Analisis Daya Saing Komoditas Kopi Arabika Di Kabupaten Tapanuli Utara

(1)

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong)

SKRIPSI

Oleh :

AYUNDA PRATIWI 090304107 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

( Studi Kasus : Desa Bahal Batu III, Kecamatan Siborong-Borong)

SKRIPSI

Oleh :

AYUNDA PRATIWI 090304107 AGRIBISNIS

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ketua Anggota

( Ir. Thomson Sebayang, MT) ( Ir. H. Hasman Hasyim, MSi NIP : 195711151986011001 NIP : 195411111981031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

ABSTRAK

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

AYUNDA PRATIWI/ 090304107

Kopi Arabika merupakan komoditas unggulan dan penting bagi kabupaten Tapanuli Utara. Untuk mendorong kelanjutan pengembangan kopi ini yaitu dengan menghasilkan daya saing agribisnis kopi di pasar domestik dan dunia. Daya saing suatu komoditi dapat diukur melalui dua pendekatan yang berbeda. Kedua pendekatan tersebut adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi pengusahaan komoditi. Pendekatan pertama adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan. Tingkat keuntungan yang dihasilkan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Pendekatan ini pun dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan kompetitif dan keunggulan komperatif.

Tujuan penelitian ini selain untuk menganalisis perkembangan volume produksi kopi Arabika, perkembangan luas areal dan produktivitas kopi Arabika, perkembangan harga jual kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara, juga untuk menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) usahatani komoditi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara serta menganalisis dampak kebijakan pemerintah pada input-output terhadap usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara.

Data yang digunakan adalah data primer, yaitu data hasil wawancara langsung dengan petani di desa Bahal Batu III kecamatan Siborong-borong kabupaten Tapanuli Utara tentang keadaan usahatani kopi masa tahun 2012. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perkebunan kabupaten Tapanuli Utara berupa data produksi, luas areal dan harga kopi Arabika periode 2007-2012.

Dalam menganalisis kecederungan perkembangan luas areal, produksi dan harga jual kopi digunakan metode trend linier analysis, sedang untuk menganalisis daya saing komoditas kopi Arabika digunakan metode Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa volume produksi dan luas areal kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara berfluktuasi namun cenderung meningkat sedangkan produktivitas relatif stabil. Perkembangann harga jual kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara cenderung meningkat, namun harga jual di kabupaten ini lebih rendah dibandingkan dengan harga jual di tingkat provinsi Sumatera Utara dan harga ekspor. Dari sisi harga, kopi hasil produksi kabupaten Tapanuli Utara memiliki nilai daya saing di pasar domestik dan internasional. Usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki daya saing karena memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sehingga layak untuk dikembangkan. Kebijakan pemerintah pada harga input-output usahatani kopi Arabika, berdampak negatif terhadap penerimaan petani pada tingkat harga private output, namun berdampak positif bagi petani kopi pada tingkat harga private input tradable, disebabkan adanya subsidi pupuk yang membantu petani dalam mengurangi biaya input produksi.


(4)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Daya Saing Komoditas Kopi Arabia di Kabupaten Tapanuli Utara”. Kegunaan dari penyusunan skripsi ini adalah sebagai syarat untuk dapat memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Thomson Sebayang, MT selaku Komisi Pembimbing yang telah

banyak memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Bapak Ir. H. Hasman Hasyim, MSi selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk mengajari, memotivasi penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ayah tercinta Tarmizi Tahir, Umi tercinta Suwati, Abang terbaik Rezy Pratama Putra, SH dan Adik tersayang Gusti Hardiansyah yang telah memberikan dorongan kasih sayang baik secara materi maupun doa yang tiada henti.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS selaku Ketua Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, MEc selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Seluruh Dosen Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis. 4. Seluruh Pegawai di Fakultas Pertanian khususnya pegawai Program Studi

Agribisnis yang memberikan kelancaran dalam hal administrasi.

5. Rekan-rekan mahasiswa stambuk 2009 Program Studi Agribisnis khususnya Cindi Melani Goenawan, Siti Sara, Khalida Utami, Friska ED Panjaitan serta sahabat-sahabat terbaik penulis khusunya Lili Haryati, Anggita Pratiwi dan Yan Arditio yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik dalam upaya pencapaian prestasi dimasa yang akan datang.

Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.

Medan, Oktober 2013


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Penelitian Terdahulu ... 8

2.2 Landasan Teori ... 10

2.3 Kerangka Pemikiran ... 20

2.4 Hipotesis Penelitian ... 21

BAB III METODE PENELITIAN ... 22

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 22

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 24

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 25

3.4 Metode Analisis Data ... 26


(7)

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK PETANI SAMPEL ... 35

4.1Deskripsi Daerah Penelitian ... 35

4.2Karakteristik Petani Sampel ... 38

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

5.1Perkembangan Volume Produksi Kopi Arabika ... 41

5.2Perkembangan Luas Areal dan Produktivitas Kopi Arabika ... 42

5.3Perkembangan Harga rata-rata per Tahun Kopi Arabika ... 44

5.4Hasil Analisis Daya Saing Usaha Tani Kopi Arabika ... 45

5.5Dampak Kebijakan Pemerintah Pada Harga Input-Output Terhadap Usahatani Kopi Arabika ... 49

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

6.1Kesimpulan ... 54

6.2Saran ... 55 DAFTAR PUSTAKA


(8)

DAFTAR TABEL

No Nama Tabel Hal

1 Volume dan Nilai Ekspor Kopi Arabika Indonesia 1 2 Luas Areal dan Produksi Kopi Arabika Indonesia Tahun

2007-2012

2 3 Volume dan Nilai Ekspor Kopi Arabika di Provinsi Sumatera

Utara

4 4 Luas Areal dan Produksi Kopi Arabika di Provinsi Sumatera

Utara Tahun 2007-2012

5 5 Alokasi Komponen Input Non Tradable dan Tradable 14 5 Luas Areal Kopi Arabika per Kabupaten di Provinsi Sumatera

Utara

22 7 Luas Areal Kopi Arabika per Kecamatan di Kabupaten Tapanuli

Utara Tahun 2012

23 8 Luas Areal Tanaman Menghasilkan dan Produksi Kopi Arabika

per Desa di Kecamatan Siborong-borong Tahun 2011

24

9 Komponen Input Tetap dan Input Antara 28

10 Policy Analysis Matrix (PAM) 28

11 Distibusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bahal Batu III Tahun 2011

36 12 Sarana dan Prasarana di Desa Bahal Batu III Tahun 2011 37 13 Potensi Sumber Daya Alam Desa Bahal Batu III 37

14 Jumlah Petani Berdasarkan Umur 38

15 Jumlah Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan 39 16 Jumlah Petani Berdasarkan Jumlah Tanggungan 39 17 Perkembangan Produktivitas Kopi Arabika di Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2007-2012

43 18 Policy Analysis Matri (PAM) Komoditi Kopi Arabika di Desa

Bahal Batu III


(9)

DAFTAR GAMBAR

No Nama Tabel Hal

1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Daya Saing Komoditas Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

20 2 Grafik Perkembangan Produksi Kopi Arabika di Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2007-2012

41 3 Grafik Perkembangan Luas Lahan Kopi Arabika di Kabupaten

Tapanuli Utara Tahun 2007-2012

42 4 Grafik Perkembangan Harga Rata-Rata per Tahun Kopi Arabika

di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2007-2012


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

No Nama Tabel

1 Produksi dan Luas Areal Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara Periode 2007-2012

2 Perbandingan Harga rata-rata Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara dan Harga Ekpor

3 Identifikasi Petani Kopi Arabika di Desa Bahal Batu III di Desa Bahal Batu III

4 Produksi Kopi Arabika di Desa Bahal Batu III Kecamatan Siborong-borong

5 Penggunaan Pupuk dalam 1 Tahun Untuk Tanaman Kopi Arabika di Desa Bahal Batu III

6 Penggunaan Peralatan Pertanian Usaha Tani Kopi Arabika di Desa Bahal Batu III

7 Penggunaan Tenaga Kerja Tani Kopi Arabika Dalam 1 Tahun di Desa Bahal Batu III

8 Perkembangan Nilai Tukar Rupiah (KURS) Per Bulan Tahun 2012 9 Perkembangan Harga Bayangan Kopi Arabika di Kecamatan

Siborong-borong

10 Perkembangan Harga Bayangan Pupuk Anorganik di Kecamatan Siborong-borong

11 Harga Privat dan Harga Sosial Input-Output Kopi Arabika di Desa Bahal Batu III

12 Input –Output Komoditi Kopi Arabika di Desa Bahal Batu III

13 Harga Privat dan Sosial Komoditi Kopi Arabika di Desa Bahal Batu III 14 Policy Analysis Matrix (PAM) Usahatani Kopi Arabika Desa Bahal Batu


(11)

ABSTRAK

ANALISIS DAYA SAING KOMODITAS KOPI ARABIKA DI KABUPATEN TAPANULI UTARA

AYUNDA PRATIWI/ 090304107

Kopi Arabika merupakan komoditas unggulan dan penting bagi kabupaten Tapanuli Utara. Untuk mendorong kelanjutan pengembangan kopi ini yaitu dengan menghasilkan daya saing agribisnis kopi di pasar domestik dan dunia. Daya saing suatu komoditi dapat diukur melalui dua pendekatan yang berbeda. Kedua pendekatan tersebut adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan efisiensi pengusahaan komoditi. Pendekatan pertama adalah tingkat keuntungan yang dihasilkan. Tingkat keuntungan yang dihasilkan dapat dilihat dari dua sisi yaitu keuntungan privat dan keuntungan sosial. Pendekatan ini pun dapat dilihat dari dua indikator yaitu keunggulan kompetitif dan keunggulan komperatif.

Tujuan penelitian ini selain untuk menganalisis perkembangan volume produksi kopi Arabika, perkembangan luas areal dan produktivitas kopi Arabika, perkembangan harga jual kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara, juga untuk menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) usahatani komoditi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara serta menganalisis dampak kebijakan pemerintah pada input-output terhadap usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara.

Data yang digunakan adalah data primer, yaitu data hasil wawancara langsung dengan petani di desa Bahal Batu III kecamatan Siborong-borong kabupaten Tapanuli Utara tentang keadaan usahatani kopi masa tahun 2012. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perkebunan kabupaten Tapanuli Utara berupa data produksi, luas areal dan harga kopi Arabika periode 2007-2012.

Dalam menganalisis kecederungan perkembangan luas areal, produksi dan harga jual kopi digunakan metode trend linier analysis, sedang untuk menganalisis daya saing komoditas kopi Arabika digunakan metode Policy Analysis Matrix (PAM). Hasil penelitian menyimpulkan bahwa volume produksi dan luas areal kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara berfluktuasi namun cenderung meningkat sedangkan produktivitas relatif stabil. Perkembangann harga jual kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara cenderung meningkat, namun harga jual di kabupaten ini lebih rendah dibandingkan dengan harga jual di tingkat provinsi Sumatera Utara dan harga ekspor. Dari sisi harga, kopi hasil produksi kabupaten Tapanuli Utara memiliki nilai daya saing di pasar domestik dan internasional. Usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki daya saing karena memiliki keunggulan kompetitif dan komparatif sehingga layak untuk dikembangkan. Kebijakan pemerintah pada harga input-output usahatani kopi Arabika, berdampak negatif terhadap penerimaan petani pada tingkat harga private output, namun berdampak positif bagi petani kopi pada tingkat harga private input tradable, disebabkan adanya subsidi pupuk yang membantu petani dalam mengurangi biaya input produksi.


(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kopi Indonesia merupakan salah satu komoditas perkebunan yang telah di ekspor ke pasar dunia. Dari total produksi kopi yang dihasilkan oleh Indonesia, sekitar 67% kopinya diekspor sedangkan sisanya (33%) untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebagai negara produsen, ekspor kopi merupakan tujuan utama dalam memasarkan produk kopi yang dihasilkan oleh Indonesia.

Salah satu jenis kopi yang diekspor oleh Indonesia ialah kopi Arabika. Kopi Arabika memiliki nilai jual yang sangat tinggi karena diekspor dalam kualitas bagus (Grade 1) sedangkan kopi Robusta dominan diekspor dalam kualitas sedang sampai rendah (AEKI, 2012).

Perkembangan volume dan nilai ekspor kopi Arabika pada periode 2007-2012 mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun seperti diperlihatkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Volume dan Nilai Ekspor Kopi Arabik Indonesia Tahun 2007-2012

Tahun

Kopi Arabika Volume Ekspor

(Ton)

Perkembangan Nilai Perkembangan

(%) Ekspor (U$) (%)

2007 50.952.000 - 154.791.177.630 -

2008 59.735.000 17,2 207.564.131.438 34,1

2009 62.855.000 5,22 199.486.260.281 -3,89

2010 78.036.000 24,1 276.933.166.202 38,8

2011 44.875.000 -42,5 276.210.037.301 -0,26

2012 51.606.000 14,9 306.317.289.973 10,9

Total 348.059.000 1.421.302.062.825

Rata-Rata 58.009.833 3,784 236.883.677.137 16


(13)

Pada Tabel 1 terlihat volume ekspor kopi Arabika Indonesia cenderung berfluktuasi dari tahun ke tahun namun cenderung meningkat dengan perkembangan rata-rata sebesar 3,784% per tahun. Begitu juga halnya dengan nilai ekspor kopi yang berfluktuasi yaitu rata-rata sebesar 16% per tahun. Negara tujuan ekspor kopi Arabika ini adalah USA, Jepang, Jerman, Belgia, Slovenia, Australia dan lain-lain.

Hal yang sama terlihat pada perkembangan luas areal dan produksi kopi Arabika Indonesia yang mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, sebagaimana diperlihatkan pada Tabel 2.

Tabel 2. Luas Areal dan Produksi Kopi Arabika Indonesia Tahun 2007- 2012 Tahun Luas Areal

(Ha)

Perkembangan (%)

Total Produksi (Ton)

Perkembangan (%)

2007 228.931 - 124.098 -

2008 239.476 4,60 129.660 4,48

2009 281.398 17,50 147.631 13,86

2010 251.582 -10,59 146.641 -0,67

2011 251.753 0,067 146.761 0,081

2012 252.645 0,35 147.017 0,17

Rata-Rata 250.964 2,38 140.052 3,58

Sumber : Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia, 2012

Pada Tabel 2 diperlihatkan bahwa perkembangan luas areal kopi Arabika meningkat sebesar 2,38 % per tahun dan produksi juga meningkat sebesar 3,58% pertahun selama periode 2007-2012. Nilai ekspor kopi Arabika yang terus meningkat akan mendorong petani untuk memperluas areal pertanaman kopi agar dapat menghasilkan jumlah produksi yang lebih besar untuk tujuan ekspor.

Pada tahun 2012, Indonesia menempati urutan ketiga dengan kontribusi 657.000 ton sedangkan yang pertama adalah Brazil dengan kontribusi 3.049.560 ton


(14)

pertahun, kedua adalah Vietnam dengan kontribusi 1.320.000 ton, keempat adalah Colombia dengan kontribusi 480.000 ton, dan urutan kelima adalah Euthiopia dengan kontribusi 390.000 ton. Indonesia yang merupakan urutan ketiga mampu bersaing namun jika usaha untuk meningkatkan produksi kopi melemah, Indonesia akan tersaingi oleh kolombia pada urutan keempat (Dirjenbun. 2013).

Produksi kopi di Indonesia berpeluang meningkat beberapa tahun mendatang seiring dengan peningkatan perluasan areal penanaman kopi yang dilakukan oleh petani (Anggara dan Sri, 2011).

Namun permasalahan yang ada pada kopi Arabika Indonesia diperlihatkan oleh tahun 2010 terjadi penurunan luas areal namun volume ekspor meningkat sedangkan pada tahun 2011 terjadi kenaikan luas areal namun volume ekspor menurun drastis yaitu sebesar -42,5% sehingga yang menjadi pertanyaan adalah apakah kopi Arabika Indonesia akan terus memiliki daya saing di tingkat pasar domestik dan dunia.

Untuk mendorong kelanjutan perkopian nasional diperlukan strategi pengembangan yang dapat menghasilkan daya saing agribisnis kopi di pasar domestik dan dunia. Daya saing tersebut tidak hanya mengandalkan aspek-aspek keunggulan komparatif yang inklusif yang terdapat dalam komoditas tersebut namun harus dipandang secara holistik (Abdullah, 2002).

Menurut Departemen Pertanian Republik Indonesia, Direktorat Jendral Perkebunan (2012), Pulau Sumatera merupakan penyumbang terbesar produksi kopi nasional. Penyumbang terbesar adalah Provinsi Sumatera Selatan, Lampung, Sumatera Utara dan Aceh. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang


(15)

berpotensi untuk pengembangan budidaya kopi terutama kopi Arabika. Beberapa kabupaten yang terkenal dengan produksi kopi Arabika adalah kabupaten Tapanuli Utara, Dairi, Tobasa, dan Humbang Hasundutan serta kabupaten lainnya yang berpotensi untuk pertanaman kopi Arabika. Kopi Arabika di Sumatera Utara sangat potensial untuk diekspor. Perkembangan jumlah ekspor dan nilai ekspor kopi Arabika di Sumatera Utara diperlihatkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Volume dan Nilai Ekspor Kopi Arabika di Provinsi Sumatera Utara Periode 2007-2011

Tahun Volume

Ekspor (Ton)

Perkembangan (%)

Nilai Ekspor (U$)

Perkembangan (%)

2007 62.365 - 189.463.648 -

2008 54.430 -12,7 189.130.588 -0,17

2009 55.529 2,02 176.235.344 -6,82

2010 61.304 10,4 217.554.857 23,4

2011 64.389 5,03 396.320.626 82,17

Total 359.506 1.533.684.789

Rata-Rata 59.918 0,045 255.614.132 18,14

Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara. 2012

Pada Tabel 3 terlihat perkembangan jumlah ekspor kopi Arabika di Sumatera Utara cenderung meningkat dari tahun ke tahun yaitu dengan perkembangan rata-rata sebesar 0,045% per tahun dan perkembangan nilai ekspor juga cenderung meningkat rata-rata sebesar 18,14% per tahun dimana perkembangan nilai ekspor terbesar terjadi pada tahun 2011 yaitu sebesar 82,17%. Dilain pihak, perkembangan luas areal dan produksi kopi Arabika di Sumatera Utara juga mengalami peningkatan. Keadaan ini diperlihatkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Luas Areal Tanaman Menghasilkan dan Produksi Kopi Arabika di Provinsi Sumatera Utara Periode 2007- 2011


(16)

Tahun Luas Areal (Ha)

Perkembangan (%)

Total Produksi (Ton)

Perkembangan (%)

2007 35.017,55 - 42.222,57 -

2008 37.964,34 8,41 45.462,99 7,67

2009 39.421,55 3,84 45.482,81 0,04

2010 40.859,26 3,65 46.660,75 2,59

2011 42.153,71 3,17 46.350,85 -0,69

Rata-Rata 39.083,28 4,77 45.232,99 2,40

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2012

Pada Tabel 4 perkembangan luas lahan tanaman menghasilkan yaitu rata-rata sebesar 4,77% per tahun dan perkembangan total produksi yaitu rata-rata sebesar 2,40% per tahun. Namun, pada tahun 2011 terjadi penurunan produksi sebesar -0,69% .

Dari Tabel 3 dan 4 dapat dilihat jumlah ekspor, nilai ekspor dan luas areal kopi Arabika di Provinsi Sumatera Utara terus mengalami peningkatan namun total produksi pada tahun 2011 mengalami penurunan sebesar -0,69% sedangkan luas areal terjadi peningkatan sebesar 3,17%.

Untuk meningkatkan produksi kopi Arabika di Sumatera Utara perlu dilakukan berbagai upaya mengatasi permasalahan yang ada. Permasalahan harus diatasi mulai dari tahap produksi hingga pemasaran, dan pada akhirnya agribisnis kopi Arabika di Sumatera Utara mampu meningkatkan pendapatan petani serta dapat membantu program pemerintah dalam usaha meningkatkan pendapatan daerah maupun nasional.

Kabupaten Tapanuli Utara merupakan sentra produksi kopi Arabika terbesar di Sumatera Utara. Oleh karena itu, berdasarkan uraian mengenai permasalahan volume ekspor dan produksi domestik, maka penulis tertarik untuk melakukan


(17)

penelitian mengenai daya saing kopi Arabika khususnya hasil produksi di Kabupaten Tapanuli Utara.

1.2 Identifikasi Masalah

Masalah penelitian yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana perkembangan volume produksi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara periode 2007-2012 ?

2. Bagaimana perkembangan luas areal dan produktivitas kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara periode 2007-2012?

3. Bagaimana perkembangan harga jual kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara periode 2007-2012?

4. Bagaimana daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) usahatani komoditi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara?

5. Bagaimanakah dampak kebijakan pemerintah pada harga input-output terhadap usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk menganalisis perkembangan volume produksi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara periode 2007-2012.

2. Untuk menganalisis perkembangan luas areal dan produktivitas kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara periode 2007-2012.


(18)

3. Untuk menganalisis perkembangan harga jual kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara periode 2007-2012.

4. Untuk menganalisis daya saing (keunggulan kompetitif dan komparatif) usaha tani komoditi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara.

5. Untuk menganalisis dampak kebijakan pemerintah pada harga input-output terhadap usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara.

1.4Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelian ini ialah :

1. Sebagai bahan masukan kepada petani kopi Arabika dalam pengambilan keputusan dalam mengelola usahataninya.

2. Sebagai sumber informasi untuk pemerintah dalam mengambil kebijakan dan perencanaan dalam pengembangan agribisnis kopi Arabika.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Menurut penelitian Fery (2013) tentang analisis daya saing usahatani kopi Robusta di kabupaten Rejang Lebong dengan menggunakan metode Policy Analiysis Matrix (PAM) di dapatkan bahwa usaha tani kopi robusta di Kabupaten Rejang Lebong memiliki daya saing yang tinggi, (keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif) hal ini diketahui dengan nilai PCR dan DRCR yang kecil dari satu yaitu sebesar 0,38 dan 0,29. Dampak kebijakan pemerintah terhadap input dari hasil analisis dengan metode PAM diketahui bahwa nilai input transfer adalah negatif Rp 1.197.108,00/ha/tahun. Nilai input transfer (IT) menggambarkan kebijakan (subsidi atau pajak) yang terjadi pada input produksi tradable. Nilai IT yang bernilai negatif untuk usahatani kopi menunjukan bahwa terdapat kebijakan subsidi terhadap input produksi tradable (pupuk anorganik) dalam pengusahaan usahatani kopi. Hal tersebut menguntungkan bagi petani kopi. Untuk kebijakan pemerintah terhadap output. Untuk nilai Transfer factor positif 10.296 menunjukkan adanya kebijakan pemerintah terhadap input domestik berupa pajak. Untuk kebijakan input–output belum berjalan secara efektif atau kebijakan pemerintah saat ini kurang mendukung atau melindungi petani kopi di Kabupaten Rejang Lebong. Kebijakan pemerintah ini terjadi pada perdagangan kopi sehingga petani kopi belum dapat menerima harga kopi seperti harga sosial, hal ini di sebabkan rantai pemasaran kopi yang harus di lalui petani.


(20)

Penelitian Syamsu Alam (2006) tentang daya saing ekspor teh Indonesia di pasar teh dunia dengan menggunakan metode analisis finansial untuk mengetahui kelayakan pengembangan kopi sebagai komoditi unggulan di provinsi Sulawesi Selatan menunjukkan bahwa usaha pengembangan kopi arabika cukup mengguntungkan, rata-rata petani memperoleh pendapatan diatas Rp.7.000.000/ha. Kopi sebagai tanaman perkebunan memiliki peluang pengembangan menguntungkan hingga 25 tahun. Nilai NPV yang dicapai lebih besar nol, demikian pula nilai Gross B/C, Net B/C, PR ratio dan IRR masing-masing, mengisyaratkan memenuhi kelayakan finansial pengembangan kopi khususnya kopi arabika. Nilai Domestic Resounse Ratio, yang di capai lebih rendah dari nilai Shadow Exchange Rate (SER), serta nilai koefisien DRC kurang dari 0,5. Pengembangan kopi di Sulawesi Selatan layak di lakukan.

Menurut penelitian Suraida (2005) tentang Analisis kinerja ekspor dan daya saing kopi Indonesia dengan menggunakan analisis trend didapatkan pertumbuhan ekspor kopi yang positif. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kopi Indonesia adalah harga kopi di pasar domestik, harga kopi internasional, nilai tukar rupiah terhadap Dollar AS, dan konsumsi kopi dunia. Berdasarkan nilai AR menunjukkan bahwa komoditas kopi masih mempunyai keunggulan komparatif dengan kecenderungan menurun selama duapuluh tahun terakhir. Sedangkan berdasarkan nilai ISP menunjukkan bahwa komoditas kopi berada pada tahap IV yaitu kedewasaan. Dari hasil analisis RCA menunjukkan bahwa komoditas kopi masih mempunyai daya saing di pasar dunia. Akan tetapi dengan melihat adanya kecenderungan penurunan nilai AR, ISP, dan RCA selama duapuluh tahun terakhir ini menunjukkan daya saing kopi Indonesia


(21)

yang semakin memburuk. Dengan hasil analisis kinerja ekspor dan daya saing kopi ini diharapkan dapat menggambarkan perkembangan perkopian Indonesia dari tahun ke tahun serta upaya pengembangannya ke depan.

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Analisis Usahatani dan Tataniaga

Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki dengan sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi masukan input (Soekartawi, 1995).

Total penerimaan suatu usahatani kopi dapat diperoleh melalui hasil produksi kopi tersebut dikali dengan harga jual dari kopi. Pendapatan bersih merupakan selisih dari total penerimaan dan total biaya. Apabila pendapatan yang diperoleh lebih besar dari total biaya, atau diperoleh keuntungan maka usahatani kopi yang dijalankan tersebut dikatakan layak (Mubyarto, 1984).

Menurut Mubyarto (1984) tataniaga atau pemasaran diartikan sebagai suatu kegiatan ekonomi yang mengakibatkan terjadinya pemindahan barang dan jasa untuk menyalurkan distribusi dari produsen ke konsumen. Fungsi dan peranan tataniaga atau pemasaran yaitu mengusahakan agar pembeli memperoleh barang yang diinginkan pada tempat, waktu, bentuk dan harga yang tepat.

Setiap kegiatan pemasaran memerlukan biaya mulai dari pengumpulan, pengangkutan, pengolahan pembayaran retribusi, bongkar muat dan lain-lain. Jadi


(22)

bisa disimpulkan biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan oleh lembaga pemasaran (pedagang) dalam menyalurkan hasil pertanian dari produsen ke konsumen (Soekartawi, 1995).

Dalam mengukur penerimaan usahatani kopi Arabika dihitung secara sistematis yaitu sebagai berikut.

R = P . Q

Keterangan :

R = Total Penerimaan (Revenue) (Rp)

P = Harga kopi di pasar lokal (Price) (Rp/Kg) Q = Jumlah kopi yang dihasilkan (Quantity) (Kg)

2.2.2 Konsep Daya Saing

Daya saing merupakan kemampuan suatu produsen untuk memproduksi suatu komoditas dengan biaya yang cukup rendah, sehingga kegiatan produksi tersebut menguntungkan di pasar internasional (Kuncoro, 2009).

Menurut Porter (1998) bahwa keunggulan daya saing suatu negara mencakup tersedianya peranan sumberdaya dan melihat lebih jauh kepada negara-negara yang mempengaruhi daya saing ditingkat internasional. Atribut yang merupakan faktor penentu keunggulan bersaing industri nasional yaitu kondisi faktor sumberdaya, kondisi permintaan, industri pendukung dan terkait, serta persaingan, struktur dan strategi perusahaan.


(23)

keunggulan komparatif dianalisis menggunakan Policy Analisis Matrix (PAM). Policy Analysis Matrix (PAM) merupakan suatu alat analisis yang digunakan untuk mengkaji dampak kebijakan harga dan kebijakan investasi pertanian. Metode ini membantu para pengambil kebijakan, baik di pusat maupun di daerah untuk mengkaji analisis sentral kebijakan pertanian (Monke and Pearson, 1989).

Menurut Monke and Pearson (1989), pengukuran tingkat daya saing tersebut menggunakan asumsi sebagai berikut :

1. Perhitungan berdasarkan harga privat yaitu harga yang terjadi setelah adanya kebijakan.

2. Perhitungan berdasarkan harga sosial atau harga bayangan yaitu harga pada kondisi pasar persaingan sempurna atau harga yang terjadi bila tidak ada kebijakan permerintah. Pada tradable input, harga bayangan adalah harga yang terjadi di pasar internasional.

3. Output bersifat tradable dan input yang digunakan dapat digolongkan ke dalam komponen tradable dan komponen non tradable.

Harga sosial output biji ditentukan berdasarkan harga perbatasan (border price) yaitu harga FOB, karena komoditas kopi dalam penelitian ini adalah untuk tujuan ekspor (Gittinger, 1986).

Harga sosial lahan ditentukan berdasarkan harga sewa tanah yang berlaku dimasing-masing wilayah. Nilai finansial dan ekonomi lahan diasumsikan sama karena tidak ada kebijakan pemerintah yang dianggap berpengaruh terhadap harga lahan (Gittinger, 1986).


(24)

pasar mencerminkan nilai produktivitas marjinalnya. Pada keadaan ini besarnya tingkat upah yang terjadi dapat dipakai sebagai harga bayangan tenaga kerja. Untuk menghitung harga sosial/bayangan tenaga kerja disesuaikan dengan harga aktualnya (Gittinger, 1986).

Harga sosial input terdiri dari pupuk dan pestisida. Pupuk yang digunakan dalam usahatani kopi ini terdiri dari pupuk Urea, TSP, KCL. Walaupun perdagangan pupuk sudah berdasarkan pasar bebas, namun harga aktualnya belum mencerminkan harga sosialnya, sehingga dalam penelitian ini untuk menghitung harga bayangannya menggunakan harga perbatasan (border price) (Simanjuntak, 1992 dalam Kurniawan, 2008).

Pupuk kandang diasumsikan sebagai komponen domestik yang bersifat non tradable dan tidak terdapat transfer payment didalamnya sehingga harga pupuk kandang disesuaikan dengan harga pasar yang berlaku. Sedangkan harga sosial pupuk buatan yang merupakan Tradable Input dapat diperoleh dengan cara :

1. Mengeluarkan transfer payment yang terkadung didalamnya seperti subsidi atau pajak

2. Jika informasi besarnya subsidi tidak diketahui maka harga bayangan pupuk diperoleh dengan menggunakan harga perbatasan atau harga CIF.

Sementara harga sosial pestisida dan herbisida didasarkan pada harga pasar yang berlaku karena tidak ada subsidi dari pemerintah. Peralatan pertanian yang digunakan pada usahatani kopi seperti cangkul, sabit, parang dan lain-lain diasumsikan sama dengan harga pasarnya. Dengan pertimbangan tidak ada kebijakan pemerintah yang mengintervensi produksi dan perdagangan alat-alat


(25)

pertanian secara langsung sehingga distorsi pasar yang terjadi sangat kecil dan pasar mendekati pasar persaingan sempurna.

Keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif dibedakan atas ruang lingkup daya saingnya. Usahatani suatu komoditas dinilai menguntungkan dan dapat bersaing di pasar internasional apabila memiliki kedua keunggulan tersebut.

Alokasi faktor input kedalam komponen dan asing pada sistem produksi kopi dapat dilihat pada Tabel 5 sebagai berikut.

Tabel 5. Alokasi Komponen InputNon Tradable dan Tradable

Jenis Input Alokasi (%)

Non tradable Tradable

Bibit 100 0

Pupuk KCL 0 100

Pupuk TSP 0 100

Pupuk Urea 0 100

Pupuk Kandang 100 0

Tenaga Kerja 100 0

Modal 100 0

Lahan 100 0

Bangunan 100 0

Alat Pertanian/Pemanenan 0 100

Sumber : Tabel input-output Indonesia, 2005 Keunggulan Kompetitif

Keunggulan kompetitif merupakan kemampuan untuk memasok barang dan jasa pada waktu, tempat dan bentuk yang diinginkan oleh konsumen. Barang dan jasa tersebut dipasarkan di pasar domestik maupun internasional dengan harga yang sama atau lebih baik dari yang ditawarkan pesaing. Keunggulan kompetitif merupakan indikator efesiensi suatu komoditas secara privat dimana didasarkan pada harga pasar komoditi tersebut atau nilai uang yang berlaku saat itu di suatu negara (Pearson, et al, 2005).


(26)

Keunggulan kompetitif dapat dicapai dan dipertahankan dengan cara meningkatkan produktivitas sumberdaya yang digunakan. Apabila suatu komoditas tidak memiliki keunggulan kompetitif, maka hal ini berarti bahwa di negara penghasil komoditas tersebut terjadi distorsi pasar atau terdapat hambatan yang merugikan produsen (Pearson, et al, 2005).

Menurut Porter dalam Daryanto (2009), dalam era persaingan global saat ini suatu negara yang memiliki competitive advantage of nation dapat bersaing dipasar internasional bila memiliki empat faktor penentu yakni:

1. Factor conditions yakni posisi negara dalam penguasaan faktor produksi seperti gaji tenaga kerja yang cukup murah, terampil dan infrastruktur yang ada cukup memadai.

2. Demand conditions berupa besarnya permintaan pasar domestik untuk produk tertentu seperti banyaknya warung kopi serta industri kopi.

3. Relating and supporting industries berupa kehadiran pemasok atau pendukung dalam suatu negara sangat berkaitan dengan kemampuan daya saing di pasar international seperti AEKI (Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia) dan ICO (International Coffea Organization).

4. Firm strategy, structure and rivalary yakni kondisi pemerintah didalam suatu negara bagaimana perusahaan diciptakan, diorganisasi dan dikelola.

Keunggulan Komparatif

Tidak ada satu negara pun yang dapat memenuhi sendiri kebutuhan rakyatnya, karena itulah perdagangan internasional dibutuhkan. Perdagangan ini sesuai


(27)

dengan hukum yang diperkenalkan oleh David Ricardo yaitu Law of Comparative Advantage (Hukum Keunggulan Komparatif). Hukum ini menyatakan bahwa suatu negara yang kurang efisien dalam memproduksi suatu komoditas (kerugian absolut) dapat memperoleh keuntungan apabila mengekspor komoditas yang mempunyai kerugian absolut yang lebih kecil. Dari komoditas inilah negara tersebut memiliki keunggulan komparatif (Salvatore, 1997).

Pearson et.al (2005) mengemukakan bahwa keunggulan komparatif bersifat dinamis, dengan kata lain keunggulan komparatif tidak stabil dan tidak dapat diciptakan karena dipengaruhi oleh:

1. Perubahan dalam sumberdaya alam seperti komposisi lahan, ketinggian tempat, iklim, temperatur dan kelembapan.

2. Perubahan harga input seperti pupuk, pestisida, bibit, alat pertanian dan tenaga kerja.

3. Perubahan teknologi baik dalam pembudidayaan seperti pemangkasan sehingga akan meningkatkan produksi serta kemudahan dalam mengambil hasil produksi.

4. Biaya transportasi tergantung atas lokasi penanaman kopi dekat dan jauh sangat mempengaruhi biaya transportasi.

Keunggulan komparatif juga dapat diartikan sebagai perdagangan komoditas antar daerah. Suatu daerah yang memiliki hasil pertanian unggul dan dibutuhkan oleh daerah lain dapat menjual komoditasnya tersebut (Pearson et.al, 2005).


(28)

Kebijakan Pemerintah

Menurut Pearson, et al (2005), berdasarkan bentuk intervensi ekonominya kebijakan pertanian secara garis besar memiliki tiga kategori utama. Kategori pertama, kebijakan pertanian dalam intervensinya terhadap harga input dan output usahatani. Kategori kedua, kebijakan pertanian dalam intervensinya terhadap kelembagaan pertanian dan pemasaran komoditas pertanian. Kategori ketiga, kebijakan pertanian dalam intervensinya terhadap inovasi teknologi dan penyebarannya kepada petani.

Kebijakan pemerintah ditetapkan dengan tujuan untuk melindungi produk dalam negeri ataupun untuk meningkatkan ekspor agar dapat bersaing di pasar internasional. Kebijakan yang diterapkan pada suatu komoditas ada dua bentuk yaitu subsidi dan kebijakan perdagangan. Kebijakan subsidi terdiri dari subsidi positif dan subsidi negatif sedangkan kebijakan perdagangan berupa tarif dan kuota. Adapun kebijakan pemerintah yaitu sebagai berikut.

a. Kebijakan Terhadap Input

Kebijakan pemerintah terhadap input produksi suatu komoditas dibedakan menjadi kebijakan terhadap input yang diperdagangkan (tradable) dan kebijakan terhadap input yang tidak diperdagangkan (non tradable) (Monke and Pearson, 1989).

Kebijakan Terhadap Tradable input

Kebijakan terhadap tradable input memiliki relevansi langsung pada petani dan intervensi pada kelembagaan pertanian dan pemasaran komoditas pertanian.


(29)

Kebijakan berupa subsidi terhadap input akan mengurangi biaya produksi sehingga meningkatkan keuntungan petani. Sebaliknya, kebijakan berupa pajak menyebabkan peningkatan biaya produksi sehingga petani akan mengurangi penggunaan input. Hal tersebut membebani petani karena berimbas pada penurunan jumlah output sehingga mengurangi keuntungan petani (Monke and Pearson, 1989).

Kebijakan Terhadap Non Tradable Input

Non tradable input hanya diproduksi di dalam negeri, sehingga intervensi pemerintah berupa halangan perdagangan tidak tampak. Kebijakan pemerintah

terhadap non tradable input dalam hal ini adalah subsidi dan pajak (Monke and Pearson, 1989).

b. Kebijakan terhadap Output

Kebijakan terhadap output dapat berupa subsidi ataupun pajak. Subsidi terhadap komoditas ekspor akan berdampak positif sedangkan penerapan pajak akan berdampak negatif. Pada perdagangan bebas, harga yang diterima petani dan konsumen dalam negeri sama dengan harga dunia. Akibat terdapat pajak maka harga yang diterima petani dan konsumen menjadi rendah dibandingkan harga pasar dunia (Monke and Pearson, 1989).


(30)

2.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan indikator utama daya saing, kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki peluang yang bisa menentukan apakah komoditi kopi Arabika kabupaten Tapanuli Utara memiliki potensi daya saing daerah yang bisa meningkatkan perekonomian daerah dan bisa mensejahterahkan petani. Dimana dengan mengukur dari segi biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani, sehingga pemasaran kopi Arabika dapat menghasilkan harga yang cukup bersaing di pasar. Analisis Policy Analysis Matrix (PAM) digunakan untuk mengukur keuntungan finansial (private) yang menjadi indikasi keunggulan kompetitif dan keuntungan sosial yang menunjukkan keunggulan komparatif serta dampak kebijakan pemerintah dalam mendukung atau menciptakan hambatan-hambatan bagi keberlangsungan suatu usaha produksi. Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini yaitu dapat diperlihatkan pada Gambar 1.


(31)

Keterangan :

Menyatakan Hubungan

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Analisis Daya Saing Komoditas Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

Usaha Tani Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

Analisis Daya Saing (PAM)

Keunggulan Kompetitif

Kesimpulan dan Saran

Keunggulan Komparatif

Dampak Kebijakan Pemerintah Produksi

Kopi Arabika

Harga Input dan Output


(32)

2.4 Hipotesis Penelitian

Hipotesis penelitian yang diajukan dalam penelitian ini ialah :

1. Perkembangan volume produksi kopi Arabika periode 2007-2012 di kabupaten Tapanuli Utara cenderung meningkat.

2. Perkembangan produktivitas kopi Arabika periode 2007-2012 di kabupaten Tapanuli Utara cenderung meningkat.

3. Perkembangan harga jual kopi Arabika periode 2007-2012 di kabupaten Tapanuli Utara cenderung meningkat.

4. Usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki keunggulan kompetitif dan komperatif.

5. Kebijakan pemerintah pada harga input-output terhadap usaha tani kopi Arabika berdampak postif terhadap usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara.


(33)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penentuan daerah penelitian dilakukan secara metode purposive artinya penetuan daerah dilakukan dengan sengaja. Kabupaten Tapanuli Utara dipilih atas dasar pertimbangan karena kabupaten Tapanuli Utara merupakan daerah produsen kopi Arabika terbesar di Sumatera Utara sebagaimana terlihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Luas Areal Kopi Arabika per Kabupaten di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2011

No Kabupaten Luas Lahan

TM (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

1 Deli Serdang 531,20 665,20 1,25

2 Simalungun 5.655,64 8.487,45 1,50

3 Karo 4.741,00 6.834,95 1,44

4 Dairi 7.936,50 10.131,80 1,27

5 Tapanuli Utara 9.551,00 10.272,48 1,07

6 Nias Barat 10,00 4,22 0,42

7 Mandailing Natal 956,73 1.142,77 1,19

8 Toba Samosir 1.897,34 2.480,96 1,30

9 Humbang Hasundutan

7.174,50 5.815,65 0,81

10 Pak-pak Bharat 1.158,00 1.46,50 0,90

11 Samosir 2.580,05 630,46 0,24

Total 42.153,71 46.350,85 1,09

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2012

Lokasi penelitian ini dilakukan di desa Bahal Batu III di kecamatan Siborong-borong dengan pertimbangan bahwa kecamatan SiSiborong-borong-Siborong-borong merupakan daerah produksi kopi Arabika terbesar di kabupaten Tapanuli Utara. Luas Lahan


(34)

tanaman menghasilkan di kecamatan Siborong-borong adalah 1.686,50 ha yang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Luas Areal Kopi Arabika per Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2012

No Kecamatan Luas Lahan

TM (Ha)

Produksi (Ton)

Produktivitas (Ton/Ha)

1 Pamonangan 1.264,00 1.256,61 0,99

2 Adian Koting 227,50 226,59 0,99

3 Sipaholon 443,50 491,51 1,11

4 Tarutung 425,50 363,04 0,85

5 Siatas Barita 348,00 360,39 1,03

6 Pahae Julu 162,00 196,48 1,21

7 Pahae Jae 129.25 119,92 0,93

8 Purba Tua 25,00 24,88 0,99

9 Simangumban 63,00 83,01 1,31

10 Pangaribuan 1.553,50 1.804,19 1,16

11 Garoga 671,00 663,99 0,98

12 Sipahutar 959,00 1.067,37 1,11

13 Siborong-borong 1.686,50 1.943,94 1,15

14 Pagaran 1.232,75 1.212,96 0,98

15 Muara 460,50 457,60 0,99

Total 9551 10.272,48 0,93

Sumber: Dinas Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara, 2013

Desa Bahal Batu III dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa desa Bahal Batu III merupakan daerah yang menghasilkan produksi kopi terbesar di kecamatan Siborong-borong. Luas Lahan tanaman menghasilkan di desa Bahal Batu III adalah 158 ha yang dapat dilihat pada Tabel 8.


(35)

Tabel 8. Luas Lahan Tanaman Menghasilkan dan Produksi Kopi Per Desa di Kecamatan Siborong-borong Tahun 2011

No Desa Luas

Lahan TM (Ha)

Produksi Produktivitas (Ton/Ha) (Ton)

1 Lumban Tonga 131 50,8 0,38

2 Paniaran 173 130 0,75

3 Bahal Batu III 158 136,9 0,86

4 Bahal Batu II 121 74,7 0,62

5 Bahal Batu I 104 60,3 0,58

6 Sitabo-Tabo 100 43,5 0,44

7 Siborong-borong I 160 135,7 0,85

8 Siaro 85 46,5 0,55

9 Sitampurung 158 125,1 0,79

10 Pasar Siborong-Borong 35 22,5 0,64

11 Pohan Tonga 158 120,6 0,76

12 Lobu Siregar II 185 123 0,66

13 Hutabulu 172 115,4 0,67

14 Lobu Siregar I 122 93,4 0,76

15 Pohan Jae 139 108,9 0,78

16 Pohan Julu 164 135,8 0,83

17 Parik Sabungan 130 91,8 0,71

18 Siborong-borong II 134 123,8 0,93

19 Sigumbang 114 49,8 0,43

20 Sitabo Toruan 95 66,5 0,70

21 Silait-lait 103 70 0,67

Total 2.741 1.925,00 0,70

Sumber: Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Siborong-borong, 2012

3.2Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah Simple Random Sampling. Pengambilan sampel secara random atau acak dengan memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk di pilih menjadi anggota sampel.


(36)

Dimana dalam menentukan besar sampel, dihitung dengan cara Metode Slovin, dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

� = � 1 +� (�)² n = Besar Sampel

N = Jumlah Populasi

e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat di tolerir atau diinginkan (Umar, 2000).

Dengan menggunakan persen kelonggaran sebesar 10% serta jumlah populasi petani kopi Arabika (N) di Desa Bahal Batu III sebanyak 450 petani maka berdasarkan rumus Slovin diperoleh besar sampel petani kopi Arabika adalah sebagai berikut :

n = 450

1+450 (0,1)²

=

82 petani

3.3. Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan di dalam penelitian ini terdiri atas :

1 Data primer - Wawancara

- Kuisioner ataupun observasi kepada para petani kopi Arabika, serta eksportir

2 Data Sekunder - Data volume dan nilai ekspor kopi Arabika Sumatera Utara tahun 2007-2011 di Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumatera Utara.


(37)

- Data luas lahan dan produksi kopi Arabika tahun 2007-2012 di Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara

- Data volume dan nilai ekspor kopi Arabika Indonesia tahun 2007-2011 di Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia Sumatera Utara

- Data luas lahan dan produksi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara tahun 2007-2011 di Dinas Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara dan instansi terkait lainnya.

- Data luas lahan dan produksi kopi Arabika di kecamatan Siborong-borong tahun 2007-2011 di Balai Penyuluh Pertanian Kecamatan Siborong-borong.

3.4. Metode Analisis Data

Untuk menyelesaikan masalah 1, 2 dan 3 yaitu dengan menggunakan Analisis Trend yaitu dengan menggunakan angka indeks akan dapat diketahui perkembangan produksi, luas areal, produktivitas dan harga jual kopi Arabika apakah meningkat, menurun, atau tetap. Hasil analisis trend dihitung dalam presentase.


(38)

Angka indeks adalah angka yang diharapkan dapat memberitahukan perubahan-perubahan variabel pada waktu dan tempat yang sama atau berlainan.

Rumus angka indeks: I = ((Xn-X0)/X0) x 100% Keterangan :

Xn : Pos pada tahun yang akan dianalisis Xo : Pos pada tahun dasar

Dan untuk menganalisis masalah 4 dan 5 yaitu dengan menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM) yang dilakukan secara menyeluruh dan sistematis, dimana output yang keluar merupakan keuntungan privat dan sosial, efisiensi serta besarnya insentif intervensi pemerintah pada produsen.

Analisis daya saing kopi Arabika ini dilakukan berdasarkan beberapa tahap yaitu sebagai berikut :

- Tahap pertama adalah penentuan input usahatani kopi Arabika. Yang termasuk dalam kategori input adalah bahan, peralatan dan tenaga kerja yang dalam penggunaannya memerlukan biaya.

- Tahap kedua adalah pengelompokkan input ke dalam komponen tradabale dan non tradable. Tradable input (input yang diperdagangkan di pasar internasional) dalam usahatani Kopi Arabika menggunakan pupuk anorganik (Urea, TSP, KCL) dan pestisida. Non tradable input (input yang diproduksi dalam negeri dan tidak diperdagangkan di pasar internasional) menggunakan bibit kopi Arabika, pupuk kandang, tenaga kerja, peralatan dan pompa air. Selanjutnya ditentukan harga sosial input dan output.


(39)

Dalam penelitian ini yang merupakan komponen output adalah biji kopi, sedangkan yang merupakan komponen input adalah sebagai berikut.

Tabel 9. Komponen Input tetap dan input antara

Input Tetap Input Antara

1. Lahan 1. Bibit

2. Gudang 2. Pupuk

3. Alat Pertanian 3. Pestisida

4. Alat Pemanenan 4. Alat Penggiling Kopi Sumber : Monke dan Pearson, 1989

Data disajikan dalam bentuk tabulasi deskriptif kemudian dimasukkan dalam perhitungan PAM pada Tabel 10 yang diolah dengan program komputer Microsoft Excel.

Tabel 10. Policy Anaysis Matrix (PAM)

Sumber : Monke and Pearson, 1989 Keterangan :

A : Penerimaan Privat G : Biaya Non Tradable Input Sosial B : Biaya Tradable Input Privat H : Keuntungan Sosial

C : Biaya Non tradable Input Privat I : Transfer Output

D : Keuntungan Privat J : Transfer Tradable Input E : Penerimaan Sosial K : Transfer Non tradable Input F : Biaya Tradable Input Sosial L : Transfer Bersih

Uraian Penerimaan (Output)

Biaya Input

Keuntungan

Tradable Non Tradable

Harga Privat A B C D

Harga Sosial E F G H


(40)

Berdasarkan pada Tabel 10 dapat di peroeh sebagai berikut.

Analisis Keuntungan

a. Private Provitability yaitu D = A - (B+C)

Private Provitability (D) atau keuntungan privat diperoleh dari hasil pengurangan nilai penerimaan (A) dengan harga privat input tradable (B) dan non tradable (C). Dengan kriteria, jika keuntungan Privat , PP > 0 Maka sistem produksi kopi Arabika memperoleh profit diatas normal yang artinya usahatani tersebut layak untuk diteruskan. Sebaliknya jika PP < 0 berarti usahatani tersebut mengalami kerugian dan jika PP= 0 berarti jangka pendek usahatani dapat diteruskan namun tidak dapat dilakukan ekspansi untuk jangka panjang.

b. Social Profitability yaitu H = E – (F+G)

Social Profitability (H) atau keuntungan sosial diperoleh dari hasil pengurangan nilai penerimaan (E) dengan harga sosial input tradable (F) dan non tradable (G). Dengan kriteria, jika SP > 0 maka sistem produksi kopi Arabika telah berjalan secara efisien dan memiliki keunggulan komparatif, sehingga layak untuk dikembangkan. Semakin tinggi nilai SP semakin tinggi pula nilai komparatif dari sistem produksi kopi tersebut. Sebaliknya jika SP < 0 maka sistem produksi kopi tidak mampu hidup tanpa bantuan.

Efisiensi Finansial dan Efisiensi Ekonomi a. Private Cost Ratio yaitu PCR = C/(A-B)


(41)

(ratio) nilai biaya privat input non tradable (C) dengan selisih penerimaan (A) dengan biaya privat input tradable (B). Nilai PCR menunjukkan berapa banyak sistem produksi kopi Arabika dapat menghasilkan untuk membayar faktor domestik yang digunakan dan tetap dalam kondisi kompetitif (break event). Sehingga keuntungan maksimal akan diperoleh jika sistem produksi kopi Arabika mampu meminimumkan nilai PCR. Dengan kriteria, jika PCR < 1 dan makin kecil maka sistem komoditi tersebut mampu membiayai faktor domestiknya pada harga privat dan kemampuannya tersebut meningkat. Nilai PCR merupakan indikator dari keunggulan kompetitif suatu komoditi.

b. Domestic Resource Cost Ratio yaitu DRC = G/(E-F)

Domestic Resource Cost Ratio (DRC) atau keuntungan sosial diperoleh dari hasil pembagian (ratio) nilai biaya sosial input non tradable (G) dengan selisih penerimaan (E) dengan biaya sosial input tradable (F). Dengan kriteria, jika DRC < 1 maka sistem komoditi dinilai tidak mampu bertahan tanpa bantuan pemerintah. Sehingga lebih baik melakukan impor kopi dibandingkan harus menanam kopi sendiri. Sebaliknya jika DRC < 1 maka sistem komoditi semakin efisien dan memiliki daya saing di pasar dunia sehingga dinilai memiliki peluang ekspor yang makin besar.

Dampak Kebijakan Pemerintah a. Kebijakan Output

- Output Transfer, I= A-E

Output Transfer atau transfer output (I) diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan output pada harga privat (A) dengan penerimaan output pada harga


(42)

sosial (E). Dengan kriteria, jika nilai OT > 0, menunjukkan besarnya transfer dari konsumen kepada produsen. Artinya produsen menerima harga jual yang lebih tinggi dari harga yang seharusnya. Sehingga konsumen dirugikan dan sebaliknya jika OT < 0 menunjukkan konsumen menerima insentif dari produsen, dan dalam hal ini petani dirugikan.

- Nominal Protection Coefficient on Tradable Output : NPCO = A/E

Nominal Protection Coefficient on Tradable Output atau koefisien proteksi output nominal (NPCO) diperoleh dari hasil pembagian antara penerimaan output pada harga privat (A) dengan penerimaan output pada harga sosial (E). Dengan kriteria, jika nilai NPCO > 1 maka petani kopi menerima subsidi atas output dari pemerintah dan jika NPCO < 1 maka terjadi pengurangan penerimaan petani akibat kebijakan output seperti adanya pajak.

b. Kebijakan Input

- Input Transfer, J = B-F

Input Transfer atau transfer input (J) diperoleh dari hasil pengurangan antara biaya privat input tradable (B) dengan antara biaya sosial input tradable (F). Dengan kriteria, jika IT > 0 maka harga sosial input tradable yang lebih rendah, misalnya terdapat pajak atau tarif impor atas input tersebut akibatnya petani kopi Arabika harus membayar lebih mahal sebaliknya jika IT < 0 menunjukkan adanya subsidi pemerintah terhadap input tradable tersebut sehingga petani tidak membayar secara penuh biaya sosial yang seharusnya dibayarkan.

- Nominal Protection Coefficient on Tradable Input, NPCI = B/F


(43)

nominal (NPCI) diperoleh dari hasil pembagian antara biaya privat input tradable (B) dengan antara biaya sosial input tradable (F). Dengan kriteria, jika NPCI > 1 maka pemerintah menaikkan harga input asing dipasar domestik diatas harga efisiensinya (harga dunia). Akibatnya biaya produksi menjadi lebih tinggi dari yang seharusnya. Sebaliknya jika NPCI < 1 maka petani menerima subsidi atas input tradable, sehingga petani dapat membeli input tradable dengan harga yang lebih rendah.

- Factor Transfer, K = C-G

Factor Transfer atau transfer faktor (K) diperoleh dari hasil pengurangan antara Biaya privat input non tradable (C) dengan antara Biaya sosial input non tradable (G). Dengan kriteria, jika FT < 0 berarti ada kebijakan pemerintah yang melindungi produsen input domestik dengan pemberian subsidi.

c. Kebijaksanaan Input-Output

- Effective Protection Cofficient, EPC = (A-B)/(E-F)

Effective Protection Cofficient atau koefisien proteksi efektif (EPC) diperoleh dari hasil pembagian antara penerimaan pada harga privat (A) dikurangi biaya privat input tradable (B) dengan penerimaan pada harga sosial (E) dikurangi biaya sosial input tradable (F). Dengan kriteria, jika EPC > 1 berarti dampak kebijakan pemerintah memberikan dukungan terhadap aktivitas produksi dalam negeri. Sebaliknya jika EPC < 1 berarti kebijakan tersebut tidak berjalan secara efektif.

- Net Transfer, L = D-H


(44)

keuntungan pada harga private (D) dengan keuntungan pada harga sosial (H). Dengan kriteria, jika nilai NT > 0 menunjukkan terdapat tambahan surplus produsen yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah yang diterapkan pada input dan output.

- Profitability Coeffisien, PC = D/H

Profitability Coeffisiens atau koefisien keuntungan (L) diperoleh dari hasil pembagian antara keuntungan pada harga privat (D) dengan keuntungan pada harga sosial (H). Dengan kriteria, jika nilai PC > 1 maka secara keseluruhan kebijakan pemerintah memberikan insentif kepada produsen sebaliknya jika PC < 1 maka kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima produsen atau petani lebih kecil dibandingkan tanpa ada kebijakan.

- Subsidy Ratio to Producer, SRP = L/E

Subsidy Ratio to Producer atau rasio subsidi bagi produsen (SRP) diperoleh dari hasil pembagian antara keuntungan pada harga privat (D) dikurangi keuntungan pada harga sosial (H) dengan penerimaan output pada harga privat (E).Dengan kriteria, jika SRP < 1 menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen atau petani kopi mengeluarkan biaya produksi lebih besar dari biaya sosialnya.

3.5 Definisi dan Batasan Operasional Definisi

1. Kopi Arabika adalah kopi yang dibudidayakan oleh petani rakyat di Kabupaten Tapanuli Utara.


(45)

2. Produksi adalah hasil panen dari tanaman menghasilkan kopi Arabika yang dijual yaitu berupa biji kopi dalam satuan kg.

3. Harga Input adalah harga input produksi usahatani kopi Arabika yang di ukur dari harga privat maupun harga sosialnya dalam satuan Rupah.

4. Harga Output adalah harga biji kopi Arabika yang di ukur dari harga privat maupun harga sosialnya dalam satuan Rupah.

5. Usahatani adalah suatu kegiatan untuk memproduksi biji kopi Arabika yang dilakukan oleh petani rakyat di desa Bahal Batu III.

6. Keunggulan Kompetitif adalah pengukur daya saing usaha tani yang dihitung atas harga pasar dan nilai uang resmi yang berlaku pada saat itu.

7. Keunggulan Komparatif adalah pengukur daya saing usaha tani yang dihitung atas harga bayangan atau harga sosial di suatu negara.

8. Kebijakan Pemerintah adalah bentuk intervensi ekonominya kebijakan pertanian berupa penentuan harga, subsidi maupun pajak

9. Policy Analysis Matrix adalah suatu alat analisis yang digunakan untuk mengkaji dampak kebijakan harga dan kebijakan investasi pertanian

Batasan Operasional

1. Daerah penelitian di Desa Bahal Batu III Kecamatan Siborong-Borong Kabupaten Tapanuli Utara.

2. Sampel penelitian adalah Petani rakyat yang mengusahakan tanaman kopi Arabika yang telah menghasilkan (TM) di Desa Bahal Batu III Kecamatan Siborong-borong Kabupaten Tapanuli Utara.


(46)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK

PETANI SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Desa Bahal Batu III merupakan salah satu dari 21 (dua puluh satu) desa yang ada di kecamatan Siborong-borong kabupaten Tapanuli Utara. Desa ini merupakan salah satu desa yang memngusahakan tanaman kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara. Desa ini mempuyai luas wilayah ± 14,40 km2, yang terdiri dari: pemukiman seluas 10 ha, tanah sawah seluas 104 ha, tanah kering seluas 1.233 ha dan lainnya seluasnya 93 ha. Desa Bahal Batu III terdiri dari 7 dusun.

Desa ini terletak pada ketinggian 1190 m di atas pemukaan laut dengan suhu udara rata-rata 220C s/d 300C. Jarak antara desa dengan kantor camat kecamatan Siborong-borong yaitu ± 8 km.

Wilayah desa Bahal Batu III kecamatan Siborong-borong kabupaten Tapanuli Utara memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:

• Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Paniaran • Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pagar Sinondi • Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bahal Batu 1 • Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Paniaran

Luas wilayah desa Bahal Batu III adalah 1440 ha dengan pola penggunaan tanah, untuk sawah seluas 104 ha, lahan kering seluas 1233 ha, bangunan seluas 10 ha dan penggunaan lainnya seluas 93 ha.


(47)

Keadaan Penduduk

Desa Bahal Batu III memiliki jumlah penduduk sebanyak 1769 jiwa pada tahun 2011. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Desa Bahal Batu III Tahun 2011

No Jenis Kelamin Jumlah (Jiwa) Persentase (%)

1 Laki-laki 868 49,07

2 Perempuan 901 50,93

Total 1769 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Bahal Batu III, 2012

Diketahui jumlah penduduk yang dominan di Desa Bahal Batu III adalah berjenis kelamin perempuan yakni sebanyak 901 jiwa atau sekitar 50,93% dari keseluruhan jumlah penduduk. Suku bangsa yang mendominasi kabupaten ini adalah suku Batak.

Sarana dan Prasarana

Sarana dan prasarana desa akan mempengaruhi perkembangan dan kemajuan masyarakat suatu desa. Semakin baik fasilitas sarana dan prasarana yang mendukung maka akan mempercepat laju kemajuan desa tersebut. Untuk mengetahui lebih jelasnya fasilitas sarana dan prasarana yang ada di Bahal Batu III dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.


(48)

Tabel 12. Sarana dan Prasarana di Desa Bahal Batu III Tahun 2012 No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Poskesdes/Polindes 1

2 SD 2

3 Posyandu 2

4 Kedai 15

5 Usaha Industri 3

Sumber : Kantor Kepala Desa Desa Bahal Batu III, 2012

Berdasarkan Tabel 12 dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana di desa Bahal Batu III dapat dikatakan memadai mulai dari sarana pendidikan, kesehatan, dan sarana umum lainnya.

Desa Bahal Batu III memiliki potensi dalam membudidaya tanaman kopi Arabika yang dapat diperlihatkan sebagai berikut.

1 Sumber Daya Alam

Tabel 13. Potensi Sumber Daya Alam Desa Bahal Batu III

Karakteristik Umum Desa Bahal Batu III

Ketinggian Tempat 700-1700 mdpl 1190

Curah Hujan 2000- 4500 mm 2474-4207 mm

Hari Hujan 180 hari 198-239 hari

Iklim Kering – sedang Iklim sedang

Suhu 20-25 0C 22-300 C

Berdasarkan Tabel 13 Keadaan sumber daya alam untuk kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara cukup baik sehingga usaha tani kopi Arabika cocok untuk dibudidayakan di daerah tersebut.


(49)

2. Harga input produksi kopi arabika di kabupaten Tapanuli Utara cukup murah karena terdapat subsidi pupuk untuk tanaman kopi Arabika oleh kabupaten Tapanuli Utara sehingga biaya produksi dapat diminimalkan secara efisien dan efektif.

3. Peralatan yang digunakan dalam pembudidayaan kopi Arabika sangat praktis seperti cangkul, ember, kaleng, pisau dan mesin babat dan dapat di beli di pasar setempat dan tidak mengeluarkan biaya yang cukup besar.

4. Biaya transportasi. Petani tidak mengeluarkan biaya transportasi dalam keadaan menjual biji kopi Arabika ke pedagang pengumpul, karena pembeli berada di dekat sekitar rumah petani. Desa Bahal Batu III ini memiliki 5 tempat pedagang pengumpul yang tersebar disetiap dusun.

4.2 Karakteristik Petani Sampel

Petani sampel pada penelitian ini adalah petani yang membudidayakan kopi Arabika. Berikut ini jumlah petani berdasarkan umur dapat diperlihatkan pada Tabel 14.

Tabel 14. Jumlah Petani Berdasarkan Umur No Umur Jumlah

Petani

%

1 20-30 6 6,17

2 31-40 20 24,69

3 41-50 26 32,09

4 >50 30 37,03

Total 82 100

Sumber : Lampiran 3 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 14 dapat dilihat bahwa petani yang membudidayakan kopi Arabika paling besar yaitu pada umur >50 Tahun yaitu sebesar 37,03% sedangkan


(50)

yang paling kecil yaitu pada umur 20-30 tahun yaitu sebesar 6,17 %. Berikut ini jumlah petani jika dilihat dari tingkat pendidikan dapat diperlihatkan pada Tabel 15.

Tabel 15. Jumlah Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan

No Tingkat Jumlah Petani %

1 SD 28 32,1

2 SMP 31 38,3

3 SMA 24 29,6

Total 82 100

Sumber : Lampiran 3 (Diolah)

Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa tingkat pendidikan petani paling besar yaitu pada tingkat SMP sebesar 38,3% sehingga dalam pembudidayaan masih cukup rendah sedangkan yang paling kecil yaitu pada tingkat SMA yaitusebesar 29,6%.

Berikut ini jumlah petani jika dilihat dari jumlah tanggungan dapat diperlihatkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Jumlah Petani Berdasarkan Jumlah Tanggungan No Tanggungan Jumlah

Tanggungan Persentase (%)

1 1-2 15 18,29

2 3-5 51 62,19

3 > 5 16 19,52

Total 82 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Bahal batu III, 2012

Berdasarkan Tabel 16 dapat dilihat bahwa jumlah tanggungan paling besar yaitu pada range 3-5 orang yaitu sebanyak 51 orang dan yang paling sedikit terdapat


(51)

pada range 1-2 orang yaitu sebanyak 15 orang. Jumlah tanggungan tersebut dapat mempengaruhi tingkat partisipasi petani karena semakin banyak jumlah tanggungan maka akan semakin meningkat kebutuhan keluarga yang harus dipenuhi.

Pada Lampiran 3, terlihat bahwa rata-rata luas lahan kopi Arabika yang telah menghasilkan adalah seluas 0,24 ha dengan rata-rata jumlah pohon sebanyak 487 pohon, dimana status lahan umumnya milik pribadi dan sumber modal untuk mengelola usahatani kopi Arabika ini umumnya modal pribadin dan produksi umumnya dipasarkan ke pedagang pengumpul yang ada di desa Bahal Batu III.


(52)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indikator kinerja usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara antara lain ditinjau dari perkembangan volume produksi, luas areal, produktivitas dan harga jual kopi.

5.1 Perkembangan Volume Produksi Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

Perkembangan volume produksi kopi Arabika pada periode 2007-2012 berfluktuasi dari tahun ketahun namun cenderung meningkat. Hal ini diperlihatkan pada Gambar 2 berikut.

Sumber :Dinas Perkebunan KabupatenTapanuli Utara (Diolah) 2013

Gambar 2. Grafik Perkembangan Produksi kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

Perkembangan produksi kopi Arabika dijelaskan melalui persamaan regresi yang diperoleh, yakni Y= 265,5X-52395 (Gambar 2). Persamaan ini memberikan arti bahwa volume produksi kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara cenderung

y = 265,5x - 523956 R² = 0,8831

8.800,00 9.000,00 9.200,00 9.400,00 9.600,00 9.800,00 10.000,00 10.200,00 10.400,00

2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

pr

o

duks

i

tahun

Produksi


(53)

meningkat rata-rata sebesar 265,5 ton setiap tahun, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 2,58 % per tahun.

5.2 Perkembangan Luas Areal dan Produktivitas Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

Perkembangan luas areal kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara pada periode 2007-2012 meningkat setiap tahunnya sebagaimana terlihat pada Gambar 3 berikut.

Sumber :Dinas Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara (Diolah) 2013

Gambar 3. Grafik Perkembangan luas areal kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

Perkembangan luas areal kopi Arabika dijelaskan melalui persamaan regresi yang diperoleh, yakni Y= 236,1x - 46541 (Gambar 3). Persamaan ini memberikan arti bahwa luas areal kopi Arabika cenderung meningkat rata-rata sebesar 236,1 ha/tahun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 2,26% per tahun.

Sama halnya dengan luas areal, produktivitas kopi Arabika juga cenderung meningkat dari tahun ke tahun seperti diperlihatkan pada Tabel 16 berikut.

y = 236,1x - 465419 R² = 0,8942

8.200,00 8.400,00 8.600,00 8.800,00 9.000,00 9.200,00 9.400,00 9.600,00 9.800,00

2006 2008 2010 2012 2014

Lu

a

s Ar

e

a

l

Tahun

Luas Areal (Ha)

Luas Areal (Ha) Linear (Luas Areal (Ha))


(54)

Tabel 17. Perkembangan Produktivitas Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

Tahun Produksi (Ton) Luas Areal (Ha) Produktivitas (Ton/ha)

2007 9.057,07 8.554,23 1,06

2008 9.225,36 8.623,25 1,07

2009 9.130,34 8.661,50 1,05

2010 9.594,77 9.272,75 1,03

2011 10.142,39 9.512,75 1,07

2012 10.272,48 9551,00 1,08

Rata-rata 9.570,40 9.029,25 1,06

Sumber :Dinas Perkebunan KabupatenTapanuli Utara (Diolah) 2013

Rata-rata produktivitas kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara selama periode 2007-2012 adalah sebesar 1,06 ton/ha/tahun. Produktivitas ini meningkat dari tahun ke tahun rata-rata sebesar 0.002 ton/ha/tahun, atau sebesar 2 kg/ha/tahun. Peningkatan produktivitas ini tergolong kecil (sedikit).

Namun jika produktivitas kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara ini dibandingkan dengan produktivitas kopi Arabika di kabupaten Aceh Tengah yang merupakan produsen kopi Arabika terbesar di Nanggro Aceh Darussalam yaitu sebesar 0,56 ton/ha/tahun, serta standar produktivitas kopi Arabika di Pusat Penelitian Ditjen Perkebunan yaitu sebesar 1-2 ton/ha/tahun, maka produktivitas kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara dapat dikatakan sudah relatif tinggi atau memenuhi standar produktivitas, walaupun belum mencapai angka maksimum.

Dari informasi perkembangan luas areal dan produktvitas kopi ini dapat disimpulkan bahwa, adanya peningkatan volume produksi kopi di kabupaten Tapanuli Utara semata-mata disebabkan oleh adanya perluasan areal tanaman kopi yang demikian berkembang, bukan dikarenakan oleh peningkatan produktivitas.


(55)

5.3 Perkembangan Harga Jual Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara Harga jual merupakan salah satu faktor yang menentukan keberlangsungan usahatani kopi. Perkembangan harga jual kopi Arabika selama periode lima tahun cenderung meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 5 berikut.

Sumber :Dinas Perkebunan Kabupaten Tapanuli Utara (Diolah) 2013

Gambar 5. Perkembangan Harga Rata-Rata Kopi Arabika per Tahun di Kabupaten Tapanuli Utara

Rata-rata harga kopi Arabika selama periode 2007-2012 sebesar Rp. 21.815,93/kg dengan harga tertinggi terjadi pada tahun 2010 sebesar Rp. 22.943/kg dan terendah pada tahun 2007 sebesar Rp 18.656,50/kg. Selama periode 2007-2012 harga cenderung meningkat sebesar Rp.852,6,-/kg/tahun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 4,38% per kg per tahun (Lampiran 2).

Jika dibandingkan harga rata-rata kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara dengan harga rata-rata kopi Arabika di Sumatera Utara dalam periode yang sama

y = 852,65x - 2E+06 R² = 0,8083

0,00 5.000,00 10.000,00 15.000,00 20.000,00 25.000,00 30.000,00

2006 2008 2010 2012 2014

H

ar

ga

Tahun

*Tapanuli Utara Linear (*Tapanuli Utara)


(56)

yakni sebesar Rp. 34.705,49/kg serta harga ekspor sebesar Rp.39.808,64/kg maka harga kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara tergolong sangat rendah. Oleh karena itu harga jual kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki nilai daya saing di pasar domestik dan internasional.

5.4 Daya Saing Usahatani Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

Setelah melihat volume produksi, luas areal, produktivitas serta harga jual kopi maka dilakukan uji daya saing usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara dengan menggunakan model Analysis Policy Matrix dengan bantuan Microsoft Excell. Sebelum melakukan analisis daya saing, terlebih dahulu dilakukan analisis usahatani kemudian dilanjutkan dengan membandingkan harga aktual dan harga sosialnya agar diketahui apakah usahatani tersebut memiliki nilai daya saing atau tidak.

Daya saing usaha tani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara diketahui dari hasil tabulasi tabel Policy Analiysis Matrix(PAM) yang menjelaskan hasil analisis keuntungan, efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi yang diperlihatkan pada Tabel 18.


(57)

Tabel 18. Policy Analysis Matrix (PAM) usahatani Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara (Desa Bahal Batu III)

Uraian Penerimaan Output

Biaya

Keuntungan Input Tradable Non

Tradable Harga Privat (A) 31.560.000 (B) 870.400 (C) 26.324.396 (D) 4.365.204 Harga Sosial (E) 79.192.814 (F) 1.932.740,25 (G) 26.555.096 (H) 50.704.978 Efek Divergensi (I) (47.632.814) (J) (1.062.340,25) (K) (230.700) (L) (46.339.774) Sumber : Lampiran 11,12,13,14 (Diolah)

Input tradable dalam hal ini ialah biaya pupuk anorganik seperti urea, TSP/SP-36 dan KCL sedangkan Non Tradable adalah biaya bibit, pupuk organik, peralatan, modal kerja, tenaga kerja, PBB dan dari hasil penelitian petani tidak mengeluarkan biaya pestisida.

5.4.1 Analisis Keuntungan

Keuntungan dalam hal ini ditinjau dari Private Provitability dan Social Profitability

c. Private Provitability yaitu D = A- (B+C)

Private Provitability (D) atau keuntungan privat diperoleh dari hasil pengurangan nilai penerimaan (A) dengan harga privat input tradable (B) dan non tradable (C). Dari tabel 16 dapat diketahui Private Provitability sebesar Rp. 4.365.204 yang diperoleh dengan menggunakan harga aktual atau harga pasar di tingkat petani. Dengan mengacu pada kriteria privat profitability > 0, memberikan arti bahwa usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memperoleh profit diatas normal yang artinya usahatani kopi tersebut layak untuk diusahakan.


(58)

Dengan perkataan lain, dari sisi tinjauan privat profitability, maka usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki nilai daya saing.

d. Social Profitability yaitu H = E – (F+G)

Social Profitability (H) atau keuntungan sosial diperoleh dari hasil pengurangan nilai penerimaan (E) dengan harga sosial input tradable (F) dan non tradable (G). Nilai Social Profitability diperoleh sebesar Rp.50.704.978 dengan menggunakan harga sosial.

Dengan mengacu pada kriteria social profitability > 0, memberikan arti bahwa usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara telah berjalan secara efisien dan memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage), sehingga layak untuk dikembangkan.

5.4.2 Efisiensi Finansial dan Efisiensi Ekonomi

Efisiensi Finansial dan Efisiensi Ekonomi Usahatani Kopi di kabupaten Tapanuli Utara dalam hal ini ditinjau dari sisi Private Cost Ratio dan Domestic Resource Cost Ratio.

c. Private Cost Ratio yaitu PCR = C/(A-B)

Private Cost Ratio (PCR) atau keuntungan privat diperoleh dari hasil pembagian (ratio) nilai biaya privat input non tradable (C) dengan selisih penerimaan (A) dengan biaya privat input tradable (B). Nilai Private Cost Ratio diperoleh sebesar 0,61. Dengan mengacu pada kriteria private cost ratio < 1, memberikan arti bahwa usahatani kopi Arabika secara finansial mampu membiayai input non tradable pada harga privat. Adanya kemampuan ini, menjelaskan bahwa


(59)

usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki keunggulan kompetitif (competitive advantage).

d. Domestic Resource Cost Ratio yaitu DRC = G/(E-F)

Domestic Resource Cost Ratio (DRC) atau keuntungan sosial diperoleh dari hasil pembagian (ratio) nilai biaya sosial input non tradable (G) dengan selisih penerimaan (E) dengan biaya sosial input tradable (F). Nilai Domestic Resource Cost Ratio diperoleh sebesar 0,25. Dengan mengacu pada kriteria Domestic Resource Cost Ratio < 1, memberikan arti bahwa usahatani kopi Arabika mampu membiayai input non tradable pada harga sosial. Artinya usahatani kopi ini secara ekonomi sudah efisien. Oleh karena itu usahatani kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki keunggulan komparatif (comparative advantage) di pasar internasional dan memiliki peluang untuk diekspor, sehingga dapat dsimpulkan bahwa kopi Arabika di kabupaten Tapanuli Utara memiliki daya saing.

Sebagai kesimpulan dapat dijelaskan bahwa jika ditinjau dari sisi analisis keuntungan (private profitability dan social provitability) serta dari hasil efisiensi finansial dan efisiensi ekonomi maka diketahui bahwa usahatani kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara memiliki daya saing baik dari sisi keunggulan kompetitif maupun komparatif sehingga usahatani kopi ini layak untuk dikembangkan.


(60)

5.5Dampak Kebijakan Pemerintah Pada harga input-output Terhadap Usahatani Kopi Arabika di Kabupaten Tapanuli Utara

Dampak kebijakan pemerintah terhadap harga input-output usahatani kopi Arabika diperlihatkan oleh nilai efek divergensi. Nilai efek divergensi diperoleh dari hasil tabulasi Policy Anaylisis Matrix (PAM) yang menjelaskan seberapa besar dampak kebijakan output, input dan input-output yang menyebabkan harga privat berbeda dengan harga sosial. Berikut ini diuraikan dampak kebijakan terhadap output, input dan output.

5.5.1 Kebijakan Output

Dampak kebijakan pemerintah pada ouput dalam hal ini ditinjau dari sisi Output Transfer, Nominal Protection Coefficient on Tradable Output.

- Output Transfer, I = A-E

Output Transfer atau transfer output (I) atau transfer output diperoleh dari hasil pengurangan antara penerimaan output pada harga privat (A) dengan penerimaan output pada harga sosial (E). Nilai Output Transfer diperoleh sebesar Rp.-47.632.814. Dengan mengacu pada kriteria Output Transfer < 0, memberikan arti bahwa produsen menerima harga jual yang lebih rendah dari harga sosialnya, artinya petani dirugikan pada harga privat.

- Nominal Protection Coefficient on Tradable Output, NPCO= A/E

Nominal Protection Coefficient on Tradable Output atau koefisien proteksi output nominal (NPCO) diperoleh dari hasil pembagian antara penerimaan output pada harga privat (A) dengan penerimaan output pada harga sosial (E). Nilai Nominal Protection Coefficient on Tradable Output diperoleh sebesar


(61)

0,398. Dengan mengacu pada kriteria Nominal Protection Coefficient on Tradable Output < 1, memberikan arti bahwa terjadi pengurangan penerimaan petani.

5.5.2 Kebijakan Input

Dampak kebijakan pemerintah terhadap input dapat ditinjau dari Input Transfer, Nominal Protection Coefficient on Tradable Input dan Factor Transfer.

a. Input Transfer, J = B-F

Input Transfer atau transfer input (J) diperoleh dari hasil pengurangan antara biaya privat input tradable (B) dengan antara biaya sosial input tradable (F). Nilai Input Transfer diperoleh sebesar Rp -1.062.340,25. Dengan mengacu pada kriteria Input Transfer < 0, memberikan arti bahwa terdapat kebijakan terhadap input tradable yaitu berupa subsidi sehingga petani tidak membayar secara penuh biaya sosial input tradable. Subsidi yang diberikan yaitu pada pupuk Urea, TSP dan KCL.

b. Nominal Protection Coefficient on Tradable Input, NPCI= B/F

Nominal Protection Coefficient on Tradable Input atau koefisien proteksi input nominal (NPCI) diperoleh dari hasil pembagian antara biaya privat input tradable (B) dengan antara biaya sosial input tradable (F). Nilai Nominal Protection Coefficient on Tradable Input diperoleh sebesar 0,45. Dengan mengacu pada kriteria Input Transfer < 1, memberikan arti bahwa petani menerima subsidi atas input tradable, sehingga petani dapat membeli input tradable dengan harga yang lebih rendah.


(1)

Lampiran 10. Perhitungan Harga Sosial Pupuk Anorganik di Kecamatan Siborong-borong

No. Keterangan Urea

1 FOB (US$/Ton) 1) 321,5

2 Freight and Insurance (US$/Ton)3 48,22

3 Harga CIF Indonesia (US$/Ton) 273,28 4 Nilai Tukar Bayangan (Rp/US$) 9.465,58 5 Harga CIF dalam mata uang domestik (Rp/Ton) 2.586.753,702

6 Harga CIF (Rp/Kg) 2.586,75

7 Transportasi dan Handling Eksportir (Rp/Kg)3) 258 8 Harga Paritas Impor tingkat Pedagang Besar

(Rp/Kg) 2844,75

9 Biaya distribusi ke Tingkat Petani (Rp/Kg)4) 3.128,75 11 Harga Paritas Ekspor tingkat Petani (Rp/Kg) 3.128,75

Sumber :

1) World Bank, Commodity Price Data (2012)

2) 10% dari harga FOB untuk barang yang berasal dari Asia Non-Asean (Dirjen Pajak)

15% dari harga FOB untuk barang yang berasal dari Eropa, Amerika, dan Afrika (Dirjen Pajak)

3,4) Peraturan Menteri Pertanian No 01/Permentan/SR.130/1/2012


(2)

Lampiran 10. Perhitungan Harga Sosial Pupuk Anorganik di Kecamatan Siborong-borong (Sambungan)

No. Keterangan TSP KCL

1 FOB (US$/Ton)1) 408,0 392,5

2 Freight and Insurance (US$/Ton) 2) 61,2 65,29 3 Harga CIF Indonesia (US$/Ton) 469,2 457,79 4 Nilai Tukar Bayangan (Rp/US$) 9.465,58 9.465,58 5 Harga CIF dalam mata uang domestik

(Rp/Ton)

4.441.250,14 4.333.248

6 Harga CIF (Rp/Kg) 4.441 4.333

7 Transportasi dan Handling Eksportir

(Rp/Kg) 3) 441 433

8 Harga Paritas Impor tingkat Pedagang

Besar (Rp/Kg) 4.882 4.766

9 Biaya distribusi ke Tingkat Petani (Rp/Kg)4)

488 477

11 Harga Paritas Impor tingkat Petani (Rp/Kg) 5370 5253 Sumber Data :

1) World Bank, Commodity Price Data (2012)

(TSP, KCL,) World Bank, Commodity Price Data (2013)

TSP - Tunisian origin, granular, fob; previously US origin, f.o.b. US Gulf, KCL - Planter Chemical Fertilizer Industries Co., Ltd.

2) 10% dari harga FOB untuk barang yang berasal dari Asia Non-Asean (Dirjen Pajak)

15% dari harga FOB untuk barang yang berasal dari Eropa, Amerika, dan Afrika (Dirjen Pajak)


(3)

Lampiran 11. Harga Privat dan Harga Sosial Input-Output Kopi Arabika di Desa Bahal Batu III

INPUT Satuan Privat Sosial

INPUT TRADABLE Pupuk Anorganik

Urea Rp/Kg 1.800 3.128,75

TSP/SP-36 Rp/Kg 2.000 5370,00

KCL Rp/Kg 2.300 5253,00

Pestisida Rp/Kg

FAKTOR DOMESTIK

Bibit Rp/Unit 1.800 2.500

Pupuk Organik

Pupuk Kandang Rp/Kg 500 500

Peralatan

Cangkul Rp/Unit 50.000 50.000

Ember Rp/Unit 12.000 12.000

Kaleng Rp/Unit 25.000 25.000

Pisau Pengupas kulit kopi Rp/Unit 40.000 40.000

Mesin Babat Rp/Unit 600.000 600.000

Sewa Lahan Rp/Ha 5.000.000 5.000.000

Tenaga Kerja*

Pria Rp/HOK 50.000 50.000

Wanita Rp/HOK 50.000 50.000

OUTPUT

Kopi Arabika Rp/Kg 20.000 50.185,56

Catatan 1 HOK = 8 Jam


(4)

Lampiran 12. Tabel Input Output Komoditi Kopi Arabika Kecamatan Siborong-borong

INPUT Satuan Desa Bahal Batu

III

INPUT TRADABLE

Pupuk Anorganik

Urea Kg 195

TSP Kg 170

KCL Kg 78

FAKTOR DOMESTIK

Bibit Pohon 487

Pupuk Organik

Pupuk Kandang Kg 1947

Peralatan

Cangkul Unit 2,00 Ember Unit 2,00

Kaleng Unit 2,00

Pisau Unit 3,00

Mesin Babat Unit 1,00

Sewa Lahan Ha 0.24

Modal

Modal Kerja %

Tenaga Kerja*

Laki-Laki HKP 180

Perempuan HKP 115,2

OUTPUT


(5)

Lampiran 13. Harga Privat dan Harga Sosial usahatani Kopi Arabika di Desa Bahal Batu III Kecamatan Siborong-borong

INPUT Satuan Harga Privat Harga Sosial

INPUT TRADABLE

Pupuk Anorganik

Urea Rp 351.000 610.106,25

TSP/SP-36 Rp 340.000 912.900

KCL Rp 179.400 409.734

FAKTOR

DOMESTIK

Bibit Rp 876.600 876.600

Pupuk Organik

Pupuk Kandang Rp 937.500 1.168.200

Peralatan

Cangkul Rp 150.000 150.000 Ember Rp 30.000 30.000

Kaleng Rp 25.000 25.000

Pisau Pengupas kulit

kopi Rp 140.000 140.000

Mesin Babat Rp 600.000 600.000

Sewa Lahan Rp 1.200.000 1.200.000

Modal

Modal Kerja Rp - -

Tenaga Kerja*

Pria Rp 9.000.000 9.000.000

Wanita Rp 5.760.000 5.760.000

OUTPUT


(6)

Lampiran 14. Policy Analysis Matrix (PAM) Usahatani Kopi Arabika Desa Bahal Batu III

Uraian Penerimaan Output

Biaya

Keuntungan Input Tradable Non

tradable

Harga Privat

31.560.000

870.400 18.719.100

11.970.500 Harga Sosial 79.192.814

1.932.740,25 18.949.800

58.310.273,75 Efek

Divergensi (47.632.814) (1.062.340,25) (230.700) (46.339.774) Keunggulan Kompetitif

1. Keuntungan Privat (PP) 11.970.500

2. Rasio Biaya Privat (PCR) 0,61

Keunggulan Komparatif

1. Keuntungan Sosial (PS) 58.310.273,75

2. Rasio Biaya Sumberdaya Domestik (DRC) 0,25

Kebijakan Output

1. Transfer Output (TO) (47.632.814)

2. Koefisien Proteksi Output Nominal (NPCO) 0,398

Kebijakan Input

1. Transfer Input (TI)

(1.062.340,25)

2. Koefisien Proteksi Input Nominal (NPCI) 0,45

3. Transfer Faktor (TF)

(230.700) Kebijakan Input-Output

1. Koefisien Proteksi Efektif (EPC) 0,397

2. Transfer Bersih (TB)

(46.339.774)

3. Koefisien Keuntungan (PC) 0,205