Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

(1)

SKRIPSI

ANALISIS DAYA SAING EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN SUMATERA UTARA

OLEH

RICKY JAYA DINATA 110501104

PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN

Nama : Ricky Jaya Dinata

NIM : 110501104

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

JudulSkripsi : Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

Tanggal Pembimbing,

NIP. 19750920200501 1 002 Paidi Hidayat, S.E., M.Si

Penguji I, Penguji II,

Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si

NIP. 1949080819810303 1 001 NIP. 19811106200312 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN

PERSETUJUAN PENCETAKAN

Nama : Ricky Jaya Dinata

NIM : 110501104

Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan

Judul Skripsi : Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Simalungun Sumatera Utara

Tanggal Ketua Program Studi

NIP. 19710503 200312 1 003

Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D

Tanggal Ketua Departemen

Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec NIP. 19730408 199802 1 001


(4)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun pada tahun 2015 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, masyarakat umum, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini yaitu faktor infrastruktur menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun dengan bobot sebesar 0,392, diikuti dengan faktor perekonomian daerah dengan bobot sebesar 0,221, kemudian faktor tenaga kerja dan produktivitas (0,199), faktor sosial politik (0,098) dan yang terakhir faktor kelembagaan sebesar 0,090. Kata Kunci : Daya Saing Ekonomi, Analisis Hierarki Proses


(5)

ABSTRACT

This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness Simalungun in 2015 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study uses primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, general public, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Tanjungbalai city with a weight of 0,392, followed by the regional economy factors (0,221), then a factor of labor and productivity (0,199), socio political factor (0,098), and the final is institutional factors (0,090).


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT atas berkat, rahmat, dan hidayah-Nya penyusunan skripsi yang berjudul “Analisis Daya Saing Ekonomi Kabupaten Simalungun ProvinsiSumatera Utara” dapat terselesaikan dengan baik. Penulis telah banyak menerima bimbingan, saran, motivasi, dan do’a dari berbagai pihak selama penulis mengerjakan skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Kedua orang tua, saudara serta keluarga penulis yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. Azhar Maksum, M.Ec, Ac.Ak, CA selaku Dekan Fakultas

Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan dan Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si selaku Sekretaris Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc, Sc, Ph.D selaku Ketua Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara dan Bapak Paidi Hidayat, SE, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara yang juga merupakan Dosen Pembimbing penulis yang telah


(7)

memberikan bimbingan dan arahannya serta banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Si. dan Bapak Haroni Doli Hamoraon S.E., M.Si. selaku dosen penguji yang telah meluangkan waktu untuk memberikan saran, kritikan dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini.

6. Seluruh bapak/ibu Dosen Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

7. Seluruh staff akademik Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

8. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2011 S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari masih terdapat kekurangan kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, namun penulis berharap skripsi ini dapat memberi kontribusi yang bermanfaat bagi para pembaca dan bidang akademik.

Medan, April 2015


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global ... 6

2.2 Konsep dan Definisi Daya Saing Daerah ... 8

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah ... 11

2.4 Penelitian Terdahulu... 17

2.5 Kerangka Konseptual ... 19

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

3.2 Ruang Lingkup Penelitian ... 21

3.3 Batasan Operasional... 21

3.4 Definisi Operasional... 21

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

3.6 Metode Pengambilan Sampel ... 23

3.7 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data ... 25

3.8 Metode Analisis Data ... 26

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Simalungun... 38

4.1.1 Kondisi Geografis dan Topografis ... 38

4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Simalungun ... 38

4.1.3 Kondisi Perekonomian Simalungun ... 40

4.2 Profil Responden... 44

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Faktor Daya saing... 45

4.3.1 Faktor Infrastruktur Fisik ... 48

4.3.2 Faktor Tenaga Perekonomian Daerah ... 52

4.3.3 Faktor Tenaga Kerja dan produktifitas ... 57


(9)

4.3.5 Faktor Kelembagaan ... 64

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

3.1 Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok

Masyarakat ... 24

3.2 Matriks Perbandingan Berpasangan ... 33

3.3 Skala Penilaian Perbandingan ... 34

3.4 Pembangkit Random (RI) ... 37

4.1 Penyebaran Penduduk di Kabupaten Simalungun ... 39

4.2 Nilai PDRB, Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi PDRB Simalungun... 41

4.3 Karakteristik Responden ... 45

4.4 Kondisi Jalan Kabupaten Simalungun tahun 2011... 49

4.5 Nilai dan Kontribusi Sektor dalam PDRB 2008-2012 Atas Dasar Harga Berlaku... 53

4.6 Jumlah Angkatan Kerja di Kabupaten Simalungun... 58


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi

2.2 Kabupaten Simalungun ... 20

4.1 Nilai Bobot Dari Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Simalungun.... ... 46

4.2 Persentase Faktor Penentu Daya Saing ... 47

4.3 Persentase Bobot Variabel Faktor Infrastruktur ... 50

4.4 Persentase Bobot Variabel Faktor Perekonomian Daerah ... 54

4.5 Persentase Bobot Variabel Faktor Tenaga Kerja ... 59

4.6 Persentase Bobot Variabel Faktor Sosial Politik ... 62


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Judul Halaman

1 Instrumen Penelitian ... 72 2 Data Responden ... 78

BAB I PENDAHULUAN


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dan menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun pada tahun 2015 dengan menggunakan metode Analisis Hierarki Proses (AHP). Dengan menggunakan metode purposive sampling, penelitian ini menggunakan data primer dengan kuisioner dan wawancara terhadap 30 responden yang terdiri dari mahasiswa, pengajar, masyarakat umum, birokrasi, perbankan, non perbankan, dan pengusaha.

Hasil dari penelitian ini yaitu faktor infrastruktur menjadi faktor yang paling penting dalam meningkatkan daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun dengan bobot sebesar 0,392, diikuti dengan faktor perekonomian daerah dengan bobot sebesar 0,221, kemudian faktor tenaga kerja dan produktivitas (0,199), faktor sosial politik (0,098) dan yang terakhir faktor kelembagaan sebesar 0,090. Kata Kunci : Daya Saing Ekonomi, Analisis Hierarki Proses


(14)

ABSTRACT

This study aimed to analyze the factors that affect and be decisive economic competitiveness Simalungun in 2015 by using the method of Analytical Hierarchy Process (AHP). By using purposive sampling method, this study uses primary data with questionnaires and interviews with 30 respondents consisting of students, teachers, general public, bureaucracy, banking, non-banking, and entrepreneurs.

Results from this research that the infrastructure factor becomes the most important factor in improving economic competitiveness Tanjungbalai city with a weight of 0,392, followed by the regional economy factors (0,221), then a factor of labor and productivity (0,199), socio political factor (0,098), and the final is institutional factors (0,090).


(15)

Sejalan dengan proses pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, kewenangan yang sangat besar telah diberikan kepada pemerintah daerah. Dengan demikian pemerintah kabupaten maupun kota mempunyai andil besar dalam mengatur perekonomian daerahnya sendiri. Pelimpahan wewenang itu telah membuka banyak kesempatan emas bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemakmuran masyarakatnya melalui inovasi, peningkatan transparansi dan akuntabilitas, serta menciptakan tata kelola ekonomi daerah yang lebih kompetitif dan berdaya saing tinggi.

Kabupaten Simalungun merupakan salah satu kabupaten otonom yang ada di Provinsi Sumatera Utara, luas kabupaten ini adalah 4.386,60 km2 atau 6,12% dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Jumlah penduduk Kabupaten Simalungun pada tahun 2012 sebanyak 830.986 jiwa dengan kepadatan 189,44 jiwa/km2. Daerah ini terbagi menjadi 31 kecamatan, 22 kelurahan, dan 345 desa/nagori. Suku batak simalungun merupakan penduduk asli dari Kabupaten Simalungun. Sejak tahun 2008, ibukota Kabupaten Simalungun yang sebelumnya berada di Pematang Siantar berpindah ke Kecamatan Raya.

Potensi ekonomi yang dimiliki oleh Kabupaten Simalungun sebagian besar teletak pada sektor pertanian, perkebunan dan pariwisata. Potensi sektor pertanian Kabupaten Simalungun yang memberikan kontribusi adalah tanaman pangan dan holtikultura. Sedangkan sektor perkebunan yang memberikan kontribusi adalah, karet, kelapa sawit, kopi, tembakau dan teh. Di Kabupaten Simalungun terdapat beberapa perkebunan milik pemerintah seperti PTPN 3,PTPN 4 dan perkebunan milik swasta seperti PT. Bridgestone Sumatera Rubber Estate dan PT. Toba Pulp


(16)

Lestari. Sektor pariwisata, Kabupaten Simalungun memiliki beberapa titik lokasi tujuan wisata. Salah satu tujuan wisata yang terkenal di Simalungun adalah kota Parapat di pinggir Danau Toba yang merupakan danau terbesar di Indonesia. Namun potensi pariwisata tersebut masih belum dioptimalkan, salah satu penghambatnya adalah fasilitas dan infrastruk fisik yang masih belum memadai.

Berdasarkan hasil dari penelitian PPSK Bank Indonesia dan LP3E FE-UNPAD (2008) dalam neraca daya saing daerah, Kabupaten Simalungun berada di peringkat 214 secara keseluruhan dalam daya saing daerah dari 434 neraca daya saing daerah. Peringkat ini masih jauh di bawah kabupaten dan kota lainnya di Provinsi Sumatera Utara seperti Kabupaten Asahan yang berada di peringkat 73, Kabupaten Deli Serdang di peringkat 95, Kota Medan di peringkat 23, dan kota yang letaknya berada disebelah kabupaten Simalungun yaitu Kota Pematangsiantar di peringkat 117. Berdasarkan input perekonomian daerah, Kabupaten Simalungun berada di peringkat 252. Berdasarkan infrastruktur, SDA dan lingkungan, Kabupaten Simalungun berada di peringkat 202. Dan berdasarkan output tingkat kesempatan kerja Kabupaten Simalungun berada di peringkat 150. Ini mengindikasikan bahwa masih tingginya tingkat pengangguran di Kabupaten Simalungun dan infrastruktur yang masih belum memadai.

Pada tahun 2013 LSM FITRA (Forum Indonesia Untuk Transparansi Anggaran) merilis data daerah yang terancam bangkrut di Indonesia dan menempatkan Kabupaten Simalungun di urutan pertama. Jumlah utang Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Simalungun kepada pemerintah pusat dan sejumlah instansi lain termasuk BUMN sebesar Rp 50 M. Hal itu disebabkan oleh


(17)

pengelolaan keuangan daerah yang salah dan juga penggunaan dana yang tidak efektif, boros dan tidak sesuai peruntukannya. Selain kesalahan tersebut, persentase alokasi anggaran untuk pos belanja pegawai di Simalungun tertinggi di Indonesia, yaitu 74%. Akibat tingginya belanja pegawai itu, anggaran belanja modal hanya 10% dan belanja barang 11% dari anggaran. Padahal belanja modal dan belanja barang sangat diperlukan dalam proses pembangunan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk meningkatkan daya saing ekonomi suatu daerah, maka salah satu hal yang paling utama yakni meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang ada di Kabupaten Simalungun yang diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan pengukuran

perbandingan dari

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan mengklasifikasikan 4 kategori yaitu, tinggi (IPM lebih dari 80,0), menengah atas (IPM antara 66,0 – 79,9), menengah bawah (IPM antara 50,0 – 65,9), rendah ( IPM kurang dari 50).

Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2012, menyebutkan bahwa nilai IPM Kabupaten Simalungun, memiliki nilai sebesar 74,35 yang berada dibawah Kabupaten Labuhan Batu (75,29), Kabupaten Karo (76,22), dan Kabupaten Deli Serdang (76,17). Nilai IPM Kabupaten Simalungun juga masih di bawah rata-rata IPM Provinsi Sumatera Utara yakni 75,13. Untuk lebih siap berdaya saing, Kabupaten Simalungun harus meningkatkan Indeks


(18)

Pembangunan Manusia (IPM) sehingga menghasilkan SDM yang lebih berkualitas, produktif, dan unggul.

BPS Kabupaten Simalungun menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun pada tahun 2012 sebesar 6,06 persen. PDRB Kabupaten Simalungun Tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar 13055,30 triliun rupiah dan atas dasar harga konstan sebesar 6251,83 triliun rupiah. Jika dilihat menurut lapangan usahanya maka sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu 7060,74 triliun rupiah atau mengalami kenaikan sebesar 5,55 persen dibanding tahun 2011. Sementara lapangan usaha yang kontribusinya terkecil adalah pertambangan dan penggalian yaitu 57,42 miliar rupiah.

Persaingan antar daerah yang semakin ketat, membuat pemerintah daerah tak terkecuali Kabupaten Simalungun dituntut untuk lebih menyiapkan daerahnya sebaik mungkin agar dapat menarik investasi ke Kabupaten Simalungun. Dengan demikian untuk meningkatkan daya saing ekonomi daerah perlu dikembangkan sentra-sentra ekonomi daerah. Serta kesiapan pemerintah daerah secara sungguh-sungguh dalam menata pengembangan kelembagaan, membuat kebijakan pemerintah daerah yang lebih strategis, meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) , reformasi birokrasi, hingga pemberdayaan ekonomi daerah secara menyeluruh merupakan kunci dalam pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan memiliki daya saing yang tinggi.


(19)

Berdasarkan uraian dari latar belakang diatas, maka rumusan masalah yang menjadi dasar dalam penelitian ini adalah faktor - faktor apa saja yang menjadi penentu daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2015.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor penentu daya saing Kabupaten Simalungun tahun 2015.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan tentang kondisi daya saing perekonomian Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara.

2. Sebagai bahan masukan, koreksi maupun bahan pertimbangan oleh kepala daerah maupun instansi terkait dalam mengambil keputusan atau kebijakan dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi sehingga mampu mendorong kesejahteraan daerahnya.

3. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya.

BAB II


(20)

2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global

Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah “produktivitas” yang didefinisikannya sebagai nilai output yang dihasilkan oleh seorang tenaga kerja. Bank dunia menyatakan hal yang relatif sama di mana “daya saing mengacu kepada besaran serta laju perubahan nilai tambah perunit input yang dicapai oleh perusahaan”. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta literatur-literatur lain mengenai daya saing nasional memandang bahwa daya saing tidak secara sempit mencakup hanya sebatas tingkat efisiensi suatu perusahaan. Daya saing mencakup aspek yang lebih luas, tidak berkutat hanya pada level mikro perusahaan, tetapi juga mencakup aspek diluar perusahaan seperti iklim berusaha yang jelas diluar kendali perusahaan. (Abdullah dkk, 2002 : 11). Secara lebih rinci, Porter mendefinisikan daya saing nasional sebagai: “luaran dari kemampuan suatu negara untuk berinovasi dalam rangka mencapai, atau mempertahankan posisi yang menguntungkan dibandingkan dengan negara

lain dalam sejumlah sektor-sektor kuncinya”

World Economic Forum (WEF), suatu lembaga internasional yang secara rutin menerbitkan “Global Competitiveness Report”, mendefinisikan daya saing nasional secara lebih luas namun dalam kalimat yang lebih sederhana yaitu “kemampuan perekonomian nasional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi

yang tinggi dan berkelanjutan”. Fokusnya kemudian adalah pada kebijakan-kebijakan yang tepat, institusi-institusi yang sesuai, serta


(21)

karakteristik-karakteristik ekonomi lain yang mendukung terwujudnya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan tersebut.

Lembaga lain yang dikenal luas dalam literatur daya saing nasional adalah Institute of Management Development (IMD) dengan publikasinya “World Competitiveness Yearbook” secara lengkap mendefinisikan daya saing nasional sebagai “kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam rangka menambah kekayaan nasionaldengan cara mengelola aset dan proses,

daya tarik dan agresivitas, globality dan proxymity, serta dengan

mengintergrasikan hubungan-hubungan tersebut kedalam suatu model ekonomi

dan sosial”. Dengan perkataan yang lebih sederhana, daya saing nasional adalah suatu konsep yang mengukur dan membandingkan seberapa baik suau negara dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan daya saing domestik maupun global kepada perusahaan-perusahaan yang berada di wilayahnya.

Martin (2003) menyatakan konsep dan definisi daya saing suatu negara atau daerah mencakup beberapa elemen utama sebagai berikut:

1. Meningkatkan taraf hidup masyarakat;

2. Mampu berkompetisi dengan daerah maupun negara lain;

3. Mampu memenuhi kewajibannya baik domestik maupun internasional; 4. Dapat menyediakan lapangan kerja; dan

5. Pembangunan yang berkesinambungan dan tidak membebani generasi yang akan datang. (Martin, 2003, dalam PPSK-BI, 2008)


(22)

Dari berbagai pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat konsensus yang secara tegas mendefinisikan daya saing. Setidaknya walau dengan definisi yang tidak begitu seragam, hampir semua ahli mempunyai kesamaan pendapat tentang apa saja yang harus dilakukan dalam rangka meningkatkan daya saing (Sachs dkk, 2000, dalam Abdullah dkk, 2002). Dengan demikian, definisi yang pasti dan disepakati semua pihak tidak lagi menjadi syarat mutlak dalam rangka mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat menentukan daya saing suatu negara.

2.2 Konsep dan Definisi Daya Saing Daerah

Pembahasan mengenai daya saing daerah lebih banyak didominasi oleh laporan atau publikasi terbitan dari kawasan Eropa dua diantaranya oleh Departemen Perdagangan dan Industri Inggris (UK-DTI) yang menerbitkan “Regional Competitiveness Indicators”, serta Centre for Urban and Regional Studies (CURDS), Inggris, dengan publikasinya “The Competitiveness Project: 1998 Regional Bench-marketing Report”.

Daya saing daerah menurut definisi UK-DTI adalah “kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi

dengan tetap terbuka terhadap persaingan domestik maupun internasional.

Sementara itu CURDS mendefinisikan daya saing daerah sebagai “kemampuan sektor bisnis atau perusahaan pada suatu daerah dalam menghasilkan

pendapatan yang tinggi serta tingkat kekayaan yang lebih merata untuk


(23)

The European Commission mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan untuk memproduksi barang dan jasa yang sesuai dengan kebutuhan pasar

internasional, diiringi dengan kemampuan mempertahankan pendapatan yang

tinggi dan berkelanjutan, lebih umumnya adalah kemampuan (regions) untuk

menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja yang relatif tinggi sementara

terekspos pada daya saing eksternal” (European Commission, 1999 p.4. dalam Gardiner, Martin dan Tyler, 2004).

Frinches (2011 : 62) merumuskan definisi daya saing dalam perspektif ekonomi internal daerah dan dimensi persaingan global dan mengartikan daya saing daerah sebagai kemempuan daerah untuk menumbuhkembangkan daerah yang bersangkutan yang direfleksikan pada adanya pertumbuhan ekonomi yang kuat, peningkatan daya beli, kemakmuran rakyat, dan kualitas diri rakyat (masyarakat), tingginya daya tarik daerah bersangkutan bagi para investor luar untuk berinvestasi dan berbisnis, dan kemampuan daerah itu menghasilkan outputnya (produk atau jasa) untuk bersaing dan menang dalam persaingan dengan output (produk atau jasa) yang dihasilkan pihak lain di luar daerah yang bersangkutan secara global,

Dari pembahasan tentang berbagai konsep dan definisi tentang daya saing suatu negara atau daerah sebagaimana diuraikan diatas, dapat diambil satu kesimpulan bahwa dalam mendefinisikan daya saing perlu diperhatikan beberapa hal sebagai berikut:

• Daya saing mencakup aspek yang lebih luas dari sekedar produktivitas atau efisiensi pada level mikro. Hal ini memungkinkan kita lebih memilih


(24)

mendefinisikan daya saing sebagai “kemampuan suatu perekonomian” daripada “kemampuan sektor swasta atau perusahaan”.

• Pelaku ekonomi bukan hanya perusahaan, akan tetapi juga rumah tangga, pemerintah, dan lain-lain. Semuanya berpadu dalam suatu sistem ekonomi yang sinergis. Tanpa memungkiri peran besar sektor swasta perusahaan dalam perekonomian, fokus perhatian tidak hanya pada itu saja. Hal ini diupayakan dalam rangka menjaga luasnya cakupan konsep daya saing.

• Tujuan dan hasil akhir dari meningkatnya daya saing suatu perekonomian tak lain adalah meningkatnya tingkat kesejahteraan penduduk di dalam perekonomian tersebut. Kesejahteraan adalah konsep yang maha luas yang pasti tidak hanya tergambarkan dalam sebuah besaran variabel seperti pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi hanya satu aspek dari pembangunan ekonomi dalam rangka peningkatan standar kehidupan masyarakat.

• Kata kunci dari konsep daya saing adalah “kompetisi”. Disinilah peran keterbukaan terhadap kompetisi dengan para kompetitor menjadi relevan. Kata “daya saing” menjadi kehilangan maknanya pada suatu perekonomian yang tertutup. (Abdullah dkk, 2002 : 15)

Mempertimbangkan hal-hal di atas, Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan BI (PPSK-BI) mengemukakan definisi daya saing daerah dalam penelitiannya sebagai: “kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap


(25)

2.3 Indikator Utama Daya Saing Daerah

Menurut Hidayat (2012) penentuan indikator utama daya saing daerah merupakan bagian yang penting dalam analisis daya saing ekonomi daerah. Pemahaman indikator utama daya saing ekonomi daerah yang terbatas dan tidak secara komprehensif menjadikan tidak adanya keseragaman pemahaman yang benar oleh stakeholders ditingkat pemerintah daerah dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan adanya perbedaan analisis dan kesimpulan terdahap tingkat daya saing yang dimiliki oleh suatu daerah.

Penelitian yang dilakukan Abdullah, dkk (2002 : 15) menyebutkan indikator-indikator utama yang dianggap menentukan daya saing daerah adalah (1) Perekonomian daerah, (2) Keterbukaan, (3) Sistem Keuangan, (4) Infrastruktur dan sumber daya alam, (5) Ilmu pengetahuan dan teknologi, (6) Sumber daya manusia, (7) Kelembagaan, (8) Governance dan Kebijakan pemerintah, dan (9) Manajemen dan ekonomi mikro. Masing-masing indikator tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Perekonomian Daerah

Perekonomian daerah merupakan ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup. Indikator kinerja ekonomi makro mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya dalam jangka pendek.


(26)

2) Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam jangka panjang.

3) Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi di masa lalu. 4) Kompetisi yang di dorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja

ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan bersaing secara internasional maupun domestik.

2. Keterbukaan

Indikator keterbukaan merupakan ukuran seberapa jauh perekonomian suatu daerah berhubungan dengan daerah lain yang tercermin dari perdagangan daerah tersebut dengan daerah lain dalam cakupan nasional dan internasional. Indikator ini menentukan daya saing melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Keberhasilan suatu daerah dalam perdagangan internasional merefleksikan daya saing perekonomian daerah tersebut.

2) Keterbukaan suatu daerah baik dalam perdagangan domestik maupun internasional meningkatkan kinerja perekonomiannnya.

3) Investasi internasional mengalokasikan sumber daya secara lebih efisien ke seluruh penjuru dunia.

4) Daya saing yang didorong oleh ekspor terkait dengan orientasi pertumbuhan perekonomian daerah.

5) Memepertahankan standar hidup yang tinggi mengharuskan integrasi dengan ekonomi internasional.


(27)

3. Sistem Keuangan

Indikator sistem keuangan merefleksikan kemampuan sistem finansial perbankan dan non-perbankan di daerah untuk memfasilitasi aktivitas perekonomian yang memberikan nilai tambah. Sistem keuangan suatu daerah akan mempengaruhi alokasi faktor produksi yang terjadi di perekonomian daerah tersebut. Indikator sisitem keuangan ini mempengaruhi daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Sistem keuangan yang baik mutlak diperlukan dalam memfasilitasi aktivitas perekonomian daerah.

2) Sektor keuangan yang efisien dan terintegrasi secara internasional mendukung daya saing daerah.

4. Infrastruktur dan Sumber Daya Alam

Infrastruktur dalam hal ini merupakan indikator seberapa besar sumber daya seperti modal fisik, geografis, dan sumber daya alam dapat mendukung aktivitas perekonomian daerah yang bernilai tambah. Indikator ini mendukung daya saing daerah melalui prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Modal fisik berupa infrastruktur baik ketersediaan maupun kualitasnya mendukung aktivitas ekonomi daerah.

2) Modal alamiah baik berupa kondisi geografis maupun kekayaan alam yang terkandung di dalamnya juga mendorong aktivitas perekonomian daerah. 3) Teknologi informasi yang maju merupakan infrastruktur yang mendukung


(28)

5. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Ilmu pengetahuan dan teknologi mengukur kemampuan daerah dalam ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya dalam aktivitas ekonomi yang meningkatkan nilai tambah. Indikator ini mempengaruhi daya saing daerah melalui beberapa prinsip di bawah ini:

1) Keunggulan kompetitif dapat dibangun melalui aplikasi teknologi yang sudah ada secara efisien dan inovatif.

2) Investasi pada penelitian dasar dan aktivitas yang inovatif yang menciptakan pengetahuan baru sangat krusial bagi daerah ketika melalui tahapan pembangunan ekonomi yang lebih maju.

3) Investasi jangka panjang akan meningkatkan daya saing sektor bisnis. 6. Sumber Daya Manusia

Indikator sumber daya manusia dalam hal ini ditujukan untuk mengukur ketersediaan dan kualitas sumber daya manusia. Faktor SDM ini mempengaruhi daya saing daerah berdasarkan prinsip-prinsip berikut:

1) Angkatan kerja dalam jumlah besar dan berkualitas akan meningkatkan daya saing suatu daerah.

2) Pelatihan dan pendidikan adalah cara yang paling baik dalam meningktakan tenaga kerja yang berkualitas.

3) Sikap dan nilai yang dianut oleh tenaga kerja juga menentukan daya saing suatu daerah.

4) Kualitas hidup masyarakat suatu daerah menentukan daya saing daerah tersebut begitu juga sebaliknya.


(29)

7. Kelembagaan

Kelembagaan merupakan indikator yang mengukur seberapa jauh iklim sosial, politik, hukum, dan aspek keamanan mampu mempengaruhi secara positif aktivitas perekonomian di daerah. Pengaruh faktor kelembagaan terhadap daya saing daerah didasarkan pada beberapa prinsip sebagai berikut:

1) Stabilitas sosial dan politik melalui sistem demokrasi yang berfungsi dengan baik merupakan iklim yang kondusif dalam mendorong aktivitas ekonomi daerah yang berdaya saing.

2) Peningkatan daya saing ekonomi suatu daerah tidak akan dapat tercapai tanpa adanya sistem hukum yang independen.

3) Aktivitas perekonomian suatu daerah tidak akan dapat berjalan secara optimal tanpa didukung oleh situasi keamanan yang kondusif.

8. Governance dan Kebijakan Pemerintah

Indikator Governance dan kebijakan pemerintah dimaksudkan sebagai ukuran dari kualitas administrasi pemerintah daerah, khususnya dalam rangka menyediakan infrastruktur fisik dan peraturan-peraturan daerah. Secara umum pengaruh faktor Governance dan kebijakan pemerintah bagi daya saing daerah dapat didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Dengan tujuan menciptakan ilkim persaingan yang sehat intervensi pemerintah dalam perekonomian sebaiknya diminimalkan.

2) Pemerintah daerah berperan dalam menciptakan kondisi sosial yang terprediksi serta berperan pula dalam meminimalkan resiko bisnis.


(30)

3) Efektivitas administrasi pemerintahan daerah dalam menyediakan infrastruktur dan aturan-aturan berpengaruh terhadap daya saing ekonomi suatu daerah.

4) Efektivitas pemerintah daerah dalam melakukan koordinasi dan menyediakan informasi tertentu pada sektor swasta mendukung daya saing ekonomi suatu daerah.

5) Fleksibilitas pemerintah daerah dalam menyesuaikan kebijakan ekonomi merupakan faktor yang kondusif dalam mendukung daya saing daerah. 9. Manajemen dan Ekonomi Mikro

Dalam indikator manajemen dan ekonomi mikro pengukuran yang dilakukan dengan pernyataan seberapa jauh perusahaan di daerah dikelola dengan cara yang inovatif, menguntungkan dan bertanggung jawab. Prinsip-prinsip yang relevan terhadap daya saing daerah di antaranya adalah:

1) Rasio harga/kualitas yang kompetitif dari suatu produk mencerminkan kemampuan manajerial perusahaan-perusahaan yang berada di suatu daerah. 2) Orientasi jangka panjang manajemen perusahaan akan meningkatkan daya

saing daerah dimana perusahaan tersebut berada.

3) Efisiensi dalam aktivitas perekonomian ditambah dengan kemampuan menyesuaikan diri terhadap perubahan adalah keharusan bagi perusahaan yang kompetitif.


(31)

5) Dalam usaha yang sudah mapan, manajemen perusahaan memerlukan keahlian dalam mengintegrasikan serta membedakan kegiatan-kegiatan usaha.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Ira Irawati, dkk (2008) berjudul “Pengukuran Tingkat Daya Saing Daerah Berdasarkan Variabel Perekonomian Daerah, Variabel Infrastruktur dan Sumber Daya Alam, Serta Variabel Sumber Daya Manusia di Wilayah Sulawesi Tenggara”. Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah Analytical Hierarchy Process (AHP). Kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian iniadalah peringkat daya saing terbaik berdasarkan variabel perekonomian daerah, infrastruktur dan sumber daya alam, serta sumber daya manusia pada kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara, turut mendukung kabupten/kota tersebut untuk menjadi peringkat terbaik secara umum.

Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Millah (2013) yang berjudul “Analisis Daya Saing Daerah di Jawa Tengah” memberikan hasil penelitian yaitu hasil tingkat daya saing daerah kota di Jawa Tengah antara lain Kota Semarang menduduki peringkat pertama pada tingkat daya saing daerah kota di Jawa Tengah dari tahun 2009 sampai tahun 2011. Sedangkan Kota Tegal menduduki peringkat terendah pada tahun 2009 dan tahun 2011, dan Kota Magelang menduduki peringkat terendah pada tahun 2010. Potensi Kota Semarang unggul pada hampir seluruh indikator daya saing. Semakin unggul potensi yang dimiliki suatu daerah maka semakin tinggi pula tingkat daya saing daerah kota tersebut.


(32)

Penelitian selanjutnya yang dilakukan Hidayat (2012) mengenai “Analisis Daya Saing Ekonomi Kota Medan” memberikan kesimpulan hasil penelitian yaitu dari hasil pembobotan dan pemeringkatan diperoleh tiga faktor utama penentu daya saing ekonomi Kota Medan, yaitu faktor infrastruktur dengan nilai bobot tertinggi (0,252), diikuti faktor ekonomi daerah (0,243) dan faktor sistem keuangan (0,219). Sedangkan faktor berikutnya adalah faktor kelembagaan (0,148) dan faktor sosial politik (0,139). Kemudian, skala prioritas yang harus diperhatikan untuk faktor infrastruktur adalah ketersediaan dan kualitas infrastruktur seperti kualitas jalan, kualitas pelabuhan laut dan udara. Sedangkan, skala prioritas faktor ekonomi daerah adalah tingkat daya beli masyarakat dan laju pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, faktor sistem keuangan yang menjadi skala prioritas adlah kinerja lembaga keuangan dengan jumlah kredit yang disalurkan dan infrastruktur perbankan melalui jumlah kantor bank dan fasilitasnya. Untuk faktor kelembagaan yang menjadi skala prioritasnya adalah kepastian hukum melaui konsistensi peraturan dan pengakan hukum yang dirasa masih terlaludistorsif. Sedangkan skala prioritas untuk faktor sosial politik adalah tingkat keamanan guna menjamin kelangsungan berusaha dan gangguan masyarakat disekitar tempat usaha. Hidayat menyarankan perlunya perbaikan dan peningkatan sarana infrastruktur sebagai upaya untuk mendorong tumbuhnya kegiatan usaha baru sehinga menimbulkan dampak multiplier efek yang besar.

Indrawati (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Elemen-Elemen Prakondisi Pembentukan Daerah Otonom Baru dan Daya Saing Investasi Daerah Otonom Baru (Studi di Kabupaten Bandung Barat)” menyebutkan daya


(33)

saing investasi di Kabupaten Bandung Barat sudah tinggi dilihat dari peningkatan jumlah investasi. Adapun identifikasi yang mendukung bagi terciptanya daya saing investasi di Kabupaten Bandung Barat yakni manajemen dan kepemimpinan, perencanaan, dan kondisi daerah yang kondusif.

Santoso (2009) dalam hasil penelitiannya yang berjudul “Daya Saing Kota-kota Besar di Indonesia” menyebutkan pendekatan pengembangan Kota-kota melalui penguatan daya saing kota menjadi salah satu strategi kota untuk mampu berkompetisi dengan kota-kota lainnya. Berdasarkan hasil pemetaan daya saing daerah di Indonesia, menempatkan Kota Surabaya, Kota Batam, dan Kota Balikpapan sebagai tiga kota besar yang mempunyai peringkat teratas. Sedangkan tiga kota besar yang berada pada peringkat bawah adalah Kota Bogor, Kota Jambi dan Kota Bandar Lampung.

2.5 Kerangka Konseptual

Penentuan variabel daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun disesuaikan dengan kebutuhan dan tujuan dari penelitian ini. Variabel-variabel yang menjadi indikator utama dalam penelitian ini merupakan perbandingan dari beberapa hasil penelitian, seperti Abdullah dkk (2002), Santoso (2009), Irawati dkk (2008), Hidayat (2012), Millah (2013), dan KPPOD (2005). Berikut ini indikator utama penentu daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun seperti yang ditunjukkan pada kerangka berpikir dibawah ini (Gambar 2.1).


(34)

Gambar 2.1

Kerangka konseptual analisis daya saing ekonomi Kabupaten Simalung Sumatera Utara

Sumber: KPPOD (2005)

Gambar 2.1.

Indikator Utama Penentu Daya Saing Ekonomi Kabupaten Simalungun

Faktor Penentu Daya Saing Ekonomi Daerah

KELEMBAGAAN Regulation & Government services SOSIAL POLITIK Socio-Political Factors EKONOMI DAERAH Regional Economic Dynamism

TENAGA KERJA & PRODUKTIVITAS Labor& productivity INFRASTRUKTUR FISIK Physical Infrastructure Kepastian Hukum Legal Certainty Biaya Tenaga Kerja Labor Cost Potensi Ekonomi Economic Potential Sosial Politik Socio Political Ketersediaan Infrastruktur Fisik Availability of Physical Infrastructure Ketersediaan Tenaga Kerja Availability of Manpower Produktivitas Tenaga Kerja Productivity of Labor Struktur Ekonomi Economic Structure Budaya Cultural Keamanan Security Perda / IndikatorPerda

Region Policy / Regulation

Aparatur Quality Of Civil

Service Keuangan Daerah Regional Finance Kualitas Infrastruktur Fisik Quality of Physical Infrastructure


(35)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode Penelitian adalah langkah langkah sistematik atau prosedur yang akan dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memcahkan permasalahan dan menguji hipotesis penelitian. Adapun metodologi penelitian yang digunakan adalah sebagai berikut :

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara dimulai dari bulan Februari sampai dengan April 2015.

3.2 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2015 dengan pendekatan Analytical Hierarchy Process (AHP).

3.3 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dalam penelitian ini antara lain : 1. Kelembagaan

2. Sosial politik 3. Ekonomi daerah

4. Tenaga kerja dan produktivitas 5. Infrastruktur fisik


(36)

3.4 Definisi Operasional

1. Kelembagaan yaitu suatu pola hubungan antara anggota masyarakat yang saling mengikat, diwadahi dalam suatu jaringan atau organisasi dengan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik aturan formal dan nonformal untuk bekerjasama demi mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Sosial Politik, yaitu sesuatu yang berhubungan dengan penggunaan kekuasaan dan wewenang dalam pelaksanaan kegiatan sistem politik, yang banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial budaya.

3. Ekonomi Daerah, yaitu ukuran kinerja secara umum dari perekonomian makro (daerah) yang meliputi penciptaan nilai tambah, akumulasi kapital, tingkat konsumsi, kinerja sektoral perekonomian, serta tingkat biaya hidup.

4. Tenaga Kerja, yaitu setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.

5. Infrastruktur fisik, yaitu sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik

3.5 Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh penduduk yang berada dalam usia angakatan kerja yaitu 15 – 65 tahun dan bermukim di Kabupaten


(37)

Simalungun. Berdasarkan data BPS (2012), jumlah penduduk yang berada dalam usia angkatan kerja berjumlah 571.182 jiwa atau 68,73% dari total penduduk Kabupaten Simalungun yang berjumlah 830.986 jiwa. Namun dalam penelitian ini ditetapkan jumlah sampel yang cukup representatif berdasarkan rumus Slovin:

N n=

1+Ne2

n = besaran sampel N = besaran populasi

E = nilai kritis (batas ketelitian) yang diinginkan (persen kelonggaranketidaktelitian karena kesalahan penarikan sampel)

3.6 Metode Pengambilan Sampel

Perosedur pengambilan sampel atau responden dilakukan secara purposive sampling, yaitu dengan menentukan sampel atau responden yang dianggap dapat mewakili segmen kelompok masyarakat yang dinilai mempunyai pengaruh atau merasakan dampak besar terkait daya saing ekonomi daerah.

Purposive sampling dilakukan dengan cara mengambil subjek bukan didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan atas adanya tujuan tertentu. Teknikini biasanya dilakukan karena beberapa pertimbangan, misalnya alasan keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh.

Sesuai dengan penelitian sosial menurut Roscoe (1982:253) dalam Taniredja dan Mustafidah (2011:38) memberikan saran-saran untuk penelitian sebagai berikut :

1. Ukuran sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500.


(38)

2. Bila sample dibagi dalam kategori maka jumlah anggota sampel setiap kategori minimal 30.

3. Bila dalam penelitian akan melakukan analisis dengan multivariate (korelasi atau regresi ganda misalnya). Maka jumlah anggota sampel minimal 10 kali dari jumlah variabel yang diteliti. Misalnya variabel penelitiannya ada 5 (independent + dependent) maka jumlah anggota sampel = 10 x 5 = 50

4. Untuk penelitian eksperimen yang sederhana, yang menggunakan kelompok eksperimen dan kelompok control, jumlah anggota sampel masing – masing antara 10 sampai dengan 20.

Dalam penelitian ini sampel yang di ambil sebanyak 30 responden yang terdapat di 31 kecamatan yang terdiri dari 345 desa/nagori dan 22 kelurahan di Kabupaten Simalungun. Adapun jumlah sampel berdasarkan kelompok masyarakat adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1.

Jumlah Sampel Berdasarkan Kelompok Masyarakat

No Kelompok Masyarakat Responden

1 Pelajar / Mahasiswa 3

2 Staf Pengajar (Dosen / Guru) 3

3 Masyarakat Umum 4

4 Birokrasi 4

5 Perbankan 3

6 Non Perbankan 3

7 Pengusaha 10


(39)

3.7 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka jenis data yang digunakan adalah :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pihak pertama yang menjadi objek penelitian. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dari wawancara dan juga pengisian kuisioner terhadap kelompok masyarakat yang dijadikan sampel.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan melakukan studi kepustakaan terhadap bahan-bahan publikasi secara resmi, buku-buku, majalah-majalah serta laporan lain yang berhubungan dengan penelitian.

Sedangkan teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Kuisioner

Para penduduk yang menjadi responden atau sampel dalam penelitian ini diberikan lembaran kuisioner. Hal ini dilakukan untuk memperoleh informasi dari kelompok masyarakat yang menjadi sampel dalam penelitian daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun.

2. Wawancara

Teknik wawancara dilakukan kepada kelompok masyarakat yang menjadi sampel adalah untuk menggali informasi yang lebih mendalam mengenai saran


(40)

atau keluhan masyarakat secara langsung terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten simalungun pada tahun 2015.

3.8 Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam menganalisis daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun pada tahun 2015 meliputi analisis deskriptif dan Analytical Hierarchy Proses (AHP). Untuk lebih jelasnya lagi, metode yang digunakan antara lain sebagai berikut:

1. Analisis Deskriptif

Analisis ini memberikan gambaran tentang karakteristik tertentu dari data yang telah dikumpulkan. Data tersebut akan dianalisis sehingga menghasilkan gambaran mengenai persepsi masyarakat terhadap faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun pada tahun 2015. Analisis data disajikan dalam bentuk tabulasi, gambar (chart) dan diagram.

2. Analytical Hierarchy Process (AHP)

Analisis ini digunakan untuk memberikan nilai bobot setiap faktor dan variabel dalam menghitung faktor-faktor penentu daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun pada tahun 2015. Proses pemberian bobot indikator dan sub-indikator (variabel) dilakukan dengan menggunakan Analitical Hierarchy Process (AHP) melalui kuisioner untuk kelompok masyarakat yang sudah ditentukan sebelumnya dari berbagai latar belakang disiplin ilmu. Dalam pembobotan suatu faktor atau variabel dapat dilakukan sesuai dengan persepsi manusia sehingga diharapkan mampu menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Selain itu, AHP juga mampu memberikan prioritas alternatif dan melacak ketidakkonsistenan dalam


(41)

pertimbangan dan preferensi seorang responden (Saaty, 2002, dalam Hidayat, 2012)

Metode Analytical Hierrchy Process (AHP) awalnya dikembangkan oleh Prof. Thomas Lorie Saaty dari Wharton Business School sekitar tahun 1970. Metode ini digunakan untuk mencari rangking atau urutan prioritas dari berbagai alternatif dalam pemecahan suatu permasalahan. Dalam kehidupan sehari-hari, seseorang senantiasa dihadapkan untuk melakukan pilihan dari berbagai alternatif. Disini diperlukan penentuan prioritas dan uji konsistensi terhadap pilihan-pilihan yang telah dilakukan. Dalam situasi yang kompleks, pengambilan keputusan tidak dipengaruhi oleh satu factor saja melainkan multifactor dan mencakup berbagai jenjang maupun kepentingan.

Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio, baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun kontinu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diambil dari ukuran aktual atau skala dasar yang mencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif.

Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan secara efektif atas persoalan dengan menyederhanakan dan mempercepat proses pengambilan keputusan dengan memecahkan persoalan tersebut kedalam bagian-bagiannya, menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hirarki, memberi nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang pentingnya tiap variabel dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel yang mana


(42)

yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

Analytical Hierarchy Process(AHP) dapat menyederhanakan masalah yang kompleks dan tidak terstruktur, strategik dan dinamik menjadi bagiannya, serta menjadikan variabel dalam suatu hirarki (tingkatan). Masalah yang kompleks dapat diartikan bahwa kriteria dari suatu masalah yang begitu banyak (multikriteria), struktur masalah yang belum jelas, ketidakpastian pendapat dari pengambil keputusan, pengambil keputusan lebih dari satu orang, serta ketidakakuratan data yang tersedia.

Metode AHP ini membantu memecahkan persoalan yang kompleks dengan menstruktur suatu hirarki kriteria, pihak yang berkepentingan, hasil dan dengan menarik berbagai pertimbangan guna mengembangkan bobot atau prioritas. Metode ini juga menggabungkan kekuatan dari perasaan dan logika yang bersangkutan pada berbagai persoalan, lalu mensintesis berbagai pertimbangan yang beragam menjadi hasil yang cocok dengan perkiraan kita secara intuitif sebagaimana yang dipresentasikan pada pertimbangan yang telah dibuat. Selain itu AHP juga memiliki perhatian khusus tentang penyimpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalam dan di luar kelompok elemen strukturnya.

Analytical Hierarchy Process (AHP) mempunyai landasan aksiomatik yang terdiri dari :

1. Resiprocal Comparison, yang mengandung arti bahwa matriks perbandingan berpasangan yang terbentuk harus bersifat berkebalikan. Misalnya, jika A


(43)

adalah k kali lebih penting dari pada B maka B adalah 1/k kali lebih penting dari A.

2. Homogenity, yaitu mengandung arti kesamaan dalam melakukan perbandingan. Misalnya, tidak dimungkinkan membandingkan jeruk dengan bola tenis dalam hal rasa, akan tetapi lebih relevan jika membandingkan dalam hal berat.

3. Dependence, yang berarti setiap level mempunyai kaitan (complete hierarchy) walaupun mungkin saja terjadi hubungan yang tidak sempurna (incomplete hierarchy).

4. Expectation, yang berarti menonjolkon penilaian yang bersifat ekspektasi dan preferensi dari pengambilan keputusan. Penilaian dapat merupakan data kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif.

Secara umum pengambilan keputusan dengan metode AHP didasarkan pada langkah-langkah berikut :

1. Mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan.

2. Membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan kriteria–kriteria dan alternaif–alternatif pilihan yang ingin di rangking. 3. Membentuk matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan

kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing–masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya.


(44)

4. Menormalkan data yaitu dengan membagi nilai dari setiap elemen di dalam matriks yang berpasangan dengan nilai total dari setiap kolom.

5. Menghitung nilai eigen vector dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data (preferensi) perlu diulangi. Nilai eigen vector yang dimaksud adalah nilai eigen vector maksimum yang diperoleh dengan menggunakan matlab maupun dengan manual.

6. Mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

7. Menghitung eigen vector dari setiap matriks perbandingan berpasangan. Nilai eigen vector merupakan bobot setiap elemen. Langkah ini untuk mensintesis pilihan dalam penentuan prioritas elemen–elemen pada tingkat hirarki terendah sampai pencapaian tujuan.

8. Menguji konsistensi hirarki. Jika tidak memenuhi dengan CR < 0,15 maka penilaian harus diulang kembali.

Rasio Konsistensi (CR) merupakan batas ketidakkonsistenan (inconsistency) yang ditetapkan Saaty. Rasio Konsistensi (CR) dirumuskan sebagai perbandingan indeks konsistensi (RI). Angka pembanding pada perbandingan berpasangan adalah skala 1 sampai 9, dimana :

 Skala 1 = setara antara kepentingan yang satu dengan kepentingan yang lainnya

 Skala 3 = kategori sedang dibandingkan dengan kepentingan lainnya

 Skala 7 = kategori amat kuat dibandingkan dengan kepentingan lainnya


(45)

Prioritas alternatif terbaik dari total rangking yang diperoleh merupakan rangking yang dicari dalam Analytical Hierarchy Process (AHP) ini. Dalam menyelesaikan persoalan dengan metode Analytic Hierarchy Process (AHP) ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain sebagai berikut (Saaty, 1990) :

a. Decomposition

Sistem yang kompleks dapat dengan mudah dipahami kalau sistem tersebut dipecah menjadi berbagai elemen pokok, kemudian elemen-elemen tersebut disusun secara hirarkis. Hirarki masalah disusun untuk membantu proses pengambilan keputusan dengan memperhatikan seluruh elemen keputusan yang terlibat dalam sistem. Sebagian besar masalah menjadi sulit untuk diselesaikan karena proses pemecahannya dilakukan tanpa memandang masalah sebagai suatu sistem dengan suatu struktur tertentu.

Pada tingkat tertinggi dari hirarki, dinyatakan tujuan, sasaran dari sistem yang dicari solusi masalahnya. Tingkat berikutnya merupakan penjabaran dari tujuan tersebut. Suatu hirarki dalam metode AHP merupakan penjabaran elemen yang tersusun dalam beberapa tingkat, dengan setiap tingkat mencakup beberapa elemen homogen. Sebuah elemen menjadi kriteria dan patokan bagi elemen-elemen yang berada di bawahnya. Dalam menyusun suatu hirarki tidak terdapat suatu pedoman tertentu yang harus diikuti. Hirarki tersebut tergantung pada kemampuan penyusun dalam memahami permasalahan. Namun tetap harus bersumber pada jenis keputusan yang akan diambil.


(46)

Untuk memastikan bahwa kriteria-kriteria yang dibentuk sesuai dengan tujuan permasalahan, maka kriteria-kriteria tersebut harus memiliki sifat-sifat berikut : 1) Minimum

Jumlah kriteria diusahakan optimal untuk memudahkan analisis. 2) Independen

Setiap kriteria tidak saling tumpang tindih dan harus dihindarkan pengulangan kriteria untuk suatu maksud yang sama.

3) Lengkap

Kriteria harus mencakup seluruh aspek penting dalam permasalahan. 4) Operasional

Kriteria harus dapat diukur dan dianalisis, baik secara kuantitatif maupun kualitatif dan dapat dikomunikasikan.

b. Comparative Judgment

Prinsip ini berarti membuat penilaian tentang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu dalam kaitannya dengan criteria di atasnya. Penilaian ini merupakan inti dari AHP, karena ia akan berpengaruh dalam menentukan prioritas dari elemen-elemen yang ada sebagai dasar pengambilan keputusan. Hasil dari penilaian ini disajikan dalam bentuk matriks yang dinamakan matriks pairwise comparison.

Yang pertama dilakukan dalam menentapkan prioritas elemen-elemen dalam suatu pengambilan keputusan adalah dengan membuat perbandingan berpasangan, yaitu membandingkan berpasangan, yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh kriteria untuk setiap sub sistem hirarki. Dalam perbandingan


(47)

berpasangan ini, bentuk yang lebih disukai adalah matriks, karena matriks merupakan alat yang sederhana yang biasa dipakai, serta memberi kerangka untuk menguji konsistensi. Rancangan matrik ini mencerminkan dua segi prioritas yaitu, mendominasi dan didominasi.

Misalkan terdapat suatu sub sistem hirarki dengan kriteria C dan sejumlah n alternatif dibawahnya, Ai sampai An. Perbandingan antar alternatif untuk sub

sistem hirarki itu dapat dibuat dalam bentuk matriks n × n, seperti pada tabel 4 di bawah ini :

Tabel 3.2.

Matriks perbandingan berpasangan

C A1 A2 A3 ….. An

A1 A2 A3 ….. An a11 a21 a31 ….. an1 a12 a22 a32 ….. an2 a13 a23 a33 ….. an3 … … … … … a1n a2n a3n ….. ann

Nilai a11 adalah nilai perbandingan elemen A1 (baris) terhadap A1

(kolom) yang menyatakan hubungan :

a. Seberapa jauh tingkat kepentingan A1 (baris) terhadap kriteria C dibandingkan

dengan A1 (kolom) atau

b. Seberapa jauh dominasi A1 (baris) terhadap A1 (kolom) atau

c. Seberapa banyak sifat kriteria C terhadap A1 (baris) dibandingkan dengan A1

(kolom).

Nilai numerik yang dikenakan untuk seluruh perbandingan diperoleh dari skala perbandingan yang disebut Saaty pada tabel 5. Apabila bobot kriteria Ai


(48)

adalah Wi dan bobot elemen Wj maka skala dasar 1-9 yang disusun Saaty mewakili perbandingan (Wi/Wj)/1. Angka-angka absolute pada skala tersebut merupakan pendekatan yang amat baik terhadap perbandingan bobot elemen Ai

terhadap elemen Aj.

Tabel 3.3.

Skala penilaian perbandingan

Skala tingkat

kepentingan Definisi Keterangan

1 Sama pentingnya Kedua elemen mempunyai pengaruh yang

sama 3 Sedikit lebih penting

Pengalaman dan penilaian sedikit memihat satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

5 Lebih penting

Pengalaman dan penilaian sangat memihak satu elemen dibandingkan dengan pasangannya

7 Sangat penting

Satu elemen sangat disukai dan secara praktis dominasinya sangat nyata dibandingkan dengan elemen pasangannya

9 Mutlak lebih penting

Satu elemen terbukti mutlak lebih disukai dibandingkan dengan pasangannya, pada tingkat keyakinan yang tertinggi

2,4,6,8 Nilai tengah Diberikan bila terdapat keraguan penilaian antara dua penilaian yang berdekatan

Kebalikan Aij = 1/Aji

Bila aktivitas i memperoleh suatu angka bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan i

Sumber: Thomas L. Saaty (1991)

Saaty menyusun angka-angka absolute sebagai skala penilaian berdasarkan kemampuan manusia untuk menilai secara kualitatif, yaitu melalui ungkapan sama, lemah, amat kuat, dan absolute atau ekstrim.

Penilaian yang dilakukan oleh banyak partisipan akan menghasilkan pendapat yang berbeda satu sama lain. AHP hanya memerlukan satu jawaban untuk matriks perbandingan.


(49)

Jadi semua jawaban dari partisipan harus dirata-ratakan. Dalam hal ini Saaty memberikan metode perataan dengan rata-rata geometric atau geometric mean. Rata-rata geometric dipakai karena bilangan yang dirata-ratakan adalah deret bilangan yang sifatnya rasio dan dapat mengurangi gangguan yang ditimbulkan salah satu bilangan yang terlalu besar atau terlalu kecil.

Teori rata-rata geometric menyatakan bahwa jika terdapat n partisipan yang melakukan perbandingan berpasangan, maka terdapat n jawaban atau nilai numerik untuk setiap pasangan. Untuk mendapatkan nilai tertentu dari semua nilai tersebut, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain kemudian hasil perkalian itu dipangkatkan dengan 1/n. Secara sistematis dituliskan sebagai berikut:

aij = (z1. z2. z3. …. zn)1/n

dengan :

aij = Nilai rata-rata perbandingan berpasangan kriteria Ai dengan Aj untuk n partisipan Zi = Nilai perbandingan antara A1 dengan Ai untuk partisipan i, dengan nilai i = 1, 2, 3, …, n n = Jumlah partisipan

c. Synthesis of Priority

Dari setiap matriks Pairwise Comparison kemudian dicari Eigenvector dari setiap matriks Pairwise Comparison untuk mendapatkan local priority. Karena matriks Pairwise Comparison terdapat pada setiap tingkat, maka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesis di antara local priority. Prosedur melakukan sintesis berbeda menurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relatif melalui prosedur sintesis dinamakan priority setting.


(50)

d. Logical Consistency

Salah satu asumsi utama model AHP yang membedakannya dengan model-model pengambilan keputusan lain adalah tidak adanya syarat konsistensi mutlak. Dengan model AHP yang memakai persepsi manusia sebagai inputnya maka ketidakkonsistenan mungkin terjadi karena manusia memiliki keterbatasan dalam menyatakan persepsinya secara konsisten terutama kalau harus membandingkan banyak kriteria. Berdasarkan kondisi ini maka manusia dapat menyatakan persepsinya tersebut akan konsisten nantinya atau tidak.

Pengukuran konsistensi dari suatu matriks itu sendiri didasarkan atas eigenvalue maksimum. Dengan eigenvalue maksimum, inkonsistensi yang biasa dihasilkan matriks perbandingan dapat diminumkan.

Rumus dari indeks konsistensi adalah: CI = (λmaks – n) ( n – 1)

Dengan :

CI = Indeks konsistensi (λmaks = Eigenvalue maksimum n = Orde maktrik

Dengan λ merupakan eigenvalue dan n ukuran matriks. Eigenvalue maksimum suatu matriks tidak akan lebih kecil dari nilai n sehingga tidak mungkin ada nilai CI negatif. Makin dekat eigenvalue maksimum dengan besarnya matriks, makin konsisten matriks tersebut dan apabila sama besarnya maka matriks tersebut konsisten 100% atau inkonsistensi 0%. Dalam pemakaian sehari-hari CI tersebut biasa disebut indeks inkonsistensi karena rumus (2.2) di atas memang lebih cocok untuk mengukur inkonsistensi suatu matriks.


(51)

Indeks inkonsistensi di atas kemudian diubah dalam bentuk rasio inkonsistensi dengan cara membaginya dengan suatu indeks random. Indeks random menyatakan rata-rata konsistensi dari matriks perbandingan berukuran 1 sampai 10 yang didapatkan dari suatu eksperimen oleh Oak Ridge National Laboratory dan kemudian dilanjutkan oleh Wharton School.

Tabel 3.4.

Pembangkit Random (RI)

N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

RI 0 0 0.58 0.9 1.12 1.24 1.32 1.41 1.45 1.49

CR = CI/RI

CR = Rasio konsistensi RI = Indeks random

Selanjutnya konsistensi responden dalam mengisi kuesioner diukur. Pengukuran konsistensi ini dimaksudkan untuk melihat ketidak konsistensinan respon yang diberikan responden. Sato dalam Chow and Luk (2005) telah menyusun nilai CR (Consistency Ration) yang diizinkan adalah CR < 0,15.


(52)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Simalungun 4.1.1 Kondisi Geografis dan Topografis

Kabupaten Simalungun secara geografis terletak diantara 3° 18' - 2° 36' Lintang Utara dan 98° 32' - 99° 35' Bujur Timur, luas wilayahnya adalah 4.368,60 Km2 atau sekitar 6,12% dari luas wilayah Sumatera Utara. Secara administratif wilayah Kabupaten Simalungun terbagi atas 31 Kecamatan, 345 desa/nagori dan 22 kelurahan. Kabupaten Simalungun di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Asahan, di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Karo, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai, dan disebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Samosir.

Wilayah Kabupaten Simalungun memiliki suhu bertemperatur sedang, dan suhu tertinggi terjadi pada bulan Maret - Mei dengan suhu rata- rata mencapai 28°C. Kelembaban udara rata rata mencapai 84 % dengan kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Oktober yaitu 87 % dengan penguapan rata-rata 0,05 MM/hari. 4.1.2 Kondisi Demografis Kabupaten Simalungun

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Simalungun, penduduk Kabupaten Simalungun tahun 2012 berjumlah 830.986 jiwa, terdiri atas 413.871 laki – laki dan 417.115 perempuan. Penyebaran penduduk Kabupaten Simalungun tertinggi di Kecamatan Bandar yakni 65.554 jiwa atau 7,88% dari jumlah penduduk dan Kecamatan Haranggaol Horison merupakan kecamatan


(53)

dengan jumlah penduduk terendah yakni hanya sebesar 5.023 jiwa atau hanya 0,6% dari jumlah penduduk Kabupaten Simalungun.

Tabel 4.1

Penyebaran Penduduk di Kabupaten Simalungun Tahun 2012

No Kecamatan Jenis Kelamin Jumlah

Laki – Laki Perempuan

1 Silimakuta 7.291 7.105 14.396

2 Pamatang Silimahuta 5.270 5.246 10.516

3 Purba 11.402 11.233 22.635

4 Haranggaol Horison 2.528 2.495 5.023

5 Dolok Pardamean 8.123 7.947 16.070

6 Sidamanik 13.414 13.857 27.271

7 Pamatang Sidamanik 8.127 8.287 16.414

8 Girsang Sipangan Bolon 7.188 7.340 14.528

9 Tanah Jawa 22.969 23.976 46.495

10 Hatonduhan 10.699 10.512 21.211

11 Dolok Panribuan 8.877 9.215 18.092

12 Jorlang Hataran 7.652 7.787 15.439

13 Pane i 10.612 11.092 21.704

14 Panombeian Panei 9.746 9.567 19.313

15 Raya 15.789 15.589 31.378

16 Dolok Silou 7.051 6.918 13.969

17 Silou Kahean 8.645 8.554 17.199

18 Raya Kahean 8.866 8.684 17.550

19 Tapian Dolok 19.836 19.342 39.178

20 Dolok Batu Nanggar 20.125 19.705 39.830

21 S iantar 31.886 32.267 64.153

22 Gunung Malela 16.579 16.862 33.441

23 Gunung Maligas 13.424 13.389 26.813

24 Hutabayu Raja 14.409 14.961 29.370

25 Jawa Maraja Bah Jambi 10.151 10.558 20.709

26 Pamatang Bandar 15.456 15.979 31.435

27 Bandar Huluan 13.020 12.978 25.998

28 Bandar 32.354 33.200 65.554

29 Bandar Masilam 12.138 12.373 24.511

30 Bosar Maligas 19.795 19.762 39.557

31 Ujung Padang 20.449 20.335 40.784

Kabupaten Simalungun 413 871 417 115 830.986


(54)

Jumlah rumah tangga di Kabupaten Simalungun pada tahun 2013 sebanyak 215.882 rumah tangga. Dengan jumlah penduduk 830.986 jiwa, maka setiap rumah tangga rata-rata beranggotakan 4 orang.

4.1.3 Kondisi Perekonomian Kabupaten Simalungun

Simalungun adalah salah satu kabupaten (daerah tingkat II) yang berada dalam wilayah Provinsi Sumatera Utara, Indonesia merupakan penduduk asli dari kabupaten ini. Bupatinya saat ini adalah DR. Jopinus Ramli Saragih S.H M.M yang sedang bertugas untuk masa bakti Simalungun masih didominasi ole penduduk asli, dan suku-suku pendatang seperti Sedangkan agama yang dianut oleh masyarakat Simalungun adalah (56,6 %), dan sisa-sisanya adalah agama-agama lain seper telah resmi berpindah ke Pematang Raya ( Kecamatan Raya) pada tanggal 23 Juni 2008 dari tertunda selama beberapa waktu.

Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun pada tahun 2012 sebesar 6,06 persen. PDRB Kabupaten Simalungun Tahun 2012 atas dasar harga berlaku sebesar Rp 13,05530 triliun dan atas dasar harga konstan sebesar Rp 62,5183 triliun. Jika dilihat menurut lapangan usahanya maka sektor pertanian memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu 7060,74 triliun rupiah atau mengalami kenaikan sebesar 5,55 persen dibanding tahun 2011.


(55)

Sementara lapangan usaha yang kontribusinya terkecil adalah pertambangan dan penggalian yaitu 57,42 miliar rupiah.

Tabel 4.2

Nilai PDRB, Laju Pertumbuhan dan Sumber Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Simalungun Tahun 2012

Sektor Usaha Nilai PDRB Laju

Pertumbuhan

Sumber Pertumbuhan

Pertanian 7.060,74 5,55 3,20

Pertambangan &

Penggalian 57,42 7,41 0,03

Industri Pengolahan 2.170,98 5,33 0,78

Listrik, Gas & Air

Bersih 107,91 8,78 0,05

Konstruksi 251,93 9,32 0,16

Perdagangan, Hotel &

Restoran 1.144,14 7,14 0,59

Pengangkutan &

Komunikasi 431,41 6,95 0,18

Keuangan, Persewaan &

Jasa Perusahaan 313,50 13,21 0,29

Jasa-jasa 1.517,27 6,54 0,79

Pertumbuhan PDRB Simalungun 6,06 6,06

Sumber : BPS Kabupaten Simalungun (data diolah)

Wilayah Kabupaten Simalungun termasuk ke dalam proyek Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) pada sektor klaster industri hilir kelapa sawit di Kawasan Industri Sei Mangkei yang terletak di Kecamatan Bosar Maligas. Maka Kabupaten Simalungun menjadi Kawasan Ekonomi Khusus pertama di Indonesia

Sejumlah industri sedang dan akan dibangun di kawasan Klaster Industri Kelapa Sawit Sei Mangkei dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah kelapa sawit Indonesia. Selain penambahan pabrik kelaps sawit (PKS) milik PTPN 3 dengan kapasitas total 75 ton per jam, juga akan dibangun beberapa industri lainnya. Mulai dari pembangkit listrik 2 x 35 mega watt, juga akan dibangun pabrik minyak inti sawit berkapsitas 400 liter per hari, pabrik biodiesel,


(56)

betacaroten, fatty acid, fatty alkohol dan oleokimia lainnya. Klaster Hasil Industri kelapa Sawit Sei Mangkei di Simalungun yang dibangun PT. Perkebunan Nusantara III sebagai pionir, dinilai sangat potensial karena memiliki beberapa keunggulan mulai lokasinya yang berada di areal perkebunan yang jauh dari pemukiman, tidak jauh dari Pelabuhan Kuala Tanjung dan termasuk sudah adanya sumber bahan baku yakni pabrik kelapa sawit dan sumber air yang melimpah dari Sungai Bah Bolon.

Komoditi unggulan Kabupaten Simalungun yaitu sektor pertanian, perkebunan dan jasa. Sektor pertanian Kabupaten Simalungun yang memberikan kontribusi adalah tanaman pangan dan hortikultura. Komoditas tanaman pangan tersebut adalah padi sawah, padi lading, jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar dan komoditas hortikultura adalah bawang merah Bawang putih, cabe, kentang, kubis,wortel, terung, tomat, petsai, buncis, kacang panjang, ketimun, kangkung, kacang merah, bayam dan petai. Produksi komoditas jagung pada tahun 2012 yaitu 383.813 ton, kedelai 334 ton, kacang tanah 2.079 ton, kacang hijau 329 ton, ubi kayu 336.555ton dan ubi jalar 42.053 ton. Sedangkan komoditas bawang merah 5.683 ton, bawang putih 161 ton, cabe 44.813 ton, kentang 47.033 ton, kubis 81.036 ton, wortel 972 ton, terung 2.455 ton, tomat 10.892 ton, petsai 10.703 ton, buncis 7.429 ton, kacang panjang 4.967 ton, ketimun 3.379 ton, kangkung 1.174 ton, kacang merah 101 ton, bayam 1.642 ton dan petai 418 ton.

Sebagai salah satu produsen utama di wilayah Sumatera Utara, Simalungun bisa menghasilkan padi sebanyak 517.633 ton di tahun 2008.


(57)

Sebanyak 460.826 ton padi sawah berasal dari wilayah panen bersih seluas 81.051 ha dan 56.807 ton padi ladang dari wilayah panen seluas 14.628 ha. Nilai tambah yang lebih besar diiringi dengan biaya produksi yang relatif rendah, membuat petani banyak yang beralih produksi dari padi ke jagung. Kecamatan yang menghasilkan jagung paling banyak adalah Dolok Pardamean, Dolok Silou dan Purba.

Sektor perkebunan Kabupaten Simalungun yang memberikan kontribusi adalah karet, kelapa sawit, kopi robusta, kopi arabika, kelapa, coklat, cengkeh, kulit manis, kemiri, lada, aren, tembakau, vanili dan pinang. Produksi komoditas karet pada tahun 2012 yaitu karet 11.434,28 ton, kelapa sawit 516.135,92 ton, kopi robusta 2.216,47 ton, kopi arabika 9.514,10 ton, kelapa1.945,03 ton, coklat 5534,50 ton, cengkeh 38,59 ton, kulit manis 70,92 ton, kemiri 672,11 ton, lada 17,15 ton, aren 599,13 ton, tembakau 245,98 ton, vanili 9,05 ton dan pinang 300,74 ton.

Simalungun merupakan wilayah produksi bahan baku bagi produsen kertas dan bubur kertas utama di Indonesia, yakni PT. Toba Pulp Lestari (dahulu bernama PT. Indorayon Inti Utama,). PT. Toba Pulp Lestari mengambil bahan baku dari konsesi hutan di Simalungun seluas 22.533 hektar.

Sektor jasa, komoditi yang diunggulkan adalah wisata alam dan wisata budaya. Salah satu tujuan wisata unggulan di Simalungun adalah Parapat yang ada di Kecamatan Girsang Sipangan Bolon. Parapat terletak di tepi Danau Toba dengan jarak 176 Km dari Kota Medan, ibukota Provinsi Sumatera Utara. Beriklim tropis dengan udaranya yang sejuk merupakan salah satu daerah tujuan


(58)

wisata utama di Sumatera Utara dan Kota Parapat sebagai pusat kegiatan setiap diadakan acara penting pariwisata seperti Pesta Danau Toba. Danau Toba yang terjadi dari letusan gunung Toba, terletak 905m di atas permukaan laut, dengan keliling 295 km, dan luas permukaan air danau ±1.100 km dengan kedalaman maksimum 529m, merupakan danau terbesar di Indonesia.

Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di kabupaten ini tersedia 1 bandar udara, yaitu Bandara Tuan Rondahaim yang terletak di Kecamatan Raya. Pada tahun 2012 di bandara ini pernah dilakukan uji coba penerbangan menggunakan pesawat Cessna milik maskapai Susi Air. Namun hingga saat ini bandara perintis tersebut masih belum dioperasikan.

4.2 Profil Responden

Berdasarkan hasil tabulasi dari jumlah 30 responden yang menjadi sampel dalam penelitian ini didapat beberapa informasi bahwa berdasarkan jenis kelamin sebagai perwakilan sampel dalam penelitian ini yakni sebesar 60% untuk pria dan 40% untuk wanita. Sedangkan untuk presentase tingkat pendidikan yang terbanyak itu adalah responden dengan pendidikan terakhir merupakan Strata 1 (S-1) sebesar 54% lalu diikuti responden dengan pendidikan terakhir merupakan Sekolah Menengah Umum (SMU) sebesar 46% sedangkan presentase untuk responden dengan pendidikan terkashir Sekolah Menengah Pertama (SMP) tidak ada sama sekali atau sebesar 0%. Sedangkan, responden yang paling banyak diwawancarai yaitu responden yang berumur berkisar 20 – 30 tahun dengan presentase sebesar 40%, diikuti dengan responden dengan umur berkisar 31-40 sebesar 17%, kemudian responden dengan umur berkisar 41 – 50 berada diurutan


(59)

ketiga dengan presentase sebesar 37%. Dan responden berusia >50 adalah sebesar 6%.

Tabel 4.3

Karakteristik Responden

No Jenis Kelamin Jumlah Presentase

1 Pria 18 60%

2 Wanita 12 40%

Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase

1 Tamatan SMP/sederajat 0 0 %

2 Tamatan SMU/sederajat 14 46 %

3 Sarjana Muda/D3 atau lebih tinggi 16 54 %

Usia Jumlah Presentase

1 20 – 30 tahun 12 40 %

2 31 – 40 tahun 5 17 %

3 41 – 50 tahun 11 37 %

4 >51 tahun 2 6%

Sumber : Data Diolah

4.3 Pembobotan dan Pemeringkatan Daya Saing Ekonomi

Deskripsi daya saing ekonomi Kabupaten Simalungun merupakan representasi dari kinerja indikator-indikator pembentuknya. Semakin baik kinerja indikator – indikator tersebut, maka semakin baik pula tingkat daya saing ekonomi suatu daerah. Begitu pun sebaliknya, semakin buruk kinerja indikator-indikator tersebut maka semakin buruk pula tingkat daya saing ekonomi suatu daerah. Untuk mengetahui daya saing ekonomi Kota Binjai, maka terlebih dahulu ditentukan faktor faktor penentu daya saing ekonomi dengan menentukan masing masing bobot dari faktor faktor tersebut. Pembobotan ini diperoleh dengan menggunakan metode AHP (Analytical Hierarchy Process) dengan menggunakan bantuan software Expert Choice.

Pembobotan ini digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor faktor yang menentukan daya saing Ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2015. Bobot


(1)

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Kepastian hukum Pembiayaan

Kepastian hukum Aparatur

Kepastian hukum Perda

Pembiayaan Aparatur

Pembiayaan Perda

Aparatur Perda

Sisi kiri lebih penting Sisi

kanan lebih penting 2. Faktor Sosial Politik

Untuk faktor sosial politik, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor sosial politik, yakni :

a) Variabel stabilitas politik b) Variabel keamanan c) Variabel budaya

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Stabilitas politik Keamanan

Stabilitas politik Budaya

Keamanan Budaya

Sisi kiri lebih penting Sisi

kanan lebih penting

3. Faktor Perekonomian Daerah

Untuk faktor perekonomian daerah, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor perekonomian daerah, yakni :

a) Variabel potensi ekonomi b) Variabel struktur ekonomi

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Potensi ekonomi Struktur ekonom

Sisi kiri lebih penting Sisi

kanan lebih penting

4. Faktor Tenaga Kerja dan Produktivitas

Untuk faktor tenaga kerja dan produktivitas, terdapat 3 variabel yang mempengaruhi faktor tenaga kerja dan produktivitas, yakni :


(2)

b) Variabel ketersediaan tenaga kerja c) Variabel produktivitas tenaga kerja

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

Biaya TK Ketersediaan TK

Biaya TK Produktivitas TK

Ketersediaan TK Produktivitas TK

Sisi kiri lebih penting Sisi

kanan lebih penting

5. Faktor Infrastruktur Fisik

Untuk faktor infrastruktur fisik, terdapat 2 variabel yang mempengaruhi faktor infrastruktur fisik, yakni :

a) Variabel ketersediaan infrastruktur fisik b) Variabel kualitas infrastruktur fisik

Kriteria

9 8 7 6 5 4 3 2

1

2 3 4 5 6 7 8 9

Kriteria

ketersediaan

infrastruktur

Kualitas infrastruktur

Sisi kiri lebih penting Sisi

kanan lebih penting

C. Persepsi Masyarakat

Keterangan :

1 = Sangat Tidak Setuju ; 2 = Tidak Setuju ; 3 = Kurang Setuju ; 4 = Setuju ; 5 = Sangat Setuju

No

Item-Item Pertanyaan

Skala Likert

1 2 3 4 5

Kelembagaan

A. Variabel Kepastian Hukum

1 Menurut B/I/S, konsistensi peraturan yang mengatur kegiatan usaha

sudah berjalan baik. 1 2 3 4 5

2 Menurut B/I/S, penegakan hukum dalam kaitannya dengan dunia

usaha sudah baik. 1 2 3 4 5

3 Menurut B/I/S, pungli diluar birokrasi terhadap kegiatan usaha

semakin berkurang. 1 2 3 4 5

B. Variabel Keuangan Daerah

4 Menurut B/I/S, jumlah APBD yang ada sekarang ini telah sesuai


(3)

5 Menurut B/I/S, realisasi APBD sesuai dengan rencana program dan

anggaran. 1 2 3 4 5

6 Menurut B/I/S, tingkat penyimpangan dalam penggunaan APBD

relatif rendah. 1 2 3 4 5

C. Variabel Aparatur dan Pelayanan

7 Menurut B/I/S, birokrasi pelayanan terhadap dunia usaha semakin

baik. 1 2 3 4 5

8 Menurut B/I/S, penyalagunaan wewenang oleh aparatur semakin

berkurang. 1 2 3 4 5

9 Menurut B/I/S, struktur pungutan oleh pemerintah daerah terhadap

dunia usaha sudah sesuai. 1 2 3 4 5

D. Variabel Peraturan Daerah

10 Menurut B/I/S, peraturan produk hukum daerah berupa pajak dan

retribusi sudah mendukung kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5 11 Menurut B/I/S, implementasi Perda sudah sesuai dengan yang

ditetapkan. 1 2 3 4 5

Sosial Politik

A. Variabel Stabilitas Politik

12 Menurut B/I/S, potensi konflik di masyarakat semakin menurun dan

dapat dideteksi. 1 2 3 4 5

13 Menurut B/I/S, intensitas unjuk rasa yang ada diwilayah ini semakin

menurun. 1 2 3 4 5

14 Menurut B/I/S, hubungan antara eksekutif dan legislatif semakin

baik. 1 2 3 4 5

B. Variabel Keamanan

15 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap aktivitas dunia usaha

semakin menurun. 1 2 3 4 5

16 Menurut B/I/S, gangguan keamanan terhadap masyarakat

dilingkungan sekitar tempat kegiatan usaha semakin menurun. 1 2 3 4 5 17 Menurut B/I/S, kecepatan aparat dalam menanggulangi gangguan

keamanan semakin baik. 1 2 3 4 5

C. Variabel Budaya Masyarakat

18 Menurut B/I/S, Partisipasi masyarakat dan dunia usaha dalam

perumusan kebijakan pemerintah daerah semakin meningkat. 1 2 3 4 5 19 Menurut B/I/S, keterbukaan masyarakat terhadap dunia usaha

semakin baik. 1 2 3 4 5

20 Menurut B/I/S, perilaku masyarakat terhadap diskriminasi semakin

menurun. 1 2 3 4 5

21 Menurut B/I/S, adat istiadat masyarakat daerah semakin mendukung

kegiatan dunia usaha. 1 2 3 4 5

22 Menurut B/I/S, etos kerja masyarakat daerah semakin meningkat 1 2 3 4 5

Perekonomian Daerah

A. Variabel Potensi Ekonomi

23 Menurut B/I/S, tingkat daya beli masyarakat cenderung semakin


(4)

24 Menurut B/I/S, perkembangan kondisi ekonomi semakin membaik. 1 2 3 4 5

25 Menurut B/I/S, kondisi harga-harga barang dan jasa relatif stabil dan

terjangkau. 1 2 3 4 5

26 Menurut B/I/S, tingkat kesejahteraan masyarakat cenderung semakin

membaik. 1 2 3 4 5

B. Variabel Struktur Ekonomi

27 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor primer semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

28 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor sekunder semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

29 Menurut B/I/S, nilai tambah atau kontribusi sektor tersier semakin

meningkat. 1 2 3 4 5

Tenaga Kerja dan Produktivitas

A. Variabel Biaya Tenaga Kerja

30 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan ketentuan

UMK. 1 2 3 4 5

31 Menurut B/I/S, besarnya upah tenaga kerja sesuai dengan kebutuhan

hidup masyarakat. 1 2 3 4 5

B. Variabel Ketersediaan Tenaga Kerja

32 Menurut B/I/S, jumlah angkatan kerja sesuai dengan kebutuhan pasar

tenaga kerja. 1 2 3 4 5

33 Menurut B/I/S, tingkat pendidikan angkatan kerja sesuai dengan

kebutuhan pasar tenaga kerja. 1 2 3 4 5

C. Variabel Produktivitas Tenaga Kerja

34 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja yang ada relatif

tinggi. 1 2 3 4 5

35 Menurut B/I/S, tingkat produktivitas tenaga kerja sesuai dengan

besarnya upah yang ada. 1 2 3 4 5

Infrastruktur Fisik

A. Variabel Ketersediaan Infrastruktur Fisik

36 Menurut B/I/S, ketersediaan jalan sudah memadai. 1 2 3 4 5

37 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan laut sudah memadai. 1 2 3 4 5

38 Menurut B/I/S, ketersediaan pelabuhan udara sudah memadai. 1 2 3 4 5

39 Menurut B/I/S, ketersediaan saluran telepon sudah memadai. 1 2 3 4 5 B. Variabel Kualitas Infrastruktur Fisik

40 Menurut B/I/S, kualitas jalan sudah baik. 1 2 3 4 5

41 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan laut sudah baik. 1 2 3 4 5

42 Menurut B/I/S, akses dan kualitas pelabuhan udara sudah baik. 1 2 3 4 5


(5)

Lampiran 2 Data Responden

No Nama Alamat

Jenis Kelamin

Kelompok

Umur Pekerjaan Kategori Pendidikan Terakhir

1 Halimah LK I Aman Sari Timur, Sebelawan P 41-50 Wiraswasta Pengusaha SMA

2 Henni Sarastuti Nagori Serapuh, Gunung Malela P 31-40 WIraswasta Pengusaha

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

3 Wahyu Ramadhan Dolok Maraja, Tapiam Dolok L 20-30 Wiraswasta Pengusaha SMA

4 Nur Damanik Huta II Hutadipar, Gunung Maligas P 20-30 Wiraswasta Pengusaha SMA

5 Darwin Purba Jl. Besar Saribu Dolok, panombean Panei L 31-40 Wiraswasta Pengusaha SMA

6 Amirul K Nagori Silau Manik, Siantar L 41-50 WIraswasta Pengusaha

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

7 Yunita Damanik Jl. Merdeka Serbelawan, Dolok Batu Nanngar P 20-30 Wiraswasta Pengusaha SMA

8 Dedy Sitepu Karang Sari, Gunung Maligas L 31-40 Wiraswasta Pengusaha SMA

9 Darmawan, SS Huta II Serapuh, Gunung Malela L 31-40 Wiraswasta Pengusaha

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

10 Salinawati Aman Sari, Serbelawan, Dolok batu Nanggar P 41-50 Wiraswasta Pengusaha SMA

11 Surya Dharma Huta II Afd III Bandar Betsy, Bandar Huluan L 20-30 Mahasiswa Mahasiswa

12 Melvi Mudti Huta II Emplasmen Dolok Ilir, Dolok Batu N. P 20-30 Mahasiswa Mahasiswa

13 Frans Purba Nagori 1 Sibuntuon, Dolok Pardamean L 20-30 Mahasiswa Mahasiswa

14 Ali Siagian Jl. Merdeka Serbelawan, Dolok Batu Nanngar L 20-30 Karyawan Non Perbankan

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi


(6)

15 Hamidah Huta II Afd III Bandar Betsy, Bandar Huluan P 41-50 Karyawan Non Perbankan SMA

16 M. Ifandy, SE Jl. Merdeka Serbelawan, Dolok Batu Nanngar L 20-30 Karyawan Non Perbankan

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

17 Elsa Nst Huta II Emplasmen Dolok Ilir, Dolok Batu N. P 20-30 Karyawan Staff Pengajar

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

18 Nixon Simamora Nagori Rambung Merah, Siantar L 20-30 Karyawan Staff Pengajar

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

19 Sridanti Pulungan Huta II Emplasmen Dolok Ilir, Dolok Batu N. P 41-50 Karyawan Staff Pengajar

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

20 AM Nasution, SP PTPN 4 Dolok Ilir, Dolok Batu Nanggar L 41-50 Karyawan Masyarakat Umum

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

21 Sumarno Huta II Afd III Bandar Betsy, Bandar Huluan L 41-50 Karyawan Masyarakat Umum SMA

22 Purnama Lubis Serbelawan, Dolok batu Nanggar P 20-30 Karyawan Masyarakat Umum

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

23 Jhonry Purba Jl. Besar Saribu Dolok, Panombean Panei L 41-50 Karyawan Masyarakat Umum SMA

24 Ester Tambunan Jl. Medan Km 11, Tapian Dolok P 41-50

Pegawai

Negeri Birokrasi/Camat

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

25 P. Sitorus Komp. Perkantoran SKPD Simalungun, Raya P >50

Pegawai

Negeri Birokrasi/Disperindag

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

26 Anton Damanik Jl. Medan Km. 11 Tapian Dolok L >50

Pegawai

Negeri Birokrasi/Sekcam

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

27 J. Simbolon Komp. Perkantoran SKPD Simalungun, Raya L 41-50

Pegawai

Negeri Birokrasi/DinKopUMKM

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi

28 Irawan Barus Jl. Medan Km 10, Sinaksak, Tapian Dolok L 21-30 Karyawan Perbankan

Strata 1 (S1)/D3 atau Lebih tinggi