Pemanfaatan Tepung Ampas Kelapa Difermentasi Aspergillus Niger Dan Ragi Tape Terhadap Kualitas Daging Kelinci Rex Jantan Lepas Sapih

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi Ampas Kelapa sebagai Pakan Ternak
Tanaman kelapa termasuk dalam famili Palmae dan membutuhkan
lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan produksinya. Kelapa dapat
tumbuh pada berbagai kondisi lahan, tanah dan iklim sehingga penyebarannya
cukup luas. Kelapa dapat tumbuh pada ketinggian di bawah 500 m diatas
permukaan laut dan di daerah tertentu masih dijumpai pada ketinggian 900 m dpl
(Davis, 1986).
Buah kelapa (Cocos nucifera Lin) selain sebagai sumber karbohidrat juga
sebagai sumber lemak, protein, kalori, vitamin dan mineral. Nutrisi karbohidrat
yang terkandung dalam daging kelapa sebesar 10-14 g/100g berat basah
(Thieme, 1968). Buah kelapa juga mengandung serat kasar 30, 58%
(Rindengan et al., 1997). Analisis ampas kelapa kering mengandung 13% selulosa
dapat berperan dalam proses fisiologi tubuh (Balasubbramaniam, 1976). Ampas
kelapa didapatkan dari parutan daging kelapa ditambah air diperas hingga keluar
santannya. Ampas kelapa merupakan hasil samping pembuatan santan, daging
buah kelapa yang diolah menjadi minyak kelapa dari pengolahan cara basah akan
diperoleh hasil samping ampas kelapa. Komposisi dari buah kelapa seperti yang
tertera pada gambar 1.


Gambar 1. Komposisi Buah Kelapa
Sumber : http://google.search.image/bagian-bagian+buah+kelapa

Universitas Sumatera Utara

Untuk pengolahan minyak kelapa cara basah, dari 100 butir kelapa
diperoleh ampas 19,50 kg. Ampas kelapa dapat digunakan sebagai bahan baku
pembuatan tepung. Tepung ampas kelapa adalah tepung yang diperoleh dengan
cara menghaluskan daging ampas kelapa (Yulvianti et al., 2015) seperti yang
tertera pada gambar 2. Balasubbramaniam (1976), melaporkan bahwa analisis
ampas kelapa kering (bebas lemak) mengandung 93% karbohidrat yang terdiri
atas: 61% galaktomanan, 26% manosa dan 13% selulosa. Sedangkan
Banzon dan Velasco (1982), melaporkan bahwa tepung ampas kelapa
mengandung lemak 12,2%, protein 18,2%, serat kasar 20%, abu 4,9%, dan kadar
air 6,2%. Hasil analisis yang dilakukan Rindengan et al., (1997) pada tepung
ampas kelapa dari Genjah Kuning Nias dan Dalam Tenga (GKN x DTA) adalah
sebagai berikut: kadar air 4,65%, protein 4,11%, lemak 15,89%, serat kasar
30,58%, karbohidrat 79,34% dan abu 0,66%.
Hasil analisa yang dilakukan oleh Miskiyah et al., (2006), menunjukkan
bahwa terjadi peningkatan kadar protein ampas kelapa setelah fermentasi dari

11,35% menjadi 26,09% atau sebesar 130% dan penurunan kadar lemak sebesar
11,39%. Kecernaan bahan kering dan bahan organik meningkat masing-masing
dari 78,99% dan 98,19% menjadi 95,1% dan 98,82%.
Daging buah
Santan kelapa

Ampas kelapa
Gambar 2. Tepung ampas kelapa yang berasal dari penggilingan ampas kelapa
Sumber : lifestyle.liputan6.com

Universitas Sumatera Utara

Karakteristik Ternak Kelinci
Di Indonesia ternak kelinci mempunyai kemampuan kompetitif untuk
bersaing dengan sumber daging lain dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia
(kebutuhan gizi) dan merupakan alternatif penyedia daging yang perlu
dipertimbangkan pada masa yang akan datang, daging kelinci merupakan salah
satu daging yang berkualitas baik dan layak dikonsumsi oleh berbagai kelas
lapisan masyarakat. Bahkan dibandingkan dengan kondisi daging ayam dilihat
dari segi aroma, warna daging dan dalam berbagai bentuk masakan tidak

ditemukan perbedaan yang nyata (Dwiyanto et al., 1996).
Kelinci

(Oryctolatuscuniculus)

merupakan

hewan

herbivora

non

ruminansia yang dapat merubah hijauan menjadi bahan pangan secara efisien, hal
ini dapat dilihat dari konsumsi hijauan yang berprotein rendah atau bahan yang
tidak dimanfaatkan oleh manusia (sebagai bahan makanan) diubah menjadi
protein hewani yang berprotein tinggi ( Lebas et al., 1986).
Menurut Farrel dan Raharjo (1984) kelinci mempunyai potensi besar
sebagai penghasil daging. Secara teori seekor induk dengan bobot tiga sampai
empat kilogram dapat menghasilkan delapan puluh kilogram karkas pertahun.

Daging kelinci memiliki kadar gizi yang tinggi yaitu protein sebesar
20,8% dan lemak yang rendah sebesar 10,2%, dibandingkan ternak lain seperti
sapi memiliki protein lebih rendah sebesar 16,3% dan lemak tinggi sebesar 22%
seperti yang tertera dalam Tabel 2.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2. Kadar gizi daging kelinci dibandingkan ternak lainnya
Jenis Ternak

Protein (%)

Lemak (%)

Kadar Air (%)

Kalori (%)

20,8
20,0

18,8
20,1
16,3
15,7
11,9

10,2
11,0
14,0
28,0
22,0
27,7
40,0

67,9
76,6
66,0
58,3
55,0
55,8

42,0

7,3
7,5
8,4
10,9
13,3
13,1
18,9

Kelinci
Ayam
Anak sapi
Kalkun
Sapi
Domba
Babi
Sumber : Sarwono (2007)

Rex merupakan salah satu dari berbagai macam jenis kelinci. Jenis Rex

pertama kali ditemukan oleh seorang petani bernama M. Caillon yang berasal dari
Perancis, kemudian diteruskan oleh Pat Abbe pada tahun 1919. Jenis Rex ini
kemudian diketahui sebagai hasil dari mutasi gen. mutasi gen ini menyebabkan
bulu sebelah dalam sama panjang dengan bulu luarnya, sehingga bulunya lebih
padat dan panjangnya seragam (Sandford, 1980). Cheeke et al. (1987)
menambahkan bahwa bulu kelinci Rex sifatnya halus, panjangnya seragam dan
mempunyai variasi warna bulu yang menarik dan beragam sehingga sangat cocok
untuk dijadikan fur (kulit bulu) seperti yang terlihat pada Gambar 3. Kelinci Rex
juga baik dan proporsional untuk produksi daging. Jenis ini mempunyai panjang
tubuh medium dan dalam, hips yang bulat dan loin yang berisi, sehingga cocok
pula untuk dijadikan sebagai kelinci pedaging. Bobot badan ideal untuk kelinci
Rex jantan adalah 3.6 kg, sedangkan untuk betina adalah 4.08 kg (Arba, 1996).
Kelinci Rex sangat bervariasi dengan produksi daging berkualitas sangat baik
(exellent), tetapi produktivitas daging pada kelinci Rex lebih rendah dibandingkan
dengan kelinci pedaging jenis New Zealand (Raharjo,1994).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 3. Kelinci Rex
Sumber : kelincirabbit.wordpress.com


Daging
Daging adalah bagian-bagian dari hewan yang disembelih yang belum
mengalami pengawetan atau pengolahan kecuali kulit, kuku, bulu, dan tanduk
(Ressang, 1982). Menurut Soeparno (1992) daging adalah semua jaringan hewan
dan semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk
dimakan serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang memakannya.
Kualitas

daging

dipengaruhi

oleh

faktor

sebelum

dan


sesudah

pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas
daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan
dan bahan aditif (hormon, antibiotik dan mineral), sera keadaan stres.
Daging

merupakan

produk

utama

pemeliharaan

ternak

potong.


Ketersediaan pakan baik kuantitas maupun kualitas merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kualitas daging, sedangkan faktor penting lainnya
adalah bibit dan manajemen pemeliharaan. Pakan ternak potong sangat beragam
dapat berupa hijauan segar, biji-bijian, maupun limbah pertanian/limbah industri
pertanian dapat mempengaruhi kualitas daging. Menurut Kandeepan et al., (2009)

Universitas Sumatera Utara

kualitas pakan dapat mempengaruhi kualitas daging, yaitu dapat mempengaruhi
dressing yield, perbandingan daging tulang, perbandingan protein lemak,
komposisi asam lemak, nilai kalori, warna, fisiko-kimia, masa simpan dan sifat
sensori.
Komposisi kimia daging terdiri dari air 56%, protein 22%, lemak 24%,
dan substansi bukan protein terlarut 3,5% yang meliputi karbohidrat, garam
organik, subtansi nitrogen terlarut, mineral, dan vitamin. Daging merupakan
bahan makanan yang penting dalam memenuhi kebutuhan gizi, selain mutu
proteinnya yang tinggi, pada daging terdapat pula kandungan asam amino
essensial yang lengkap dan seimbang (Lawrie, 1998).
Menurut Soeparno (2005), daging adalah semua jaringan hewan dan
semua produk hasil pengolahan jaringan-jaringan tersebut yang dapat dimakan

serta tidak menimbulkan gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya.
Sementara menurut Astawan (2004), daging merupakan bahan pangan yang
penting dalam memenuhi kebutuhan gizi. Protein merupakan komponen kimia
terpenting yang ada didalam daging, yang sangat dibutuhkan untuk proses
pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan. Nilai protein yang
tinggi didaging disebabkan oleh asam amino esensialnya yang lengkap.
Keunggulan lain, protein daging lebih mudah dicerna dibanding protein yang
berasal dari nabati. Bahan pangan ini juga mengandung beberapa jenis mineral
dan vitamin. Selain kaya protein, daging juga mengandung energi sebesar 250
kkal/100 g. Jumlah energi dalam daging ditentukan oleh kandungan lemak
intraselular di dalam serabut-serabut otot, yang disebut lemak marbling.

Universitas Sumatera Utara

Kualitas Daging
Faktor kondisi ternak pada saat pemotongan dapat menyebabkan
perbedaan komposisi kimia daging yang dihasilkan. Bobot karkas adalah salah
satu refleksi kondisi ternak. Bobot karkas dipengaruhi oleh interaksi antar bangsa
dan pakan yang menunjukkan bahwa efisiensi pemanfaatan energi, protein dan
mungkin mineral pakan secara relatif berbeda di antara bangsa dan perlakuan
pakan, tetapi tidak selalu direfleksikan terhadap perbedaan komposisi kimia
daging (Soeparno, 1992). Komposisi kimia dalam daging yang berhubungan erat
dengan nilai gizi adalah kadar air, mineral, protein, lemak dan vitamin. Berikut
adalah komposisi kimia daging dari berbagai jenis ternak berdasarkan bahan segar
seperti yang tertera pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Komposisi kandungan nutrisi daging dari berbagai jenis ternak

Daging
Kelinci
Ayam
Kalkun
Sapi
Domba
Babi

Protein
(%)

Lemak
(%)

Kadar air
(%)

Kandungan
Energi
(MJ/Kg)

20,80
20,00
20,10
16,30
15,70
11,90

10,20
11,00
22,00
28,00
27,70
45,00

67,90
67,60
58,30
55,00
55,80
42,00

7,30
7,50
11,90
13,30
13,10
18,90

Sumber : State 4-H Rabbit Programming Committee (1992)

Nilai pH Daging
Perubahan pH sesudah ternak mati pada dasarnya ditentukan oleh
kandungan asam laktat yang tertimbun dalam otot, selanjutnya oleh kandungan
glikogen dan penanganan sebelum penyembelihan (Buckle et al., 1987). Otot
yang mengalami penurunan pH sangat cepat akan menjadi pucat,daya ikat daging
protein terhadap cairannya menjadi rendah dan permukaannya tampak sangat

Universitas Sumatera Utara

basah. Disisi lain, otot yang mempunyuai pH tinggi selama proses konversi otot
menjadi daging dapat menjadi sangat gelap warnanya dan sangat kering di
permukaan potongan yang tampak (Aberle et al., 2001).
Penurunan pH otot postmortem banyak ditentukan oleh laju glikolisis
postmortem serta cadangan glikogen otot dan pH daging ultimat, normalnya
adalah 5,4-5,8. Stres sebelum pemotongan, pemberian suntikan hormon atau obatobatan tertentu, spesies, individu ternak, macam otot stimulasi listrik dan aktivitas
enzim yang mempengaruhi gliokolisis adalah faktor-faktor yang dapat
menghasilkan variasi pH daging.
Penurunan pH karkas postmortem mempunyai hubungan yang erat dengan
temperatur lingkungan (penyimpanan). Temperatur tinggi akan meningkatkan laju
penurunan pH, sedangkan temperatur rendah menghambat laju penurunan pH.
Pengaruh termperatur terhadap perubahan pH postmotem ini adalah sebagai akibat
pengaruh langsung dari temperatur terhadap laju glikolisis postmortem
(Soeparno, 1992). Peningkatan pH akan menyebabkan meningkatnya daya ikat air
daging dan lapisan permukaan daging akan semakin kering, sehingga kualitas
daging akan semakin menurun. Ternak yang mengalami cukup masa istirahat
sesaat sebelum dipotong memiliki cadangan glikogen dalam otot yang cukup
tinggi (Lawrie, 2003). Dikemukakan juga bahwa glikogen yang tinggi didalam
otot akan diubah melalui proses glikolisis menjadi asam laktat. Tingginya asam
laktat yang terbentuk akan membuat pH daging menjadi rendah.
Susut Masak Daging

Susut Masak Daging ialah perbedaan antara bobot daging sebelum dan
sesudah dimasak dan dinyatakan dalam persentase. Susut masak merupakan

Universitas Sumatera Utara

fungsi dari temperatur dan lama dari pemasakan. Susut masak dapat dipengaruhi
oleh pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang potongan serabut otot, status
kontraksi miofibril, ukuran dan berat sampel daging serta penampang lintang
daging. Susut masak dapat meningkat dengan panjang serabut otot yang lebih
pendek. Pemasakan yang relatif lama akan menurunkan pengaruh panjang serabut
otot terhadap susut masak.
Susut masak menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak.
Perbedaan bangsa ternak juga dapat menyebabkan perbedaan susut masak. Jenis
kelamin mempunyai pengaruh yang kecil terhadap susut masak pada umur ternak
yang sama. Bobot potong mempengaruhi susut masak terutama bila terdapat
perbedaan

deposisi

lemak

intramuskuler.

Konsumsi pakan

dapat

juga

mempengaruhi besarnya susut masak (Soeparno, 1992).
Nilai Tekstur Daging
Tekstur dan keempukan mempunyai tingkatan utama menurut konsumen
dan rupanya dicari walaupun mengorbankan flavor dan warna (Lawrie, 2003).
Keempukan daging banyak ditentukan setidak-tidaknya oleh tiga komponen
daging, yaitu struktur miofibrilar dan status kontraksinya, kandungan jaringan ikat
dan jaringan silangnya, daya ikat air oleh protein daging serta juiceness daging
(Soeparno, 1992). Kesan secara keseluruhan keempukan daging meliputi tekstur
dan melibatkan tiga aspek. Pertama, mudah tidaknya gigi berpenetrasi awal
kedalam daging. Kedua, mudah tidaknya daging tersebut dipecah menjadi bagianbagian yang lebih kecil. Ketiga, jumlah residu tertinggal setelah dikunyah
(Lawrie, 2003).

Universitas Sumatera Utara

Kealotan daging juga dipengaruhi oleh kandungan protein kolagen dalam
daging. Kolagen adalah protein utama jaringan ikat. Jaringan ikat terdapat hampir
di semua komponen tubuh. Kolagen jaringan ikat mempunyai peranan yang
penting terhadap kualitas daging terutama terhadap kealotan daging. Kadar
kolagen daging berbeda diantara jenis daging, umur dan diantara daging pada
karkas yang sama. Kadar kolagen daging dipengaruhi oleh kandungan lemaknya.
Kadar lemak yang relatif tinggi akan melarutkan atau menurunkan kandungan
kolagen (Soeparno, 1992).
Keempukan daging adalah kualitas daging setelah dimasak yang
didasarkan pada kemudahan waktu mengunyah tanpa menghilangkan sifat-sifat
jaringan yang layak. Salah satu faktor penilaian mutu daging adalah sifat
keempukannya yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi
keempukan daging ada hubungannya dengan komposisi daging itu sendiri, yaitu
berupa tenunan pengikat, serabut daging, sel-sel lemak yang ada diantara serabut
daging (Reny, 2009).
Aberle et al., (1981) menyatakan bahwa pengaturan ransum sebelum
ternak dipotong mempengaruhi secara langsung variasi sifat urat daging setelah
pemotongan dan ternak – ternak yang digemukkan di dalam kandang akan
menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan ternak yang
digembalakan.
Bouton et al., (1978) menyatakan bahwa umur dalam kondisi tertentu
tidak mempengaruhi keempukan daging yang dihasilkan. Ternak yang lebih tua
namun mendapatkan ransum dengan nutrisi dan penanganan yang baik dapat
menghasilkan daging yang lebih empuk dibandingkan dengan daging yang

Universitas Sumatera Utara

dihasilkan dari ternak muda namun mendapatkan nutrisi ransum dan penanganan
yang kurang baik. Otot dapat tumbuh dan berkembang dengan baik jika
mendapatkan nutrisi dan penanganan yang baik. Otot yang baik mempunyai
jumlah kolagen per satuan luas otot yang lebih kecil dibandingkan dengan otot
dari ternak yang mendapat nutrisi dan penanganan yang kurang baik, dengan
demikian daging yang dihasikan akan lebih empuk.
Kadar Protein
Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien yang
mempunyai peranan lebih penting dalam pertumbuhan biomolekul daripada
sebagai sumber energi. Struktur protein selain mengandung unsur N, C, H, O juga
mengandung S, P, Fe, dan Cu yang membentuk senyawa kompleks
Sudarmadji et al., (2007). Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan
dengan yang bersumber dari bahan pangan nabati. Nilai protein yang tinggi
disebabkan oleh kandungan asam amino esensial yang lengkap dan seimbang.
Asam amino esensial merupakan pembangun protein tubuh yang harus berasal
dari makanan atau tidak dapat dibentuk di dalam tubuh. Kelengkapan komposisi
asam amino esensial merupakan parameter penting penciri kualitas protein.
Molekul protein sendiri merupakan rantai panjang yang tersusun oleh mata
rantai asam – asam amino. Asam amino adalah senyawa yang memiliki satu atau
lebih gugus karboksil (-CHHOH) dan satu atau lebih gugus amino (-NH2) yang
salah satunya terletak pada atom C tepat di sebelah gugus karboksil
(Fardiaz, 1992).
Protein bahan makanan dalam analisi proksimat ditentukan dengan
menggunakan metode Kjeldahl. Metode ini menganut asumsi bahwa semua

Universitas Sumatera Utara

nitrogen bahan makanan berasal dari protein dan semua protein bahan makanan
mengandung N sebesar 16%. Protein bahan makanan ditentukan dengan
menganalisis kandungan nitrogennya. Hasil yang diperoleh dikalikan dengan 6.25
yaitu faktor kelipatan N yang diperoleh dari 100/16 (Ensminger et al., 1990).
Komposisi protein dalam tubuh tidak banyak dipengaruhi oleh usia maupun
kondisi tubuh, dalam hal ini bobot hidupnya.
Nilai gizi protein ditentukan oleh kandungan dan daya cerna asam-asam
amino essensial. Daya cerna akan menentukan ketersediaan asam-asam amino
tersebut secara biologis. Proses pengolahan selain dapat meningkatkan daya cerna
suatu protein, dapat pula menurunkan nilai gizinya (Muchtadi, 2003). Komposisi
kimia daging tergantung spesies hewan, kondisi hewan, jenis daging karkas,
proses pengawetan, penyimpanan dan metode pengepakan. Komposisi kimia
daging sangat dipengaruhi oleh kandungan lemaknya. Meningkatnya kandungan
lemak daging dan kandungan air menyebabkan kandungan protein akan menurun
(Soeparno, 1998).
Kadar Air
Air merupakan unsur penting dalam bahan makanan. Air dalam bahan
makanan sangat diperlukan untuk kelansungan biokimia organisme hidup, hal itu
antara lain disebabkan karena air dapat mempengaruhi kenampakan, tekstur, dan
citarasa makanan, serta dapat mempengaruhi daya tahan makanan dari serangan
mikrobia (Winarno,1997).
Air adalah zat yang terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen
dengan rumus molekul H2O (Fardiaz, 1992). Ensminger et al., (1990)
menyatakan bahwa kadar air tubuh erat hubungannya dengan usia. Kadar air

Universitas Sumatera Utara

tubuh berkurang dengan kegiatan metabolisme. Hewan yang muda akan lebih
mampu menggunakan zat – zat makanan yang diperolehnya untuk membangun
tubuhnya sedangkan hewan yang lebih tua, akan menimbun kelebihan energi yang
diperolehnya untuk menjadi lemak tubuh. Menurut Soeparno (2009) kadar air
daging dipengaruhi oleh jenis ternak, umur, kelamin, pakan serta lokasi dan fungsi
bagian-bagian otot dalam tubuh. Kadar air yang tinggi disebabkan umur ternak
yang muda, karena pembentukan protein dan lemak daging belum sempurna.

Kadar Lemak
Lemak termasuk di dalam kelompok ester yang terbentuk dari reaksi
alkohol dalam asam organik. Komponen pembentuk lemak pada umumnya terdiri
dari satumolekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak, dikenal
sebagai trigliserida (Fardiaz, 1992). Lemak yang dimaksud sebagai lemak daging
adalah lemak intramuskuler yang umumnya terdiri dari lemak sejati dan
mengandung fosfolipid dari fraksi –fraksi yang tidak tersabun, seperti kolesterol
(Lawrie, 2003).
Soeparno (1992) menyatakan bahwa kadar lemak mempunyai hubungan
yang negatif dengan kadar air. Jika kadar lemak tubuh meningkat yaitu bertambah
bobot hidupnya maka kadar airnya akan berkurang, dengan demikian
pertambahan usia akan meningkatkan kadar lemaknya. De Blass et al., (1977)
melakukan penelitian dengan menggunakan kelinci betina Spanish Giant yang
dipotong pada umur tiga, empat dan lima bulan, menunjukkan hasil bahwa kadar
lemak akan meningkat seiring dengan meningkatnya umur potong, masingmasing sebesar 34.1%, 37.85% dan 43.97% dari bobot lemak awalnya.

Universitas Sumatera Utara

Pakan Ternak Kelinci
Pakan bagi ternak sangat besar peranannya. Pakan yang diberikan
hendaknya memberi persyaratan kandungan gizi perananya. Pemberian pakan
yang seimbang diharapkan dapat memberi produksi yang tinggi yang lengkap
seperti protein, karbohidrat, mineral, vitamin, digemari ternak dan mudah dicerna
(Anggorodi, 1994).
Pakan kelinci pada umumnya berupa umbi-umbian dan sayur-mayur serta
tumbuhan lain. Kelinci merupakan hewan herbivora yang rakus. Hewan yang satu
ini tidak mengenal kata kenyang. Pasalnya, setiap makanan yang diberikan seperti
sayuran, rumput, umbi, biji-bijian, dan pelet pasti segera dilahapnya. Meskipun
demikian, tetap harus memberi makanan kelinci secara teratur sesuai pola
pemberian pakan. Pakan yang diberikan pun harus dipilih dan diperhitungkan agar
kelinci tidak mengalami gangguan pencernaan (Priyatna, 2011).
Untuk mendukung kecukupan gizi yang seimbang pemberian hijauan
seimbang pemberian hijauan perlu diimbangi dengan konsentrat. Pada peternakan
kelinci intensif hijauan diberikan 60-80%, sisanya konsentrat. Ada juga yang
memberikan 60% konsentrat dan sisanya hijauan (Sarwono, 2007).
Pakan hijauan atau jerami yang berkualitas baik hendaknya selalu
diberikan bersama konsentrat. Mengubah ransum kelinci hendaknya dilakukan
secara bertahap selama 7 sampai 10 hari. Untuk melakukan hal tersebut,
campurkanlah sedikit pakan yang baru pada pakan yang lama. Pakan lama itu
sedikit demi sedikit dikurangi dan diganti yang baru sampai akhirnya seluruh
pakannya adalah pakan baru setelah 7-10 hari (Blakely and Bade, 1998).

Universitas Sumatera Utara

Kebutuhan Nutrisi Ternak Kelinci
Kandungan nutrisi yang terkandung didalam pakan kelinci yakni sebagai
berikut: air (maksimal 12%), protein (12-18%), lemak (maksimal 4%), serat kasar
(maksimal 14%), kalsium (1,36%), fosfor (0,7-0,9%) seperti yang tertera pada
Tabel 4 di bawah ini. Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang
dipelihara secara ekstensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80% dan
sisanya menggunakan hijauan sebesar 40% (Masanto dan Agus, 2010).
Tabel 4. Kebutuhan nutrisi kelinci.
Nutrient
Digestible Energy
(kcal/kg)
TDN
Serat kasar (%)
Protein Kasar (%)
Lemak (%)
Ca (%)
P (%)
Metiomin+ Cytine
Lysin

Kebutuhan Nutrisi kelinci
Pertumbuhan Hidup pokok
Bunting
2500
2100
2500
65
10-12
16
2
0,45
0,55
0,6
0,65

55
14
12
2
-

58
10-12
15
2
0,40
-

Laktasi
2500
70
10-12
17
2
0,75
0,5
0,6
0,75

Sumber: NRC(1977)

Jumlah pakan yang diberikan harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan
oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian
pakan ditentukanberdasarkan kebutuhan bahan kering. Jumlah pemberian pakan
bervariasi bergantung pada periode pemeliharaan dan dan bobot badan kelinci.

Sistem Pencernaan Kelinci
Kelinci merupakan ternak pseudo-ruminant yaitu herbivora yang tidak
dapat mencerna serat kasar secara baik. Sistem pencernaan kelinci yang sederhana
dengan caecum dan usus yang besar seperti yang terlihat pada gambar 4,
memungkinkan kelinci untuk memakan dan memanfaatkan bahan-bahan hijauan,

Universitas Sumatera Utara

rumput, dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri disaluran cerna
bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci
memfermentasikan pakan di usus belakangnya. Fermentasi hanya terjadi terjadi di
caecum (bagian pertama usus besar), kurang lebih merupakan 50% dari seluruh
kapasistas saluran pencernaannya, Sarwono (2007). Kemampuan kelinci
mencerna serat kasar dan lemak bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu.
Tidak seperti halnya hewan mamalia yang lain, kelinci mempunyai
kebiasaan memakan feses yang sudah dikeluarkan. Sifat ini disebut coprophagy.
Keadaan ini sangat umum terjadi pada kelinci dan hal ini terjadi berdasar pada
konstruksi saluran pencernaannya. Sifat coprophagy biasanya terjadi pada malam
atau pagi hari berikutnya. Feses yang berwarna hijau muda dan konsistensi
lembek itu dimakan lagi oleh kelinci. Feses yang dikeluarkan pada siang hari dan
telah berwarna coklat serta mengeras, tidak dimakan. Hal ini memungkinkan
kelinci itu memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian
bawah, yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang
berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecahkan selulose atau serat
menjadi energi yang berguna. Jadi sifat coprophagy sebenarnya memang
menguntungkan bagi proses pencernaan (Blakely and bade, 1998).
Sekitar umur tiga minggu kelinci mulai mencerna kembali kotoran
lunaknya, langsung dari anus (proses ini disebut caecotrophy) tanpa pengunyahan.
Kotoran lunak itu terdiri atas konsentrat bakteri yang dibungkus oleh mokus.
Walaupun memiliki caecum yang besar, kelinci ternyata tidak mampu mencerna
bahan-bahan organic dan serat kasar dari hijauan sebanyak yang dapat dicerna
oleh ternak ruminansia murni. Daya cerna kelinci dalam mengonsumsi hijauan

Universitas Sumatera Utara

daun mungkin hanya 10%. Kemampuan kelinci mencerna serat kasar dan lemak
makin bertambah setelah kelinci berumur 5-12 minggu (Sarwono, 2007).

Gambar 4. Sistem Pencernaan Kelinci
Sumber : http://.google.search/sistem+pencernaan+hewan+monogastrik/kelinci.com
Fermentasi
Fermentasi bahan pangan adalah sebagai hasil kegiatan beberapa jenis
mikroorganisme baik bakteri, khamir, dan kapang. Mikroorganisme yang
memfermentasi

bahan

pangan

dapat

menghasilkan

perubahan

yang

menguntungkan (produk-produk fermentasi yang diinginkan) dan perubahan yang
merugikan (kerusakan bahan pangan). Dari mikroorganisme yang memfermentasi
bahan pangan, yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam
asetat, dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol (Suprihatin, 2010).
Dalam industri fermentasi diperlukan substrat yang murah, mudah tersedia
dan efisien penggunaannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi pemilihan

Universitas Sumatera Utara

substrat untuk fermentasi adalah tersedia dan mudah didapat, sifat fermentasi,
harga dan faktor harga (Suprihatin, 2010).
Aspergillus niger
Aspergilus niger adalah kapang anggota genus Arpergillus, family
Eurotiaceae, ordo Eutiales, subclass Plectomycetetidae, kelas ascomycetes,
subdivisi ascomycotina dan divisi amastigmycota. Aspergillus niger dalam
pertumbuhannya berhubungan langsung dengan zat makanan yang terdapat dalam
medium. Aspergillus niger menghasilkan beberapa enzim ekstraseluler seperti
amylase, amiloglukosidase, pektinase, selulase, katalase dan glukosidase
(Hardjo, et al., 1989). Lehninger (1991) menambahkan Aspergillus niger
menghasilkan enzim urease yang memecahkan urea menjadi asam amino dan CO 2
yang selanjutnya digunakan untuk pembentuk asam amino.
Aspergillus niger bersifat aerob, sehingga membutuhkan oksigen untuk
pertumbuhannya. Temperatur optimum bagi pertumbuhannya adalah antara 350C
– 370C. Kisaran pH antara 2,0-8,5 dengan pH optimum antara 5,0-0,7 dan
membutuhkan kadar air media antara 65-70%. Aspergillus niger mempunyai cirri
yaitu berupa benang-benang tunggal yang disebut hifa berupa kumpulan benangbenang padat menjadi suatu bahan yang disebut miselium, tidak mempunyai
klorofil dan hidupnya heterotrof serta berkembang biak secara vegetative dan
generative (Fardiaz, 1989).
Penelitian yang dilakukan oleh Susyawati et al., (2014), memperoleh hasil
bahwa kadar protein meningkat selama proses fermentasi oleh Aspergillus niger.
Hal tersebut berarti bahwa selama proses fermentasi berlangsung, Aspergillus
niger melakukan biosintesis protein. Untuk melakukan proses biosintesis protein,

Universitas Sumatera Utara

Aspergillus niger memerlukan sumber karbon sebagai komponen utama
pembentuk protein. Unsur karbon diperoleh Aspergillus niger dari substrat
fermentasi.

Selama

proses

fermentasi

berlangsung,

Aspergillus

niger

memproduksi enzim ekstraseluler yang dihasilkan di dalam sel dan dikeluarkan
dari sel ke medium fermentasi untuk menghidrolisis dan mendegradasi komponen
kompleks substrat menjadi senyawa yang lebih sederhana. Aspergillus niger
memproduksi enzim amilase yang berfungsi untuk menghidrolisis pati yang
terdapat dalam substrat fermentasi.
Semakin tinggi populasi Aspergillus niger akan menghasilkan besaran
enzim selulase yang semakin tinggi pula sehingga kuantitas serat kasar yang
dirombak oleh enzim selulase semakin tinggi (Laskin dan Hubert, 1973). Enzim
selulase yang akan mengubah serat kasar (selulosa) menjadi molekul yang lebih
sederhana sehingga tidak lagi sebagai polisakarida (Wardani, 2014).
Enzim selulase termasuk sistem multienzim yang terdiri dari tiga
komponen yaitu endoglukanase, yang mengurai polimer selulosa secara random
untuk menghasilkan oligodekstrin dengan panjang rantai yang bervariasi,
eksoglukanase yang mengurai selulosa dari ujung pereduksi dan non-pereduksi
untuk menghasilkan selulosa ikatan pendek atau selobiosa, dan β-glukosidase
yang mengurai selobiosa untuk menghasilkan glukosa (Ikram et al., 2005).

Ragi Tape
Ragi merupakan organisme fakultatif yang mempunyai kemampuan
menghasilkan energi dari senyawa organik dalam kondisi aerob maupun anaerob
sehingga ragi dapat tumbuh dalam kondisi ekologi yang berbeda (Winarno, 2004).
Jenis ragi yang umum dikenal yaitu ragi tape dan ragi tempe.

Universitas Sumatera Utara

Ragi tape berwujud padat dengan bentuk bulat pipih berwarna putih,
sedangkan ragi tempe berbentuk bubuk. Ragi tape terdiri mikroba bibit atau
disebut juga starter untuk membuat berbagai macam makanan fermentasi, seperti
tape ketan atau singkong, tape ubi jalar, brem cair atau padat dan lainnya
(Hidayat dkk, 2006).
Probiotik merupakan produk yang mengandung mikroorganisme hidup
dan nonpatogen, yang diberikan pada hewan ternak untuk memperbaiki laju
pertumbuhan, menstabilkan produksi pada ternak, efisiensi konversi ransum,
meningkatkan penyerapan nutrisi, kesehatan hewan, menambah nafsu makan
sehingga mempercepat peningkatan berat badan (Fuller, 1992). Menurut
Soeharsono (2010) mikrobia yang digunakan sebagai probiotik adalah bakteri,
khamir atau ragi, mould. Ahmad (2006) menyatakan bahwa probiotik merupakan
salah satu pendekatan yang memiliki potensi dalam mengurangi infeksi unggas
dan kontaminasi produk unggas Ragi tape terdiri dari kapang (Rhizopus oryzae,
Mucor), khamir (Sacharomyces cerevisiae, Sacharomyces verdomanni, Candida
utilis) dan bakteri (Pediococcus sp.dan Bacillus sp.) (Gandjar, 2003).
Mekanisme kerja bakteri Saccharomyces cerevisiae pada prinsipnya
seperti probiotik

lainnya

yakni secara

ferementatif dengan

mula-mula

mensekresikan enzim α-galaktosidasedan β-glukosidase mengelilingi/menyerang
ikatan senyawa sakarida untuk menguraikan senyawa oligosakarida (vebraskosa,
sciosa dan rafinosa) menjadi gula-gula sederhana (di dan mono sakarida) dan
kemungkinan melepaskan zat-zat nutrisi yang terbungkus/terikat oleh senyawa
sakarida sehingga terbuka bagi enzim pencernaan (Ly, 2011).

Universitas Sumatera Utara

Hasil penelitian Tang et al., (2008) membuktikan bahwa suplementasi
Saccharomyces cerevisiae meningkatkan laju kecernaan serat, meningkatkan
degradasi protein kasar dan NDF dan efisiensi mikrobial. Pemakaian
Saccharomyces cerevisiae dalam fermentasi kulit nanas diduga pula dapat
meningkatkan kecernaan bahan kering (Wikanastri, 2012). Saccharomyces
cerevisiae merupakan mikroba proteolitik yang mampu memecah protein dan
komponen-komponen nitrogen lainnya menjadi asam amino (Winarno, 1995).
Penelitian yang dilakukan oleh Hidayati et al. (2013), memperoleh bahwa
kadar protein meningkat selama proses fermentasi oleh ragi tape yaitu dari 3,99%
menjadi 4,95% yang disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme optimal
melakukan pemecahan karbohidrat pada kulit singkong.
Teknologi Pakan Berbentuk Pelet
Ransum bentuk pelet dapat meningkatkan konsumsi pakan ternak,
mengurangi jumlah pakan yang terbuang, membuat pakan lebih homogen, dapat
memusnahkan pertumbuhan mikroorganisme yang merugikan, memperpanjang
penyimpanan, mempermudah pengangkutan dan menjamin keseimbangan zat
nutrisi pakan yang terkandung dalam komposisi pakan (Suryanagara, 2006).
Proses pembuatan pelet dibagi menjadi tiga tahap, yaitu: 1) pengolahan
pendahuluan meliputi pencacahan, pengeringan, dan penggilingan, 2) pembuatan
pelet meliputi pencetakan, pendinginan, dan pengeringan, dan 3) perlakuan akhir
meliputi sortasi, pengepakan dan penggudangan. Tujuan pembuatan pakan dalam
bentuk pelet adalah untuk meringkas volume bahan, sehingga mudah dalam
proses

pemindahan,

dan

menurunkan

biaya

pengangkutan

(Tjokroadikoesoemo, 1986).

Universitas Sumatera Utara