Peningkatan Toleransi Padi Sawah Di Tanah Salin Menggunakan Anti Oksidan Asam Askorbat dan Pemupukan PK Melalui Daun

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Varietas Padi Toleran Salinitas
Terdapat beberapa jenis tumbuhan yang mampu hidup dengan baik pada

habitat

dengan tingkat salinitas tinggi, dan disebut sebagai halofit. Tumbuhan tersebut teradaptasi
terhadap konsentrasi garam yang tinggi melalui beberapa mekanisme. Suatu gen ketahanan
salinitas telah berhasil di-introduksikan dari tumbuhan halofit, Atriplex gmelini, ke varietas padi
yang peka salinitas (varietas Kinuhikari dari Jepang) membentuk padi transgenik yang lebih
tahan salin (Masaru et al. 2002).
Spesies-spesies tanaman yang hanya mentoleransi konsentrasi garam rendah termasuk
dalam kelompok tanaman glikofita dan spesies-spesies tanaman yang mentoleransi konsentrasi
garam tinggi termasuk kelompok tanaman halofita. Pengenalan pengaruh tingkat salinitas
merupakan bahan yang sangat berguna sehubungan dengan berbagai akibat kerusakan ataupun
gangguan yang ditimbulkannya terhadap pertumbuhan tanaman. Melalui pengenalan gejalagejala yang timbul pada tanaman akibat tingkat salinitas yang cukup tinggi, perbaikan struktur
tanah akan dapat diupayakan seperlunya, ataupun pemilihan jenis tanaman yang cocok untuk
lokasi pertanian yang bermasalah. Kerusakan yang timbul akibat stres dapat dikelompokkan
dalam 3 jenis kerusakan, yaitu : Kerusakan stres langsung primer, Kerusakan stres tak langsung

primer

dan

Kerusakan

stres

sekunder

(dapat

terjadi

juga

stres

tersier)


(http://www.fao.org/tsunami, 2009).
Penggunaan varietas toleran salinitas dan melakukan rotasi tanaman perlu dilakukan untuk
mengatasi pertumbuhan dan produksi tanaman padi yang umumnya sensitif terhadap garam.
Pendekatan yang paling murah dan aman untuk fase perkembangan bibit atau fase
perkecambahan karena umumnya tanaman sensitif pada fase pertumbuhan. Suasana salin di
7

persemaian atau daerah perakaran akan mengurangi laju perkecambahan.

Sebagian besar

tanaman serealia yang ada, seperti padi, jagung, kedelai, kacang tanah, serta kacang-kacangan
lainnya memberikan reaksi bervariasi dari semi toleran sampai sensitif. Tanaman serealia yang
yang memberikan reaksi semi toleran adalah kedelai, shorgum dan gandum, sedangkan padi,
kacang tanah, jagung, kacang tunggak memberikan reaksi yang sensitif (Jumberi dan Yufdy,
2009).
Bentuk adaptasi morfologi dan anatomi yang dapat diturunkan dan unik dapat ditemukan
pada halofita yang mengalami evolusi melalui seleksi alami pada kawasan pantai dan rawa-rawa
asin. Salinitas menyebabkan perubahan struktur yang memperbaiki keseimbangan air tanaman
sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan turgor dan seluruh proses biokimia

untuk pertumbuhan dan aktivitas normal. Perubahan struktur mencakup ukuran daun yang lebih
kecil, stomata yang lebih kecil per satuan luas daun, peningkatan sukulensi, penebalan kuitkula
dan lapisan lilin pada permukaan daun, serta lignifikasi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya,
1988).
Pada umumnya tanaman memiliki perbedaan fenotif dan genotif yang sama. Perbedaan
varietas cukup besar mempengaruhi perbedaan sifat dalam tanaman (genetik) atau perbedaan
lingkungan atau kedua–duanya. Perbedaan susunan genetik merupakan salah satu faktor
penyebab keragaman penampilan tanaman. Program genetik yang akan diekspresikan pada suatu
fase pertumbuhan yang berbeda dapat diekspresikan pada berbagai sifat tanaman yang mencakup
bentuk dan fungsi tanaman yang menghasilkan keragaman pertumbuhan tanaman.
Keragaman penampilan tanaman akibat perbedaan susunan genetik selalu mungkin terjadi
sekalipun bahan tanaman yang digunakan berasal dari jenis yang sama (Sitompul dan Guritno,
1995). Setiap gen itu memiliki pekerjaan sendiri-sendiri untuk menumbuhkan dan mengatur
berbagai jenis karakter dalam tubuh (Yatim, 1991).

8

Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan
petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lingkungan. Nilai
heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperanan dalam

mengendalikan suatu sifat dibandingkan factor lingkungan (Poehlman and Sleper, 1979).
Perbedaan kondisi lingkungan memberikan kemungkinan munculnya variasi yang akan
menentukan penampilan akhir dari tanaman tersebut. Bila ada variasi yang timbul atau tampak
pada populasi tanaman yang ditanam pada kondisi lingkungan yang sama maka variasi tersebut
merupakan variasi atau perbedaan yang berasal dari genotip individu anggota populasi. Variasi
yang ditimbulkan ada yang langsung dapat dilihat, misalnya adanya perbedaan warna bunga,
daun dan bentuk biji (ada yang berkerut, ada yang tidak), ini disebut variasi sifat yang kualitatif.
Namun ada pula variasi yang memerlukan pengamatan dengan pengukuran, misalnya tingkat
produksi, jumlah anakan, tinggi tanaman dan lainnya (Mangoendidjojo, 2003).
Varietas atau klon introduksi perlu diuji adaptabilitasnya pada suatu lingkungan untuk
mendapatkan genotip unggul pada lingkungan tersebut. Pada umumnya suatu daerah memiliki
kondisi lingkungan yang berbeda terhadap genotip. Respon genotip terhadap faktor lingkungan
ini biasanya terlihat dalam penampilan fenotipik dari tanaman bersangkutan (Darliah, dkk, 2001).
Ada dua macam perbedaan antara individu organisme yaitu perbedaan yang ditentukan oleh
keadaan luar yaitu dapat ditelusuri dari kebakaan. Suatu fenotip individu merupakan hasil
interaksi antara genotip dan lingkungan.
Respon tanaman terhadap cekaman salinitas adalah berbeda-beda. Tigabu, et.al. (2013)
melaporkan bahwa adanya variasi genotip dalam toleransi terhadap salinitas dari genotip-genotip
sorgum di tahap awal pertumbuhan.


9

Walaupun sifat khas fenotip tertentu tidak dapat selamanya ditentukan oleh perbedaan
genotip atau lingkungan, ada kemungkinan perbedaan fenotip antara individu yang terpisah itu
disebabkan oleh perbedaan lingkungan atau perbedaan keduanya (Lovelles,1989).
Apabila salah satu faktor berpengaruh lebih kuat dari pada faktor yang lainnya maka
pengaruh faktor tersebut tertutupi dan bila masing-masing faktor mempunyai sifat yang jauh
berbeda pengaruh dan cara kerjanya akan menghasilkan hubungan yang tidak berpengaruh nyata
dalam mendukung suatu pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002).
Gen-gen dari tanaman tidak dapat menyebabkan berkembangnya suatu karakter
terkecuali bila mereka berada pada lingkungan yang sesuai, dan sebaliknya tidak ada
pengaruhnya terhadap berkembangnya karakteristik dengan mengubah tingkat keadaan
lingkungan terkecuali gen yang diperlukan ada. Namun, harus disadari bahwa keragaman yang
diamati terhadap sifat-sifat yang terutama disebabkan oleh perbedaan gen yang dibawa oleh
individu yang berlainan dan terhadap variabilitas di dalam sifat yang lain, pertama-tama
disebabkan oleh perbedaan lingkungan dimana individu berada (Allard, 2005) .
Pada saat kondisi iklim yang tengah berubah dan sulit diprediksi seperti ini, tentu
dibutuhkan inovasi baru. Salah satunya, jika selama ini lebih fokus pada upaya menghasilkan
varietas unggul dengan daya hasil tinggi (high-yielding varieties, HYV), maka sekarang harus
lebih fokus pada upaya menghasilkan varietas tanaman yang mampu beradaptasi dengan baik

pada kondisi tanah dan iklim yang sub-optimal, terutama pada kondisi tanah dengan salinitas
tinggi, kekeringan, dan genangan tinggi (www.majalahpadi.com.). Pada kenyataannya, penelitian
tentang salinitas dalam produksi padi masih jarang. Walaupun tidak ada laporan tentang padi
lokal yang bertahan saat tsunami di Indonesia, pada berbagai daerah terutama di lahan rawa
pinggir pantai dimana tanah dipengaruhi oleh air laut (seperti daerah pasang-surut), pertumbuhan

10

dan hasil gabah beberapa varietas padi cukup baik, walaupun tanah bersifat salin dan asam.
Keragaan tanaman padi toleran dan peka akibat cekaman salinitas dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.1. Keragaan Tanaman Padi Toleran dan Peka Akibat Cekaman Salinitas (IRRI,
2008)
Beberapa uji adaptasi menunjukkan bahwa beberapa varietas padi lebih mampu
beradaptasi/toleran terhadap salinitas dibandingkan yang lainnya. Varietas-varietas padi yang
dianggap toleran terhadap kondisi-kondisi tanah yang berhubungan dengan gambut, kemasaman
dan salinitas di lahan pasang-surut adalah Banyuasin, Batanghari, Dendang, Indragiri, Punggur,
Martapura, Margasari, Siak Raya, Air Tenggulang, Lambur dan Mendawak, namun adaptasinya
di daerah tertentu memerlukan pengujian dan evaluasi lebih jauh. Penggunaan varietas toleran
adalah suatu usaha yang lebih baik untuk mengembalikan dan meningkatkan produktivitas lahan

dan produksi padi di tanah salin. Berbagai kultivar padi yang relatif lebih toleran terhadap
salinitas tanah, dapat dievaluasi melalui uji adaptabilitas dan plot-plot demonstrasi. Varietas padi
yang mampu bertahan hidup dan berproduksi di tanah salin, merupakan varietas yang toleran.

11

2. 2. Cekaman Salinitas dan Pengaruhnya terhadap Tanaman
Masalah salinitas telah meluas akhir-akhir ini. Data dari FAO memperlihatkan
bahwa hampir 50% lahan irigasi mengalami masalah salinitas. Setiap tahun beberapa
ratus ribu hektar lahan irigasi ditinggalkan karena mengalami salinisasi (FAO, 2008).
Fenomena ini juga terjadi secara luas di Indonesia, namun perkiraan luas yang tepatnya
tidak dapat dikemukakan karena kurangnya survai yang bersifat ilmiah (Sembiring dan
Gani, 2005).
Salinitas tanah adalah keadaan tinggi rendahnya kadar garam dalam tanah. Garam
dapur (NaCl) merupakan garam yang dominan, namun garam-garam Na2SO4, MgSO4,
NaHCO3, Na2CO3, CaSO4, CaCO3 juga menentukan salinitas tanah, semakin tinggi
konsentrasi garam-garam ini pada larutan tanah, semakin tinggi pula daya hantar listrik
(DHL) larutan tanah. (Castro, 1980 ; Gunawardena, 1980 dan Yoshida, 1981 dan Yuniati,
2004).
Tingkat stres garam


dapat mempengaruhi masing-masing tanaman secara

berbeda. Untuk padi, salinitas tanah

ECe ~ 4 dSM-1 dianggap salinitas moderat

sementara lebih dari 8 dS/m-1 dianggap tinggi. Meningkatnya kadar garam dalam tanah
menyebabkan bertambahnya kelarutan Na, Ca, Mg dan Mn sedangkan kelarutan K dan
pH tanah cenderung menurun. Kadang-kadang tampak adanya kristal-kristal putih di
permukaan tanah yang merupakan kristal garam. Biasanya tanah bergaram mempunyai
pH kurang dari 5,5 dengan daya hantar listrik (DHL) lebih besar dari 4 mmhos/cm pada
suhu 250C (Suriadikarta, 2005).
Peningkatan produksi padi ke depan, akan banyak menghadapi tantangan yang
makin kompleks, berkaitan dengan cekaman unsur hara, iklim, gulma, hama dan
12

penyakit (Sunadi, 2008), tetapi permasalahan yang tidak kalah penting adalah kurangnya
varietas toleran cekaman lingkungan, terutama kadar garam yang tinggi.
Tanaman yang tumbuh di tanah bergaram akan mengalami dua tekanan fisiologis

yang berbeda. Pertama, pengaruh racun dari beberapa ion tertentu seperti sodium dan
klorida, yang lazim terdapat dalam tanah bergaram, yang akan menghancurkan struktur
enzim dan makromolekul lainnya, merusak organel sel, menggangu fotosintesis dan
respirasi, akan menghambat sintesis protein dan mendorong kekurangan ion (Marschner,
1995 ; Ashraf dan Harris, 2004 ; Bartels dan Sunkar, 2005).
Kedua, tanaman yang dihadapkan pada potensial osmotik yang rendah dari larutan
bergaram akan terkena resiko “physiological drought” karena tanaman-tanaman tersebut
harus mempertahankan potensial osmotik internal rendah, namun hal ini akan
menyebabkan kelebihan ion yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya penurunan
pertumbuhan pada beberapa tanaman (Delvian, 2004). Sebagai tambahan, tingginya
konsentrasi garam akan menyebabkan penurunan permeabilitas akar terhadap air dan
mengakibatkan penurunan laju masuknya air ke dalam tanaman (Marschner, 1995).
Lebih jauh lagi, kadar garam yang tinggi dalam larutan air tanah di daerah
perakaran tanaman, menyebabkan tekanan osmotik yang tinggi dan berkurangnya
ketersediaan unsur kalium bagi tanaman (Dinata, 1985). Salinitas akan menghambat
pembentukan akar-akar baru dan akar tanaman mengalami kesukaran dalam menyerap
air karena tingginya tekanan osmotik larutan air tanah, yang selanjutnya akan
menyebabkan terjadinya kekeringan fisiologis pada tanaman.
Tanaman pada batas-batas tertentu masih dapat mengatasi tekanan osmotik yang
tinggi karena tingginya kandungan garam dalam tanah. Abrol (1986) mengemukakan


13

bahwa titik kritis kandungan garam bagi tanaman di lapang, adalah jika permukaan air
tanah sedalam 3 m mempunyai kandungan garam lebih dari 3000 ppm. Sedangkan
Bernstein (1981) mengemukakan bahwa air irigasi dengan DHL 1 mmhos/cm akan
mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang peka dan pada DHL 6-8 mmhos/cm baru
akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang toleran terhadap salinitas.
Pengaruh utama salinitas adalah berkurangnya pertumbuhan daun yang langsung
mengakibatkan berkurangnya fotosintesis tanaman. Salinitas mengurangi pertumbuhan
dan hasil tanaman pertanian penting dan pada kondisi terburuk dapat menyebabkan
terjadinya gagal panen. Di Pakistan, kehilangan hasil padi akibat salinitas dapat
mencapai antara 40 – 70% (Mahmood, Nawaz dan Aslam, 2000). Pada kondisi salin,
pertumbuhan dan perkembangan tanaman terhambat karena akumulasi berlebihan Na dan
Cl dalam sitoplasma, menyebabkan perubahan metabolisme di dalam sel. Aktivitas
enzim terhambat oleh garam. Kondisi tersebut juga mengakibatkan dehidrasi parsial sel
dan hilangnya turgor sel karena berkurangnya potensial air di dalam sel. Berlebihnya Na
dan Cl ekstraselular juga mempengaruhi asimilasi nitrogen karena tampaknya langsung
menghambat penyerapan nitrat (NO3).Berlebihnya Na dan Cl


ekstraselular juga

mempengaruhi asimilasi N karena tampaknya langsung menghambat penyerapan nitrat
(NO3) yang merupakan ion penting bagi tanaman. Kelarutan garam yang tinggi dapat
menghambat penyerapan (up take) air dan hara oleh tanaman seiring dengan terjadinya
peningkatan tekanan osmotik. Secara khusus, kegaraman yang tinggi menimbulkan
keracunan tanaman, terutama oleh ion Na+ dan Cl-. Studi mengenai respon tanaman
terhadap salinitas penting dalam usaha teknik penapisan (screening) tanaman yang
efektif. Salinitas mempengaruhi proses fisiologis yang berbeda-beda. Pada tanaman

14

pertanian seperti jagung, kacang merah, kacang polong, tomat dan bunga matahari,
pertumbuhan dan berat kering mengalami penurunan jika tanaman ditumbuhkan dalam
media salin. Pada kacang merah, pelebaran daun terhambat oleh cekaman salinitas
karena berkurangnya tekanan turgor sel. Berkurangnya pelebaran daun dapat berakibat
berkurangnya fotosintesis maupun produktivitas.
Menurut Brinkman dan Singh (1982) gejala keracunan garam pada tanaman padi berupa
terhambatnya pertumbuhan , berkurangnya anakan, ujung-ujung daun berwarna keputihan dan
sering terlihat bagian-bagian yang khlorosis pada daun.Beberapa tanaman mengembangkan
mekanisme untuk mengatasi cekaman tersebut, selain itu ada pula beradaptasi. Mayoritas
tanaman budidaya rentan dan tidak dapat bertahan pada kondisi salinitas tinggi; atau sekalipun
dapat bertahan tetapi dengan hasil panen yang berkurang. Toleransi terhadap salinitas beragam
dengan spektrum yang luas diantara spesies tanaman mulai dari yang peka hingga yang cukup
toleran. Follet et.al,(1981) mengajukan lima tingkat pengaruh salinitas tanah terhadap tanaman,
mulai dari tingkat non-salin hingga tingkat salinitas yang sangat tinggi, seperti diberikan pada
Tabel 2. 1.
Tabel 2. 1. Pengaruh Tingkat Salinitas terhadap Tanaman
--------------------------------------------------------------------------------------------------Keadaan Tanah
Kadar Garam
Keterangan
--------------------------------------------------------------------------------------------------Non Salin
0– 2
Dapat diabaikan
Rendah
2– 4
Tanaman yang peka terganggu
Sedang
4– 8
Kebanyakan tanaman terganggu
Tinggi
8 – 16
Tanaman yang toleran belum terganggu
Sangat tinggi > 16
Hanya beberapa jenis tanaman toleran
yang dapat tumbuh
--------------------------------------------------------------------------------------------------Keberadaan garam di lahan salin juga sangat mempengaruhi komponen-komponen
fotosintesis seperti enzim-enzim, kandungan klorofil dan karotenoid (Rodríguez, Stella, Storni,
Zulpa dan Zaccaro, 2006). Reaksi tanaman padi terhadap salinitas bervariasi baik antar varietas
maupun antar fase pertumbuhan tanaman. Umumnya tanaman padi lebih tahan terhadap salinitas

15

pada fase perkecambahan, tetapi menjadi sangat peka pada awal fase bibit (Yoshida, 1981).
Ketahanan tanaman padi terhadap salinitas meningkat selama pembentukan anakan, kemudian
menurun selama fase pembungaan dan meningkat kembali pada saat pemasakan biji. Bila
salinitas meningkat secara tiba-tiba, maka kemampuan akar tanaman untuk menyerap air akan
berkurang, karena tingginya tekanan osmotik larutan tanah. Dalam keadaan ini tanaman akan
berusaha menyesuaikan tekanan osmotik selnya dengan maksud untuk mencegah dehidrasi dan
kematian. Proses ini disebut penyesuaian osmotik (Yoshida, 1981 dan Munns, 2002).

Pengaruh salinitas terhadap tanaman padi berupa terhambatnya pertumbuhan
(Fatimah, 2010), berkurangnya anakan, ujung-ujung daun berwarna keputihan dan sering
terlihat bagian-bagian yang khlorosis pada daun, dan walaupun tanaman padi tergolong
tanaman yang tolerannya sedang, pada nilai EC sebesar 6-10 dS m-1 penurunan hasil
gabah mencapai 50%. Lebih jauh, Dobermann dan Fairhurst (2000) menyimpulkan
bahwa padi relatif lebih toleran terhadap salinitas saat perkecambahan, tapi tanaman bisa
dipengaruhi saat pindah tanam, bibit masih muda, dan pembungaan. Pengaruh lebih jauh
terhadap tanaman padi adalah : 1) Berkurangnya kecepatan perkecambahan; 2)
Berkurangnya tinggi tanaman dan jumlah anakan; 3) Pertumbuhan akar jelek; 4)
Sterilitas biji meningkat; 5) Kurangnya bobot 1000 gabah dan kandungan protein total
dalam biji karena penyerapan Na yang berlebihan; dan 6) Berkurangnya penambatan N2
secara biologi dan lambatnya mineralisasi tanah.
Menurut Mengel dan Kirkby (1979), pengaruh merusak dari salinitas sering juga
tergantung pada stadia pertumbuhan tanaman. Bagi kebanyakan jenis tanaman stadia
bibit adalah sangat peka terhadap salinitas. Pada umumnya tanaman serealia, hasil biji
kurang dipengaruhi dibanding jerami. Tapi pada padi sebaliknya yang terjadi; tanaman
padi paling peka pada stadia berbunga dan pembentukan biji.
16

Kondisi stress garam tinggi membunuh tanaman tetapi stress yang moderat dan
stress rendah mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman dan gejala yang nyata yang
dapat dikaitkan dengan perubahan morfologi, fisiologi atau biokimia (Seraj dan Salam,
2008).
2. 3. Kondisi Tanaman pada Cekaman Salinitas
2.3. 1. Karakteristik Morfologi Tanaman Di Tanah Salin
Tingginya salinitas tanah akan mempengaruhi karakteristik morfologi tanaman,
seperti : ujung daun berwarna keputihan seperti hangus terbakar, pertumbuhan tanaman
kerdil, penggulungan daun, bercak daun putih, pertumbuhan akar sedikit, pertumbuhan di
lapangan setengah-setengah, jumlah anakan sedikit, indeks panen rendah, perubahan
durasi berbunga, kuntum per malai rendah, sterilitas gabah, kurangnya kuntum per malai,
bobot 1000 biji rendah dan penghangusan daun (Gambar 2.2).

Gambar 2.2. Morfologi Tanaman Padi yang Mengalami Cekaman Salinitas
2.2.2. Karakteristik Fisiologis dan Biokimia Tanaman Di Tanah Salin
Salinitas mempengaruhi proses-proses fisiologis tanaman, mengurangi pertumbuhan dan
hasil tanaman (Azooz, 2009).Beberapa efek fisiologis dan biokimia oleh adanya cekaman
salinitas adalah : Transportasi Na

+

tinggi pada tajuk, sehingga menghasilkan rasio Na/K yang

tinggi. Kondisi fisiologis yang dialami tanaman tercekam salinitas adalah akumulasi Na di daun
17

tua, penyerapan Cl- tinggi, penyerapan K

+

rendah, penurunan berat basah dan berat kering

tunas dan akar, penyerapan P dan Zn rendah, perubahan pola isozim esterase, peningkatan bahan
non-organik beracun yang kompatibel pada zat terlarut dan kenaikan level Polyamine.
2.4. Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Salinitas
Toleransi garam dapat didefenisikan sebagai kemampuan tanaman untuk dapat bertahan
hidup dan menjaga pertumbuhan tanaman dibawah kondisi salin. Jenis tanaman yang toleran
terhadap garam tergantung pada beberapa faktor seperti misalnya jenis tanaman, spektrum
penyebaran tanaman mulai dari Glycophyta yang sensitif terhadap garam dan Halophyta yang
toleran terhadap garam.
Garam-garam yang menimbulkan stres tanaman antara lain: NaCl, NaSO4, CaCl2, MgSO4,
MgCl2 yang terlarut dalam air. Dalam larutan tanah, garam-garam ini mempengaruhi pH dan
daya hantar listrik. Menurut Follet et. al., (1981) dalam Sipayung (2003), tanah salin memiliki
pH < 8,5 dengan daya hantar listrik > 4 mmhos cm-1. Toleransi tanaman terhadap salinitas sangat
beragam dengan spektrum yang luas. Tingkat salinitas berdasarkan konduktivitas dibedakan atas;
non salin (0 – 2 mmhos cm-1), rendah (2 – 4 mmhos cm-1), sedang (4 – 8 mmhos

cm-1), tinggi (8

– 16 mmhos cm-1), dan sangat tinggi (>16 mmhos cm-1).
Banyak peneliti telah melaporkan respon tanaman terhadap salinitas seperti pada gandum,
buncis, bunga matahari, dan sorgum (Khan et. al., 2003). Pertumbuhan tanaman dapat
terpengaruh oleh induksi salinitas yang berakibat terhadap gangguan nutrisi, efek osmotik dan
ion spesifik (Pessarakli, 1991). Cicek dan Cakirlar (2002) menyatakan bahwa pengaruh salinitas
dapat terdeteksi pada parameter panjang tunas, berat basah dan berat kering tanaman, jumlah
substansi organik (prolin) dan anorganik (K+ dan Na+, rasio Na+ / K+ ) pada jaringan daun, dan
luas daun tanaman.

18

Ashraf and Foolad (2007) menyatakan bahwa tanaman akan mengembangkan berbagai
mekanisme untuk mempertahankan produktivitas tanaman pada kondisi cekaman garam. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa jenis tanaman dan varietas sangat bervariasi ketahanannya
terhadap salinitas. Dordipour et. al., (2004) menyatakan pula bahwa pengaruh salinitas
tergantung pada fase pertumbuhan saat tanaman terkena cekaman. Hasil penelitian yang
dilakukan Mansour et. al., (2005) menunjukkan bahwa bibit jagung yang terkena 150 mmol NaCl
selama 15 hari menyebabkan berat segar dan bobot kering akar dan tajuk berkurang secara
signifikan.
Menurut Sipayung (2003), pengaruh jenis-jenis garam umumnya tidak khas terhadap
tumbuhan, tetapi lebih tergantung pada konsentrasi total garam. Salinitas tidak hanya ditentukan
oleh garam NaCl saja tetapi oleh berbagai jenis garam yang berpengaruh dan menimbulkan
cekaman pada tanaman. Turan et. al., (2010) menyatakan pula bahwa salinitas tanah ditandai
dengan peningkatkan konsentrasi P, Mn dan Zn, K dan Fe tanaman.

Meskipun klorida sebagai mikronutrien esensial untuk semua tanaman tingkat
tinggi dan natrium sebagai nutrisi mineral untuk banyak halophytes, namun akumulasi
garam dapat membatasi pertumbuhan dan reproduksi tumbuhan, serta dapat
menyebabkan toksisitas pada tanaman tidak toleran terhadap garam yang dikenal sebagai
glycophytes.Spesies-spesies tanaman yang hanya mentoleransi konsentrasi garam rendah
termasuk dalam kelompok tanaman glikofita, sedangkan spesies-spesies tanaman yang
mentoleransi konsentrasi garam tinggi termasuk kelompok tanaman halofita(Sipayung,
2003).
Tanaman yang tumbuh pada keadaan salin akan dihadapkan pada tiga macam cekaman,
yaitu : 1) cekaman keracunan mineral yang disebabkan oleh garam, 2) cekaman air karena
tekanan osmosis (osmoticum), dan 3) gangguan nutrisi mineral dalam tanaman (Blum, 1988; Eart
19

dan Davis, 2003). Cekaman, yang pertama dikatakan sebagai primary salt injury, sedangkan
yang kedua dan ketiga dikatakan sebagai secondarysalt-induce stress (Levitt, 1980).
Dari terminologi tersebut, terdapat hubungan langsung antara cekaman salinitas dan
cekaman air. Peningkatan kadar garam dalam air tanah akan menurunkan potensial osmotik,
sehingga cekaman salinitas akan menghadapkan tanaman pada cekaman garam sekunder
(physiological drought stress). Tanaman yang toleran terhadap tanah yang kadar garamnya tinggi
termasuk tanaman halofit yaitu tanaman yang dapat hidup di atas tanah yang secara fisiologis
kering. Hal ini berarti bahwa tanaman yang toleran terhadap garam dengan sendirinya dapat
diharapkan juga akan toleran terhadap kekeringan (Hussain et. al., 2004).

Sebagian besar tanaman budidaya sensitif terhadap cekaman garam, karena
salinitas (NaCl) menyebabkan penurunan laju fotosintesis, pertumbuhan vegetatif,
ketidaktersediaan air dan ketidakseimbangan serapan hara oleh tanaman, penghambatan
dalam perkecambahan biji karena gangguan ion beracun dan efek osmotik (Turkmen et.
al., 2002.). Selanjutnya Harjadi dan Yahya (1988) menyatakan pula bahwa tanaman yang
mengalami cekaman garam umumnya mempunyai daun yang lebih sempit, lebih gelap,
nisbah tajuk-akar menurun, berkurangnya anakan, menunda dan menurunkan
pembungaan serta jumlah dan ukuran buah lebih kecil.
Tajuk umumnya lebih sensitif terhadap gangguan kation daripada akar, dan
terdapat perbedaan besar antara spesies tanaman dalam kemampuan untuk mencegah
atau mentolerir konsentrasi garam yang berlebih (Munns, 2002). Akumulasi garam
menyebabkan kerusakan struktur tanah dan menghambatkeseimbangan udara dan air
untuk proses biologis yang terjadi pada akar tanaman. Sebagai efek merugikan dari
salinisasi, hasil panen menurun, sedangkan kesuburan tanah akan hilang dan bersifat
ireversibel (Tahir, 2009). Cekaman garam menyebabkan berbagai efek pada fisiologi
20

tanaman seperti laju respirasi meningkat, toksisitas ion, perubahan pertumbuhan tanaman,
distribusi mineral, dan ketidakstabilan membran yang dihasilkan dari perpindahan
kalsium oleh natrium, permeabilitas membran, dan penurunan tingkat fotosintetik ( Tahir,
2009).
Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas meliputi mekanisme morfologi
dan fisiologi. Mekanisme morfologi dilakukan dengan cara pengurangan jumlah daun
untuk memperkecil kehilangan air dari tanaman dan melakukan pengubahan struktur
khusus, yaitu penebalan dinding sel untuk mempertahankan keseimbangan air tanaman
(Soepandie, 2003). Salinitas menyebabkan perubahan struktur dalam memperbaiki
keseimbangan air tanaman sehingga potensial air dalam tanaman dapat mempertahankan
turgor dan seluruh proses biokimia untuk pertumbuhan dan aktivitas normal. Perubahan
struktur mencakup ukuran daun yang lebih kecil, stomata yang lebih kecil persatuan luas
daun, peningkatan sukulensi, penebalan kutikula dan lapisan lilin pada permukaan daun,
serta lignifikasi akar yang lebih awal (Harjadi dan Yahya, 1988).
Ada dua mekanisme ketahanan tanaman terhadap cekaman salinitas yaitu
penghindaran (avoidance) dan toleran (tolerance). Pada mekanisme penghindaran,
tanaman tidak dapat mengubah cekaman lingkungan, tetapi cekaman dicegah masuknya
ke dalam tanaman dengan membentuk barier. Tanaman yang toleran terhadap cekaman
mampu mengurangi atau mencegah ketegangan (strain) yang terjadi atau memperbaiki
kerusakan yang diakibatkan oleh ketegangan yang diimbas oleh cekaman (Levitt, 1980).
Salinitas dan kekeringan akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah, yaitu: 1)
meningkatkan tekanan osmotik, 2) peningkatan potensi ionisasi, 3) infiltrasi tanah
menjadi buruk, 4) kerusakan dan terganggunya stuktur tanah, 5) permeabilitas tanah
21

buruk, 6) penurunan produktivitas. Salinitas atau konsentrasi garam-garam terlarut yang
cukup tinggi akan menimbulkan cekaman dan memberikan tekanan terhadap
pertumbuhan tanaman (Sipayung, 2003). Efek salinitas terhadap stress ion dan stress
osmotik sertas mekanismenya, ditunjukkan pada Gambar 2. 2.

Gambar 2. 3. Mekanisme Stres Ion dan Osmotik Akibat Cekaman Salinitas
(Oliveira, et.al., 2013)
Mekanisme toleransi tanaman terhadap salinitas yang paling nyata adalah adaptasi
morfologi. Tanaman yang toleran terhadap salin akanberusaha menimbun NaCl dalam
vakuola sel daun. Didalam sitoplasma dan organela, konsentrasi garam tetap rendah
sehingga tidak mengganggu aktivitas enzim dan metabolisme. Tanaman yang toleran
terhadap salin juga mampu mencapai keseimbangan termodinamik tanpa terjadi

22

kerusakan jaringan yang berarti, karena tanaman dapat menyesuaikan tekanan osmotik
selnya untuk mencegah terjadinya dehidrasi.
Levitt (1980) menyatakan bahwa tumbuhan mengatasi cekaman air pada
lingkungan salin adalah dengan melakukan osmoregulasi. Osmoregulasi adalah upaya
tumbuhan untuk menjaga turgor sel dengan mengakumulasi solut yang memiliki berat
molekul rendah, seperti ABA, proline, glisin, betain, manitol, gliserol. Akumulasi
senyawa metabolit sekunder tersebut mampu mempertahankan turgor daun pada keadaan
potensial air daun yang menurun dengan menurunkan potensial osmotik.
Menurut Levitt (1980), tanaman menjaga turgor dengan meningkatkan kandungan
larutan sel untuk mengimbangi cekaman osmotik eksternal. Pengaturan osmotik dengan
penyerapan garam akan diikuti masalah keracunan Na+ dan Cl-, sedangkan pengaturan
osmotik dengan akumulasi metabolit akan terjadi kompetisi dengan komponenkomponen pertumbuhan. Substrat garam khususnya NaCl mempunyai pengaruh yang
merugikan terhadap kualitas dan hasil tanaman.
Penghambatan aktivitas rubisco, fotosintesa, dan meningkatkan akumulasi prolin
dan karbohidrat pada kacang polong dengan perlakuan NaCl 50 mM, 75 mM, sedangkan
pada 100 mM sangat kuat menghambat semua aktivitas tanaman. Prolin dan karbohidrat
akan diakumulasi dalam jaringan saat cekaman salinitas yang disebabkan adanya
penyesuaian osmotik.

Sedangkan pada kedelai, perlakuan cekaman garam dapat

menghambat aktivitas rubisco karena sensitifitas ion klorin.
Garam-garam larut di daerah perakaran dapat menurunkan penyerapan air dan ionion esensial oleh tanaman. Perlakuan NaCl dapat menyebabkan defisiensi K dan
meningkatkan kandungan Na, Ca, Mg dan Cl pada tanaman, sehingga toleransi pada
23

garam nampaknya berhubungan dengan ketidakmampuan tanaman yang rentan untuk
mengurangi pengangkutan ion ke tajuk dan sebaliknya tanaman tahan menjaga
konsentrasi yang rendah dari Na dan Cl dalam tajuk sementara konsentrasi ion Na
meningkat pada akar.
2. 5. Ketersediaan Hara Posfor dan Kalium di Tanah Salin serta Aplikasinya Melalui
Daun
Proses reaksi biokimia tanaman, pupuk fosfat mempunyai peranan penting sebagai
penyimpan dan pemindah energi, kerja osmotik, reaksi fotosintesis dan glikolisis
sehingga pada akhirnya berpengaruh terhadap produksi padi (Arifin dan Sugiono, 2010).
Demikian juga dengan hara Kalium, yang merupakan satu-satunya kation monovalen
yang esensial bagi tanaman. Peranan utama kalium dalam tanaman ialah sebagai
aktivator berbagai enzim. Dengan adanya kalium yang tersedia dalam tanah
menyebabkan : ketegaran tanaman terjamin, merangsang pertumbuhan akar, tanaman
lebih tahan terhadap hama dan penyakit, memperbaiki kualitas bulir, dapat mengurangi
pengaruh kematangan yang dipercepat oleh posfor dan mampu mengatasi kekurangan air
pada tingkat tertentu.
Tanah salin umumnya memiliki konsentrasi Na+, K+ dan Ca2+ yang tinggi dan ini
dapat mengakibatkan akumulasi pasif dari Na+ pada akar (Bohra dan Doerffling, 1993).
Tingginya kadar Na+ dapat menggantikan Ca2+ dari membran akar, mengubah integritas
mereka dan dengan demikian mempengaruhi selektivitas untuk penyerapan K+ (Tester
dan Davenport, 2003). Selain itu, Serapan K juga akan dipengaruhi salinitas, oleh karena
itu aplikasi pupuk Kalium melalui daun akan mengimbangi serapan Na akibat salinitas,
selain itu Aplikasi pupuk Kalium melalui daun di tanah salin merupakan metode yang
terbaik (Mohiti, et.al., 2011).
24

Pemuatan xilem K+ adalah diatur oleh K+ uptake dari eksternal solusi (Engels dan
Marschner, 1992). Hal ini menunjukkan bahwa Na+ cekaman salinitas samping
mengurangi tingkat serapan K+, juga mengganggu untuk tingkat serapan yang lebih besar
di K+ translokasi dari akar, yang menghasilkan K+. Efek penghambatan salinitas terhadap
translokasi K+ mengakibatkan rendahnya kandungan nutrisi K sehingga mengurangi
berat kering.
Respon serupa telah ditemukan pada tanaman bayam, dimana peningkatan
konsentrasi K mengakibatkan efek salinitas yang rendah dan tinggi tidak berbeda nyata
(Chow et al, 1990). Penghambatan pertumbuhan tunas pada tingkat yang rendah dalam
medium K akar disebabkan oleh pengaruh defisiensi K dan/atau toksisitas Na pada
tanaman. Stres salinitas menyebabkan kebocoran K yang keluar dari sel pada akhirnya
akan memimpin untuk penurunan pertumbuhan sel.
Ben-Hayyim et al. (1987), telah menunjukkan bahwa pertumbuhan adalah
hubungan yang linier dengan kandungan K dalam sel-sel kalus akar jeruk. Meningkatkan
kadar Na dalam media eksternal berkurang K dalam sel. Toleransi sel terhadap garam
mampu menahan K di dalam vakuola terhadap kebocoran saat Na adalah meningkat
dalam media eksternal. Termaat dan Munus (1986) juga menyarankan bahwa stres garam
mungkin mengakibatkan transportasi terbatas nutrisi penting untuk menembak. Mereka
telah menunjukkan bahwa pengangkutan bersih K, Ca2+, Mg2+ dan total nitrogen untuk
menembak lebih rendah pada tanaman NaCl- tumbuh.
Toleransi garam berkaitan dengan konsentrasi Na (Taleisnik dan Grunberg, 1994)
dan selektivitas untuk K yang lebih tinggi daripada Na (Cuartero et al, 1992). Tanaman
memiliki jalur yang berbeda untuk menghindari Na dari mencapai ke daun: dengan

25

masuknya Na mengendalikan di plasmolemma dari akar sel (Jacoby dan Hanson, 1985) ;
dengan menghapus Na dari arus xilem dan eksekusi Na dalam sel-sel parenkim akar dan
bagian bawah batang.Pemberian pupuk hara Posfor dan Kalium dapat dilakukan lewat
daun, hal ini dengan beberapa alasan :
1. Dapat menghindari kemungkinan adanya fiksasi unsur dalam tanah. Misalnya
unsur phosfat (P) pada tanah asam yang mengandung Fe dan Al akan
membentuk senyawa kompleks Fe-Al Phosfat yang mengendap sehingga P
tidak dapat diserap oleh akar tanaman.
2.

Dapat menghindari adanya interlasi unsur terutama unsur yang bersifat
antagonis. Misalnya antagonisme unsur Mg menyebabkan unsur K menjadi
tertekan. Antagonisme unsur K yang menyebabkan unsur Ca tertekan dan
antagonisme unsur Ca yang menyebabkan unsur Mg tertekan.

3.

Memberikan respon yang lebih cepat (waktu) bila dibandingkan dengan
pemupukan lewat tanah. Hal ini disebabkan karena unsur hara yang masuk
lewat daun akan segera diproses pada proses fotosintesis yang memang
terjadi di daun.

4.

Tidak memerlukan suatu proses pengawasan (kontrol) yang sering dilakukan
terutama bila gejala-gejalanya belum nampak. Kalau pemberian lewat tanah
mungkin saja pupuk tersebut terurai, tercuci atau terfiksasi.

5.

Lebih ekonomis baik dari segi jumlah pupuk maupun cara pemberiannya.
Disamping itu dapat dicampurkan dengan pestisida lain saat aplikasi.

26

http://st284855.sitekno.com/article/12631/pentingnya-menjagakeseimbangan-sur-hara-makro-dan-mikro-untuk-tanaman.html. (Diakses
tanggal 12 Oktober 2010).
Selain hal-hal di atas, maka pemberian hara Kalium lewat daun akan mengurangi
efek salinitas terhadap hasil gandum (Khan, et.al., 2013) dan padi (Ebrahimi, et. al.,
2012).
2. 6. Metabolisme Asam Askorbat dalam Tanaman
Asam Askorbat (Vitamin C) pada tumbuhan banyak terdapat di kloroplas, karena asam
ini berfungsi sebagai senyawa antara dalam metabolisme karbohidrat. Bioseintesis asam
askorbat membutuhkan D_glukosa. Asam askorbat bersifat sangat sensitif terhadap
pengaruh-pengaruh dari luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula
dan garam, pH, oksigen, enzim, katalisator logam, konsentrasi awal asam askorbat baik
dalam larutan, serta perbandingan asam askorbat dan asam dehidroaskorbat (Muchtadi
dkk, 1993). Biosintesis asam askorbat dalam tumbuhan menurut Smirnoff (1996) adalah
sebagai berikut :

27

Gambar 2. 4.Skema Pembentukan Asam Askorbat
(

b

h

//

d

d)

Asam askorbat merupakan salah satu senyawa yang penting dalam proses selular
termasuk pembelahan dan pembesaran sel serta dalam mengaktifkan aktivitas
metabolisme ketika proses perkecambahan dimulai. Asam askorbat juga berfungsi
menetralisir racun, melindungi sel dari senyawa oksigen reaktif dan radikal bebas serta
mencegah kematian sel (Conklin dan Barth, 2004).

28

Gambar 2. 5. Struktur Kimia Asam Askorbat
Asam Askorbat sangat mudah teroksidasi menjadi asam dehidroaskorbat dimana
reaksi yang terjadi bersifat reversible (bolak-balik). Asam L-askorbat dan asam Ldehidroaskorbat mempunyai 100% aktivitas vitamin C, sedangkan 2,3 asam
diketogulonat sudah tidak mempunyai aktivitas vitamin C lagi.
2. 7. Peranan Asam Askorbat sebagai Anti Oksidan dalam Meningkatkan
Toleransi Tanaman Terhadap Cekaman Salinitas
Salinitas mengakibatkan stres ion dan stres oksidatif pada tanaman (Munns et. al.,
2006). Oleh karena itu, salinitas mempengaruhi hampir setiap aspek fisiologi dan
biokimia

tanaman

dan

secara

signifikan

mengurangi

hasil.

Untuk

Misalnya, penurunan pertumbuhan tanaman karena garam stres sering dikaitkan dengan
penurunan fotosintesis kegiatan, seperti elektron transportasi (Greenway dan Munns,
1980). Selain itu, beberapa faktor yang terkait dengan stres salinitas dapat menyebabkan
peningkatan spesies oksigen reaktif (ROS) (Asada, 1999).
Cekaman salinitas seperti faktor cekaman abiotik lainnya, diketahui menginduksi
kerusakan oksidatif sel-sel tanaman akibat senyawa reaktif oksigen spesies (ROS) yang
mempengaruhi proses fisiologi dan biokimia tanaman yang dapat menyebabkan
penurunan produksi tanaman (Azevedo-Neto et al., 2006). Tanaman yang mengalami
cekaman salinitas melakukan adaptasi metabolisme

untuk mengatasi perubahan

lingkungan. Kelangsungan hidup pada kondisi stres tergantung pada kemampuan
tanaman untuk memahami stimulus, menghasilkan dan mengirimkan sinyal dan memicu
perubahan biokimia yang mengatur metabolisme yang sesuai (Hasegawa et al., 2000).
29

Sistem pengikat radikal bebas seperti superoksida dismutase (SOD) dapat menjadi
komponen yang kritis bagitoleransi salinitas (Bohnert dan Jensen, 1996) agar klorofil
dapat berfungsi dalam keadaan stres salinitas (Orcutt dan Nilsen, 2000). Salinitas
menyebabkan terjadi penurunan aktivitas SOD yang sangat siginifikan (Dionisio Sese
dan Tobita, 1998).
Enzim peroksidase yang dominan adalah askorbat peroksidase (APX), yang
mengkatalisis reaksi oksidasi askorbat (Asam askorbat; ASA) dengan H2O2,
menghasilkan dehydroascorbate radikal (Hideg, 1999). Dalam kloroplas, enzim terutama
terjadi pada stroma tilakoid, dimana superoksida dan H2O2diproduksi (Asada, 2006). Lin
dan Kao (2000) melaporkan peningkatan yang signifikan dalam kegiatan APX di bibit
padi di tanah bergaram-diperlakukan dan dapat disimpulkan bahwa hal ini dapat terjadi
karena efek Asa dalam mengendalikan H2O2 berada di bawah tekanan.
Senyawa reaktif oksigen seperti radikal superoksida (O2-), hidrogen peroksida
(H2O2) dan radikal hidroksil (OH-) juga diproduksi selama stres salinitas, dan
bertanggung jawab atas kerusakan membran dan makro molekul penting lainnya seperti
pigmen fotosintesis, protein , DNA dan lipid (Fahmy et al., 1998). Sel kloroplas tanaman,
mitokondria dan peroksisom adalah penghasil ROS yang penting. Senyawa reaktif
oksigen yang diproduksi, sebagai hasil dari berbagai cekaman abiotik harus dibuang
untuk melindungi tanaman dari stres oksidatif dan pemeliharaan pertumbuhan normal
(Dolatabadian dan Jouneghani, 2009).
Stres oksidatif merupakan hasil dari ketidakseimbangan antara peroksidan (reactive
oxygen species) dan antioksidan. Senyawa reaktif oksigen (ROS) adalah radikal bebas

30

dan senyawa yang cenderung reaktif dan mudah bereaksi dengan senyawa lain. Di dalam
tubuh tanaman ROS cenderung bereaksi dengan jaringan sehingga menimbulkan reaksi
berantai yang menimbulkan kerusakan jaringan (Agarwal, et al., 2005). Aplikasi asam
askorbat (vitamin C) merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan toleransi terhadap
stres oksidatif. Asam askorbat adalah molekul yang berukuran kecil , larut dalam air,
merupakan anti-oksidan yang bertindak sebagai substrat utama dalam jalur siklik
detoksifikasi enzimatik hidrogen peroksida. Asam askorbat adalah zat pertama dalam
detoksifikasi dan menetralkan radikal superoksida

(Noctor dan Foyer, 1998) dan

berperan penting dalam fotoproteksi, regulasi fotosintesis, serta proses pertumbuhan
tanaman seperti pembelahan sel dan ekspansi dinding sel ( Smirnoff, 2000; Pignocchi dan
Foyer, 2003).
Seperti yang telah dilaporkan oleh Dehghan et al. (2011) bahwa aplikasi asam
askorbat eksogenous dengan dosis 400 ppm

pada kondisi cekaman salinitas dapat

meningkatkan persentase perkecambahan kedelai, bobot kering akar dan tajuk. Ejaz et al.
(2012) juga menyatakan bahwa aplikasi asam askorbat pada tebu dapat membantu
meningkatkan pertumbuhan vegetatif, aktifitas enzim antioksidan (POD dan SOD), dan
kandungan prolin pada cekaman salinitas. Aplikasi asam askorbat pada kacang hijau yang
mengalami stres salinitas juga dapat meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan
mencegah aktivitas senyawa reaktif oksigen. Selain itu asam askrobat juga meningkatkan
kandungan klorofil pada kacang hijau (Dolatabadian dan Jouneghani, 2009).

31

2. 8. Kerangka Konseptual Penelitian
Kerangka konseptual penelitian menjelaskan secara teoritis model konseptual
variabel-variabel penelitian, tentang bagaimana pertautan teori-teori yang berhubungan
dengan variabel-variabel penelitian yang ingin diteliti, yaitu variabel bebas dengan
variabel terikat.
Tanaman yang tumbuh pada keadaan salin akan dihadapkan pada tiga macam
cekaman, yaitu : 1) Cekaman keracunan mineral yang disebabkan oleh garam, 2)
Cekaman air karena tekanan osmosis (osmoticum), dan 3) Gangguan nutrisi mineral
dalam tanaman. Cekaman salinitas pada padi sawah mengakibatkan gangguan morfologi,
fisiologi dan biokimia. Aplikasi Anti oksidan asam askorbat akan mematahkan stress
oksidatif akibat cekaman salinitas. Salinitas mengakibatkan stres ion dan stres oksidatif
pada tanaman. Ketika Na+ atau konsentrasi garam

dalam tanah tinggi, tanaman

cenderung mengambil lebih banyak Na+ yang mengakibatkan penurunan penyerapan K+.
Ion Na+ bersaing dengan K+ untuk menjadi bagian terpenting pada berbagai fungsi selular.
Kalium memainkan peranan penting dalam metabolisme tanaman. K+ mengaktifkan
berbagai enzim, dan memainkan peranan penting dalam pergerakan stomata dan sintesis
protein. Konsentrasi tinggi K+ diperlukan dalam sintesis protein dimana K digunakan
dalam pengikatan tRNA pada ribosom. Fungsi-fungsi ini tidak dapat digantikan oleh ion
Na+, lebih tingginya Na+ : K+ dihasilkan karena salinitas mengganggu keseimbangan ion
dalam sitoplasma, akibatnya akan mengganggu berbagai jalur metabolik (Giri et al.,
2007). Diharapkan melalui Aplikasi Asam Askorbat dapat mengatasi stress oksidatif dan
aplikasi pupuk PK melalui daun akan meningkatkan serapan P dan K serta dapat
mengatasi stress ion akibat kahat hara P dan K tersebut.
32

2. 9. Hipotesis Penelitian
2. 9. 1.

Ada perbedaan kemampuan adaptasi dan toleransibeberapa varietas

padi

sawahterhadap cekaman salinitas.
2.9. 2. Ada peningkatan toleransi beberapa varietas padi sawah akibat cekaman salinitas
melalui aplikasi antioksidan asam askorbat berdasarkan tanggap komponen
vegetatif, fisiologis, generatif, hasil dan komponen hasil.
2. 9.3. Ada peningkatan toleransi beberapa varietas padi sawah akibat cekaman salinitas
melalui aplikasi pupuk PK melalui daun berdasarkan tanggap komponen
vegetatif, fisiologis, generatif, hasil dan komponen hasil.

33