PENDEKATAN DIAGNOSTIK DAN TERAPI DIARE KRONIS ipi13129

Tinjauan pustaka

PENDEKATAN DIAGNOSTIK DAN TERAPI DIARE KRONIS

NGP Cilik Wiryani, I Dewa Nyoman Wibawa
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/RS Sanglah, Denpasar

SUMMARY

DIAGNOSTIC APROACH AND TREATMENT OF CHRONIC DIARRHEA

Diarrhea is defined as a change in bowel habit, with an increase in stool frequency or fluidity or both, more than 3 times
daily or stool weight > 200 g/day. Acute diarrhoe if it is less than 2 weeks of duration, persistent if between 2-4 weeks in duration,
and Chronic if it is more than 4 weeks in duration. Diarhoea is a common problem around the world. Chronic diarrhea morecompleks
about diagnosis and treatment than acute one. The pathophysiiological mechanisms chronic diarhoea divided into major group
osmotic, secretory and imflamtory. A carefull history will often suggest the diagnosis and direct investigations. Physical examination
more usefull to measure the severity of diarhoe rather than suggest the cause of chronic diarhoea. Iinitial investigation include
blood test, serology for celiac ds, stool examinations. Small intestinal and colon ds need for enteroscopy, capsul endoscopy,
sigmoidoscopy, colonoscopy, many test for non invasive for malabsorption. In specific clinical conditions need specific examination
too. Small Intestinal Bacterial Overgrowth can be diagnosed directly by culture from aspiration of duodenal fluid or indirectly by
using breath test. Bile acid malabsorption can be diagnosed by by measured bile acid radioactif labelled measured of metabolite

serum, and bile acid excretion. Lactose malabsorption can be diagnosed by lactose assay, breath test (hydrogen

14

C Lactose and

13

C lactose). Increasing orocaecal transit time diagnosed by using barium study, radionucleide scintygraphy, lactose hydrogen
breath test. Chronic diarrhoea due to increasing hormones producing tumours diagnosed by measured increasing level of hormones
in to serum. Investigations patients with chronic diarrhoea available in the ambulatory or hospitalised patients. Treatment of
chronic diarrhoea depends on the specific aetiology and may be curative, suppressive or empirical.
Keywords:

chronic diarrhea, diagnostic aproach

PENDAHULUAN

negara berkembang. Biasanya ringan dan sembuh
sendiri, tetapi diantaranya ada yang berkembang


Diare didefinisikan sebagai

buang air besar

yang tidak berbentuk atau dalam konsistensi cair dengan
frekwensi yang meningkat, umumnya frekwensi > 3 kali/
1-

hari, atau dengan perkiraan volume tinja > 200 gr/hari.
3

Durasi diare sangat menentukan diagnosis, diare akut

jika durasinya kurang dari 2 minggu, diare persistent
jika durasinya antara 2-4 minggu, dan diare kronis jika
durasi

lebih


dari

4

minggu.

2

Diare

merupakan

permasalahan yang umum diseluruh dunia, dengan
insiden yang tinggi baik di negara industri maupun di

66

1

menjadi penyakit yang mengancam nyawa.


Diare juga

dikatakan penyebab morbiditas, penurunan produktifitas
4,5

kerja, serta pemakaian sarana kesehatan yang umum.
Diseluruh

dunia

lebih

dari

1

milyar

penduduk


mengalami satu atau lebih episode diare akut pertahun.
Di USA 100 juta orang mengalami episode diare akut
pertahun. Statistik populasi untuk kejadian diare kronis
belum pasti, kemungkinan berkaitan dengan variasi
definisi dan sistem pelaporan, tetapi frekuensinya juga
cukup tinggi. Di USA prevalensinya berkisar antara 2 –
J

Peny Dalam, Volume 8

Nomor 1 Januari 2007

7%. Sedangkan dinegara Barat, frekwensinya berkisar

yang besar, tanpa rasa nyeri dan menetap dengan puasa.

antara 4-5%. Pada populasi usia tua, termasuk pasien

Diare osmotik terjadi bila ada asupan


dengan gangguan motilitas, didapatkan prevalensi yang

penyerapan yang berkurang, solute osmotik aktif dalam

jauh lebih tinggi yaitu 7 –14%.

6,7

makanan,

lumen yang melampaui kapasitas resorpsi kolon.

Diare akut jelas masalahnya baik dari segi

Kandungan air feses meningkat sebanding dengan

patofisiologi maupun terapi. Hal ini berbeda dengan

jumlah solut. Diare osmotik ditandai keluhan yang


diare kronis yang diagnosis maupun terapinya lebih

berkurang saat puasa dan menghentikan agen penyebab.

rumit dari diare akut. Bahkan dilaporkan sekitar 20%

Diare inflamasi umumnya disertai dengan nyeri, demam,

diare kronik tetap tidak dapat diketahui penyebabnya

perdarahan,

walaupun telah dilakukan pemeriksaan intensif selama

Mekanismenya tidak hanya melalui eksudasi saja,

8,9

atau


tanda

inflamasi

yang

lainnya.

Diare kronik bukan suatu kesatuan

tergantung lokasi lesi, dapat melalui malabsorpsi lemak,

penyakit, melainkan suatu sindrom yang penyebab dan

gangguan absorpsi air dan atau elektrolit dan hipersekresi

patogenesisnya multikompleks. Mengingat banyaknya

atau hipermotilitas karena pelepasan cytokines dan


kemungkinan penyakit yang dapat mengakibatkan diare

mediator inflamasi yang lain. Ditandai dengan adanya

kronik

2 – 6 tahun.

harus

leukosit atau protein yang berasal dari leukosit seperti

dikerjakan maka dibuat tinjauan pustaka ini untuk dapat

dan

banyaknya

pemeriksaan


yang

calpotrectin pada analisa feses. Proses inflamasi yang

melakukan pemeriksaan lebih terarah.

berat dapat menyebabkan terjadi kehilangan protein
2,4

eksudatif yang memicu terjadinya edema anasarka.

Berdasarkan mekanisme patofisiologi yang

ETIOLOGI

mendasari terjadinya diare kronis, maka penyebab utama
Kemungkinan penyebab diare kronik sangat
beragam, dan tidak selalu disebabkan kelainan pada usus.
Di negara maju, sindrom usus iritatif dan penyakit radang

usus

non

spesifik

(inflamatory

bowel

merupakan penyebab utama diare kronik

disease)

5,6,

. Dinegara

berkembang infeksi dan parasit masih menjadi penyebab
tersering.

Diare kronis dapat terjadi pada kelainan

endokrin, kelainan pankreas, kelainan hati, infeksi,
keganasan,

dan

sebagainya.

9 , 11 , 1 2

Berdasarkan

mekanisme patofisiologi yang mendasari terjadinya,
diare kronis diklasifikasikan menjadi 3 golongan yaitu:
diare sekretorik, diare osmotik dan diare inflamasi.
Klasifikasi lain ada juga yang membagi menjadi 3 jenis
yaitu diare cair (watery diarrhea), yang mencakup diare
sekretorik dan diare osmotik, diare imflamasi dan diare
berlemak (fatty diarrhea).

6,9

Diare sekretorik terjadi karena gangguan
transportasi cairan dan elektrolit melewati mukosa
enterokolik. Ditandai diare cair, dengan volume feses

Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis
NGP Cilik Wiryani, I Dewa Nyoman Wibawa

diare kronis
a.

adalah sebagai berikut :

Diare cair (watery diarrhea):
Diare osmotik: osmotik laxative, malabsorpsi
karbohidrat
Diare sekretorik:
Sindrom

kongenital,

chloridorhea.

misalnya

Toksin bakterial, ileal

congenital
malabsorpsi

asam empedu ileum. Inflamatory bowel disease
(IBD) terdiri dari kolotis ulseratif, dan penyakit
Chron’s, kolitis mikroskopis, dan divertikulitis.
Vaskulitis, keracunan dan obat. Penyalahgunaan
laxative (stimulant laxative). Gangguan motilitas atau
regulasi

berupa

diare

postvagotomy,

postsympathectomy, diabetes autonomik neuropati,
irritable bowel syndrome.

Penyakit endokrin:
Hipertiroidism, Addison’s disease, gastrinoma,
VIPoma, somatostatinoma, carsinoinoid sindrom,
mastositosis, feokromasitoma.
67

Tumor lain: karsinoma kolon, limfoma, villous

pengeluaran tinja yang cair disertai dengan darah

adenoma.
Diare sekretorik idiopatik: diare sekretorik epidemik

atau

1.

diverticulitis,

ulcerative

2.

Riwayat operasi sebelumnya: reseksi ekstensif

asam empedu. Pertumbuhan bakteri berlebih

Infeksi viral ulceratif: citomegalo, herpes simplek

juga dapat terjadi pada situasi ini, terutama pada

Iinfeksi parasit invasif: amebiasis, strongiloides.
kolitis

radiasi,

operasi bypass seperti pada operasi lambung,

keganasan

dan bypass jejunoileal pada obesitas. Reseksi

(karsinoma kolon, limfoma).

pendek pada ileum terminal menimbulkan bile

Diare berlemak (fatty diarrhea)

acid diarrhea yang terjadi setelah makan dan

Sindrom malabsorpsi

biasanya

Penyakit mukosa (celiac sprue, whipple disease).

colestyramine. Diare kronis juga dapat terjadi

Sindrom usus pendek, pertumbuhan bakteri berlebih

setelah cholesystektomy melalui mekanisme

Maldigesti:

insufisiensi

eksokrin

3.
4.

PENDEKATAN DIAGNOSTIK

dalam

memilih

dan

Penyakit pankreas sebelumnya.
Penyakit sistemik: tirotoksikosis dan penyakit
parathyroid, diabetes mellitus, penyakit kelenjar

Mengingat penyebabnya yang begitu beragam,
berhati-hati

puasa

asam empedu.

1,8

harus

terhadap

empedu dan peningkatan siklus enterohepatik

pankreas,

konsentrasi asam empedu liminal inadequat.

kita

berespon

peningkatan transit usus, malabsorpsi asam

diusus halus (SIBO), iskemik mesenterik.

adrenal, dan

macam

sklerosis sistemik dapat menjadi

predisposisi diare melalui berbagai mekanisme

pemeriksaan.

termasuk efek endokrin, disfungsi autonomik,

Anamnesis

pertumbuhan bakteri berlebih diusus halus dan

Anamnesis yang lengkap sangat penting dalam
assessment penderita dengan diare kronis. Dari

pemakaian obat-obatan.
5.

Alkohol: diare banyak terjadi pada pemakai

anamnesis dapat diduga gejala timbul dari kelainan

alkohol. Mekanismenya meliputi transit usus

organik atau fungsional, membedakan malabsorpsi

yang cepat, penurunan aktifitas disakaridase

kolon atau bentuk diare inflamasi, dan menduga

usus, dan

penyebab spesifik. Gejala mengarah dugaan organik

6.

penurunan fungsi pankreas.

Obat-obatan: lebih dari 4% kasus diare

kronis

jika didapatkan diare dengan durasi kurang dari 3

terjadi karena obat-obatan, terutama produk

bulan, predominan nocturnal atau kontinyu, disertai

yang mengandung magnesium, antihipertensi,

1,6

non steroid anti inflammatory drugs (NSAIDs),

Malabsorpsi sering disertai dengan steatore, dan tinja

theophyline, antibiotik, antiaritmia dan anti

pucat dan dalam volume yang besar. Bentuk

neoplastik agen.

penurunan

68

Riwayat keluarga: terutama keganasan, penyakit

lemak, penurunan transit time, malabsorpsi

Infeksi bakteri invasive seperti TBC, yersinosis.

a.

yang

peningkatan malabsorpsi karbohidrat dan

Kolitis pseudomembranosa.

c.

spesifik

karena penurunan jumlah permukaan absorpsi,

Penyakit infeksi:

iskemik,

risiko

ileum dan kolon kanan menyebabkan diare

jejunoileitis.

Kolitis

Faktor

celiac, inflamatoriy bowel disease.

Inflamatory bowel disease: colitis ulserative,
C h r o n ’s ,

3,6

6

Diare inflamasi

penyakit

l e n d i r.

meningkatkan dugaan diare organik antara lain:

(Brained), idiopatik diare sekretorik sporadik.
b.

inflamasi atau sekretorik kolon ditandai dengan

berat

badan

yang

signifikan.

J

Peny Dalam, Volume 8

Nomor 1 Januari 2007

7.

8.

9.

Perjalanan luar daerah dalam waktu dekat atau

Tes serologi untuk penyakit Celiac

sumber

Penyakit Celiac merupakan penyebab enteropati

infeksi

potensial

terhadap

gastrointestinal yang patogen.

usus kecil terbanyak dinegara barat, yang ditandai

Pemakaian antibiotik dan infeksi clostridium

dengan diare karena steatore dan malabsorpsi.

dificille

Penapisan

Defisiensi laktase

antiendomysium antibody (EMA) atau anti retikulin

Perlu juga di cari anamnesis khusus tentang

antibody.

serologi

menggunakan

Ig

A

3,6

kemungkinan diare kronis yang terjadi pada
14

pada penderita dengan infeksi HIV/ AIDS.

Pemeriksaan tinja
Sulit untuk menilai diare hanya berdasarkan

b.

Pemeriksaan Fisik

anamnesis

Inspeksi

feses

merupakan

Pemeriksaan fisik lebih berguna untuk

pemeriksaan yang sangat membantu. Pemeriksaan

menentukan keparahan diare dari pada menemukan

feses dibedakan menjadi tes spesifik dan tes non

penyebabnya. Status volume dapat dicari dengan

spesifik. Pemeriksaan spesifik diantaranya tes untuk

dengan mencari perubahan ortostatik tekanan darah

enzim pankreas seperti elastase feses. Pemeriksaan

dan nadi. Demam dan tanda lain toksisitas perlu

non spesifik

dicari dan dicatat. Pemeriksaan fisik abdomen

perhitungan osmotik gap mempunyai nilai dalam

dengan melihat dan meraba distensi usus, nyeri

membedakan diare osmotik, sekretorik dan diare

terlokalisir atau merata, pembesaran hati atau massa,
dan mendengarkan bising usus
Perubahan

kulit

15

dapat

dilihat

pada

berupa papula berminyak dan purpura pinch. Tanda
10,11

limfadenopati menandakan AIDS atau limfoma

.

Tanda-tanda arthritis mungkin dijumpai pada
inflammatory bowel disease. Pemeriksaan rektum
dapat memperjelas adanya inkontinensia feses.
Pemeriksaan awal (initial investigation)
Tes darah
Abnormalitas pada penapisan awal seperti laju endap
darah yang tinggi, anemia, albumin darah yang
rendah memperkuat dugaan adanya penyakit
organik. Penapisan dasar untuk dugaan malabsorpsi
meliputi

hitung darah lengkap, urea dan elektrolit,

tes fungsi hati, vitamin B12, folat, calsium, feritin,
laju endap darah, c- reaktif protein, tes fungsi
tiroid.

6,9

diantaranya osmolalitas tinja dan

factitious. Osmolalitas feses yang rendah < 290
mosmol/kg menandakan kontaminasi urine, air atau

.

mastositosis (urtikaria pigmentosa), amiloidosis

c.

saja.

intake cairan hipotonik berlebihan. Osmolalitas
cairan feses sama dengan serum jika pasien
menggunakan laksansia, daire osmotik atau diare
sekretorik. Fekal osmotik gap dapat dihitung
berdasarkan rumus 290 – 2x (konsentrasi natrium +
kalium). Konsentrasi natrium dan kalium feses
diukur pada cairan feses setelah homogenisasi dan
sentrifugasi. Osmotik gap dapaat dipergunakan
untuk

memperkirakan peranan elektrolit dan non

elektrolit dalam terjadinya retensi air didalam lumen
intestinal. Pada diare sekretorik elektrolit yang tidak
diabsorpsi

mempertahankan air dalam lumen,

sedangkan pada diare osmotik komponen non
elektrolit yang menyebabkan retensi air. Osmotik
gap pada diare osmotik >125 mosmol/kg, sedangkan
pada diare sekretorik < 50 mosmol/kg.

6,9

Pada diare kronik dengan dugaan penyebab agen
infeksius dilakukan kultur feses dan pemeriksaan
mikroskopis. Infeksi oleh protozoa seperti amoeba

Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis
NGP Cilik Wiryani, I Dewa Nyoman Wibawa

69

dan giardia lamblia dapat menimbulkan diare yang

PENYAKIT MUKOSA USUS HALUS DAN USUS
BESAR

kronis. Pemeriksaan tinja segar dalam 3 kali ulangan
untuk menemukan telur, kista, parasit masih
merupakan alat diagnostik utama dengan sensitifitas
6,11

60 – 90%.

Pemeriksaan darah

samar digunakan

secara luas untuk skreening keganasan. Petanda
inflamasi

gastrointestinal pada feses seperti

laktoferin, calpotrectin

sedang dalam penelitian,

belum diperkenalkan dalam klinis praktis.

ditemukan pada endoskopi konvensional. Untuk
konfirmasi diagnostik radiologis pada kecurigaan lesi

penderita dengan malabsorpsi dan diare yang tidak dapat
dijelaskan pada penderita imunokompromise, dengan

Diare “factitious” yang disebabkan pemakaian
laksansia, atau panambahan urine atau air pada
spesimen feses secara sengaja merupakan penyebab
umum diare kronis dinegara barat, dengan angka
kejadian mencapai 15%. Hal ini merupakan bagian
d a r i M u n c h a u s e n s y n d ro m e y a i t u p e n o l a k a n
peningkatan berat badan atau bulimia.

Penderita biasanya perempuan, dengan riwayat
gangguan

Enteroskopi diindikasikan untuk perdarahan
gastrointestinal tersamar (occult bleeding) yang tidak

jejenum atau ileum. Juga berperanan untuk evaluasi

4,6

Diare “factitious”

terhadap

Enteroskopi dan kapsul endoskopi

psikiatri,

gangguan

makan

dan

mempunyai pandangan yang salah mengenai bentuk
dan ukuran badan. Diare yang terjadi dapat berupa
diare osmotik maupun sekretorik. Tes laboratorium
untuk diare karena pemakaian laksansia

melakukan biopsi standar pada jejenum proksimal.
Enteroskopi dilakukan dibawah lindungan anestesi,
17-20

dengan atau tanpa intubasi melalui jalur oral atau anal.
Kapsul endoskopi

kondisi saluran cerna seperti perdarahan, malabsorpsi,
nyeri perut, penyakit Chron’s, enteritis infeksius, celiac
sprue dan dan ulserasi yang diinduksi obat. Kapsul
endoskopi memakai kamera video, dengan kapsul
berukuran

11 – 30 mm, berisikan kamera, sumber

cahaya, radio transmitter dan baterry. Pasien cukup
menelan kapsul endoskopi dan kamera akan

merekam

dan mentransmisikan gambar sepanjang gastrointestinal
pada alat perekam

18.19,20

yang dipakai dipinggang.

meliputi :

Barium enema untuk tes kolon katartik (kolon kanan

Kolonoskopi dan sigmoidoskopi

tanpa haustra). Sigmoidoskopi untuk menemukan

Pada sebagian besar penderita diare kronis

secara langsung melanosis kolon (kadang-kadang

pemeriksaan endoskopi diperlukan, walupun dugaan

merupakan varian normal. Pengukuran alkalinisasi

penyebabnya adalah malabsorpsi. Sigmoidoskopi rigid

tinja

tanpa persiapan dapat dilakukan pada penderita rawat

untuk

anthraquinon,

mendeteksi
bisacodyl

phenopthalein,

menjadi

biru

ungu.

jalan untuk menilai dengan cepat rektum dan feses.

6

Spektrofotometri atau khromatografi dari urine atau

Fleksibel sigmoidoskopi lebih dipilih karena dapat

cairan feses, dapat mendeteksi anthraquinon,

mencapai sigmoid dan kolon desenden sekaligus dapat

phenopthalein, bisacodyl. Pengukuran osmolalitas

melakukan biopsi untuk pemeriksaan histopatologi.

feses berguna jika 50
mosm/kg, pengukuran kadar magnesium feses,
1,6,7

kadar sulfat dan fosfat.

Diare juga dapat disebabkan oleh keganasan kolorektal.
Dalam hal ini kolonoskopi diperlukan untuk skreening,
diagnostik dan eksklusi atau konfirmasi diagnostik
kondisi lain seperti kolitis mikroskopik, limfositik dan
collagenous kolitis.

70

ditujukan untuk diagnosis

3,6

J

Walaupun diagnosis dapat

Peny Dalam, Volume 8

Nomor 1 Januari 2007

dilakukan dengan fleksibel sigmoidoskopi, tetapi dengan

mempunyai hasil abnormal pada semua tes fungsi

banyaknya kasus negatif palsu, direkomendasikan

pankreas. Pengobatan dengan suplementasi enzim

pengambilan bahan dari kolon asenden dan kolon

pankreas merupakan alternatif untuk perkiraan fungsi

transversum. Endoskopi saluran cerna atas hanya

pankreas. Metode ini sangat mahal dan tidak selalu dapat

memberikan sedikit informasi dalam upaya diagnostik

mengatasi diare yang terjadi, sehingga pendekatan

penderita dengan diare kronik yang terjadi karena dugaan

diagnosis ini tidak dianjurkan. Tes fungsi pankreas

malabsorpsi. Pemeriksaan radiologi seperti barium

invasif antara lain tes untuk mengukur fungsi eksokrin

follow through atau barium enteroclisis pada beberapa

dengan analisis aspirasi cairan duodenum

kasus juga dikatakan masih diperlukan untuk melengkapi

stimulasi sekresi pankreas mempergunakan sekretin,

kolonoskopi maupun ileoskopi. Saat ini diperkenalkan

dengan atau tanpa cholesistokinin, atau setelah

pemeriksaan dengan sel berlabel technetium hexa-

perangsangan tidak langsung dengan tes makanan

methyl-propyleneamine oxime (Tc-HMPAO) sebagai

standar. Tes makanan dengan glukosa, minyak jagung

pemeriksaan invasif untuk mengetahui inflamasi

dan casilan diberikan secara oral kemudian dilakukan

intestinal dengan sensitifitas yang hampir sama dengan

4 kali aspirasi tiap 30 menit dan dikumpulkan dalam es

barium follow trough dalam mendiagnosis penyakit

untuk menilai aktifitas triptik. Tes ini sangat tergantung

Chron’s

pada ileum terminal.

6

setelah

faktor diluar pankreas seperti lambung, fungsi vagus,
dan

Tes non invasif untuk malabsorpsi

pengeluaran

endogen.

6,15

sekretin

dan

cholecistokinin

Pemeriksaan imaging

dengan USG,

Pendekatan pemeriksaan untuk malabsorpsi

computerised tomography, endoscopic retrograde

meliputi pengukuran substansi tidak terserap dalam

cholangiopancreatograph (ERCP), dan magnetic

darah, urine, atau detekasi bahan tersebut dalam feses.

resonance Cholangiopancreaticography (MRCP).

Untuk malabsorpsi lemak, dilakukan pemeriksaan lemak

ERCP merupakan pemeriksaan baku untuk diagnosis

feses dengan pengukuran lemak tidak terserap pada feses

pankreatitis kronis dan menilai abnormalitas morfologi

tampung selama 3 hari. Metode alternatif dengan analisa

saluran pankreas.

kandungan lemak pada feses 1 kali tampung atau analisis
berlabel radiaoakttif terhadap produk hydrolisis lemak
pada tes nafas (breath test).

Tes nafas meliputi 14C-

triolein atau trigliserid berlabel 13C untuk substrat.
Sensitifitasnya rendah untuk malabsorpsi lemak yang
ringan maupun sedang. Pengecatan dengan sudan III
dapat sebagai tes kualitatif.
protein

3,6

Tes untuk malabsorpsi

jarang dikerjakan karena sulit dan unreliable.

Metode yang dikenal ada 2 yaitu feses clearance

α1 anti

tripsin atau albumin berlabel radiokatif, dan hanya dapat

6

Pemeriksaan fungsi pankreas yang non invasif
dapat dilakukan dengan pemeriksaan enzim serum.
Pemeriksaan ini terbatas nilainya karena

penurunan

enzim serum baru terjadi pada penyakit yang sudah
sangat lanjut. Pemeriksaan

enzim ini meliputi lipase,

tripsin/tripsinogen, dan amilase. Pemeriksaan lain
dengan tes feses terhadap enzim pankreas

meliputi

kimotripsin, lipase dan elastase. Elastase feses dianggap
marker yang sesuai untuk menilai insufisiensi pankreas,
karena tidak mengalami degradasi selama perjalanan

6

dikerjakan pada tingkat laboratorium.

dalam saluran cerna dan kadar dalam feses 5 –6 kali
Pada diare malabsorpsi yang terjadi karena
dugaan insufisiensi pankreas, diperlukan pemeriksaan
khusus baik bersifat invasif ataupun non invasif.
Penderita

steatore

karena

insufisiensi

Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis
NGP Cilik Wiryani, I Dewa Nyoman Wibawa

kadar dalam getah duodenum. Pemeriksaan enzim
elastase ini

dapat dilakukan dengan metode ELIZA

menggunakan 2 monoklonal antibody.

6

pankreas

71

INVESTIGASI DIARE KRONIS YANG TERJADI

empedu berlabel radioaktif, pengukuran metabolit

KARENA KONDISI SPESIFIK
a.

serum dan pengukuran ekskresi garam empedu.
Pemeriksaan

Pertumbuhan bakteri berlebihan dalam usus halus

9

dipertimbangkan

coloni forming unit/ml, secara normal dalam usus

colestiramin.

halus hanya terdapat sedikit kolonisasi bakteri.
lambung, peristaltik usus, dan katup

c.

ileocaecal menjaga gradient bakterial normal antara
oroduodenal

dan ileokolik, dengan konsentrasi

normal pada

jejenum proksimal 1liter/hari, dehidrasi
dan hipokalemi. Nilai normal serum VIP 170 pg/
ml. Diduga diare karena tumor penghasil VIP jika
didapatkan konsentrasi VIP 675 –965 pg/ml.
Kemungkinan gastrinoma jika didapatkan nilai
gastrin

1000 pg/ml (nilai normal 150 pg/ml),

diperkuat dengan produksi basal asam lambung >
6

150mmol/jam .

Pemeriksaan radiologis:
Foto polos abdomen, barium studi untuk saluran
cerna atas, usus

halus dan kolon.

Lain-lain: petunjuk diet , misalnya diet bebas laktose
Endoscopi: sigmoidoscopi dan biopsi
Tahap 2:

(jika pemeriksaan tahap 1 tidak berhasil

menentukan diagnosa)
Pemeriksaan feses: Pemerikaan antigen giardia
dengan

immunosorbent

assay,

alkalinisasi,

pengukuran kadar natrium,kalium, sulfat dan fosfat.
Pemeriksaan urine: kromatografi untuk mendeteksi
bisacodyl, phenopthalein, anthraquinon.
Pemeriksaan radiologis: enteroclisis, CT scan
abdomen.
Endoscopi: kolonoskopi dan ileoskopi dengan biopsi
(untuk kolitis sisi kanan, amebiasis, Chron’s, kolitis

Evaluasi penderita dengan diare kronis dapat

mikroskopis dan kollagenus).

dengan kondisi pasien rawat jalan atau sedang dalam
perawatan dirumah sakit. Evaluasi penderita rawat
jalan dilakukan dalam 2 tahap yaitu:

Pemeriksaan lain: test untuk bile acid atau tes nafas
untuk bacterial overgrowth.

6,7

Tahap 1:
Pemeriksaan tinja:

Evaluasi penderita dengan rawat inap diperlukan karena
banyak diagnosis belum dapat ditegakkan disebabkan

Tes untuk leukosit feses, telur dan parasit 3 kali

pengumpulan feses yang kurang memadai pada pasien

(sebelum barium studi) dan toxin C difficile,

rawat jalan. Langkah-langkah evaluasi meliputi: Hari

pengukuran pH, berat feses dalam gram selama 24

1: konfirmasi, review hasil pemeriksaan rawat jalan. Hari

jam, lemak dalam 72 jam saat pasien mengkonsumsi

ke 2 – 4: puasa 72 jam dengan hidrasi intravena, jika

lemak 75-100 gr/hr.

diare berhenti dalam 24 jam pertama, hentikan puasa.

Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis
NGP Cilik Wiryani, I Dewa Nyoman Wibawa

73

Diare sekretori tidak berhenti dengan puasa, tapi

algoritme pendekatan diagnosis penderita dengan diare

berlanjut dengan > 200 gr feses/hari, monitoring berat

kronis tampak seperti berikut :

feses/hari. Hari

5 – 8: diet 75 – 100 gr lemak/24 jam,

monitor rata-rata berat feses 24 jam dan kandungan
lemak hari 6,7,8. Dengan langkah ini 90% pasien dengan
6,7

diare kronis dapat ditentukan penyebabnya.

Pedoman diagnostik diare kronis

beberapa

Basic investigation
FBC,LFT,Ca, B12
Folate, Fe status
Thyriod function
Coliac serology

simptom suggestive
of functional disease
age < 45 + normal
basic investigation
=irritabel bowel
syndrome

History suggestive of
organic diarrhoea
abnormal basic
investigation

History or finding
suggestive of
malabsorpsion

Small bowel
D2 Biopsi
Barium follow through

Enteropathy
Review
histology
enteroscopy

Bacteri al over growth
Glukose hydrogen breath
tes
Jejunal aspirate and
culture

Hystory or findings
suggestive
colonic or terminal
ileal dissease

Pancreatic
CT pancreas
Faecal elastase or
chymotripsin
pancreolauril tes

further
structural test
ERCP or
MRCP

Dificult diarrhoea
suspicion of laxative
abuse
Persistent symptom
with negative
investigations
High Volume diare

consider inpatient
assesement
24-72 h stool weigths
stool osmolality/
osmotic gap
laxative screen

Fleksible sigmoidoscopy
if < 45
Complement with
Barium enema if >45
colonoscopy preferred
if > 45

terminal ileal
disease exclude?
barium follow through
99m Tc HMPAO
755 SeHCAT

Gambar 1. Flowchart evaluasi diare kronis berdasarkan jenis-jenis diare

74

6

Gut hormone
serum gastrin, VIP
urinary 5 -HIAA

15

J

Peny Dalam, Volume 8

Nomor 1 Januari 2007

PENGOBATAN

a. Diare osmotik

osmotic
diarrhea

Pengobatan untuk diare kronis tergantung
etiologi spesifik, mungkin bersifat kuratif, supressif, atau
empiris.

Stool
analysis

1

Jika penyebabnya dapat ditentukan dapat

dilakukan terapi kuratif, seperti reseksi pada karsinoma
kolorektal. Pada penyakit whipple, pengobatan berupa

Low pH
Carbohidrate
malabsorption

High Mg output
in advertent ingestion
laxative abuse

antibiotik,

sulfamethoxazole

tetasiklin,

dan

ampisilin

trimetoprim
juga

berhasil

3

memberikan perbaikan. Pada diare kerena pertumbuhan
bakteri

Dietary review
Breath H2 test
( lactose)
Lactase assay

terutama

berlebih

diusus

halus,

diterapi

dengan

antibiotika. Pilihan adalah tetrasiklin. dapat pula
diberikan metronidazole, ciprofloxacin, neomycin,
doxysiklin, atau amoksisilin.

3,21,22

Untuk berbagai

kondisi klinis, diare dapat dikontrol dengan supressi

b.

Flowchart untuk diare imflamasi

terhadap mekanisme yang mendasari. meliputi eleminasi
laktose dari diet pada diare karena defisiensi laktase,

inflammatory diarrhoea

eliminasi gluten pada celiac sprue, adsorvent agent
seperti cholestiramin pada malabsorpsi garam empedu,

exclude
structural dissease

penghambat pompa proton seperti omeprasole pada
hipersekresi lambung pada kasus gastrinoma, dan

Small bowel
radigraph

sigmoidoskopy
colonoscopy
biopsy

Ct scan of
abdomen

Small
bowel
biopsy

substitusi enzim pankreas pada kasus dengan insufisiensi
pankreas.

1,14

Pengobatan penderita IBD pada prinsipnya

infeksius
diarrhoea

bertujuan untuk menurunkan atau menghilangkan
gejala, untuk memperbaiki kualitashidup penderita.

b acterial overgrwoth
amebiasis
tuberculosis

parasites
viruse

Pemilihan obat berdasarkan beratnya gejala dan efek
samping obat. Terapi berupa 5 ASA dan kortikosteroid.
Khusus pada penyakit Chron’s, diberikan antibiotika

Flowchart untuk diare berlemak

berupa metronidazole, ciprofloksasin atau kombinasi
keduanya. Pada IBD yang intractable, pilihan terapi

fatty diarrhoe

dengan agen immunosupresan berupa azathioprin,
methotrexate, mercaptopurine atau cyclosporin. Terapi
yang sedang dicobakan adalah penghambat sintesis

exclude
structural
disseases

leukotrien, misalnya zileuton terbukti efektif untuk IBD.

Small bowel
radiograph

Ct Scan Of
abdomen

Small bowel
biopsy
and aspirate for

Demikian pula antibodi monoklonal terhadap TNF
(tumor necrosis factor) dan beberapa sitokin imflamasi.
Pada beberapa studi, tacrolimus juga bermanfaat dalam

exclude
pancreatic
exocrine
insuficiency

pengobatan IBD.

Secretin
test

Bentiromide
test

Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis
NGP Cilik Wiryani, I Dewa Nyoman Wibawa

Stool chymotripsin a
activity

3,23

Tro p i c a l
malabsorpsi

sprue,

pada

yang

penduduk

ditandai
daerah

gejala

tropis

atau

75

pengunjung daerah tropis, dengan dugaan penyebab

secara empiris. Pada diare cair yang ringan-sedang dapat

defisiensi nutrisi dan penyebaran agen infeksius

diberikan golongan opiat ringan seperti diphenoksilat

3

memberikan respon terhadap asam folat dan tetrasiklin.
Kolitis mikroskopis dan

1,3,6

atau loperamide.

collagenous colitis

α2adrenergik

Golongan

yang ditandai penebalan lapisan subepitel kolon,

agonis seperti klonidin dapat
1

diberikan untuk mengontrol diabetik diare . Untuk

pemberian sulfazalazin atau kortikosteroid dapat

semua penderita diare kronis, penggantian cairan dan

memberikan perbaikan gejala, walaupun kadang-kadang
masih membutuhkan

Agen anti motilitas dihindarkan pada

IBD untuk mencegah terjadinya megakolon toksik.

elektrolit

terapi simptomatis seperti

merupakan

mangemen.

3

loperamide.

1,15

komponen

penting

dalam

Untuk kasus dengan steatore kronis

diperlukan replacement vitamin larut dalam lemak.
Jika

penyebab spesifik maupun mekanisme

1

Secara algoritme, manajemen diare kronis dapat

yang mendasari tidak dapat diketahui, terapi dilakukan

diringkas dalam diagram.

CHRONIC DIARRHOEA

spesifik dx
sugested

irritabel b owel

history, physical
exam, routine lab

Rx trial

syndrome,suge ste d

dx unclear

Resolves

dimotility

quantitative
stool testing

persist

low vol
( 200g/d

secretory

mic robiologics t
u dies

struktural eval
with Bx’s
hormone
assay

osmotic

i mflamtory

steatorrheal

if low ph
confirm lactose
(or CHO)
malabsorpt
if high Mg2+
review meds

consider anorectal
disfunction or
proctosigmoiditis

structural eval
with small
bowel Bx
pancreatic
function test

microbiologic
studies
structural
evaluation
with Bx

Fluid/electrolit replacement, if needed,curative, suppressive, or
empirical Rx, as indicated

factitial

suspct if stool
osmolality ↓
Mg2+ ↑
urea ↑
laksative +

confront +
counsel
patient

Rx

Reassure
educate

Sx and
concerns
persist

Sx tolerated

Rx trial and
possible
furter
evaluation

1

Gambar 2. Pendekatan terapi pada diare kronis

76

J

Peny Dalam, Volume 8

Nomor 1 Januari 2007

th

Chaffner F, editors. Bockus Gastroenterology. 5

RINGKASAN

ed. Philadelphia: Mosby; 1990. p.89-99.

Diare merupakan kondisi patologis yang dapat
berwujud dengan gejala yang ringan, namun dapat pula

5.

Simadibrata M, Rani A, Daldiyono, et al. Diseases

berkembang menjadi situasi yang mengancam nyawa.

in chronic non infective diarrhea. The Indonesian

Diare kronis dikatakan apabila durasi diare lebih dari 4

Journal of Gastroenterology Hepatology and

minggu. Diare kronis sangat berbeda dengan diare akut,

Digestive Endoscopy 2004;5:15-8.

dalam hal etiologi, patofisiologi dan pendekatan terapi,
dan

hal

ini

sering

merupakan

masalah

dalam

6.

Guidelines for the investigation of chronic

penanganannya. Diare kronis dapat terjadi pada berbagai

diarrhoea. Gut 2003;52:1-15.

kondisi dasar, tidak hanya merupakan manifestasi
kelainan usus (saluran cerna). Dalam upaya diagnostik,

Thomas PD, Forbes A, Green J, Howdle P, et al.

7.

Lipsky MS. Chronic diarrhea: evaluation and

mengingat penyebab yang sangat beragam, seorang

treatment. American Family Phsycian 1993;43:1-

klinisi hendaknya sangat berhati-hati memilih macam

8.

pemeriksaan. Pendekatan pengobatan diare kronis

8.

mungkin bersifat kuratif, supresif atau hanya terapi

Daldiyono. Pendekatan klinik diare kronik pada
orang dewasa. In: Sulaiman HA, Daldiyono,

empiris, tergantung etiologi spesifik. Penggantian cairan

Akbar

dan elektrolit merupakan komponen penting dalam

N,

9.

Mossoro C, Glaziou P, Simon Yassibanda et al.
Chonic

DAFTAR RUJUKAN
DA,

constipation.

Camilleri
In:

M.

Kasper

Diarrhea

DL,

DA,

Dorn

Evaluation

Microbiology 2002;13:3086-8.
10.

Av a i l a b l e

from:

“http://

1995;332(11):725-9.
11.

WWW.medscape.com” www.medscape.com.
3.

Talley JN, Martin C J.

Report 1993;19:127-8.

4.

Ammon VH.

12.

McGraw-Hill;

1996.p.204-58.

Pendekatan Diagnostik dan Terapi Diare Kronis
NGP Cilik Wiryani, I Dewa Nyoman Wibawa

In:

Haubrich WS,

Vanderhoof

JA. Chronic diarrhea. Pediatric

Review 1990;19:418-22.
13.

Diarrhea.

DP, Orenstein JM. chronic diarrhea and

bacterial infection in patient with AIDS. Brief

diarrhoe and fatty stool. Clinical gastroenterology;

Philadelphia-London:

Kotler

malabsortion ascociated with enteropathogenic

Acute diarrhoe, chronic

a practical problem – based approach. Sydney-

Donowitz M, Kokke FT, Saidi R. Evaluation of
patients with chronic diarrhea. N Eng J Med

and

management of chronic diarrhea: An algorithmic
approach.

and

Central African Republic. Jurnal of Clinical

ed.

2005.p.224-34.

SD.

colitis,

h u m a n i m m u n o d e f i c i e n c y Vi r u s i n B a n g u i ,

Fauci A.S,

th

Drossman

hemoragic

2 adherent eschericia coli in adult infected with

and

Harrison’s principles internal medicine. 16

2.

diarrhea,

hemolytic-uremic syndrome ascociated with Hep-

Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL, editors.

New York: McGraw-Hill;

editors.

1990.p.35-45.

suplementasi spesifik seperti vitamin.

Ahlquist

AA.,

Gastroenterohepatologi. Jakarta: Infomedika;

penanganan, dan untuk kondisi spesifik dibutuhkan

1.

Rani

Rabeneck L, Gyorkey F, Genta RM, et al. The
role of microsporidia in the pathogenesis of HIV

77

related chronic diarrhea. Brief report 1993;119(

19.

comparison with push enteroscopy in patient with

9): 895-9.
14.

gastroscopy

Ahmad H. Dignostic problem and treatment of

Gastroentero-Hepatology SUDEMA I. Surabaya:

20.

and

F o r t r a n ’s ,

editors.

21.

diagnostic, management.

7

th

16.

Anonim. Enteroscopy. ASGE 2001;53(7):71-3.

17.

Landi B, et al . Diagnostic yield of push-type

22.

Greff M. Enteroscopy. Endoscopy 1998;307:

78

Jadel O, Lin HC. Uninvited guest: the impact of
small intestinal bacterial overgrowth on nutritional
status. Practical Gastroenterology

2003;45:27-

33.

enteroscopy in relation to indication. Gut
1998;42:421-5.

Lin HC. Small intestinal bacterial overgrowth: a

syndrome. JAMA 2004;292:852-8.

ed. Philadelphia:

Mosby; 2002.p.131-5.

641-2.

Anonim. Capsule endoscopy. California Pacific

framework for understanding irritable bowel

Gastrointestinal and liver disease; patophysiology,

18.

negative

image/endoscopy/capsule -endoscopy.

Lawrence R, Schiller, Joseph H Sellin. Diarrhea.
Seissenger

colonoscopy

Medical Center. Available from: www.cpmc.org/

2005.p.70-7.

In:

and

gastrointestinal bleeding. Gut 2003;52:1122-6.

chronic diarrhoea. In: Proceding Update in

15.

Mylonaki, et al. Wireless capsule endoscopy: a

23.

Bohoman VA, Bonner G.F, et al. Management of
inflammatory bowel dissease. American Family
Physician 1998;47:321-30.

J

Peny Dalam, Volume 8

Nomor 1 Januari 2007