Analisis Daya Saing Ekonomi di Kabupaten Tapanuli Utara

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Daya Saing Global
Menurut Michael Porter (1990) dalam buku PPSK-BI (2008) menyatakan
bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan level nasional tak lain adalah
“produktivitas” yang didefenisikan sebagai nilai output yang dihasilkan oleh
seorang tenaga kerja. Bank dunia menyatakan hal yang relatif sama dimana “
daya saing mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit
mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah per unit input yang
dicapai oleh perusahaan”. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta literaturliteratur terkini mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak
secara sempit mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level
mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar perusahaan. Aspek –aspek
tersebut dapat bersifat firm-specific,region-specific, dan bahkan country-specifi.
World Economic Forum (WEF), suatu lembaga yang secara rutin
menerbitkan “Global Competitiveness Report”, mendefenisikan daya saing
nasional secara lebih luas namun dalam kalimat yang singkat dan sederhana
yaitu“kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi
yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya adalah pada kebijakan-kebijakan yang
tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta karakteristik-karakteristik ekonomi lain
yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi

berkelanjutan.

yang tinggi dan

Institute of Management Development (IMD) dengan publikasinya “World
Competitiveness Yearbook”. Secara lengkap dan relatif lebih formal IMD
mendefenisikan daya saing nasional adalah “kemampuan suatu negara dalam
menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasional dengan
cara mengelolah dan proses, daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity,
serta dengan mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu
model ekonomi dan sosial”. Secara sederhananya daya saing nasional adalah
suatu konsep dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk
mempertahankan daya saing domestik maupun global kepada perusahaanperusahaan yang berada di wilayahnya.
Kesimpulan yang dapat di ambil dari berbagai penelitian di atas adalah tidak
adanya kesamaan defenisi yang sempurna. Setidaknya, walau dengan defenisi
yang tidak begitu seragam,hampir semua ahli mempunyai kesamaan pendapat
tentang apa saja yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing
(Sachs dkk, 2000). Dengan demikian, defenisi yang pasti dan disepakati semua
pihak tidak lagi menjadi syarat mutlak dalam rangka mengetahui faktor-faktor apa
saja yang dapat menentukan daya saing suatu daerah.

2.2Konsep dan Defenisi Daya Saing Daerah
Menurut defenisi UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam
menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan tetap
terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional. Sementara itu
CURDS mendefisikan daya saing daerah sebagai kemampuan sektor bisnis atau

perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan yang tinggi serta
tingkat kekayaan yang lebih merata untuk penduduknya.
Secara umum, ketika membandingkan kedua defenisi daya saing nasional
yang

dibahas

sebelumya,

terdapat

kesamaan

yang


essensial.

Dapat

dikatakanbahwa perbedaan konsep daya saing hanya terpusat pada cakupan
wilayah, dimana yang pertama adalah daerah(bagian suatu daerah), sementara
yang kedua adalah negara. Dalam berbagai pembahasan tentang daya saing
nasional pun, baik secara eksplisit maupun implisit, terangkum relevansi
pengadopsian konsep daya saing nasional kedalam konsep daya saing daerah.
Bank Dunia misalnya, secara eksplisit menyebutkan betapa aspek penentu daya
saing dapat bersifat region-specific. Dilihat dari substansinya pengadopsian
konsep daya saing nasional ke dalam konsep daya saing daerah adalah relevan,
namun dalam prakteknya beberapa penyesuaian perlu untuk dilakukan. Kompetisi
ekonomi antar negara yang berdaulat tentu tidak mutlak, sama dengan kompetisi
antar dearah dalam suatu negara. Dan beberapa prinsip perlu disesuaikan.
Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan defenisi tentang daya saing
suatu negara atau daerah sebagaimana diuraikan di atas, dapat diambil satu
kesimpulan bahwa dalam mendefenisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa
hal sebagai berikut :

a. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau
efeisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih
mendefenisikan daya saing sebagai “ kemampuan suatu perekonomian” dari
pada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.

b. Pelaku ekonomi (economic agent) bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga
rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu
sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta
perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja.
Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.
c. Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak
lain

adalah

meningkatnya

tinggi

kesejahteraan


penduduk

di

dalam

perekonomian tersebut. Kesejahteraan (level of living) adalah konsep yang
maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel
seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari
pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan
masyarakat.
d. Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran
keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata
“daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang
tertutup (Abdullah, dkk, 2002 :15).
Mempertimbangkan

hal-hal


di

atas,

Pusat

Pendidikan

dan

Studi

Kebanksentralan Bank Indonesia(PPSK-BI) mendefenisikan daya saing yaitu
“kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat
kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada
persaingan domestik dan internasional”.

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah
Menurut Hidayat (2012) indikator utama daya saing daerah adalah bagian
yang penting dalam analisis daya saing ekonomi daerah. Pemahaman indikator

utama daya saing ekonomi daerah yang terbatas dan tidak secara komprehensif
menjadikan tidak adanya keseragaman pemahaman yang benar oleh stakeholders
ditingkat pemerintah daerah dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan adanya
perbedaan analisis dan kesimpulan terhadap tingkat daya saing yang dimiliki oleh
suatu daerah.
Abdullah dkk. (2002) dalam penelitiannya menyebutkan indikator-indikator
utama yang dianggap dapat menentukan daya saing ekonomi daerah adalah (1)
Perekonomian Daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur
dan Sumber Daya Alam, (5) Ilmu Pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber Daya
Manusia, (7) Kelembagaan, (8) Governence dan Kebijakan Pemerintah, (9)
Manajemen dan Ekonomi Mikro. Masing- masing indikator diatas dapat dijelskan
sebagai berikut:
1. Perekonomian Daerah
Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari
perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi
kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya
hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui
prinsip-prinsip berikut:
1. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam
jangka pendek.


2. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing jangka
panjang.
3. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu.
4. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja
ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian
daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan
bersaing secara internasional maupun domestik.
2. Keterbukaan
Keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah
berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut
dengan daerah lain dalam cakupan nasional. Indikator ini menetukan daya saing
melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan
daya saing perekonomian daerah tersebut.
2. Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun
internasional meningkatkan kinerja perekonomiannya.
3. Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara efisien ke seluruh
penjuru dunia.
4. Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan

perekonomian daerah.
5. Mempertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan
ekonomi internasional.

3. Sistem Keuangan
Sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan
dan non-perbankan di daerah untuk fasilitasi aktivitas perekonomian yang
memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi
alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indikator
sistem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melaui prinsip-prinsip
sebgai berikut:
1. Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas
perekonomian daerah.
2. Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung
daya saing daerah.
4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam
Dalam hal ini infrastruktur merupakan indikator seberapa besar daya
seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas
perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing
daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1. Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya
mendukung aktivitas ekonomi daerah.
2. Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah.
3. Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung
berjalannya aktivitas bisnis di daerah yang berdaya saing.

5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu
pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang
meningkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah
melalui beberapa prinsip sebagai berikut:
1. Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah
ada secara efisien dan inovatif.
2. Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan
pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melaui tahapan
pembangunan ekonomi yang lebih maju.
3. Investasi jangka panjang berupa R&D akan meningkatkan daya saing sektor
bisnis.
6. Sumber Daya Manusia

Sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan
dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing
daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:
1. Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya
saing suatu daerah.
2. Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningkatkan
tenaga kerja yang berkualitas.
3. Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing
suatu daerah.

4. Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah
tersebut begitu juga sebaliknya.
7. Kelembagaan
Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim
sosial, hukum dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas
perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing
daerah didasarkan pada bebrapa prinsip sebagai berikut :
1. Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan
baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi
daerah yang berdaya saing.
2. Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa
adanya sistem hukum yang baik serta penegakan hukum yang independen.
3. Aktivitas perekonomian daerah suatu daerah tidak akan dapat berjalan
secaraoptimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.
8. Governance dan Kebijakan Pemerintah
Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari
kualitas administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka menyediakan
infrastruktur fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum pengaruh faktor
governance dan kebijakan pemerintah bagi daya saing daerah dapat didasarkan
pada prinsip sebagai berikut:
1. Dengan tujuan menciptakan iklim persaingan yang sehat intervensi pemerintah
dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.

2. Pemerintah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta
berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.
3. Efektivitas administrasi pemerintah daerah dalam menyediakan infrastruktur
dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing suatu daerah.
4. Efektivitas pemerintah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan
informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu
daerah.
5. Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi
merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung.
9. Manajemen dan Ekonomi Mikro
Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang
dilakukan dikaitkan dengan pertanyaan seberapa jauh perusahaan di daerah
dikelolah dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab.
Adapun prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah di antaranya adalah:
1. Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan
kemampuan managerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah.
2. Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya
saing daerah di mana perusahaan tersebut berada.
3. Efisensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan
menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang
kompetitif.
4. Kewirausahaan sangat krusial bagi aktivitas ekonomi pada masa-masa awal.

5. Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan keahlian
dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.
2.4

Penelitian Terdahulu
Mudarjad Kuncoro (2005) dalam penelitiannya yang berjudul “Daya Tarik

Investasi dan Pungli di DIY” menyebutkan bahwa menurut persepsi yang berlaku
di DIY faktor kelembagaan memiliki daya tarik investasi/kegiatan berusaha di
DIY, kemudian diikuti faktor infrastruktur dan faktor sosial politik.
Paidi Hidayat (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya
Saing Ekonomi Kota Medan” skala prioritas untuk infrastruktur yang harus
diperhatikan adalah ketersediaan dan kualitas jalan, pelabuhan laut dan udara.
Skala prioritas faktor ekonomi daerah adalah potensi ekonomi melalui daya beli
masyarakat dan laju pertumbuhan ekonomi. Faktor sistem keuangan yang menjadi
skala prioritas adalah kinerja lembaga keuangan dengan jumlah kredit yang
disalurkan dan infrastruktur perbankan melalui jumlah kantor bank dan
fasilitasnya. Untuk faktor kelembagaan yang menjadi skala prioritasnya adalah
kepastian hukum melaui konsistensi peraturan dan pengakan hukum yang dirasa
masih terlaludistorsif. Sedangkan skala prioritas untuk faktor sosial politik adalah
tingkat keamanan guna menjamin kelangsungan berusaha dan gangguan
masyarakat disekitar tempat usaha. Bapak Paidi Hidayat (2012) menyarankan
perlunya perbaikan dan peningkatan saran infrastruktur sebagai upaya untuk
mendorong tumbuhnya kegiatan usaha baru sehinga menimbulkan dampak
multiplier efek yang besar. Selain itu, perlunya pemerataan keberadaan lembaga
keuangan terutama perbankan diwilayah berkembang agar dapat menjadi motor

penggerak perekonomian didaerah tersebut. Perlunya perbaikan pelayanan publik
sebagai upaya untuk meningkatkan daya saing kota medan. Kemudian, perlunya
pelibatan dunia usaha dan stakeholder dalam setiap perumusan kebijakan publik
agar tercipta sistem pemerintahan yang akuntabel dan trasnparan demi
terwujudnya kebijakan publik yang berkualitas dan dapat diterima semua pihak.
Syaiful Hadi (2011) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Daya
Saing Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi Riau”

indikator

transportasi dan

komunikasi,aktivitas perekonomian penduduk, dan indikator kesenjangan daerah
berkorelasi secara nyata dengan seluruh indikator dayasaing daerah yang
dianalisis. Hal ini mengindikasikan bahwa tiga indikator inilah yang hendaknya
paling diprioritas

dalam

rangka mempercepat

peningkatan

daya

saing

kabupaten/kota di Provinsi Riau.
KPPOD (2005) dalam

penelitian berjudul daya saing investasi

kabupaten/kota di Indonesia dengan menggunakan variabel kelembagaan, sosial
politik, ekonomi daerah, tenaga kerja dan produktivitas, serta variabel
infrastruktur fisik. Secara umum kondisi ekonomi daerah perkotaan lebih baik
dibandingkan dengan daerah kabupaten. Kondisi ekonomi daerah perkotaan di
tahun 2004 mengalami perbaikan, sementara untuk daerah kabupaten justru
mengalami penurunan. Mayoritas daerah kota berada diperingkat A dan B, dan
tidak satupun kota yang berada pada peringkat E, sementara daerah kabupaten
lebih banyak pada peringkat D dan E.
Anita Nur Millah (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “ Analisis
Daya Saing Daerah di Jawa Tengah” tingkat daya saing daerah di Jawa Tengah

mempunyai kemampun daya saing dimana masing-masing kota memiliki
karakteristik perekonomian, infrastruktur, dan sumber daya alam, serta sumber
daya manusia yang berbeda-beda. Masing-masing kota berusaha untuk
meningkatkan perekonomian dan pembangunan daerahnya secara maksimal agar
mampu bersaing dengan daerah lainnya.
Ira Irawati (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengukuran Tingkat
Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel
Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel Sumber Daya Manusia di
Wilayah Sulawesi Tenggara, sejalan dengan fungsi yang diteapkan dalam bentuk
kebijakan pemerintah daerah, di antaranya sebagai pusat pengembangan wilayah
dan pusat kegiatan nasional dan lokal, daya saing setiap Kabupaten/Kota akan
memberikan kemudahan pelayanan dan penjalaran perkembangan wilayah
sekitarnya.
2.5 Kerangka Konseptual
Penentuan variabel daya saing ekonomi Kabupaten Tapanuli utara
disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Variabel-variabel
yang menjadi penelitian, seperti Abdullah dkk (2002), Kuncoro (2005), Santoso
(2009), Irawati dkk (2008), Hidayat (2012), dan KPPOD (2005), Irawati (2012),
Millah (2013). Berikut ini indikator utama penentu daya saing ekonomi
Kabupaten Tapanuli Utara seperti pada gambar berikut :

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah

KELEMBAGAAN

SOSIAL POLITIK

EKONOMI DAERAH

TENAGA KERJA &
PRODUKTIVITAS

INFRASTRUKTUR
FISIK

Regulation &
Government
services

Socio-Political
Factors

Regional Economic
Dynamism

Labor& productivity

Physical Infrastructure

Kepastian Hukum

Sosial Politik

Legal Certainty

Socio Political

Potensi Ekonomi
Economic
Potential

Biaya Tenaga
Kerja
Labor Cost

Keuangan Daerah
Regional Finance

Aparatur
Quality Of Civil
Service

Keamanan
Security

Budaya
Cultural

Struktur Ekonomi
Economic Structure

Ketersediaan
Tenaga Kerja
Availability of
Manpower

Produktivitas
Tenaga Kerja
Productivity of
Labor

Ketersediaan
Infrastruktur
Fisik
Availability of
Physical
Infrastructure

Kualitas
Infrastruktur
Fisik
Quality of
Physical
Infrastructure

Perda /
IndikatorPerda
Region Policy /
Regulation

Sumber : KPPOD (2005)

Gambar 2.1
Indikator Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Tapanuli Utara