rp 1.842,5 triliun.
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/16/087599984/Defisit-Anggaran-2015Dipatok-232-Persen
Uraian :
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan defisit anggaran
dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 adalah
2,32 persen dari produk domestik bruto. Target defisit anggaran ini turun
dari deficit anggaran tahun sebelumnya yang mencapai 2,4 persen. Defisit
dalam RAPBN 2015 tersebut direncanakan dibiayai dengan pembiayaan
yang bersumber dari dalam negeri sebesar Rp 281,39 triliun dan luar
negeri sebesar Rp 23,81 triliun.
Dasar Hukum :
Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang berbunyi
“Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang
tentang APBN. “
Serta dalam penjelasan atas Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara berbunyi
“Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik
Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik
Bruto.”
Komentar :
Seperti yang tercantum dalam penjelasan Pasal 12 ayat (3) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa difisit
anggaran dibatai maksimal 3% dari PDB. Defisit anggaran memang
sebenarnya diperlukan bagi Negara yang berkembang seperti Indonesia
ini dalam rangka percepatan pembangunan. Dengan adanya percepatan
pencapaian target pembangunan nasional melalui kebijakan fiskal yang
ekspansif yang menjadikan adanya defisit anggaran.
Seperti yang dikatakan Presiden kita bahwa konsekuensi dari
kebijakan fiskal yang ekspansif adalah terjadinya defisit anggaran. Namun
hal ini mengacu pula pada Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 itu sendiri. Jika dalam hal anggaran diperkirakan deficit maka
ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup deficit anggaran
tersebut. Sehingga dalam berita ini disampaikan bahwa defisit dalam
RAPBN 2015 tersebut direncanakan dibiayai dengan pembiayaan yang
bersumber dari dalam negeri sebesar Rp 281,39 triliun dan luar negeri
sebesar Rp 23,81 triliun.
BERITA 9 : Realisasi Pendapatan dan Hibah APBN Capai Rp
413,11 Triliun
11 Juni 2014 | 09:47 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengungkapkan, realisasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk periode 1 Januari hingga 30 April
menunjukkan perbaikan jika dibanding dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Perbaikan tersebut tercermin dalam peningkatan realisasi pendapatan
dan penurunan defisit anggaran.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu),
Yudi Pramadi menjelaskan, realisasi pendapatan dan hibah mencapai Rp 413, 11
triliun atau mencapai 24,8 persen dari pagu APBN. "Di tahun lalu realisasinya hanya
mencapai 23,5 persen dari pagu APBN," jelasnya seperti tertulis dalam siaran pers,
Rabu (11/6/2014).
Menurutnya, peningkatan realisasi tersebut disebabkan persentase realisasi
penerimaan perpajakan yang lebih tinggi 1,2 persen dan Penerimaan Negara Bulan
Pajak (PNBP) yang lebih tinggi 2,2 persen dari persentase realisasi tahun lalu.
Sementara, untuk realisasi belanja mencapai Rp 432,68 triliun atau mencapai 23,5
persen dari pagu APBN. Untuk periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi
belanja mencapai 23,7 persen dari pagu. Lebih kecilnya realisasi belanja pada tahun
ini dibanding dengan tahun lalu karena realisasi transfer ke daerah pada tahun ini
lebih rendah 4,9 persen.
Sedangkan untuk desifit, tahun ini tercatat Rp 19,57 triliun, lebih kecil jika dibanding
dengan tahun lalu yang tercatat mencapai Rp 38,99 triliun. Penurunan defisit
tersebut karena ada peningkatan dari sisi pendapatan dan hibah yang tercatat 1,3
persen dan pengurangan belanja yang sebesar 0,2 persen dari persentase realisasi
tahun lalu.
Disamping itu, realisasi pembiayaan di tahun ini mencapai Rp 120, 23 triliun atau
mencapai 68,6 persen dari pagu APBN. Pada tahun lalu dengan periode yangsama,
realisasinya baru mencapai 49,1 persen saja. (Fik/Gdn)
bisnis.liputan6.com/read/2061440/realisasi-pendapatan-dan-hibah-apbn-capai-rp41311-triliun
Uraian :
Realisasi APBN untuk periode 1 Januari hingga 30 April menunjukkan
perbaikan jika dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Perbaikan tersebut tercermin dalam peningkatan realisasi pendapatan
dan penurunan defisit anggaran. Realisasi pendapatan dan hibah naik
yaitu mencapai Rp 413, 11 triliun atau mencapai 24,8 persen dari pagu
APBN dibandingkan dengan tahun sebelumnya realisasinya hanya
mencapai 23,5 persen dari pagu APBN. Hal ini disebabkan persentase
realisasi penerimaan perpajakan yang lebih tinggi 1,2 persen dan
Penerimaan Negara Bulan Pajak (PNBP) yang lebih tinggi 2,2 persen dari
persentase realisasi tahun lalu.
Sedangkan untuk realisasi belanja turun yaitu mencapai Rp 432,68
triliun atau mencapai 23,5 persen dari pagu APBN dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, realisasi belanja mencapai 23,7 persen dari pagu.
Lebih kecilnya realisasi belanja pada tahun ini dibanding dengan tahun
lalu karena realisasi transfer ke daerah pada tahun ini lebih rendah 4,9
persen. Dan untuk desifit anggaran, tahun ini tercatat Rp 19,57 triliun,
lebih kecil jika dibanding dengan tahun lalu yang tercatat mencapai Rp
38,99 triliun. Disamping itu, realisasi pembiayaan di tahun ini mencapai
Rp 120, 23 triliun atau mencapai 68,6 persen dari pagu APBN. Pada tahun
lalu, realisasinya baru mencapai 49,1 persen saja.
Dasar Hukum :
Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang berbunyi
“APBN terdiri
pembiayaan.”
atas
anggaran
pendapatan,
anggaran
belanja,
dan
Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang berbunyi
“Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan,
yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan
lainnya.”
Dengan penjelasan dari Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara adalah Laporan Realisasi Anggaran selain
menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi
kerja setiap kementerian negara/lembaga.
Komentar :
Realisasi APBN periode 1 Januari hingga 30 April 2014 mengalami
perbaikan yang ditunjukkan dengan naiknya pendapatan dan penurunan
defisit anggaran. Perbaikan ini juga terlihat dari lengkapnya jumlah
nominal realisasi anggaran tiap-tiap ruang lingkup APBN yang meliputi
pendapatan Negara dan hibah, belanja Negara, surplus/defisitnya, sampai
dengan pembiayaannya yang dibandingkan dengan data-data jumlah
nominal APBN tahun sebelumnya.
Berdasarkan dasar hukum di atas, apabila APBN telah selesai
dilaksanakan maka harus segera dibuat Laporan Realisasi Anggaran. Hal
ini sesuai dengan asas pengelolaan keuangan negara yaitu Asas
Akuntabilitas dan Asas Keterbukaan bahwa pengelolaan keuangan negara
itu harus dipertanggung jawabkan dan harus terbuka dalam pembahasan,
penetapan, dan perhitungannya. Dalam berita tersebut dijelaskan
mengenai jumlah pendapatan, pengeluaran serta pembiayaannya beserta
sumber-sumbernya secara jelas. Sehingga pertanggungjawaban APBN
periode 1 Januari hingga 30 April telah sesuai.
BERITA 10 : Utang ke IMF Lunas, Ini yang Harus Dilakukan
Jokowi
18 Oktober 2014 | 14:49 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Indonesia telah melunasi utang-utangnya ke International
Monetary Fund (IMF) pada 2006. Setelah lepas dari jeratan utang IMF, Presiden
terpilih Joko Widodo (Jokowi) harus melakukan sejumlah kebijakan untuk
mengamankan ekonomi Indonesia.
Salah satunya yaitu mengubah segala kebijakan yang diteken ketika Indonesia
meminjam utang ke lembaga keuangan tersebut. "Termasuk mengubah Undangundang (UU)," kata Sekretaris Jendral Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani
seperti yang ditulis, Sabtu (18/10/2014).
Dia menyebutkan, setidaknya ada beberapa UU yang harus diubah karena dibuat
sepanjang 1999-2003. Aviliani memandang UU itu dibuat dalam tekanan, sehingga
kurang ada keberpihakan kepada Indonesia.
"Misalnya liberalisasi di sektor tambang, keuangan devisa bebas. Nah dari situ kita
bisa menata kembali mana UU yang sebenarnya sesuai dengan kebutuhan
Indonesia, jadi kita tidak tergantung lagi kepada aturan-aturan yang ditetapkan oleh
IMF," paparnya.
Sementara itu demi mencegah terjadinya utang kepada IMF lagi, Aviliani mengaku
mengusulkan cara kepada pemerintahan baru nantinya untuk lebih mencari
pendanaan melalui hubungam bilateral antar negara.
"Jadi kita sesuaikan antar kepentingan kedua belah pihak, itu lebih cocok. Misalnya
dengan Jepang, mereka inginnya seperti apa. Kita juga sesuaikan kemampuan kita,
jadi win win solution," pungkas Aviliani.
Pada krisis moneter 1998 silam, Indonesia memang telah menjadi pasien dari IMF.
Seluruh kebijakan ekonomi pemerintah harus dengan persetujuan IMF pada saat itu.
Namun pada 2006, Indonesia telah melunasi seluruh utang-utangnya ke IMF.
Pelunasan utang ini lebih cepat karena seharusnya jatuh tempo pada 2010. Sisa
pinjaman yang dibayar Indonesia ke IMF saat itu adalah US$ 3,181 miliar.
http://bisnis.liputan6.com/read/2120876/utang-ke-imf-lunas-ini-yang-harusdilakukan-jokowi#
Uraian :
Utang Indonesia ke IMF sekarang sudah lunas. Sekarang gilaran
Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang harus melakukan sejumlah kebijakan
untuk mengamankan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah dengan
menata kembali aturan-aturan yang ada dalam Undang-Undang. Ada
beberapa UU yang harus diubah karena dibuat sepanjang 1999-2003
ketika Indonesia masih berutang pada IMF. Karena hal tersebut, UndangUndang yang dibuat pun harus sesuai dengan kebijakan IMF, sehingga
kurang ada keberpihakan kepada Indonesia. Seluruh kebijakan ekonomi
pemerintah harus dengan persetujuan IMF pada saat itu.
Dasar Hukum :
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang berbunyi
“Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1,
meliputi :
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan
uang, dan melakukan
pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;…”
Serta dasar hukum lain yang lebih khusus yaitu dalam pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman
Luar Negeri dan Penerimaan Hibah yang berbunyi
“Pinjaman Luar Negeri dan penerimaan Hibah harus memenuhi prinsip:
a. transparan;
b. akuntabel;
c. efisien dan efektif;
d. kehati-hatian;
e. tidak disertai ikatan politik; dan
f. tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan
Negara.”
Komentar :
Ketika Indonesia berutang ke IMF, ternyata banyak mengandung
unsur politik. IMF memanfaatkan Indonesia dengan cara memesan dan
menuntut Undang-Undang ataupun peraturan pemerintah agar sesuai
dengan keinginan IMF. Semua kebijakan ekonomi yang akan diambil
pemerintah pun harus dengan persetujuan IMF. Seharusnya hal ini sudah
melanggar Peraturan Pemerintah yang telah saya sebutkan di atas.
Namun karena utang Indonesia kepada IMF sudah lunas maka
Indonesia sudah tidak akan menjadi boneka IMF lagi dan sebaiknya
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang dulunya dibuat sebagai
persyaratan utang kepada IMF, harus segera diganti.
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
KLIPING BERITA TENTANG KEUANGAN NEGARA
Oleh:
Nama
: Intan Nur Shabrina
NPM
: 133060018162
Kelas
: 3-AE
Mahasiswa Program Diploma III Keuangan
Spesialisasi Akuntansi STAN BINTARO
Untuk Memenuhi Tugas dari Mata Kuliah
Pengantar Pengelolaan Keuangan Negara
SekolahTinggi Akuntansi Negara
2014
BERITA 1 : Pemberian KIS dan KIP Diminta Tak Dikaitkan
dengan Pengurangan Subsidi BBM
16 November 2014 | 16:29 WIB
Presiden Joko Widodo di dampingi oleh Ibu Negara Iriana peluncuran Kartu Indonesia
Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) Kantor Pos Besar, Jakarta Pusat, Senin
(3/11/2014). Peluncuran kartu yang di hadiri oleh Menteri Koordinator Pembangunan
Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani,Menteri Kesehatan Nila F. Moeloek dan
menteri Kabinet Kerja lainya tersebut sebagai pemenuhan janji Jokowi semasa
kampanye dulu. (Warta Kota/Henry Lopulalan)
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah diimbau untuk tak mengaitkan pemberian
Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia Pintar (KIP) dengan rencana
menaikkan
harga
bahan
bakar
minyak
(BBM)
bersubsidi.
KIS dan KIP merupakan bagian atas janji kampanye Joko Widodo-Jusuf Kalla saat
Pilpres
2014
lalu.
"Program KIS dan KIP adalah bagian dari janji politik pilpres yang harus dipenuhi,"
kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerakan Muda Hati Nurani Rakyat
(Hanura), Nasrun Marpaung di Jakarta, Minggu (16/11/2014).
Nasrun optimistis, realisasi KIS dan KIP dapat dibiayai pemerintah melalui
Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015. Anggaran tersebut
dapat diambil melalui penghematan pada pos-pos belanja kementerian dan
lembaga
yang
relevan
sesuai
peraturan
perundang-undangan.
"(Jadi pembiayaan KIS dan KIP) tanpa harus menaikkan harga BBM bersubsidi,"
ujarnya. Gema Hanura, kata dia, menolak wacana pemerintah untuk menaikkan
harga BBM bersubsidi. Menurut dia, pemerintah masih dapat melakukan
penghematan pengeluaran APBN dengan hal lain.
Sebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan bahwa kenaikan harga BBM
akan diumumkan setelah Jokowi kembali ke Tanah Air dari lawatan ke luar negeri.
Menurut JK, jumlah kenaikan nanti akan dikalkulasi berdasarkan harga minyak dunia
yang turun menjadi sekitar 80 dollar AS dan melemahnya rupiah.
Tujuan pemerintah menaikkan harga BBM adalah mengalihkan subsidi ke konsumtif
menjadi produktif, seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan.
http://nasional.kompas.com/read/2014/11/16/16290911/Pemberian.KIS.dan.KIP.Dimi
nta.Tak.Dikaitkan.dengan.Pengurangan.Subsidi.BBM
Uraian :
Di dalam berita “Pemberian KIS dan KIP Diminta Tak Dikaitkan
dengan Pengurangan Subsidi BBM” dijelaskan bahwa menurut Kartu
Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Gerakan Muda Hati Nurani Rakyat
(Hanura), Nasrun Marpaung, Indonesia Sehat (KIS) dan Kartu Indonesia
Pintar (KIP) dapat dibiayai pemerintah melalui Rancangan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara 2015 melalui penghematan pada pos-pos
belanja kementerian dan lembaga yang relevan sesuai peraturan
perundang-undangan tanpa harus mengurangi anggaran subsidi BBM.
Dasar Hukum :
Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuang
Negara
“Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan
keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan.”
Komentar :
Jadi mengacu pada ayat UU Nomor 17 Tahun 2003 diatas bahwa
Presiden yang berhak berkuasa atas pengelolaan keuangan Negara. Dalam
kasus ini Nasrun Marpaung memberikan komentar bahwa pemberian KIS
dan KIP tidak ada kaitannya dengan harga BBM bersubsidi yang akan naik.
Padahal menurut Jusuf Kalla, jumlah kenaikan BBM nanti akan
dikalkulasi berdasarkan harga minyak dunia yang turun menjadi sekitar 80
dollar AS dan melemahnya rupiah. Jusuf Kalla juga mengatakan bahwa
kenaikan harga BBM akan diumumkan setelah Jokowi kembali ke Tanah Air
dari lawatan ke luar negeri. Hal ini berarti harga BBM bersubsidi benarbenar akan naik, sedangkan untuk pemberian KIS dan KIP tidak
menggunakan dana alokasi dari belanja subsidi BBM. Hal inilah yang
menjadi rencana Presiden dan Wakil Presiden baru kita atas kekuasaan
pengelolaan keuangan negara.
BERITA 2 : Menkeu Tekankan Peningkatan Kualitas Belanja
Untuk Dorong Pertumbuhan Ekonomi
13 November 2014 | 09:58 WIB
Jakarta, 13/11/2014 MoF (Fiscal) News - Menteri Keuangan menekankan pentingnya
meningkatkan kualitas belanja pemerintah untuk mendorong laju pertumbuhan
ekonomi ke arah yang lebih tinggi. Hal ini ia sampaikan di sela pertemuan dengan
para analis ekonomi pada Rabu (12/11) malam di Kantor Pusat Kementerian
Keuangan, Jakarta.
“Tentunya yang harus diperbaiki supaya tumbuh lebih cepat salah satunya adalah
memperbaiki komposisi belanja,” ungkap Menkeu Bambang P.S. Brodjonegoro di
sela pertemuan.
Lebih lanjut ia mengungkapkan, salah satu masalah utama yang dihadapi
pemerintah saat ini adalah kualitas belanja. “Problem-nya adalah, kebanyakan
spending itu less productive,” katanya.
Menkeu mencontohkan, anggaran untuk infrastruktur pada tahun lalu, misalnya,
masih kalah jika dibandingkan dengan anggaran untuk belanja subsidi. Pada tahun
2013, anggaran subsidi mencapai lebih lebih dari dua kali lipat dari anggaran
belanja modal, termasuk untuk infrastruktur.
“Jadi sangat timpang perbedaannya, dan ini tentunya tidak akan bisa jadi daya
dorong buat pertumbuhan ekonomi itu sendiri,” ungkapnya.
Selain itu, dalam pertemuan yang membahas sejumlah agenda ekonomi
pemerintah baru tersebut, Menkeu juga menyinggung mengenai upaya
pengentasan kemiskinan dan pengangguran. “Yang diharapkan dari pemerintahan
baru, dari Pak Presiden dan Pak Wakil Presiden yang baru adalah bagaimana
mempercepat pengurangan kemiskinan,” jelasnya.(wa)
http://www.kemenkeu.go.id/Berita/menkeu-tekankan-peningkatan-kualitas-belanjauntuk-dorong-pertumbuhan-ekonomi
Uraian :
Menteri
Keuangan
berkomentar
mengenai
kualitas
belanja
pemerintah
yang
kebanyakan
less
productive
anggaran
untuk
infrastruktur pada tahun lalu, misalnya, masih kalah jika dibandingkan
dengan anggaran untuk belanja subsidi. Pada tahun 2013, anggaran
subsidi mencapai lebih lebih dari dua kali lipat dari anggaran belanja
modal, termasuk untuk infrastruktur.
Dasar Hukum :
Dasar hukum mengenai anggaran belanja untuk subsidi BBM ini terdapat
pada Pasal 11 ayat (5) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara, diatur bahwa anggaran belanja pemerintah pusat
dikelompokkan menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.
“Belanja Negara dirinci menurut organisasi, fungsi, dan jenis belanja.”
Komentar :
Menurut ayat diatas, dilihat dari pengelompokkan menurut
organisasi, subsidi BBM masuk dalam ranah Kementerian Energi dan
Sumber Daya Mineral. Yang bertanggung jawab atas kuota subsidi BBM
adalah presiden dan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Namun
mengenai permasalahan alokasi anggaran untuk subsidi BBM ini ternyata
sudah dicantumkan dalam pokok-pokok kebijakan yang harus dilakukan
oleh pemerintah baru dalam RUU APBN 2015 yaitu :
1.
Meningkatkan efisiensi anggaran subsidi BBM dengan alokasi yang
lebih tepat sasaran.
2.
Mengurangi penggunaan konsumsi BBM bersubsidi secara bertahap.
3.
Melanjutkan pengendalian BBM bersubsidi.
4.
Melanjutkan program konversi BBM ke bahan bakar gas terutama di
kota-kota besar.
5.
Mendukung pengembangan energi baru dan terbarukan.
6.
Meningkatkan dan mengembangkan pembangunan jaminan gas kota
untuk rumah tangga
7.
Meningkatkan pemakaian Bahan Bakar Nabati (BBN).
8.
Meningkatkan pengawasan penyaluran BBM bersubsidi
9.
Meningkatkan peranan pemerintah daerah dalam pengendalian
pengawasan BBM bersubsidi.
Sehingga diharapkan untuk realisasi kedepannya dapat berjalan
sesuai dengan harapan dan tujuan seperti yang dikemukakan oleh Menteri
Keuangan yaitu tidak less productive.
BERITA 3 : Investasi, Kunci Menjaga Pertumbuhan Tinggi
12 November 2014 | 17:21 WIB
Jakarta, 12/11/2014 MoF (Fiscal) News - Menteri Keuangan Bambang P.S.
Brodjonegoro kembali menegaskan pentingnya investasi asing (Foreign Direct
Investment-FDI) bagi Indonesia. Hal ini sesuai arahan Presiden Joko Widodo bahwa
pemerintah akan berupaya untuk menarik investasi dengan cara perbaikan di
bidang perijinan. Hal demikian disampaikan oleh Menteri Keuangan dalam acara
U.S.-Indonesia Investment Summit yang berlangsung 11-12 November 2014 di
Jakarta.
Lebih lanjut, Bambang menjelaskan kata kunci yang menjadi tema dari pertemuan
tersebut, yaitu investasi dan kesejahteraan rakyat. “Peningkatan kesejahteraan
rakyat merupakan tujuan utama negara dan pemerintah senantiasa berupaya untuk
mencapai hal tersebut,” kata Menkeu.
Untuk mencapai kesejahteraan rakyat diperlukan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, berkesinambungan, dan lebih merata. Menkeu percaya bahwa kunci untuk
menjaga pertumbuhan ekonomi tinggi berasal dari sumber yang lebih produktif,
khususnya investasi. “Untuk itu, peningkatan investasi senantiasa menjadi agenda
utama pemerintah,” ungkap Menkeu.
Acara U.S.-Indonesia Investment Summit ini merupakan kerja sama American
chamber of commerce in Indonesia, Kamar Dagang Indonesia, dan Asosiasi
Pengusaha Indonesia (Apindo). Menkeu memandang acara ini sebagai forum yang
penting untuk berbagi ide dan meningkatkan pemahaman mengenai perkembangan
ekonomi Indonesia, khususnya perkembangan investasi. (ya)
http://www.kemenkeu.go.id/Berita/investasi-kunci-menjaga-pertumbuhan-tinggi
Uraian :
Berita tersebut berisi tentang pentingnya investasi asing bagi
Indonesia. Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro menjelaskan
bahwa investasi dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat. Dalam acara
U.S.-Indonesia Investment Summit yang berlangsung 11-12 November
2014 di Jakarta, Menteri Keuangan memandang acara ini sebagai forum
penting untuk berbagi ide dan meningkatkan pemahaman mengenai
perkembangan ekonomi Indonesia, khususnya perkembangan investasi.
Dasar Hukum :
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang
menjelaskan bahwa tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara
lain
untuk
meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
nasional
dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Modal yang dimaksud disini
adalah investasi, baik investasi asing maupun investasi domestik.
Serta pada Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara yang berbunyi
“…kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola sendiri atau oleh pihak
lain berupa uang, surat berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain
yang dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan negara/ perusahaan daerah;”
Komentar :
Seperti yang dijelaskan dalam uraian, investasi asing itu penting
juga dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat. Karena dengan adanya
investor asing ada berbagai manfaat yang dapat mendorong Indonesia
dalam menunjang pertumbuhan ekonomi. Salah satunya adalah
penyerapan tenaga kerja. Sehingga kesejahteraan rakyat pun akan
meningkat dan perekonomian Indonesia akan tumbuh. Investasi asing itu
sendiri merupakan kekayaan negara yang tercantum dalam Pasal 2
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003.
BERITA 4 : Penerimaan Negara Bukan Pajak Wajib
Diberikan Pejabat Kementerian
29 Agustus 2014 | 21:36 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Pejabat Kementerian/Lembaga wajib menyampaikan
rencana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas bagian anggaran dari
Kementerian/Lembaga yang menjadi tugas dan kewenangannya kepada
Kementerian Keuangan.
Hal itu telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomr
152/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan Rencana Penerimaan Negara Bukan
Pajak Kementerian/Lembaga yang mulai berlaku pada 24 Juli 2014. Penetapan
aturan ini untuk meningkatkan akuntabilitas, transparansi dan tata kelola
pemerintahan yang baik dalam PNBP.
Adapun rencana PNBP K/L ini telah mendapat persetujuan penggunaan dana PNBP
disusun dalam bentuk target dan pagu penggunaan PNBP. Target PNBP disusun
secara realistis dan optimal berdasarkan jenis PNBP dan tarif atas jenis PNBP, akun
pendapatan sesuai bagan akun standar dan perkiraan jumlah atau volume yang
menjadi dasar perhitungan PNBP dari masing-masing PNBP.
Sementara itu, pagu penggunaan PNBP disusun dengan mengacu pada persetujuan
penggunaan dana PNBP. Dalam rangka penyusunan pagu indikatif, rencana PNBP
disusun dengan berpedoman pada rencana PNBP tahun anggaran berjalan, realisasi
PNBP tahun anggaran sebelumnya, dan kebijakan pemerintah.
Batas waktu penerimaan PNBP ini paling lambat minggu ketiga Januari. Apabila
Kementerian/Lembaga tidak menyampaikan rencana PNBP sampai batas waktu itu,
maka Kemenkeu dapat melakukan perhitungan rencana PNBP K/L yang ditetapkan
oleh Menteri c.q Direktur Jenderal Anggaran paling lambat pada minggu pertama
Februari.
Lalu apabila terdapat perubahan kebijakan pemerintah yang menyebabkan
perubahan PNBP, maka batas waktu akhir penerimaan rencana PNBP adalah minggu
kedua Mei. Hal itu disertai penjelasan atas perubahan rencana PNBP.
Selain itu, Kementerian Keuangan dapat melakukan perhitungan rencana
penerimaan negara bukan pajak K/L jika rencana PNBP K/L pagu anggaran paling
lambat pada minggu keempat Mei.
"Rencana PNBP ini digunakan sebagai bahan dalam penyusunan rancangan APBN,"
ujar Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementeria Keuangan, Yudi
Pramadi, dalam siaran pers yang diterbitkan, Jumat (29/8/2014). (Fik/Ahm)
http://bisnis.liputan6.com/read/2098512/penerimaan-negara-bukan-pajak-wajibdiberikan-pejabat-kementerian
Uraian :
Berita ini berisi mengenai kewajiban Pejabat Kementerian/Lembaga
dalam menyampaikan rencana penerimaan negara bukan pajak (PNBP)
atas bagian anggaran dari Kementerian/Lembaga yang menjadi tugas dan
kewenangannya kepada Kementerian Keuangan. Hal ini telah tercantum
dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.02/2014
tentang Petunjuk Penyusunan Rencana Penerimaan Negara Bukan Pajak
Kementerian/Lembaga yang mulai berlaku pada 24 Juli 2014. Rencana ini
telah mendapat persetujuan penggunaan dana PNBP disusun dalam
bentuk target dan pagu penggunaan PNBP.
Dasar Hukum :
PMK Nomor 152/PMK.02/2014 tentang Petunjuk Penyusunan Rencana
Penerimaan Negara Bukan Pajak Kementerian/Lembaga serta Pasal 11
ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang berbunyi
“Pendapatan negara terdiri atas penerimaan pajak, penerimaan bukan
pajak, dan hibah.”
Komentar :
Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah salah satu pendapatan
Negara yang dipungut oleh Menteri/pimpinan lembaga yang kemudian
disetorkan ke Kas Negara. Dengan adanya PMK Nomor 152/PMK.02/2014
yang baru saja berlaku bulan Juli, Pejabat Kementerian/Lembaga wajib
menyampaikan rencana penerimaan negara bukan pajak (PNBP) atas
bagian anggaran dari Kementerian/Lembaga. PNBP tersebut antara lain :
a. Penerimaan yang bersumber dari pengelolaan dana pemerintah.
b. Penerimaan dari pemanfaatan sumber daya alam.
c. Penerimaan dari hasil-hasil kegiatan pelayanan yang dilaksanakan
pemerintah.
d. Penerimaan dari kegiatan pelayanan yang dilaksanakan pemerintah.
e. Penerimaan berdasarkan putusan pengadilan dan yang berasal dari
pengenaan denda administrasi.
f. Penerimaan berupa hibah yang merupakan hak pemerintah.
g. Penerimaan lainnya yang diatur dalam undang - undang tersendiri.
BERITA 5 : Merdeka 69 Tahun, RI Baru Susun RUU
Pengelolaan Kekayaan Negara
20 Agustus 2014 | 15:12 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Saat ini pemerintah mempercepat penyusunan Rancangan
Undang-undang Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN). Hal itu mengingat hingga
69 tahun perayaan kemerdekaan, Indonesia belum memiliki satu Undang-undang
yang mengatur pengelolaan kekayaan negara secara menyeluruh.
Direktur Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Tavianto Noegroho menuturkan, tidak
adanya landasan hukum tersebut maka masih terdapat berbagai permasalah terkait
pengelolaan kekayaan negara di tanah air.
Adapun beberapa permasalahan penting terkait pengelolaan kekayaan negara
antara lain ditemui adanya permasalahan antar sektoral, antar pemerintah, dan
antar pemerintah dengan pihak lain terkait dengan pengelolaan kekayaan negara.
Kedua, penerimaan negara yang dihasilkan dari pengelolaan sumber daya alam
belum optimal. Ketiga, investasi pemerintah dan pengelolaan barang milik
negara/daerah belum dapat memberikan sumbangan yang signifikan bagi
penerimaan negara dan daerah.
Keempat, keseimbangan antara utilisasi kekayaan negara dan perlindungan hak
negara dan masyarakat belum terjamin.
Oleh karena itu, pemerintah mempercepat penyusunan Rancangan Undang-undang
Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN). Prakarsa RUU PKN telah dimulai sejak
tahun 2000 dengan adanya persetujuan presiden pada 19 September 2000.
"Pembahasan RUU PKN ini telah dilakukan secara intensif dengan melibatkan
kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian Keuangan, Kementerian
Hukum Hak Asasi Manusia, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral,
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Lingkungan Hidup, dan Badan
Pertanahan Nasional," ujar Tavianto, dalam keterangan yang diterbitkan, Rabu
(20/8/2014).
Adapun draft dan naskah akademis telah diuji dalam berbagai konsultasi publik
serta focus group discussion (FGD), dan seminar dengan kalangan akademisi dan
praktisi. Bahkan benchmarking dengan peraturan sejenis di beberapa negara
termasuk Swedia, Selandia Baru, dan Afrika Selatan telah dilakukan untuk
menyempurnakan materi RUU PKN dengan praktik internasional.
"Dalam waktu dekat pemerintah akan melakukan harmonisasi dan finalisasi RUU
PLN sebelum disampaikan ke Dewan Perwakilan Rakyat," ujar Tavianto.
Dengan adanya landasan hukum bagi pengelolaan kekayaan negara maka
diharapkan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat.
Padahal dalam Undang-undang Dasar 1945 mengamanatkan pemerintah harus
menyusun undang-undang yang mengatur lebih lanjut mengenai pengelolaan
kekayaan negara.
Hal itu sebagaimana ditentukan pasal 33 ayat (3) kalau bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Lalu dipergunakan
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (Fik/Ahm)
http://bisnis.liputan6.com/read/2093729/merdeka-69-tahun-ri-baru-susun-ruupengelolaan-kekayaan-negara
Uraian :
Setelah sekian lama Indonesia merdeka, yaitu telah berusia 69
tahun, namun Indonesia belum memiliki satu Undang-undang yang
mengatur pengelolaan kekayaan negara secara menyeluruh. Padahal
adanya Undang-Undang tersebut sangatlah penting demi pengelolaan
kekayaan Negara Indonesia secara menyeluruh. Oleh karena itu,
pemerintah
mempercepat
penyusunan
Rancangan
Undang-undang
Pengelolaan Kekayaan Negara (RUU PKN).
Prakarsa RUU PKN telah dimulai sejak tahun 2000 dengan adanya
persetujuan presiden pada 19 September 2000. Pembahasan RUU ini
melibatkan kementerian/lembaga terkait antara lain Kementerian
Keuangan, Kementerian Hukum Hak Asasi Manusia, Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral, Kementerian Kelautan dan Perikanan,
Kementerian Lingkungan Hidup, dan Badan Pertanahan Nasional.
Dasar Hukum :
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat.”
Komentar :
Bedasarkan berita di atas, Indonesia yang notabene sudah merdeka
sejak tahun 1945, seharusnya memiliki peraturan tersendiri mengenai
pengelolaan kekayaan negara. Kenapa? Bisa kita lihat bahwa Indonesia
memiliki sumber daya alam yang melimpah yang tidak dimiliki oleh
negara-negara lain. Oleh karena itu perlu adanya Undang-Undang
tersendiri yang mengatur mengenai pengelolaan kekayaan negara.
Dengan adanya landasan hukum yang kuat bagi pengelolaan
kekayaan negara maka diharapkan dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya bagi kemakmuran rakyat. Di dalam Undang-undang Dasar 1945
Pasal 33 ayat (3) seperti yang saya cantumkan di atas mengamanatkan
pemerintah harus menyusun undang-undang yang mengatur lebih lanjut
mengenai pengelolaan kekayaan negara. Lebih baik lagi jika RUU ini
segera disampaikan ke DPR agar dapat segera disahkan dan diberlakukan
sebagai dasar hukum.
BERITA 6 : Upaya Pemerintah Genjot Setoran Pajak lewat
Rekening Listrik
8 April 2014 | 19:50 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak menandatangani nota
kesepahaman dengan PT PLN Persero untuk memaksimalkan penerimaan pajak.
Menteri Keuangan Chatib Basri menuturkan, rekening listrik dapat jadi data yang
valid dan digunakan untuk memaksimalkan penerimaan pajak. Pertumbuhan
penggunaan listrik mencapai 2% terjadi pertumbuhan ekonomi sebanyak 1%.
Menurut Chatib, pertumbuhan listrik telah terjadi sebanyak 14% sebelum tahun
2000 sehingga pertumbuhan ekonomi 7%-8%. "Listrik adalah indikator jalan atau
tidaknya ekonomi," ujar Chatib, Jakarta, Selasa (8/4/2014).
Ia menuturkan, dengan melakukan pengecekan terhadap pemakaian listrik bisa
digunakan untuk melihat status perekonomian rumah tangga. Dengan begitu
pihaknya dapat mengetahui pajak yang dikeluarkan.
Selanjutnya, dengan kerja sama tersebut diharapkan mampu menggali potensi
pajak yang tersembunyi sebanyak 40%. "Potensi yang mungkin 40% underground,
kalau pakai data listrik," kata dia.
Sebelumnya Direktorat Jenderal Pajak menandatangani nota kesepahaman dengan
PT PLN (Persero), PT Pelindo IV, dan BPJS Ketenagakerjaan.
Menurut Dirjen Pajak, Fuad Rahmany, penandatanganan nota kesepahaman ini
untuk merangkai kerja sama yang dibangun terutama sinergi dengan berbagai
pemerintahan dan BUMN. Kerja sama ini dilandasi oleh pasal 35 KUP, PP 31, dan
PMK tentang pajak untuk berikan data pada Ditjen Pajak.
http://bisnis.liputan6.com/read/2034231/upaya-pemerintah-genjot-setoran-pajaklewat-rekening-listrik
Uraian :
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan terus
melakukan upaya ekstensifikasi maupun intensifikasi guna mengejar
terget penerimaan pajak yang telah ditetapkan pemerintah. Salah satu
upayanya yaitu dengan melakukan penandatangan kerja sama dengan PT
PLN (Persero). Rekening listrik dinilai dapat menjadi data yang valid
dalam pengukuran dalam menentukan berapa banyak pajak yang harus
dikenakan.
Dasar Hukum :
Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga
atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan
Tata Cara Perpajakan yang berbunyi
“Apabila dalam menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan diperlukan keterangan atau bukti dari bank, akuntan publik,
notaris, konsultan pajak, kantor administrasi, dan/atau pihak ketiga
lainnya, yang mempunyai hubungan dengan Wajib Pajak yang dilakukan
pemeriksaan pajak, penagihan pajak, atau penyidikan tindak pidana di
bidang perpajakan, atas permintaan tertulis dari Direktur Jenderal Pajak,
pihak-pihak tersebut wajib memberikan keterangan atau bukti yang
diminta.”
Komentar :
Dilihat dari dasar hukum yang saya cantumkan di atas, bahwa dalam
menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan
diperlukan adanya keterangan atau bukti dari pihak ketiga. Dalam berita
ini yang dimaksud dengan pihak ketiga itu adalah PLN. Menurut Menteri
Keuangan Chatib Basri, listrik adalah indikator jalan atau tidaknya
ekonomi.
PT PLN telah menyepakati akan memberikan data konsumen listrik
dengan daya 2200 VA ke atas beserta tagihan listriknya dalam rangka
optimalisasi penerimaan pajak. Kerja sama teknis dengan PT PLN yang
merupakan BUMN ini merupakan upaya untuk meningkatkan kesadaran
mengenai pentingnya pemanfaatan data wajib pajak untuk meningkatkan
penerimaan.
BERITA 7 : Tilep APBD Rp 4,1 Miliar, Bupati Rembang
Dituntut 2,5 Tahun
5 Juni 2014 | 06:35 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Bupati Rembang M Salim dituntut dua tahun enam bulan
penjara dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan terkait kasus dugaan
korupsi penyalahgunaan APBD Rembang tahun 2006-2007 dalam penyertaan modal
PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya. Tuntutan itu disampaikan Jaksa Penuntut
Umum dari Kejati Jateng, dalam lanjutan sidang di Pengadilan Tipikor Semarang,
Rabu (4/6/2014).
Dalam tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Slamet Margono menyebutkan
bahwa BPK menemukan indikasi kerugian negara sebesar Rp 4,1 miliar dari APBD
Rembang tahun 2006-2007. Jaksa menilai pencairan uang yang dilakukan terdakwa
bermasalah karena dilakukan sebelum Perda Penyertaan Modal disahkan Gubernur
Jateng.
"Terdakwa bersalah melanggar pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Slamet saat membacakan
tuntutannya.
Dalam kasus itu, Salim didakwa menggunakan APBD Kabupaten Rembang untuk
penyertaan modal awal badan usaha milik pemeritah kabupaten yaitu PT Rembang
Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ). Lalu sebagian dari modal tersebut digunakan untuk
membeli tanah dan membangun SPBU.
"Terdakwa mengarahkan PT RBSJ agar membeli tanah yang dibeli seharga Rp 2,3
miliar. Tanah dibalik nama atas nama Siswadi (saksi) atas perintah terdakwa," kata
Jaksa.
Di luar itu, keuntungan SPBU senilai Rp 1,8 miliar tidak disetorkan ke PT RBSJ. Dari
hasil perhitungan BPK, lanjut jaksa, total kerugian negara dalam perkara tersebut
yaitu Rp 4,1 miliar.
Usai persidangan, M Salim menilai hal yang diungkapkan jaksa tidak sesuai fakta.
Menurutnya jaksa hanya merangkum berita acara pemeriksaan di kepolisian.
"Nanti rinciannya akan disampaikan di pembelaan," kata Salim.
http://bisnis.liputan6.com/read/2115595/kurangi-defisit-anggaran-pemerintahhemat-anggaran-belanja
Uraian :
Bupati
Rembang
M
Salim
terkait
kasus
dugaan
korupsi
penyalahgunaan APBD Rembang tahun 2006-2007. Dalam kasus tersebut
M Salim didakwa menggunakan APBD Kabupaten Rembang untuk
penyertaan modal awal badan usaha milik pemerintah kabupaten yaitu PT
Rembang Bangkit Sejahtera Jaya (RBSJ). Lalu sebagian dari modal tersebut
digunakan untuk membeli tanah dan membangun SPBU. Dari hasil
perhitungan BPK, lanjut jaksa, total kerugian negara dalam perkara
tersebut yaitu Rp 4,1 miliar. Namun setelah sidang, M Salim menilai bahwa
hall-hal yang diungkapkan jaksa dalam persidangan tidak sesuai fakta.
Dasar Hukum :
Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang berbunyi
“Menteri/Pimpinan
lembaga/Gubernur/Bupati/Walikota
yang
terbukti
melakukan penyimpangan kebijakan yang telah ditetapkan dalam undangundang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan
pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.”
Serta dasar hukum yang tertera dalam berita tersebut yaitu Pasal 3
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah Undangundang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi yang berbunyi
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang
lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan,
atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan atau
sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan
pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu)
tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit
Rp. 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Komentar :
Seperti yang telah dijelaskan di dalam uraian bahwa Bupati
Rembang ini menyalahgunakan wewenangnya dengan cara menggunakan
APBD Kabupaten Rembang untuk penyertaan modal awal badan usaha
milik pemerintah kabupaten yaitu PT Rembang Bangkit Sejahtera Jaya
(RBSJ). Hal ini tentu saja dapat dikategorikan sebagai tindak pidana
korupsi yang dengan jelas diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Di dalam Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003
tentang Keuangan Negara juga telah disebutkan bahwa Bupati yang
terbukti melakukan penyimpangan yang telah ditetapkan dalam undangundang tentang APBN/Peraturan Daerah tentang APBD diancam dengan
pidana penjara dan denda sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Walaupun M Salim sendiri mengelak bahwa yang disampaikan jaksa itu
tidak sesuai fakta, namun BPK sebagai auditor telah menemukan indikasi
kerugian negara sebesar Rp 4,1 miliar dari APBD Rembang tahun 20062007 yang dapat dikaitkan dengan kasus tersebut. Namun hal ini masih
ditindak lanjuti lagi.
BERITA 8 : Defisit Anggaran 2015 Dipatok 2,32 Persen
16 Agustus 2014 | 04:57 WIB
TEMPO.CO , Jakarta - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan defisit
anggaran dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015
sebesar Rp 257,57 triliun atau 2,32 persen dari produk domestik bruto. "Turun dari
defisit APBNP 2014," ujar SBY di Kompleks Parlemen, Senayan, Jumat, 15 Agustus
2014.
Menurut SBY, defisit anggaran terjadi karena adanya percepatan pencapaian target
pembangunan nasional melalui kebijakan fiskal yang ekspansif. "Sebagaimana kami
ketahui, konsekuensi dari kebijakan fiskal yang ekspansif adalah terjadinya defisit
anggaran," ujar SBY.
Defisit dalam RAPBN 2015 tersebut direncanakan dibiayai dengan pembiayaan yang
bersumber dari dalam negeri sebesar Rp 281,39 triliun dan luar negeri sebesar Rp
23,81 triliun.
Postur RAPBN 2015: belanja negara direncanakan sebesar Rp 2.019,9 triliun atau
naik 7,6 persen dari pagu pada APBNP 2014. Dari total anggaran belanja tersebut,
belanja pemerintah pusat mengambil porsi Rp 1.379,88 triliun, sedangkan anggaran
transfer daerah dan dana desa Rp 639,9 triliun. Adapun pendapatan negara
ditargetkan Rp 1.762,3 triliun.
Sebelumnya, dalam APBNP 2014, defisit anggaran mencapai 2,4 persen. Defisit itu
terjadi karena anggaran pendapatan negara hanya Rp 1.667,1 triliun, sedangkan
anggaran belanja negara Rp 1.842,5 triliun.
http://www.tempo.co/read/news/2014/08/16/087599984/Defisit-Anggaran-2015Dipatok-232-Persen
Uraian :
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menargetkan defisit anggaran
dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2015 adalah
2,32 persen dari produk domestik bruto. Target defisit anggaran ini turun
dari deficit anggaran tahun sebelumnya yang mencapai 2,4 persen. Defisit
dalam RAPBN 2015 tersebut direncanakan dibiayai dengan pembiayaan
yang bersumber dari dalam negeri sebesar Rp 281,39 triliun dan luar
negeri sebesar Rp 23,81 triliun.
Dasar Hukum :
Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang berbunyi
“Dalam hal anggaran diperkirakan defisit, ditetapkan sumber-sumber
pembiayaan untuk menutup defisit tersebut dalam Undang-undang
tentang APBN. “
Serta dalam penjelasan atas Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara berbunyi
“Defisit anggaran dimaksud dibatasi maksimal 3% dari Produk Domestik
Bruto. Jumlah pinjaman dibatasi maksimal 60% dari Produk Domestik
Bruto.”
Komentar :
Seperti yang tercantum dalam penjelasan Pasal 12 ayat (3) UndangUndang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara bahwa difisit
anggaran dibatai maksimal 3% dari PDB. Defisit anggaran memang
sebenarnya diperlukan bagi Negara yang berkembang seperti Indonesia
ini dalam rangka percepatan pembangunan. Dengan adanya percepatan
pencapaian target pembangunan nasional melalui kebijakan fiskal yang
ekspansif yang menjadikan adanya defisit anggaran.
Seperti yang dikatakan Presiden kita bahwa konsekuensi dari
kebijakan fiskal yang ekspansif adalah terjadinya defisit anggaran. Namun
hal ini mengacu pula pada Pasal 12 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17
Tahun 2003 itu sendiri. Jika dalam hal anggaran diperkirakan deficit maka
ditetapkan sumber-sumber pembiayaan untuk menutup deficit anggaran
tersebut. Sehingga dalam berita ini disampaikan bahwa defisit dalam
RAPBN 2015 tersebut direncanakan dibiayai dengan pembiayaan yang
bersumber dari dalam negeri sebesar Rp 281,39 triliun dan luar negeri
sebesar Rp 23,81 triliun.
BERITA 9 : Realisasi Pendapatan dan Hibah APBN Capai Rp
413,11 Triliun
11 Juni 2014 | 09:47 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mengungkapkan, realisasi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk periode 1 Januari hingga 30 April
menunjukkan perbaikan jika dibanding dengan periode yang sama tahun
sebelumnya. Perbaikan tersebut tercermin dalam peningkatan realisasi pendapatan
dan penurunan defisit anggaran.
Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan (Kemenkeu),
Yudi Pramadi menjelaskan, realisasi pendapatan dan hibah mencapai Rp 413, 11
triliun atau mencapai 24,8 persen dari pagu APBN. "Di tahun lalu realisasinya hanya
mencapai 23,5 persen dari pagu APBN," jelasnya seperti tertulis dalam siaran pers,
Rabu (11/6/2014).
Menurutnya, peningkatan realisasi tersebut disebabkan persentase realisasi
penerimaan perpajakan yang lebih tinggi 1,2 persen dan Penerimaan Negara Bulan
Pajak (PNBP) yang lebih tinggi 2,2 persen dari persentase realisasi tahun lalu.
Sementara, untuk realisasi belanja mencapai Rp 432,68 triliun atau mencapai 23,5
persen dari pagu APBN. Untuk periode yang sama tahun sebelumnya, realisasi
belanja mencapai 23,7 persen dari pagu. Lebih kecilnya realisasi belanja pada tahun
ini dibanding dengan tahun lalu karena realisasi transfer ke daerah pada tahun ini
lebih rendah 4,9 persen.
Sedangkan untuk desifit, tahun ini tercatat Rp 19,57 triliun, lebih kecil jika dibanding
dengan tahun lalu yang tercatat mencapai Rp 38,99 triliun. Penurunan defisit
tersebut karena ada peningkatan dari sisi pendapatan dan hibah yang tercatat 1,3
persen dan pengurangan belanja yang sebesar 0,2 persen dari persentase realisasi
tahun lalu.
Disamping itu, realisasi pembiayaan di tahun ini mencapai Rp 120, 23 triliun atau
mencapai 68,6 persen dari pagu APBN. Pada tahun lalu dengan periode yangsama,
realisasinya baru mencapai 49,1 persen saja. (Fik/Gdn)
bisnis.liputan6.com/read/2061440/realisasi-pendapatan-dan-hibah-apbn-capai-rp41311-triliun
Uraian :
Realisasi APBN untuk periode 1 Januari hingga 30 April menunjukkan
perbaikan jika dibanding dengan periode yang sama tahun sebelumnya.
Perbaikan tersebut tercermin dalam peningkatan realisasi pendapatan
dan penurunan defisit anggaran. Realisasi pendapatan dan hibah naik
yaitu mencapai Rp 413, 11 triliun atau mencapai 24,8 persen dari pagu
APBN dibandingkan dengan tahun sebelumnya realisasinya hanya
mencapai 23,5 persen dari pagu APBN. Hal ini disebabkan persentase
realisasi penerimaan perpajakan yang lebih tinggi 1,2 persen dan
Penerimaan Negara Bulan Pajak (PNBP) yang lebih tinggi 2,2 persen dari
persentase realisasi tahun lalu.
Sedangkan untuk realisasi belanja turun yaitu mencapai Rp 432,68
triliun atau mencapai 23,5 persen dari pagu APBN dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, realisasi belanja mencapai 23,7 persen dari pagu.
Lebih kecilnya realisasi belanja pada tahun ini dibanding dengan tahun
lalu karena realisasi transfer ke daerah pada tahun ini lebih rendah 4,9
persen. Dan untuk desifit anggaran, tahun ini tercatat Rp 19,57 triliun,
lebih kecil jika dibanding dengan tahun lalu yang tercatat mencapai Rp
38,99 triliun. Disamping itu, realisasi pembiayaan di tahun ini mencapai
Rp 120, 23 triliun atau mencapai 68,6 persen dari pagu APBN. Pada tahun
lalu, realisasinya baru mencapai 49,1 persen saja.
Dasar Hukum :
Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang berbunyi
“APBN terdiri
pembiayaan.”
atas
anggaran
pendapatan,
anggaran
belanja,
dan
Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara yang berbunyi
“Laporan keuangan dimaksud setidak-tidaknya meliputi Laporan Realisasi
APBN, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan,
yang dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan
lainnya.”
Dengan penjelasan dari Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2003 tentang Keuangan Negara adalah Laporan Realisasi Anggaran selain
menyajikan realisasi pendapatan dan belanja, juga menjelaskan prestasi
kerja setiap kementerian negara/lembaga.
Komentar :
Realisasi APBN periode 1 Januari hingga 30 April 2014 mengalami
perbaikan yang ditunjukkan dengan naiknya pendapatan dan penurunan
defisit anggaran. Perbaikan ini juga terlihat dari lengkapnya jumlah
nominal realisasi anggaran tiap-tiap ruang lingkup APBN yang meliputi
pendapatan Negara dan hibah, belanja Negara, surplus/defisitnya, sampai
dengan pembiayaannya yang dibandingkan dengan data-data jumlah
nominal APBN tahun sebelumnya.
Berdasarkan dasar hukum di atas, apabila APBN telah selesai
dilaksanakan maka harus segera dibuat Laporan Realisasi Anggaran. Hal
ini sesuai dengan asas pengelolaan keuangan negara yaitu Asas
Akuntabilitas dan Asas Keterbukaan bahwa pengelolaan keuangan negara
itu harus dipertanggung jawabkan dan harus terbuka dalam pembahasan,
penetapan, dan perhitungannya. Dalam berita tersebut dijelaskan
mengenai jumlah pendapatan, pengeluaran serta pembiayaannya beserta
sumber-sumbernya secara jelas. Sehingga pertanggungjawaban APBN
periode 1 Januari hingga 30 April telah sesuai.
BERITA 10 : Utang ke IMF Lunas, Ini yang Harus Dilakukan
Jokowi
18 Oktober 2014 | 14:49 WIB
Liputan6.com, Jakarta - Indonesia telah melunasi utang-utangnya ke International
Monetary Fund (IMF) pada 2006. Setelah lepas dari jeratan utang IMF, Presiden
terpilih Joko Widodo (Jokowi) harus melakukan sejumlah kebijakan untuk
mengamankan ekonomi Indonesia.
Salah satunya yaitu mengubah segala kebijakan yang diteken ketika Indonesia
meminjam utang ke lembaga keuangan tersebut. "Termasuk mengubah Undangundang (UU)," kata Sekretaris Jendral Komite Ekonomi Nasional (KEN) Aviliani
seperti yang ditulis, Sabtu (18/10/2014).
Dia menyebutkan, setidaknya ada beberapa UU yang harus diubah karena dibuat
sepanjang 1999-2003. Aviliani memandang UU itu dibuat dalam tekanan, sehingga
kurang ada keberpihakan kepada Indonesia.
"Misalnya liberalisasi di sektor tambang, keuangan devisa bebas. Nah dari situ kita
bisa menata kembali mana UU yang sebenarnya sesuai dengan kebutuhan
Indonesia, jadi kita tidak tergantung lagi kepada aturan-aturan yang ditetapkan oleh
IMF," paparnya.
Sementara itu demi mencegah terjadinya utang kepada IMF lagi, Aviliani mengaku
mengusulkan cara kepada pemerintahan baru nantinya untuk lebih mencari
pendanaan melalui hubungam bilateral antar negara.
"Jadi kita sesuaikan antar kepentingan kedua belah pihak, itu lebih cocok. Misalnya
dengan Jepang, mereka inginnya seperti apa. Kita juga sesuaikan kemampuan kita,
jadi win win solution," pungkas Aviliani.
Pada krisis moneter 1998 silam, Indonesia memang telah menjadi pasien dari IMF.
Seluruh kebijakan ekonomi pemerintah harus dengan persetujuan IMF pada saat itu.
Namun pada 2006, Indonesia telah melunasi seluruh utang-utangnya ke IMF.
Pelunasan utang ini lebih cepat karena seharusnya jatuh tempo pada 2010. Sisa
pinjaman yang dibayar Indonesia ke IMF saat itu adalah US$ 3,181 miliar.
http://bisnis.liputan6.com/read/2120876/utang-ke-imf-lunas-ini-yang-harusdilakukan-jokowi#
Uraian :
Utang Indonesia ke IMF sekarang sudah lunas. Sekarang gilaran
Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang harus melakukan sejumlah kebijakan
untuk mengamankan ekonomi Indonesia. Salah satunya adalah dengan
menata kembali aturan-aturan yang ada dalam Undang-Undang. Ada
beberapa UU yang harus diubah karena dibuat sepanjang 1999-2003
ketika Indonesia masih berutang pada IMF. Karena hal tersebut, UndangUndang yang dibuat pun harus sesuai dengan kebijakan IMF, sehingga
kurang ada keberpihakan kepada Indonesia. Seluruh kebijakan ekonomi
pemerintah harus dengan persetujuan IMF pada saat itu.
Dasar Hukum :
Pasal 2 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
yang berbunyi
“Keuangan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1,
meliputi :
a. hak negara untuk memungut pajak, mengeluarkan dan mengedarkan
uang, dan melakukan
pinjaman;
b. kewajiban negara untuk menyelenggarakan tugas layanan umum
pemerintahan negara dan
membayar tagihan pihak ketiga;…”
Serta dasar hukum lain yang lebih khusus yaitu dalam pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman
Luar Negeri dan Penerimaan Hibah yang berbunyi
“Pinjaman Luar Negeri dan penerimaan Hibah harus memenuhi prinsip:
a. transparan;
b. akuntabel;
c. efisien dan efektif;
d. kehati-hatian;
e. tidak disertai ikatan politik; dan
f. tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan
Negara.”
Komentar :
Ketika Indonesia berutang ke IMF, ternyata banyak mengandung
unsur politik. IMF memanfaatkan Indonesia dengan cara memesan dan
menuntut Undang-Undang ataupun peraturan pemerintah agar sesuai
dengan keinginan IMF. Semua kebijakan ekonomi yang akan diambil
pemerintah pun harus dengan persetujuan IMF. Seharusnya hal ini sudah
melanggar Peraturan Pemerintah yang telah saya sebutkan di atas.
Namun karena utang Indonesia kepada IMF sudah lunas maka
Indonesia sudah tidak akan menjadi boneka IMF lagi dan sebaiknya
Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang dulunya dibuat sebagai
persyaratan utang kepada IMF, harus segera diganti.