Analisis Metafungsi Visual Multimodal Teks Mangayun Pada Masyarakat Mandailing
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori LSF yang
dikembangkan oleh Halliday (1994), Martin (1997), dan para pakar LSF lainnya
yang menulis teori ini berbahasa Indonesia oleh Saragih (2003) dan Sinar (2003,
2012).
Dalam penggunaan bahasa sebagai semiotik sosial yang terjadi dari tiga
unsur (yang juga disebut tiga tingkat), yakni ‘arti, bentuk, dan ekspresi, yang
secara teknis disebut semantik, tata bahasa (lexicogrammar) dan fonologi (lisan),
grafologi (tulisan), atau isyarat (sign). Berbeda dengan semiotik umum, semiotik
bahasa terjadi dari tiga komponen itu, yakni arti (semantik), bentuk (tata bahasa),
dan ekspresi, yang berupa bunyi, tulisan, atau isyarat. Arti direalisasikan oleh
bentuk dan selanjutnya bentuk direalisasikan ekspresi (Saragih, 2006:227). Ketiga
unsur bahasa membentuk semiotik yang terhubung dengan realisasi, yakni ‘arti’
atau semantik direalisasikan oleh bentuk atau lexicogrammar (lexis adalah kosa
kata dan grammar adalah tata bahasa), dan selanjutnya bentuk diekspresikan oleh
bunyi (phonology) dalam bahasa lisan atau sistem tulisan (graphology) dalam
bahasa tulisan. Hubungan ketiga unsur ini dalam persepsi bahasa sebagai
semiotik sosial (Halliday, 1985:3).
Sedangkan bahasa sebagai semiotik konteks sosial, metafungsi bahasa
hadir memaparkan dua hal yang saling mempengaruhi antar bahasa dengan luar
bahasa (Halliday dan Martin, 1993:29). Dengan kata lain, konsep metafungsi
yang menghubungkan antara bentuk- bentuk internal bahasa dengan kegunaannya
8
9
dalam semiotik konteks sosial. Metafungsi bahasa mempunyai tiga komponen;
ideasional, interpersonal dan tekstual model yang dikemukakan oleh Halliday
(1985,1994). Teori metafungsi bahasa ini kemudian dikembangkan oleh Kress
dan van Leeuwen (1996,2006) dan menciptakan teori metafungsi visual;
representasi sebagai fungsi ideasional, interaksional sebagai fungsi interpersonal
dan komposisi sebagai fungsi tekstual. Teori inilah yang digunakan untuk
menganalisis teks multimodal mangayun, sedangkan hubungan inter-semiotik
logis teks multimodal (verbal dan visual) memakai model analisis Liu Y dan
O’Halloran (2009)
2.1.1 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)
Teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dikembangkan oleh Halliday
(1994), Martin (1997), Saragih (2003) dan Sinar (2008). Teori ini adalah salah
satu aliran dalam disiplin linguistik yang memperkenalkan tentang sistem
fungsional dan teori sistemik. Teori LSF Halliday ini berbeda dengan teori
sistemik bahasa yang memandang bahasa sebagai bagian dari fenomena sosial
yang berhubungan dengan konteks sosial dalam pemakaian bahasa. Seperti yang
dikemukakan oleh Sinar (2008: 19-24), teori sistemik melingkup fungsi, sistem,
makna, semiotika sosial, dan konteks bahasa. Dengan kata lain, linguistik dan
teori sistemik adalah dasar utama pengkajian bahasa.
Bahasa sebagai fungsi berkaitan dengan penggunaan bahasa bagi interaksi
sosial. Bahasa diorganisir sedemikian rupa untuk melaksanakan suatu fungsi
interaksionis, yakni bagaimana ide-ide dalam wujud bahasa dapat dipahami oleh
pihak lain dalam suatu lingkungan sosial (Sinar, 2008:19). Fungsi bahasa adalah
untuk menciptakan makna, karena itu komponen terpenting dari suatu bahasa
10
adalah komponen-komponen yang fungsional dalam menciptakan makna.
Halliday menyatakan terdapat tiga komponen utama dalam menciptakan fungsi,
yakni komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual. Komponen ideasional
berhubungan dengan bagaimana pengguna bahasa memahami lingkungan sosial.
Komponen interpersonal berhubungan dengan bagaimana bahasa digunakan
dalam interaksi sosial. Komponen tekstual berhubungan dengan interpretasi
bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Sinar, 2008:20). Artinya semua
pemakaian bahasa dalam kehidupan manusia memiliki fungsi atau tujuan.
Bahasa sebagai sistem mempunyai arti bahwa bahasa bersama-sama
dengan sistem sosial lainnya bekerja dalam menciptakan makna (Halliday dan
Hasan, 1992:5). Sistem makna bahasa atau sistem semantik dipahami bukan
semata-mata sebagai makna kata-kata, tetapi merupakan sistem bahasa secara
keseluruhan. Sistem semantik menyediakan pilihan-pilihan semantik yang dapat
digunakan oleh pemakai bahasa dalam berinteraksi dengan pihak lain, di mana
sistem semantik ini berhubungan langsung dengan sistem-sistem lainnya yang
berada di sekitar ide interaksi tersebut (Sinar, 2008:19). Dengan kata lain, bahasa
itu tersusun, teratur dan berpola yang dibentuk oleh komponen-komponen yang
berhubungan secara fungsional dan membentuk makna.
Bahasa sebagai sistem semantik diwujudkan melalui kata-kata dan
tatabahasa dalam suatu proses penyusunan ide dalam pikiran manusia. Dalam
proses ini, kata-kata dan tatabahasa berhubungan secara alamiah dengan makna
yang dirujuknya yang kemudian menghasilkan ujaran dan tulisan, sehingga
proses interaksi dapat berjalan (Sinar, 2008:4). Maksudnya bahasa merupakan
11
alat untuk berkomunikasi yang tidak terlepas dari arti atau makna dari setiap
perkataan dan perbuatan baik berupa ujaran dan juga tulisan.
Bahasa sebagai semiotika sosial adalah bahasa sebagai sistem makna
(Halliday dan Hasan, 1992:4). Semiotika sosial melihat tanda dalam arti yang
lebih luas, yakni sebagai suatu sistem tanda yang merupakan bagian tatanantatanan yang saling berhubungan sebagai pembawa makna dalam budaya.
Sehingga, bahasa dalam semiotika sosial mendapatkan maknanya melalui
interaksi sosial, dengan perantara sosial, dan untuk tujuan sosial pula (Halliday
dan Hasan, 1992:4-6). Bahasa sebagai semiotika sosial berhubungan dengan
penggunaan bahasa bersama-sama dengan sistem makna lainnya dalam
menciptakan kebudayaan (Halliday dan Hasan, 1992:5). Dengan kata lain, bahasa
berperan membentuk pengalaman secara simbolik, kode atau tanda dengan
pemakainya.
Pengalaman-pengalaman manusia sebagai bagian dari dimensi sosial
merupakan awal dari munculnya gejala bahasa, oleh karena itu penting untuk
melihat bahasa dari sudut pandang dimensi sosial yang melingkupinya.
Lingkungan sosial merupakan tempat terjadinya pertukaran makna. Oleh sebab
itu, proses pertukaran makna adalah sesuatu yang bersifat kontekstual, artinya
penggunaan bahasa sebagai alat interaksi sosial untuk menciptakan makna dari
sederetan sistem makna yang tersedia secara keseluruhan berhubungan dengan
konteks yang melatarbelakangi interaksi tersebut (Halliday dan Hasan, 1992:6).
Terdapat tiga konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa
dalam suatu proses interaksi, yakni konteks situasi, budaya, dan ideologi (Sinar,
2008: 23-24). Konteks situasi adalah salah satu unsur konteks sosial yang paling
12
dekat dengan bahasa dalam sistem semiotik sosial (Saragih, 2011:187). Artinya
bahasa adalah hasil dari konteks dan tidak ada bahasa tanpa konteks sosial. Dan
konteks budaya adalah situasi dimana budaya mengontrol apa yang boleh
dilakukan, siapa yang melakukan dan bagaimana melakukan sesuatu (Saragih,
2011:188). Dengan kata lain, keseluruhan budaya dan situasi dimana terjadinya
interaksi atau tempat menggunakan bahasa. Sedangkan konteks ideologi adalah
sistem konsep atau citra yang membuat sebuah komunitas memahami dan
menginterpretasikan apa yang dilihat, didengar dan dibaca. Artinya tidak ada
pandangan, pendapat yang tidak mempunyai ideologi.
2.2.2
Metafungsi Bahasa
Metafungsi bahasa adalah bentuk-bentuk internal bahasa yang membentuk
tatabahasa. Dengan mengamati metafungsi bahasa dapat dilihat hubungan bahasa
dengan dunia luar bahasa, yakni lingkungan sosial bahasa dan bagaimana bahasa
digunakan dalam interaksi sosial (Sinar, 2008:28). Tatabahasa dalam pandangan
LSF
adalah
teori
pengalaman
manusia,
dimana
pengalaman
tersebut
direpresentasikan, dihubungkan, diubah, dan diorganisasikan (Saragih, 2006:7).
2.2.2.1 Metafungsi Bahasa Verbal Halliday (1985, 1994)
Metafungsi bahasa terdiri atas tiga fungsi (Halliday, 1994), yaitu (1)
Fungsi ideasional berfungsi mengodekan, mengekspresikan dan merealisasi
pengalaman manusia
yang direpresentasikan dengan sistem transivitas.
Transitivitas merupakan sumber untuk menguraikan pengalaman dan dilakukan
dalam bentuk proses. Bagian yang tercakup dalam proses ini adalah proses itu
sendiri, partisipan, dan sirkumstan (Eggins, 1994:229 dalam Halliday, 2004).
13
Proses merupakan inti atau pusat di dalam klausa, proses setara dengan
verba atau kata kerja (Saragih, 2011:83). Dengan kata lain, proses direalisasikan
oleh kelompok verba, partisipan direalisasikan oleh kelompok nomina, dan
sirkumstan oleh kelompok keterangan dan frasa preposisional. Ada enam proses
yaitu proses material, verbal, relasional, mental, wujud, dan perilaku ( Eggins,
1994:229; Halliday, 1994: 107-139; Halliday and Matthiessen, 2004:171-206).
Tiga proses primer, yaitu material (proses kegiatan yang menyangkut fisik dan
nyata dilakukan oleh pelakunya (Eggins, 1994; 227)) misalnya berlari, dan
bermain. Mental (Proses mental adalah proses kegiatan yang terjadi di dalam diri
manusia, menyangkut kognisi, emosi dan persepsi) misalnya berpikir dan
membenci (Halliday, 1994: 107; Halliday and Matthiessen, 2004:171) dan
relasional (Proses yang menghubungkan satu entitas dengan entitas lainnya)
misalnya adalah, ialah dan menjadi. Tiga proses skunder, yaitu tingkah laku
(proses tingkah laku merupakan aktivits atau kegiatan yang menyatakan tingkah
laku manusia berkaitan dengan fisiologis atau badan manusia) misalnya tidur dan
senyum. Verbal (proses yang menyatakan informasi) misalnya berkata dan
meminta, dan wujud (proses yang menunjukkan keberadaan entitas atau maujud)
(Eggins, 1994: 254) misalnya ada, dan wujud.
Keenam proses di atas memiliki partisipan yang mengikutinya dapat
dilihat pada tabel (2.1) berikut.
14
Tabel 2.1 Label Proses dan Partisipan (Saragih, 2011:93)
Jenis Proses
Material
Mental
Relational
1) Identifikasi
2) Atribut
3) Kepemilikan
Tingkah laku
Verbal
Wujud
Partisipan I
Pelaku
Pengindera
Partisipan II
Gol
fenomenon
Bentuk
Penyandang
Pemilik
Petingkah laku
Pembicara
Maujud
nilai
atribut
milik
Perkataan
-
Unsur sirkumstan merupakan salah satu elemen dalam sistem transtivitas.
Unsur sirkumstan menambah informasi tentang waktu (kapan), tempat (dimana),
cara (bagaimana), dan alasan, sebab (mengapa, untuk apa, siapa). Unsur inti
sirkumstan (Halliday, 2004:262) adalah lokasi, alasan, cara/keterangan, dan
waktu.
Kemudian (2) fungsi interpersonal adalah fungsi bahasa untuk
mempertukarkan
pengalaman-pengalaman
manusia
menggunakan
bahasa
(Halliday: 2004 dalam Nurlela, 2010:88). Artinya interpersonal berfungsi
menukarkan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh manusia melalui fungsi
ujar (tindakan yang disampaikan dalam satu ujaran dalam mempertukarkan
pengalaman (Saragih,2011:99) dan modus; moda, residu. (3) Fungsi Tektual
adalah fungsi bahasa untuk merangkai pengalaman (Halliday:2004 dalam
Nurlela,
2010:98).
Artinya
tekstual
berfungsi
untuk
menyampaikan pesan melalui sistem tematik; tema dan rema.
merangkai
dan
15
2.2.2.2 Metafungsi Bahasa Visual Kress dan van Leeuwen (1996, 2006)
Sejalan dengan penjelasan Halliday (2004), dan Liu O’Halloran (2009),
Kress dan van Leeuwen (2006: 40-41) menjelaskan metafungsi bahasa yang
dikaitkan dengan multimodal, metafungsi bahasa meliputi tiga komponen.
1. Komponen representasi: setiap sistem semiotik memiliki kemampuan untuk
merepresentasikan aspek-aspek pengalaman dunia di luar sistem tanda baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, sistem semiotik
harus mampu untuk merepresentasikan objek dan hubungannya dengan dunia
di luar sistem representasi tersebut yang mungkin memiliki sistem tanda yang
lain. Dengan cara itulah, sistem semiotik ideasional memberikan pilihanpilihan untuk merepresentasikan objek dengan cara yang berbeda, agar caracara ini dapat saling berhubungan satu sama lain.
people
Represented
partisipants
repr
Places
Things
action
reaction
Komponen
representation
mental
Narrative
analysis
verbal
process
analytical
Conceptual
analysis
symbolic
classifical
Bagan 2.1 Variables of Representational Analysis in Visuals
(Kress dan van Leeuwen 1996, 2006)
16
Komponen representasi dalam metafungsi visual meliputi; proses, partisipan dan
sirkumtan.
(1) Proses dibagi menjadi narrative analysis (analisis naratif) dan conceptual
analysis (analisis konseptual). Analisis narratif terdiri atas (a) proses tindakan
(action), proses tindakan terbagi dua yaitu, proses tindakan transaksional dan
non-transaksional. Proses tindakan transaksional/ verba intrasitif artinya kata
kerja yang memerlukan objek (aktor dan gol). Sedangkan proses tindakan
non-transaksional sama halnya dengan verba transitif artinya kata kerja yang
tidak memerlukan objek. (b) Proses reaksional, Proses reaksional dalam
metafungsi visual adalah ketika vektor dibentuk oleh garis mata, dan arah
pandangan dari satu atau lebih yang berarti ada reaksi. (c) Proses mental,
proses mental dalam metafungsi visual berbentuk vektor yang dapat diamati
di komik: berupa balon/gelembung berpikir yang menghubungkan senser dan
fenomenon. (d) Proses verbal dalam metafungsi visual berbentuk vektor
berupa balon/gelembung dialog yang menghubungkan sayer dan ucapan. (e)
Proses konversi, gol sebagai partisipan satu-atunya. Sedangkan analisis
konseptual terdiri atas (a) analytical (analitik), dalam metafungsi bahasa
sama dengan proses relasional kepemilikan, (b) symbolic attribute (penanda
attribut), dalam metafungsi bahasa sama dengan proses relasional
identifikasi, dan (c) Classifical (pengelompokan) dalam metafungsi bahasa
sama dengan proses relasional attribut (Kress dan Van Leeuwen, 2006:63).
(2) Partisipan adalah orang, atau sesuatu bahkan tempat yang ada dalam analisis
gambar partisipan merupakan objek yang paling menonjol, melalui ukuran,
tempat di komposisi, kontras terhadap latar belakang, saturasi warna, dan
17
fokus ketajaman. (a) Proses action (tindakan) memiliki aktor sebagai
partisipan I dan gol sebagai partisipan II. (b) Proses reaksi dengan partisipan I
disebut reactor, dan partisipan II disebut fenomena. Reactor adalah partisipan
yang melakukan proses baik manusia atau binatang, sedangkan fenomena
dapat dibentuk partisipan lain. (c) Proses mental memiliki partisipan I senser
dan partisipan II fenomenon. (d) Proses verbal terdiri dari sayer sebagai
partisipan I dan ucapan (utterance) sebagai partisipan II. (e) Proses konversi,
partisipan satu-satunya adalah gol. (f) Partisipan analytical (analitik) adalah
carrier (pemilik) sebagai pertisipan I dan possessive attribute (milik) sebagai
partisipan II (b) symbolic attribute (penanda identitas) dengan partisipan I
adalah (superordinate) penanda dan partisipan II adalah (subordinate)
petanda (c) Classifical (pengelompokan) dalam metafungsi bahasa sama
dengan proses relasional attribute dengan partisipan I adalah (carrier)
penyandang dan partisipan II adalah (symbolic attribute) atribut (Kress dan
Van Leeuwen, 2006:47).
(3) Sirkumtan pada metafungsi visual, adapun sirkumtan pada metafungsi visual
adalah (a) lokasi berkaitan dengan tempat proses itu terjadi, (b) alat berkaitan
dengan sarana proses dibentuk oleh alat dengan tindakan yang dijalankan
biasanya juga membentuk vektor. (c) Penyerta berkaitan dengan proses di
mana dua benda wujud dapat disatukan sebgai dua unsur. (Kress dan van
Leeuwen, 2006:72)
2. Komponen interpersonal/ interaksional: setiap sistem semiotik harus mampu
untuk memproyeksikan hubungan-hubungan antara pencipta/produser yang
menciptakan tanda atau kompleks tanda dengan penerima/reproducer tanda
18
tersebut. Dengan kata lain, sistem semiotik harus mampu memproyeksikan
sebuah hubungan sosial diantara pencipta, pemirsa (yang menerima tanda),
dan objek yang direpresentasikan oleh tanda tersebut. Dalam sistem semiotik
ditawarkan hubungan interpersonal yang berbeda. Kress memberi contoh satu
bentuk dari reperesentasi visual dalam gambar. Seseorang yang difoto
mungkin secara semiotik berkomunikasi dengan fotografer. Disini dapat
terjadi suatu proses interpersonal antara orang yang difoto dengan orangorang yang nantinya melihat fotonya, atau mungkin juga tidak ada proses
interaksi jika yang melihat foto, menganggap foto itu sebagai ‘cermin’
bayangan diri sendiri.
Table 2.2 Interactive Meanings (Interpersonal) Adapted from The Grammar
of Visual Design (1996, 2006)
Contact
Social Distance
Point of view
Image Act
Gaze
Size of Frame
Subjective Image
colour
Interaksional
Contextualization
Modality
Offer
Demand
Direct
Indirect
Horizontal
angle
(involvement
and
detachment)
Vertical angle (viewer power
and represented participant
power
1) Colour saturation
2) Colour differentiation
3) Colour modulation
1) Absence of background
2) Full detail
Representation
1) Maximum abstraction
2) Maximum Representation
Depth
1) Absence of depth
2) Maximally
deep
perspective
1) Full representation of
light and shape
2) Absence of light and
shape
1) Maximum brightness
2) Black and white or shades
of light grey and dark
Illumination
Brightness
19
Komponen interpersonal meliputi; contact (kontak), social distance (jarak
sosial), point of view (sudut pandang ) dan modality (modalitas).
(1) Contact (kontak) terdiri atas; 1) image art; (a) demand (goods/services)
adalah interaksi langsung antara partisipan dengan khalayak diwujudkan
melalui kontak mata yang menatap kepada penyaksi, (b) offer (information)
adalah adanya pandangan penyaksi. 2) Gaze (tatapan); direct (langsung)
artinya tatapan dari partisipan langsung dan indirect (tidak langsung)
sebaliknya tatapan dari partisipan tidak langsung.
(2) Social distance (jarak sosial) meliputi size of frame (ukuran frame); (a)
intimate/personal adalah tampilan personal, (b) social dan equality adalah
cara pengambilan elemen visual pada teks dengan memberikan informasi
kepada khalayak bahwa produk tersebut adalah produk yang dapat dimiliki
dengan mudah dan realisasinya dapat ditemukan pada call and visit
information, (c) impersonal adalah tampilan umum.
(3) Point of view (sudut pandang) meliputi; subjective image; (a) horizontal
angle; involvement (sudut frontal), detachment (sudut miring), (b) vertical
angle; viewer power (pandangan menjadi kuat), represented participant
power (pandangan menjadi lemah).
(4) Modality/modalitas membahas tentang tingkatan warna, tingkatan warna
menurut Kress dan van Leeuwen (2006:160), ditandai dengan (1) saturasi
warna, artinya warna penuh atau tidak ada warna, misalnya hitam dan putih
(2) diferensiasi warna, warna dari berbagai keragaman warna menjadi tidak
beragam (3) perubahan warna, artinya warna yang penuh bayang-bayang
berubah menjadi tidak ada bayangan (4) kontekstualisasi, warna yang tidak
20
berlatar menjadi berlatar jelas, (5) representasi, warna yang direpresentasikan
dari hal yang abstrak menjadi detail, misalnya: helai pada rambut, pori-pori di
kulit, lipatan di pakaian, daun di pohon (6) kedalaman, skala berjalan dari
tidak adanya kedalaman perspektif
menjadi perspektif yang dalam (7)
penerangan, skala berjalan dari representasi sepenuhnya dari permainan
cahaya dan bayangan untuk ketiadaan di sisi lain, abstrak dari pencahayaan
menunjukkan bayangan (8) kecerahan, artinya perbedaan warna tingkat terang
hitam dan putih atau abu-abu gelap, misalnya kulit hitam atau putih cerah.
Tabel 2.3 Penanda Modalitas pada Data Visual
(Kress dan van Leeuwen, 2006:160-162)
Penanda modalitas
Saturasi warna
Keragaman warna
Perubahan warna
Kontekstualisasi
Representasi
Kedalaman
Penerangan
Kecerahan
modalitas tinggi
saturasi netral
beragam
penuh bayangan
konteks yang jelas
detail
perspektif yang jelas
bercahaya
tingkat kecerahan
modalitas rendah
hitam dan putih
tidak beragam
tidak berbayangan
kontek abstak
abstrak
perspektif abstrak
tidak bercahaya
tidak cerah
3. Komponen tekstual: setiap sistem semiotik harus memiliki kemampuan untuk
membentuk teks, kompleks tanda yang saling melekat satu dengan yang lain,
baik secara internal maupun dengan konteks di dalamnya dan untuk apa
tanda-tanda tersebut diproduksi. Dalam hal tatabahasa visual juga
menciptakan suatu jarak pengaturan komposisi yang berbeda untuk
merealisasikan fungsi tekstual yang berbeda pula. Teks multimodal yang
terdiri atas teks verbal dan teks visual memiliki hubungan-hubungan logis
dalam menyampaikan suatu makna. Hubungan-hubungan ini dapat diketahui
melalui adanya keterkaitan antara komponen metafungsi dalam teks verbal
21
dan teks visual. Komponen tekstual pada metafungsi teks multimodal
berkaitan tentang komposisi (kress dan van Leeuwen, 2006:177).
(1) Nilai informasi, menghubungkan dua partisipan dalam gambar yang dapat
memberikan nilai informasi spesifik tentang apa saja yang ada di gambar
yang dilihat baik dari kanan,kiri,atas, bawah, tengah dan samping, meliputi;
centred adalah unsur pusat yang diletakkan di tengah terdiri atas triptych
sebagai non-central yang diletakkan disisi kanan, kiri, atas dan bawah.
Circular sebagai non-central yang diletakkan, atas, bawah atau samping.
Kemudian, jika informasi disajikan di sebelah kiri menjadi informasi given
dan jika informasi disajikan sebelah kanan menjadi informasi new.
(2) Salience (tonjolan), unsur partisipan dan represententasi dibuat untuk menarik
perhatian penonton dengan derajat yang sebagai penempatan latar belakang,
latar depan, ukuran yang relative, kontras dalam nilai warna, dan perbedaan
ketajaman.
(3) Framing (bingkai), kehadiran atau ketidakhadiran alat bingkai direalisasikan
oleh unsur yang menciptakan batas garis atau garis bingkai tidak berkaitan
atau berkaitan dengan gambar, memberi tanda bahwa mereka adalah bagian
atau bukan bagian (Kress dan van Leeuwen, 2006:177).
Kress dan van Leeuwen menyimpulkan realisasi atas ketiga metafungsi di
atas untuk bahasa visual sebagai berikut;
Tabel 2.4 Realisasi Komponen Metafungsi Visual
Komponen Metafungsi
Ideasional
Interpersonal
Tekstual
Realisasi
Representasi
makna interaksi
Komposisi
22
2.2 Mangayun
2.2.1 Pengertian Mangayun
Mangayun adalah adalah kegiatan biasa yang dilakukan ibu-ibu ketika
menidurkan anaknya, sehingga mangayun menjadi sebuah bentuk upacara adat
terhadap anak-anak. Upacara mangayun ini disertai dengan lagu-lagu yang berisi
puji- pujian kepada Nabi Muhammad, berisi nasehat, petuah dan do’a. Menurut
Effendi (dalam Nasution 2008:3) acara mengayun anak- anak atau bayi
dilaksanakan secara beramai-ramai diiringi nyanyian lagu- lagu berisi nasehat,
petuah, dan doa. Lagu-lagu itu biasanya dilantunkan oleh ibu- ibu dan remaja
putri. Ayunan yang digunakan dalam acara ini biasanya lebih besar dari ayunan
biasa dan dihiasi dengan kertas, pita, dan kain beraneka warna. Artinya
Mangayun adalah upacara yang dilakukan untuk bayi yang baru berusia beberapa
hari dan digabungkan dengan upacara aqiqah, sehingga kegiatan mencukur
rambut bayi merupakan kegiatan awal dari acara ini. Upacara mangayun ini
disertai dengan lagu- lagu yang berisi puji- pujian kepada Nabi Muhammad,
nasehat atau petuah dan do’a, yang sarat akan makna dan nilai religius.
2.2.2 Teks Multimodal Mangayun
Teks adalah unit arti atau unit semantik yang direalisasikan oleh kata,
frase, klausa, paragraf ataupun naskah. Akan tetapi teks bukan unit tatabahasa
yang terdiri atas morfem, kata, frase dan klausa. (Halliday, 2002:26). Menurut
Webster (2002:3) teks adalah pilihan semantik (makna) dalam konteks sosial.
Teks adalah hasil dan proses, artinya teks sebagai hasil adalah teks itu merupakan
hasil; yang berwujud dapat direkam dan dipelajari (Mulyana, 2005:8). Dengan
kata lain, teks sebagai proses artinya ketika kita memberi atau menerima
23
informasi dalam konteks situasi yang bentuk teks (lisan dan tulis) maka terjadi
proses pemahaman makna dalam otak agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap
makna. Seiring dengan pengertian teks sebagai hasil dan proses, sama halnya
dengan teks dalam mangayun yang merupakan hasil yang berwujud dan
dihasilkan dari proses yang berkaitan dengan konteks situasi.
2.2.2.1 Teks Multimodal
Multimodal adalah semua interaksi, artinya multimodal menekankan
bahwa semua sarana komunikasi memainkan peranan penting baik itu verbal
maupun visual karena bahasa mengandung makna, konten atau isi yang
informatif. Menurut O’Halloran dan Smith (2009:32) menyatakan multimodal
termasuk analisis segala jenis komunikasi yang mempunyai teks interaksi dan
interaksi dua atau lebih sumber semiotik atau sarana komunikasi untuk mencapai
fungsi komunikatif teks tersebut. konsep multimodal Anstey and Bull (2010:2)
berpendapat bahwa
A text may be defined as multimodal when it combines two or more
semiotic systems. There are five semiotic systems in total:
1. Linguistic: comprising aspects such as vocabulary, generic structure
and the grammar of oral and written language
2. Visual: comprising aspects such as colour, vectors and viewpoint in
still and moving images
3. Audio: comprising aspects such as volume, pitch and rhythm of music
and sound effects
4. Gestural: comprising aspects such as movement, speed and stillness in
facial expression and body language
5. Spatial: comprising aspects such as proximity, direction, position of
layout and organisation of objects in space.
Sebuah teks didefinisikan sebagai multimodal ketika teks tersebut
menggabungkan dua atau lebih sistem semiotik. Berikut lima sistem semiotik
tersebut;
24
1) Linguistik terdiri dari aspek-aspek a) kosa kata, b) struktur generik dan c) tata
bahasa dari bahasa lisan dan tertulis
2) Visual: terdiri dari aspek-aspek seperti a) warna, b) isyarat dan c) sudut
pandang dalam diam dan gambar bergerak
3) Audio yang terdiri dari seperti volume, nada dan irama musik dan suara efek,
seperti suara lantang, lembut dan mendesah
4) Gestural: terdiri atas aspek-aspek seperti bahasa tubuh, kecepatan, ketenangan
dalam ekspresi wajah, sentuhan dan gerakan tubuh, seperti cara duduk,
mendengar, melihat, bergerak, berdiri dan memegang kepala yang dapat
menghasilkan kesan perhtian terhadap sesuatu atau tidak tertarik dan
kebingungan. Kemudian sentuhan (touch), seperti jabatan tangan, menepuk
bahu, mengusap rambut, berpelukan yang memberi makna akrab dan intim.
5) Spasial: meliputi aspek-aspek jarak (space), arah dan posisi tata letak
Sedangkan menurut Kress dan Leewen (2006) multimodal mencakup pada
tatabahasa visual dan virtual.
Tatabahasa visual mendeskripsikan secara
gramatikal makna visual terletak pada sarana komunikasi dan tiap sarana
mempengaruhi makna secara sentral dan secara dominan dalam keseluruhan
proses komunikasi baik bersarana fonik maupun grafik, yaitu ujaran, tulisan,
gambar dan isyarat. Tata bahasa virtual mendeskripsikan secara gramatikal
makna melalui tubuh, gerakan dan interaksi dengan objek. Misalnya teks yang
terdiri dari tulisan dan gambar, sistem makna multimodal yang dibentuk secara
verbal melalui tulisan dan visual melalui gambar yang dapat merepresentasikan
berbagai pengalaman-pengalaman sosial. Jadi, sistem makna visual diakibatkan
oleh semakin pentingnya elemen visual dalam sistem komunikasi masa kini.
25
Sistem makna visual merupakan sistem semiotik lain yang secara independen
ataupun bersama-sama dengan bahasa verbal menciptakan kebudayaan. Produkproduk kebudayaan yang dihasilkan oleh sistem makna ini dapat ditemukan
dalam berbagai produk, misalnya media massa dan iklan (Kress dan Leeuwen,
2006:15).
2.2.2.2 Teks Mangayun
Teks atau nyanyian mangayun dalam masyarakat Mandailing awalnya
menggunakan teks berbahasa Arab, yang berisi puji-pujian kepada Nabi
Muhammad, misalnya Tolaa ‘al badru ‘alayna (telah terbit rembulan) dan
Marhaban, sehingga konteks situasi dan budaya mengubah ideologi masyarakat
Mandailing dan melahirkan nyanyian khusus mangayun berdasarkan budaya dan
ideologi masyarakatnya.
Berikut contoh teks mangayun:
Sholaatulloh salaamulloh.. sholaatulloh salaamulloh ‘ala toha rosullillah
Sholaatulloh salaamulloh.. sholaatulloh salaamulloh ‘ala yaasiin habibillah
Diayun
‘diayun’
Ho
Amang
Diayun
‘kamu’
‘nak’
‘diayun’
‘kamu diayun anakku’
Diayun
dibue- bue
‘diayun’ ‘di nina bobokkan’
‘diayun di nina bobokkan’
Ho do
Amang
si ubat
‘kamu lah’ ‘nak’
‘obat’
‘kamu lah nak obat rindu’
Jadima
Ho
Anak
‘Jadilah’
‘kamu’
‘anak’
‘jadilah kamu anak yang soleh’
Lungun
‘rindu’
na soleh
‘yang soleh’
26
Diayun
Ho
Amang
Diayun
‘diayun’ ‘kamu’
‘nak’
‘diayun’
Sareto
Mandok
Syukur
tu Tuhan
‘Seraya’ ‘mengucap’ ‘syukur’
‘kepada Tuhan’
‘seraya mengucap syukur kepada Tuhan’
Malum
Nyae
Sombu
lungun
‘Sembuh’ ‘penyakit’ ‘sembuh’
‘rindu’
‘sembuh penyakit sembuh rindu’
Horas
Torkis
Markahirasan
‘berkelanjutan’
‘Horas’
‘torkis’
‘sehat- sehat selalu’
2.2.3
Perlengkapan Mangayun
Tradisi mangayun mempunyai beberapa perlengkapan yang diperlukan
dalam penyelenggaraan upacara adat mangayun antara lain sebagai berikut: (1)
anggunan (ayunan), Ayunan dibuat dari tapih bahalai atau kain sarung wanita
yang pada ujungnya diikat dengan tali atau pengait. Ayunan ini biasanya
digantungkan pada penyangga ruangan tengah rumah. Pada tali tersebut diikatkan
Yasin, dengan tujuan sebagai penangkal jin (mahluk halus) atau penyakit yang
dapat mengganggu anak dengan posisi anak yang diayun dibaringkan. Kain
ayunan ini terdiri kain-kain panjang yang bermotif meriah dengan warna yang
cerah. (2) Hiasan Ayunan, hiasan ayunan terdiri dari janur pohon kelapa atau
pohon enau. Selain itu, pada tali ayunan juga diberi beraneka macam pernakpernik hiasan, misalnya anyaman janur hewan, katupat, halilipan, bunga-bunga,
rantai, atau hiasan-hiasan yang menambah kemeriahan ayunan. (3) gunting: untuk
menggunting rambut bayi, (4) daun pisang yang digunakan untuk memercikkan
minyak wangi sebelum menggunting rambut bayi dan (5) minyak wangi.
27
2.2.4
Tahapan atau Prosesi Mangayun
Pelaksanaan upacara mangayun ini biasanya dilangsungkan pada pagi hari
di rumah pihak ayah anak (kahanggi) tidak boleh di rumah pihak ibu (mora).
Acara mangayun dimulai dengan pembacaan sholawat oleh para hadirin (mora,
kahanggi dan anakboru) sekaligus bayi atau anak dibawa mengelilingi warga
yang hadir dengan digendong oleh nenek atau kakek dari pihak ayah, hadirin
(mora, kahanggi dan anakboru) akan memercikkan minyak wangi dengan daun
pisang yang diikat dengan tujuan agar bayinya mendapat barokah. Kemudian
memberi nama dan menggunting rambut bayi. Setelah itu bayi diletakkan dalam
ayunan dan bayi diayun diiringi dengan nyanyian mangayun.
Pada acara mangayun ini, ayunan ada dua. Anak yang diayun sebelah
kanan dari keluarga atau hadirin yang hadir agar memudahkan melihat dan
bersentuhan langsung dengan anak yang diayun. Kemudian ayunan yang sebelah
kiri diletakkan anak secara bergantian mulai dari kaum kahanggi, anakboru dan
mora secara bergantian. Tidak ada pakaian khusus yang digunakan anak-anak
dalam acara mangayun ini hanya ada satu perlengkapan khusus dalam acara ini
yaitu paroppa panjakki (kain panjang adat batak) yang digunakan setiap ibu
menggendong anak yang hendak diayun. Acara mangayun diakhiri dengan
lantunan do’a keselamatan. Setelah itu, warga akan disuguhi makanan dan
minuman.
2.3 Hubungan Inter-Semiotik Logis antara Teks Verbal dan Visual
Teks multimodal yang terdiri atas teks verbal dan teks visual memiliki
hubungan-hubungan logis dalam menyampaikan suatu makna. Hubunganhubungan ini dapat diketahui melalui adanya keterkaitan antara komponen
28
metafungsi dalam teks verbal dan teks visual. Liu Y dan O’Halloran (2009: 32),
merumuskan hubungan logis tersebut sebagai Inter-semiotic Logical Relations:
Tabel 2.5 Inter-semiotic Logical Relations
(Liu Y dan O’Halloran, 2009: 32)
Logical Relations
Meaning
Comparative
Generality
Similiarity
Abstraction
Additive
Addition
Consequential
Consequence
Cause
Contingency
Temporal/Time
Purpose
Successive
Comparative atau hubungan perbandingan adalah suatu hubungan yang
berfungsi untuk mengorganisasikan makna logis dengan memperhatikan
kesamaan antara teks verbal dan teks visual dalam suatu teks multimodal.
Kesamaan dalam hubungan ini ditandai dengan adanya perbedaan tingkat
keumuman dan abstraksi yang dimiliki oleh masing-masing komponen
metafungsi (Liu Y dan O’Halloran, 2009: 24-25).
Additive adalah hubungan antara teks verbal dan teks visual yang sifatnya
saling melengkapi. Dalam hubungan Additive, teks verbal dapat memberikan
informasi terhadap teks visual atau sebaliknya, teks visual yang memberikan
informasi terhadap teks verbal. Karena itu, dalam sebuah teks multimodal, makna
dari dua model teks yang berbeda dapat digabungkan (Liu Y dan O’Halloran,
2009: 25).
Hubungan Consequential dalam suatu teks multimodal ditandai dengan
adanya suatu Consequence dan Contingency. Consequence mengacu pada suatu
hubungan kausal dengan efek yang sudah dapat dipastikan. Sedangkan
29
Contingency adalah suatu hubungan yang mengacu pada efek yang tidak pasti
(Liu Y dan O’Halloran, 2009: 27-30).
Hubungan Temporal/time dalam suatu teks multimodal ditandai oleh
genre prosedur dan pengulangan. Pesan teks verbal dan visual dalam teks bergenre prosedur dapat saling melengkapi satu dengan yang lain. Hubungan
temporal yang ditandai oleh genre prosedur berbentuk instruksi-instruksi dalam
teks prosedur, sedangkan hubungan temporal yang ditandai dengan pengulangan
adalah teks tersebut diproduksi berulang-ulang atau berkali-kali (Liu Y dan
O’Halloran, 2009:30-31).
2.4 Penelitian Relevan
Penelitian terdahulu dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian utama,
yaitu kajian terhadap berbagai teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang dinilai
relevan dengan penelitian ini. Teori-teori yang digunakan sebagai landasan
berpikir dalam penelitian ini adalah teori mengenai Linguistik Fungsional
Sistemik (LFS), metafungsi visual dan hubungan intersemiotik logis model Liu Y
dan O’Halloran. Sedangkan hasil penelitian yang dinilai relevan dengan
penelitian ini adalah berbagai penelitian dalam bidang linguistik dan tradisi,
khususnya mangayun.
Penelitian tentang multimodal ini telah pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Kuara (2014) “Multimodal Resources dalam film Trailers” menganalisis
teks perfilman berdasarkan pendekatan semiotik sosial dengan ketiga metafungsi
yaitu metafungsi representasi, orientasi, dan organisasi. Pada data analisa,
ditemukan bahwa (1) ada tiga unsur multimodal yang terlibat dalam pemberian
arti dalam film trailer yang bergenre aksi, yaitu verbal, visual, dan aural, (2)
30
dengan menggabungkan ketiga aspek tersebut, maka tujuan promosi dapat
dicapai, (3) unsur-unsur multimodal tersebut tidak persis dimiliki oleh semua film
trailer bergenre aksi. Hasil penelitian bertujuan untuk meningkatkan tujuan
promosi, dan mereka terbentuk dengan menggabungkan elemen verbal, visual,
dan aural yang terkandung dalam film trailer itu sendiri, unsur-unsur multimodal
tersebut tidak digunakan secara kronologis atau sistematis di dalam semua film
trailer karena produser film trailer yang berbeda, biasanya memiliki tujuan dan
cara yang berbeda di dalam menyampaikan tujuan promosinya.
Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih et al. (2014) dalam
jurnal Publika Budaya Volume 2 tentang “Construing Ideational Meaning in
Electronics Devices Advertisements in Jawa Pos: a systemic Functional
Linguistic Multimodal Discourse Analysis”. Penelitian ini tentang analisis wacana
multimodal. Data dikumpulkan dari iklan media cetak koran Jawa Pos. Generic
Structure Potential (GSP) untuk iklan media cetak yang digagas oleh Cheong
(2004) dan transitivity oleh Halliday (1994). Kerangka Cheong diterapkan untuk
mengungkap bagian-bagian dari bagian gambar dan lingustik, sementara
transitivity Halliday digunakan untuk mengetahui proses-proses. Dengan cara
demikian, penelitian ini menemukan hubungan antara gambar dan teks dalam satu
konteks. Hasilnya menunjukkan bahwa bagian-bagian gambar dalam iklan media
cetak adalah Lead, Emblem, dan Display. Lead terdiri dari Locus of Attention
(LoA) dan Complements to the Locus of Attention (Comp. LoA). Sementara,
bagian-bagian lingiustiknya adalah Announcement, Emblem, Enhancer, Tag, dan
Call-and-Visit Information. Akhirnya, dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada
keterkaitan antara bagian-bagian gambar dan linguistik dalam iklan media cetak.
31
Hal ini menyebabkan Contextualization Propensity (CP) tinggi, Interpretative
Space (IS) sempit, dan Semantic Effervescence (SE) juga kecil.
Sinar (2013) “Analisis Teks Iklan Cetak: suatu perspektif Multimodal.
Penelitian ini membahas penggunaan bahasa atau wacana dengan memberi
perhatian secara bervariasi, mulai dari menganalisis grammatikal, realisasi bunyi,
intonasi, leksikal, struktur sintaksis, aspek semantik, konteks situasi, budaya,
ideologi bahasa dan analisis visual multimodal. Dengan mengombinasikan
analisis metafungsi bahasa; fungsi ideasional, fungsi interpersonal dan fungsi
tekstual berdasarkan pada teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) konsep
Halliday (1985, 1994, 2004) dengan analisis multimodal pada visual dari kedua
teks iklan konsep Kress dan van Leeuwen (2006) dan Yeun (2004). Hasil
penelitian
berdasarkan
analisis
visual
adalah
feminitas
perempuan
divisualisasikan dengan tubuh cantik mempesona dan seksi, begitu juga dengan
maskulinitas laki- laki dengan tampilan tubuh kuat berotot. Sedangkan
berdasarkan ideologi iklan cetak Marie dan L- Men yang merepresentasikan
feminitas dan maskulinitas merupakan hasil konstruksi sosial budaya oleh
masyarakat yang akhirnya mengakibatkan adanya bias dalam peran- peran sosial
perempuan yang berbeda dengan laki- laki berdasarkan bahasa iklan cetak.
Ungkapan klausa-klausa dalam iklan cetak sebagai teks dalam konteksnya
berpotensi melahirkan nilai dan tatanan sosial masyarakat.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Suaibah dan Asriwandari
(2013) “Tradisi ayun bayi pada Masyarakat Bangun Purba di Kabupaten Rokan
Hulu”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa acara ayun bayi memiliki
beberapa tujuan: (1) sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan karena anggota
32
keluarga baru lahir dengan selamat dan sehat, (2) ayun budak menjadi media
untuk memberikan nasihat kepada bayi atau anak, (3) ayun budak dan lagu
merupakan doa kepada Allah, (4) proses dari ayun budak dapat mempererat
hubungan antara masyarakat.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Pujadiharja (2013) dalam jurnal
Visualita volume 5 tentang “Kajian Multimodal Teks Tubuh Perempuan Dalam
Film Dokumenter Nona Nyonya? Karya Lucky Kuswandi”. Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pada bagaimana seseorang,
kelompok, gagasan dan pendapat tertentu ditampilkan dalam film Nona Nyonya?
Kelompok
yang
marginal
(perempuan,
aktivis
perempuan)
cenderung
digambarkan memiliki hubungan yang setara dan intim dengan penonton,
sementara kelompok yang dominan (dokter, perawat, dan bidan) cenderung
digambarkan superior dan tidak dapat menyatakan pendapat. Melalui metode
penelitian analisis wacana dengan pendekatan teori semiotika sosial, tulisan ini
memfokuskan diri pada analisis multimodal teks yang terdapat dalam film yang
berkaitan dengan representasi tubuh perempuan Indonesia.
Penelitian selanjutnya oleh Hermawan (2012) “Multimodality: menafsir
verbal, membaca gambar, dan memahami teks analisa” yang digunakan untuk
menganalisa teks yang menggunakan lebih dari satu semiotic mode, khususnya
yang menggunakan mode verbal dan mode gambar atau image secara bersamaan
dalam sebuah kesempatan penyampaian makna. Dan juga menjelaskan langkahlangkah teknis prosedur analisa multimodality yang dapat digunakan untuk
menganalisa teks seperti tersebut dan memberikan contoh penggunaan langkah
analisa. Dengan demikian, tulisan ini juga mengeksplorasi manfaat yang dapat
33
diperoleh dari penggunaan ‘prosedur analisa’ ini untuk menganalisa teks. Tulisan
ini mendukung argumen yang ditawakan diantaranya oleh Kress dan van
Leeuwen (2006), dan Machin dan Myer (2012), yang menyakini bahwa pesan
yang disampaikan dengan semiotic mode berbeda secara bersamaan (verbal dan
image) dalam sebuah teks tidak dapat dianalisa hanya dengan alat analisa
linguistik saja, tetapi mengharuskan dua alat analisa yang berbeda yaitu
linguistics, dan image analysis tool seperti reading image yang saling mendukung
menuju pemahaman makna yang lebih menyeluruh.
Kemudian penelitian oleh Nasution (2010) “Konstruksi Tekstual Gender
dalam Teks Iklan Cetak: Analisis Multimodal terhadap Teks Iklan”. Analisis
datanya menggunakan perangkat kerja analisis multimodal yang mencakup
keseluruhan sumber semiotik yang terdapat dalam teks, yaitu teks verbal dan teks
visual. Untuk menganalisis teks verbal, digunakan perangkat kerja metafungsi
bahasa Halliday, sedangkan untuk analisis visual, digunakan perangkat kerja
metafungsi visual Kress dan van Leeuwen. Ditemukan bahwa setiap komponen
metafungsi memiliki potensi yang sama dalam menyampaikan citra gender. Teks
verbal dan teks visual dalam hal ini memiliki keterkaitan satu sama lain, yang
ditandai
dengan
adanya
hubungan
yang
sifatnya
temporal,
additive,
consequential, dan comparative. Citra gender yang disampaikan oleh teks iklan
didasari oleh dua ideologi yang terkandung dalam teks, yaitu ideologi seksis dan
ideologi yang memandang persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini sangat relevan dengan penelitian di atas, penelitian relevan
tersebut memberikan kontribusi luar biasa terhadap penelitian ini, yaitu
penggunaan teori LSF (metafungsi bahasa) oleh Halliday dan teori metafungsi
34
visual Kress dan van Leeuwen terhadapat teks multimodal, dimana teori ini
mencakup keseluruhan sistem semiotik yang terdapat dalam teks, yaitu teks
verbal dan teks visual. Untuk menganalisis teks multimodal mangayun digunakan
teori metafungsi visual. Selain teori yang relevan dengan penelitian terdahulu
penelitian ini juga relevan dengan variabel dari penelitian, yaitu analisis
multimodal dan mangayun (ayun).
35
2.5 Kerangka Teori
Teks Multimodal Mangayun
Metafungsi Bahasa
Halliday (1985,2004)
Metafungsi Visual
Kress dan van Leeuwen (1996, 2006)
Komponen ideasional;
1)
a.
b.
c.
d.
e.
2)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3)
Proses
Proses tindakan
Proses reaksional
Proses mental
Proses verbal
Proses konversi
Partisipan
Aktor
Gol
Reactors
Fenomenon
Relay
Senser
sayer
sirkumtan
a. lokasi
b. alat
c. penyerta
Komponen interpersonal/interaksi;
1) Contact (kontak)
a. Demand
b. Offer
2) Social distance (jarak)
a. Intimate/personal
b. Social/equality
c. Impersonal
Komponen tekstual;
1) Nilai informasi
2) Salience (tonjolan)
3) Framing (bingkai)
3) point of view (sudut pandang)
a. involvement
b. detachment
c. Viewer power
d. Represented participant
power
4) Modality
Inter-semiotik Logis teks verbal dan
visual
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Berdasarkan bagan 2.2 di atas, dijelaskan bahwa teks multimodal
mangayun dianalisis dengan teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen
(1996, 2006) yang merupakan hasil pengembangan dari teori metafungsi bahasa
36
Halliday (1985, 2004). Teks multimodal mangayun ini dianalisis dengan teori
metafungsi visual Kress dan van Leeuwen berdasarkan tiga komponen, yaitu (1)
komponen ideasional: a) proses, b) partisipan dan c) sirkumtan. (2) Interpersonal ;
a) Contact (kontak) terdiri atas demand dan offer, kemudian b) Social distance (jarak)
meliputi intimate/personal, social/equality dan mpersonal dan c) point of view (sudut
pandang) terdiri atas involvement, detachment, viewer power, represented
participant power, dan d) modality.
Kemudian (3) komponen tekstual terdiri atas a) nilai informasi, b)
salience (tonjolan) dan c) framing (bingkai). Sehingga hasil akhir dari analisis
metafungsi visual Kress dan van Leeuwen pada teks multimodal mangayun dapat
mendeskripsikan hubungan inter-semiotik antara teks verbal dan visual. Peneliti
memilih teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen karena teori ini dapat
menganalisis teks multimodal dan lebih fokus terhadap analisis teks multimodal
mangayun yang dapat memperlihatkan hubungan inter-semiotik antara teks verbal
dan visual
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori LSF yang
dikembangkan oleh Halliday (1994), Martin (1997), dan para pakar LSF lainnya
yang menulis teori ini berbahasa Indonesia oleh Saragih (2003) dan Sinar (2003,
2012).
Dalam penggunaan bahasa sebagai semiotik sosial yang terjadi dari tiga
unsur (yang juga disebut tiga tingkat), yakni ‘arti, bentuk, dan ekspresi, yang
secara teknis disebut semantik, tata bahasa (lexicogrammar) dan fonologi (lisan),
grafologi (tulisan), atau isyarat (sign). Berbeda dengan semiotik umum, semiotik
bahasa terjadi dari tiga komponen itu, yakni arti (semantik), bentuk (tata bahasa),
dan ekspresi, yang berupa bunyi, tulisan, atau isyarat. Arti direalisasikan oleh
bentuk dan selanjutnya bentuk direalisasikan ekspresi (Saragih, 2006:227). Ketiga
unsur bahasa membentuk semiotik yang terhubung dengan realisasi, yakni ‘arti’
atau semantik direalisasikan oleh bentuk atau lexicogrammar (lexis adalah kosa
kata dan grammar adalah tata bahasa), dan selanjutnya bentuk diekspresikan oleh
bunyi (phonology) dalam bahasa lisan atau sistem tulisan (graphology) dalam
bahasa tulisan. Hubungan ketiga unsur ini dalam persepsi bahasa sebagai
semiotik sosial (Halliday, 1985:3).
Sedangkan bahasa sebagai semiotik konteks sosial, metafungsi bahasa
hadir memaparkan dua hal yang saling mempengaruhi antar bahasa dengan luar
bahasa (Halliday dan Martin, 1993:29). Dengan kata lain, konsep metafungsi
yang menghubungkan antara bentuk- bentuk internal bahasa dengan kegunaannya
8
9
dalam semiotik konteks sosial. Metafungsi bahasa mempunyai tiga komponen;
ideasional, interpersonal dan tekstual model yang dikemukakan oleh Halliday
(1985,1994). Teori metafungsi bahasa ini kemudian dikembangkan oleh Kress
dan van Leeuwen (1996,2006) dan menciptakan teori metafungsi visual;
representasi sebagai fungsi ideasional, interaksional sebagai fungsi interpersonal
dan komposisi sebagai fungsi tekstual. Teori inilah yang digunakan untuk
menganalisis teks multimodal mangayun, sedangkan hubungan inter-semiotik
logis teks multimodal (verbal dan visual) memakai model analisis Liu Y dan
O’Halloran (2009)
2.1.1 Linguistik Fungsional Sistemik (LFS)
Teori Linguistik Fungsional Sistemik (LFS) dikembangkan oleh Halliday
(1994), Martin (1997), Saragih (2003) dan Sinar (2008). Teori ini adalah salah
satu aliran dalam disiplin linguistik yang memperkenalkan tentang sistem
fungsional dan teori sistemik. Teori LSF Halliday ini berbeda dengan teori
sistemik bahasa yang memandang bahasa sebagai bagian dari fenomena sosial
yang berhubungan dengan konteks sosial dalam pemakaian bahasa. Seperti yang
dikemukakan oleh Sinar (2008: 19-24), teori sistemik melingkup fungsi, sistem,
makna, semiotika sosial, dan konteks bahasa. Dengan kata lain, linguistik dan
teori sistemik adalah dasar utama pengkajian bahasa.
Bahasa sebagai fungsi berkaitan dengan penggunaan bahasa bagi interaksi
sosial. Bahasa diorganisir sedemikian rupa untuk melaksanakan suatu fungsi
interaksionis, yakni bagaimana ide-ide dalam wujud bahasa dapat dipahami oleh
pihak lain dalam suatu lingkungan sosial (Sinar, 2008:19). Fungsi bahasa adalah
untuk menciptakan makna, karena itu komponen terpenting dari suatu bahasa
10
adalah komponen-komponen yang fungsional dalam menciptakan makna.
Halliday menyatakan terdapat tiga komponen utama dalam menciptakan fungsi,
yakni komponen ideasional, interpersonal, dan tekstual. Komponen ideasional
berhubungan dengan bagaimana pengguna bahasa memahami lingkungan sosial.
Komponen interpersonal berhubungan dengan bagaimana bahasa digunakan
dalam interaksi sosial. Komponen tekstual berhubungan dengan interpretasi
bahasa dalam fungsinya sebagai pesan (Sinar, 2008:20). Artinya semua
pemakaian bahasa dalam kehidupan manusia memiliki fungsi atau tujuan.
Bahasa sebagai sistem mempunyai arti bahwa bahasa bersama-sama
dengan sistem sosial lainnya bekerja dalam menciptakan makna (Halliday dan
Hasan, 1992:5). Sistem makna bahasa atau sistem semantik dipahami bukan
semata-mata sebagai makna kata-kata, tetapi merupakan sistem bahasa secara
keseluruhan. Sistem semantik menyediakan pilihan-pilihan semantik yang dapat
digunakan oleh pemakai bahasa dalam berinteraksi dengan pihak lain, di mana
sistem semantik ini berhubungan langsung dengan sistem-sistem lainnya yang
berada di sekitar ide interaksi tersebut (Sinar, 2008:19). Dengan kata lain, bahasa
itu tersusun, teratur dan berpola yang dibentuk oleh komponen-komponen yang
berhubungan secara fungsional dan membentuk makna.
Bahasa sebagai sistem semantik diwujudkan melalui kata-kata dan
tatabahasa dalam suatu proses penyusunan ide dalam pikiran manusia. Dalam
proses ini, kata-kata dan tatabahasa berhubungan secara alamiah dengan makna
yang dirujuknya yang kemudian menghasilkan ujaran dan tulisan, sehingga
proses interaksi dapat berjalan (Sinar, 2008:4). Maksudnya bahasa merupakan
11
alat untuk berkomunikasi yang tidak terlepas dari arti atau makna dari setiap
perkataan dan perbuatan baik berupa ujaran dan juga tulisan.
Bahasa sebagai semiotika sosial adalah bahasa sebagai sistem makna
(Halliday dan Hasan, 1992:4). Semiotika sosial melihat tanda dalam arti yang
lebih luas, yakni sebagai suatu sistem tanda yang merupakan bagian tatanantatanan yang saling berhubungan sebagai pembawa makna dalam budaya.
Sehingga, bahasa dalam semiotika sosial mendapatkan maknanya melalui
interaksi sosial, dengan perantara sosial, dan untuk tujuan sosial pula (Halliday
dan Hasan, 1992:4-6). Bahasa sebagai semiotika sosial berhubungan dengan
penggunaan bahasa bersama-sama dengan sistem makna lainnya dalam
menciptakan kebudayaan (Halliday dan Hasan, 1992:5). Dengan kata lain, bahasa
berperan membentuk pengalaman secara simbolik, kode atau tanda dengan
pemakainya.
Pengalaman-pengalaman manusia sebagai bagian dari dimensi sosial
merupakan awal dari munculnya gejala bahasa, oleh karena itu penting untuk
melihat bahasa dari sudut pandang dimensi sosial yang melingkupinya.
Lingkungan sosial merupakan tempat terjadinya pertukaran makna. Oleh sebab
itu, proses pertukaran makna adalah sesuatu yang bersifat kontekstual, artinya
penggunaan bahasa sebagai alat interaksi sosial untuk menciptakan makna dari
sederetan sistem makna yang tersedia secara keseluruhan berhubungan dengan
konteks yang melatarbelakangi interaksi tersebut (Halliday dan Hasan, 1992:6).
Terdapat tiga konteks sosial yang melatarbelakangi penggunaan bahasa
dalam suatu proses interaksi, yakni konteks situasi, budaya, dan ideologi (Sinar,
2008: 23-24). Konteks situasi adalah salah satu unsur konteks sosial yang paling
12
dekat dengan bahasa dalam sistem semiotik sosial (Saragih, 2011:187). Artinya
bahasa adalah hasil dari konteks dan tidak ada bahasa tanpa konteks sosial. Dan
konteks budaya adalah situasi dimana budaya mengontrol apa yang boleh
dilakukan, siapa yang melakukan dan bagaimana melakukan sesuatu (Saragih,
2011:188). Dengan kata lain, keseluruhan budaya dan situasi dimana terjadinya
interaksi atau tempat menggunakan bahasa. Sedangkan konteks ideologi adalah
sistem konsep atau citra yang membuat sebuah komunitas memahami dan
menginterpretasikan apa yang dilihat, didengar dan dibaca. Artinya tidak ada
pandangan, pendapat yang tidak mempunyai ideologi.
2.2.2
Metafungsi Bahasa
Metafungsi bahasa adalah bentuk-bentuk internal bahasa yang membentuk
tatabahasa. Dengan mengamati metafungsi bahasa dapat dilihat hubungan bahasa
dengan dunia luar bahasa, yakni lingkungan sosial bahasa dan bagaimana bahasa
digunakan dalam interaksi sosial (Sinar, 2008:28). Tatabahasa dalam pandangan
LSF
adalah
teori
pengalaman
manusia,
dimana
pengalaman
tersebut
direpresentasikan, dihubungkan, diubah, dan diorganisasikan (Saragih, 2006:7).
2.2.2.1 Metafungsi Bahasa Verbal Halliday (1985, 1994)
Metafungsi bahasa terdiri atas tiga fungsi (Halliday, 1994), yaitu (1)
Fungsi ideasional berfungsi mengodekan, mengekspresikan dan merealisasi
pengalaman manusia
yang direpresentasikan dengan sistem transivitas.
Transitivitas merupakan sumber untuk menguraikan pengalaman dan dilakukan
dalam bentuk proses. Bagian yang tercakup dalam proses ini adalah proses itu
sendiri, partisipan, dan sirkumstan (Eggins, 1994:229 dalam Halliday, 2004).
13
Proses merupakan inti atau pusat di dalam klausa, proses setara dengan
verba atau kata kerja (Saragih, 2011:83). Dengan kata lain, proses direalisasikan
oleh kelompok verba, partisipan direalisasikan oleh kelompok nomina, dan
sirkumstan oleh kelompok keterangan dan frasa preposisional. Ada enam proses
yaitu proses material, verbal, relasional, mental, wujud, dan perilaku ( Eggins,
1994:229; Halliday, 1994: 107-139; Halliday and Matthiessen, 2004:171-206).
Tiga proses primer, yaitu material (proses kegiatan yang menyangkut fisik dan
nyata dilakukan oleh pelakunya (Eggins, 1994; 227)) misalnya berlari, dan
bermain. Mental (Proses mental adalah proses kegiatan yang terjadi di dalam diri
manusia, menyangkut kognisi, emosi dan persepsi) misalnya berpikir dan
membenci (Halliday, 1994: 107; Halliday and Matthiessen, 2004:171) dan
relasional (Proses yang menghubungkan satu entitas dengan entitas lainnya)
misalnya adalah, ialah dan menjadi. Tiga proses skunder, yaitu tingkah laku
(proses tingkah laku merupakan aktivits atau kegiatan yang menyatakan tingkah
laku manusia berkaitan dengan fisiologis atau badan manusia) misalnya tidur dan
senyum. Verbal (proses yang menyatakan informasi) misalnya berkata dan
meminta, dan wujud (proses yang menunjukkan keberadaan entitas atau maujud)
(Eggins, 1994: 254) misalnya ada, dan wujud.
Keenam proses di atas memiliki partisipan yang mengikutinya dapat
dilihat pada tabel (2.1) berikut.
14
Tabel 2.1 Label Proses dan Partisipan (Saragih, 2011:93)
Jenis Proses
Material
Mental
Relational
1) Identifikasi
2) Atribut
3) Kepemilikan
Tingkah laku
Verbal
Wujud
Partisipan I
Pelaku
Pengindera
Partisipan II
Gol
fenomenon
Bentuk
Penyandang
Pemilik
Petingkah laku
Pembicara
Maujud
nilai
atribut
milik
Perkataan
-
Unsur sirkumstan merupakan salah satu elemen dalam sistem transtivitas.
Unsur sirkumstan menambah informasi tentang waktu (kapan), tempat (dimana),
cara (bagaimana), dan alasan, sebab (mengapa, untuk apa, siapa). Unsur inti
sirkumstan (Halliday, 2004:262) adalah lokasi, alasan, cara/keterangan, dan
waktu.
Kemudian (2) fungsi interpersonal adalah fungsi bahasa untuk
mempertukarkan
pengalaman-pengalaman
manusia
menggunakan
bahasa
(Halliday: 2004 dalam Nurlela, 2010:88). Artinya interpersonal berfungsi
menukarkan pengalaman-pengalaman yang dialami oleh manusia melalui fungsi
ujar (tindakan yang disampaikan dalam satu ujaran dalam mempertukarkan
pengalaman (Saragih,2011:99) dan modus; moda, residu. (3) Fungsi Tektual
adalah fungsi bahasa untuk merangkai pengalaman (Halliday:2004 dalam
Nurlela,
2010:98).
Artinya
tekstual
berfungsi
untuk
menyampaikan pesan melalui sistem tematik; tema dan rema.
merangkai
dan
15
2.2.2.2 Metafungsi Bahasa Visual Kress dan van Leeuwen (1996, 2006)
Sejalan dengan penjelasan Halliday (2004), dan Liu O’Halloran (2009),
Kress dan van Leeuwen (2006: 40-41) menjelaskan metafungsi bahasa yang
dikaitkan dengan multimodal, metafungsi bahasa meliputi tiga komponen.
1. Komponen representasi: setiap sistem semiotik memiliki kemampuan untuk
merepresentasikan aspek-aspek pengalaman dunia di luar sistem tanda baik
secara langsung maupun tidak langsung. Dengan kata lain, sistem semiotik
harus mampu untuk merepresentasikan objek dan hubungannya dengan dunia
di luar sistem representasi tersebut yang mungkin memiliki sistem tanda yang
lain. Dengan cara itulah, sistem semiotik ideasional memberikan pilihanpilihan untuk merepresentasikan objek dengan cara yang berbeda, agar caracara ini dapat saling berhubungan satu sama lain.
people
Represented
partisipants
repr
Places
Things
action
reaction
Komponen
representation
mental
Narrative
analysis
verbal
process
analytical
Conceptual
analysis
symbolic
classifical
Bagan 2.1 Variables of Representational Analysis in Visuals
(Kress dan van Leeuwen 1996, 2006)
16
Komponen representasi dalam metafungsi visual meliputi; proses, partisipan dan
sirkumtan.
(1) Proses dibagi menjadi narrative analysis (analisis naratif) dan conceptual
analysis (analisis konseptual). Analisis narratif terdiri atas (a) proses tindakan
(action), proses tindakan terbagi dua yaitu, proses tindakan transaksional dan
non-transaksional. Proses tindakan transaksional/ verba intrasitif artinya kata
kerja yang memerlukan objek (aktor dan gol). Sedangkan proses tindakan
non-transaksional sama halnya dengan verba transitif artinya kata kerja yang
tidak memerlukan objek. (b) Proses reaksional, Proses reaksional dalam
metafungsi visual adalah ketika vektor dibentuk oleh garis mata, dan arah
pandangan dari satu atau lebih yang berarti ada reaksi. (c) Proses mental,
proses mental dalam metafungsi visual berbentuk vektor yang dapat diamati
di komik: berupa balon/gelembung berpikir yang menghubungkan senser dan
fenomenon. (d) Proses verbal dalam metafungsi visual berbentuk vektor
berupa balon/gelembung dialog yang menghubungkan sayer dan ucapan. (e)
Proses konversi, gol sebagai partisipan satu-atunya. Sedangkan analisis
konseptual terdiri atas (a) analytical (analitik), dalam metafungsi bahasa
sama dengan proses relasional kepemilikan, (b) symbolic attribute (penanda
attribut), dalam metafungsi bahasa sama dengan proses relasional
identifikasi, dan (c) Classifical (pengelompokan) dalam metafungsi bahasa
sama dengan proses relasional attribut (Kress dan Van Leeuwen, 2006:63).
(2) Partisipan adalah orang, atau sesuatu bahkan tempat yang ada dalam analisis
gambar partisipan merupakan objek yang paling menonjol, melalui ukuran,
tempat di komposisi, kontras terhadap latar belakang, saturasi warna, dan
17
fokus ketajaman. (a) Proses action (tindakan) memiliki aktor sebagai
partisipan I dan gol sebagai partisipan II. (b) Proses reaksi dengan partisipan I
disebut reactor, dan partisipan II disebut fenomena. Reactor adalah partisipan
yang melakukan proses baik manusia atau binatang, sedangkan fenomena
dapat dibentuk partisipan lain. (c) Proses mental memiliki partisipan I senser
dan partisipan II fenomenon. (d) Proses verbal terdiri dari sayer sebagai
partisipan I dan ucapan (utterance) sebagai partisipan II. (e) Proses konversi,
partisipan satu-satunya adalah gol. (f) Partisipan analytical (analitik) adalah
carrier (pemilik) sebagai pertisipan I dan possessive attribute (milik) sebagai
partisipan II (b) symbolic attribute (penanda identitas) dengan partisipan I
adalah (superordinate) penanda dan partisipan II adalah (subordinate)
petanda (c) Classifical (pengelompokan) dalam metafungsi bahasa sama
dengan proses relasional attribute dengan partisipan I adalah (carrier)
penyandang dan partisipan II adalah (symbolic attribute) atribut (Kress dan
Van Leeuwen, 2006:47).
(3) Sirkumtan pada metafungsi visual, adapun sirkumtan pada metafungsi visual
adalah (a) lokasi berkaitan dengan tempat proses itu terjadi, (b) alat berkaitan
dengan sarana proses dibentuk oleh alat dengan tindakan yang dijalankan
biasanya juga membentuk vektor. (c) Penyerta berkaitan dengan proses di
mana dua benda wujud dapat disatukan sebgai dua unsur. (Kress dan van
Leeuwen, 2006:72)
2. Komponen interpersonal/ interaksional: setiap sistem semiotik harus mampu
untuk memproyeksikan hubungan-hubungan antara pencipta/produser yang
menciptakan tanda atau kompleks tanda dengan penerima/reproducer tanda
18
tersebut. Dengan kata lain, sistem semiotik harus mampu memproyeksikan
sebuah hubungan sosial diantara pencipta, pemirsa (yang menerima tanda),
dan objek yang direpresentasikan oleh tanda tersebut. Dalam sistem semiotik
ditawarkan hubungan interpersonal yang berbeda. Kress memberi contoh satu
bentuk dari reperesentasi visual dalam gambar. Seseorang yang difoto
mungkin secara semiotik berkomunikasi dengan fotografer. Disini dapat
terjadi suatu proses interpersonal antara orang yang difoto dengan orangorang yang nantinya melihat fotonya, atau mungkin juga tidak ada proses
interaksi jika yang melihat foto, menganggap foto itu sebagai ‘cermin’
bayangan diri sendiri.
Table 2.2 Interactive Meanings (Interpersonal) Adapted from The Grammar
of Visual Design (1996, 2006)
Contact
Social Distance
Point of view
Image Act
Gaze
Size of Frame
Subjective Image
colour
Interaksional
Contextualization
Modality
Offer
Demand
Direct
Indirect
Horizontal
angle
(involvement
and
detachment)
Vertical angle (viewer power
and represented participant
power
1) Colour saturation
2) Colour differentiation
3) Colour modulation
1) Absence of background
2) Full detail
Representation
1) Maximum abstraction
2) Maximum Representation
Depth
1) Absence of depth
2) Maximally
deep
perspective
1) Full representation of
light and shape
2) Absence of light and
shape
1) Maximum brightness
2) Black and white or shades
of light grey and dark
Illumination
Brightness
19
Komponen interpersonal meliputi; contact (kontak), social distance (jarak
sosial), point of view (sudut pandang ) dan modality (modalitas).
(1) Contact (kontak) terdiri atas; 1) image art; (a) demand (goods/services)
adalah interaksi langsung antara partisipan dengan khalayak diwujudkan
melalui kontak mata yang menatap kepada penyaksi, (b) offer (information)
adalah adanya pandangan penyaksi. 2) Gaze (tatapan); direct (langsung)
artinya tatapan dari partisipan langsung dan indirect (tidak langsung)
sebaliknya tatapan dari partisipan tidak langsung.
(2) Social distance (jarak sosial) meliputi size of frame (ukuran frame); (a)
intimate/personal adalah tampilan personal, (b) social dan equality adalah
cara pengambilan elemen visual pada teks dengan memberikan informasi
kepada khalayak bahwa produk tersebut adalah produk yang dapat dimiliki
dengan mudah dan realisasinya dapat ditemukan pada call and visit
information, (c) impersonal adalah tampilan umum.
(3) Point of view (sudut pandang) meliputi; subjective image; (a) horizontal
angle; involvement (sudut frontal), detachment (sudut miring), (b) vertical
angle; viewer power (pandangan menjadi kuat), represented participant
power (pandangan menjadi lemah).
(4) Modality/modalitas membahas tentang tingkatan warna, tingkatan warna
menurut Kress dan van Leeuwen (2006:160), ditandai dengan (1) saturasi
warna, artinya warna penuh atau tidak ada warna, misalnya hitam dan putih
(2) diferensiasi warna, warna dari berbagai keragaman warna menjadi tidak
beragam (3) perubahan warna, artinya warna yang penuh bayang-bayang
berubah menjadi tidak ada bayangan (4) kontekstualisasi, warna yang tidak
20
berlatar menjadi berlatar jelas, (5) representasi, warna yang direpresentasikan
dari hal yang abstrak menjadi detail, misalnya: helai pada rambut, pori-pori di
kulit, lipatan di pakaian, daun di pohon (6) kedalaman, skala berjalan dari
tidak adanya kedalaman perspektif
menjadi perspektif yang dalam (7)
penerangan, skala berjalan dari representasi sepenuhnya dari permainan
cahaya dan bayangan untuk ketiadaan di sisi lain, abstrak dari pencahayaan
menunjukkan bayangan (8) kecerahan, artinya perbedaan warna tingkat terang
hitam dan putih atau abu-abu gelap, misalnya kulit hitam atau putih cerah.
Tabel 2.3 Penanda Modalitas pada Data Visual
(Kress dan van Leeuwen, 2006:160-162)
Penanda modalitas
Saturasi warna
Keragaman warna
Perubahan warna
Kontekstualisasi
Representasi
Kedalaman
Penerangan
Kecerahan
modalitas tinggi
saturasi netral
beragam
penuh bayangan
konteks yang jelas
detail
perspektif yang jelas
bercahaya
tingkat kecerahan
modalitas rendah
hitam dan putih
tidak beragam
tidak berbayangan
kontek abstak
abstrak
perspektif abstrak
tidak bercahaya
tidak cerah
3. Komponen tekstual: setiap sistem semiotik harus memiliki kemampuan untuk
membentuk teks, kompleks tanda yang saling melekat satu dengan yang lain,
baik secara internal maupun dengan konteks di dalamnya dan untuk apa
tanda-tanda tersebut diproduksi. Dalam hal tatabahasa visual juga
menciptakan suatu jarak pengaturan komposisi yang berbeda untuk
merealisasikan fungsi tekstual yang berbeda pula. Teks multimodal yang
terdiri atas teks verbal dan teks visual memiliki hubungan-hubungan logis
dalam menyampaikan suatu makna. Hubungan-hubungan ini dapat diketahui
melalui adanya keterkaitan antara komponen metafungsi dalam teks verbal
21
dan teks visual. Komponen tekstual pada metafungsi teks multimodal
berkaitan tentang komposisi (kress dan van Leeuwen, 2006:177).
(1) Nilai informasi, menghubungkan dua partisipan dalam gambar yang dapat
memberikan nilai informasi spesifik tentang apa saja yang ada di gambar
yang dilihat baik dari kanan,kiri,atas, bawah, tengah dan samping, meliputi;
centred adalah unsur pusat yang diletakkan di tengah terdiri atas triptych
sebagai non-central yang diletakkan disisi kanan, kiri, atas dan bawah.
Circular sebagai non-central yang diletakkan, atas, bawah atau samping.
Kemudian, jika informasi disajikan di sebelah kiri menjadi informasi given
dan jika informasi disajikan sebelah kanan menjadi informasi new.
(2) Salience (tonjolan), unsur partisipan dan represententasi dibuat untuk menarik
perhatian penonton dengan derajat yang sebagai penempatan latar belakang,
latar depan, ukuran yang relative, kontras dalam nilai warna, dan perbedaan
ketajaman.
(3) Framing (bingkai), kehadiran atau ketidakhadiran alat bingkai direalisasikan
oleh unsur yang menciptakan batas garis atau garis bingkai tidak berkaitan
atau berkaitan dengan gambar, memberi tanda bahwa mereka adalah bagian
atau bukan bagian (Kress dan van Leeuwen, 2006:177).
Kress dan van Leeuwen menyimpulkan realisasi atas ketiga metafungsi di
atas untuk bahasa visual sebagai berikut;
Tabel 2.4 Realisasi Komponen Metafungsi Visual
Komponen Metafungsi
Ideasional
Interpersonal
Tekstual
Realisasi
Representasi
makna interaksi
Komposisi
22
2.2 Mangayun
2.2.1 Pengertian Mangayun
Mangayun adalah adalah kegiatan biasa yang dilakukan ibu-ibu ketika
menidurkan anaknya, sehingga mangayun menjadi sebuah bentuk upacara adat
terhadap anak-anak. Upacara mangayun ini disertai dengan lagu-lagu yang berisi
puji- pujian kepada Nabi Muhammad, berisi nasehat, petuah dan do’a. Menurut
Effendi (dalam Nasution 2008:3) acara mengayun anak- anak atau bayi
dilaksanakan secara beramai-ramai diiringi nyanyian lagu- lagu berisi nasehat,
petuah, dan doa. Lagu-lagu itu biasanya dilantunkan oleh ibu- ibu dan remaja
putri. Ayunan yang digunakan dalam acara ini biasanya lebih besar dari ayunan
biasa dan dihiasi dengan kertas, pita, dan kain beraneka warna. Artinya
Mangayun adalah upacara yang dilakukan untuk bayi yang baru berusia beberapa
hari dan digabungkan dengan upacara aqiqah, sehingga kegiatan mencukur
rambut bayi merupakan kegiatan awal dari acara ini. Upacara mangayun ini
disertai dengan lagu- lagu yang berisi puji- pujian kepada Nabi Muhammad,
nasehat atau petuah dan do’a, yang sarat akan makna dan nilai religius.
2.2.2 Teks Multimodal Mangayun
Teks adalah unit arti atau unit semantik yang direalisasikan oleh kata,
frase, klausa, paragraf ataupun naskah. Akan tetapi teks bukan unit tatabahasa
yang terdiri atas morfem, kata, frase dan klausa. (Halliday, 2002:26). Menurut
Webster (2002:3) teks adalah pilihan semantik (makna) dalam konteks sosial.
Teks adalah hasil dan proses, artinya teks sebagai hasil adalah teks itu merupakan
hasil; yang berwujud dapat direkam dan dipelajari (Mulyana, 2005:8). Dengan
kata lain, teks sebagai proses artinya ketika kita memberi atau menerima
23
informasi dalam konteks situasi yang bentuk teks (lisan dan tulis) maka terjadi
proses pemahaman makna dalam otak agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap
makna. Seiring dengan pengertian teks sebagai hasil dan proses, sama halnya
dengan teks dalam mangayun yang merupakan hasil yang berwujud dan
dihasilkan dari proses yang berkaitan dengan konteks situasi.
2.2.2.1 Teks Multimodal
Multimodal adalah semua interaksi, artinya multimodal menekankan
bahwa semua sarana komunikasi memainkan peranan penting baik itu verbal
maupun visual karena bahasa mengandung makna, konten atau isi yang
informatif. Menurut O’Halloran dan Smith (2009:32) menyatakan multimodal
termasuk analisis segala jenis komunikasi yang mempunyai teks interaksi dan
interaksi dua atau lebih sumber semiotik atau sarana komunikasi untuk mencapai
fungsi komunikatif teks tersebut. konsep multimodal Anstey and Bull (2010:2)
berpendapat bahwa
A text may be defined as multimodal when it combines two or more
semiotic systems. There are five semiotic systems in total:
1. Linguistic: comprising aspects such as vocabulary, generic structure
and the grammar of oral and written language
2. Visual: comprising aspects such as colour, vectors and viewpoint in
still and moving images
3. Audio: comprising aspects such as volume, pitch and rhythm of music
and sound effects
4. Gestural: comprising aspects such as movement, speed and stillness in
facial expression and body language
5. Spatial: comprising aspects such as proximity, direction, position of
layout and organisation of objects in space.
Sebuah teks didefinisikan sebagai multimodal ketika teks tersebut
menggabungkan dua atau lebih sistem semiotik. Berikut lima sistem semiotik
tersebut;
24
1) Linguistik terdiri dari aspek-aspek a) kosa kata, b) struktur generik dan c) tata
bahasa dari bahasa lisan dan tertulis
2) Visual: terdiri dari aspek-aspek seperti a) warna, b) isyarat dan c) sudut
pandang dalam diam dan gambar bergerak
3) Audio yang terdiri dari seperti volume, nada dan irama musik dan suara efek,
seperti suara lantang, lembut dan mendesah
4) Gestural: terdiri atas aspek-aspek seperti bahasa tubuh, kecepatan, ketenangan
dalam ekspresi wajah, sentuhan dan gerakan tubuh, seperti cara duduk,
mendengar, melihat, bergerak, berdiri dan memegang kepala yang dapat
menghasilkan kesan perhtian terhadap sesuatu atau tidak tertarik dan
kebingungan. Kemudian sentuhan (touch), seperti jabatan tangan, menepuk
bahu, mengusap rambut, berpelukan yang memberi makna akrab dan intim.
5) Spasial: meliputi aspek-aspek jarak (space), arah dan posisi tata letak
Sedangkan menurut Kress dan Leewen (2006) multimodal mencakup pada
tatabahasa visual dan virtual.
Tatabahasa visual mendeskripsikan secara
gramatikal makna visual terletak pada sarana komunikasi dan tiap sarana
mempengaruhi makna secara sentral dan secara dominan dalam keseluruhan
proses komunikasi baik bersarana fonik maupun grafik, yaitu ujaran, tulisan,
gambar dan isyarat. Tata bahasa virtual mendeskripsikan secara gramatikal
makna melalui tubuh, gerakan dan interaksi dengan objek. Misalnya teks yang
terdiri dari tulisan dan gambar, sistem makna multimodal yang dibentuk secara
verbal melalui tulisan dan visual melalui gambar yang dapat merepresentasikan
berbagai pengalaman-pengalaman sosial. Jadi, sistem makna visual diakibatkan
oleh semakin pentingnya elemen visual dalam sistem komunikasi masa kini.
25
Sistem makna visual merupakan sistem semiotik lain yang secara independen
ataupun bersama-sama dengan bahasa verbal menciptakan kebudayaan. Produkproduk kebudayaan yang dihasilkan oleh sistem makna ini dapat ditemukan
dalam berbagai produk, misalnya media massa dan iklan (Kress dan Leeuwen,
2006:15).
2.2.2.2 Teks Mangayun
Teks atau nyanyian mangayun dalam masyarakat Mandailing awalnya
menggunakan teks berbahasa Arab, yang berisi puji-pujian kepada Nabi
Muhammad, misalnya Tolaa ‘al badru ‘alayna (telah terbit rembulan) dan
Marhaban, sehingga konteks situasi dan budaya mengubah ideologi masyarakat
Mandailing dan melahirkan nyanyian khusus mangayun berdasarkan budaya dan
ideologi masyarakatnya.
Berikut contoh teks mangayun:
Sholaatulloh salaamulloh.. sholaatulloh salaamulloh ‘ala toha rosullillah
Sholaatulloh salaamulloh.. sholaatulloh salaamulloh ‘ala yaasiin habibillah
Diayun
‘diayun’
Ho
Amang
Diayun
‘kamu’
‘nak’
‘diayun’
‘kamu diayun anakku’
Diayun
dibue- bue
‘diayun’ ‘di nina bobokkan’
‘diayun di nina bobokkan’
Ho do
Amang
si ubat
‘kamu lah’ ‘nak’
‘obat’
‘kamu lah nak obat rindu’
Jadima
Ho
Anak
‘Jadilah’
‘kamu’
‘anak’
‘jadilah kamu anak yang soleh’
Lungun
‘rindu’
na soleh
‘yang soleh’
26
Diayun
Ho
Amang
Diayun
‘diayun’ ‘kamu’
‘nak’
‘diayun’
Sareto
Mandok
Syukur
tu Tuhan
‘Seraya’ ‘mengucap’ ‘syukur’
‘kepada Tuhan’
‘seraya mengucap syukur kepada Tuhan’
Malum
Nyae
Sombu
lungun
‘Sembuh’ ‘penyakit’ ‘sembuh’
‘rindu’
‘sembuh penyakit sembuh rindu’
Horas
Torkis
Markahirasan
‘berkelanjutan’
‘Horas’
‘torkis’
‘sehat- sehat selalu’
2.2.3
Perlengkapan Mangayun
Tradisi mangayun mempunyai beberapa perlengkapan yang diperlukan
dalam penyelenggaraan upacara adat mangayun antara lain sebagai berikut: (1)
anggunan (ayunan), Ayunan dibuat dari tapih bahalai atau kain sarung wanita
yang pada ujungnya diikat dengan tali atau pengait. Ayunan ini biasanya
digantungkan pada penyangga ruangan tengah rumah. Pada tali tersebut diikatkan
Yasin, dengan tujuan sebagai penangkal jin (mahluk halus) atau penyakit yang
dapat mengganggu anak dengan posisi anak yang diayun dibaringkan. Kain
ayunan ini terdiri kain-kain panjang yang bermotif meriah dengan warna yang
cerah. (2) Hiasan Ayunan, hiasan ayunan terdiri dari janur pohon kelapa atau
pohon enau. Selain itu, pada tali ayunan juga diberi beraneka macam pernakpernik hiasan, misalnya anyaman janur hewan, katupat, halilipan, bunga-bunga,
rantai, atau hiasan-hiasan yang menambah kemeriahan ayunan. (3) gunting: untuk
menggunting rambut bayi, (4) daun pisang yang digunakan untuk memercikkan
minyak wangi sebelum menggunting rambut bayi dan (5) minyak wangi.
27
2.2.4
Tahapan atau Prosesi Mangayun
Pelaksanaan upacara mangayun ini biasanya dilangsungkan pada pagi hari
di rumah pihak ayah anak (kahanggi) tidak boleh di rumah pihak ibu (mora).
Acara mangayun dimulai dengan pembacaan sholawat oleh para hadirin (mora,
kahanggi dan anakboru) sekaligus bayi atau anak dibawa mengelilingi warga
yang hadir dengan digendong oleh nenek atau kakek dari pihak ayah, hadirin
(mora, kahanggi dan anakboru) akan memercikkan minyak wangi dengan daun
pisang yang diikat dengan tujuan agar bayinya mendapat barokah. Kemudian
memberi nama dan menggunting rambut bayi. Setelah itu bayi diletakkan dalam
ayunan dan bayi diayun diiringi dengan nyanyian mangayun.
Pada acara mangayun ini, ayunan ada dua. Anak yang diayun sebelah
kanan dari keluarga atau hadirin yang hadir agar memudahkan melihat dan
bersentuhan langsung dengan anak yang diayun. Kemudian ayunan yang sebelah
kiri diletakkan anak secara bergantian mulai dari kaum kahanggi, anakboru dan
mora secara bergantian. Tidak ada pakaian khusus yang digunakan anak-anak
dalam acara mangayun ini hanya ada satu perlengkapan khusus dalam acara ini
yaitu paroppa panjakki (kain panjang adat batak) yang digunakan setiap ibu
menggendong anak yang hendak diayun. Acara mangayun diakhiri dengan
lantunan do’a keselamatan. Setelah itu, warga akan disuguhi makanan dan
minuman.
2.3 Hubungan Inter-Semiotik Logis antara Teks Verbal dan Visual
Teks multimodal yang terdiri atas teks verbal dan teks visual memiliki
hubungan-hubungan logis dalam menyampaikan suatu makna. Hubunganhubungan ini dapat diketahui melalui adanya keterkaitan antara komponen
28
metafungsi dalam teks verbal dan teks visual. Liu Y dan O’Halloran (2009: 32),
merumuskan hubungan logis tersebut sebagai Inter-semiotic Logical Relations:
Tabel 2.5 Inter-semiotic Logical Relations
(Liu Y dan O’Halloran, 2009: 32)
Logical Relations
Meaning
Comparative
Generality
Similiarity
Abstraction
Additive
Addition
Consequential
Consequence
Cause
Contingency
Temporal/Time
Purpose
Successive
Comparative atau hubungan perbandingan adalah suatu hubungan yang
berfungsi untuk mengorganisasikan makna logis dengan memperhatikan
kesamaan antara teks verbal dan teks visual dalam suatu teks multimodal.
Kesamaan dalam hubungan ini ditandai dengan adanya perbedaan tingkat
keumuman dan abstraksi yang dimiliki oleh masing-masing komponen
metafungsi (Liu Y dan O’Halloran, 2009: 24-25).
Additive adalah hubungan antara teks verbal dan teks visual yang sifatnya
saling melengkapi. Dalam hubungan Additive, teks verbal dapat memberikan
informasi terhadap teks visual atau sebaliknya, teks visual yang memberikan
informasi terhadap teks verbal. Karena itu, dalam sebuah teks multimodal, makna
dari dua model teks yang berbeda dapat digabungkan (Liu Y dan O’Halloran,
2009: 25).
Hubungan Consequential dalam suatu teks multimodal ditandai dengan
adanya suatu Consequence dan Contingency. Consequence mengacu pada suatu
hubungan kausal dengan efek yang sudah dapat dipastikan. Sedangkan
29
Contingency adalah suatu hubungan yang mengacu pada efek yang tidak pasti
(Liu Y dan O’Halloran, 2009: 27-30).
Hubungan Temporal/time dalam suatu teks multimodal ditandai oleh
genre prosedur dan pengulangan. Pesan teks verbal dan visual dalam teks bergenre prosedur dapat saling melengkapi satu dengan yang lain. Hubungan
temporal yang ditandai oleh genre prosedur berbentuk instruksi-instruksi dalam
teks prosedur, sedangkan hubungan temporal yang ditandai dengan pengulangan
adalah teks tersebut diproduksi berulang-ulang atau berkali-kali (Liu Y dan
O’Halloran, 2009:30-31).
2.4 Penelitian Relevan
Penelitian terdahulu dalam penelitian ini terdiri atas dua bagian utama,
yaitu kajian terhadap berbagai teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang dinilai
relevan dengan penelitian ini. Teori-teori yang digunakan sebagai landasan
berpikir dalam penelitian ini adalah teori mengenai Linguistik Fungsional
Sistemik (LFS), metafungsi visual dan hubungan intersemiotik logis model Liu Y
dan O’Halloran. Sedangkan hasil penelitian yang dinilai relevan dengan
penelitian ini adalah berbagai penelitian dalam bidang linguistik dan tradisi,
khususnya mangayun.
Penelitian tentang multimodal ini telah pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Kuara (2014) “Multimodal Resources dalam film Trailers” menganalisis
teks perfilman berdasarkan pendekatan semiotik sosial dengan ketiga metafungsi
yaitu metafungsi representasi, orientasi, dan organisasi. Pada data analisa,
ditemukan bahwa (1) ada tiga unsur multimodal yang terlibat dalam pemberian
arti dalam film trailer yang bergenre aksi, yaitu verbal, visual, dan aural, (2)
30
dengan menggabungkan ketiga aspek tersebut, maka tujuan promosi dapat
dicapai, (3) unsur-unsur multimodal tersebut tidak persis dimiliki oleh semua film
trailer bergenre aksi. Hasil penelitian bertujuan untuk meningkatkan tujuan
promosi, dan mereka terbentuk dengan menggabungkan elemen verbal, visual,
dan aural yang terkandung dalam film trailer itu sendiri, unsur-unsur multimodal
tersebut tidak digunakan secara kronologis atau sistematis di dalam semua film
trailer karena produser film trailer yang berbeda, biasanya memiliki tujuan dan
cara yang berbeda di dalam menyampaikan tujuan promosinya.
Kemudian Penelitian yang dilakukan oleh Ningsih et al. (2014) dalam
jurnal Publika Budaya Volume 2 tentang “Construing Ideational Meaning in
Electronics Devices Advertisements in Jawa Pos: a systemic Functional
Linguistic Multimodal Discourse Analysis”. Penelitian ini tentang analisis wacana
multimodal. Data dikumpulkan dari iklan media cetak koran Jawa Pos. Generic
Structure Potential (GSP) untuk iklan media cetak yang digagas oleh Cheong
(2004) dan transitivity oleh Halliday (1994). Kerangka Cheong diterapkan untuk
mengungkap bagian-bagian dari bagian gambar dan lingustik, sementara
transitivity Halliday digunakan untuk mengetahui proses-proses. Dengan cara
demikian, penelitian ini menemukan hubungan antara gambar dan teks dalam satu
konteks. Hasilnya menunjukkan bahwa bagian-bagian gambar dalam iklan media
cetak adalah Lead, Emblem, dan Display. Lead terdiri dari Locus of Attention
(LoA) dan Complements to the Locus of Attention (Comp. LoA). Sementara,
bagian-bagian lingiustiknya adalah Announcement, Emblem, Enhancer, Tag, dan
Call-and-Visit Information. Akhirnya, dalam penelitian ini ditemukan bahwa ada
keterkaitan antara bagian-bagian gambar dan linguistik dalam iklan media cetak.
31
Hal ini menyebabkan Contextualization Propensity (CP) tinggi, Interpretative
Space (IS) sempit, dan Semantic Effervescence (SE) juga kecil.
Sinar (2013) “Analisis Teks Iklan Cetak: suatu perspektif Multimodal.
Penelitian ini membahas penggunaan bahasa atau wacana dengan memberi
perhatian secara bervariasi, mulai dari menganalisis grammatikal, realisasi bunyi,
intonasi, leksikal, struktur sintaksis, aspek semantik, konteks situasi, budaya,
ideologi bahasa dan analisis visual multimodal. Dengan mengombinasikan
analisis metafungsi bahasa; fungsi ideasional, fungsi interpersonal dan fungsi
tekstual berdasarkan pada teori Linguistik Sistemik Fungsional (LSF) konsep
Halliday (1985, 1994, 2004) dengan analisis multimodal pada visual dari kedua
teks iklan konsep Kress dan van Leeuwen (2006) dan Yeun (2004). Hasil
penelitian
berdasarkan
analisis
visual
adalah
feminitas
perempuan
divisualisasikan dengan tubuh cantik mempesona dan seksi, begitu juga dengan
maskulinitas laki- laki dengan tampilan tubuh kuat berotot. Sedangkan
berdasarkan ideologi iklan cetak Marie dan L- Men yang merepresentasikan
feminitas dan maskulinitas merupakan hasil konstruksi sosial budaya oleh
masyarakat yang akhirnya mengakibatkan adanya bias dalam peran- peran sosial
perempuan yang berbeda dengan laki- laki berdasarkan bahasa iklan cetak.
Ungkapan klausa-klausa dalam iklan cetak sebagai teks dalam konteksnya
berpotensi melahirkan nilai dan tatanan sosial masyarakat.
Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Suaibah dan Asriwandari
(2013) “Tradisi ayun bayi pada Masyarakat Bangun Purba di Kabupaten Rokan
Hulu”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa acara ayun bayi memiliki
beberapa tujuan: (1) sebagai ucapan terima kasih kepada Tuhan karena anggota
32
keluarga baru lahir dengan selamat dan sehat, (2) ayun budak menjadi media
untuk memberikan nasihat kepada bayi atau anak, (3) ayun budak dan lagu
merupakan doa kepada Allah, (4) proses dari ayun budak dapat mempererat
hubungan antara masyarakat.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Pujadiharja (2013) dalam jurnal
Visualita volume 5 tentang “Kajian Multimodal Teks Tubuh Perempuan Dalam
Film Dokumenter Nona Nyonya? Karya Lucky Kuswandi”. Hasil penelitian ini
mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan pada bagaimana seseorang,
kelompok, gagasan dan pendapat tertentu ditampilkan dalam film Nona Nyonya?
Kelompok
yang
marginal
(perempuan,
aktivis
perempuan)
cenderung
digambarkan memiliki hubungan yang setara dan intim dengan penonton,
sementara kelompok yang dominan (dokter, perawat, dan bidan) cenderung
digambarkan superior dan tidak dapat menyatakan pendapat. Melalui metode
penelitian analisis wacana dengan pendekatan teori semiotika sosial, tulisan ini
memfokuskan diri pada analisis multimodal teks yang terdapat dalam film yang
berkaitan dengan representasi tubuh perempuan Indonesia.
Penelitian selanjutnya oleh Hermawan (2012) “Multimodality: menafsir
verbal, membaca gambar, dan memahami teks analisa” yang digunakan untuk
menganalisa teks yang menggunakan lebih dari satu semiotic mode, khususnya
yang menggunakan mode verbal dan mode gambar atau image secara bersamaan
dalam sebuah kesempatan penyampaian makna. Dan juga menjelaskan langkahlangkah teknis prosedur analisa multimodality yang dapat digunakan untuk
menganalisa teks seperti tersebut dan memberikan contoh penggunaan langkah
analisa. Dengan demikian, tulisan ini juga mengeksplorasi manfaat yang dapat
33
diperoleh dari penggunaan ‘prosedur analisa’ ini untuk menganalisa teks. Tulisan
ini mendukung argumen yang ditawakan diantaranya oleh Kress dan van
Leeuwen (2006), dan Machin dan Myer (2012), yang menyakini bahwa pesan
yang disampaikan dengan semiotic mode berbeda secara bersamaan (verbal dan
image) dalam sebuah teks tidak dapat dianalisa hanya dengan alat analisa
linguistik saja, tetapi mengharuskan dua alat analisa yang berbeda yaitu
linguistics, dan image analysis tool seperti reading image yang saling mendukung
menuju pemahaman makna yang lebih menyeluruh.
Kemudian penelitian oleh Nasution (2010) “Konstruksi Tekstual Gender
dalam Teks Iklan Cetak: Analisis Multimodal terhadap Teks Iklan”. Analisis
datanya menggunakan perangkat kerja analisis multimodal yang mencakup
keseluruhan sumber semiotik yang terdapat dalam teks, yaitu teks verbal dan teks
visual. Untuk menganalisis teks verbal, digunakan perangkat kerja metafungsi
bahasa Halliday, sedangkan untuk analisis visual, digunakan perangkat kerja
metafungsi visual Kress dan van Leeuwen. Ditemukan bahwa setiap komponen
metafungsi memiliki potensi yang sama dalam menyampaikan citra gender. Teks
verbal dan teks visual dalam hal ini memiliki keterkaitan satu sama lain, yang
ditandai
dengan
adanya
hubungan
yang
sifatnya
temporal,
additive,
consequential, dan comparative. Citra gender yang disampaikan oleh teks iklan
didasari oleh dua ideologi yang terkandung dalam teks, yaitu ideologi seksis dan
ideologi yang memandang persamaan antara laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini sangat relevan dengan penelitian di atas, penelitian relevan
tersebut memberikan kontribusi luar biasa terhadap penelitian ini, yaitu
penggunaan teori LSF (metafungsi bahasa) oleh Halliday dan teori metafungsi
34
visual Kress dan van Leeuwen terhadapat teks multimodal, dimana teori ini
mencakup keseluruhan sistem semiotik yang terdapat dalam teks, yaitu teks
verbal dan teks visual. Untuk menganalisis teks multimodal mangayun digunakan
teori metafungsi visual. Selain teori yang relevan dengan penelitian terdahulu
penelitian ini juga relevan dengan variabel dari penelitian, yaitu analisis
multimodal dan mangayun (ayun).
35
2.5 Kerangka Teori
Teks Multimodal Mangayun
Metafungsi Bahasa
Halliday (1985,2004)
Metafungsi Visual
Kress dan van Leeuwen (1996, 2006)
Komponen ideasional;
1)
a.
b.
c.
d.
e.
2)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3)
Proses
Proses tindakan
Proses reaksional
Proses mental
Proses verbal
Proses konversi
Partisipan
Aktor
Gol
Reactors
Fenomenon
Relay
Senser
sayer
sirkumtan
a. lokasi
b. alat
c. penyerta
Komponen interpersonal/interaksi;
1) Contact (kontak)
a. Demand
b. Offer
2) Social distance (jarak)
a. Intimate/personal
b. Social/equality
c. Impersonal
Komponen tekstual;
1) Nilai informasi
2) Salience (tonjolan)
3) Framing (bingkai)
3) point of view (sudut pandang)
a. involvement
b. detachment
c. Viewer power
d. Represented participant
power
4) Modality
Inter-semiotik Logis teks verbal dan
visual
Bagan 2.2 Kerangka Teori
Berdasarkan bagan 2.2 di atas, dijelaskan bahwa teks multimodal
mangayun dianalisis dengan teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen
(1996, 2006) yang merupakan hasil pengembangan dari teori metafungsi bahasa
36
Halliday (1985, 2004). Teks multimodal mangayun ini dianalisis dengan teori
metafungsi visual Kress dan van Leeuwen berdasarkan tiga komponen, yaitu (1)
komponen ideasional: a) proses, b) partisipan dan c) sirkumtan. (2) Interpersonal ;
a) Contact (kontak) terdiri atas demand dan offer, kemudian b) Social distance (jarak)
meliputi intimate/personal, social/equality dan mpersonal dan c) point of view (sudut
pandang) terdiri atas involvement, detachment, viewer power, represented
participant power, dan d) modality.
Kemudian (3) komponen tekstual terdiri atas a) nilai informasi, b)
salience (tonjolan) dan c) framing (bingkai). Sehingga hasil akhir dari analisis
metafungsi visual Kress dan van Leeuwen pada teks multimodal mangayun dapat
mendeskripsikan hubungan inter-semiotik antara teks verbal dan visual. Peneliti
memilih teori metafungsi visual Kress dan van Leeuwen karena teori ini dapat
menganalisis teks multimodal dan lebih fokus terhadap analisis teks multimodal
mangayun yang dapat memperlihatkan hubungan inter-semiotik antara teks verbal
dan visual