PENANGGUHAN PENCATATAN PERNIKAHAN DINI DALAM TINJAUAN YURIDIS DAN HUKUM ISLAM : STUDI KASUS SAMBIRAMPAK KIDUL KOTAANYAR PROBOLINGGO.

PENANGGUHAN PENCATATAN PERNIKAHAN DINI DALAM
TINJAUAN YURIDIS DAN ISLAM
(Studi Kasus Sambirampak Kidul Kotaanyar Probolinggo)

SKRIPSI

Oleh:
Wahibatul Maghfuroh
NIM. C01212062

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syari’ah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam
Prodi Hukum Keluarga
Surabaya

2016

PERSETUruAN PEMBIMBING

Skripsi yang ditulis oleh Wahibatul Maghfuroh NIM. C01212062 ini telah diperiksa

dan disetujui untuk dimunaqasahkan.

Surabaya, 5 November 2015

Pembimbing,

96408 101 99303 1002

iii

PERNYATAAN KEASLIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini

:

Nama

: Wahibatul Maghfuroh

NIM


: C01212062

Fakultas /

JurusaniProdi :

Syariah dan Hukum

/

Hukum Perdata Islam /

Hukum Keluarga Islam
Judul Skripsi

:

Penangguhan Pencatatan Pernikahan dini dalam


tinjauan Yuridis dan Hukum Islam (Studi Kasus
Sambirampak Kidul Kotaanyar Probolinggo)
Menyatakan bahwa Skripsi

ini

secara keseluruhan adalah hasil penelrtian

I kurya

saya sendiri, kecuali ada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya.

Surabaya,

19 Januai 2016

Saya ya

menyatakan,


Wahibatul

NiM. C01212062

ABSTRAK

Dalam penulisan Skripsi ini penulis mengambil judul “Penangguhan
Pencatatan Pernikahan Dini dalam Tinjauan Yuridis dan Hukum Islam”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) Apa penyebab penangguhan
pencatatan pernikahan bagi pasangan tersebut? (2) Bagaimana Penangguhan
pencatatan pernikahan dini di dalam tinjauan yuridis dan Islam?
Jenis penelitian ini menggunakan jenis penelitian field reseach. Dengan
pendekatan deskriptif kualitatif. Dan teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah teknik wawancara secara langsung yakni mengumpulkan data dengan cara
mencatat hal yang menjadi sumber data dari hasil wawancara.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penyebab adanya penangguhan
pencatatan pernikahan dini bagi pasangan adalah faktor ekonomi, faktor sosial
faktor psikologis, Faktor buta hukum, faktor hamil diluar nikah.
Penangguhan Didalam hukum Positif bahwa UU No.1 Tahun 1974 tentang
Pencatatan Perkawinan ini, Setiap perkawinan harus dicatatkan sesuai dengan

peraturan perundangan yang berlaku. Yaitu di dalam pasal 2 ayat (2) dan UU
No.1 Tahun 1974.\
Sedangakan Penangguhan pencatatan pernikahan didalam Islam tidak ada
hanya saja dalam perkawinan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Hal itu
adalah syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Adapun syarat dan rukun
merupakan perbuatan hukum yang sangat dominan menyangkut sah atau tidaknya
perbuatan tertentu dari segi hukum. Kedua kata tersebut mengandung yang sama
dalam hal bahwa keduanya merupakan sesuatu yang harus diadakan.
Sejalan dengan kesimpulan diatas, perlu diketahui bahwa banyak mudharat
yang ditimbulkan atas desakan untuk melangsungkan penangguhan pencatatan
pernikahan dini meskipun juga ada sisi positifnya. Masyarakat harus tahu bahwa
Undang-Undang memberi batasan usia dibolehkannya menikah. Hal ini untuk
meredam banyaknya penangguhan pencatatan pernikahan dini semakin marak.

vii

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

DAFTAR ISI


SAMPUL DALAM ...................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ..................................................................... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING.............................................................. iii
PENGESAHAN ........................................................................................... iv
MOTO .......................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ........................................................................................ vi
ABSTRAK ................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................. viii
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TRANSLITRASI ....................................................................... xiii

BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ....................................................................... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah .......................................... 5
C. Rumusan Masalah .................................................................. 5
D. Kajian Pustaka ......................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ................................................................... 8
F. Kegunaan Penelitian................................................................ 9
G. Definisi Operasional ................................................................ 9
H. Metode Penelitian .................................................................... 11

I. Sistematika Pembahasan ........................................................ 15

BAB II : TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN DALAM
HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM
A. Tinjauan Umum tentang perkawinan dalam Hukum Positif
1. Pengertian Perkawinan ..................................................... 18
2. Rukun dan syarat pernikahan.......................................... 18
3. Pencatatan Perkawinan .................................................... 19
B. Tinjauan Umum Tentang Perkawinan dalam Hukum Islam

x
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

1. Pengertian Perkawinan ..................................................... 42
2. Perkawinan Menurut Hukum Islam................................ 43
3. Syarat Sah Perkawinan ..................................................... 50

BAB III : PENANGGUHAN PENCATATAN PERNIKAHAN DINI DI
DESA
SAMBIRAMPAK

KIDUL
KECAMATAN
KOTAANYAR KABUPATEN PROBOLINGGO
A. Gambaran Umum Wilayah Desa Sambirampak
Kecamatan Kotaanyar Kabupaten Probolinggo

Kidul

1. Letak Geografis.................................................................. 59
2. Keadaan Demografis ......................................................... 60
3. Data Penduduk tentang Pendidikan ................................ 60
4. Kondisi Ekonomi ............................................................... 61
5. Kondisi Keagamaan .......................................................... 61
6. Kondisi Sosial Budaya ....................................................... 63
B. Data Penelitian tentang Penangguhan Pencatatan Pernikahan
Dini di Desa Sambirampak Kidul Kecamatan Kotaanyar
Kabupaten Probolinggo .......................................................... 63
1. Penangguhan pencatatan pernikahan dini ..................... 64
2. Urgensi penangguhan pencatatan pernikahan dini ....... 69
C. Respon Masyarakat terhadap Penangguhan Pencatatan

Pernikahan Dini
1. Respon Pasangan Suami Istri ........................................... 72
2. Respon Warga Desa........................................................... 73
3. Respon Tokoh Masyarakat ............................................... 75

BAB IV : ANALISIS TENTANG PENANGGUHAN PENCATATAN
PERNIKAHAN DINI DI DESA SAMBIRAMPAK KIDUL
KECAMATAN KOTAANYAR KABUPATEN PROBOLINGGO
A. Analisis Hukum terhadap Penangguhan Pencatatan Pernikahan
................................................................................................... 82

xi
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

B. Analisis Tentang Respon Masyarakat terhadap penangguhan
pencatatan pernikahan dini di desa sambirampak kidul kecamatan
kotaanyar kabupaten probolinggo ......................................... 95
C. Akibat Hukum Penangguhan Pencatatan Pernikahan Dini
................................................................................................... 101


BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................ 102
B. Saran........................................................................................... 103

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 104
LAMPIRAN-LAMPIRAN

xii
digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan Dini adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan
wanita sebagai suami istri pada usia yang masih muda/remaja dan belum
cukup umur. Pernikahan dini pada umumnya belum memiliki kematangan
jiwa. Implikasinya adalah mudah salah pengertian, egois, mudah putus asa,
tidak bertanggungjawab karena sifat-sifat tersebut merupakan tahap
peralihan dari masa kanak-kanak kemasa dewasa.
Sehubungan dengan itu maka pemerintah menentukan batas umur

minimal untuk melakukan perkawinan yaitu dalam UU No. 1 tahun 1974
pasal 7 ayat 1, bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah
mencapai umur 19 tahun dan wanita mencapai umur 16 tahun.1 Memang sulit
untuk perkawinan diusia dini karena agama Islam sendiri tidak menentukan
secara pasti batas umur perkawinan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad
dengan Siti Aisyah sebagaimana dalam Hadis berikut:

ِ ‫وقَالَتْْ َعائِ َشةُر‬
ْ‫تَ َزْو َجنِيْالنبِيْْ َواَنَاْاِب نَ ْةُْ ِستْْ َوبَنَيْبِيْْ َواَنَاْاب نَ ْةُْتِسع (متفق‬:ْ‫الُْ َعن ُه َما‬
ْ ْْ‫ض َي‬
َ
َ
)‫عليه‬

Artinya: Aisyah R.A,’’saya dinikahi oleh Nabi saw, ketika saya gadis
berusia enam tahun, dan baginda membawa saya, ketika saya berusia
sembilan tahun.’’ (HR.Muttafaq ‘alaih).2

1

UU No.1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan, (Jakarta: Sinar Grafika, BMA), 8.
Bukha>ri, S}>}ha} h}ih al-Bukha>ri, hadis No.3681; Muslim, S}h}ah}ih Muslim, hadis No. 1422. Lihat, Ibn
Qudamah, juz II, 1600.
2

1

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

2

Selain redaksi di atas, juga terdapat riwayat lain, yang diriwayatkan
oleh Bukhari dan Muslim, dari ‘Urwah dari Aisyah, yang menyatakan:

ْْ‫اتْ َعن َه َاو ِ َي‬
َْ ‫تْتِس ِْعْ ِسنِي َْنْ َول َعبُ َه َام َع َه َاوَم‬
ُْ ‫تْ َسب ِْعْ ِسنِي َْنْ َوُزقتْْاِلَي ِْهْ َو ِ َْيْبِن‬
ُْ ‫تَ َزو َج َهاْ َو ِ َيْْبِن‬
)‫تْثَ َما َنْْ َعش َرَْةْ(متفقْعليه‬
ُْ ‫بِن‬
Artinya: ’’Nabi menikahi beliau (Aisyah) ketika dia berumur tujuh
tahun. Pernikahan dia dengan Nabi diumumkan ketika berumur Sembilan
tahun, ketika beliau masih menggendong mainannya. Nabi meninggalkan dia
(wafat), ketika dia berusia delapan belas tahun’’. (HR. Muttafaq ‘alaih) .3
Didalam ajaran agama Islam juga mempertimbangkan tentang
kedewasaan guna terbentuknya keluarga sakinah mawaddah warah}mah
sebagaimana dalam hadis sebagai berikut:

ِ ‫الْ ْب ِْن ْمسعودْ ْر‬
ِ ‫َعنْ ْ َعب ِد‬
ْْ‫صلى ْالُْ ْ َعلَي ِْه ْ َو َسل َْم ْ(يَا ْ َمع َش َر‬
ِْ ْ ُْ‫ض َْي ْالُْ ْ َعن ْهُ ْقَالَْ ْلَنَ َار ُسول‬
َ ْ ‫ال‬
َ ُ َ
ِ ْ ‫الشباب ْم ِنْ ْاستطَاعْ ْ ِمن ُكمْ ْالباءةَْ ْفَ ليت زوجْ ْفَ ِاءن ْه ْاَغ‬
ْْ‫ج ْ َوَمنْ ْلَم‬
ِْ ‫ص َْن ْلِل َفر‬
َ َ
َ ُ
َ ََ َ َ
َ ‫ص ِْر ْ َواَح‬
َ َ‫ض ْللب‬
َ َ
ِ
ِ
ْ ‫اء) متتفقْعليه‬
َْ ‫يَستَ ِطعْْفَ َعلَي ِهْْبِالصوْمْفَاءن ْهُْلَْهُْ َو َج‬
Artinya:’’Abdullah ibnu mas’ud R.A berkata: Rasulullah saw. Bersabda
pada kami:’’wahai generasi muda, barang siapa diantara kamu telah mampu
berkeluarga hendaknya ia kawin, karena ia dapat menundukkan pandangan
dan memelihara kemaluan, barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa,
sebab ia dapat mengendalikanmu.’’ (muttafaq alaihi).4
Pada hakikatnya seluruh peraturan dan perundang-undangan yang diatur
oleh Islam dan negara bertujuan untuk memperbaiki kehidupan manusia di
dunia dan untuk mencapai kebahagiaan di kemudian hari. Oleh karena itu
perkawinan juga merupakan bagian dari aturan-aturan yang disyariatkan

3

Bukha>ri, S}>}h}ah}ih al-Bukha>ri, hadits No. 4739; Muslim, S}h}ah}ih Muslim, hadis No. 2549.
Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Ismail ibn Ibra>hi>m bin Mughi>rah bin Bardizhab al-Bukha>ri,
S}>}ha} h}ih al-Bukha>ri, hadis No. 5066, (Riyadh: Dar al-Salam, 2008), 438.

4

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

3

Islam secara umum mempunyai tujuan yang sama yaitu memperoleh
kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Meski demikian kenyataan masih banyak terjadi perkawinan usia dini
yaitu umur kedua pasangan di bawah standar yang ditentukan. Tetapi
berhubung keadaan yang memaksa, sehingga orang tua memaksa anaknya
dinikahkan di Kantor Urusan Agama (KUA) tidak dicatatkan kemudian
dicatatkan setelah calon suami mencapai umur 19 tahun dan calon istri 16
tahun (penangguhan) dikarenakan banyak alasan-alasan tertentu yaitu untuk
menutupi aib nama keluarga. Dan pihak Kantor Urusan Agama (KUA)
menikahkan kedua belah pihak dengan menggunakan pertimbanganpertimbangan demi kemaslahatan.
Setelah diketahui pada masa sekarang untuk memulai sebuah hubungan
kejenjang pernikahan banyak sekali muda mudi dibawah umur menyalah
artikan aturan agama yang telah ditentukan. Dimana banyak diantara mereka
bukan muhrim memulainya dengan berduaan, bercumbu dan memadu kasih
sedangkan secara agama dan tradisi dilarang.
Hal ini yang kemudian oleh masyarakat di Desa Sambirampak Kidul
Kecamatan Kotaanyar Kabupaten Probolinggo dijadikan aturan yang tersirat
terhadap sensibilitas masyarakat yang cenderung akan ada potensi fitnah jika
terlihat anak muda bermesraan di suatu tempat/rumah berdua terlalu lama
dalam keadaan bukan muhrim dan tanpa ada ikatan perkawinan, maka ada
sangsi moral.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

4

Bahkan jika itu memang warga setempat segera menindaklanjuti guna
menjaga nama baik, khususnya keluarga umumnya terhadap nama baik desa
Sambirampak Kidul, karena bagaimanapun pola pikir yang harus dijaga oleh
masyarakat adalah akhlak dan etika, sebab terbentuknya mainstream
masyarakat Sambirampak Kidul karena faktor lingkungan, yaitu desa
Sambirampak Kidul adalah masyarakat tetap menjaga iklim nuansa agamis.
Calon mempelai tidak meminta dispensasi nikah ke Pengadilan Agama
karena alasannya buta hukum, tidak mempunyai biaya, tidak mau menunggu
lama dalam prosesnya perkawinan bahkan hamil diluar nikah dan faktorfaktor lainnya, sehingga mereka lebih baik ditangguhkan akan tetapi
mengakibatkan merugikan kedua pasangan tersebut seperti terlambatnya
Akta Nikah, Kartu Keluarga dan lain sebagainya.
Maka kemudian sudah tidak jarang ketika ada sebuah insiden seperti ini
dari dua belah pihak keluarga lebih mementingkan untuk dilangsungkan
pernikahan dini walau secara undang-undang masih belum cukup syarat, dan
ditangguhkan demi faktor hukum setempat. Selanjutnya dalam berbagai hal
dari latar belakang di atas peneliti tertarik untuk mengangkat dalam bentuk
skripsi dengan judul ‘’Penangguhan Pencatatan Pernikahan Dini dalam

Tinjauan Yuridis dan Hukum Islam (Studi Kasus

Sambirampak Kidul

Kotaanyar Probolinggo).

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

5

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas dapat diidentifikasi masalah
penelitian sebagai berikut:
1. Dampak pergaulan bebas.
2. Kurang adanya komunikasi yang baik antara anak dan orang tua.
3. Faktor Ekonomi.
4. Dampak media komunikasi.
5. Buta Hukum.
6. Hamil diluar nikah.
7. Kurangnya didikan agama dan etika.
Kemudian untuk menghindari penjelasan yang akan keluar dari
pembahasan maka peneliti membatasi masalah sebagai berikut:
1. Apa penyebab penagguhan pencatatan pernikahan dini bagi pasangan
tersebut.
2. Bagaimana Penangguhan pencatatan pernikahan dini didalam tinjauan
yuridis dan Hukum Islam.

C. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab penangguhan pencatatan pernikahan dini bagi pasangan
tersebut?
2. Bagaimana penangguhan pencatatan pernikahan dini di dalam tinjauan
yuridis dan Hukum Islam?

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

6

D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka adalah deskripsi ringkas tentang kajian atau penelitian
yang sudah pernah dilakukan diseputar masalah yang akan diteliti sehingga
terlihat jelas bahwa kajian yang akan dilakukan ini tidak merupakan
pengulangan atau duplikasi dari kajian atau penelitian yang telah ada.
Berdasarkan deskripsi tersebut, posisi penelitian yang akan dilakukan harus
dijelaskan5.
Pertama, Skripsi tentang ‘’Analisis Yuridis tentang Pencatatan

Perkawinan Anak Angkat di KUA Kecamatan Sawahan Kota Surabaya’’:
(Studi Kasus Pencatatan Perkawinan Anak Angkat dalam Buku Kutipan
Akta Nikah), karya Ajeng Irna Baroroh tahun 2014, menyimpulkan bahwa
terdapat kesalahan dalam buku kutipan akta nikah atas saudari Rizka Dwi
dan Farizy yang dicatatkan bapak angkat sebagai wali nikah atas saudari
rizka yang berstatus anak angkat. Hal ini tidak sesuai dengan fakta riil dan
keadaannya. Dan hal ini berakibat kepada semua urusan kependudukan anak
tersebut dalam keluarga angkatnya. Kemudian hasil penelitian menyimpulkan
bahwa kesalahan pencatatan perkawinan dalam buku kutipan akta nikah atas
pernikahan yang dilakukan oleh Farizy Al Fikry dengan Rika Dwi yang
berstatus sebagai anak angkat adalah disebabkan oleh praktik pengangkatan
anak secara adat yang dilakukan oleh suatu keluarga sehingga anak tersebut
dianggap menjadi anak kandung oleh keluarga angkatnya. Pernikahan ini
dapat terlaksana dengan kebijakan dari Kantor Urusan Agama (KUA)
5

Tim Penyusun Fakultas Syari’ah dan Ekonomi Islam, Petunjuk Teknis Penulisan Skripsi
(Surabaya: UIN Sunan Ampel Surabaya, 2015), 8.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

7

kecamatan sawahan dengan berbagai proses dan pertimbangan yang matang
setelah melihat faktor-faktor pendukung sehingga diizinkannya pernikahan
ini6.
Kedua, skripsi tentang ‘’Analisis Mas}lah}at al-Mursalah terhadap

Hukum Pencatatan Perkawinan di Indonesia’’: (Studi Kritis Atas ketentuan
Peraturan perundang-undangan dalam masalah pencatatan perkawinan),
Karya Ahmad Maskur, tahun 2014 yang berisi tentang: Hasil penelitian
menunjukkan bahwa (1) pencatatan perkawinan diatur dalam beberapa
ketentuan peraturan perundang-undangan, meliputi: UU No. 22 tahun 1946
tentang pencatatan nikah, Nikah, Talak dan rujuk, UU No. 1 tahun 1974
tentang perkawinan, PP No. 9 tahun 1975 tentang pelaksanaan UU No. 1
tahun 1974 dalam menyatakan status hukum pencatatan perkawinan, padahal
UU tersebut merupakan rujukan utama segala persoalan yang berkaitan
dengan perkawinan. Selain itu, sanksi yang menjerakan dalam peraturan
perundang-undangan tersebut dapat dikatakan tidak sah. (2) Hukum
pencatatan perkawinan berdasarkan analisis mas}lah}at al-mursalah adalah
wajib bagi masyarakat Indonesia berdasarkan kandungan kemaslahatan yang
ada didalamnya serta untuk mengejawantahkan maqa>s}id al-syariah.7
Ketiga, skripsi tentang ‘’Tinjauan Yuridis tentang Dispensasi Usia

Nikah Menurut Peraturan Menteri Agama Pasal 8 No. 11 tahun 2007 tentang
6

Ajeng Irna Baroroh, ‘’Analisis Yuridis tentang Pencatatan Perkawinan Anak Angkat di KUA
Kecamatan Sawahan Kota Surabaya: Studi Kasus Pencatatan Perkawinan Anak Angkat dalam
Buku Kutipan Akta Nikah’’, ( skripsi--UIN Sunan ampel, Surabaya, 2014), 6.
7
Ahmad Maskur ‘’Analisis Maslahah Al-Mursalah terhadap Hukum Pencatatan Perkawinan Di
Indonesia: Studi Kritis Atas ketentuan Peraturan perundang-undangan dalam masalah pencatatan
perkawinan’’, (Skripsi--UIN Sunan Ampel, Surabaya, , 2014), 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

8

Pencatatan Nikah’’, karya Muhammad Rokim, Tahun 2014, yang berisi
tentang: Hasil penelitian ini menyimpulkan, bahwasanya peraturan menteri
Agama pasal 8 No. 11 tahun 2007 tentang pencatatan nikah yang
menetapkan usia menikah untuk calon istri 18 tahun itu, agar tercapainya
tujuan perkawinan itu sendiri, karena usia 18 tahun itu, agar tercapainya
tujuan perkawinan itu sendiri, karena usia 18 tahun adalah usia dewasa yang
siap secara psikologi melakukan rumah tangga, akan tetapi dispensasi usia
nikah menurut peraturan pemerintah No. 11 tahun 2007 dalam pasal 8
tentang pencatatan nikah tersebut bertentangan dengan UU perkawinan No.
1 tahun 1974 Jo KHI pasal 15 ayat (1) dan (2) karena terdapat perbedaan usia
minimal menikah pada calon mempelai wanita usia 16 tahun sedangkan
menurut peraturan menteri agama 18 tahun8.
Dalam skripsi ini, penulis mengangkat judul tentang ‘’Penangguhan

Pencatatan Pernikahan Dini di dalam Tinjauan Yuridis dan Hukum Islam
(Studi Kasus Sambirampak Kidul Kotaanyar Probolinggo)’’, yang berisi
tentang penyebab penangguhan pencatatan pernikahan dini bagi pasangan
dan bagaimana penangguhan pencatatan pernikahan dini di dalam tinjauan
yuridis dan Hukum Islam.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang berkaitan dengan penelitian ini sebagai berikut:

8

Muhammad Rokim, ‘’Tinjauan Yuridis tentang dispensasi Usia Nikah Menurut Peraturan
Menteri Agama Pasal 8 No. 11 tahun 2007 tentang pencatatan nikah’’, (Skripsi--UIN Sunan
Ampel, Surabaya, 2014), 6.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

9

1. Untuk mengetahui apa penyebab penangguhan pencatatan pernikahan
dini terhadap kedua pasangan desa sambirampak kidul.
2. Untuk mengetahui bagaimana penangguhan pencatatan pernikahan dini
di dalam tinjauan yuridis dan Islam.
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Diantara manfaat yang berkaitan dengan penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis
a. Menambah ilmu pengetahuan dan menambah wawasan serta daya
kritis terhadap berbagai permasalahan yang ada, yaitu: penangguhan
pencatatan pernikahan dini di dalam tinjauan yuridis dan Hukum
Islam.
b. Sebagai pengembangan teori ilmu syariah dan hukum yang telah
diterima selama di bangku kuliah, di fakultas syariah dan hukum.
c. Meningkatkan kemampuan penulis dalam penyusunan karya ilmiah.
2. Secara praktis
a. Pentingnya pencatatan perkawinan sebagai tindakan hukum yang
harus dilakukan agar terjadi perlindungan.
b. Bagi mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya dan masyarakat, agar
dapat memahami isi atau makna UU No. 1 tahun 1974 tentang
perkawinan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

10

G. Definisi operasional
Adapun untuk mempermudah gambaran yang jelas dan konkrit tentang
permasalahan yang terkandung dalam konsep penelitian ini maka perlu
dijelaskan makna yang terdapat dalam penelitian ini, sehingga secara
operasional tidak ada kendala terjadi perbedaan pemahaman yang
menyangkut hal-hal yang dibahas. definisi operasional dari judul tersebut
adalah:
Penangguhan pencatatan

: Penundaan pembuatan akta nikah karena pihak
laki-laki belum mencapai umur 19 tahun dan
pihak perempuan belum mencapai 16 tahun.

Pernikahan dini

: Pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang
memiliki usia di bawah umur dan pihak laki-laki
belum mencapai 19 tahun dan pihak perempuan
belum mencapai 16 tahun.

Yuridis

: Peraturan yang wajib dipatuhi oleh masyarakat
yaitu hukum Positif.

Hukum Islam

: Hukum-hukum yang diadakan oleh Allah untuk
umat-Nya yang dibawa oleh seorang Nabi, baik
Hukum yang berhubungan dengan kepercayaan
(Aqidah)

maupun

hukum-hukum

yang

berhubungan dengan amaliyah (perbuatan).
Jadi, penangguhan pencatatan pernikahan dini dalam tinjauan yuridis
dan Hukum Islam adalah Penundaan pembuatan akta nikah karena pihak laki-

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

11

laki belum mencapai umur 19 tahun dan pihak perempuan belum mencapai 16
tahun serta bagaimana Penangguhan pencatatan pernikahan dini di dalam
tinjauan Yuridis dan Hukum Islam.

H. Metode Penelitian
Setiap kegiatan yang bersifat ilmiah membutuhkan metode agar
kegiatan penelitian bisa berjalan dengan lancar dan mendapatkan hasil yang
maksimal. Metode yang digunakan dalam penelitian adalah field research
atau penelitian lapangan yaitu suatu penelitian yang dilakukan ditempat
dimana gejala-gejala hukum terjadi.
1. Data dikumpulkan
Terkait dengan penelitian yang membahas tentang penangguhan
pencatatan pernikahan dini di dalam tinjauan yuridis dan Hukum Islam,
maka data yang dikumpulkan berupa:
a. Data tentang penyebab penangguhan pencatatan pernikahan dini
bagi kedua pasangan tersebut.
b. Penangguhan pencatatan pernikahan dini di dalam Tinjauan
yuridis dan Hukum Islam
2. Sumber data

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

12

Sumber data dalam penelitian ini adalah dari mana data dapat
diperoleh.9 Oleh karena penelitian ini bersifat kualitatif, maka
penelitian ini memiliki sumber data sebagai berikut:
a. Sumber Primer
Adalah data yang diperoleh langsung dari sumber utama
melalui penelitian.10 Sumber primer penelitian ini diantaranya
adalah:
1) Pelaku pernikahan dini.
2) Warga Masyarakat .
3) Tokoh masyarakat .
4) Kepala Desa
5) Perangkat Desa
b. Sumber sekunder
Adalah sumber data yang melengkapi sumber primer atau
data pendukung, yang menjadi sumber sekunder adalah:

1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2) Kompilasi Hukum Islam.
3) Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatatkan
Menurut Hukum Tertulis dan Hukum Islam.
4) Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara
Peradilan Agama dan Zakat Menurut Hukum Islam.

9

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, cet. 13 (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), 129.
10
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia, 2007), 12.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

13

5) Hukum Kekeluargaan Indonesia.
6) Hukum Perkawinan Indonesia.
7) Hukum Perkawinan Islam.
3. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian

ini

adalah

penelitian

kualitatif,

maka

pengumpulan data akan dilakukan dengan wawancara dan
pengamatan.
a. Wawancara atau Interview
Wawancara dalam suatu penelitian yang bertujuan
mengumpulkan

data

keterangan

masyarakat

Sambirampak Kidul Kecamatan Kotaanyar

Desa

Kabupaten

Probolinggo, merupakan suatu pembantu utama dari metode
observasi11. Terutama untuk mengetahui penangguhan
pencatatan pernikahan dini ditinjau dari yuridis dan Hukum
Islam

(studi kasus sambirampak kidul

kotaanyar

probolinggo).
b. Pengamatan (Observasi) yaitu tindakan mengamati, melihat
dan memperhatikan pasangan yang melakukan penangguhan
pencatatan pernikahan dini di Desa Sambirampak Kidul
Kecamatan Kotaanyar Kabupaten Probolinggo
4. Teknik Pengolahan Data

11

Koentjaraningrat, Metode-Metode
Pengetahuan Indonesia, 1973), 129.

Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Lembaga Ilmu

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

14

Setelah seluruh data terkumpul kemudian dianalisis dengan tahaptahap sebagai berikut:
a. Editing, yaitu pemeriksaan kembali terhadap semua data yang
telah diperoleh terutama dari segi kelengkapan, kevalidan,
kejelasan makna, keselarasan dan kesesuaian antara data primer
maupun

data

sekunder.12

Yaitu

Penangguhan

Pencatatan

Pernikahan Dini dalam Tinjauan Yuridis dan Hukum Islam (Studi
Kasus Sambirampak kidul Kotaanyar Probolinggo).
b. Organizing, yaitu menyusun dan mensistematiskan data-data yang
telah diperoleh.13 Yaitu Penangguhan Pencatatan Pernikahan Dini
dalam Tinjauan Yuridis dan Hukum Islam (Studi Kasus
Sambirampak Kidul Kotaanyar Probolinggo).
c. Analyzing, yaitu menganalisis antara UU No 1 tahun 1974
tentang perkawinan terhadap penangguhan pencatatan pernikahan
dini dalam tinjauan yuridis dan Hukum Islam.
5. Teknik Analisis Data
Setelah data terkumpul baik dari lapangan maupun hasil pustaka
maka melakukan analisa sebagai berikut:
a. Metode Induktif
Metode Induktif yakni dari teori ke praktik. Penyusunan
melakukan analisis pada saat pengumpulan data berlangsung dan
setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu analisis
12
13

Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: PT. Sinar Grafika, 1996), 50.
Ibid., 51.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

15

data tersebut menggunakan metode kualitatif, yakni mencari nilainilai dari suatu variable yang tidak dapat diutarakan dalam bentuk
angka-angka,

tetapi

dalam

bentuk

kategori-kategori

atau

kalimat.14
Dalam hal ini setelah penulis mengumpulkan data secara
sistematis

dan

menganalisisnya

fakta

di

lapangan,

kemudian

penulis

dengan cara menggambarkan melalui metode

deskriptif dengan pola pikir induktif yaitu mengkaji teori penulis
menggunakan

metode

ini

karena

ingin

menjelaskan

dan

menguraikan data yang terkumpul kemudian disusun dan
dianalisis untuk diambil kesimpulan.
b. Metode Deskriptif
Yaitu menggambarkan suatu fenomena atau kondisi suatu
masyarakat

yang

diinterpretasikan

secara

tepat15

yakni

memaparkan tentang penangguhan pencatatan pernikahan dini di
Desa Sambirampak Kidul Kecamatan Kotaanyar

Kabupaten

Probolinggo.

I. Sistematika pembahasan
Untuk lebih memudahkan dalam pemahaman dan penulisan skripsi,
maka penelitian ini memerlukan sistematika dalam pembahasan. Oleh karena

14

Koenjoroningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Pengadilan Tinggi,
Gramedia, 1989), 254.
15
Suharsimi Arikunto, Menegenmen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), 309.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

16

itu, penulis akan memaparkan sistematika dalam pembahasan Penelitian ini
menjadi lima bab dimana masing-masing bab akan memuat sub-sub bab
sebagai penguat pembahasannya. Secara umum, sistematika pembahasan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab pertama berupa pendahuluan yang berisikan latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metode
penelitian, sistematika pembahasan, dalam bab ini, deskripsi awal mengenai
titik tolak dan instrumen penelitian dijelaskan. Urgensi dari bab ini terletak
pada rumusan masalah yang akan diteliti. Selain itu, metode yang digunakan
dalam penelitian ini juga menjadi bagian yang terpenting dalam memberikan
peta pemikiran serta kerangka kerja sebuah penelitian.
Bab kedua yang memuat landasan teori penelitian ini. Dalam bab ini
akan dijelaskan mengenai landasan teori pengertian perkawinan dalam
Hukum positif meliputi: pengertian perkawinan, rukun dan syarat pernikahan,
pencatatan perkawinan. tinjauan umum tentang perkawinan dalam hukum
Islam meliputi: pengertian perkawinan, rukun dan syarat perkawinan, bentukbentuk putusnya hubungan perkawinan menurut hukum Islam.
Bab ketiga yang akan memuat penangguhan pencatatan pernikahan dini
di dalam tinjauan yuridis dan Hukum Islam (studi kasus Desa Sambirampak
Kidul Kecamatan Kotaanyar Kabupaten Probolinggo) yang berisi tentang
keadaan geografis, keadaan sosial dan ekonomi, keadaan sosial agama,
keadaan sosial kependudukan dan Penyebab penangguhan pencatatan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

17

pernikahan dini bagi pasangan tersebut dan penangguhan pencatatan
pernikahan dini di dalam tinjauan yuridis dan Hukum Islam.
Bab keempat, penulis akan memberikan analisis penangguhan
pencatatan pernikahan dini dalam tinjauan yuridis dan Hukum Islam di Desa
Sambirampak

Kidul

Kecamatan

Kotaanyar

Kabupaten

Probolinggo.

Sebenarnya, bagian terpenting dari penelitian ini ada dalam bab ini, dimana
uraian analisis terhadap fakta hukum dan bukti legalitas akan menjadi produk
hukum. Faktor penangguhan pencatatan pernikahan dini, fakta hukum, dan
data kependudukan akan menjadi salah satu dari beberapa hal yang akan
membuat perbedaan hukum. Maka, penguraian analisis ini bukan hanya
diperlukan namun merupakan jantung dari bagan sistematika pembahasan ini.
Bab kelima yang berisikan kesimpulan dan saran-saran. Setelah analisis
penelitian ini dilakukan, tentu akan ada kesimpulan-kesimpulan yang dapat
diambil sebagai inti sari dari pembahasan.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN
DALAM HUKUM POSITIF DAN HUKUM ISLAM

A. Tinjauan Umum tentang Perkawinan dalam Hukum Positif
1. Pengertian Perkawinan
Nikah adalah akad serah terima antara laki-laki dan perempuan
dengan tujuan untuk sebuah bahtera rumah tangga yang sakinah serta
masyarakat yang sejahtera. Sedangkan dalam UU No. 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan disebutkan dalam Pasal 1 bahwa: “Perkawinan adalah
ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami
istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.”1
2. Rukun dan syarat pernikahan
Untuk dikatakan sahnya pernikahan, adalah apabila pernikahan itu
telah memenuhi rukun dan syarat-syaratnya.

Rukun pernikahan

sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 Kompilasi Hukum Islam adalah
sebagai berikut:
a. Calon mempelai suami
b. Calon mempelai istri
c. Wali nikah dua orang saksi
d. Ijab kabul.2

1

UU No.1 Tahun 1974, Tentang …, l7.
Direktur Pembinaan Badan peradilan agama Islam, Himpunan Peraturan Perundang-undangan
dalam Lingkungan Peradilan Agama, 321.

2

18

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

19

Sedangkan syarat pernikahan sebagaimana tercantum dalam Pasal 6
UU No.1 tahun 1974 adalah sebagai berikut:
a. Pernikahan harus didasarkan atas persetujuan kedua calon mempelai
b. Kedua mempelai mencapai umur 21 tahun, jika kurang dari umur 21
tahun harus mendapat izin dari kedua orang tua, jika wanita kurang
dari umur 16 tahun dan pria kurang dari umur 19 tahun, maka harus
mendapat izin dari pengadilan (dispensasi nikah).
c.

Tidak ada larangan menurut hukum Islam3

3. Pencatatan Perkawinan
Sejak
Agama

disahkannya

RI

dalam

UU

hal

No.

ini

1

tahun

Direktorat

1974,

Departemen

Jenderal

Bimbingan

Masyarakat Islam telah mengambil peranan secara langsung dan
aktif untuk melaksanakan undang-undang itu yang melibatkan dua
Direktorat,

yakni

Direktorat

Urusan

Agama

Islam

berdasarkan

KMA No. 18 Tahun 1975. Masalah pencatatan menjadi beban
tugas Direktorat Urusan Agama Islam. Sesuai dengan UU No. 22
Tahun 1946 jo. UU No. 32 Tahun 1954 jo. UU No. 1 Tahun 1974.
Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1995 dan Peraturan Menteri
Agama

No.

melaksanakan
Agama

3

Tahun

secara

(KUA)

1975

vertikal

Kecamatan

maka

sampai

Departemen

dengan

melaksanakan

Agama

Kantor

Urusan

tugas-tugas

sebagai

Pencatat Perkawinan, atau Pencatat Nikah. Perlu juga dijelaskan
3

Ibid., 133.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

20

di

sini

bahwa

Pencatatan

Perkawinan/Nikah

itu

termasuk

Pencatatan Talak, Cerai dan Rujuk. Karena hal ini sangat erat
hubungannya dengan masalah Perkawinan itu sendiri.
Dalam UU No. 22 Tahun 1946 dikenal istilah Pegawai
Pencatat Nikah, Talak dan Rujuk yang lazim disingkat menjadi
PPN. Untuk di luar Jawa Madura dibantu oleh tokoh-tokoh agama
di desa-desa yang dianggap mampu dan cakap, dan mereka itu
bukan

Pegawai

Negeri,

diangkat

menjadi

Pembantu

Pegawai

Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk hal ini diatur dengan surat
Penetapan Menteri Agama No. 14 Tahun 1955 sedang Pembantu
Pegawai Pencatat Nikah, Talak, dan Rujuk yang disingkat menjadi
P3NTR.
Pelaksanaan langsung dengan berlakunya UU No. 1 Tahun
1974 setelah disesuaikan Pencatatan Nikah, Talak, Cerai,
Rujuk

pada

Direktorat

Urusan

Agama

Islam

ialah

dan

Pegawai

Pencatat Nikah, Talak, Cerai, dan Rujuk yang lazim disingkat
PPN di Jawa Madura. Sedangkan di luar Jawa Madura ialah
Pembantu Pencatatan Nikah, Talak, Cerai, dan Rujuk yang lazim
disingkat P3NTR.4
a. Pencatatan
Tentang

Perkawinan
Pencatatan

Dalam

Nikah,

UUNo.

Talak,

dan

22

Tahun

Rujuk

1946

(Sebelum

Berlakunya UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan)
4

Idris Ramulyo, Hukum Perkawinan, Hukum Kewarisan, Hukum Acara Peradilan Agama dan
Zakat Menurut Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), 179.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

21

Sebelum

RUU

Perkawinan

Tahun

1973

dibahas

di

DPR-RI, telah dikeluarkan UU No. 22 Tahun 1946 tentang
pencatatan nikah, talak, dan rujuk, berlaku bagi umat Islam,
yang

diumumkan

pada

tanggal

21

November

1946,

dan

ditetapkan di Linggarjati pada tanggal 26 November 1946.
Dalam bagian ini hanya akan dibahas mengenai “pencatatan
perkawinan”

dan

“hukuman”

terhadap

ketentuan “pencatatan perkawinan”

pelaku

pelanggaran

yang ditentukan

dalam

undang-undang tersebut.5
Pasal 1 UU No. 22 Tahun 1946 menentukan dalam ayat
(1) bahwa “nikah yang dilakukan menurut agama Islam,
selanjutnya disebut

nikah, diawasi oleh Pegawai Pencatat

Nikah yang diangkat oleh Menteri Agama atau oleh pegawai
yang

ditunjuk”.

melakukan

Ayat

(2)

pengawasan

atas

menentukan,
nikah

“yang
dan

berhak
menerima

pemberitahuan tentang talak dan rujuk, hanya pegawai yang
diangkat

oleh

Menteri

Agama

atau

oleh

pegawai

yang

ditunjuk olehnya”. Tugas Pegawai Pencatat Nikah ditentukan
dalam Pasal 2 ayat (1), yaitu:6
“Pegawai Pencatat Nikah dan orang yang disebut dalam
ayat (3) Pasal 1 membuat catatan tentang segala nikah yang
dilakukan di bawah pengawasannya dan tentang talak dan
rujuk
yang
diberitahukan
kepadanya,
catatan
yang
5

Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan Tidak Dicatatkan Menurut Hukum
Tertulis dan Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), 210
6
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

22

dimaksudkan pada Pasal 1 dimasukkan di dalam buku
pendaftaran masing-masing yang sengaja diadakan untuk hal
itu, dan contohnya masing-masing ditetapkan oleh Menteri
Agama.”
Selain

itu,

pelaksanaan

untuk

akad

mengetahui

nikah

yang

ketentuan

dilakukan

pelanggaran

orang

Islam

di

Indonesia ditentukan dalam Pasal 3 ayat (1):7
“Barang

siapa

yang

melakukan

akad

nikah

dengan

seorang perempuan tidak di bawah pengawasan pegawai yang
dimaksudkan, pada ayat (2) Pasal 1 atau wakilnya, dihukum
denda sebanyak, banyaknya Rp50,00 (lima puluh rupiah).”
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UUNo. 22 Tahun 1946
dapat

di

ketahui

bahwa

pelaksanaan

perkawinan

memang

harus dilakukan di hadapan Pegawai Pencatat Nikah. Bagi
barang siapa (seorang laki-laki) yang melakukan akad nikah
dengan

seorang

perempuan

tidak

di

bawah

pengawasan

pegawai, maka ia dapat dikenakan hukuman denda paling
banyak

Rp.50,00

(lima

puluh

rupiah).

Dalam

ketentuan

tersebut jelas, bahwa yang dapat dikenakan hukuman denda
adalah suami.8
Ketentuan lain yang perlu dimuat dalam tulisan ini
adalah

Pasal

3

ayat

(5)

yang

menentukan

pencatatan

perkawinan berdasarkan keputusan hakim, bahwa:
7
8

Ibid.
Ibid., 211.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

23

“…jika ada orang kawin tidak dengan mencukupi syarat
pengawasan…, maka biskal-gripir hakim kepolisian
(Panitera
Pengadilan
Negeri)
yang
bersangkutan
mengirim
salinan
keputusannya
kepada
Pegawai
Pencatat Nikah yang bersangkutan dan pegawai itu
memasukkan nikah … di dalam buku pendaftaran
masing-masing dengan menyebut surat keputusan hakim
yang menyatakan hal itu.”
Perkawinan yang dimaksud dengan “ada orang kawin
tidak

dengan

perkawinan
Pencatat

mencukupi

yang

Nikah,

perkawinan

tidak
atau

syarat

pengawasan”

dilaksanakan
perkawinan

yang belum

di

di

dicatatkan,

hadapan

adalah
Pegawai

bawah tangan,
sebagaimana

atau

dimaksud

dalam Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) UU No. 22 Tahun
1946.
Perkawinan tersebut dapat didaftarkan kepada Pegawai
Pencatat Nikah setelah mendapat keputusan Hakim (isbat
nikah). Hukuman denda paling banyak Rp 50,00 (lima puluh
rupiah) dapat ditetapkan terhadap suami sebagai hukuman
administrasi, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 90 UUNo.
23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang
menentukan

hukuman

administrasi

paling

banyak

Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah).9
Pasal 3 ayat (5) UUNo. 22 tahun 1946 kemudian
diakomodir Pasal 7 KHI tentang itsbat nikah, tetapi hukum
materiilnya tidak untuk semua perkawinan di bawah tangan.
9

Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

24

Alasan-alasan pengajuan isbat nikah menurut Pasal 7 KHI
ditentukan:

(1)

karena

adanya

tujuan

untuk

penyelesaian

perceraian, (2) akta nikah hilang, (3) adanya keraguan syarat
perkawinan yang harus dipenuhi, (4) perkawinan yang terjadi
sebelum

UU

dilakukan

oleh

No.

1

mereka

Tahun
yang

1974,
tidak

(5)

perkawinan

mempunyai

yang

halangan

perkawinan menurut UU No. 1 Tahun 1974. Hal ini dibahas
lebih

lanjut

dalam

pembahasan

mengenai

Pencatatan

Perkawinan dalam KHI.10
b. Pada Pasal 1 UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dirumuskan
bahwa perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria
dan seorang wanita untuk membentuk rumah tangga yang bahagia
dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Penjelasan Pasal
1 menjelaskan bahwa:
“Sebagai negara yang berdasarkan pancasila, dimana sila yang
pertamanya ialah Ketuhanan Yang Maha Esa, maka perkawinan
mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian,
sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir/jasmani,
tetapi unsur batin/ rohani juga mempunyai peranan yang penting.
Membentuk keluarga yang bahagia dapat hubungannya dengan
keturunan yang pula merupakan tujuan perkawinan, pemeliharaan,
dan pendidikan yang menjadi hak dan kewajiban orang tua.”11
Pernikahan berdasarkan sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah
perkawinan yang sah

berdasarkan agama.

Maka peraturan

perkawinan pada Pasal 2 ayat (2) Tentang Perkawinan yang
10
11

Ibid., 212.
Sajuti Thalib, Hukum Kekeluargaan Indonesia, (Jakarta: Bina Aksara, 1985), 17.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

25

menentukan “perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang
pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk
keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan yang Maha Esa”, dapat ditafsirkan sebagai berikut:
1) Di dalam Negara Republik Indonesia tidak boleh terjadi dan
tidak dapat berlaku “hukum perkawinan” yang bertentangan
dengan kaidah-kaidah Islam bagi orang Islam, atau “Hukum
perkawinan” yang bertentangan dengan kaidah-kaidah Nasrani
bagi

umat

Nasrani,

atau

“Hukum

Perkawinan”

yang

bertentangan dengan kaidah-kaidah Hindu bagi umat Hindu,
“Hukum Perkawinan” yang bertentangan dengan kesusilaan
agama Buddha bagi umat Buddha, dan “Hukum Perkawinan”
yang bertentangan dengan ajaran Kong Hu Cu bagi orang
penganut Kong Hu Cu.
2) Negara Republik Indonesia wajib menjalankan syariat atau
hukum

(perkawinan)

(perkawinan)

Nasrani

Islam bagi orang Islam, hukum
bagi

orang

Nasrani,

hukum

(perkawinan) Hindu bagi orang Hindu, hukum perkawinan
berdasarkan ajaran agama Budha bagi orang Budha, hukum
perkawinan berdasarkan ajaran Kong Hu Cu bagi orang Kong
Hu Cu, sekedar dalam menjalankan Hukum Perkawinan itu
memerlukan bantuan atau perantara kekuasaan negara.12
12

Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan ..., 213.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

26

UU No. 1 Tahun 1974 bersifat universal bagi seluruh
warga negara Indonesia. Meskipun demikian, UU perkawinan
juga bersifat deferensial, karena sahnya perkawinan apabila
dilakukan menurut masing-masing hukum agama yang
dipeluknya.13 Pada masa berlakunya UUNo. 1 Tahun 1974
Tentang Perkawinan ini, maka setiap

perkawinan harus

dicatatkan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Hal tersebut terlihat dalam Pasal 2 ayat (2) UU No.1 Tahun
1974 yang berbunyi:
“Tiap-tiap

perkawinan

harus

dicatatkan

menurut

peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Peraturan dalam Pasal 2 ayat (2) menegaskan bahwa
perkawinan yang dianggap sah sesuai hukum agamanya
masing-masing dalam hal ini ialah peraturan yang tidak
bertentangan dan sejalan dengan UU No. 1 Tahun 1974.
3) Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
mengatur tentang tata cara dan tata laksana melaksanakan
perkawinan dan pencatatan perkawinan. Dalam Pasal 2 antara
lain menyebutkan bahwa : 14
a) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinan menurut agama Islam, dilakukan oleh
13
14

Ibid.
K. Wantjik Saleh, Hukum Perkawinan Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1976), 75.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

27

pegawai pencatat perkawinan, sebagaimana dimaksud
dalam UU No. 32 Tahun 1946 tentang Pencatatan Nikah,
Talak dan Rujuk, yaitu Kantor Urusan Agama setempat
(KUA daerah di mana perkawinan dilaksanakan).
b) Pencatatan perkawinan dari mereka yang melangsungkan
perkawinan menurut agama dan kepercayaannya itu
selain agama Islam, dilakukan oleh pegawai pencatat
perkawinan pada Kantor Catatan Sipil, sebagaimana
dimaksud

dalam

peraturan

perundang-undangan

mengenai pencatatan perkawinan.
Jadi dengan adanya Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun
1975 ini, maka pencatatan perkawinan dilakukan oleh 2 (dua)
instansi pemerintah, yaitu :
a) Kantor Urusan Agama (KUA), bagi mereka yang
beragama Islam.
b) Kantor Catatan Sipil (KCS), bagi mereka yang bukan
beragama Islam.
Pasal 45 Peraturan Pemerintah

No. 9 Tahun 1975

menentukan hukuman terhadap orang yang melanggar:

pertama melanggar Pasal 3, yang memuat ketentuan tentang
orang

yang

akan

melangsungkan

perkawinan

harus

memberitahukan kehendaknya kepada Pegawai Pencatat
Nikah; kedua, melanggar Pasal 10 ayat (3), tentang tata cara

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

28

perkawinan

menurut

masing-masing

agamanya

dan

kepercayaannya itu dilaksanakan di hadapan Pegawai Pencatat
nikah dan dihadiri dua orang saksi; ketiga, melanggar Pasal 40
tentang poligami oleh suami tanpa izin pengadilan. Pelaku
pelanggaran dihukum denda paling banyak Rp.7.500,00 (tujuh
ribu lima ratus rupiah).15
Apabila dilihat dari ketentuan Pasal 3 ayat (1)
menentukan bahwa “Setiap orang yang akan melangsungkan
perkawinan memberitahukan kehendaknya itu kepada Pegawai
Pencatat Nikah ditempat perkawinan akan dilangsungkan.”
Berdasarkan rumusan tersebut bahwa setiap orang yang akan
melangsungkan perkawinan adalah calon mempelai laki-laki
dan calon mempelai perempuan. Jadi orang yang dapat
dihukum denda dimungkinkan kedua calon mempelai, yaitu
calon mempelai laki-laki dan calon mempelai perempuan. 16
4) Pada Pasal 2 Kompilasi Hukum Islam (KHI) merumuskan
bahwa “perkawinan menurut hukum Islam adalah pernikahan,
yaitu akad yang sangat kuat atau mi>thaaqaan ghali>z}an untuk
menaati perintah Allah dan melakukannya merupakan ibadah.”
Selanjutnya pada Pasal 3 KHI dirumuskan bahwa tujuan

15
16

Neng Djubaidah, Pencatatan Perkawinan & Perkawinan..., 218.
Ibid.

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

29

perkawinan ialah untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga
yang sakinah, mawaddah, warah}mah. 17
Mengenai sahnya perkawinan dirumuskan dalam Pasal
selanjutnya yakni Pasal 4 KHI yang berbunyi “perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai
dengan Pasal 2 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan.” Sebagaimana telah diuraikan bahwa perkawinan
yang sah menurut UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
a