rd2 bahas pembukaan ipcc 2610oct

KLH

BMKG

Sidang ke-31 Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC)
Bali, Indonesia, 26 - 29 Oktober 2009

Media Updates
KETUA DEWAN NASIONAL PERUBAHAN IKLIM, RACHMAT WITOELAR :

TINGKATKAN KAPASITAS RISET NEGARA BERKEMBANG
Nusa Dua, Bali (26/10), Dalam pembukaan Sidang Ke-31 Panel Antarpemerintah tentang
Perubahan Iklim (International Panel on Climate Change/IPCC), Ketua Dewan Nasional Perubahan
Iklim (DNPI) Rachmat Witoelar menyatakan bahwa masyarakat internasional sekarang
membutuhkan hasil penelitian ilmiah dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim, baik tingkat lokal
maupun global.
Dalam kerangka IPCC, negara-negara maju memiliki tanggung jawab terhadap negara yang
berkembang dengan memberikan dua hal, pertama dukungan pendanaan dan kedua pengembangan
kapasitas keilmuan atau saintifik. Negara-negara berkembang harus meningkatkan kapasitas riset
yang berkaitan dengan perubahan iklim global, “Dampak pemanasan global dan perubahan iklim
sangat besar bagi negara berkembang. Makin cepat dan makin kuat kapasitas riset di tingkat lokal

berstandar internasional akan memacu negara berkembang dalam upaya penanggulangan dampak
perubahan iklim global,” jelas Rachmat Witoelar.
Ketua IPCC, Dr. Rajendra Pachauri dalam sambutan pembukaan menyatakan bahwa kerjasama
dalam IPCC harus dikembangkan lebih baik. “Hal itu ditujukan untuk menyediakan bahan bagi
pengambilan keputusan dalam setiap kebijakan yang berkaitan dengan perubahan iklim,” kata
Pachauri.
Rajendra Pachauri menegaskan tentang pentingnya setiap negara untuk terus mengembangkan
kajian berkaitan dengan perubahan iklim global. “Selain aspek keilmuan, dalam pertemuan kali ini
juga akan diteruskan pembahasan mengenai analisis sosial terkait perubahan iklim global,”
ungkapnya.
Menurut Ketua DNPI, Rachmat Witoelar, pihaknya telah meminta kepada Ketua IPCC, Dr.
Rajendra Pachauri untuk membentuk panitia khusus yang membahas masalah-masalah yang melekat
di Indonesia. “Kehadiran mereka sangat berarti, saya telah minta kepada direktur IPCC untuk
membikin panitia khusus yang mempelajari masalah terkait perubahan iklim yang melekat di
Indonesia,” jelas Witoelar.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Dr. Ir. Sri Woro B. Harijono, menyatakan
bahwa secara khusus Indonesia akan meminta dilakukan kajian saintifik mengenai aspek fenomena
iklim regional di Indonesia dan metode penghitungan serapan karbon untuk negara tropis yang
memiliki potensi hutan dan laut, seperti Indonesia.
“Kerjasama dunia internasional dalam kerangka IPCC sangat baik. Kita sering dapat bantuan

langsung untuk kembangkan metode saintifik. Kemarin kita diberikan model oleh para ahli dari
Jepang. Dengan resolusi skala kecamatan kita sudah bisa memprediksi perubahan iklim yang terjadi
di Indonesia,” tambah Sri Woro B. Harijono.
Halaman 1 dari 2 halaman

KLH

BMKG

Ketua DNPI, Rachmat Witoelar meyakini hal itu akan bisa terwujud, “Kita punya sejarah Bali
Roadmap. Tentu para delegasi akan bisa memahami pentingnya persoalan itu dan bagaimana
caranya untuk menekuni masalah itu,” jelasnya.
Sebanyak 430 delegasi dari 140 negara dan lembaga penelitian mengikuti pembukaan Sidang ke-31
Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) di Nusa Dua, Bali, mulai 26 sampai 29
Oktober 2009. Dalam sidang ini diharapkan menghasilkan kesepakatan kerangka penulisan Laporan
IPCC ke 5 (IPCC Assesement Report V/AR V). Laporan berisi kajian tentang prediksi ilmiah, dampak
adaptasi dan kerentanan, serta mitigasi perubahan iklim itu akan diterbitkan tahun 2013 dan
2014.***

Halaman 2 dari 2 halaman