Isolasi Senyawa Flavonoida dari Daun Tumbuhan Kaliandra (Calliandra calothyrsus)

a. Senyawa lemak rantai terbuka atau alifatik, seperti asam-asam lemak,
gula-gula, dan hampir semua asam amino
b. Senyawa sikloalifatik atau alisiklik, seperti terpenoid, steroid, dan
beberapa alkaloid
c. Senyawa benzenoid atau aromatik, seperti fenol dan kuinon.
d. Senyawa heterosiklik, seperti alkaloid, flavonoid, dan basa-basa nukleat.
2. Klasifikasi Berdasarkan Aktivitas Fisiologi
Biasanya pengembangan bahan alam didahului dengan pengamatan dan
pengalaman empirik khasiat bahan alam tersebut untuk menyembuhkan penyakit
tertentu. Oleh karena itu, salah satu cara penyelidikan bahan obat dari tumbuhan
atau bahan alam lainnya adalah melalui ekstraksi dan penetapan khasiat
farmakologi ekstrak, diikuti dengan isolasi komponen murni.
Sebagai contoh, berbagai steroid dengan struktur yang berbeda, aktivitas
kardiotoniknya (kardenolida dan bufadienolida) ditunjukkan secara spesifik oleh
(a) ikatan cis cincin A/B, (b) adanya gugus gula pada C3, dan (c) gugus lakton
(dengan 5 atau 6 atom karbon) terkonjugasi pada C17.
O
O

H
RO


O

OH

H

R= gugus gula

a. Kardenolida

b. Bufadienolida

3. Klasifikasi Berdasarkan Taksonomi
Klasifikasi ini didasarkan pada pengkajian morfologi komparatif atau taksonomi
tumbuhan. Di dalam hewan dan sebagian mikroorganisme metabolit akhir
biasanya diekskresikan ke luar tubuh, sedangkan di dalam tumbuhan, metabolit
tersebut disimpan di dalam tubuh tumbuhan. Walaupun beberapa metabolit
selama ini diketahui spesifik pada tumbuhan tertentu, tetapi sekarang telah
diketahui tersebar di dalam berbagai tumbuhan, misalnya alkaloid dan isoprenoid


Universitas Sumatera Utara

telah dapat diisolasi dari berbagai genus, spesies, suku, atau ordo. Bahkan di
dalam satu spesies terdapat sejumlah komponen yang memiliki struktur dasar
yang berkaitan. Sebagai contoh, opium dari Papaver somniferum mengandung
lebih dari 20 alkaloid seperti morfin, kodein, tebain dan narkotin yang semuanya
merupakan hasil biosintesis dari prekursor 11-benzilisokuinolin dengan kopling
oksidatif.
Pengetahuan tentang kandungan komponen tumbuhan berkembang dengan
sangat

pesat

karena

berkembangnya

metode


ekstraksi,

isolasi

dan

karakterisasinya. Hal ini mendorong berkembangnya suatu bidang baru yang
disebut

kemotaksonomi

(chemotaxonomy)

atau

sistematik

kimia

(chemosystematic) yang mengarah ke pembagian kandungan tumbuhan

berdasarkan taksa tumbuhan. Dengan kata lain, isi kandungan tumbuhan dianggap
sebagai tanda bagi evolusi dan kalsifikasi tumbuhan.
Me O
HO

N
Me

H
O

H

CH2
N

R

HO


OH

Morfin R=H
Kodein R=Me

O Me

11-Benzilisokuinolin

4. Klasifikasi Berdasarkan Biogenesis
Biogenesis dan biosintesis memiliki arti yang sama dan sering kali digunakan
tanpa perbedaan. Namun, istilah biogenesis biasanya digunakan untuk reaksi
pembentukan yang masih dalam taraf hipotesis, sedangkan jika reaksi tersebut
telah dibuktikan secara eksperimen, digunakan istilah biosintesis.
Sebagian besar bahkan hampir semua, senyawa kandungan kimia bahan
alam adalah senyawa organik, dan sumber utama senyawa karbon atau senyawa
organik ini adalah glukosa yang dibentuk melalui fotosintesis di dalam tumbuhan
autotropik atau diperoleh dari organisme heterotrof.

Universitas Sumatera Utara


Berbagai teori tentang pembentukan senyawa metabolit primer dan
metabolit sekunder telah dikemukakan di dalam berbagai publikasi. Diawali
dengan teori aturan isoprena pada tahun 1930, yang menyatakan bahwa semua
terpenoid

dibentuk

dari

unit

isoprena

5-C,

dilanjutkan

dengan


teori

poliketometilena untuk senyawa fenolik, yang merupakan saran pertama bagi
biosintesis asetogenin (poliketida). Komponen pembangun utama untuk atomatom karbon dan nitrogen di dalam semua senyawa bahan alam berasal dari 5
kelompok prekursor, yaitu:
O

a. Asetil ko-A
Malonil ko-A

unit 2C(Me-C

b. asam sikimat

unit 6C-3C (6C-1C atau 6C-2C)

c. asam mevalonat

poliketida (asetogenin)


)

senyawa fenolik

isoprenoid

unit prenil
CH2=C-CH2-CH2
Me

d. unit asam amino seperti fenilanalina, tirosina, ornitina, lisina, dan triptofan
alkaloid

e. 5-5'-deoksiadenilmetionina

unit 1C

2.3 Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida diturunkan dari unit C6-C3 (fenil propana) yang bersumber
dari asam sikimat (via fenilalanin) dan unit C6 yang diturunkan dari jalur

poliketida. Fragmen poliketida ini disusun dari tiga molekul malonil-KoA yang
bergabung dengan unit C6-C3 (sebagai KoA tioester) untuk membentuk unit awal
triketida. Oleh karena itu, flavonoid yang berasal dari biosintesis gabungan terdiri
atas unit-unit yang diturunkan dari asam sikimat dan jalur poliketida.Unit awal
triketida mengalami siklisasi oleh enzim kalkon sintase untuk membentuk gugus
kalkon pada flavonoid. Kemudian terjadi siklus untuk menghasilkan cincin
piranon yang mengandung inti flavanon, yang dapat memiliki ikatan C2-

Universitas Sumatera Utara

C3teroksidasi (tidak jenuh) untuk menghasilkan gugus flavon, atau dihidroksilasi
pada posisi C3 cincin piranon untuk menghasilkan gugus flavanol pada flavonoid.
Sistem penomoran untuk turunan senyawa flavonoid diberikan di bawah :

8
7
6

2'
1

O 2 1'

A
5

3

6'

O
4

3'
4'
5'

(Robinson, 1995)

Flavanol ini selanjutnya dioksidasi untuk menghasilkan antosianin, yang
memberikan warna biru terang pada bunga dan warna anggur merah gelap.

Senyawa flavonoid juga berperan dalam memberikan banyak warna lain di alam,
terutama daun mahkota kuning dan jingga, bahkan flavonoid yang tidak berwarna
menyerap cahaya pada spektrum UV (karena banyak gugus kromofor) dan dapat
dilihat oleh banyak serangga. Senyawa ini diduga memiliki manfaat ekologi yang
besar di alam berkat warnanya sebagai penarik serangga dan burung untuk
membantu penyerbukan tanaman. Flavonoid tertentu juga mempengaruhi rasa
makanan secara signifikan, misalnya beberapa tanaman memiliki rasa pahit dan
kesat seperti glikosida flavanon naringin.
OH
Rha GlcO

O

OH

O

Senyawa flavonoid sangat bermanfaat dalam makanan karena, berupa
senyawa fenolik, senyawa ini yang bersifat antioksidan kuat. Banyak kondisi
penyakit yang diketahui bertambah parah oleh adanya radikal bebas seperti
superoksida dan

hidroksil,

dan flavonoid memiliki

kemampuan

untuk

menghilangkan dan secara efektif ‘menyapu’ spesies pengoksidasi yang merusak

Universitas Sumatera Utara

itu. Oleh karena itu, makanan kaya flavonoid dianggap penting untuk mengobati
penyakit-penyakit, seperti kanker dan penyakit jantung (yang dapat memburuk
akibat oksidasi lipoprotein densitas-rendah) (Heinrich et al, 2009).

2.3.1 Biosintesis Flavonoida

Gambar 2.1Biosintesa hubungan antara jenis monomer flavonoida dari alur
asetat-malonat dan alur sikimat (Markham, 1998).
Kerangka C15 yang dihasilkan, telah mempunyai substituen oksigen
tertentu, kebanyakan sebagai gugus hidroksil pada kedudukan yang sesuai,

Universitas Sumatera Utara

sehubungan dengan pembentukan cincin A (jalur poliketida) dan dengan cincin B
yang berasal dari sikimat (fenilalanina---asam sikimat). Setelah terjadi berbagai
perubahan enzimatik dari ketiga atom karbon sentral dari kerangka 1,3-diaril
propana dapat mempunyai berbagai gugus fungsional, misalnya hidroksil, ikatan
rangkap, karbonil dan sebagainya.

2.3.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida
Dalam tumbuhan, flavonoid terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Keragaman
struktur flavonoid ini disebabkan karena perbedaan tahap modifikasi lanjutan dari
struktur dasar flavonoid, antara lain:
1. Flavonoid O-glikosida.
Flavonoid biasanya terdapat sebagai flavonoid O-glikosida, pada senyawa
tersebut satu gugus hidroksi flavonoid (atau lebih) terikat pada satu gula
(atau lebih) dengan ikatan hemiasetal yang tak tahan asam. Pengaruh
glikosilasi meyebabkan flavonoid menjadi kurang reaktif dan lebih mudah
larut dalam air (cairan). Glukosa merupakan gula yang paling umum
terlibat, walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa, dan arabinosa sering juga
terdapat. Gula lain yang ditemukan adalah alosa, manosa, fruktosa, apiosa
dan asam glukuronat serta galakturonat.
2. Flavonoid C-glikosida.
Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoid dan dalam hal ini gula
tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbonkarbon. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Sekarang gula yang
terikat pada atom C hanya ditemukan pada atom C nomor 6 dan 8 dalam
inti flavonoid. Jenis gula yang terlibat ternyata jauh lebih sedikit
ketimbang jenis gula pada O-glikosida. Jenis aglikon flavonoid yang
terlibat pun sangat terbatas. Jadi, walau pun isoflavon, flavanon, dan
flavonol kadang-kadang terdapat dalam bentuk C-glikosida, hanya flavon
C-glikosida yang paling lazim ditemukan.

Universitas Sumatera Utara

3. Flavonoid Sulfat
Gabungan flavonoid lain yang mudah larut dalam air yang mungkin
ditemukan hanya flavonoid sulfat. Senyawa ini mengandung satu ion
sulfat atau lebih, yang terikat pada hidroksil fenol atau gula.
4. Biflavonoid
Biflavonod adalah flavonoid dimer, walau pun prosianidin dimer (satuan
dasarnya katekin) biasanya tidak dimasukkan ke dalam golongan ini.
Flavonoid yang biasanya terlibat adalah flavon dan flavanon yang secara
biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang sederhana 5,7,4’ (atau
kadang-kadang 5,7,3’,4’) dan ikatan antar-flavonoid berupa ikatan karbonkarbon atau kadang-kadang ikatan eter. Biflavonoid jarang ditemukan
sebagai glikosida, dan penyebarannya terbatas, terdapat terutama pada
gimnospermae.
5. Aglikon flavonoid yang aktif-optik
Aglikon flavonoid mempunyai atom karbon asimetrik dan dengan
demikian

menunjukkan

keaktifan

optik

(yaitu

memutar

cahaya

terpolarisasi-datar). Yang termasuk dalam golongan flavonid ini ialah
flavanon, dihidroflavonol, katekin, pterokarpan, rotenoid, dan beberapa
biflavonoid. (Markham, 1988)
Menurut Robinson (1995), flavonoid dapat dikelompokkan berdasarkan
tahanan oksidasi dan keragaman lain pada rantai C3 :

1. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol karena pada flavon tak terdapat
penyulihan 3-hidroksi. Hal ini mempengaruhi serapan UV-nya, gerakan
kromatografinya, serta reaksi warnanya, dan karena itu flavon dapat
dibedakan dari flavonol.Flavon terdapat juga sebagai glikosida tetapi lebih
sedikit daripada jenis glikosida pada flavonol.Jenis yang paling umum
ialah 7-glukosida, contohnya luteolin 7-glukosida.

Universitas Sumatera Utara

B

O
C

A

O

2. Flavonol
Flavonol sangat tersebar luas di dalam tumbuhan, baik sebagai kopigmen
antosianin dalam daun bunga maupun dalam daun tumbuhan tinggi. Dalam
tumbuhan terdapat banyak sekali glikosida flavonol.Sampai saat ini yang
paling umum adalah kuersetin 3-rutinosida yang dikenal sebagai rutin.

A

O
C

B

OH
O

3. Isoflavon
Isoflavon merupakan senyawa yang tidak begitu mencolok, tetapi senyawa
ini penting sebagai fitoaleksin (senyawa pelindung) dalam tumbuhan
untuk pertahanan terhadap penyakit.Isoflavon menunjukkan aktivitas
sebagai estrogenik, insektisida, dan antifungi.Beberapa diantaranya
berguna untuk racun tikus.
A

O
C
B

O

4. Flavanon
Flavanon adalah senyawa tanwarna yang tak dapat dideteksi pada
pemeriksaan

kromatografi

kecuali

bila

menggunakan

penyemprot

kromogen.Uji warna yang penting dalam larutan alkohol ialah reduksi

Universitas Sumatera Utara

dengan serbuk Mg dan HClpekat.Diantara flavonoida hanya flavon yang
menghasilkan warna merah ceri kuat.

A

B

O
C
O

5. Flavanonol
Flavanonol (atau dihidroflavonol) barangkali merupakan flavonoid yang
paling kurang dikenal, dan tidak dapat diketahui apakah senyawa ini
terdapat sebagai glikosida. Senyawa ini stabil dalam asam klorida panas
tetapi terurai oleh udara (Harborne, 1987).

A

B

O
C

OH
O

6. Antosianin
Antosianin adalah pigmen daun bunga merah sampai biru yang biasa,
banyaknya sampai 30% bobot kering dalam beberapa bunga. Antosianin
terdapat juga dalam bagian lain tumbuhan tinggi kecuali fungus.
Antosianin selalu terdapat dalam bentuk glikosida.
+

A

O
C

B

OH

7. Katekin
Katekin dan proantosianidin adalah dua golongan senyawa yang
mempunyai banyak kesamaan. Semuanya senyawa tanpa warna, terdapat
pada seluruh dunia tumbuhan tetapi terutama dalam tumbuhan berkayu.

Universitas Sumatera Utara

OH
OH
HO
A

B

O
C

OH
OH

8. Leukoantosianidin
Merupakan monomer flavan 3,4-diol, leukoantosianidin jarang terdapat
sebagai glikosida, namun beberapa bentuk glikosida yang dikenal adalah
apiferol, dan peltoginol.
OH
OH
HO
A

O
C

B

OH
OH

HO

9. Kalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat tua dengan
sinar UV bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan
dari glikosidanya karena hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat
bergerak pada kromatografi kertas dalam pengembang air (Harborne,
1987).

B

A
O

10. Auron
Seperti kalkon, senyawa ini tampak pada kromatogram kertas berupa
bercak kuning. Dengan sinar UV akan tampak berbeda, warna auron
berubah menjadi merah jingga bila diuapi ammonia.

Universitas Sumatera Utara

O
A

CH

B

O
2.4 Skrining Fitokimia
Banyak reagen yang dapat digunakan untuk mengetahui keberadaan dari
flavonoid, meskipun beberapa juga akan bereaksi positif dengan senyawa
polifenol. Reagen yang biasa digunakan adalah :
1. Shinoda Test, yaitu dengan menambahkan serbuk magnesium pada ekstrak
sampel dan beberapa tetes HCl pekat, warna orange, pink, merah sampai
ungu akan terjadi pada senyawa flavon, flavonol, turunan 2,3-dihidro dan
xanton. Penggunaan zinc sebagai pengganti magnesium dapat dilakukan,
dimana hanya flavanonol yang memberikan perubahan warna merah pekat
sampai magenta, flavanon dan flavonol akan memberi warna merah muda
yang lemah sampai magenta.
2. H2SO4(p), flavon dan flavonol akan memberikan perubahan larutan kuning
pekat. Kalkon dan auron menghasilkan larutan berwarna merah atau merah
kebiru-biruan. Flavanon memberikan warna orange sampai merah.
3. NaOH 10% , menghasilkan larutan biru violet
4. FeCl3 5% telah digunakan secara luas untuk mengidentifikasi senyawa
fenol, tetapi tidak dapat digunakan untuk membedakan macam-macam
golongan flavonoid. Pereaksi ini memberi warna kehijauan, warna biru,
dan warna hitam-biru (Sarker, 2006).

2.5 Teknik Pemisahan
Teknik pemisahan memiliki tujuan untuk memisahkan komponen yang akan
ditentukan berada dalam keadaan murni, tidak tercampur dengan komponenkomponen lainnya.

Universitas Sumatera Utara

Ada 2 jenis teknik pemisahan:
1. Pemisahan kimia adalah suatu teknik pemisahan yang berdasarkan adanya
perbedaan yang besar dari sifat-sifat fisika komponen dalam campuran
yang akan dipisahkan.
2. Pemisahan fisika adalah suatu teknik pemisahan yang didasarkan pada
perbedaan-perbedaan kecil dari sifat-sifat fisik antara senyawa-senyawa
yang termasuk dalam satu golongan. (Muldja, 1995)
Biomassa
(tanaman, mikroba, laut)
Ekstraksi
Skrining
Isolasi zat aktif berdasarkan uji hayati
Skrining silang
Elusidasi Struktur
Gambar 2.3 Skema Teknik Pemisahan Metabolit Sekunder

2.5.1 Ekstraksi
Sampel yang berasal dari tanaman setelah diidentifikasi, kemudian digolongkan
menjadi spesies dan famili, sampel kemudian dikumpulkan dari bagian arialnya
(daun, batang, kulit kayu pada batang, kulit batang, dan akar). Sampel ini
kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari
penguraian komponen oleh udara atau mikroba.

Universitas Sumatera Utara

Jika telah dikeringkan, biomassa kemudian digiling menjadi partikelpartikel kecil menggunakan blender atau penggilingan. Proses penggilingan ini
penting karena ektraksi efektif pada partikel kecil, dikarenakan memiliki luas
permukaan yang lebih besar.
Pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Jika tanaman diteliti dari sudut
pandang etnobotani, ektraksi harus mengikuti pemakaiannya secara tradisional.
Kegagalan mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan akses untuk
mendapatkan zat aktif.
Terdapat sejumlah metode ekstraksi, yang paling sederhana adalah
ekstraksi dingin (dalam labu besar berisi biomassa), dengan cara ini bahan kering
hasil gilingan diekstraksi pada suhu kamar secara berturut-turut dengan pelarut
yang kepolarannya makin tinggi. Keuntungan utama cara ini adalah merupakan
metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga
kemungkinan kecil bahan alam terurai. Penggunaan pelarut dengan peningkatan
kepolaran secara berurutan memungkinkan pemisahan bahan alam berdasarkan
kelarutannya (dan polaritasnya) dalam ektraksi. Hal ini sangat mempermudah
proses isolasi. Ekstraksi dingin memungkinkan banyak senyawa terekstraksi,
meskipun beberapa senyawa memiliki kelarutan terbatas dalam pelarut ekstraksi
pada suhu kamar. (Heinrich et al, 2009)
Ekstraksi dianggap selesai bila tetesan terakhir memberikan reaksi negatif
terhadap senyawa yang diekstraksi. Untuk mendapatkan larutan ekstrak pekat,
biasanya pelarut ekstrak diuapkan dengan menggunakan alat rotari evaporator.
(Harborne, 1996)

2.5.2 Partisi
Metode pemisahan yang mungkin paling sederhana adalah partisi, yang banyak
digunakan sebagai tahap awal pemurnian ekstrak. Partisi menggunakan dua
pelarut tak bercampur yang ditambahkan kedalam ekstrak tersebut, hal ini dapat

Universitas Sumatera Utara

dilakukan secara terus menerus dengan menggunakan dua pelarut yang tak
bercampur yang kepolarannya meningkat. Partisi biasanya dilakukan melalui dua
tahap:
1. Air/petroleum eter ringan (heksana) untuk menghasilkan fraksi nonpolar di
lapisan organik
2. Air/diklorometan atau air/kloroform atau air/etil asetat untuk membuat
fraksi agak polar di lapisan organik. Ini merupakan metode pemisahan
yang mudah dan mengandalkan kelarutan bahan alam dan bukan interaksi
fisik dengan medium lain (Heinrich et al, 2009).

2.5.3 Hidrolisis
Prosedur yang digunakan untuk hidrolisis asam dari flavonoid glikosida adalah,
sebanyak 2 mg sampel flavonoid glikosida dicampur dengan asam klorida 6%
sebanyak 5 ml dengan jumlah metanol yang sangat sedikit pada sampel untuk
membuat proses hidrolisis menjadi sempurna. Larutan dipanaskan selama 45
menit lalu didinginkan, kemudian ekstrak sepenuhnya dilarutkan dengan eter.
Penguapan dari larutan akan mengendapkan ramnosa dan glukosa. Lapisan eter,
setelah dikeringkan dengan menggunakan natrium sulfat akan didapatkan aglikon
flavonoid setelah diuapkan (Mabry et al, 1970).

2.5.4 Kromatografi
Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh seorang ahli botani Rusia Michael
Tswett pada tahun 1903 untuk memisahkan pigmen berwarna dalam tanaman
dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi
kalsium karbonat (CaCO3). Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan
yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase).
Teknik kromatografi telah berkembang dan telah digunakan untuk memisahkan
dan mengkuantifikasi berbagai macam komponen yang kompleks, baik komponen
organik maupun komponen anorganik.

Universitas Sumatera Utara

Kromatografi dapat dibedakan atas berbagai macam tergantung pada
pengelompokkannya. Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi
dibedakan menjadi: kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi
pasangan ion, kromatografi penukar ion, kromatografi eksklusi ukuran.
Berdasarkan pada alat yang digunakan, kromatografi dapat dibagi atas:
kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis (disebut juga kromatografi planar),
kromatografi cair kinerja tinggi, dan kromatogtrafi gas. Bentuk kromatografi yang
paling awal adalah kromatografi kolom yang digunakan untuk pemisahan sampel
dalam jumlah yang besar.
Pemisahan pada kromatografi planar pada umumnya dihentikan sebelum
semua fase gerak melewati seluruh permukaan fase diam. Solut pada kedua
kromatografi ini dikarakterisasi dengan jarak migrasi solut terhadap jarak ujung
fase geraknya. Nilai faktor retardasi solut (Rf) dapat dihitung dengan
menggunakan perbandingan dalam persamaan:
Rf=

Jarak yang ditempuh solut
Jarak yang ditempuh fase gerak

Nilai maksimum Rf adalah 1 dan ini dicapai ketika solut mempunyai
perbandingan distribusi (D) dan faktor retensi sama dengan 0 yang berarti solut
bermigrasi dengan kecepatan yang sama dengan fase gerak. Nilai minimum Rf
adalah 0 dan ini teramati jika solut tertahan pada posisi titik awal di permukaan
fase diam.

Proses Sorpsi
Sorpsi merupakan proses pemindahan solut dari fase gerak ke fase diam,
sementara itu proses sebaliknya (pemindahan solut dari fase diam ke fase gerak)
disebut dengan desorpsi. Kedua proses ini (sorpsi dan desorpsi) terjadi secara
terus menerus selama pemisahan kromatografi karenanya sistem kromatografi
berada dalam keadaan kesetimbangan dinamis. Solut akan terdistribusi diantara
dua fase yang bersesuaian dengan perbandingan distribusinya (D) untuk menjaga
keadaan kesetimbangan ini. Ada 4 jenis mekanisme sorpsi dasar dan umumnya 2

Universitas Sumatera Utara

atau lebih mekanisme ini terlibat dalam satu jenis kromatografi. Keempat jenis
tersebut adalah adsorpsi, partisi, pertukaran ion, dan eksklusi ukuran.

Adsorben
Silika gel merupakan jenis adsorben (fase diam) yang penggunaannya paling luas.
Permukaan silika gel terdiri atas gugus Si-O-Si dan gugus silanol (Si-OH). Gugus
silanol bersifat sedikit asam dan polar karenanya gugus ini mampu membentuk
ikatan hidrogen dengan solut-solut yang agak polar sampai sangat polar.
Adanya air dari atmosfer yang diserap oleh permukaan silika gel mampu
mendeaktifkan permukaan silika gel karena air akan menutup sisi aktif silika gel.
Hal seperti ini dapat diatasi dengan memanaskan pada suhu 1050C, meskipun
demikian reprodusibilitasnya sulit dicapai kecuali jika suhu dan kelembapan
benar-benar dijaga secara hati-hati. Semakin polar solut maka akan semakin
tertahan kuat ke dalam adsorben silika gel ini (Gandjar dkk, 2007).
Tabel 2.1 Daftar Adsorben pada Kromatografi
Jenis adsorben

Kepolaran

Alumina

(paling polar)

Karbon aktif (Charcoal)
Silika gel
Magnesium silikat
Selulosa
Resin-resin polimerik (stiren/difenil benzen)

(paling non polar)

2.5.4.1 Kromatografi Lapis Tipis
Dalam kromatografi lapis tipis (KLT), adsorben diletakkan tepat pada satu sisi
plat atau kaca atau saluran plastik ataupun aluminium. Adsorben yang paling
sering digunakan adalah silika gel dan alumina. Beberapa mikroliter larutan
sampel yang akan dianalisa ditotolkan pada plat sebagai titik kecil yang tunggal

Universitas Sumatera Utara

dengan menggunakan pipa mikrokapilaritas. Plat dikembangkan dengan
meletakkannya didalam botol ataupun chamber pengembang yang berisi sejumlah
kecil pelarut. Pelarut akan menaiki plat dengan adanya gaya kapilar, dan
membawa senyawa dari sampel dengan itu. Senyawa yang berbeda dipisahkan
dari dasarnya pada saat interaksi mereka dengan lapisan adsorben.
Plat KLT yang biasa digunakan adalah plat dengan ukuran pori silika 60 Å
dan ketebalan lapisan 25 µm dalam penyangga poliester atau aluminium, beberapa
dengan menggunakan atau tanpa menggunakan indikator fluorosensi yang sesuai
untuk analisa cepat dari ekstrak kasar tanaman dan digunakan sebagai dasar dari
langkah preparatif. Plat biasa dapat digunting dengan menggunakan gunting atau
kertas cutter untuk mengambil ukuran yang diinginkan. Deteksi noda yang
dihasilkan dapat menggunakan lampu ultraviolet ataupun dengan menyemprot
dengan menggunakan reagen yang sesuai (Cseke et al, 2006).

2.5.4.2 Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi atau tabung untuk pengaliran karena gaya tarik bumi
(gravitasi) atau sistem bertekanan rendah biasanya terbuat dari kaca yang
dilengkapi keran jenis tertentu pada bagian bawahnya untuk mengatur aliran
pelarut. Ukuran keseluruhan kolom sungguh beragam, tetapi biasanya panjangnya
sekurang-kurangnya 10 kali garis tengah dalamnya dan mungkin saja sampai 100
kalinya. Ukuran kolom dan banyaknya penjerap yang dipakai ditentukan oleh
bobot campuran sampel yang akan dipisahkan.
Untuk pemisahan normal, bobot sampel biasanya 30:1 ternyata memadai
jika pemisahan tidak terlalu sukar. Ukuran partikel penjerap pada kolom biasanya
lebih besar daripada untuk KLT. Walau pun banyak jenis penjerap telah dipakai
untuk kolom, alumina dan silika gel adalah penjerap yang paling berguna dan
mudah didapat.

Universitas Sumatera Utara

Fraksi kolom yang mengandung senyawa yang sama (diperiksa dengan
KLT) atau tampaknya berasal dari satu puncak (memakai pendeteksian
sinambung) digabungkan, dan pelarutnya diuapkan, lebih baik dengan tekanan
rendah. Jika pelarut dan penjerap murni. Maka fraksi-fraksi pun murni (Gritter
dkk, 1991).

2.5.4.3 Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Sebagian besar pemakaian kromatografi lapis tipis preparatif hanya dalam jumlah
miligram. Kromatografi lapis tipis preparatif bersama-sama dengan kromatografi
kolom terbuka, dijumpai sebagian besar dalam isolasi bahan alam. Penjerap yang
paling umum digunakan adalah silika gel dan dipakai untuk pemisahan campuran
senyawa lipofil maupun campuran senyawa hidrofil. Ukuran partikel dan porinya
kurang lebih sama dengan ukuran tingkat KLT.
Cuplikan sebanyak 10-100 mg dapat dipisahkan pada lapisan silika gel
atau aluminium oksida 20 x 20 cm yang tebalnya 1 mm. Pengembangan plat
KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa
plat. Bejana dijaga tetap jenuh dengan pelarut pengembang dengan bantuan
sehelai kertas saring yang tercelup ke dalam pengembang.
Kebanyakan penjerap KLTP mengandung indikator fluorosensi yang
membantu mendeteksi kedudukan pita yang terpisah sepanjang senyawa yang
dipisahkan menyerap sinar UV. Pita yang kedudukannya telah diketahui dikerok
dari plat dengan spatula atau pengerok berbentuk tabung. Senyawa harus
diekstraksi dari penjerap dengan pelarut yang paling kurang polar yang mungkin
(sekitar 5 ml pelarut untuk 1 g penjerap). Harus diperhatikan bahwa semakin lama
senyawa berkontak dengan penjerap makin besar kemungkinan penguraian
(Hostettmann dkk, 1995).

Universitas Sumatera Utara

2.6 Teknik Spektroskopi
Teknik analisis modern mencakup berbagai teknik analisis instrumen elektronika
yang dikembangkan untuk mengukur parameter fisika dan kimia alami yang khas
dan tetap dari atom atau molekul. Parameter khas yang bermakna untuk analisis
adalah absorpsi dan emisi energi radiasi elektromagnet oleh atom atau molekul.
Teknik analisis spektroskopi berasaskan antaraksi radiasi elektromagnet
dengan komponen atom atau molekul yang menghasilkan fenomena bermakna
sebagai parameter analisis. Karena pada setiap teknik spektroskopi antaraksi
radiasi elektromagnet dengan komponen atom/ molekul khas dan tidak semuanya
sama, uraian teknik analisis didahului dengan mekanisme antaraksi tersebut, serta
fenomena yang dipakai sebagai parameter analisisnya (Satiadarma dkk, 1995).

2.6.1 Spektroskopi Ultraviolet (UV-Vis)
Senyawa polifenol memiliki dua karakteristik pita penyerapan Ultraviolet dengan
maksimal jarak 240 sampai 285 nm dan 300 sampai 550 nm. Berbagai macam
golongan flavonoid dapat dikenali dari spektrum UV mereka masing-masing,
karakteristik spektra UV dari masing-masing flavonoid yang mengandung jumlah
dari golongan hidroksil aglikon, pola substituen glikosida, dan golongan asil
aromatik bahan alam.
Saat ini penggunaan Spektroskopi UV-Visible paling sering digunakan
dalam aplikasi untuk analisa kuantitatif, dan nilai dari metode ini dapat
mengurangi perbandingan informasi yang banyak dari teknik spektroskopi yang
lainnya seperti NMR dan MS (Andersen, 2006).
Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam larutan dengan pelarut
metanol (MeOH, AR atau yang setara) atau etanol (EtOH), meski perlu diingat
bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan.

Universitas Sumatera Utara

Ciri spektrum khas jenis flavonoid utama dengan pola oksigenasi yang
setara disajikan pada tabel dibawah :
Tabel 2.2 Rentangan Serapan Spektrum UV-Visible golongan Flavonoida
Pita II (nm)
250-280
250-280
250-280
245-275
275-295
230-270
(kekuatan rendah)
230-270
(kekuatan rendah)
270-280

Pita I (nm)
310-350
330-360
350-385
310-330 bahu
300-330 bahu
340-390

Jenis Flavonoid
Flavon
Flavonol (3-OH tersubstitusi)
Flavonol (3-OH bebas)
Isoflavon
Flavanon dan dihidroflavonol
Khalkon

380-430

Auron

465-560

Antosianidin dan antosianin

Perubahan penyulihan pada cincin A cenderung tercerminkan pada
serapan pita II, sedangkan perubahan penyulihan pada cincin B dan C cenderung
lebih jelas tercermin pada serapan pita I (Markham, 1988).

2.6.2 Spektroskopi Inframerah (FT-IR)
Spektrum inframerah suatu molekul adalah hasil transisi antara tingkat energi
getaran (vibrasi) yang berlainan. Inti-inti atom yang terikat oleh ikatan kovalen
mengalami getaran (vibrasi) atau osilasi (oscillation) dengan cara serupa dengan
dua bola yang terikat oleh suatu pegas.
Bila molekul menyerap radiasi inframerah, energi yang diserap
menyebabkan kenaikan dalam amplitudo getaran atom-atom yang terikat itu. Jadi
molekul ini berada dalam keadaan vibrasi tereksitasi , energi yang diserap ini akan
dibuang dalam bentuk panas bila molekul itu kembali ke keadaan dasar. Panjang
gelombang eksak dari absorpsi oleh suatu tipe ikatan, bergantung pada macam
getaran dari ikatan tersebut. Oleh karena itu, tipe ikatan yang berlainan (C-H, CC, C=O, C=C, O-H, dan sebagainya) menyerap radiasi inframerah pada panjang
gelombang yang berlainan. Dengan demikian spektrometri inframerah dapat
digunakan untuk mengidentifikasi adanya gugus fungsi dalam suatu molekul.
Banyaknya energi yang diserap juga beraneka ragam dari ikatan ke ikatan. Ini
disebabkan sebagian oleh perubahan dalam momen dipol (µ
≠0) pada saat energi

Universitas Sumatera Utara

diserap. Ikatan nonpolar (seperti C-H atau C-C) menyebabkan absorpsi lemah,
sedangkan ikatan polar (seperti misalnya O-H, N-H, dan C=O) menunjukkan
absorpsi yang lebih kuat.
Suatu ikatan dalam sebuah molekul dapat mengalami berbagai vibrasi
molekul. Secara umum terdapat dua tipe vibrasi molekul:
1. Streching (vibrasi regang/ulur): vibrasi sepanjang ikatan sehingga terjadi
perpanjangan atau pemendekan ikatan.
2. Bending (vibrasi lentur/tekuk): vibrasi yang disebabkan oleh sudut ikatan
sehingga terjadi pembesaran atau pengecilan sudut ikatan.
Oleh karena itu suatu ikatan tertentu dapat menyerap energi lebih dari satu
panjang gelombang. Contohnya, ikatan O-H menyerap energi pada frekuensi 3330
cm-1, energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi regang
ikatan O-H itu. Suatu ikatan O-H itu juga menyerap pada kira-kira 1250 cm-1,
energi pada panjang gelombang ini menyebabkan kenaikan vibrasi lentur. Tipe
vibrasi yang berlain-lainan ini disebut cara vibrasi fundamental (Supratman,
2010).

2.6.3 Spektroskopi Resonansi Magnetik Inti Proton (1H-NMR)
Setelah spektroskopi inframerah, spektroskopi resonansi magnetik inti (NMR)
adalah yang metode yang paling penting digunakan dalam kimia organik. Dalam
spektroskopi inframerah mengandung infromasi mengenai adanya gugus fungsi
pada molekul, sedangkan spektroskopi NMR memberikan informasi mengenai
jumlah dari masing-masing hidrogen.
Kemampuan terhebat resonansi inti magnetik timbul karena tidak semua
proton dalam molekul memiliki resonansi yang identik pada frekuensi yang sama.
Hal ini sesuai dengan fakta bahwa berbagai macam proton dalam molekul
dikelilingi oleh elektron

dan memiliki sedikit perbedaan dalam lingkungan

elektronik dari satu dan yang lainnya. Proton akan terlindungi oleh elektron yang
mengelilingi mereka. Dalam daerah magnetik, peredaran elektron valensi dari
daerah penghasil proton yang bertentangan dengan daerah magnetik yang berlaku.

Universitas Sumatera Utara

Pergeseran kimia dalam unit δ ditunjukkan dalam jumlah resonansi proton yang
bergeser dari TMS dalam bagian per juta (ppm) dari frekuensi dasar spektroskopi
pergeseran dalam Hz
frekuensi spektrometer dalam MHz
Unsur dasar dari spektrometer nmr adalah ilustrasi skematis. Sampel
δ=

dilarutkan dalam pelarut yang tidak memiliki proton (biasanya CCl4) dan dalam
jumlah yang kecil dari TMS yang ditambahkan sebagai pusat referensi internal.
Semua proton dalam molekul yang identik dalam lingkungan kimia akan
memiliki pergerseran kimia yang sama. Dengan demikian, semua proton dari
TMS atau semua proton dalam benzena, siklopentana, atau aseton memiliki nilai
resonansi yang berdekatan pada nilai δ. Masing-masing komponen akan memiliki
penyerapan yang tunggal dalam spektrum nmr. Proton ini dikatakan sama secara
kimia. Pada kenyataannya, spektrum tidak dapat hanya dibedakan dari berapa
banyak tipe proton yang berbeda pada molekul tersebut, tetapi dapat
memperlihatkan berapa banyak jenis perbedaan yang ada dalam molekul tersebut.
Dalam spektrum nmr, daerah dibawah masing-masing peak adalah proporsional
dengan jumlah dari hidrogen yang ada pada peak tersebut. (Pavia, 1979)

Universitas Sumatera Utara