Pengertian dan Ruang Lingkup Filsafat Il

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat menjadikan manusia
semakin giat mencari dan terus menggali kebenaran yang berlandaskan teori-teori
yang sudah ada sebelumnya, sekedar untuk menguji suatu teori baru atau
menggugurkan teori sebelumnya. Manusia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi
akan terus berlangsung seiring waktu dalam memenuhi rasa keingintahuannya
terhadap dunia. Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Berbedanya cara dalam mendapatkan suatu pengetahuan serta kajian tentang
pengetahuan, menyebabkan perbedaan antara jenis pengetahuan yang satu dengan
yang lain. Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama, yakni
manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi dan jalan
pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Yang kedua adalah kemampuan
berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis besar cara
berpikir seperti ini disebut penalaran.
Kita mungkin sering mendengar kata filsafat ilmu dalam kehidupan seharihari, tapi tidak mengetahui arti kata dari filsafat ilmu tersebut. Banyak juga orang
yang belum mengetahui makna sesungguhnya dari filsafat, padahal filsafat adalah
ilmu yang penting karena merupakan induk dari segala ilmu pengetahuan. Filsafat
ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari

ilmu, yang termasuk di dalamnya ilmu alam dan ilmu sosial.
Filsafat ilmu sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti ‘apa dan
bagaimana’ suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
suatu konsep dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta
memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah
informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah, macam-macam penalaran yang
dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan serta implikasi metode dan model
ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri. 1 Filsafat ilmu
merupakan cabang filsafat yang berusaha mencerminkan segala sesuatu secara dasar
1Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Jakarta: Indeks, 2008), h. 20

1

2

dengan berbagai persoalan mengenai ilmu pengetahuan, landasan dan hubungan dari segala segi
kehidupan manusia. Oleh karena itu, mempelajari filsafat ilmu membuka jendela ilmu pengetahuan
untuk lebih mengerti, memahami dan dapat memanfaatkan ilmu untuk kebaikan diri sendiri, orang
lain, alam semesta terutama untuk Allah swt.

1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan filsafat ilmu?
2. Bagaimana ruang lingkup filsafat ilmu?
3. Bagaimana tinjauan Islam mengenai filsafat ilmu?
1.3. Tujuan
Berdasarkan masalah-masalah di atas, maka terdapat beberapa tujuan yang ingin dicapai
dalam penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Untuk mengetahui pengertian filsafat ilmu.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup filsafat ilmu.
3. Untuk mengetahui tinjauan Islam mengenai filsafat ilmu.

4.

3

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Filsafat Ilmu
2.1.1. Definisi Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara
spesifik mengkaji hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang
mempunyai ciri-ciri tertentu. Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang menjawab
beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu.2 Filsafat sendiri termasuk ilmu pengetahuan yang
paling luas cakupannya, karena itu titik tolak untuk memahami dan mengerti filsafat adalah
meninjau dari segi etimologi dan terminologi. Tinjauan secara etimologi dan terminologi adalah
membahas pengertian secara bahasa dan istilah, atau kata dari segi asal usul dan pendapat dari kata
itu. Akan tetapi sebelum membahas masalah pengertian filsafat ilmu akan lebih baiknya kita
mengetahui pengertian dari filsafat dan ilmu.
Filsafat secara etimologis berasal dari bahasa Yunani ‘philosophia’. Kata philosopia
terdiri atas kata philein yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan, sehingga secara
etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan. Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pythagoras
(496-582 SM).3 Secara terminologi pengertian filsafat menurut para ahli sangatlah beragam 4,
beberapa diantaranya :
1.
Plato (477 SM-347 SM), seorang filsuf Yunani dan merupakan murid Socrates. Plato
mengatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan tentang segala yang ada, ilmu yang berminat
2.

untuk mencapai kebenaran yang asli.

Aristoteles (381 SM-322 SM), murid Plato yang juga seorang filsuf Yunani, mengatakan
bahwa filsafat adalah ilmu yang meliputi kebenaran dan di dalamnya terkandung ilmu-ilmu,

seperti metafisika, logika, etika, ekonomi, politik dan estetika.
3.
Marcus Tulius Cicero (106 SM-43 SM), seorang politikus dan ahli pidato Romawi,
merumuskan filsafat sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang maha agung dan usaha-usaha
untuk mencapainya.
4.
al-Farabi (870-950 M), seorang filsuf Islam, mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu
pengetahuan tentang alam maujud, yang bertujuan menyelidiki hakikat yang sebenarnya.
Kata ilmu itu sendiri berasal dari bahasa Arab, yaitu ‘alima, ya’lamu, ilman dengan
wazan fa’ila, yaf’alu yang berarti mengerti atau memahami benar-benar.5 Dalam bahasa Inggris,
2Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Sinar Harapan, 2005), h. 33
3Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset, 2010), h. 2
4Asmoro Ahmadi, Filsafat Umum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001), h.2-3
5Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap, (Surabaya: Pustaka
Progressif, 1984), h. 1036

4

6

ilmu disebut science, dalam bahasa latin scientiascire serta dalam bahasa Yunani adalah episteme.

Ilmu merupakan salah satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan.
Ilmu adalah hasil pengetahuan manusia. Tujuan utama kegiatan keilmuan adalah mencari
pengetahuan yang bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas dan sebagainya. 7 Untuk
bisa menghargai ilmu sebagaimana mestinya, sesungguhnya kita harus mengerti apakah hakikat
ilmu itu sebenarnya.
Filsafat dan ilmu itu sendiri mempunyai persamaan-persamaan8, yaitu sebagai berikut :
a. Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya dalam menyelidiki objek selengkaplengkapnya sampai ke akar-akarnya.
b. Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian-kejadian yang
dialami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
c. Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
d. Keduanya mempunyai metode dan sistem.
e. Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan keseluruhan timbul dari hasrat
manusia, akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Akan tetapi, filsafat dan ilmu juga mempunyai perbedaan-perbedaan9, yaitu sebagai berikut :
a. Objek material filsafat bersifat universal, sedangkan objek material ilmu bersifat khusus dan
empiris.

b. Objek formal filsafat bersifat non-fragmentaris, sedangkan objek formal ilmu bersifat
fragmentaris, spesifik, dan intensif.
c. Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis
dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah melalui riset lewat pendekatan trial and error.
d. Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman
realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak
tahu menjadi tahu.
e. Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak dan mendalam sampai mendasar,
sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat dan
sekunder.
Pengertian filsafat ilmu dapat diketahui berdasarkan etimologi dan terminologi di atas,
sehingga dapat disimpulkan bahwa filsafat ilmu adalah suatu pengetahuan atau epistemologi yang

6Jujun S. Suriasumantri, op. cit., h. 324
7Jujun S. Suriasumantri, Ilmu Dalam Perspektif: Sebuah Kumpulan dan Karangan Tentang Hakikat
Ilmu, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), h. 19
8Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta: Bina Aksara, 1988), h. 41
9Ibid.

5


mencoba menjelaskan rahasia alam agar gejala alamiah tak lagi merupakan misteri. Pengetahuan
digolongkan secara garis besar menjadi tiga kategori umum10, yakni :
1. Pengetahuan tentang yang baik dan buruk, yang disebut etika,
2. Pengetahuan tentang indah dan jelek, yang disebut dengan estetika atau seni,
3. Pengetahuan tentang yang benar dan salah, yang disebut dengan logika.
2.1.2. Tujuan Filsafat Ilmu
Di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin
menajamnya spesialisasi ilmu, maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Dengan mempelajari filsafat
ilmu, kita akan dapat memahami sumber, hakikat dan tujuan ilmu. Selain itu kita juga akan
mendapatkan gambaran tentang proses ilmu kontemporer secara historis dengan memahami sejarah
pertumbuhan, perkembangan dan kemajuan ilmu di berbagai bidang, sehingga dapat menjadi
pedoman dalam mendalami studi di perguruan tinggi, terutama persoalan yang ilmiah maupun non
ilmiah.11 Fisafat ilmu sebagai cabang khusus yang membicarakan sejarah perkembangan ilmu
mempunyai tujuan12, yaitu :
1. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap
kegiatan ilmiah.
2. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji serta mengkritik asumsi dan metode
keilmuan.
3. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan, setiap metode ilmiah

yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkan secara logis dan rasional agar dapat
dipahami dan digunakan secara umum.
2.2. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Bidang garapan filsafat ilmu diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang
penyangga bagi eksistensi ilmu. Tiang penyangga itu terdiri atas tiga macam, yaitu ontologi,
epistemologi dan aksiologi.13 Untuk lebih jelasnya, berikut uraian dari masing-masing ruang
lingkup filsafat ilmu tersebut.
2.2.1. Ontologi
Kata ontologi berasal dari bahasa Yunani yaitu on berarti yang sungguh-sungguh ada
serta logos berarti ilmu. Jadi, pengertian ontologi adalah teori tentang keberadaan sebagai

10Jujun S Sumantri, Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer, op.cit., h. 33
11Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Cet. XI; Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2012), h. 20
12Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, op.cit., h. 52
13Ahmad Tafsir, Filsafat Ilmu, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), h. 69

6
14

keberadaan. Sedangkan menurut ahli lainnya, ontologi adalah teori atau ilmu tentang wujud,

tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak hanya berdasarkan pada alam nyata, tetapi berdasarkan
pada logika semata.15 Ontologi berasal dari kata ‘ontos’ yang berarti sesuatu yang berwujud.
Ontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M, untuk
menamai teori tentang hakikat yang bersifat metafisika. Dalam perkembangannya, Christian Wolff
(1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua16, yaitu :
-

Metafisika umum, yaitu cabang filsafat yang membicarakan prinsip paling dasar atau terdalam

dari segala sesuatu yang ada. Metafisika umum merupakan istilah lain dari ontologi.
- Metafisika khusus, yang dibagi menjadi tiga, yaitu kosmologi (membicarakan tentang alam
semesta), psikologi (membicarakan tentang jiwa manusia) dan teologi (membicarakan tentang
Tuhan).
2.2.2. Epistemologi
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge). Epistemologi
lebih fokus membicarakan teori ilmu pengetahuan, sumber pengetahuan dan bagaimana cara
memperoleh pengetahuan itu.17 Istilah epistemologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu episteme yang
berarti pengetahuan dan logos yaitu perkataan, pikiran atau ilmu. Secara etimologis, episteme
berarti teori ilmu pengetahuan. Sebagai cabang filsafat, epistemologi menyelidiki asal, sifat, metode
dan bahasan pengetahuan manusia. Epistemologi sebagai teori pengetahuan, membahas secara

mendalam segenap proses yang terlibat dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan, dimana
pengetahuan didapat melalui proses tertentu yang dinamakan metode keilmuan. 18 Istilah
epistemologi pertama kali dimunculkan dan digunakan oleh JF. Ferrier pada tahun 1854, dengan
tujuan membedakan antara dua cabang filsafat, yaitu ontologi dan epistemologi itu sendiri.
Epistemologi mempunyai beberapa aliran19, yaitu :
a.

Empirisme
Kata empiris berasal dari bahasa Yunani, yaitu empieriskos yang artinya pengalaman. Menurut
aliran ini, manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya, yaitu melalui

14James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes (ed), Dictionary Philoshopy, (Totowa New
Jersey: Little Adam & Co., 1976), h. 219
15Amsal Bakhtiar, loc.cit., h. 134
16A. Susanto, Filsafat Ilmu, (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), h. 91
17Musa Asy’ari, dkk., Filsafat Islam Kajian Ontologis, Epistemologis, Aksiologis, Historis dan Perspektif,
(Yogyakarta: RSFI, 1992), h. 28
18Jalaluddin, Filsafat Ilmu Pengetahuan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 160
19Louis O. Kattsoff, Pengantar Filsafat, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2004), h. 133-141


7

perantaraan indra. John Locke (1632-1704) merupakan bapak aliran ini. Aliran empirisme ini
dianggap lemah karena adanya keterbatasan indra manusia.
b.

Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang
benar diperoleh dan diukur dengan akal (rasio). Menurut aliran ini, manusia memperoleh
pengetahuan melalui kegiatan akal dalam menangkap objek. Rasio merupakan sumber dari
kebenaran. Bapak aliran ini adalah Rene Descartes (1596-1650). Aliran rasionalisme ada dua
macam, yaitu dalam bidang agama dan bidang filsafat. Aliran ini bertolak belakang dengan
aliran empirisme, dan sering digunakan dalam menyusun teori pengetahuan.

c.

Positivisme
Aliran ini berpendapat bahwa indra sangat penting dalam memperoleh pengetahuan,
tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indra
akan dapat dikoreksi melalui eksperimen. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh
bukti empirisnya. Alat bantu inilah yang menjadi bagian dari aliran positivisme. Jadi pada
dasarnya, positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri, tetapi merupakan
penyempurnaan dari aliran empirisme dan rasionalisme. Tokoh aliran ini adalah August
Compte (1798-1857).

d.

Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Aliran ini menganggap bahwa tidak hanya
indra yang terbatas, tetapi akal juga. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila
dikonsentrasikan hanya pada objek itu. Jadi dalam hal ini, manusia tidak mengetahui
keseluruhan dan tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap pada objek. Dengan menyadari
kekurangan dari indra dan akal, maka aliran ini mengembangkan satu kemampuan tingkat
tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.

e.

Kritisme
Aliran ini muncul pada abad XVIII, dimana aliran ini mencoba menyelesaikan pertentangan
antara aliran rasionalisme dengan empirisme. Pelopor aliran ini adalah Immanuel Kant (17241804). Aliran ini mengakui bahwa semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme),
tetapi ada pengetahun yang timbul dari pengalaman (empirisme) sehingga metode berpikirnya
disebut metode kritis. Walau mendasarkan diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi tidak
mengingkari bahwa adanya persoalan-persoalan yang melampui akal.

f.

Idealisme

8

Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik hanya dapat
dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil dari kata idea, yaitu
sesuatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh Plato pada filsafat modern.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu, tokoh-tokoh yang
mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak disebut idealisme, karena mereka tidak
menggunakan argumen epistemologi yang digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum
berhubungan dengan rasionalisme.
2.2.3. Aksiologi
Aksiologi berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang berarti nilai dan logos yang berarti
ilmu atau teori. Jadi aksiologi adalah cabang filsafat ilmu yang mempertanyakan bagaimana
manusia menggunakan ilmunya.20 Aksiologi terbagi dalam tiga bagian, yaitu moral conduct
(tindakan moral), esthetic expression (ekspresi keindahan) dan sosio-political life (kehidupan sosial
politik).21 Aksiologi menjelaskan tentang nilai, yaitu sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai.
Bagian umum dari aksiologi dalam membangun filsafat22, terbagi atas :
a) Etika, yaitu prinsip atau standar perilaku manusia, yang biasa disebut sebagai moral. Kegiatan
menilai telah dibangun berdasarkan toleransi atau ketidakpastian. Terdapat spesifikasi tentang
toleransi yang dapat dicapai. Di alam ilmu yang berkembang selangkah demi selangkah,
pertukaran informasi antar manusia selalu merupakan permainan tentang toleransi. Perubahan
ilmu dilandasi oleh prinsip toleransi. Hal ini karena hasil penelitian dari suatu pengetahuan
ilmiah sering tidak sama dengan sifat objektif penelitian atau hasil penelitian pengetahuan ilmiah
yang lain, terutama apabila pengetahuan-pengetahuan itu tergolong dalam kelompok-kelompok
disiplin ilmu yang berbeda.
b) Estetika, yaitu mempelajari tentang hakikat keindahan di dalam seni. Estetika merupakan cabang
filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk. Estetika membantu mengarahkan dalam
membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengetahuan ilmiah, agar dapat dengan mudah
dipahami oleh khalayak luas. Estetika juga berkaitan dengan kualitas dan pembentukan modemode yang estetis dari suatu pengetahuan ilmiah.
2.3. Objek Filsafat Ilmu
20Amsal Bakhtiar, op.cit., h. 163
21Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan, (Cet. I; Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), h. 106
22Conny R. Semiawan, Pendidikan Keluarga Dalam Era Global, (Jakarta: PT. Preenhalindo, 2005), h.
158-159

9

Filsafat ilmu sebagaimana halnya dengan bidang-bidang ilmu lainnya juga memiliki dua
macam objek, yaitu objek material dan objek formal.23
a. Objek Material
Objek material filsafat ilmu adalah segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada, meliputi
segala sesuatu yang kongkrit (manusia, benda, binatang dan lain-lain) maupun yang bersifat
abstrak. Objek materi filsafat mempunyai banyak persamaan dengan objek materi ilmu
pengetahuan (sains). Perbedaan filsafat ilmu dan ilmu pengetahuan dibagi dua, yaitu :
- Ilmu pengetahuan menyelidiki hal yang empiris, sedang filsafat menyelidiki objek yang
sama melalui bagian yang abstrak.
- Ada objek materi filsafat yang tidak diteliti oleh ilmu pengetahuan, seperti Tuhan, hari akhir,
b.

sehingga objek materi filsafat lebih luas dari objek materi ilmu pengetahuan.
Objek Formal
Objek formal adalah cara pandang seseorang terhadap objek materi tertentu. Suatu objek materi
tertentu dapat ditinjau dari berbagai macam sudut pandang yang berbeda, dimana objek formal
filsafat adalah penyelidikan yang mendalam. Kata mendalam disini berarti ingin mengetahui
tentang objek yang tidak empiris. Penyelidikan ilmu pengetahuan tidak mendalam karena
hanya sampai batas penelitian secara empiris. Sedangkan objek penelitian filsafat ilmu adalah
pada bagian yang tidak dapat diteliti, tetapi dapat dipikirkan secara logis. Jadi ilmu
pengetahuan menyelidiki dengan riset, sedangkan filsafat ilmu menyelidiki dengan pemikiran.

2.4. Tinjauan Islam Mengenai Filsafat Ilmu
Pertemuan Islam dengan filsafat terjadi pada abad VIII Masehi, di saat Islam berhasil
mengembangkan sayapnya dan menjangkau daerah-daerah baru yang memiliki adat istiadat serta
peradaban dan kebudayaan baru. Filsafat adalah salah satu dari kebudayaan asing yang ditemui
Islam dalam perjalanan sejarahnya. Dua imperium Islam waktu itu, yaitu Abbasiyah dengan
ibukota Baghdad (di Timur) dan Umayyah dengan ibukotanya Cordova (di barat) menjadi pusat
peradaban dunia yang menghasilkan cendekiawan-cendekiawan di bidang ilmu pengetahuan seperti
al-Kindi (796-973 M), al-Farabi (870-950 M), al-Razi (863-965 M), Ibnu Sina (980-1037), alGhazali (1059-111 M), Ibnu Rusyd (1126-1198) dan lain-lain.24 Akan tetapi dalam sejarahnya,
filsafat ilmu pernah ditentang oleh para ulama Islam. Alasannya karena filsafat ilmu masih
mengandung konsep-konsep asing yang bertentangan dengan Islam. Ibnu Taimiyyah termasuk
diantara ulama penolak keras filsafat ilmu, tetapi akhirnya dapat menerima filsafat ilmu dengan
syarat harus berdasarkan pada akal dan berpijak pada kebenaran yang dibawa oleh para Nabi.
23Ahmad Tafsir, op.cit., h. 21-22
24M. Rasjidi dan Harifuddin Cawidu, Islam untuk Disiplin Ilmu Filsafat, (Jakarta: Bulan Bintang, 1988), h.
87

10

Filsafat ilmu yang demikian disebut al-Falsafah-al-Haqiqiyah (filsafat yang sebenarnya). Imam alGhazali semula juga menentang filsafat ilmu dan memberikan peringatan karena dianggap sebagai
ilmu yang berbahaya bagi keimanan terutama ketika dipelajari oleh orang-orang awam. Imam alGhazali lalu berbalik mempelajari dan banyak menggunakan filsafat ilmu untuk uraian-uraian
mengenai ilmu tasawuf. Ulama-ulama menganggap ada faedah dari mempelajari filsafat, dan
berpendapat bahwa al-Qur’an memiliki banyak ayat yang menyuruh manusia untuk berpikir
mengenai dirinya dan alam semesta, untuk meyakini adanya Tuhan sebagai penciptanya.

‫…يرفع الله الذين امنوامنكم والذين اتوالعلم درجات‬
“Allah mengangkat orang-orang yang beriman dan berilmu pengetahuan diantara kamu akan
beberapa derajat” (Q.S. Al-Mujaadilah: 11)25
…‫العلموءا‬٥ ‫عباد‬

‫…انمايخشيالله من‬

“…yang sebenar-benarnya takut kepada Tuhan ialah orang-orang yang berilmu pengetahuan”
(Q.S. Al-Faathir: 28)26
Tampak jelas dari uraian-uraian di atas, bahwa Islam tidak mencegah orang untuk
mempelajari filsafat ilmu, bahkan menganjurkan orang berfilsafat, berpikir menurut logika untuk
memperkuat kebenaran yang dibawa oleh al-Qur’an, dengan dalil akal dan pembawaan rasional.
Aspek pemikiran dalam Islam terutama masalah keimanan, aqidah dan ketuhanan, menunjukkan
pembahasan yang cukup lama atau dimulai semasa nabi masih hidup, yang kemudian menjadi sebab
pokok dari ilmu-ilmu yang berbeda-beda, sebagaimana kalam (dogmatic-scholastic) serta tasawuf
(mystico-spirituaistic).
Penalaran rasional dalam memahami ajaran Islam adalah mempergunakan akal pikiran
untuk berijtihad sebagaimana disebutkan dalam hadis tentang Mu’az bin Jabal. 27 Islam memberi
tempat yang layak bagi perkembangan filsafat ilmu, namun Islam menilai bahwa filsafat ilmu
hanyalah merupakan alat belaka dan bukan tujuan. Filsafat ilmu dapat digunakan untuk
memperkokoh kedudukan Islam, dimana filsafat ilmu dibutuhkan untuk memahami isi kandungan
al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, dan pada dasarnya akan mengantarkan manusia lebih
mendekatkan diri kepada Allah swt. Hanya saja jika agama menuntun manusia melalui wahyu yang
diturunkan oleh Allah swt. secara langsung, maka filsafat ilmu adalah usaha progresif manusia
25Kementerian Urusan Agama Islam Kerajaan Arab Saudi, al-Qur’an dan Terjemahannya, (Arab Saudi:
Mujamma’ al-Malik Fahd Li Thiba’ At al-Mush-Haf Asy Syarif, 2006), h. 910-911
26Ibid., h. 700
27Ahmad Azhar Basyit, Refleksi Atas Persoalan Keislaman (Seputar Filsafat, Hukum, Politik dan Ekonomi,
(Bandung: Mizan, 1993), h. 18-19

11

untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Jadi tidak perlu melihat filsafat sebagai momok yang
menakutkan, tetapi harus dipelajari dengan baik. Mempelajari filsafat sah-sah saja, namun harus
dibarengi dengan akidah islam yang kuat dan menomorsatukan al-Qur’an. Karena apa yang kita
pahami dan simpulkan hanya sebatas apa yang bisa dipahami oleh indra yang kita punya, sehingga
apa yang kita ketahui sangat terbatas. Adapun Allah Maha Mengetahui apa yang tidak diketahui
oleh manusia. Oleh karena itu sesungguhnya, umat Islam telah berfilsafat ilmu sejak mereka
menggunakan penalaran rasional dalam memahami agama dan ajaran Islam.

12

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Setelah melakukan pembahasan mengenai pengertian filsafat ilmu, objek kajian dan ruang
lingkup filsafat ilmu di atas, maka penulis dapat menyimpulkan, yaitu :
1. Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai
hakikat ilmu. Filsafat sangat dibutuhkan dalam membuktikan suatu fenomena dan subtansi,
karena dengan filsafat bisa terbukti sesuatu itu ada atau mungkin ada, dan dengan akal bisa
2.

membuktikan suatu substansi, dimana substansi itu terbentuknya dari filsafat.
Peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan adalah filsafat memberi penilaian tentang sumbangan
ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran, tetapi filsafat
tidak ikut campur dalam ilmu-ilmu tersebut, dimana filsafat selalu mengarah pada pencarian
akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada
secara kritis, sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus
dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan secara
rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat senantiasa harus terbuka terhadap

3.

berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.
Bidang garapan filsafat ilmu diarahkan pada komponen-komponen yang menjadi tiang

4.

penyangga bagi eksistensi ilmu, yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian, pembentukan
pengetahuan itu atau hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh suatu disiplin ilmu yang
mencakup apa saja, baik hal-hal yang konkrit atau yang abstrak. Sedangkan objek formal
merupakan filsafat ilmu yang tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan

5.

seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
Filsafat dan ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun historis,
karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran
bangsa Yunani dan umat manusia dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan
pola pikir tersebut membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukumhukum alam dan teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu

6.

terjadi.
Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu
pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat bergantung pada
metode ilmiah, sehingga metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio
dan fakta secara integratif.

13

3.2. Saran
Setelah membaca urai-uraian di atas disimpulkan bahwa filsafat ilmu sangat dibutuhkan
dalam membuktikan suatu fenomena itu ada atau mungkin ada, tetapi penulis tetap menyarankan
beberapa hal, seperti :
1. Hendaklah setiap manusia meningkatkan kualitas keilmuannya, tidak hanya dengan mencari
ilmu dalam lingkungan pendidikan fomal, tetapi ilmu dapat diperoleh dimanapun dan kapanpun,
semata-mata untuk mencari keridhaan Allah swt. Setelah memilki ilmu, maka harus dipahami
dari sudut pandang filsafat ilmu agar pemetaan ilmu bisa difahami seutuhnya.
2. Dalam perspektif Islam dan filsafat ilmu, ilmu memiliki kedudukan yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Tanpa adanya ilmu, manusia tidak memiliki pegangan dalam menjalani
hidup dan kehidupannya. Ilmu harus terus dikaji, dipelajari, diajarkan dan diamalkan kepada
seluruh manusia, karena dengan itulah manusia akan merasakan manisnya ilmu dan berkahnya
bagi kehidupan.