TRADISI ZIARAH MAKAM MBAH IMAM FAQIH (MBAH BANARAN) DI DESA BANARAN KANDANGAN KEDIRI.

(1)

TRADISI ZIARAH MAKAM MBAH IMAM FAQIH (MBAH BANARAN) DI DESA BANARAN KANDANGAN KEDIRI

SKRIPSI

Diajukan untuk

Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Dalam Progam Strata Satu (S-1)

Pada Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam (SKI)

Oleh : M. Aziz Mukti NIM. A02212009

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN AMPEL

SURABAYA


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

ABSTRAK

Skripsi ini mengkaji tentang Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) dalam penyebaran Islam dan fenomena tradisi ziarah makam Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran). Adapun permasalahan yang dibahas pada penelitian ini yaitu meliputi: (1). Bagaimana biografi Mbah Banaran dan aktifitas dakwahnya? (2). Bagaimana fenomena peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)? (3). Bagaimana polarisasi motif dan ritual ziarah?

Untuk menjawab permasalahan tersebut, penulis dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan pendekatan fenomenologi dengan tahapan; Pencarian data dari sumber lisan dan bukti arkeologi peninggalan yang ada. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori fenomenologi. Sumber primer berupa dari, wawancara dengan juru kunci, peziarah, salah satu keturunan dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dan masyarakat sekitar makam. Serta buku-buku referensi pendukung yang berkaitan dengan pembahasan ini. Data-data tersebut dipaparkan dan dianalisis dengan menggunakan teori fenomenologi guna untuk mengetahui motif dan tujuan peziarah berziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, (1). Mbah Imam Faqih adalah penyebar Islam dan pembabad desa Kandangan yang masih memiliki keturunan dari kerajaan Mataram Islam. Mbah Banaran memiliki nama asli yaitu Imam Faqih atau Sunan/Pangeran Pekik yang mana merupakan trah keturunan dari Sultan Mataram Islam dari garis keturunan ayahnya yaitu Amangkurat Agung atau Tegal Arum dari silsilah yang terdapat di makam Mbah Banaran. Beliau lahir : ? – wafat: Surabaya, 1663. (2). Banyak peziarah yang datang untuk berziarah. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda baik dari faham kepercayaan seperti NU, Muhammadiyah dan Kejawen, etnis seperti orang keturunan Tionghoa dan orang Jawa, budaya seperti masyarakat sekitar makam dengan peziarah santri pondok pesantren, profesi seperti petani, pedagang, birokrat, pengusaha, wiraswasata dan pemuda pengangguran. Selain itu, peziarah yang yang datang berasal dari berbagai daerah bukan hanya dalam provinsi melainkan luar provinsi (3). Adanya motif atau tujuan berbeda-beda peziarah dalam berziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) seperti motif agama, ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan keyakinan/aliran dan perbedaan ritual ziarah para peziarah.


(7)

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufik dan hidayahnya sehingga sekripsi ini dapat terselesaikan pada waktunya meskipun masih banyak kekurangan. Semoga sholawat serta salam senantiasa kita limpahkan kepada junjungan kita nabi Muhammad S. A.W yang selalu kita nanti – nanti syafa’atnya.

Skripsi yang berjudul “Tradisi Ziarah Makam Mbah Imam Faqih (Mbah

Banaran) di Desa Banaran Kandangan Kediri”. Dibuat unutk memenuhi tugas

akhir untuk mencapai gelar sarjana dalam bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2016.

Dalam menyusun karya ini penulis banyak mengalami kesukaran dan hambatan. Namun berkat bantuan dan bimbingan serta pengarahan, penulis merasa berhutang budi yang tidak ternilai harganya dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis menghaturkan rasa terima kasih kepada yang terhormat:

1. Prof. Dr. H. Abd. A’la. Selaku Rektor UIN Sunan Ampel Surabaya.

2. Dr. H. Imam Ghozali Said, MA, selaku Dekan Fakultas Adab dan Humaniora UIN

Sunan Ampel Surabaya dan sebagai Dosen Pembimbing yang selalu memberikan arahan ketika membimbing.

3. Dr. H. Ahmad Zuhdi, DH, M. Fil. I. Selaku Ketua Jurusan Sejarah dan Kebudayaan Islam.


(8)

5. Prof. Dr. H. Ali Mufrodi, MA. Selaku Wali Studi dan Dosen di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Sunan Ampel Surabaya.

6. Seluruh dosen – dosen Sejarah dan Kebudayaan Islam yang dengan Ikhlas memberikan ilmunya selama perkuliyahan, semoga ilmu yang diberikan bermanfaat di dunia dan akhirat.

7. Kepada bapak dan ibu tercinta yang telah banyak berjasa kepada penulis hingga saat ini.

8. Kepada adek – adekku tercinta yang telah mendukung dan memberi motifasi kepada penulis.

9. Kepada paseduluran KOBAR (komunitas baca rakyat) terutama kepada sesepuh KOBAR seperti Cak Habib Musthofa, Cak Chafid Wahyudi, Kang Syamsudin, Gus Hamid, Gus Rijal Mumazziq Z, Kang Tamam yang telah memberikan ilmunya dan membantu secara materi maupun non materi serta memberikan semangat kepada saya terus.

10. Kepada teman seperjuangan Himni, Syarif, Vian, Ayu, Bayu yang selalu membantu materi kepada saya.

11. Kepada teman - teman seangkatan dan sekelas SKI A dan seluruh teman – teman SKI tanpa terkecuali.

12. Kepada bapak Kiai Nukhid sebagai nara sumber dalam penyelesaian skripsi ini.

Akhirnya tanpa memungkiri adanya kekurangan dan kelemahan dalam peulisan skripsi ini, saran dan kritik yang sangat membangun sangat penulis harapkan.


(9)

Semoga tulisa ini dapat bermanfaat dan merupakan sumbangan bagi kajian ilmu-ilmu keislaman, khususnya dalam bidang Sejarah dan Kebudayaan Islam.

Surabaya, 21 Juli 2016


(10)

ABSTRACT

This thesis examines Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) in the spread of Islam and the phenomenon of pilgrimage tradition Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran). The issues discussed in this study which includes: (1). How Mbah biography Banaran and preaching activity? (2). How is the phenomenon of pilgrims at the tomb of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)? (3). How polarization patterns and rituals of pilgrimage?

To answer these problems, the authors in this study used qualitative methods and phenomenological approach to the stages; Search data from oral sources and archaeological evidence of existing heritage. While the theory used is phenomenological theory. Primary sources in the form of interviews with a caretaker, a pilgrim, one of the descendants of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) and communities around the tomb. Reference books as well as support related to this discussion. The data are presented and analyzed using the phenomenological theory in order to determine the motives and goals of pilgrims visit the tomb of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

The results showed that, (1). Mbah Imam Faqih is the disseminator of Islam and pembabad Kandangan villages which still have descendants of Islamic Mataram kingdom. Mbah Banaran real name is Imam Faqih or Sunan / Prince Pekik which is a breed descended from Sultan Mataram Islam from his father's lineage is Amangkurat Court or Tegal Arum of pedigree contained in the tomb of Mbah Banaran. He was born:? - Died: Surabaya, 1663. (2). Many pilgrims who come for pilgrimage. They have a background different from both schools of belief such as NU, Muhammadiyah and Kejawen, ethnicity as ethnic Chinese and Javanese culture as people around the tomb with the pilgrim boarding school students, professions such as farmers, traders, bureaucrats, businessmen, wiraswasata and youth unemployment. In addition, the pilgrims who come from different regions not only in the province but outside the province (3). Their motives or objectives vary pilgrims in pilgrimage at the tomb of Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) such as religious motives, economic, political, cultural, educational and faith / flow and differences in ritual pilgrimage pilgrims.


(11)

DAFTAR ISI

SAMPUL DALAM... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ... iv

PEDOMAN TRANSLITRASI ... v

KATA PENGANTAR ... vi

MOTTO ... vii

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C.Tujuan Penelitian ... 8

D.Manfaat Penelitian ... 9

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik ... 10

F. Metode Penelitian ... 14


(12)

H.Sistematika Pembahasan ... 22

BAB II : BIOGRAFI MBAH BANARAN DAN AKTIFITAS DAKWAHNYA A.Keluarga, pendidikan, dan murid beliau ... 24

B.Falsafah hidup beliau ... 29

C.Perjalanan dakwah beliau ... 32

D.Situs-situs peninggalan beliau ... 33

BAB III : FENOMENA PEZIARAH DI MAKAM MBAH BANARAN A.Tujuan dan sebab berziarah di Makam Mbah Banaran ... 38

B.Ritual peziarah di makam Mbah Banaran ... 53

a. Tata cara berziarah di Makam Mbah Banaran ... 53

b. Atribut peziarah dalam melakukan ritual di makam Mbah Banaran ... 56

BAB IV : POLARISASI MOTIF DAN RITUAL ZIARAH A.Motif berziarah di makam Mbah Banaran ... 61

1. Motif keagamaan ... 61

2. Motif Pendidikan, Ekonomi, Politik, dan Budaya, serta kejawen... 64

B.Difersifikasi Ritual peziarah di makam Mbah Banaran ... 75


(13)

2. Ritual Khusus bagi peziarah dengan motif tertentu ... 77

BAB V : PENUTUP

A.Kesimpulan ... 79 B.Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA


(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Manusia dan kebudayaan merupakan dua sisi yang sangat erat hubungannya. Tidak ada masyarakat yang hidup tanpa kebudayaan karena kebudayaan ada, hidup dan berkembang dalam masyarakat. Kebudayaan yang berkembang di Indonesia sangat beragam serta memiliki corak kebudayaan dalam daerah yang hidup dan berkembang di seluruh pelosok tanah air khususnya di Indonesia. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan minat masyarakat.1

Setelah Islam masuk, tradisi-tradisi Jawa berlahan ada yang punah dan ada yang bercampur dengan Islam dalam kebudayaan tersebut yang disebut akulturasi. Akulturasi merupakan perpaduan antara dua budaya dimana kedua unsur kebudayaan tersebut bertemu dapat hidup berdampingan dan saling mengisi serta tidak menghilangkan unsur-unsur asli dari kedua kebudayaan tersebut.2

Pengertian kebudayaan yang cenderung banyak diterima oleh beberapa ahli di Indonesia. Salah satunya definisi yang dikemukakan oleh Asaelo Asoemardjan dan Soelaiman Soemardi. Mereka menjelaskan bahwa kebudayaan adalah semua hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Karya masyarakat yang menghasilkan teknologi dan

1

Deddy Mulyana, Komunikasi Antar Budaya : Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001), 18.

2


(15)

2

kebudayaan kebendaan (material cultur) yang diperlukan oleh manusia untuk menguasai alam sekitar. Rasa yang meliputi manusia, mewujudkan kaidah-kaidah dan nilai-nilai sosial yang perlu mengatur masalah kemasyarakatan dalam arti yang luas.3

Tradisi merupakan pedoman yang dijadikan sebagai kerangka interpretasi tindakan manusia. Tradisi juga merupakan pola dari tindakan manusia, yaitu sesuatu yang hidup dalam diri manusia yang tampak dalam kehidupan sehari-hari.4 Dalam hal ini, tradisi dianggap sebagai bagian yang penting untuk menjadi sebuah alat ukur tindakan manusia yang baik dan yang buruk.

Setiap individu atau kelompok mempunyai tradisi yang berbeda. Hal ini didasarkan pada karakter masing-masing individu atau kelompok yang berbeda pula. Tradisi adakalanya terbentuk oleh lingkungan di mana tradisi berada dan sudah terbentuk, kemudian diteruskan masyarakat karena hal tersebut merupakan peninggalan nenek moyang mereka.5

Dalam satu tempat tertentu, tradisi merupakan sebuah hal yang bersifat sakral, sehingga tradisi sangat dihormati serta dipertahankan. Jawa merupakan salah satu contoh dari sekian banyak bangsa yang masih memelihara berbagai macam tradisinya. Sebagai contoh tradisi ziarah makam yang ada di Jawa, tradisi tersebut dipertahankan karena masyarakat Jawa meyakini bahwa makam merupakan sebuah tempat suci yang

3

Atang Abdu Hakim, Jaih Mobarok, Metodologi Stadi Islam (Bandung: Pemuda Rosdakarsa, 1999), 29.

4

NurSyam, Madzhab-MadzhabAntropologi(Yogyakarta: LKiS,2007), 70-71.

5


(16)

3

mengandung aura yang berbeda dengan kekuatan tempat lainnya, sehingga penghormatan yang diberikan tentunya juga berbeda.6

Menurut Nur Syam, makam merupakan tempat budaya atau culture sphere yang menghubungkan berbagai segmen masyarakat di dalamnya. Di sampingitu, makam juga menjadi tempat yang digunakan untuk mempertemukan berbagai kepentingan. Di antaranya untuk melakukan kegiatan ritual yang telah mentradisi semenjak dahulu sehingga terdapat pola bagi tindakan untuk melestarikan tradisi leluhur.7 Dalam agama Islam ziarah makam sudah diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW. Bahkan sejak masih di bawah umur, diosebutkan baginda nabi diajak ibundanya (Siti Aminah) untuk berziarah ke makam ayahnya (Abdulloh). Ziarah makam merupakan ajaran dalam Islam dan tradisi yang telah mengakar. Ziarah makam tidak hanya merujuk pada ziarah makam wali atau tokoh agama, tetapi juga ziarah makam orang tua, pahlawan, kerabat, dan lain-lain. Secara garis besar, tujuan dari ziarah makam adalah untuk mengingatkan manusia bahwa kehidupan di dunia ini hanya sementara dan semua manusia akan mengalami kematian.8

Fenomena yang terjadi di kalangan para peziarah dalam melakukan ziarah biasanya bermotif ganda. Selain bertujuan untuk mengingat kematian, juga mencari berkah dari Yang Kuasa melalui do’a para Nabi dan wali. Dalam agama Islam, hal ini dikenal dengan istilah wasilah atau tawassul. Pandangan umat Islam tentang ziarah makam, khususnya mengenai tawassul kepada para wali atau tokoh yang dianggap suci masih

6

Nur Syam, Islam Pesisir(Yogyakarta: Lkis, 2007), 128.

7

Ibid., 129.

8


(17)

4

belum ada kesepakatan. Sebagaian menganggap tidak masalah, sebagaian kalangan lain menganggap kunjungan ini bisa merusak akidah. Disebabkan akibat terpesona “secara berlebihan” oleh karamah yang dimiliki parawali.9

Dalam sejarah tradisi ziarah ini, tidak lepas dari pengaruh budaya Hindu-Budha yang sebelum Islam masuk telah berkembang budaya pemujaaan kepada arwah atau benda-benda yang di anggapnya memiliki kekuatan ghoib yang luar biyasa untuk menghormati dan mendapat perlindungan dengan melakukan tradisi-tradisi seperti itu. Setelah Islam masuk konsepan seperti itu dubah dengan konsepan Islam yaitu mencari berkah bukan menyembah atau mencari perlindungan seperti budaya Hindu-Budha. Dengan konsepan seperti itu, tata cara pengaruh budaya Hindu-Budha yang melanggar ajaran Islam diubah dan diganti seperti bacaan-bacaan, kegiatan-kegiatan dan tata cara dalam berziarah.

Seperti contoh tradisi yang dilakukan oleh masyarakat desa Banaran Kandangan Kediri, yang mana mereka mempercayai dan mensyakralkan makam seorang tokoh yang dijuluki mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Makam ini yang menurut tutur lisan masyarakat desa Banaran, merupakan makam auliya atau wali yang di anggapnya suci dan bisa mendapat berkah serta bisa lebih mendekatkan diri kepada yang maha Esa dengan berziarah di makam Mbah Banaran.

Banaran adalah sebuah julukan terhadap makam tersebut meskipun auliya yang di makamkan di situ namanya bukan itu. Makam Mbah Banaran ini terletak di pedalam

9

Feryani Umi Rosidah, Etnografi Ziarah Makam Sunan Ampel (Surabaya: IAIN SunanAmpel Press, 2010), 3.


(18)

5

dusun Banaran Desa Banaran kecamatan Kandangan kabupaten Kediri. Meskipun makam ini tidak diketahui banyak orang layaknya makam para wali seperti Wali Songo namun banyak juga orang yang berziarah ketempat ini untuk mencari berkah, tidak jarang juga orang yang memiliki masalah terutama tentang ekonomi banyak yang datang ke situ, ada juga untuk cari nafkah. Selama pelaksanaan ritus – ritus tersebut baik yang kolektif ataupun pribadi, orang mengunjungi sebuah makam karena demikianlah tradisi local : niat perorangan tidak terpisahkan dari niat kolektif. Ziarah perorangan sebaliknya memenuhi satu tekad yang jelas, peziarah selalu mengunjungi sebuah makam keramat dengan suatu niat tertentu, entah untuk berkaul (bernazar), atau untuk memenuhi janji suatu kaul yang lalu. Niat – niat tersebut berupa permintaan yang diajukan kepada sang wali. Meskipun demikian kebanyakan peziarah mengunjungi makam – makam dengan tujuan menyelesaikan sebuah masalah materiil, khususnya masalah keuangan.10

Di makam itu pula sering terjadi hal-hal ghoib lainya menurut tutur cerita orang-orang yang penah ngalami konon katanya makam ini adalah makam wali yang luar biasa karomahnya. Dari kejadian-kejadian dan anggapan seperti itu penulis ingin meneliti dan mengetahui lebih dalam tentang makam Mbah Banaran, siapa tokoh yang sangat di sakralkan masyarakat dan menjadi daya tarik dalam tradisi berziarah masyarakat sekitar dan kegiatan apa saja yang dilakukan masyarakat dalam berziarah di makam itu. Selain itu juga motif dan tujuan apa saja para peziarah datang ke makam

10

Henri Chambert Loir & Claude Guillot, Ziarah dan Wali di Dunia Islam (Jakarta: Komunitas Bambu,2010), 243.


(19)

6

Mbah Banaran. Dari ulasan itu, peneliti mengambil judul Tradisi Ziarah makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) di desa Banaran kandangan Kediri.

Mbah Banaran adalah seorang tokoh yang sangat terkenal dan berjasa di desa Banaran. Mbah Banaran memiliki nama asli Imam Faqih dan memiliki nama lain yaitu Sunan Pekik. Mbah Imam Faqih memiliki garis keturunan dari Sultan Agung Sultan dari kerajaan Mataram Islam dari ayahnya Amangkurat Agung / 1 atau Tegal Arum Sultan Mataram ke – 4 menggantikan Sultan Agung. Itu melihat silsilah yang ada di makam Mbah Imam Faqih. Menurut informasi dari Gus Nukhid seorang ulama ternama didaerah Ngoro Jombang yang desanya dekat dengan makam Mbah Imam Faqih “Mbah Imam Faqih adalah seorang tokoh pembabat alas di desa Kandangan Kediri, dan juga penyebar agama Islam di daerah Kandangan, beliau juga memiliki kharismatik yang luar biasa yaitu memiliki ilmu kanuragan dan kebal terhadap senjata. Beliau merupakan adipati pertama dari kadipaten Surabaya setelah dikuasai atau di tahlukan oleh Mataram Islam pada masa Sultan Agung, dengan gelar nama Raden Jenggolo Manik”.

Makam Mbah Banaran berada jadi satu dengan makam umum masyarakat desa Banaran, makam ini yang membedakan dengan makam yang lain terletak pada pengkramatanya. Makamnya terawatt dengan baik bahkan di dirikan musoholla di samping makam serta dibangunkan sebuah pendapa tepat di depan mkamnya untuk orang – orang berziarah. Pengkramatan makam Mbah Imam faqih ini yang menjadi daya tarik orang – orang untuk berziarah selain itu pula ada aspek – aspek yang lain orang tertarik berziarah ke makam beliau. Gus Dur mengatakan “ ziarah kubur di


(20)

7

kalangan umat Islam, terutama kalangan pesantren, merupakan tradisi Islam kerakyatan (Folk Islam).11

Makam Mbah Imam Faqih mulai diziarahi itu sekitar tahun 1970 lambat laun makam ini semakin ramai dikunjungi orang untuk berziarah dengan berbagai macam motif dan tujuan. Orang berziarah ke makam beliau dari berbagia golongan dan daerah dengan mahsud dan tujuan masing – masing yang menjadi fenomena menarik untuk di teliti.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan gambaran umum pada latarbelakang yang sudah dipaparkan di atas, untuk lebih memfokuskan kajian masalah pada penelitian ini, maka rumusan masalah kami susun sebagai berikut;

1. Bagaimanakah biografi dan kiprah Mbah Banaran ( Mbah Imam Faqih) dalam penyebaran Islam?

2. Bagaimana fenomena ziarah di makam mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)?

3. Bagaimana polarisasi motif dan ritual peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)?

11


(21)

8

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini bermaksud untuk lebih mengetahui, memahami dan mendapat gambaran secara garis besar tradisi ziarah makam Mbah Imam Faqih. Maka dalam penulisan ini dijelaskan secara singkat dan sesuai dengan yang telah diperoleh dalam penelitian, oleh karena itu tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui siapa Mbah Imam Faqih itu dan bagaimana kiprahnya dalam penyebaran Islam.

2. Untuk mengetahui fenomena peziarah di makam Mbah Imam Faqih.

3. Untuk mengetahui polarisasi motif peziarah dalam ziarah makam Mbah Imam Faqih.

D. Kegunaan Penelitian

Dalam penelitian ini tentu memiliki nilai dan manfaat penelitian yang terdapat di dalamnya. Penulis berharap agar dapat memberikan manfaat yang positif bagi semua orang, baik dari sisi keilmuan akademik maupun dari sisi praktis diantaranya sebagai berikut:

1. Sisi Keilmuan Akademik (Teoritis)

a. Sebagai seorang mahasiswa jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, penulis berharap hasil penelitian ini dapat memperluas pengetahuan budaya lokal yang ada di Indonesia.


(22)

9

b. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai bahan refrensi untuk penelitian kebudayaan Islam di Makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

c. Hasil penelitian ini bisa digunakan sebagai sumber informasi mengenai perkembangan kebudayaan Islam di Kandangan Kediri.

2. Sisi Praktis:

a. Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan perencana lebih lanjut dalam pengembangan kultural di daerah setempat.

b. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat menjadikan masukan bagi generasi muda, untuk mengembangkan dan menjaga kebudayaan yang ada di Kediri.

c. Untuk mengetahui dan memperluas wawasan mengenai tradisi-tradisi dan budaya yang tidak terlepas dari tradisional keagamaan.

E. Pendekatan dan Kerangka Teoritik

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan Fenomenologi yang mana dalam hal ini, akan melihat dari fenomene-fenomena yang terjadi dalam masyarakat tentang tradisi ziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Fenomenologi adalah menjelaskan fenomena prilaku manusia yang dialami dalam kesadaran. Fenomenologi berusaha memahami budaya lewat pandangan pemilik budaya atau


(23)

10

pelakunya, menurut faham Fenomenologi ilmu bukanlah values free bebas nilai dari apapun melainkan values bound memiliki hubungan dengan nilai.12

Menurut Husserl, tugas yang paling penting adalah mengembangkan suatu metode yang akurat untuk mencapai “sesuatu itu sendiri (things themselves) dengan tidak memahami suatu realitas, atau sesuatu secara langsung, naif dan tergesa – gesa, konsep ini bukan induksi ataupun deduksi, tetapi berupa intuisi secara total dari Fenomena Primordial yang mengungkapkan validitas keilmuan yang tidak dapat diubah oleh praduga – praduga dari pengertian lainnya.13

Pemahaman Husserl diawali dengan ajakan kembali pada sumber atau kembali pada realitas yang sesungguhnya. Untuk itu perlu langkah – langkah metodis yang disebut “reduksi”. Melalui reduksi, kita menunda upaya menyimpulkan sesuatu dari setiap prasangka terhadap realitas. Langkah – langkah yang dimaksud adalah Reduksi Eiditis yang mana pada tahab ini adalah mencari intisari dari dari hakikat yang telah ada. Yang kedua Reduksi Fenomenologi pada tahab ini itu mencari hakikat dari fenomena yang ada atau gejala sebenarnya. Ketiga Reduksi Transendental adalahhh berusaha memilah hakikat yang masih bersifat empiris menjadi hakikat yang bersifat murni.14

Metode kualitatif Fenomenologi berlandaskan pada empat kebenaran, yaitu kebenaran empirik sensual, kebenaran empirik logik, kebenaran empirik etik, dan

12

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 42.

13

Irving M. Zeitlin, memahami kembali Sosiologi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995),216-216.

14


(24)

11

kebenaran empirik transenden. Atas dasar cara mencapai kebenaran ini, Fenomenologi menghendaki kesatuan antara subyek peneliti dengan pendukung obyek penelitian. Keterlibatan subyek peneliti di lapangan dan penghayatan fenomena yang dialami menjadi salah satu ciri utama.15

Dalam hal ini, melihat fenomena yang terjadi pada tradisi ziarah di makam Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) dengan menggunakan pendekatan Fenomenologi. Sehingga penulis akan menggunakan pendekatan ini untuk mengamati, memahami dan menulis mengenai kebudayaan yang terkandung dalam masyarakat, yaitu dengan mempelajari segala keaneka ragaman budaya manusia dan mencoba memberikan jawaban - jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada, yang sesuai dengan makna dan realita yang terjadi dalam fenomena ziarah tersebut dengan menggunakan tiga metode reduksi fenomenologi yang sangat berguna dalam menganalisa bahan – bahan dan data – data yang didapatkan dari hasil penelitian di lapangan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dengan reduksi itu data yang di dapat bisa menjadi sumber akurat sesuai dengan penelitian yang diinginkan.

Dalam hal ini, Fenomenologi adalah suatu metode yang membahas fenomena – fenomena khusus yang terjadi pada kehidupan sosial manusia dan mencari kemurnian dari makna serta hakikat dari fenomena itu yang dijalankanya sebagai sebuah budaya dan tradisi dalam masyarakat serta menjadi sebuah kepercayaan terhadap prilaku sosial. Seperti yang dikatakan oleh Husserl Fenomenologi adalah teori mengenai Essential

15

Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Kebudayaan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 44.


(25)

12

Being, yang tidak mengkaji dunia riel tetapi lebih kepada fenomena yang dimurnikan, dijernihkan secara Transenden.16

Teori adalah kreasi intelektual, penjelasan beberapa fakta yang telah diteliti dan diambil prinsip umumnya. Dari kerangka teoritik tersebut, nantinya akan memunculkan sebuah teori. Teori itu dihasilkan ketika menghubungkan antara konsep Islam dan kebudayaan lokal. Berdasarkan sejarah masuknya Islam di Indonesia, Islam masuk dan tersebar secara damai sebagai metode dakwah para wali songo. Mereka berdakwah tanpa menghilangkan tradisi lokal, ini dimasudkan agar Islam diterima oleh masyarakat dengan mudah. Oleh karena itu tradisi lokal tetap berkesinambungan sampai sekarang

Pada waktu itu masyarakat menyesuaikan budaya yang telah ada dengan adanya budaya baru (Islam) Perubahan (change) akan terjadi ketika tradisi baru yang datang mempunyai kekuatan dan daya dorong yang besar dibanding tradisi-tradisi yang telah ada dan mapan sebelumnya. Jika tradisi baru yang datang mempunyai kekuatan dan daya dorong yang lebih kecil dibandingkan kekuatan tradisi keilmuan yang lama, maka yang terjadi adalah tidak adanya perubahan (status quo). Perubahan yang ada tidak akan serta merta terputus begitu saja dari tradisi keilmuan lama yang telah ada sebelumnya. Masih ada kesinambungan yang berkelanjutan dengan tradisi keilmuan yang lama meskipun telah muncul paradigma baru. Dengan demikian proses kesinambungan dan perubahan (continuity and change) masih tetap terlihat.17

16

Abdulloh Khozin Afandi, Fenomenologi Pemahaman terhadap Pikiran-Pikiran Edmund Husserl (Surabaya: eLKAF, 2007), 2-4.

17


(26)

13

Sehingga penelitian ini menggunakan teori Fenomenologi, yakni mencari makna dan hakikat dari fenomena yang terjadi dengan memurnikan dan menjernihkan secara Transenden. Dari pengalaman sosial kesadaran akan diri kita sendiri yang berinteraksi dengan orang lain atau intensi dengan kehidupan sosial yang menjadi sebuah fenomena yang dalam kehidupan bermasyarakat.

Dengan menggunakan teori Fenomenologi penulis berharap bisa melakukan

penelitian dan mengungkap fenomena – fenomena yang terjadi pada tradisi ziarah apakah masih relatifitasnya budaya local dengan pengaruh unsure – unsure Islam seperti tahlil, membaca al-quran, solat sunnah. Selain itu apakah ada motif - motif lain dalam berziarah selain penertian ziarah pada umumnya. Fenomena yang terjadi dalam tradisi ziarah di Makam Mbah Imam Faqih tentunya tidak terlepas dari budaya dahulu sebelum pra – Islam, melihat peninggalan – peninggalan yang ada masih ada campuran budaya Hindu – Budha seperti tugu berseni bangunan model Hindu – Budha.

F. Penelitian Terdahulu

1. Judul skripsi : Tradisi Ziarah Makam Putri Terung di Desa Terung Wetan Kecamatan Krian Kabupaten Sidoarjo. Oleh Nur Faizah, Jurusan Ilmu Al-Quran dan Studi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Skripsi ini membahas tentang tradisi yang dilakukan oleh masyarakat dalam ziarah makam putri terung tetapi lebih kepada tindakan-tindakan yang dilakukanya.

2. Judul skripsi: Ziarah makam K.H. Ali Mas’ud di Pagerwojo. Oleh Ahmad Aminudin, Prodi Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas


(27)

14

Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Skripsi ini membahas tentang siapa tokoh KH. Ali Mas’ud dan apa makna dan motivasi masyarakat berziarah ke makam KH. Ali Mas’ud.

3. Judul skripsi: Ziarah Makam: Studi Kasus Kgiatan Keagamaan Peziarah di Komplek Makam Syekh Maulana Ishak di Desa Kemantren Paciran Lamongan Oleh Fatchulil Hidayati jurusan Ilmu Sosial fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. 2015. Skripsi ini membahas tentang perilaku beragama para peziarah dalam berziarah ke makam syekh maulana ishak di kemantren paciran lamongan.

Dari penelitian yang telah ada mengenai tradisi ziarah makam dengan penelitian saya ini, tidak jauh beda dengan penelitian sebelumnya perbedaanya terletak pada agama kepercayaan peziarah, kalau di kebanyakan dan umumnya makam yang dikramatkan dan hasil dari penelitian terdahulu semua peziarah itu agama kepercayaanya adalah agama Islam. Namun dalam tradisi ziarah makam Mbah Banaran ada peziarah yang beragama Konghocu dari keturunan Tionghoa. Itu yang sedikit membedakan penelitian saya dengan penelitian sebelumnya.

G. Metodologi Penelitian

Karya ilmiah pada umumnya merupakan hasil penyelidikan secara ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, menggambarkan dan menyajikan kebenaran.18 Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian Kualitatif. Penelitian budaya

18


(28)

15

sebenarnya bisa mengikuti paradigma kualitatif dan kuantitatif. Keduanya sama – sama mampu menjelaskan dan memahami fenomena budaya. Namun demikian peneliti budaya selam ini justru memilih paradigma penelitian kualitatif. Hal ini sejalan dengan kondisi budaya itu sendiri merupakan cabang ilmu Humaniora yang unik. Jika kodrat budaya itu dipaksakan menggunakan paradigma kuantitatif, dimungkinkan ada hal – hal yang tidak terangkat. Karena itu, meskipun tidak menolak penelitian kuantitatif, penelitian budaya cenderung ke arah penelitian kualitatif.19

Penelitian kuantitatif Yang menggunakan hitung – hitungan pun boleh dimanfaatkan bagi peneliti budaya, tentu dengan syarat tertentu. Peneliti budaya yang rupa – rupanya kurang menyukai penelitian kuantitatif, lebih di dorong oleh kodrat budaya itu sendiri. Oleh karena itu, fenomena budaya memang memiliki kekhususan. Di samping itu, fenomena budaya biasanya juga berupa kasus – kasus unik yang kurang memungkinkan diterapkanya penelitian kuantitatif.20

Melalui penelitian kualitatif, akan membimbing kita untuk memperoleh penemuan – penemuan yang tidak terduga sebelumnya dan membangun kerangka teoritis yang baru. Jika penelitian budaya menggunakan model kualitatif dan peneliti dapat menyajikan hasil berbentuk cerita yang menarik, tentu akan meyakinkan pembaca.21 Alasan utama pemakaian penelitian kualitatif budaya, antara lain data yang diperoleh dari lapangan

19

Suwardi Endraswara, Mertodologi Penelitian Budaya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 14.

20

Ibid., 14. 21


(29)

16

biasanya tidak terstruktur dan relatif, sehingga memungkinkan peneliti untuk menata, mengkritisi, dan mengklasifikasikan yang lebih menarik melalui penelitian kualitatif.22

Istilah penelitian kualitatif, awalnya juga berasal dari sebuah pengamatan kuantitatif yang dipertentangkan dengan pengamatan kualitatif. Pengamatan kuantitatif melibatkan pengukuran pada tingkat tertentu dengan ciri tertentu pula. Sedangkan pengamatan kualitatif cenderung mengandalkan kekuatan indera peneliti untuk merefleksikan fenomena budaya. Pengamatan indera ini dipertimbangkan lebih akurat untuk melihat kebudayaan yang cenderung berubah – ubah seiring pergeseran zaman. Perubahan ini tentu saja sulit diukur dan direrata menggunakan paradigma kuantitatif.

Menurut Brannen (1997:9 – 12) secara epistemologis memang ada sedikit perbedaan antara penelitian kuantitatif dengan kualitatif. Jika penelitian kuantitatif selalu menentukan data dengan variabel – variabel dan kategori ubahan, dan bahkan dibingkai dengan Hipotesis tertentu, penelitian kualitatif justru sebaliknya. Perbedaan penting keduanya, terletak pada pengump[ulan data. Tradisi kualitatif, peneliti sebagai intrumen pengumpul data, mengikuti asumsi kultural, dan mengikuti data. Peneliti lebih fleksibel dan reflektif tetapi tetap mengambil jarak.

Penelitian kualitatif ibarat membidik panorama melalui lensa lebar dan longgar, peneliti sedikit bebas mencari hubungan antar konsep yang sebelumnya belum ditentukan pasti. Dengan kata lain penelitian budaya kualitatif lebih fleksibel, tidak memberi harga mati, reflektif dan imajinatif. Penelitian kualitatif dianggap lebih penting

22


(30)

17

karena lebih menitik beratkan keutuhan (entity) sebuah fenomena budaya, bukan memandang budaya secara parsial. Dalam kaitan ini unsur pengamatan sangat menentukan keberhasilan penelitian. Terlebih lagi pengamatan berpartisipasi jelas amat penting bagi terlaksananya penelitian budaya.23

Konteks fenomena budaya juga sulit diabaikan guna melengkapi prinsip keutuhan. Persoalan konteks yang kadang – kadang tertinggalakn pada penelitian kuantitatif, justru menjadi andalan bagi penelitian kualitatif.24 Dengan kata lain, penelitian kualitatif dapat berkisar pada hal sederhana, namun peneliti diharapkan mampu meninjau dari beberapa aspek. Justru keindahan penelitian kualitatif adalah terletak pada kesimpelan masalah, namun tinjauanya lebih Holistik.

Adapun tahapan-tahapan metode penelitian Antropologi Budaya dijelaskan sebagai berikut:

1. Jenis Sumber Data

pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan agar kegiatan tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.25

A. Sumber Primer

23

Sugeng Pujileksono, Pengantar Antropologi (Malang : UMM Pres, 2009), 14. 24

Suwardi Endraswara, Mertodologi Penelitian Budaya (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2003), 16.

25


(31)

18

Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber pertama baik dari individu atau perorangan seperti hasil wawancara, observasi, dokumentasi yang dilakukan oleh peneliti.26 Sumber primer ini erat kaitanya dengan penelitian yang mana sumber primer ini berupa peninggalan-peninggalan beliau baik berupa benda seperti tongkat, tasbih, ataupun karya beliau seperti buku dan juga situs makam beliau sebagai bukti bahwa beliau pernah berdakwah di daerah itu. Bisajuga wawancara kepada murid beliau yang masih ada.

B.Sumber Sekunder

Jenis sumber Sekunder ini bisa berupa wawancara kepada para peziarah ataupun kepada juru kunci bisa juga kepada orang-orang yang sekiranya mengetahui, mengerti beliau tapi tidak sezaman terutama tentang kisah hidup beliau. Catatan murid beliau yang berupa nasehat-nasehat atau ajaran-ajaran beliau semasa hidup. Disini penulis mewawancarai seorang yang mengerti tentang riwayat Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) sebagai salah satu sumber sekunder.

2. Tehnik Pengumpulan Data

Untuk dapat memperoleh data mengenai pola-pola yang sesuai dengan suatu masalah, penelitian diperlukan informasi yang selengkap-lengkapnya (sedalam-dalamnya) mengenai gejala yang ada di dalam kebudayaan masyarakatyang bersangkutan. Gejala itu dilihat sebagai satuan yang berdiri sendiri tetapi saling berkaitan sebagai suatu kesatuan yang bulat dan menyeluruh.

26

Husen Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003),42.


(32)

19

A. Terjun Kelapangan atau Observasi

Observasi adalah pengumpulan data yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala atau tema yang diteliti. Pengamatan bertujuan untuk mengetahui alat-alat yang yang digunakan. Peneliti berusaha mencari informasi tentang apa saja yang diperlukan dalam penyelesaian penyusunan penelitian yang bersifat rasioanal dan sistematis.

B. Wawancara

Interview adalah suatu bentuk komonikasi percakapan yang bertujuan memperoleh informasi.27 Wawancara ini digunakan untuk mengetahui ide atau tradisi atau tata kelakuan. Wawancara dilakukan kepada jurukunci, para peziarah, orang-orang yang mengerti tentang beliau khususnya kisah hidupnya dan juga kepada penduduk sekitar makam beliau sebagai sumber informasi pengumpulan data.

C. Dokumentasi

Metode dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan transkip, buku, prasasti dan sebagainya.28 Semua yang yang ada di lokasi penelitian yang berhubungan dengan sumber penelitian itu di dokumentasikan baik itu berupa para peziarah,kegiatan-kegiatan para peziarah atau kegiatan atau acara dimakam, benda-benda peninggalan dan makam beliau semuanya didokumentasikan sebagai sumber dalam penelitian.

27

S. Nasution, metode research (Jakarta: Bumi Aksara, 1996), 106. 28


(33)

20

3. Tehnik Analisis Data

Dalam tehnik analisis data ini di bagi menjadi dua yaitu: a. Kritik Ekstern (Otentitas)

Yaitu suatu usaha meneliti atau menguji keaslian sumber yang telah diperoleh, sehingga validitas sumber tersebut dapat dipertanggung jawabkan. b. Kritik Intern (Kredibilitas)

Yaitu suatu usaha setelah mengetahui asli atau tidaknya data atau dokumen yang didapatkan selanjutnya di teliti kebenarannya dan kesesuaiannya dari isi data tersebut. Dalam artian apakah data tersebut bisa memberikan informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penelitian.

4. Interpretasi

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, cacatan lapangan, dan bahan-bahan yang lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan ke orang lain.29

Upaya yang dilakukan pada tahap ini adalah menganalisis peristiwa-peristiwa sejarah dan fenomena – fenomena yang terjadi berdasarkan data yang telah dikumpulkan dengan maksud agar dapat menguasai masalah yang dibahas. Selanjutnya dilakukan sintesis sebagai penyatuan data yang telah diperoleh sesuai dengan kerangka penulisan. Untuk dapat menganalisis data kualitatif menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu suatu cara pengambilan kesimpulan yang berdasarkan atas fenomena-fenomena dan

29


(34)

21

fakta untuk memahami unsur-unsur suatu pengetahuan yang menyeluruh, mendiskripsikannya dalam suatu kesimpulan.

5. Historiografi

Historiografi adalah penulisan, pemaparan atau pelaporan dari hasil penelitian.30 Pada laporan penelitian ini penulis berusaha menuangkan fakta-fakta yang diperoleh dari berbagai sumber yang diperoleh dari hasil penelitian baik itu sumber primer maupun data sekunder sehingga bisa menghasilkan karya ilmiah yang bisa diperhitungkan dalam khazana keilmuan khususnya yang berkaitan dengan kebudayaan.

H. Sistematika Pembahasan

Guna penulisan dalam pembahasan ini diperlukan suatu rangkaian yang sistematis dan saling berkaitan antara satu dengan yang lain, maka penelitian ini disusun dalam beberapa bab yang sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat menggambarkan dan menghasilkan hasil yang maksimum. Untuk itu diperlukan sistematika pembahasan yang disajikan dalam beberapa sub bab, dalam penulisan ini akan terbagi dalam lima bab utama dengan dengan beberapa sub bab yang mempunyai keterkaitan dengan bab tersebut. Adapun sistematika pembahasan tersebut adalah sebagai berikut:

30

Feryani Umi Rosidah, Etnografi Ziarah Makam Sunan Ampel (Surabaya: IAIN SunanAmpel Press, 2010), 3.


(35)

22

BAB I : pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, pendekatan dan karangka teori, penelitian terdahulu, metode penelitian, sistematika pembahasan dan daftar pustaka sementara

BAB II : dalam bab ini menjelaskan tentang profil Mbah Imam Faqih yang bersumber baik dari buku-buku yang mencatat tentang beliau ataupun hasil wawancara dengan tokoh masyarakat, peziarah, dan penjaga makam beliau (juru kunci).

Selain itu juga menjelaskan tentang letak makam Mbah Imam Faqih ataupun situs peninggalanya yang masih ada dan terawat, serta menjelaskan daya tarik makam beliau sebagai tempat berziarah dan dijadikan tradisi kebudayaan masyarakat sekitar khususnya umumnya umat Islam.

BAB III : Pada bab ini menjelaskan tentang motif dan tujuan para peziarah dalam berziarah di makam Mbah Imam Faqih dan atribut yang dipakai dan barang yang dibawa. Dari banyak peziarah yang dating tentunya mereka memiliki motif dan tujuan yang berbeda-beda. Kepercayaan dan anggapan Budaya-budaya masyarakat sekitar juga di jelaskan dalam bab ini untuk lebih mengetahui pengaruh tradisi ziarah di makam Mbah Imam Faqih.

BAB IV : Dalam bab ini akan menjelaskan tentang perbedaan ritual peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) antara ritual umum dengan ritual khusus pada motif tertentu atau polarisasi motif dan ritual peziarah.


(36)

23

KESIMPULAN SARAN

PENUTUP LAMPIRAN


(37)

BAB II

BIOGRAFI MBAH BANARAN (Mbah Imam Faqih) DAN AKTIFITAS DAKWAHNYA

A. Sekilas Biografi, pendidikan Mbah Banaran (Mbah Imam Fiqih)

Mbah Banaran memiliki nama asli yaitu Imam Faqih atau Sunan/Pangeran Pekik yang mana merupakan trah keturunan dari Sultan Mataram Islam dari garis keturunan ayahnya yaitu Amangkurat Agung atau Tegal Arum dari silsilah yang terdapat di makam Mbah Banaran. Pangeran Pekik (lahir : ? – wafat: Surabaya, 1663).1 Beliau adalah seorang Adipati pertama Surabaya setelah Surabaya ditahlukan oleh Sultan Agung raja Mataram Islam, dengan gelar Raden Jengolo Manik.

Menurut hasil data dilapangan beliau adalah putra pertama dari Amangkurat Agung atau Tegal Arum raja Mataram ke – 2 dengan tiga bersaudara yaitu pertama pangeran Indrajit sebagai adik pertama, kedua pangeran Trunojoyo sebagai adik kedua, ketiga pangeran Wiro darmo sebagai adik ketiga. Mbah Banaran atau Raden jenggolo Manik (Pangeran Pekik) memiliki istri yang bernama G. K. R. Wandasari, dari istrinya itu beliau memiliki tiga orang keturunan pertama P. Joko Umar kedua P. Bagus Jamara ketiga P. (kyai) Rum.

1


(38)

25

Menurut penuturan cerita beliau adalah seorang pemimpin yang alim dan bijaksana, karena kealiman yaitu Mbah Banaran atau Raden Jenggolo Manik ditunjuk menjadi imam para ulama di Surabaya Khususnya di Ampel. Setelah Mataram dipimpin oleh Amangkurat 1 yang mana bersekutu dengan VOC Belanda dan sikap buruknya dalam memimpin, terjadilah pergolakan di dalam kesultanan Mataram. Surabaya sebagai wilayah kekuasaan tahlukan kerajaan Mataram pada masa Sultan Agung.2 Sunan Pekik mengasingkan diri dan membabat alas di daerah Kandangan (sekarang menjadi kota kecamatan di Kab. Kediri) dan mendirikan rumah sederhana untuk menyebarkan agama Islam.

Menurut Kiai Nukhid seorang tokoh ulama (ada yang mengatakan masih keturunan dari Pangeran Pekik) di daerah situ, pangeran pekik adalah seorangs ufi yang mengamalkan Thoriqot Naqsabandiyah dan Sathariyah sampai akhir hayatnya. Pangeran Pekik di makamkan di Desa Banaran Kandangan Kediri, makam beliau banyak diziarahi orang dan menjadi tradisi kepercayaan masyarakat khususnya masyarakat Desa Banaran.

Pangeran Pekikatau yang akrab dikenal oleh masyarakat desa Banaran khususnya umumnya masyarakat yang berziarah yaitu Mbah Imam Faqih, beliaunya Moksa atau bertapa sampai akhir hayatnya seperti yang di ucapkan oleh juru kunci makam Mbah Imam Faqih Bpk. Abdul Khotib (Kiai

2


(39)

26

Khotib) Mbah Imam Faqih mengasingkan diri setelah dikejar – kejar oleh Amangkurat 1 raja Mataram kelima, beliaunya lari mengasingkan diri kewilayah Kediri dan babat alas (membuka lahan) di daerah Kandangan serta melakukan pertapaan disitu sampai akhir hayatnya sambil mengamalkan ajaran – ajaran ilmunya dan juga mengajarkanya kepada masyarakat sekitar.

Dalam falsafah beliau, Mbah Banaran lebih kearah sufistik dalam kehidupan sehari – hari dan di ajarkan kepada masyarakat sekitar dalam rangka lebih meningkatkan keimanan serta kepasrahan diri kepada sang pencipta sebagai hamba yang penuh bergelimang dosa. Ajaran – ajaran Sufistik beliau atau Thoriqot yang beliau ajarkan ini, terlihat dari para peziarah yang datang kemakamnya untuk berziarah bahwa mereka ada yang mengikuti dan mengamalkan Thoriqot Naqsabandiyah dari cabang Pondok Pesantren Ploso Jombang. Selain itu juga melihat masyarakat sekitar desa makam Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) banyak yang mengikuti aliran Thoriqot Naqsabandiyah dan Qodiriyah yang mengikuti pusat cabang Pondok Pesantren Ploso Jombang. Ditambah lagi salah satu orang yang dianggap masih memiliki keturunan dari Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) yaitu Kiai Nukhid adalah pengikut Thoriqot Qodiriyah wa Naqsabandiyah,


(40)

27

beliau juga orang yang merawat makam Mbah Imam Faqih selain juru kuncinya.

Ini bisa dianggap jelas dengan adanya bukti dan realita seperti itu bahwa Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) adalah pengamal aliran Thoriqot Naqsabandiyah meskipun sanad ke – Thoriqotanya belum diketahui secara jelas tertulis dalam Thoriqot di pesantren Ploso Jombang. Melihat riwayat beliau dengan tanggal wafatnya sekitar abad tujuh belas untuk melacak dan menemukan muridnya yang masih hidup itu tidak mungkin, yang bisa dilacak adalah silsilah dari murid – murid beliau hingga sampai kebeliau Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran).

Dari sinilah cikal bakal desak andangan yang sekarang menjadi kota kecamatan di kabupaten Kediri dan oleh sebab itu makam Pangeran Pekik atau Mbah Imam Faqih di keramatkan dan di ziarahi oleh masyarakat karena dianggap makam sang pendiri Desa Kandangan atau Danyang desa (istilah Jawa). Meskipun makamnya terletak di daerah desa Banaran kecamatan Kandangan sekitar kurang lebih dua kilometer arah ke Timur dari pusat kota kecamatan Kandangan.

Adapun untuk silsilah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) yang menjelaskan beliau keturunan dari Sultan Amangkurat I atau Tegal Arum


(41)

28

bisa dilihat di bawah ini, yang mana silsilah ini tertera pada komplek makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

Silsilah Pangeran Pekik yang ada di komplek makam beliau :

AmangkuratAgung/Tegal Arum PangeranPekik +GKR Wandasari PangeranIndraji t PangeranTernojoy o PangeranWirod armo P. BagusJokoUmar +RA.Mayangsari P. BagusJamara+PutriKar angBalong (Jawa Barat)

P. (Kyai) Rum+NyaiRuki

KRM. (Kyai) Kobiran+RA.

DewiAnteng

Kyai Malik KyaiSadali

(Suryo)

RA.Umbroh+KR M.MangunWong

so

KyaiSukemi+Ny i Mas Juleha

Kyai Tengah Kyai Kuri KyaiZa karia Tarunam enggolo WiroMenggolo (SuroMenggolo)

K. Made Sunhaji

(MbahBolongA TarunaWiryo (MbahBarnawiNg aresrejo) K. Sulam (Sulaiman) BetekMojoagung WongsoTaruno


(42)

29

B. Falsafah hidup Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

Seperti yang sudah sedikit dijelaskan diatas pada bab dua tentang sekilas biografi beliau Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) bahwa beliau adalah pengamal ajaran Thasawuf Tarekat Naqsyabandiyah dan Tarekat Satthariyah.3 Dalam falsafah beliau, Mbah Banaran lebih kearah sufisme4 dalam kehidupan sehari – hari dan di ajarkan kepada masyarakat sekitar dalam rangka untuk menyebarkan agama Islam dan lebih mendekatkan diri pada tuhan. Dalam bukunya KH. A. Aziz Masyhuri istilah Tasawuf, Tarekat berarti perjalanan seorang Salik (pengikut tarekat) menuju tuhan dengan cara menyucikan diri atau perjalanan yang harus ditempuh oleh seseorang untuk dapat mendekatkan diri sedekat mungkin kepada tuhan. Masyarakat desa

3

A. Aziz Masyhuri, Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf (Surabaya: Imtiyaz 2011). Pengertian tentang Tarekat Naqsyabandiyah adalah suatu tarekat yang di dirikan Syaikh Muhammad Ibn Baha’uddi Al -Uwaysi Al-Bukhari, An-Naqsyabandi seorang tokoh yang sangat pandai melukiskan kehidupan yang gaib-gaib kepada para pengikutnya, sehingga ia dikenal dengan nama Naqsyabandi (Naqsyaban=lukisan). Kata Uwais berhubungan dengan salah seorang tokoh sufi terkenal di massasahabat, yaitu Uwais Al-Qarni, karena system tasawuf Nqsabandiyah menyerupai system tasawuf tokoh besar ini. Sedangkan Tarekat Shattariyah pertama kali digagas oleh Syaikh Abdullah Syattar (w. 890H/1429M) tarekat ini merupakan salah satu jenis tarekat yang dianggap Shahih dan diakui kebenaranya (Mu’tabarah) yang mana menghubungkan silsilah guru-guru Tarekat Shattariyah tersebut sampai kepada nabi melalui sahabatnya, Ali ibn Abi Thalib.

4

Dalam buku Sosiologi Agama Max Weber, pengertian Sufisme, ialah untuk menyebut pemikiran dan gaya hidup para sufi, dari kata Arab Suf kai wo”” je is pakaia pali g urah da re dah ya g dike aka para pencari tuhan lewat cara-cara Asketik dan Mistik, yang upayanya ini disebut Tasawuf (berpakaian dari kain wol). Ringkasnya, sejarah sufisme bisa dibagi dalam tiga tahap umum. Pertama, sufisme yang dimulai di periode Umayyah (661-749) menekankan kesalehan pribadi lewat asketisme dan semangat persaudaraan untuk menjembatani pihak terlemah masyarakat dan pemerintah. Kedua, sejak abad sembilan, sufisme mulai merengkuh mistisisme untuk memperoleh hikmah ilahi dan penyatuan cinta dengan tuhan lewat cara-cara spiritual dan ekstatis, dan semua renungan metafisik itu terekam dalam bentuk syair atau jenis tulisan lain. Ketiga, sejak abad ke tiga belas sampai sekarang, sufisme mengkristal di ordo-ordo persaudaraan disebut tarekat, mengandalkan teks-teks yang ditulis banyak sufi besar sekaligus terus aktif memproduksi teks-teks sufisme baru.


(43)

30

Banaran dan sekitarnya mayoritas adalah warga Nahdlatul Ulama (Nahdliyyin) yang aliran utama tarekatnya adalah Qodiriyyah Wan Naqsabandiyyah dan banyak masyarakat desa Banaran dan sekitarnya yang mengamalkan terekat tersebut. Dari data prosentase yang ada masyarakat desa Banaran mayoritas menganut faham Nahdlatul Ulama (NU), 80% NU dan 15 % aliran Muhammadiyah serta 5% sisanya aliran lainya seperti

kejawen dan non muslim namun non muslimnya hanya 0,5%.5

Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) sebagai sesepuh desa dan penyebar Islam di daerah tersebut seperti apa yang diucapkan oleh bapak Abdul Khotib seorang juru kunci ;

“Mbah Imam Faqih (Mbah Banaran) adalah seorang ulama keturunan dari kerajaan Mataram Islam yang melarikan diri karena bermusuhan dengan Belanda dan menetap di suatu daerah yang sekarang dinamakan desa Kandangan dalam, dalam menyebarkan agama Islam kepada masyarakat sekitar pada khususnya, beliau mendirikan sebuah pesantren yang tidak tahu nama pesantrenya dan memiliki banyak santri. Tujuan mendirikan pesantren itu adalah untuk mengajak masyarakat sekitar untuk memeluk agama Islam, melihat kondisi masyarakat sekitar masih banyak yang belum mengenal Islam ada juga yang mengenal Islam namun masih

5


(44)

31

kejawen. Ajaran – ajaran yang diajarkan kepada santri di pesantrenya tentang ajaran agama Islam pada umumnya seperti nilai – nilai Islam dan syariat Islam, tidak lain juga di ajarkan tentang ilmu – ilmu Tasawuf seperti Thoriqot yang beliau amalkan tapi dalam pengajaran di pesantrenya beliau lebih menekankan kepada perjuangan kepada para penjajah karena ketidak sukaan beliau kepada para penjajah yang telah menyengsarakan masyarakat dan khususnya diri sendiri beliau”.

Dalam cerita rakyat atau masyarakat desa Kandangan yang dalam istilah ilmiahnya yaitu Fooklor (cerita rakyat), Mbah Banaran (Mbah Imam faqih) pernah berjuang melawan penjajah bersama Trunojoyo di Kandangan bersama murid atau santri beliau yang mana nama Mbah Imam faqih (Mbah Banaran) diabadikan menjadi sebuah nama jalan di tengah kota Kandangan tepatnya di depan pasar Kandangan yang setiap bulan Suro (penanggalan Jawa) diadakan upacara bersih desa Kandangan di jalan itu. Selain sebagai pembabad desa dan juga sesepuh desa untuk menghormati dan mengenang jasa beliau. Seperti yang di tuturkan oleh Mbah Jan seorang tokoh dan sesepuh desa Kandangan mengatakan:

“Mbah Imam Faqih (MbahBanaran) pernah membantu perang melawan penjajah Belanda bersama Trunojoyo di Kandangan.


(45)

32

Trunojoyo mengalami kekalahan dan melarikan diri kearah utara dan tertangkap di dusun Payak Krajan yang sekarang namanya menjadi Payak Santren, dalam keadaan deyek – deyek atau payah kerena terluka”6

C. Perjalanan dakwah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

Dalam perjalanan dakwah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) sebelum membabad alas dan menetap di Desa Kandangan dan di makamkan di Desa Banaran termasuk wilayah administratif wilayah Kecamatan Kandangan, beliau singgah di beberapa tempat untuk menghin dari kejaran raja Mataram dan penjajah Belanda. Beliau melarikan diri kerajaan Mataram setelah perang melawan raja Mataram di bantu penjajah Belanda, beliau melarikan diri ke daerah Kediri tepatnya di daerah Pare di Desa Kwagean setelah itu melarikan ke daerah Ngantang tepatnya di daerah Selokurung yang mana terdapat peninggalan atau jejak beliau di situ dan dikeramatkan juga. Setelah itu Mbah Banaran( Mbah Imam Faqih) melarikan diri lagi menuju sebuah hutan lebad dan membabad alas yang akhirnya menetap di situ di daerah Kandangan dalam sekarang. Sesuai dengan yang di ucapkan oleh Bapak Abdul Khotib dalam sesi wawancara dengan beliau:

“Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) setelah menjadi raja di Mataram selama tiga setengah tahun dan berperang melawan

6


(46)

33

keponakanya bernama Amangkurat Ampral yang dibantu penjajah belanda karena ingin merebut singgasana sebagai raja, beliau melarikan diri menuju Kediri di daerah timur Pare desa Kwagean kemudian melarikan diri ke Ngantang daerah Selokurung yang terdapat peninggalan dan jejak Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) kemudian menuju Kandangan dan mendirikan pesantren tepatnya yang sekarang dijuluki daerah Kandangan dalam, sampai wafat dan di makamkan di desa Banaran ini”7

D. Situs – situs peninggalan Mbah Imam Faqih (Mbah banaran)

Di dalam penelitian benda pada makam, terdapat empat macam teknik analisis yaitu:

1. Analisis Morfologi

Satuan pengamatan dalam analisa bentuk adalah bentuk umum makam dan ragam hiasannya. Secara umum makam dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu nisan, cungkup.

2. Analisis teknologi

Dalam analisis teknologi makam, variabel-variabel yang diamati meliputi bahan dan teknik dalam pembuatan atau kontruksi pembangunan. 3. Analisis stilistik

7


(47)

34

Variabel pada analisis stalistik dilakukan dengan cara mengamati ragam hias, baik berupa ragam hias arsitektur maupun dekoratif.

4. Analisis Kontekstual

Variabe-variabel yang dapat dijadikan satuan pengamatan dalam analisis ini meliputi keadaan lingkungan di mana makam tersebut berada, baik berupa lingkungan fisik maupun bangunan lain yang dibangun disekitarnya.8

Berikut hasil analisis wujud Islam pada benda yang penulis peroleh pada makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

- Makam mengarah ke utara dan selatan, cungkup berbentuk persegi panjang seperti pada umumnya. Nisan ditutupi dengan kain putih, dan seluruhnya ditutupi dengan kain putih, makam tersebut dalam satu ruangan terdapat dua makam, makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dibangun rata atau sama tinggi dari makam yang ada disebelahnya. Makam yang ada di sebelah timurnyanya makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) yaitu Raden Bagus Qohar. Dibagian atas makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) terdapat aluminium sebagai kerangka untuk kain yang digunakan untuk menutupi makamnya atau bisa dikatakan kayak selambu kurung, dan dinding makam dicat yang berwarnah putih agar sama seperti selambu yang terdapat di makam yang mengelilingi makam.

8


(48)

35

- Cungkup makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dibangun semua dari pondesen semen seperti pembangunan biasa, bagian bawanya dikramik, makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dibangun seperti kamar dan siapa saja yang berziarah atau berkunjung kesana bisa langsung melihat pemakaman tersebut.

- Letak makam ini tidak jauh dari perumahan masyarakat Banaran, tetapi letak makam ini terletak di ujung selatan desa Banaran dan jadi satu dengan makam umum desa Banaran.

- Di samping makam tersebut terdapan Musholla untuk para jema’ah ziarah atau warga sekitar yang ingin mendirikan sholat, kalau pengunjung sangat ramai ada juga yang mendoakan arwah Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dari Musholla tersebut tidak ketemapat makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Musholla tersebut tidak jauh dari makam bersebelahan dengan makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

Wujud peninggalan percampuran atau akulturasi budaya Jawa yang masih ada dan terawat:

- Selain itu tepat di depan ruangan makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) juga terdapat sebuah bangunan pendapa atau balai.9 Yang mana sebagai tempat tunggu peziarah yang mau ziarah ke dalam makam Mbah

9


(49)

36

Banaran (Mbah Imam Faqih) bisa juga untuk istirahat peziarah. Ukuran pendapa tersebut kurang lebih 5 x 6 meter.

- peninggalan wujud benda yang masih ada sampai sekarang dan dapat diidentifikasi yaitu sebuah patung atau arca yang terbuat dari batu. Arca ini terletak kurang lebih satu kilometer dari makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) tepatnya berada di desa Kandangan dalam yang konon dulu sebagai tempat tinggal Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Arca tersebut juga disakralkan oleh warga setempat. Disebelah bangunan yang melingdungi arca tersebut terdapat pohon beringin yang besar sekali berdiameter kurang lebih enam meter, pohon itu usianya sudah ratusan tahun kalau melihat ukuran diameter pohon tersebut. Konon dari Fooklor pohon tersebut sudah ada sejak Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Masyarakat sekitar menganggap pohon tersebut sangat wingid atau angker banyak penghuni mahluk ghaibnya, banyak kejadian orang sering melihat mahluk ghoib di pohon itu.

Sakral adalah sesuata yang dianggap keramat atau suci.10 Sedangkan profan adalah sesuatu yang bersifat duniawi yang dijadikan sakral.11 sesuai dengan relita yanga ada pada masyarakat Banaran dan masyarakat sekitarnya bahwa nilai-nilai keagamaan tidak bisa untuk mengatur kehidupan duniawi, karena agama yang bersifat sakral, sedangkan duniawi bersifat profan, begitu

10

Burhan dan Hasbi Lawrens, kamus ilmiah populer (jombang: lintas, tt), 601 11


(50)

37

pula sebaliknya, tidak satupun institusi duniawi berhak mengatur kehidupan keagaman termasuk sisi ritual.


(51)

BAB III

FENOMENA PEZIARAH DI MAKAM MBAH BANARAN (Mbah Imam Faqih)

A.Tujuan dan sebab berziarah di Makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

Agama Islam, seperti agama – agama samawi lainya, pada dasarnya adalah hubungan manusia dengan tuhanya.Manusia sebagai mahluk ciptaan yang paling sempurna dan memiliki keistimewaan tersendiri dihadapkan pada realita kehidupan sosial.Manusia sebagai ciptaan tuhan yang maha kuasamemerlukan kesadaran iman yang penuh dalam menghadapi realitas – realitas sosial yang ada dan tidak membiarkan dirinya terjerumus dan larut dalam kehidupan sehari – hari tanpa kesadaran iman yang penuh.

Agama Islam memberi kesempatan kepada umatnya untuk ziarah kubur, agar dari sana tumbuh kesadaran akan kesementaraan hidup di dunia. Kata ziarah diamabil dari bahasa Arab, Zara Yazuru Ziyarah, yang artinya berkunjung pun kata kubur berasal dari bahasa Arab yang artinya makam atau kubur.Oleh karena itu, ziarah kubur berarti berkunjung ke makam.1 Dengan ziarah, diharapkan tumbuh “ intropeksi diri ” bahwa saya juga akan

1


(52)

39

mati seperti yang ada di dalam kubur ini atau bahwa persiapanku menghadapnya masih terasa sangat kurang sebab masih banyak kemaksiyatan yang saya lakukan.

Gus Dur menjelaskan bahwa ziarah kubur di kalangan umat Islam, merupakan tradisi Islam kerakyatan (folk Islam) maknanya bagi masyarakat tradisional seperti di Indonesia, ziarah kubur menjadi salah satu rutinitas.2 Asal muasal fenomena ziarah kubur dalam dunia Islam menurut para ulama yang disebutkan dalam kitab – kitab sejarah kenabiyan, nabi Muhammad dalam usia belia dibawa sang ibu (Siti Aminah) untuk berziarah ke kuburan sang bapak (Abdullah Bin Abdul Muthollib). Dan juga putrid nabi tercinta (Sitti Fatimah) juga melakukan ziarah kubur.3

Praktik ziarah kiranya masuk di Jawa bersamaan dengan agama Islam.Makam – makam para pendakwah penyebar ajaran Islam di Jawa, yang kebanyakan dilengkapi dengan hiasan dekoratif yang kaya, bercorak arsitektur bangunan khas abad ke-16, berarti agaknya di dirikan segera

sesudah wali yang bersangkutan wafat.Kemegahan – kemegahan

bangunanya rupanya merupakan tanda historis pertama bahwa wali – wali

2

Maman Imanulhaq Faqieh, Fatwa dan canda Gus Dur (Jakarta: Kompas 2010).208.

3


(53)

40

itu dikeramatkan oleh masyarakat.Apapun halnya, tradisi ziarah sudah terbukti adanya pada paruh pertama abad ke – 17.4

Bagi masyarakat tradisional seperti di Indonesia (terutama umat Nahdliyyin) ziarah kubur menjadi salah satu rutinitas, dalam kehidupan masyarakat seperti ini, ziarah kubur dijadikan sesuatu kebutuhan dalam kehidupan sehari – hari dan menjadi tradisi kepercayaan masyarakat. Dalam fenomena ziarah yang ada sekarang ini yang semakin menjadi kebutuhan vital dalam kehidupan, mereka memiliki aneka tujuan, keyakinan, ekspresi dan strata sosial yang beragam. Sebagian dari mereka mungkin hanya ingin melakukan pelajaran akan kepastian mati dalam dunia ini. Sedangkan sebagian lainya mungkin bermahsud mengadukan dan minta tolong kepada tuhan melalui kuburan atas semua hal yang dialaminya di dunia. Bahkan mungkin ada sebagian yang minta tolong langsung ke kuburan atas semua masalah yang dihadapinya.

Seperti tradisi ziarah yang terjadi di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) yang terletak di desa Banaran kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri. Makam Mbah Banaran atau Mbah Imam Faqih dijuluki Sunan Pekik yang mana menurut penuturan dari tokoh masyarakat setempat yaitu Kiai Nukhid yang mana beliau masih ada garis keturunan

4

Henri Chambert-Loir & Claude Guillot, Ziarah dan Wali di dunia Islam (Jakarta: Komunitas Bambu 2010), 227.


(54)

41

dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) bahwa Mbah Imam Faqih merupakan adipati Surabaya pertama setelah Surabaya ditahlukan oleh kerajaan Mataram Islam yang di pimpin oleh Sultan Agung, yang mana nama lain dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) adalah Raden Jenggolo Manik. Beliau juga Mbah Banaran ( Mbah Imam Faqih) adalah yang membabad alas desa Kandangan babad deso atau danyang deso (istilah Jawa) dan makamnya dikeramatkan oleh masyarakat desa Kandangan serta diziarahi. Selain itu juga dengan melihat silsilah beliau seorang tokoh berdarah biru serta karomah – karomah yang beliau miliki menjadiakan masyarakat sangat menghormati dan mensakralkan makam beliau dengan mentradisikan ziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).

Dengan mengkramatkan makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) dan kepercayaan – kepercayaan yang ada pada masyarakat menjadikan makam Mbah Banaran menjadi daya tarik tersendiri untuk diziarahi oleh banyak orang, khususnya masyarakat desa Kandangan dan sekitarnya serta masyarakat pada umumnya dengan berbagai macam motif dan tujuan berziarah, baik motif dan tujuan ekonomi, politik, budaya, sosial dan agama yang akan dijelaskan di bawah. Banyak peziarah yang datang dari luar daerah Kandangan dan berbagai daerah, terutama hari – hari tertentu yang dianggap sakral seperti Jum’at Pahing (penanggalan Jawa) sangat


(55)

42

ramai orang berziarah karena pada hari itu dijadikanya sebagai peringatan/haul beliau sebagai pembabad desa dengan mengadakanya khataman Al-Quran di makamnya, tahlil, dan kirim doa.

Fenomena tradisi ziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) yang dianggap seorang wali dengan julukan Sunan Pekik dipercaya bisa mendapat barakahdengan berziarah ke makam beliau dan orang – orang yang memiliki karomah adalah orang pilihan yang dicintai Allah, dengan berziarah pada makam orang yang di cintai oleh Allah atau kekasih Allah maka semua permintaan akan cepat dikabulkan. Dari kepercayaan itulah fenomena tradisi ziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) muncul dengan berbagai macam motif dan tujuan serta bermacam – macam model baik itu prilaku, pakaian dan bawaan yang berbeda pada tradisi ziarah makam pada umumnya. Ada juga seorang guru Madrasah Ibtidaiyah yang mengajak muridnya setiap satu bulan sekali berziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Dari hasil penelitian di lapangan sebab dan tujuan peziarah bermacam-macam:

Seperti hasil wawancara dengan bapak Dahlan salah satu peziarah dan seorang tokoh agama dari desa Payak Santren Ngoro Jombang mengatakan:


(56)

43

“Ziarah itu harus tujuan utamanya menata niat yang Ihlas karena ibadah mencari Ridlo, Rohmat, dan Magfiroh Allah agar bisa lebih mendekatkan diri pada Allah dan mendapatkan petunjuk yang baik dalam menjalani hidup supaya hidup menjadi Barokah terhindar dari kemaksiyatan bukan meminta pada orang yang mati mekipun itu wali kekasih Allah bisa Musrik dilaknat Allah”5

Dan seorang tokoh agama namanya bapak Kiai Nukhid dari Dusun Rejosari kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang yang katanya masih ada silsilah keturunan dari Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) mengatakan:

“ saya merawat makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) ini karena masih ada keturunan dengan beliau, dan juga sebagai tanda bukti ketaatan saya kepada mbah atau leluhur saya sebagai orang beriman juga

5


(57)

44

mencari barokah dari wali Allah supaya bisa lebih tambah keimanan”6

Hasil wawancara dengan bapak Thoyyib seorang juragan beras dari desa Klampok kecamatan Badas Pare Kabupaten Kediri menuturkan:

“saya sering ziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) hampir setiap hari terutama hari kamis malam jum’at saya rutin datang berangkat habis isak setelah subuh pulang. Itu saya lakukan sendiri tanpa anak istri dan Alhamdulillah setelah saya lakukan itu selama satu tahun ini usaha dagang saya semakin lancar bisa mencukupi keluarga dan bisa membiyayai anak sekolah sampai perguruan tinggi. Saya melakukan ini awalnya diajak teman saya namanya Abd Malik dan usaha dia Alhamdulillah juga lancar namun lebih berhasil saya”7

6

Nukhid, wawancara, Rejosari, Mei 2016

7


(58)

45

Dan juga hasil penuturan dari bapak Wakijan seorang buruh tani dari Desa Spanyol Kecamatan Kertosono Kabupaten Nganjuk menuturkan:

“saya berkelana ke makam – makam itu mulai sejak awal menikah. Awalnya saya sowan ke Kiai Nukhid tentang masalah hidup saya terutama masalah ekonomi, saya bekerja sebagai buruh tani dengan gaji yang kurang untuk kebutuhan sehari – hari keluarga.

padahal kewajiban kepala rumah tangga

membahagiakan dan mencukupi keluarga. Sejak saya dapat wejangan dari Kiai Nukhid untuk berziarah ke makam Mbah Banaran saya rutin kesini bahkan tidur di sini makam Mbah Banaran. Saya juga sering berkunjung ke makam wali lainya, kurang lebih lima belas tahun saya berkunjung ke makam – makam atau berkelana”8

Wawancara dengan bapak Anwar seorang bos kontraktor asal desa Kepung Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri:

8


(59)

46

“banyak orang berziarah mencari barokah tapi juga mencari nomer togel. Pada tahun 1980 itu banyak orang yang mencari nomer togel tapi dilengkapi atau di bungkus dengan ziarah, apabila nomernya tembus mereka melakukan syukuran di makam dengan masak bersama dan makan bersama yang katanya sebagai rasa syukur atas keberhasilan. Pada tahun 1980 – 1990-an adalah dimana perjudian masih dilegalkan oleh pemerintah yang berkuasa Orde Baru. Legalnya perjudian membuat masyarakat banyak yang melakukan perjudian dan banyak masyarakat yang mencari nomer dengan cara semalam tidak tidur dimakam dengan tujuan supaya dapat nomer togel”9

Dalam sesi wawancara yang saya lakukan dengan bapak Fatkhul Qorib seorang guru Madrasah Ibtidaiyah Hadissalam Ngoro Jombang. Beliau berasal dari Dusun Payak Santren Kecamatan Ngoro Kabupaten Jombang mengatakan;

9


(60)

47

“saya sering mengajak anak – anak untuk berziarah ke makam Mbah Imam Faqih biasanya satu bulan sekali saya ajak ke sana bareng – bareng rombongan naik mobil saya. Tujuanya agar anak – anak bisa terbiasa berziarah dan mengetahui apa gunanya berziarah selain itu juga mengerti nilai – nilai agama dan mengamalkanya. Karena dengan mendidik dan membimbing mulai dari dini itu lebih baik dan mudah agar anak udah memiliki bekal pada waktu dewasa nanti, selain punya ilmu – ilmu umum juga memiliki ilmu agama yang sangat

dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat

nanti”10

Wawancara dengan bapak dahlan seorang guru asal Dusun Payak Santren juga sama seperti bapak Fatkhul Qorib yang mempelopori ziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih):

10


(61)

48

“awalnya saya ajak anak – anak ke makam Mbah Banaran itu mau menjelang ujian nasional biar dapat berkah, keinginannya terkabul lulus semua dengan baik, karena saya juga sering ziarah ke sana makanya saya ajak anak – anak ke makam, bahkan sekarang saya ajak satu bulan sekali ziarah ke makam Mbah Banaran”11

Masyarakat yang masih memegang teguh warissan budaya leluhurnya yang terjadi di makam Mbah Banaran (Mbah Imam faqih). Seperti yang dituturkan oleh Mbah Min penjaga Makam yang sudah lebih dari tiga tahun tinggal di situ tidak pernah pulang ke daerah asalnya yang katanya beliau berasal kencong Jember. Tapi beliau bukan juru kunci namun seperti juru kunci:

“makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) ini banyak yang menziarahi, banyak dari berbagai daerah yang datang ke sini untuk berziarah dengan berbagai tujuan. Makam sini ramai para peziarah itu pada waktu haulnya Mbah Banaran (Mbah Imam

11


(62)

49

Faqih) setiap Jum’at Pahing Bulan Sapar (penanggalan Jawa), dari berbagai kalangan datang

kesini dengan membawa bermacam – macam

makanan untuk masyarakat desa Banaran itu

membawa Ambeng12 yang nanti akan dimakan

bersama – sama dengan peziarah yang hadir di acara haulnya Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Acara ini setiap tahun yang datang makin bertambah terutama dari daerah luar desa Banaran dan sekitarnya. Acara seperti ini udah menjadi tradisi budaya masyarakat khususnya masyarakat desa Banaran, haul dan selamatan di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) sebagai rasa hormat kepada beliau pembabat desa ini.13

Seorang pejabat kecamatan yaitu bapak Ansori berasal dari Dusun Potok Kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri, beliau mengatakan:

12

Ambeng istilah Jawa yang mana nasi, ikan, bumbu dan sayur-sayur di jadikan satu di dalam sebuah wadah atau nampan.

13


(63)

50

“ziarah kesini itu menjadi rutinitas saya, kalau tidak setiap hari iya setiap minggu pasti kesini pokoknya dalam satu minggu 4 – 5 kali datang berziarah kesini. Saya ziarah kesini itu mendapat arahan dari kiai saya yang adadi Payak Santren, beliau menyuruh saya berziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) agar pertama bisa mendapatkan barokah dari orang yang yang dekat sama Allah SWT. Melalui pelantara beliau supaya apa tujuan kita bisa cepat terkabul dan hidup menjadi lebih baik lagi.”14

Dari penuturan juru kunci makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) yaitu bapak Abdul Khotib menanggapi akan fenomena peziarah :

“makam sini ramai itu saat musim pemilu baik itu pemilu kada atau pemilu legislatif tingkat daerah

14


(64)

51

kabupaten, terutama saat pemilihan kepala daerah seperti kepala desa atau kepala dusun. Mereka yang mencalonkan itu sering datang berziarah ke makam sini ada yang sampai tidur bermalam di makam dan sering ngasih rokok untuk orang yang ada di makam, sedangkan untuk penjaga makam yang selalu ada di situ dikasih uang dan rokok. Ada juga calon yang melakukan doa bersama di makam dengan para pendukungnya apalagi saat pemilihan kepala desa Banaran sini, setiap calon dan para pendukungnya bergantian doa bersama di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih).” 15

Melihat dari catatan sipil di kantor kelurahan desa Banaran, masyarakat desa Banaran sangat beragam penganut aliran kepercayaan yang mana salah satunya yaitu penganut aliran kepercayaan kejawen.

Seperti yang terjadi dalam kasus peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih), ada salah seorang peziarah

15


(65)

52

bernama bapak Supriyanto seorang sopir asal desa Banaran Kandangan Kediri yang menganut kepercayaan kejawen dan beliaunya sering berziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) sampai tidur di makam. Dalam sesi wawancara beliau mengatakan sebagai berikut:

“saya ini penganut aliran kejawen atau orang kejawen. Aliran Kejawen warisan dari mbah – mbah saya dulu, tradisi yang turun temurun dari nenek moyang. Saya beragama Islam namun juga penganut kejawen16”

Penuturan dari hasil wawancara dengan seorang yang udah tua usianya beliau mengatakan 83 tahun dan masih sehat meskipun agak sedikit sakit bawaan umur bernama Mbah Tri/Mbah Dok rumahnya dekat makam Mbah Banaran berjarak kurang lebih 200 meter dari makam :

16


(66)

53

“sebelum masuk ke makam mengucapkan nyuwun sewu eyang kulo bade sowan dan niat di tata serta yakin itu kuncinya bila ingin berhasil tujuanya ziarah ke makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih). Di dalam makam semedi heningno cipto madep mantep, diam, pejamkan mata, fokus konsentrasi dan tidak usah pedulikan apa – apa jangan membaca apapun baik itu zikir atau wirid pokoknya semedi heningno cipto urip sakjerone mati, mati sakjerone urip yaitu semedi”17

Wawancara dengan bapak Narko seorang wiraswasta berasal dari Batu Malang yang sudah dua tahun berziarah berziarah ke makam Mbah Imam Faqih:

“Orang yang berziarah ke sini itu udah banyak yang berhasil dengan tujuan yang diinginkan. saya berziarah ke sini itu disuruh oleh guru atau kia saya

17


(67)

54

yang ada di Batu Malang untuk sering berziarah kesini supaya masalah keluarga saya bisa selesai”18

B. Ritual peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

Di masa awal kerasulan, Rasulullah pernah melarang ziarah kubur. Hal ini karena ketika itu orang Islam masih peka terhadap penyembahan arca dan berhala. Oleh karena itu, jika saat itu ziarah kubur tidak dilarang, besar kemungkinan disalah artikan. Namun setelah Rosulullah memberi contoh dengan pergi kemakam Syuhada’ Uhud maka seakan akan Rosullulah telah membuka pintu dan berkata: “ silahkan kalau mau ke kubur, tetapi ikuti caraku.”19

Dalam ziarah tentu tidak lepas dari adanya ritual yang dilakukan di makam yang diziarahi, seperti ritual - ritual pada umumnya yang dilakukan oleh para peziarah di makam – makam yang di kramatkan atau yang diziarahi. Ritual para peziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) juga tidak berbeda dengan ritual para peziarah di makam – makam lainya.

1. Tatacara berziarah di makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih)

18

Narko wawancara, Banaran Juni 2016

19


(1)

80

wali songo. Dalam aktifitas ziarah para peziarah melakukan selametan dengan

membaca tahlil yasin, do’a dan membawa sesajen makanan yang lengkap, tetapi

itu untuk makan bersama keluarga yang ikut berziarah. Banyak peziarah yang datang untuk berziarah. Mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda baik dari faham kepercayaan seperti NU, Muhammadiyah dan Kejawen, etnis seperti orang keturunan Tionghoa dan orang Jawa, budaya seperti masyarakat sekitar makam dengan peziarah santri pondok pesantren, profesi seperti petani, pedagang, birokrat, pengusaha, wiraswasata dan pemuda pengangguran. Selain itu, peziarah yang yang datang berasal dari berbagai daerah bukan hanya dalam provinsi melainkan luar provinsi.

3. Motif dan tujuan peziarah melakukan ziarah berbeda-beda. seolah – olah makam beliau memiliki kekuatan dan daya tarik yang luar biasa untuk berziarah demi tujuan serta keinginan supaya dapat cepat terkabulkan. Dari fakta yang ada banyak peziarah yang sudah sukses tujuanya terkabul dengan berziarah di makam beliau, itulah salah satu kekuatan daya tarik peziarah untuk berziarah dengan motif atau tujuan berbeda – beda seperti agama, ekonomi, politik, budaya, pendidikan dan kepercayaan.

B. Saran

Setelah melakukan penelitian dan mengambil kesimpulan dari penelitian Ziarah Makam Mbah Banaran (Mbah Imam Faqih) di Desa Banaran kecamatan Kandangan Kabupaten Kediri, maka penulis ingin menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:

Janganlah menjadikan kepercayaan terhadap benda-benda tertentu sebagai satu-satunya usaha, karena kekuatan tetapi kita sebagai umat islam harus tetap saling


(2)

81

maha Esa Yaitu Allah. Jadikan tradisi ziarah itu sebagai obat kekeringan hati dan peningkatan iman jangan dijadikan sebagai tempat meminta karna itu bisa musrik mengingkari kekuatan Allah yang maha besar. Sebab kuburan itu tujuanya untuk mengingat kematian bukan tempat meminta. Kita boleh berziarah tapi niatnya harus ditata dengan baik hanya semata – mata mengingat kematian dan bisa lebih dekat kepada sang pencipta.

Sebagai hasil dari penelitian Skripsi ini sangat jauh dari kata sempurna tetapi harapanya bisa menjadi tambahan bahan literasi dalam mengembangkan keilmuan bagi mahasiswa pada khususnya dan masyarakat pada umumnya demi menambah wawasan pengetahuan kita bersama dan kemajuan bersama.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Mulyana, Deddy. Komunikasi Antar Budaya : Panduan Berkomunikasi Dengan Orang-orang Berbeda Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001.

Tim Prima Pena. kamus ilmiyah populer; edisi lengkap. Surabaya: Gramedia Press, 2006.

Abdu Hakim, Atang dan Mubarok, Jaih. Metodologi Stadi Islam. Bandung: Pemuda Rosdakarsa, 1999.

Syam, Nur. Madzhab-Madzhab Antropologi. Yogyakarta: LkiS, 2007. Amin, Ahmad. Ilmu Akhlak. Jakarta: Bulan Bintang, 1995.

Syam, Nur. Islam Pesisir. Yogyakarta: LkiS, 2007.

Hakim, Agus. Perbandingan Agama. Bandung: Diponegoro, 1996.

Tim Kompas. Jejak Para Wali dan Ziarah Spiritual. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2006.

Rosidah, Feryani Umi. Etnografi Ziarah Makam Sunan Ampel. Surabaya: IAIN Press, 2010.

Chambert, Henri & Claude Guillot. Ziarah dan Wali di Dunia Islam. Jakarta: Komunitas Bambu, 2010.

Imanulhaq Faqieh, Maman. Fatwa dan Canda Tawa Gus Dur. Jakarta: Kompas, 2010. Endraswara, Suwardi. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2003.

M. Zeitlin, Irving. Memahami Kembali Sosiologi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995.

Irawan, I. B. Teori-Teori dalam Tiga Paradigma. Jakarta: Prenada Media Group, 2003. Afandi, Abdulloh Khozin. Fenomenologi Pemahaman Terhadap Pikiran-Pikiran

Edmund Husserl. Surabaya: eLKAF, 2007.

Dofier, Zamaksari. Tradisi Pesantren. Jakarta: LP3S, 1994.


(4)

Pujileksono, Sugeng. Pengantar Antropologi. Malang: UMM Press, 2009. Maryaeni. Metodologi Penelitian Kebudayaan. Jakarta: PT. Bumi Angkasa, 2005.

Umar, Husen. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003.

Nasution, S. metode research. Jakarta: Bumi Aksara, 1996.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Renika Cipta, 1998. https://id.m.wikipedia.org. ensiklopedia bebas. Pangeran pekik.

Abimanyu, Soedjipto. SejarahMataram.Yoyakarta: Diva Press, 2015.

Masyhuri, A. Aziz. Ensiklopedi 22 Aliran Tarekat dalam Tasawuf. Surabaya: Imtiyaz, 2011. Catatan sipil desa Banaran Kecamatan kandangan kabupaten Kediri.

Mbah Jan wawancara, Mei 2016. Abdul Khotib wawanara, Mei 2016.

simanjutak at al,Truman. Metode Penelitian Arkeologi. Departemen Pendidikan Nasional: 1999. Yuniar, Yanti. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Penerbit: Agung Media Mulia.

Abdul Fattah, Munawir. Tuntunan praktis ziarah kubur. Yogyakarta: PT. LKiS Printing Cemerlang, 2010.

Dahlan, wawancara. Banaran, 3 Mei 2016. Nukhid, wawancara. Rejosari, Mei 2016.

Thoyyib, Wawancara. Banaran, 25 April 2016. Wakijan, wawancara. Banaran, Mei 2016. Narko, wawancara. Banaran, Juni 2016.


(5)

Mbah Minanto, Wawancara. Banaran, 12 Mei 2016. Bapak Ansori, Wawancara. Banaran, 14 Mei 2016. Abdul Khotib, Wawancara. Banaran, 15 April 2016. Priyanto, wawancara. Banaran, Mei 2016.

Mbah Tri/Dok, wawancara. Banaran, Mei 2016. Darmuji, wawancara. Banaran, 20 Mei 2016.

Geerts. Antropologi Agama.Yoyakarata: AK Group, 2003.

Kato, Hisanori. Agama dan Peradaban. Jakarta: Dian Rakyat 2002. Abbas, Sirojuddin. 40 masalah Agama, 208.

Solikhin, Muhammad. Ritual dan Tradisi Islam Jawa. Yogyakarta: Naarasi, 2010. QS. Surat Al-fatekhah, 1:5.

Syafaq, Hammis. Islam Populer dalam Masyarakat Perkotaan. Yogyakarta: Impulse 2010.

Azra, Azyumardi. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru. Ciputat: PT. LOGOS Wacana Ilmu, 1999.

Mufrodi, Ali. Pranata Sosial Islam Indonesia 1900-1945. Surabaya: Alpha, 2007. Hadi, Machmoed & M. Zuhron Arofi. Orientasi dan Makna Tradisi Ziarah.PDF. Portal

Garuda IPI. Download.portalgaruda.org/article.

Yuliatun,” Ziarah Wali Sebagai Media Layanan Bimbingan Konseling Islam Untuk Membangun Keseimbangan Psikis Klien”. Jurnal bimbingan konseling Islam volume 6 no. 2 Desember 2015.


(6)

Afifuddin Ismail.”Ziarah ke makam Wali: Fenomena Tradisional di Zaman Modern, Jurnal “Al-Qalam” Volume 19 Nomor 2 (Desember, 2013), 157.

Shashangka, Damar. Ilmu Jawa Kuno Sanghyang Tattwajnana Nirmala Nawaruci. Jakarta: Dolphin Press, 2015.