Sinopsis Cerita Novel Salah Asuhan beserta tahap tahapnya

Sinopsis Cerita Novel Salah Asuhan
Judul buku

: Salah Asuhan

Nama pengarang

: Abdoel Moeis

Penerbit

: Balai Pustaka

Ketebalan

: 273 halaman

Ada seorang anak lelaki yang bernama Hanafi.Ia adalah seorang pribumi asli Melayu
yang berasal dari Solok,Sumatera Barat. Hanafi sudah ditinggal oleh ayahnya sejak ia masih
kecil. Sejak kecil dia tinggal bersama ibunya bernama Mariam, yang berusaha gigih untuk
memenuhi kelayakan hidup anaknya.

Ketika Hanafi sudah beranjak kanak-kanak.Ia dikirim oleh ibunya ke luar Sumatera
yaitu tepatnya ke Betawi untuk mengenyam pendidikan di HBS. Semua biaya pendidikan
Hanafi ditanggung oleh ibunya seorang diri.Selama ia sekolah di HBS, Hanafi dititipkan pada
keluarga Belanda.Sehingga dia selalu bergaul dengan kalangan Belanda.Ditambah lagi
setelah ia tamat di HBS, ia bekerja di kantor departemen residen BB tempanya orang-orng
Belanda.Jadi secara tidak langsung ia sudah mengikuti budaya orang-orang Eropa.khususnya
Belanda. Dari lingkungan itulah, dia benci dan tak ingin menjadi orang Timur atau orang
Bumiputera.Walaupun ia sendiri adalah orang Bumiputera.Akan tetapi, ia lebih suka
berkebangsaan Belanda,menjadi bagian orang-orang Eropa.
Pada saat dia sekolah di HBS, Hanafi bersahabat dengan seorang gadis Eropa yang
sama-sama menetap di Solok.Gadis tersebut bernama Corrie du Bussee. Corrie merupakan
gadis percampuran antara darah Eropa dari ayahnya Tuan du Bussee dan ibunya yang asli
orang Bumiputera. Ibu Corrie sudah meninggal sejak ia kecil,dan ia hanya tinggal bersama
ayahnya orang Prancis yang sudah pensiun dari jabatan arsitek.Di masa tua, ayah Corrie
hanya bertapa di rumahnya, tanpa bergaul dengan orang diluarnya,namun ayah Corrie tetap
memiliki budi luhur ketika hendak ada tamu di rumahnya.
Semakin hari tali persahabatan Hanafi dengan Corrie anaknya Tuan du Bussee
semakin terjalin erat.Ketika mereka sama-sama pulang ke Solok, mereka sering bersamasama hanya untuk bersenda gurau atau bersenang-senang.Namun rasa persahabatan dan
persaudaraan Hanafi kepada Corrie berubah menjadi rasa cinta selayaknya pemuda yang
jatuh hati pada seorang gadis yang berparas cantik,terpelajar,dan berdarah Eropa seperti

kriteria yang ia inginkan.Hanafi sering bertamu ke rumah Corrie, namun ayahnya tidak suka
jika sampai putri kesayangannya suka dan terlebih lagi menikah dengan seorang bumiputera
yang akan membawa kehinaan bagi anaknya orang Barat karena berhubungan dengan orang
Timur.
Semakin sering Corrie dan Hanafi bertemu, Hanafi semakin yakin bahwa perasaannya
pada Corrie adalah cinta.Hanafi tidak mampu lagi membendung rasa tersebut. Pada sebuah
pertemuan di rumah Hanafi,ia membulatkan keputusan untuk mengutarakan perasaannya
kepada Corrie, namun Corrie malah marah karena tanpa seizinnya, Hanafi berani melakukan
hal yang tidak sopan terhadapnya.Karena kemarahannya terhadap Hanafi, Corrie
memutuskan untuk meninggalkan Hanafi di Solok.Ia pun pergi ke Betawi melanjutkan
pendidikannya dengan meninggalkan sebuah surat perpisahan untuk Hanafi.

Setelah Hanafi ditinggal oleh Corrie, ia menjadi sakit-sakitan selama beberapa
minggu.Mariam sebagai seorang ibu yangmencemaskan anaknya.Ia berniat mencarikan
perempuan lain yang lebih baik dari Corrie.Gadis yang ingin dijodohkan ibunya dalah
Rapiah,seorang gadis Bumiputera Solok bak permata yang belum digosok.Akhirnya dengan
berbagai nasihat dari ibunya,Hanafi mau menikah dengan Rapiah dengan berbagai
syarat.Syarat yang diajukan Hanafi selalu berkenaan dengan tradisi minangkabau yang tak
perlu diikutsertakan dalam adat pernikahannya.
Dua tahun sudah Hanafi menjalani rumah tangganya dengan Sapiah.Ia memperoleh

anak yang diberi nama Syafei.Selama dua tahun,Hanafi selalu bertindak kekerasan dan
emosional terhadap ibunya,dia selalu menyalahkan ibunya terhadap pernikahan paksa
tersebut.Bahkan Hanafi juga membentak-bentak Ibunya, menghina ibunya, dan
memperlakukan ibunya sebagai orang lain.Sehingga ia menjadi anak yang durhaka terhadap
ibunya.Rapiah juga turut menjadi korban.Setiap harinya cucuran air mata selalu jatuh dari
pelupuk mata Rapiah.Ia sungguh diperlakukan dengan kekerasan, dihina, direndahkan, dan
selalu diperbandingkan dengan Corrie yang sempurna dalam segala hal.Sampai pada suatu
ketika,Hanafi pergi meninggalkan ibunya, istrinya serta anaknya selama dua minggu.Hanafi
pergi ke Betawi untuk berobat karena digigit oleh anjing gila ketika ia berdebat dengan
ibunya.
Selama dua minggu di Betawi,ia bertemu dengan Corrie di persimpangan jalan.Ia
mendapati Corrie yang masam mukanya dan sedang dilanda duka.Corrie menceritakan
dukanya tentang kepergiannya ayahnya.Saat itu, Hanafi memanfaatkan kesempatan untuk
bersenang-senang dengan Corrie.Setelah hubungan mereka terjalin akrab lagi,Hanafi dan
Corrie bersepakat untuk menikah.Corrie pun mau,karena ia tidak mau terikat di asrama,
ayahnya pun sudah tidak ada lagi, jadi dia butuh seseorang untuk menjaganya.
Di sisi lain, Rapiah selalu setia menunggu suaminya mengirim surat untuk sekedar
memberi kabar atau pulang dari Betawi.Namun setelah sekian hari menunggu, secara terangterangan Hanafi mengirim surat perceraian untuk Rapiah.Dengan berat hati,Rapiah harus
menerima itu semua dengan lapang dada.Ibu Hanafi juga merasa sedih karena kelakuan
anaknya yang durhaka dan tidak punya perasaan.Mereka akhirnya memutuskan untuk pindah

dari Solok ke Koto Anau.
Setelah dua tahun Hanafi dan Corrie menjalani hidup bersama.Ternyata mereka
menjalani rumah tangga yang tidak harmonis dan penuh pertengkaran.Tiap harinya Corrie
mendapat perlakuan yang kasar dari Hanafi.Hanafi selalu memarahi dan menyalahkan Corrie
istrinya.Akhirnya mereka bercerai karena kesalahpahaman Hanafi yang tak terbukti.Hanafi
menutup Corrie berselingkuh karena didapatinya Corrie memakai perhiasaan baru.Corrie
pergi meninggalkan rumah mereka dan tinggal di tempat penginapan.Namun setelah Corrie
pergi meninggalkan rumah, Hanafi sadar akan kesalahannya dan mencari tahu keberadaan
Corrie.Namun Corrie pergi dan bekerja pada sebuah tempat Yatin Piatu di Semarang.Ia
dibawa oleh Nyonya Van Dammen ke Semarang untuk menghindar dari Hanafi.
Hanafi terus mencari-cari Corrie dan selama itulah hidup Hanafi menderita karena
juga dia berhenti dari pekerjaannya.Akhirnya Hanafi menemukan Corrie di Semarang.Disana
dia mendapat berita dari Nyonya Van Dammen, bahwa Corrie menderita Kolera dan hidupnya
tidak lama lagi.Dengan segera, Hanafi bergegas untuk bertemu Corrie di rumah sakit, dan
pada hari itulah Corrie meninggalkan Hanafi untuk selama-lamanya.
Hidup Hanafi bertambah menderita sepeninggalan Corrie.Hanafi kemudian insaf, ia
sadar bahwa semua yang dilakukan terhadap kedua istrinya salah.Dia sadar akan kelakuannya
yang lewat batas dan tak mampu membina rumah tangga yang harmonis dengan isteri-isteri
yang baik seperti mereka. Setelah itu, Hanafi pulang ke Sumatera Barat karena rindu dengan


ibunya, Rapiah, dan anaknya Syafei.Dia juga ingin meminta maaf atas semua
kesalahannya,terutama dengan ibunya.Ia telah durhaka dengan Ibunya.Dia tahu bahwa dia
tidak akan diterima oleh masyarakat setempat,karena kelakuannya dahulu yang seperti orang
Belanda yang tidak sopan dan emosional.Namun disana dia bertemu dengan Ibu, Rapiah, dan
Anaknya.Dia meminta maaf kepada Ibunya atas segala dosa.Dengan lapang dada, Ibu Hanafi
memaafkan semua kesalahan Hanafi.Di Solok,Hanafi juga sempat berkunjung ke tempat
yang penuh kenangan ketika bersama Corrie dulu.Namun Hanafi dan Ibunya tidak tinggal
lagi di Solok,melainkan mereka tinggal di Koto Anau.Di Koto Anau, Hanafi selalu
mengurung diri di kamar sampai pada suatu ketika dia minum empat butir sublimat, untuk
mengakhiri hidupya yang tiada guna itu.Jiwa Hanafi pun melayang seketika pada saat itu.
B.Unsur-Unsur Intrinsik dalam Novel Salah Asuhan
1. Tema
Novel Salah Asuhan bertema tentang :
1. Anak yang durhaka kepada Ibu.
2. Pertentangan antara budaya Barat dengan budaya Timur.
3. Pribumi Indonesia yang kebarat-baratan.
4. Pribumi Indonesia yang tidak suka budayanya sendiri.
5. Lelaki yang keras dan emosional.
6. Kecintaan pemuda indonesi terdapat gadis Eropa
2.3 Unsur intrinsik “Salah Asuhan”

Unsur-unsur intrinsik adalah unsur-unsur pembangun karya sastra yang dapat
ditemukan di dalam teks karya sastra itu sendiri. Sedangkan yang dimaksud analisis intrinsik
adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdasarkan informasi-informasi yang dapat
ditemukan di dalam karya sastra atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Hal ini
didasarkan pada pandangan bahwa suatu karya sastra menciptakan dunianya sendiri yang
berberda dari dunia nyata. Segala sesuatu yang terdapat dalam dunia karya sastra merupakan
fiksi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata. Karena menciptakan dunianya sendiri,
karya sastra tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang ada atau secara eksplisit tertulis
dalam teks tersebut. Pada umumnya para ahli sependapat bahwa unsur intrinsik terdiri dari:
a. Tema
Tema merupakan sesuatu yang menjadi dasar cerita atau ide dan tujuan utama cerita.
Tema biasanya selalu berkaitan dengan pengalaman-pengalaman kehidupan sosial, cinta,
ideologi, maut, religius dan sebagainya. Dalam sebuah cerita tema tidak disebutkan secara
langsung tetapi melalui pemahaman dari isi cerita kita dapat menyimpulkan sebuah tema
yang terdapat dalam cerita. Tema yang disajikan dalam roman ini adalah benturan budaya
Barat dan Timur yang dikemas dalam permasalahan kawin campur.

b.

Latar/Setting

Latar /setting dalam sebuah karya sastra adalah keterangan mengenai waktu, ruang
dan suasana terjadinya lakuan (Zaidan: 2007). Latar waktu dalam roman Salah Asuhan ini
adalah pada saat zaman colonial Belanda dimana suasananya adalah kesenjangan budaya dan
derajat bangsa yang menjajah dan yang dijajah.

1. Solok : tempat tinggaln Hanafi bersama ibu dan istrinya, Rafiah.
2. Betawi : HBS tempat Corrie melanjutkan sekolah setelah tamat belajar dari sekolah rendah
(h. 11)
3. Koto Anau : kampungnya Hanafi (h. 24)
4. Bonjol : tempat tinggal keluarga Rafiah (h. 77)
5. Semarang : Rumah Sakit Paderi tempat Hanafi dirawat karena sakit (h. 232)
6. Gang pasar baru jalan Gunung Sari, Jembatan Merah, Jakarta: tempat bertemunya kembali
antara Corrie dengan Hanafi (h. 109).
c. Alur
Alur merupakan tahapah-tahapan peristiwa yang dihadirkan oleh para pelaku dalam
sebuah cerita, sehingga membentuk suatu rangkaian cerita. Dikatakan alur karena di
dalamnya ada hubungan sebab-akibat, tokoh, tema, atau ketiganya (Abdul Rozak Zaidan:
2007). Alur dapat kita perhatikan dari rangkaian-rangkaian peristiwa yang dibangunnya.
Dengan demikian untuk mengetahui bagaimana alur sebuah cerita rekaan, kita perlu
menyimak rangkaian peristiwa yang terdapat dalam karya yang bersangkutan, diantaranya:

1. Tahap pengenalan
Tahap pengenalan adalah tahap peristiwa dalam suatu cerita yang memperkenalkan
tokoh atau latar cerita. Yang diperkenalkan seperti nama, asal, ciri fisik, dan sifatnya. Tahap
pengenalan dalam novel ini terdapat pada awal bab 1-3, terlihat pada kutipan berikut ini yang
memperkenalkan tokoh Corrie seorang gadis bangsa Barat yang amat cantik parasnya (h. 1)
dan Corrie juga merupakan gadis yang mudah bergaul (h. 20). Perkenalan tokoh Hanafi
adalah seorang tokoh laki-laki golongan Bumuputra yang masuk pada golongan bangsa
Eropa (h. 3). Perkenalan tokoh Tuan du Bussee ayah Corrie, seorang Prancis yang sudah
pensiun dari jabatan arsitek. Di hari tuanya ia sudah hidup menyisihkan diri sebagai seorang
bertapa. Tuan du Bussee juga mencari kesenangannya dengan berburu. Perkenalan semati
nyonya, yaitu seorang perempuan Bumuputra di solok, yang sudah dinikahi Tuan du Bussee
di gereja (h. 10).
Tahap pengenalan latar tempat dalam novel ini terdapat pada bab 1-2, terlihat pada
kutipan berikut ini yang memperkenalkan latar tempat bermain tennis, yang dilindungi oleh
pohon-pohon ketapang sekitarnya, masih sunyi (h. 1). Setelah Hanafi berjalan pulang,
masuklah Corrie ke dalam rumah. “Dag Pak!” katanya dengan terpogoh-pogoh, setelah ,

masuk ke ruang tengah, tempat ayahnya sedang duduk minum teh sambil membaca Koran (h.
13).
2. Tahap konflik atau tikaian

Tahap konflik adalah ketegangan atau pertentangan antara dua kepentingan atau
kekuatan di dalam cerita. Pada tahap konflik dimulai pada saat Corrie menolak cinta Hanafi
dan Hanafi terpaksa menikah dengan Rafiah.
Kutipan surat Corrie saat ia menolak cinta Hanafi:
“mudah-mudahan air garam yang membatasi kita, akan berkuasa melunturkan dan
menyapu kenangan-kenangan atas segala sesuatunya yang terjadi di masa yang lalu. Jangan
kau sangka, bahwa aku menceraikan diri dari engkau dengan masygul hati atau dengan
menaruh dendam, tidak, Hanafi, hanya sedilah hatiku atas perbuatanmu hamper
menjerumuskan aku ke dalam jurang itu. Jika engkau menghendaki perpindahanku juga buat
masa yang akan dating, putuskanlah pertalian dengan aku, lahir-batin, dan jauhilah aku
sejauh-jauhnya” (h. 57-58).
Kutipan kalimat ketika Hanafi terpaksa menikah dengan Rapiah:
“Baiklah, Bu! Selesaikan oleh ibu. Padaku tak ada kehendak, tak ada cita-cita.
Hanya patutlah ibu menjaga supaya jangan berubah aturan dahulu; bukan kitalah yang
dating, melainkan dia. Perlu dijaga serupa itu; buat masa yang akan datang. Sebab
perempuan itu tak akan dapatlah mengharap liefde dari padaku. Kuterima datangnya karena
plicht saja (h. 71).

3. Tahap komplikasi atau rumitan
Konflik mulai muncul pada saat Hanafi menikah dengan Corrie, lalu kemudian

berkembang ketika dalam pernikahan tersebut terjadi perselisihan akibat ketersisihan mereka
dari pergaulan.
4. Tahap klimaks
Klimaks terjadi saat Corrie meninggal dunia. Hanafi datang ke rumah sakit dan ia
pun melihat Corrie yang sedang berbaring di atas tempat tidurnya. Pada saat itulah keadaan
Corrie sedang memburuk dan Hanafi ketika itu meminta maaf padanya, kutipan kalimatnya
seperti: “Hanya aku yang banyak dosa kepadamu, Cor! Engkau tak ada berdosa kepadu.
Sekarang engkau tak boleh meninggalkan aku! Aku tak suka engkau tinggalkan!”. Saat itu
Corrie terdiam dan sempat pingsan, namun kemudian sadar kembali, lalu berkata, selamat
tinggal, Han! Kita ….” (h. 229-230)
5. Tahap krisis

Krisis terjadi saat Hanafi mulai merindukan kampung halamannya, namun ia masih
belum yakin apakah ia benar-benar merindukan dan ingin kembali ke kampong halamannya,
“Hanafi duduk tepukur, mengenangkan nasibnya. Alangkah senang hatinya, bila ia boleh
berkubur pula di sebelah istrinya itu! Ah rindunya ke tanah airnya, keinginannya hendak
bertemu, sekali lagi dengan ibunya, tidak pula tertahan-tahan. Maka terbayanglah pula
segala keadaan Solok dalam kenang-kenangannya”.
6. Tahap leraian
Tahap peleraian terlihat pada saat Hanafi memutuskan untuk pulang kembali ke kampung

halamannya.
7.

Tahap penyelesaian
Tahap penyelesaiannya pada saat Hanafi menyadari bahwa sikapnya selama ini adalah
keliru dan berpesan kepada ibunya agar memelihara anaknya supaya tidak tersesat seperti dia.
Namun, karena dia merasa sangat kehilangan Corrie dan Hanafi tidak dapat hidup tanpanya,
akhirnya dia bunuh diri.

D. Tokoh dan Penokohan
Yang dimaksud dengan tokoh adalah individu ciptaan/rekaan pengarang yang
mengalami peristiwa-peristiwa atau lakukan dalam berbagai peristiwa cerita. Pada umumnya
tokoh

berwujud

manusia,

dapat

pula

berwujud

binatang

atau

benda

yang

diinsankan. Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita, tokoh dapat dibedakan menjadi dua yaitu
tokoh sentral dan tokoh bawahan. Tokoh sentral adalah tokoh yang banyak mengalami
peristiwa dalam cerita.
Tokoh sentral dalam novel ini yaitu Hanafi yang merupakan pemeran tokoh laki-laki
dari golongan Bumiputra yang benci pada bangsanya, namun lebih dekat dan banyak bergaul
dengan bangsa Barat, sehingga banyak hal yang dihilangkan olehnya termasuk adat yang
sudah menjadi cirri khas Minangkabau ketika pada saat menikah (lihat h. 75).
Tokoh bawahan adalah tokoh-tokoh yang mendukung atau membantu tokoh sentral.
Tokoh bawahan dibedakan menjadi tiga, yaitu
a.

Tokoh andalan. Tokoh andalan adalah tokoh bawahan yang menjadi kepercayaan tokoh
sentral (protagonis atau antagonis). Tokoh andalan dalam novel ini adalah Corrie, Ibunya
Hanafi, dan Rafiah.

b. Tokoh tambahan. Tokoh tambahan adalah tokoh yang sedikit sekali memegang peran dalam
peristiwa cerita. Tokoh tambahannya adalah Tuan du Busse dan Piet.
c.

Tokoh lataran. Tokoh lataran adalah tokoh yang menjadi bagian atau berfungsi sebagai latar
cerita saja. Tokoh latarannya adalah Tuan dan nyonya Brom (administatur afdelingsbank),
nyonya Bergan (guru sekolah), minah (teman Corrie), dokter, dukun, dan Suze (sahabat
Hanafi, nona kantor pos).

Penokohan
Watak tokoh Hanafi, Corrie, ibunya dan Rafiah disajikan dengan metode analitis langsung
atau diskursif yaitu memaparkan watak tokoh secara langsung.
1. Hanafi : tokoh seorang anak laki-laki yang keras kepala, sombong, terlalu membanggakan
budaya Barat, dan mengimitasi bangsa Belanda.
2. Corrie: merupakan gadis bependidikan yang mudah bergaul, tetapi tidak mau bergaul dengan
orang Bumiputra, kecuali dengan Hanafi dan orang-orang yang serupa tabiat seperti
mamanya yang pandai berbudi, yang sopan santun, dan yang mau bergaul dengan orang
Eropa (h. 20).
3. Ibu Hanafi : seorang ibu yang sangat sabar dalam mendidika anaknya yang beringas dan
tidak ada kesopan santunannya itu. Padahal pada mulanya yang diharapkan ibunya itu Hanafi
menjadi anak yang berpedidikan yang pandai, dan dapat melebihi kaum keluarganya dari
kampong (h. 24).
4. Rafiah : selain pandai memasak, menjahit, dan , merenda. Rafiah juga berperangai baik, hati
tulus, dan sabar (h. 66).
d. Sudut Pandang
Sudut pandang yang digunakan roman Salah Asuhan adalah sudut pandang orang
ketiga yang serba tahu di dalam cerita tersebut, contohnya ada kalimat seperti ini: “ itulah
yang hendak diselesaikan oleh orang tua, waktu ia memberani-beranikan hati pula bertukar
pikiran dengan si anak yang durhaka itu” (h. 33).
e.

Amanat
Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang
melalui karyanya. Sebagaimana tema amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu terdapat
pada kutipan kalimat di bawah ini:

1.

Amanat ibu Hanafi terhadapnya yaitu tidaklah ia akan berasa, bahwa dirinya sudah
diperganduh-ganduhkan buat membayar utangmu pada ayahnya, karena secara adat
Minangkabau yang diketahuinya ialah engkau yang harus menerima pusaka ayahnya, dan
bukanlah dia, yang akan diketahuinya pula ialah bahwa engkau sudah menunjukkan murah
hatimu, suka menerima dia yang bodoh serta hina menjadi istrimu. Pada hemat ibu,
perkawinan yang secara itulah yang akan menyenangkan hidupmu, teristimewa karena
ketinggian hatimu. Pantang kelintasan, pantang ketindihan oleh kata. Asal engkau pandai

membalas budi dengan budi, selamatlah engkau seumur hidupmu (h. 69-70).
2. Amanat ibu Hanafi terhadapnya yaitu menjelaskan bahwa benar kata orang tua-tua, jika kail
panjang sejengkal jangan lautan hendak diduga (h. 64).
Amanat dapat pula disampaikan secara eksplisit yaitu terdapat pada kutipan kalimat di bawah
ini:

1. Nasehat dari ayahnya, pendeknya yakinlah ia, bahwa secara pergaulan hidup dan perasaan
sesama manusia sekarang, akan lebih melaratnya kawin campuran itu, daripada manfaatnya
2.

(h. 50).
Nasehat ayahnya kepada Corrie pada kalimat kutipan: “Corrie! Anakku! Dengarlah baikbaik. Tadi sudah papa katakana perasaan papa, tapi di dalam hal yang sangatn penting ini
buat kehidupan, wajiblah pula kita kemukakan pikiran yang sehat (h. 19).

f.

Gaya Bahasa
Gaya bahasanya seperti ciri Balai Pustaka yang menggunakan gaya bahasanya seragam
(klise), banyak mempergunakan perumpamaan, peribahasa, dan pepatah di bawah ini:

1. Dari kecil Hanafi sudah disekolahkan di Betawi, yaitu tidak dinantikan tamatnya bersekolah
Belanda di Solok, melainkan dipindahkan ke ibu kota itu, karena kata ibunya ia tidak hendak
kepalang menyekolahkan anak tunggal yang sudah kehilangan ayah itu. Sebab ibunya ada di
dalam berkecukupan, dapatlah ia menumpangkan Hanafi di rumah orang Belanda yang parutparut (h. 24)
2.

“sudah lama benar ibu hendak berhandai-handai dengan engkau, tapi kulihat engkau ada
dalam kesempitan saja. Saat ini, sedang air mukamu jernih, keningmu licin, bolehlah ibu
menuturkan niatku itu, supaya jangan menjadi duri dalam daging kesudahannya” (h. 26).

3.

Sejinak-jinaknya ayam, jika anaknya didekati manusia buaslah ia, hilanglah rasa takutnya
kepada yang mendekati anaknya itu (h. 65).