Studi Diagnosa Penyakit Gagal Ginjal Kronik Yang Disebabkan Oleh Penyakit Hipertensi Yang Menimbulkan Dampak Spesifik Pada Keseimbangan Elektrolit Tubuh Terutama Kadar Na Dan K.

(1)

STUDI DIAGNOSA PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK

YANG DISEBABKAN OLEH PENYAKIT HIPERTENSI YANG

MENIMBULKAN DAMPAK SPESIFIK PADA KESEIMBANGAN

ELEKTROLIT TUBUH TERUTAMA KADAR Na dan K

SKRIPSI

YESSI SEMBIRING BRAHMANA

070822004

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2010


(2)

PERSETUJUAN

Judul : STUDI DIAGNOSA PENYAKIT GAGAL

GINJAL KRONIK YANG DISEBABKAN OLEH PENYAKIT HIPERTENSI YANG MENIMBULKAN DAMPAK SPESIFIK PADA KESEIMBANGAN ELEKTROLIT TUBUH TERUTAMA KADAR Na DAN K

Kategori : SKRIPSI

Nama : YESSI SEMBIRING BRAHMANA

Nomor Induk Mahasiswa : 070822004

Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA EKSTENSI

Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juni 2010

Komisi Pembimbing

Pembimbing II Pembimbing I

Prof. Dr. RA. Harlinah S.P.W,M. Sc Dr.Rumondang Bulan Nst, M. S

NIP 130175778 NIP 195408301985032001

Diketahui/Disetujui oleh

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

Dr.Rumondang Bulan Nst, M. S NIP 195408301985032001


(3)

PERNYATAAN

STUDI DIAGNOSA PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK YANG DISEBABKAN OLEH PENYAKIT HIPERTENSI YANG MENIMBULKAN

DAMPAK SPESIFIK PADA KESEIMBANGAN ELEKTROLIT TUBUH TERUTAMA KADAR Na DAN K

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Mei 2010

YESSI SEMBIRING BRAHMANA 070822004


(4)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pemurah dan Maha Penyayang, dengan limpahan karunia-Nya kertas kajian ini berhasil diselesaikan dalam waktu yang telah ditetapkan.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada DR. Rumondang Bulan Nst, M. S dan Prof. Dr. R.A.Harlinah S.P.W, M.Sc selaku dosen pembimbing pada penyelesaian skripsi ini yang telah memberikan panduan dan penuh kepercayaan kepada saya untuk menyempurnakan kajian ini. Panduan ringkas dan padat dan professional yang telah diberikan kepada saya agar penulis dapat menyelesaikan tugas ini. Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen DR. Rumondang Bulan Nst, M.S dan Drs. Firman Sebayang, M.S, Dekan dan Pembantu Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara, semua dosen pada Departemen Kimia FMIPA USU, pegawai di FMIPA USU, dan rekan-rekan kuliah. Akhirnya tidak terlupakan kepada kedua orang tua saya Bapak Narima S. Brahmana dan Ibu Nellyana Sebayang Spd, kakak, abang, adik, keluarga, serta sahabat-sahabat yang selama ini telah banyak memberikan bantuan, semangat, dan doa yang saya perlukan. Semoga Tuhan Yang Maha Esa akan membalasnya.


(5)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai kadar natrium (Na) dan kalium (K) dalam serum darah dari penderita gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi. Serum darah diperoleh dari pemisahan dengan alat sentrifuse. Kadar natrium (Na) dan kalium (K) di analisa dengan menggunakan spektrofotometri. Natrium, kalorimetri test metode magnesium-uranil asetat untuk penentuan kadar natrium dalam serum secara in vitro. Kalium, turbidimetri test metode tetraphenylboron (TPB) untuk penentuan kadar kalium dalam serum secara in vitro. Dari hasil penelitian diperoleh kadar natrium > 145 mmol/L dan kadar kalium > 5,5 mmol/L.


(6)

DIAGNOSIS STUDY OF CHRONIC RENAL FAILURE DISEASE BECAUSE OF HIPERTENSION IN MAKE SPECIFIC IMPACT FOR BALANCE ELECTROLYTE IN BODY ESPECIALLY SODIUM AND POTASSIUM

VALUE

ABSTRACT

A research on the influence of sodium and potassium values of blood serum from chronical renal failure patient because of hipertension was carried out. The blood serum was obtained by spinning with using centrifuge. The determinantion of sodium and potassium contents of blood serum was spectrofotometrically analyzed. The method for Sodium was magnesium-uranyl acetat for in vitro determination of sodium in serum. Where as the method for Potassium was tetraphenylboron (TPB) for in vitro determination of potassium in serum. Analysis results showed the sodium and potassium contents were > 145 mmol/L and > 5,5 mmol/L respectively.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak v

Abstract vi

Daftar Isi vii

Daftar Tabel ix

Daftar Gambar x

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 3

1.3 Pembatasan Masalah 4

1.4 Tujuan Penelitian 4

1.5 Manfaat Penelitian 5

1.6 Metodologi Penelitian 5

1.7 Lokasi Penelitian 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6

2.1 Ginjal 6

2.2 Anatomi Ginjal 8

2.2.1. Fungsi Ginjal 10 2.3 Pengendalian Keseimbangan Air dan Elektrolit Oleh Ginjal 11 2.4 Penyakit Yang Dapat Merusak Ginjal 15 2.4.1. Tanda-Tanda Fungsi Ginjal Terganggu 16 2.5 Gagal Ginjal Kronik 18 2.5.1. Pemeriksaan Gagal Ginjal Kronik 20

2.6 Hipertensi 22

2.6.1. Etiologi dan Klasifikasi Hipertensi 23 2.7 Pengendalian Tekanan Darah 24 2.8 Komplikasi Hipertensi Yang Tidak Diterapi 24 2.9 Pencegahan dan Penanggulangan Hipertensi 25

2.10 Spektrofotometri 26

BAB III METODOLOGI PERCOBAAN 28

3.1. Alat dan Bahan 28

3.1.1. Alat-alat 28

3.1.2. Bahan-bahan 28

3.2. Prosedur Kerja 29


(8)

3.2.2. Pengambilan Serum Dalam Darah 29 3.2.2.1. Pemeriksaan Kadar Natrium 29 3.2.2.2 Pemeriksaan Kadar Kalium 30

3.3. Bagan Penelitian 31

3.3.1. Tahap Pemisahan Serum 31 3.3.2. Tahap Pemeriksaan Kadar Natrium 32

3.3.3. Tahap Pemariksaan Kadar Kalium 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 34

4.1. Hasil Penelitian 34

4.1.1. Data Hasil Pemeriksaan Natrium 34 4.1.2. Data Hasil Pemeriksaan Kalium 34

4.2. Pembahasan 35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 36

5.1. Kesimpulan 36

5.2. Saran 36

DAFTAR PUSTAKA 37


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Filtrasi, Reabsorpsi dan Ekskresi Bahan Tertentu 7 dari Plasma yang Normal

Tabel 2.6 Klasifikasi dan Tindak Lanjut Pengukuran Tekanan Darah 22 Tabel 4.1.1 Data-data hasil pemeriksaan kadar Natrium 34 Tabel 4.1.2.Data-data hasil pemeriksaan kadar Kalium 34


(10)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.2 Gambar Anatomi Ginjal 8 Gambar kurva panjang gelombang potassium 39 Gambar kuva kalibrasi potassium 40


(11)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian mengenai kadar natrium (Na) dan kalium (K) dalam serum darah dari penderita gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi. Serum darah diperoleh dari pemisahan dengan alat sentrifuse. Kadar natrium (Na) dan kalium (K) di analisa dengan menggunakan spektrofotometri. Natrium, kalorimetri test metode magnesium-uranil asetat untuk penentuan kadar natrium dalam serum secara in vitro. Kalium, turbidimetri test metode tetraphenylboron (TPB) untuk penentuan kadar kalium dalam serum secara in vitro. Dari hasil penelitian diperoleh kadar natrium > 145 mmol/L dan kadar kalium > 5,5 mmol/L.


(12)

DIAGNOSIS STUDY OF CHRONIC RENAL FAILURE DISEASE BECAUSE OF HIPERTENSION IN MAKE SPECIFIC IMPACT FOR BALANCE ELECTROLYTE IN BODY ESPECIALLY SODIUM AND POTASSIUM

VALUE

ABSTRACT

A research on the influence of sodium and potassium values of blood serum from chronical renal failure patient because of hipertension was carried out. The blood serum was obtained by spinning with using centrifuge. The determinantion of sodium and potassium contents of blood serum was spectrofotometrically analyzed. The method for Sodium was magnesium-uranyl acetat for in vitro determination of sodium in serum. Where as the method for Potassium was tetraphenylboron (TPB) for in vitro determination of potassium in serum. Analysis results showed the sodium and potassium contents were > 145 mmol/L and > 5,5 mmol/L respectively.


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pada tubuh manusia, mineral berperan dalam proses fisiologis. Dalam sistem fisiologis manusia, mineral tersebut dibagi menjadi dua bagian yaitu makroelemen antara lain kalsium (Ca), fosfor (P), kalium (K), sulfur (S), natrium (Na), klor (Cl) dan magnesium (Mg), dan mikroelemen antara lain besi (Fe), iodium (I), tembaga (Cu), seng (Zn), mangan (Mn), dan kobalt (Co). (Darmono, 1995)

Natrium merupakan ion utama dari cairan ekstraselular. Sedangkan kalium merupakan ion utama di dalam cairan intraselular. Rasio konsumsi natrium terhadap kalium yang dianjurkan adalah 1:1 (Astawan, 2002). Ginjal adalah regulator utama dalam keseimbangan senyawa-senyawa. Kalium dan Natrium berperan dalam mengatur tekanan osmosis cairan tubuh sehingga sangat diperlukan dalam fungsi saraf yaitu penyampaian impuls saraf (neurotransmiter). (Darmono,1995)

Ginjal merupakan organ tubuh yang sangat berperan dalam upaya mempertahankan sistem keseimbangan dalam tubuh. Peran ginjal ini dikenal dengan istilah homeostatis. Proses menuju keseimbangan berkaitan dengan segala aspek di dalam tubuh yang meliputi keseimbangan unsur-unsur esensial yang diperlukan di dalam tubuh, mengontrol volume cairan dalam tubuh, menjaga keseimbangan antara senyawa yang bersifat asam dan basa, serta menjaga keseimbangan konsentrasi senyawa-senyawa di dalam cairan tubuh dan tekanan darah. (Bambang Mursito, 2001)

Ginjal adalah mesin pendaur ulang yang canggih. Setiap hari, ginjal kita menguraikan kurang lebih 200 liter darah untuk menyaring sekitar dua liter bahan ampas dan air berlebihan. Bila ginjal kita tidak menghilangkannya, bahan ampas ini akan bertumpuk dalam darah dan merusak tubuh kita. Proses penyaringan terjadi di unsur sangat kecil di dalam ginjal kita yang disebut nefron.


(14)

Sebagian besar penyakit ginjal menyerang nefron, mengakibatkan kehilangan kemampuannya untuk menyaring. Gejala atau tanda adanya gangguan pada fungsi ginjal sangat bervariasi, ada yang lama tidak menimbulkan tanda atau gejala sama sekali, baru belakangan timbul keluhan. Ada pula yang langsung timbul gejala hebat. Pada umumnya bila ginjal terganggung maka gejala-gejala yang sering timbul adalah mudah merasa lelah, nafsu makan hilang, berat badan turun, kulit kering, susah tidur dan mual-mual. Untuk mengetahui adanya gangguan pada fungsi ginjal dapat dideteksi dengan melakukan pemeriksaan fisik, dan laboratorium. (Willie Japaries, 1992)

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif, dan cukup lanjut. Gagal ginjal kronik sesuai dengan tahapannya, dapat ringan, sedang ataupun berat. Gagal ginjal tahap akhir dapat mengakibatkan kematian kecuali jika dilakukan terapi pengganti. Penyebab gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritis yaitu sumbatan karena batu dan infeksi, penyakit gula (diabetes mellitus), penyakit pembuluh darah (hipertensi), karena obat-obatan, penyakit bawaan atau keturunan dan lain-lain. (Lumenta dkk, 1997)

Insiden penyakit ginjal terminal dan gagal jantung merupakan dua penyakit dimana hipertensi tetap sebagai penyebab utama. Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Tekanan darah normal pada orang dewasa ≤ 130/85 mmHg, sedangkan tekanan darah yang meningkat ≥ 140/90 mmHg. Hipertensi yang tidak diterapi dan tidak terkendali dapat menyebabkan kerusakan organ. Salah satu komplikasi yang di timbulkannya adalah penyakit gagal ginjal. (Lawrence M Tierney, 2003)

Penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari sepuluh orang dewasa. Tanpa pengendalian yang tepat dan cepat pada tahun 2015 penyakit ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk dunia.


(15)

Prevalensi GGK belum dapat diketahui dengan tepat oleh karena banyak pasien yang tidak bergejala atau dirujuk. Angka yang lebih tepat adalah banyaknya pasien GGK yang masuk fase terminal oleh karena memerlukan atau menjalani dialysis. Dari data yang didasarkan atas kreatinin serum abnormal, saat ini diperkirakan pasien GGK adalah sekitar 2000 per juta penduduk (PJP). Dibandingkan dengan penyakit jantung koroner, strok, DM, dan kanker, angka ini jauh lebih kecil, akan tetapi menimbulkan masalah besar oleh karena biaya pengobatannya amat mahal. (Maxine A Papadakis, 2001)

Dari data yang diperoleh di RSU Kabanjahe terkhusus dari ruang hemodialisa, jumlah pasien gagal ginjal yang menjalani terapi pengobatan yaitu cuci darah mulai dibukanya ruangan ini pada bulan Mei 2008 hingga April 2010 cukup mengalami peningkatan. Jumlah pasien gagal ginjal yang menjalani terapi hemodialisa pada Mei 2008 hingga Desember 2008 berjumlah 59 orang dengan jumlah tindakan 386. Pada tahun 2009 pasien yang melakukan cuci darah sebanyak 119 orang dengan jumlah tindakan 720 sedangkan pada tahun 2010 jumlah pasien terhitung sampai bulan April sebanyak 34 dengan jumlah tindakan 177. Jumlah keseluruhan pasien gagal ginjal yang melakukan terapi hemodialisa adalah 312 orang dengan jumlah tindakan 1283. Perhitungan sementara kenaikan pasien gagal ginjal yang menjalani terapi dialisis dari tahun 2008 himgga april 2010 berkisar 30 %. Hal ini menunjukkan bahwa angka penderita gagal ginjal kronik yang menjalani terapi dialisis di ruang hemodialisa selalu mengalami peningkatan. Berdasarkan uraian diatas, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian mengenai analisa kandungan elektolit tubuh terutama kandungan natrium (Na) dan kalium (K) dalam serum darah pada penderita gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi di rumah Sakit Umum Kabanjahe¸dimana angka pasien yang harus di hemodialisa terus meningkat dari tahun ke tahun.

1.2Rumusan Masalah

Penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang diderita oleh satu dari sepuluh orang dewasa. Tanpa pengendalian yang tepat dan cepat pada tahun 2015 penyakit


(16)

ginjal diperkirakan bisa menyebabkan kematian hingga 36 juta penduduk dunia. jumlah pasien gagal ginjal kronik yang menjalani terapi dialisis di ruang hemodialisa RSU kabanjahe mengalami peningkatan berkisar 30% dari Mei 2008 hingga April 2010. Oleh karena itu timbul permasalahan bagaimanakah kadar elektrolit tubuh terutama kandungan natrium (Na) dan kalium (K) dalam serum darah pada penderita gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi ?

1.3Pembatasan Masalah

Objek masalah dalam penelitian ini dibatasi sebagai berikut :

1. Hanya membahas pada penyakit hipertensi yang memberikan komplikasi pada penyakit gagal ginjal kronik.

2. Darah yang digunakan adalah darah penderita gagal ginjal kronik dimana yang diteliti adalah serumnya.

3. Keadaan penderita gagal ginjal kronik adalah pasien yang memiliki riwayat penyakit hipertensi yang memberikan komplikasi dimana tekanan darahnya diatas 160/90 mmHg.

4. Hanya membahas dampak yang spesifik yang timbul pada penderita gagal ginjal kronik terkhusus pada kadar elektrolit tubuh.

5. Pengambilan darah (sampel) pada penderita gagal ginjal kronik dilakukan sebelum pasien melakukan cuci darah (pre hemodialisa)

1.4Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan kadar elektrolit tubuh terutama kadar natrium dan kalium pada pasien gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi.


(17)

1.5Manfaat Penelitian

Untuk memberikan informasi kepada masyarakat umum mengenai gambaran penyakit gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi terutama mengenai kadar elekrolit tubuh.

1.6Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian laboratorium. Sampel berupa serum darah yang diperoleh secara acak dari pasien gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi di ruang hemodialisa RSU Kabanjahe. Pada pemeriksaan kadar natrium digunakan colourimetri test dengan metode magnesium-uranil asetat secara in vitro dalam penentuan kadar natrium dalam serum, dan pada pemeriksaan kalium digunakan turbidimetri test metode TPB untuk penentuan kadar kalium di dalam serum secara in vitro. Alat yang digunakan adalah spektrofotometer jenis Microlab 300.

1.7Lokasi Penelitian


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ginjal

Ginjal pada umumnya adalah alat untuk menyaring sejumlah besar volume darah dan melewatkan filtrat hasil saringan melalui tubulus yang panjang, dilapisi oleh sel-sel yang dengan selektif mengangkut senyawa ke dalam dan keluar filtrat. Sebagian besar pengangkutan selektif tersebut menyangkut penyerapan air dan solute (bahan-bahan terlarut) dari filtrat, untuk digunakan kembali di dalam tubuh. Sebagian lagi berupa sekresi aktif dari sel-sel kedalam filtrat. Hasil akhir dari semua proses ini adalah urin yang bila semuanya berjalan baik, memuat tiap kelebihan air dan elektrolit yang telah diminum, bersama-sama dengan produksi harian urea, asam urat, kreatinin, dan produk sisa lainnya yang tak dibuang di tempat lain. (McGilvery Goldstein, 1996 )

Volume urina normal 24 jam pada orang dewasa antara 750 dan 2000 ml, ini tergantung pada masukan cairan (biasanya merupakan suatu kebiasaan) dan kehilangan cairan melalui jalan lain (terutama keringat, yang tanpa demam, tergantung aktifitas fisik dan suhu luar). Suatu perubahan yang jelas dalam pengeluaran urina dapat menjadi tanda yang menonjol pada penyakit ginjal.

Oligura berkembang juga pada setiap penyakit bukan ginjal pada mana terdapat kekurangan masukan cairan, atau kehilangan cairan berlebihan melalui jalan lain, sebagai contoh melalui perdarahan, atau diare dan muntah. Pengeluaran urine minimal dalam 24 jam yang dibutuhkan untuk mengeluarkan produk-produk sisa dari metabolisme normal kira-kira 500 ml. Seorang pasien dapat dikatakan mengalami oliguria bila volume urine dibawah 400 ml alam 24 jam, dan anuria bila dalam 24 jam volume di bawah 100 ml. (Baron, 1995)


(19)

Urin terutama tersusun dari air. Dalam keadaan normal seluruh asupan cairan akan diekskresikan keluar termasuk 400 hingga 500 ml yang diekskresikan ke dalam urin. Sisanya akan diekskresikan lewat kulit, paru-paru pada saat bernapas dan feces. Elektrolit, yang mencakup natrium, kalium, klorida, bikarbonat dan ion-ion lain yang jumlahnya lebih sedikit juga diekskresikan melalui ginjal. Kelompok ketiga substansi yang muncul dalam urin terbentuk dari berbagi produk akhir metabolisme protein. Produk akhir yang utama adalah ureum, dengan jumlah sekitar 25 g, diproduksi dan diekskresikan setiap harinya. Produk lain dari metabolisme protein yang harus dieksresikan adalah kreatinin, fosfat dan sulfat. Asam urat yang terbentuk sebagai produk metabolisme asam nukleat juga dieliminasi ke dalam urin.

Sebagian substansi yang terdapat dengan kadar konsentrasi yang tinggi dalam darah biasanya akan direabsorpsi seluruhnya melalui transportasi aktif dalam tubulus ginjal. Asam amino dan glukosa biasanya disaring di glomerulus dan direabsorpsi sehingga kedua subtansi ini tidak diekskresikan ke dalam urin. Namun glukosa akan terlihat dalam urin jika kadarnya dalam darah begitu tinggi sehingga konsentrasinya di dalam filtrat glomerulus melampaui kapasitas reabsorpsi tubulus. Protein dalam keadaaan normal juga tidak ditemukan dalam urin. Molekul-molekul ini tidak akan disaring di glomerulus karena ukurannya yang besar. Penampakan protein dalam urin biasanya menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang menyebabkan organ tersebut menjadi keropos sehingga molekul-molekul berukuran besar dapat melewatinya. (Brunner Suddart, 2002)

Tabel 2.1 Filtrasi, Reabsorpsi dan Ekskresi Bahan Tertentu dari Plasma yang Normal

Disaring 24 jam Direabsorbsi 24 jam Diekskresi 24 jam* Natrium 540,0 g 537,0 g 3,3 g

Klorida 630,0 g 625,0 g 5,3 g Bikarbonat 300,0 g 300,0 g 0,3 g Kalium 28,0 g 24,0 g 3,9 g Glukosa 140,0 g 140,0 g 0,0 g Kreatinin 1,4 g 0,0 g 1,4 g Asam urat 8,5 g 7,7 g 0,8 g


(20)

2.2 Anatomi Ginjal

Gambar 2.2 Anatomi Ginjal

Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, terutama di daerah lumbal, di sebelah kanan dan kiri tulang belakang, dibungkus lapisan lemak yang tebal, di belakang peritonium. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari kiri, karena hati menduduki ruang banyak di sebelah kanan.

Setiap ginjal panjangnya 6 – 7 ½ sentimeter, dan tebal 1 ½ sampai 2 ½ sentimeter. Pada orang dewasa beratnya kira – kira 140 gram. Bentuk ginjal seperti biji kacang dan sisi dalamnya atau hilum menghadap ke tulang punggung. Sisi luarnya cembung. Pembuluh – pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilum. Diatas setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenal. Ginjal kanan lebih pendek dan lebih tebal dari yang kiri.


(21)

nefron mulai sebagai berkas kapiler ( badan Malpighi atau glomerulus ) yang erat tertanam dalam ujung atas yang lebar pada uriniferus atau nefron. Dari sini tubulus berjalan sebagian berkelok – kelok dan dikenal sebagai kelokan pertama atau tubula proximal dan sesudah itu terdapat sebuah simpai, simpai Henle. Kemudian tubula itu berkelok – kelok lagi, disebut kelokan kedua atau tubula distal, yang bersambung dengan tubula penampung yang berjalan melintasi kortex dan medula, untuk berakhir dipuncak salah satu piramidis ( Evelyn Pearce, 1999)

Ada banyak glomerulus dalam ginjal. Glomerulus merupakan suatu ruangan penyaring. Ruangan di dalam glomerulus di sekitar umbai kapiler bertekanan relatif rendah, sedangkan tekanan di dalam umbai kapiler dipertahankan relatif tinggi karena vas eferens, arteriol yang membawa darah keluar dari umbai kapiler, mengerut lebih kuat di banding dengan vas aferens, arteriol yang membawa darah memasuki umbai kapiler. Perbedaan tekanan yang relatif tinggi ini menyebabkan cairan dengan cepat merembes menembus dinding kapiler. Solut yang berukuran kecil ikut menembus bersama cairan tanpa banyak kesulitan tetapi hanya sebagian amat kecil albumi serum atau protein-protein lain yang dapat menembus dinding kapiler. Sel darah boleh dikatakan tak ada yang melewati dinding kapiler. (McGilvery Goldstein, 1996)

Filtrat dialirkan dari tiap glomerulus melalui suatu tubulus (pembuluh). Bagian proksimal (awal) tubulus ini berbentuk sangat berkelok-kelok dan disebut tubulus contortus proximalis. Bagian ini terdapat pada kulit luar (korteks) ginjal. Bagian selanjutnya berbentuk lurus dan menukik menuju kedalaman ginjal membentuk lengkung Henle. Glomerulus yang terletak di bagian korteks yang lebih dalam membentuk lengkung yang lebih panjang, menukik sampai mendekati medulla sebelum membelok kembali ke arah korteks. Bagian lengkung Henle yang menurun dan sebagian dari bagian yang menanjak berdinding sangat tipis sehingga mudah di tembus air.

Bagian distal (akhir) tubulus berkelok-kelok lagi membentuk tubulus contortus distalis sebelum sekali lagi membelok kembali ke arah medulla sebagai tubulus colligentes yang strukturnya berbeda. Di dalam medulla, tubuli colligentes bergabung


(22)

ke dalam ductus colligentes yang sifatnya berbeda lagi. Ductus colligentes ini akhirnya akan mengalikan uina ke pelvis renalis.

Sel-sel tubulus sepanjang perjalanannya dikelilingi oleh jaringan kapiler yang merupakan percabangan va efferens. Dalam jaringan ini tekanan darah relatif rendah. Hal ini mempermudah terjadinya absorbsi. Sebagai ringkasan, terdapat perbedaan takanan yang tinggi dari kapiler ke lumen dalam glomerulus yang mendorong terjadinya filtrasi. Sebaliknya ada perbedaan tekanan yang rebdah dari lumen ke kapiler sekitar tubulus yang mendorong terjadinya absorbsi. (McGilvery Goldstein, 1996 )

2.2.1 Fungsi Ginjal

Fungsi ginjal pada dasarnya ada 3 yaitu : 1. Fungsi eksresi

Ginjal akan mengeluarkan urine sekitar 1,5 liter/24 jam (1 ml/menit), yang mengandung banyak sekali zat-zat sisa / limbah metabolisme (proses pembangunan energi, bahan dasar jaringan tubuh dan lain-lain dari bahan makanan yang masuk kedalam tubuh, dari berbagai jalur). Zat-zat ini banyak sekali yang sifatnya toksik (racun) yang berbahaya bila terlalu banyak tertumpuk didalam tubuh.

2. Fungsi regulasi

Ginjal memproduksi urine sebanyak cairan yang masuk kedalam tubuh dikurangi kebutuhan tubuh. Urine ini semula adalah berupa filtrasi darah di glomerulus. Ginjal dapat mengatur jumlah produksi urine, banyaknya bahan-bahan yang harus diserap kembali oleh tubuh, dan banyaknya bahan-bahan-bahan-bahan yang dikeluarkan. Dengan demikian relugasi air dan elektrolit darah merupakan salah satu fungsi utama ginjal.


(23)

3. Fungsi hormonal

Ginjal menghasilkan berbagai hormon yang sangat perlu bagi tubuh, seperti : • Renin

Hormon ini menyebabkan pembentukan angiotensin II yaitu protein yang bersifat vasokonstriktor kuat yang berguna untuk memacu retensi garam. Hormon ini perlu untuk pemeliharaan tekanan darah.

• Vitamin D

Merupakan hormon steroid yang dimetabolisme di ginjal menjadi bentuk aktif 1,25-dihidroksikolekalsiferol, yang terutama berperan meningkatkan absorpsi kalsium dan fosfat dari usus.

• Eritropoetin

Merupakan protein yang diproduksi di ginjal; hormon ini meningkatkan pembentukan sel darah merah di sumsum tulang.

• Prostaglandin

Diproduksi di ginjal; memiliki berbagai efek, terutama pada tonus pembuluh darah ginjal. (Lubis Rasyid Harun, 1999)

Di dalam ginjal ada dua macam aliran cairan yaitu darah dan filtrat. Pada waktu istirahat arus darah yang deras, yang merupakan seperlima dari curah jantung (cardiac output), mengalir memasuki ginjal. Di dalam ginjal darah akhirnya mencapai umbai kapiler yang terdapat dalam glomerulus. Glomerulus merupakan suatu ruangan penyaring. (McGilvery Goldstein, 1996)

2.3 Pengendalian Keseimbangan Air dan Elektrolit Oleh Ginjal

Ginjal mengatur cairan dan natrium secara pararel untuk mempertahankan volume dan osmolalitas tubuh (normalnya 285-295 mosmol/kg). Osmolalitas urin maksimal adalah 1400 mosmol/kg dan karena 600 mosmol zat sisa harus diekresikan setiap harinya, maka volume urin harian minimal adalah 600/1400 = 0.43 L. (Chris O,callaghan, 2007)


(24)

Ginjal melakukan metabolisme pernapasan secara aktif dan bersifat cukup fleksibel dalam aktifitas metaboliknya. Organ ini dapat menggunakan glukosa darah, badan keton, asam lemak bebas dan aam amino sebagai sumber bahan bakar, yang akan diuraikan selanjutnya melaui siklus asam sitrat untk menghasilkan ATP melalui fosforilasi oksidatif.

Di glomerulus, air dan ion difiltrasi secara bebas. Seiring filtrat yang bergerak di sepanjang tubulus, ion direabsorbsi dan air mengikutinya secara osmosis. Reabsorbsi air dipengaruhi oleh permeabilitas epitel tubulus terhadap air dan gradien osmotik kedua sisi epitel. Transport Na+ dan K+ terutama penting di dalam ginjal, yang harus mempertahankan konsentrasi kation vital ini dengan sebaik-baiknya di dalam tubuh, dengan menahan Na+ dan mengeluarkan K+. (Albert L. Lehninger, 1982)

Absorbsi membutuhkan energi dimana energi tersebut dipasok oleh (Na+ + K+)-ATPase; gradien kadar Na+

Ion mineral dikembalikan dari filtrat glomerulus ke dalam darah melalui hasil kerja enzim (Na

yang di timbulkan oleh enzim ini digunakan untuk memindahkan ion-ion lain masuk atau keluar sel tubulus. Tekanan darah arterial menyebabkan terjadinya filtrat yang dapat dikatakan bebas protein dalam glomerulus ginjal. Karena adanya kekurangan protein, kadar bahan-bahan terlarut total dalam filtrat lebih rendah daripada dalam plasma darah. Dengan kata lain, kadar air filtrat lebih tinggi daripada plasma darah. Dengan demikian tekanan osmotik filtrat adalah lebih rendah dibanding dengan plama darah. (McGilvery Goldstein, 1996)

Air cenderung mengalir dari filtrat melalui hubungan lekat (tight junction) antara dua sel tubulus dan melalui sel-sel tubulus kedalam darah. Filtrat akan masuk ke dalam ruang osmotik diantara sel-sel tubulus sendiri dan juga diantara sel-sel tubulus dengan membran dasar. Ruang osmotik sangat kecil di banding volume sel-sel tubulus. Ada suatu gerakan protein menyeberangi membran dasar masuk dan keluar ruang osmotik, dan ini membuat cairan dalam ruang osmotik menjadi lebih pekat daripada filtrat dalam lumen.

+


(25)

membran basolateral (bagian membran plasma yang menghadap membran dasar sel tubulus yang berdekatan). Membran basolateral permeabel terhadap K+, tetapi tidak terhadap Na+, sehingga K+ yang dipompa ke dalam sitosol dapat bocor keluar sel, tetapi Na+ yang dipompa keluar sel tak dapat masuk. (McGilvery Goldstein, 1996)

Hanya 2 % dari total kalium tubuh terdapat di luar sel di cairan ekstraselular yang tepat, semua sel menggunakan mekanisme pump-leak. Mekanisme ini meliputi pompa Na+/K+ATPase yang melakukan tranpor aktif kalium ke dalam sel, diimbangi oleh berbagai kanal lain, yang memungkinkan kalium bocor keluar sel. Kalium intraseluler dapat dikontrol dengan mengubah aktivitas pompa atau mengubah jumlah atau permeabilitas kanal kalium. Pada sel tubulus, membran sel dibagi menjadi bagian apikal dan basolateral, masing-masing memiliki populasi pompa dan kanal yang berbeda. Hal ini memungkinkan sistem pump-leak digunakan untuk transpor kalium di sepanjang epitel tubulus. Oleh karena itu kadar kalium harus dikontrol ketat dalam batas yang aman karena gradien K+ di kedua sisi membran sel sangat menentukan potensial listrik membran tersebut dimana potensial listrik ini mempengaruhi eksitabilitas listrik pada jaringan seperti saraf dan otot, termasuk jantung. (Chris O,callaghan, 2007)

Natrium adalah kation ekstraseluler utama dan kadarnya dikendalikan dengan ketat. Ion natrium dam klorida di filtrasi secara bebas di glomerulus, sehingga konsentrasi ion-ion ini dalam filtrat sama dengan konsentrasinya dalam darah ( 135-145 mmol/L untuk natrium ). Asupan diet harian natrium klorida biasanya 2-10 g, namun volume filtrat harian sekitar 200 L mengandung sekitar 2 kg natrium klorida. Ginjal kemudian mereabsorbsi sejumlah besar garam di tubulus proksimal dan ansa Henle. Sebanyak 65 % dari natrium yang difiltrasi akan direabsorpsi di tubulus proksimal. Di awal tubulus proksimal, terjadi sebagian besar proses reabsorpsi, namun pada tautan sel (cell junction) terdapat sedikit kebocoran sehingga membatasi gradien konsentrasi yang dapat dicapai antara filtrat dan plasma peritubulus. Diakhir tubulus proksimal laju tranport lebih lambat, namun taut erat (tight junction) memungkinkan terbentuknya gradien yang lebih besar. (Chris O,callaghan, 2007)


(26)

Natrium berperan dalam menjaga keseimbangan asam-basa didalam tubuh dengan mengimbangi zat-zat yang membentuk asam. Natrium berperan dalam trasmisi saraf dan kontraksi otot. Natrium berperan pula dalam absorbpsi glukosa dan sebagai alat angkut zat-zat gizi lain melelui membrab terutama melalui dinding usus. (Almatsier, 2002)

Na+ bergerak dari filtrat ke sitosol melalui beberapa jalur. Na+ berdifusi secara pasif menembus membran lumen, yang tidak seperti membran basolateral mudah dilewati Na+. Membran lumen juga mengandung pengangkut Na+. Diantaranya

adalah antiporter Na+/H+ yang menggunakan gradien kadar Na+ untuk memompa H+ dari sitosol ke dalam filtrat. (Mcgilvery Goldstein, 1996)

Karena ion-ion mineral dipindahkan dari filtrat keruang osmotik timbul gradien osmotik. Gradien tersebut tidak pernah membesar karena air dengan cepat mengalir melalui sel-sel kedalam ruang osmotik. Karena ruang osmotik sempit, timbul tekanan hidrolik dalam ruang osmotik yang memaksa air menyeberangi membran dasar dan masuk kedalam jaringan kapiler disekitarnya. Gerakan air sedemikian mudah sehingga hanya diperlukan sedikit perbedaan kadar dan perbedaan tekanan hidrolik untuk menghasilkan aliran yang efektif. (Mcgilvery Goldstein, 1996)


(27)

2.4 Penyakit Yang Dapat Merusak Ginjal

Berbagai penyakit dapat merusak semua komponen yang membentuk ginjal, yaitu meliputi pembuluh darah, saluran penyaring darah, pembentuk air seni (nefron) dan saluran penampung air seni. Hampir semua kelainan ginjal akan berakibat kepada kerusakan total fungsi ginjal.

Jenis-jenis penyakit yang dapat merusak ginjal antara lain : a. Batu ginjal

Salah satu penyebab mengendapnya batu adalah terlalu pekatnya kadar garam dalam air seni, pengaruh faktor bawaan tubuh dimana air seninya lebih mudah mengendapkan batu karena didalam air seninya mengandung zat kapur lebih banyak dari orang normal, keadaan ini disebut hiperkalsiuria. Faktor lain yang juga berpengaruh adalah makanan.

b. Obat dan zat kimia yang merusak ginjal (nefrotoksin)

c. Zat kimia ataupun obat-obatan yang masuk kedalam tubuh dalam jumlah yang abnormal dapat mengganggu fungsi ginjal kita. Zat racun atau toksin perusak ginjal dapat masuk kedalam darah lewat makanan, udara pernafasan, suntikan , ataupun diserap lewat kulit.

d. Infeksi ginjal

Infeksi ginjal tidak dapat dilepaskan dari infeksi saluran kemih. Umumnya saluran yang menyerang ginjal berasal dari luar tubuh, masuk lewat saluran kencing bawah (uretra), merambat lewat dinding kandung kemih, lalu ke ureter dan ke ginjal. Yang membuat kuman lebih muda h menyerang yaitu jika terdapat sumbatan atau hambatan pada aliran air seni pada saluran kemih. 85% infeksi saluran kemih disebabkan oleh kuman tinja bernama Escherichia coli. e. Radang ginjal ( glomerulonefritis )

Pada penyakit glomerulonefritis tertentu, kaitannya erat sekali dengan infeksi kuman dibagian tubuh lain.sebagai contoh, ada kuman penyakit Streptococcus beta hemolitikus grup A bersarang di tenggorokan atau di luka kulit,tubuh kemudian bereaksi memproduksi zat anti terhadap kuman itu. Reaksi tubuh terhadap kuman ternyata dapat menimbulkan peradangan dan merusak ginjal


(28)

yang disebut glomerulonefritis setelah Streptococcus. Peradangan ginjal dapat juga terjadi setelah seseorang terkena infeksi hepatitis virus, pneumonia, campak, cacar air, sipilis, malaria, tipoid dan berbagai infeksi lain.

f. Diabetes mellitus

Kadar gula darah yang tidak terkontrol dalam jangka waktu yang panjang akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah ginjal sehingga protein bocor kedalam air

kemih dan darah tidak disaring secara normal di dalam ginjal. g. Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi dan tidak terkontrol dalam jangka waktu yang panjang akan mengakibatkan penebalan pembuluh darah ginjal sehingga fungsi ginjal terganggu.

h. Tumor dan Kanker Ginjal

Jenis tumor atau kanker sangat bervariasi, namun yang sering ditemukan adalah tumor Grawitz (disebut juga nefrokarsinoma, hipernefroma, adenikarsinoma ginjal) dan tumor Wilm (nefroblastoma). Tumor Grawitz merupakan tumor ganas (kanker) ginjal yang kebanyakan menyerang pria (2-3 kali lebih sering ditemukan pada pria dibanding wanita). Semua umur dapat diserangnya, termasuk bayi dan anak-anak. Tumor Grawitz mudah menyebar antara lain ke paru-paru, hati dan tulang. Tumor Wilm merupakan merupakan tumor ganas (kanker) yang paling sering menyerang anak kecil (usia 2-4 tahun). Pada umumnya gejala dan tanda yang sering dirasakan penderita antara lain, kencing berdarah, sakit perut, berat badan menurun, mual, muntah dan diraba ada benjolan (massa) dalam perutnya. Tumor ginjal mugkin berasal dari tumor ganas organ lain, terutama kanker paru sering beranak ke ginjal. (Willie Japaries, 1992)

2.4.1 Tanda-Tanda Fungsi Ginjal Terganggu

Tanda adanya gangguan pada ginjal sangat bervariasi, ada yang lama tidak


(29)

menonjol pada seseorang harus dipikirkan kemingkinan hal itu disebabkan oleh gangguan pada ginjal.

Tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan fungsi ginjal terganggu antara lain yaitu :

 Kencing darah

Air seni yang berwarna merah dan mengandung sel darah di dalamnya.  Pengosongan kandung kemih tidak tuntas

Biasanya ditandai oleh masih ingin buang air kecil meskipun baru saja dikeluarkan, sehingga biasanya sering sekali ke toilet. Pada orang normal, sehabis buang air kecil kandung kemih dapat dikosongkan betul-betul.

 Volume air seni sangat besar

Volume normal berkisar 2 L setiap hari, tetapi apabila melebihi 2500 ml perhari ini menandakan adanya kelainan. Hal ini dapat terjadi pada penderita penyakit gula.

 Waktu buang air seni terasa nyeri (disuria)

Ini biaanya pertanda adanya radang, infeksi atau luka pada leher kandung kemih atau saluran keluarnya (uretra)

 Volume air seni menjadi sangat berkurang

Yaitu kurang dari 500 ml per hari, dissebut juga oliguria atau stop sama sekali (anuria, yaitu kurang dari 100 ml per hari). Ini disebabkan oleh berkurangnya aliran drah ke ginjal, akibat syok (renjatan), kekeringan (dehidrasi) akibat muntaber dan lain-lain. Dapat juga akibat adanya sumbatan disaluran kemih.  Keluarnya batu utuh atau pecahannya sewaktu kencing

Menunjukkan adanya ketidak beresan pada kandung kemih, saluran kemih atau pun pada ginjal itu sendiri.


(30)

 Nyeri hebat (kolik)

Hal ini biasanya disebabkan oleh adanya batu yang terlepas dan menggores atau meregangkan dinding saluran kemih (ginjal atau ureter)

 Pembengkakan (sembab atau edema)

Disebabkan oleh penimbunan air berlebihan dalam tubuh.  Kulit

Kulit yang pucat dan juga tampak bekas garukan (karena gatal) dan infeksi yang dapat disebabkan radang ginjal

 Perlunakan tulang

Hal ini disebabkan ginjal penting dalam mengaktifkan vitamin D.

Adanya satu atau lebih dari aneka tanda atau keluhan diatas sudah dapat dijadikan indikasi bahwa terdapat gangguan pada ginjal. Tetapi untuk lebih memastikan ginjal kita terganggu sebaiknya konsultasi ke dokter dan di lakukan pemeriksaan lebih lanjut seperti pemeriksaan laboratorim, foto rontgen ataupun USG. (Willie Japaries, 1992)

2.5 Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangung progesif dan cukup lanjut. Penyebab gagal ginjal kronik adalah glomerulonefritis, diabetes mellitus, sumbatan karena batu dan infeksi saluran kemih, penyakit pembuluh darah (hipertensi) kelainan bawaan dan lain-lain. (Lumenta dkk, 1997)

Bila gagal ginjal kronik telah bergejala umumya diagnosis tidak sukar ditegakkan. Gejala dan tanda GGK akan dibicarakan sesuai dengan gangguan sistem yang timbul.


(31)

1. berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada sumsum tulang menurun.

Sistem Hematologi

a. Anemia, dapat disebabkan berbagai faktor antara lain :

2. hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia toksik

3. defesiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat nafsu makan yang berkurang 4. perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit

b. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia c. Gangguan fungsi leukosit

Sistem Saraf dan Otot

Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan, rasa semutan dan seperti terbakar terutama di telapak kaki,. Lemah , tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor dan kejang.

Kulit

Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat penimbunan urokrom dan juga terdapat bekas garukan-garukan karena gatal.

Sistem Kardiovaskular

Nyeri dada, sesak napas, gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini dan gangguan elektrolit

Sistem Endokrin

Gangguan seksual : libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat produksi testosteron dan spermatogenesis yang menurun. Pada wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenorea. Gangguan metabolisme lemak dan gangguan metabolisme vitamin D. (Maxine A Papadakis, 2001)


(32)

2.5.1 Pemeriksaan Gagal Ginjal Kronik

Untuk memperkuat diagnosa penyakit gagal ginjal kronik sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.

Dari hasil pemeriksaan diagnosis laboratorium menunjukkan antara lain :

1. Urine

- volume : biasanya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau tidak ada urine (anuria, yaitu kurang dari 100 ml)

- warna : secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus (nanah), bakteri, lemak, partikel koloid, pospat atau asam urat, sedimen kotor. Warna kecoklatan menunjukkan adanya darah.

- berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada satu titik menunjukkan kerusakan ginjal berat)

- osmolalitas : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan tubular - protein : derajat tinggi proteinuria (3+ s/d 4+)

2. Darah

- BUN/ kreatinin : meningkat (10 mg/dl)

- haemoglobin (Hb) : menurun atau anemia, biasanya Hb kurang dari 7 -8 g/dl - kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai dangan

perpindahan selular atau asidosis / pengeluaran jaringan. Kadar kalium 6,5 mEq atau lebih besar.

- natrium : hipernatremia / hiponatremia - magnesium/fosfat : meningkat

- kalsium : menurun. (Marilyn E. Doenges dkk, 2000)

Pada pemeriksaan radiologi biasanya yang dilakukan adalah:

- foto polos abdomen : melihat bentuk, besar ginjal ataupun batu dalam ginjal. - ultrasonografi (USG) : menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks, kandung


(33)

- foto dada : terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikardial.

Pada penderita gagal ginjal kronik perlu dilakukan usaha-usaha pengobatan konservatif berupa diet, pembatasan minum, obat-obatan dan lain-lain untuk memperlambat atau mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut. Namun apabila ginjal sudah menunjukkan kerusakan yang lebih lanjut atau yang disebut gagal ginjal terminal maka keadaan ini memerlukan pengobatan khusus / terapi pengganti. Terapi penggantidapat berupa dialisis dan transplantasi ginjal. (Maxine A Papadakis, 2001)


(34)

2.6 Hipertensi

Tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri. Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana tekanan yang abnormal tinggi di dalam arteri menyebabkan meningkatnya resiko terhadap stroke, aneurisma, gagal jantung, serangan jantung dan kerusakan ginjal.

Pada pemeriksaan tekan darah akan di dapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Dikatakan tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih.

Tabel 2.6 Klasifikasi dan Tindak Lanjut Pengukuran Tekanan Darah

Katagori Tekanan darah sistolik (mmHg)

Tekanan darah diastolik (mmHg)

Tindak lanjut yang dianjurkan

Pilihan < 120 < 80 Cek ulang dalam waktu 2 tahun

Normal < 130 < 80 Cek ulang dalam waktu 2 tahun

Normal tinggi 130-139 85-90 Cek ulang dalam waktu 1 tahun

Hipertensi

Derajat 1 (ringan)

Derajat 2 (sedang)

Derajat 3 (berat) 140-159 160-179 > 180 90-99 100-109 > 110 Konfirmasi dalam waktu 2 bulan

Evaluasi atau rujuk dalam waktu 1 bulan Evaluasi atau rujuk dalam waktu 1 minggu (Lawrence M Tierney, 2003)


(35)

2.6.1 Etiologi dan Klasifikasi Hipertensi

Berdasarkan etiologi dan klasifikasinya, penyebab hipertensi terbagi atas : A. Hipertensi primer (esensial)

Sekitar 95% kasus penyebab hipertensi tidak dapat ditentukan. Hipertensi esensial biasanya muncul pada pasien yang berusia antara 25-55 tahun, sedangkan usia dibawah 20 tahun jarang ditemukan. Patogenesis hipertensi esensial adalah multifaktorial. Faktor genetik berperan penting. Anak- anak yang salah satu orang tuanya menderita hipertensi, cenderung mempunyai tekanan yang lebih tinggi, faktor lingkungan juga berperan penting. Intake garam yang meningkat juga berperan dalam patogenesis hipertensi esensial. Merokok dan mengkonsumsi alkohol secara berlebihan juga dapat meningkatkan tekanan darah.

B. Hipertensi sekunder

Riwayat penyakit, pemeriksaan dan tes laboratorium rutin dapat mengidentifikasikan pasien yang mugkin mempunyai hipertensi sekunder dan memerlukan evaluasi lebih lanjut. Penyebab hipertensi sekunder adalah sebagai berikut :

1. Penggunaan estrogen

Terjadi peningkatan tekanan darah pada wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. Hipertensi yang berhubungan dengan kontrasepsi lebih umum dialami wanita berusia lebih dari 35 tahun, yaitu pada wanita yang telah mengkonsumsi obat-obatan kontrasepsi lebih dari 5 tahun dan pada individu yang obesitas.

2. Penyakit ginjal

Setiap penyakit parenkim ginjal dapat mengakibatkan hipertensi, dan kondisi ini merupakan penyebab hipertensi sekunder yang paling umum. Sebagian besar kasus berhubungan dengan peningkatan volume intravaskular atau peningkatan aktivitas hormon angiotensin-aldosteron

3. Kelainan hormonal

4. Hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan 5. Penyebab lain hipertensi sekunder

Seperti pada orang yang mengalami keracunan timbal akut. (Lawrence M Tierney, 2003)


(36)

2.7 Pengendalian Tekanan Darah

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara : 1. Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya.

2. Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri

tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan tekanan darah juga meningkat pada saat vasokontriksi, yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.

3. Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya

tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan funsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat. (Wahyu Rahayu Utaminingsih, 2009)

2.8 Komplikasi Hipertensi Yang Tidak Diterapi

Komplikasi hipertensi berkaitan baik dengan tekanan darah yang sudah meningkat sebelumnya dengan konsekuensi perubahan dalam pembuluh darah dan jantung. Tekanan darah yang naik turun atau tidak stabil sangat erat kaitannya dengan kerusakan organ terget.

Komplikasi spesifik antara lain sebagai berikut :  Komplikasi ginjal

Kelompok yang paling rentan terkena kerusakan ginjal akibat hipertensi adalah orang berusia lanjut, penyandang obesitas, orang berkulit hitam, dan mereka


(37)

primernya adalah kerusakan pada pembuluh darah ginjal akibat tekanan yang meningkat. Pada pasien hipertensi Na+ intraseluler meningkat dalam sel darah

dan jaringan lainnya. Hal ini akibat dari abnormalitas peratukaran Na+-K+ dan

mekanisme transpot Na+ lainnya.

 Komplikasi Kardiovaskuler

Resistensi vaskular yang tinggi membuat jantung teregang dan menyebabkan hipertrofi ventrikel kiri.

 Retinopati

Kerusakan pada retina mata, dimana retinopati sering terjadi dan dibagi dalam stadium menurut keparahannya.

 Penyakit serebrovaskuler

Hipertensi cenderung merupakan penyeban utama stroke, terutama perdarahan intraserebral. Komplikasi serebrovaskular sangat erat berkaitan dengan tekanan darah sistolik daripada diastolik. (Chris O’Callaghan, 2007)

2.9 Pencegahan dan Penanggulangan Hipertensi

Modifikasi gaya hidup dapat mempunyai pengaruh yang mendasar morbiditas dan mortalitas. Diet yang kaya akan buah-buahan, sayuran dan rendah lemak serta rendah lemak jenuh dapat menurunkan tekanan darah.

Terapi tambahan dapat mencegah atau mengurangi hipertensi akibat kardiovaskular seperti :

1. Kurangi berat badan jika berlebih.

2. Batasi asupan alkohol, etanol tidak lebih dari 1 oz (30ml), bir (misal 24 oz = 720 ml), anggur 10 oz (300 ml) atau wiski 2 oz (60 ml) tiap hari atau 0,5 oz (15 ml) etanol tiap hari untuk wanita dan orang dengan berat badan yang lebih ringan 3. Tingkatkan aktivitas fisik aerobik (30-45 menit hampir tiap hari dalam 1 minggu)


(38)

4. Kurangi asupan natrium tidak lebih dari 10 mmol/hari (2,4 gram natrium atau 6 gram natrium klorida)

5. Pertahankan asupan kalium yang adekuat dalam diet ( kira-kira 90 mmol/hari) 6. Pertahankan intake kalsium dan magnesium yang adekuat dalam diet untuk

kesehatan secara umum

7. Berhenti merokok dan kurangi asupan lemak jenuh dalam diet dan kolesterol untuk kesehatan kardiovaskuler secara keseluruhan (Lawrence M Tierney, 2003)

2.10 Spektrofotometri

Spektrometer adalah alat yang menghasilkan sinar dari spektrum dan panjang gelombang tertentu, dan fotometer adalah alat pengukur intensitas cahaya yang ditransmisikan atau yang diabsorpsi. Jadi spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan, atau diemisikan sebagai fungsi dari panjang gelombang (Khopkar, 2002).

Variasi warna suatu sistem berubah dengan berubahnya konsentrasi suatu komponen, membentuk dasar apa yang disebut ananlisis kolorimetrik oleh ahli kimia. Warna itu biasanya disebabkan oleh pembentukan suatu senyawa berwarna dengan ditambahkan reagensia yang tepat, atau warna itu dapat melekat dalam penyusun yang diinginkan itu sendiri. Intensitas warna kemudian dapat dibandingkan dengan yang diperoleh dengan menangani kuantitas yang diketahui dari zat itu dengan cara yang sama.

Kalorimetri dikaitkan dengan penetapan konsentrasi suatu zat dengan mengukur absorbsi relatif cahaya sehubung dengan konsentrasi tertentu zat ini. Dalam kolorometri visual, cahaya putih alamiah ataupun buatan umumnya digunakan sebagai sumber cahaya, dan penetapan biasanya dilakukan dengan suatu instrument sederhana yang disebut kalorimeter atau pembanding (comparator) warna.

Keuntungan utama metode kolorimetri dan spektofotometri adalah bahwa metoe ini memberikan cara sederhana untuk menentapkan kuantitas zat yang sangat


(39)

kecil. Batas atas metode kolorimetri pada umumnya adalah penetapan konstituen yang ada dalam kuantitas kurang dari 1 atau 2 persen.

Beberapa senyawaan yang tak dapat larut, dalam jumlah-jumlah sedikit, dapat disiapkan dalam keadaan agregasi sedemikian sehingga diperoleh suspensi yang sedang-sedang atabilnya. Sifat-sifat dari setiap suspensi akan berbeda-beda menurut konsentrasi fase terdispersinya. Bila cahaya dilewatkan melalui suspensi itu, sebagian dari energi raiasi yang jatuh didisipasi (dihamburkan) dengan penyerapan (absorpsi), pemantulan (refleksi), pembiasan (refraksi), sementara sisanya ditransmisi (diteruskan). Pengukuran intensitas cahaya yang ditransmisi sebagai fungsi dari konsentrasi fase terdipersi adalah dasar dari analisa turbidimeri. (Vogel, 1989)

Pada penentuan kadar natrium (Na) didalam serum darah digunakan kalorimetri test dengan menggunakan metode Magnesium Uranil Asetat. Reagen yang digunakan berupa kit reagen yang sudah siap pakai. Adapun prinsip dari pemeriksaan ini adalah ion natrium (Na+) ditambah dengan uranil asetat berlebih dengan magnesium asetat menghasilkan larutan sodium magnesium uranil asetat. Dengan penambahan thioglycolate akan membentuk larutan berwarna kuning coklat. Larutan ini akan di baca pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 550 nm.

Pada penentuan kadar kalium di dalam serum darah digunakan turbidimetri test dengan metode TPB (Tetraphenylboron). Reagen yang digunakan berupa kit reagen yang sudah siap pakai. Prinsip dari pemeriksaan ini adalah setelah serum ditambah dengan trichloracetic acid (TCA) dalam suasan asam, endapan ion kalium dengan natrium tetraphenylboron (Na-TPB) akan terjadi kekeruhan yang tetap dalam suspensi kalium tetraphenylborate. Kekeruhan yang terjadi sebanding dengan konsentrasi kalium dalam sampel. Pembacaan dilakukan dengan menggunakan alat spektrofotometer. (QCA, 2004)


(40)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

Alat – alat yang Digunakan

- Sentrifuga EBA 20

- Spektrofotometer Microlab 300

- Tabung reaksi Pyrex

- Micropipet Eppendorft

- Yellow tip - Rak tabung

Bahan-bahan

- Darah penderita gagal ginjal kronik

- Reagen Sodium QCA

Reagen A, komposisinya : Uranylacetate

Magnesium Acetate Reagen B, komposisinya : Ammonium thioglycolate Ammonia

- Reagen Potassium QCA

Reagen A, komposisinya : Tricolacetic Reagen B, komposisinya : TPB solution Reagen C, komposisinya : Sodium hydroxid Reagen D, komposisinya : standart


(41)

3.2 Prosedur Kerja

3.2.1 Pengambilan Sampel

Sampel berupa serum darah yang diperoleh dari pasien gagal ginjal kronik yang di ambil secara acak dengan metode Random sampling number.

3.2.2 Pengambilan serum dalam darah

1. Darah sebanyak 2 ml dimasukkan kedala tabung reaksi, kemudian disentrifuga dengan putaran 2500 rpm selama 10 menit

2. Serum yang diperoleh didekantasi ke tabung reaksi

3.3.2.1 Pemeriksaan kadar Sodium (Natrium)

1. Disediakan 2 buah tabung reaksi dan masing-masing tabung diberi label standar dan penentuan

2. Dimasukkan 20 µl serum ke tabung penentuan 3. Dimasukkan 20 µl larutan standar ke tabung standar

4. Dimasukkan masing-masing 2000 µ l Reagen A kedalam tabung standar dan tabung penentuan

5. Dicampur hingga homogen lalu tunggu 5 menit, kemudian goyang selama 30 detik, lalu diamkan lagi 30 menit

6. Disentrifuga 2000 rpm selama 5 menit

7. Supernatan yang diperoleh didekantasi ke tabung reaksi

8. Disediakan 3 buah tabung reaksi dan masing-masing tabung di beri label blanko, standar dan penentuan

9. Dimasukkan 50 µl Reagen A ke dalam tabung blanko


(42)

supernatan penentuan ke tabung penentuan

11. Dimasukkan Reagen B masing-masing 2000 µ l ke tabung blanko, standar dan penentu

12. Dicampur hingga homogen dan tunggu selama 10-15 menit

13. Dibaca pada Spektrofotometri dengan panjang gelombang Hg 550 nm

3.3.2.2 Pemeriksaan Kadar Potassium (Kalium)

1. Disediakan satu buah tabung reaksi dan diberi label penentuan 2. Dimasukkan ke dalam tabung 1000 µl Reagen A

3. Dimasukkan 100 µl serum ke dalam tabung

4. Dicampur hingga homogen lalu disentrifuga 2000 rpm selama 5 menit 5. Supernatan yang diperoleh didekantasi ke tabung reaksi

6. Disediakan 3 buah tabung reaksi dan masing-masing tabung di beri label blanko, standar dan penentuan

7. Dimasukkan masing-masing 1000 µl Reagen B ke tabung blanko, standar dan penentuan

8. Dimasukkan masing-masing 1000 µl Reagen C ke tabung blanko, standar dan penentuan

9. Dicampur hingga homogen lalu tunggu selama 10 menit 10. Dimasukkan 200 µl larutan standar ke tabung standar

11. Dimasukkan 200 µl supernatan penentuan ke tabung penentuan 12. Dicampur hingga homogen dan tunggu selama 10 menit


(43)

3.3Bagan Penelitian


(44)

(45)

(46)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Setelah dilakukan penelitian terhadap 5 orang pasien penderita gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi, maka hasil yang di peroleh adalah sebagai berikut :

Tabel 4.1.1 Data-data hasil pemeriksaan kadar Natrium. No. Tabung Kadar Natrium

(mmol/L)

Nilai normal (mmol/L) N-1 146 135-145 N-2 147 135-145 N-3 147 135-145 N-4 149 135-145 N-5 148 135-145

Tabel 4.1.2.Data-data hasil pemeriksaan kadar Kalium.

No. Tabung Kadar Kalium (mmol/L)

Nilai normal (mmol/L) N-1 5,7 3,5-5,5 N-2 5,8 3,5-5,5 N-3 5,6 3,5-5,5 N-4 5,9 3,5-5,5 N-5 5,6 3,5-5,5

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa kadar natrium dan kalium pada penderita gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penayakit jantung pada umumnya mengalami peningkatan ( hipernatremia dan hiperkalemia).


(47)

4.2 Pembahasan

Dalam penelitian dari serum darah pada pasien gagal ginjal kronik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi ini diperoleh bahwa kadar natrium dan kalium nya tinggi. Dimana pada umumnya kadar natrium normal berkisar 135-145 mmol/L, sedangkan kadar kalium normal berkisar 3,5-5,5 mmol/L. Kadar natrium yang tinggi (Hipernatremia) biasanya disebabkan oleh defisiensi air dalam tubuh relatif terhadap natrium. Hipernatermia selalu menyebabkan hiperosmolalitas (urine yang terlalu pekat) karena natrium merupakan ion ekstraselular utama. Hiperosmolalitas dapat disebabkan oleh osmolit lain, sebagian besar adalah glukosa pada diabetes melitus atau ureum pada gagal ginjal. Sebagian besar hipernatremia berawal dari kehilangan air yang tidak tergantikan, sehingga volume tubuh biasanya rendah. Oleh karena itu, pertahanan utama tubuh melawan hipernatremia adalah rasa haus. Hipernatremia dapat juga diakibatkan kelebihan aldosteron, yang menyebabkan retensi natrium berlebihan. Hipernatremia dapat terjadi jika mekanisme pemekatan urin tidak efisien dan urin terencerkan dengan jumlah natrium yang rendah. Hiperosmolalitas menyebabkan sel otak menciut karena air meninggalkan sel secara osmosis, pecahnya pembuluh darah otak dan puncaknya dapat terjadi kejang dan koma.

Kadar kalium yang tinggi (hiperkalemia) biasanya menunjukkan penurunan sekresi kalium urin. Retensi kalium dalam tubuh mengakibatkan naiknya kadar kalium dalam tubuh. Kegagalan sekresi ginjal atau kegagalan kalium memasuki sel yang menyebabkan hiperkalemia. Pada gagal ginjal, akumulasi kalium disebabkan oleh berkurangnya jumlah nefron yang dapat mengeksresi kalium.


(48)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian kepada pasien gagal ginjal konik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi diperoleh kesimpulan bahwa kadar elektrolit tubuh pasien terutama kadar Natrium dan Kalium pada umumnya relatif tinggi (Hipernatremia dan Hiperkalemia). Dimana rata-rata kadar natrium yang diperoleh > 145 mmol/L (nilai normal 135-145 mmol/L). Begitu juga dengan kalium, kadar kalium yang diperoleh rata-rata > 5,5 mmol/L ( nlai normal 3,5-5,5 mmol/L). Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan ginjal mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dalam mengatur keseimbangan ion elektrolit tubuh terutama dalam hal menjaga keseimbangan natrium dan kalium di dalam tubuh.

5.2 Saran

Kepada peneliti berikutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan elektrolit dalam serum darah penderita gagal ginjal kronik seperti kadar natium (Na), kalium (K), klorida (Cl), magnesium (Mg), kalsium (Ca) dan fosfat (P) dengan metoda yang lebih terperinci dan disertai perhitungan yang lebih akurat.


(49)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2002). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan II. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Baron, D. N.1995. Kapita Selekta Patologi Klinik. Cetakan VI. Jakarta EGC Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Cetakani 8 vol 2. Jakarta

EGC.

Darmono. (1995). Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Cetakan I. Jakarta : UI Press.

Doenges E Marlynn dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Cetakan III. Jakarta EGC

Goldstein McGilvery. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Cetakan III. Jakarta EGC.

Http://www.kompas.com, diakses 03 Maret 2010

Japaris Willie. 1992. Penyakit Ginjal. Cetakan I. Jakarta : ARCAN

Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Oleh Saptorahardjo. Jakarta: UI Press.

Lehninger L.Albert, Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta UI Press.

Lumenta A. Nico dkk. 1997. Penyakit Ginjal, Penyebab, Pengobatan Medik dan Pencegahannya. PT. BPK Gunung Mulia

Lubis Rasyid Harun.1990. Buletin Khusus Ceramah Penyakit Ginjal FKUSU.

Mursito Bambang. 2001. Ramuan Tradisional Untuk Gangguan Ginjal. Jakarta : Penebar Swadaya.

Maria. 2009. Penetapan kadar Natrium dan Kalium pada alpukat (Persea americana Mill) secara Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi S1. Jurusan Farmasi. Fakultas Farmasi USU.

Nurlela. 1998. Studi perbandingan kadar fosfor dari fosfolida pada serum darah normal dan serum darah penderita hipertensi. Skripsi S1. Jurusan Kimia. FMIPA USU


(50)

O’Callagachan Chris. 2007. At a Glance Sistem Ginjal. Cetakan II. Erlangga : PT Gelora Aksara Pratama

Papadakis A.Maxine. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan II vol 3. Terjemahan Suhardjono. Jakarta EGC

Pearce Evelyn. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Tierney M.Lawrence dkk. 2003. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit Dalam. Terjemahan oleh Abdul Gofir. Jakarta : Salemba Medika

Utaminingsih Rahayu Wahyu. 2009. Mengenal dan Mencegah Penyakit Diabetes, Hipertensi, Jantung dan Stroke untuk Hidup Lebih Berkualitas. Yogyakarta : Media Ilmu

Quimica Clinica Aplicada. 2004. Penuntun Cara Kerja Pemeriksaan Kadar Natrium dan Kalium.

Vogel. 1989. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerjemah: Pudjaatmaka dan setiono. Edisi Keempat. Jakarta: EGC Kedokteran.


(51)

(52)

Panjang Gelombang/nm

Gambar 1. panjang gelombang potassium

0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1

0.0

500 600 700 800

A

bs

or

ba


(53)

Konsentrasi Kalium/mmol L

0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20

0.15

2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 -1

Gambar 2. Kurva kalibrasi dari analisa kalium dalam serum darah dengan menggunakan metode turbidimetri


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian kepada pasien gagal ginjal konik yang disebabkan oleh penyakit hipertensi diperoleh kesimpulan bahwa kadar elektrolit tubuh pasien terutama kadar Natrium dan Kalium pada umumnya relatif tinggi (Hipernatremia dan Hiperkalemia). Dimana rata-rata kadar natrium yang diperoleh > 145 mmol/L (nilai normal 135-145 mmol/L). Begitu juga dengan kalium, kadar kalium yang diperoleh rata-rata > 5,5 mmol/L ( nlai normal 3,5-5,5 mmol/L). Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan ginjal mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dalam mengatur keseimbangan ion elektrolit tubuh terutama dalam hal menjaga keseimbangan natrium dan kalium di dalam tubuh.

5.2 Saran

Kepada peneliti berikutnya disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai kandungan elektrolit dalam serum darah penderita gagal ginjal kronik seperti kadar natium (Na), kalium (K), klorida (Cl), magnesium (Mg), kalsium (Ca) dan fosfat (P) dengan metoda yang lebih terperinci dan disertai perhitungan yang lebih akurat.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2002). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Cetakan II. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Baron, D. N.1995. Kapita Selekta Patologi Klinik. Cetakan VI. Jakarta EGC Brunner, Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Cetakani 8 vol 2. Jakarta

EGC.

Darmono. (1995). Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Cetakan I. Jakarta : UI Press.

Doenges E Marlynn dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Cetakan III. Jakarta EGC

Goldstein McGilvery. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Cetakan III. Jakarta EGC.

Http://www.kompas.com, diakses 03 Maret 2010

Japaris Willie. 1992. Penyakit Ginjal. Cetakan I. Jakarta : ARCAN

Khopkar, S.M. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Terjemahan Oleh Saptorahardjo. Jakarta: UI Press.

Lehninger L.Albert, Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta UI Press.

Lumenta A. Nico dkk. 1997. Penyakit Ginjal, Penyebab, Pengobatan Medik dan

Pencegahannya. PT. BPK Gunung Mulia

Lubis Rasyid Harun.1990. Buletin Khusus Ceramah Penyakit Ginjal FKUSU.

Mursito Bambang. 2001. Ramuan Tradisional Untuk Gangguan Ginjal. Jakarta : Penebar Swadaya.

Maria. 2009. Penetapan kadar Natrium dan Kalium pada alpukat (Persea americana

Mill) secara Spektrofotometri Serapan Atom. Skripsi S1. Jurusan Farmasi.

Fakultas Farmasi USU.

Nurlela. 1998. Studi perbandingan kadar fosfor dari fosfolida pada serum darah

normal dan serum darah penderita hipertensi. Skripsi S1. Jurusan Kimia.


(3)

O’Callagachan Chris. 2007. At a Glance Sistem Ginjal. Cetakan II. Erlangga : PT Gelora Aksara Pratama

Papadakis A.Maxine. 2001. Ilmu Penyakit Dalam. Cetakan II vol 3. Terjemahan Suhardjono. Jakarta EGC

Pearce Evelyn. 1999. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama

Tierney M.Lawrence dkk. 2003. Diagnosis dan Terapi Kedokteran Ilmu Penyakit

Dalam. Terjemahan oleh Abdul Gofir. Jakarta : Salemba Medika

Utaminingsih Rahayu Wahyu. 2009. Mengenal dan Mencegah Penyakit Diabetes,

Hipertensi, Jantung dan Stroke untuk Hidup Lebih Berkualitas. Yogyakarta :

Media Ilmu

Quimica Clinica Aplicada. 2004. Penuntun Cara Kerja Pemeriksaan Kadar Natrium

dan Kalium.

Vogel. 1989. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerjemah: Pudjaatmaka dan setiono. Edisi Keempat. Jakarta: EGC Kedokteran.


(4)

(5)

Panjang Gelombang/nm Gambar 1. panjang gelombang potassium

0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2 0.1 0.0

500 600 700 800 A bs or ba n +


(6)

Konsentrasi Kalium/mmol L

0.50 0.45 0.40 0.35 0.30 0.25 0.20

0.15

2.0 3.0 4.0 5.0 6.0 7.0 8.0 -1

Gambar 2. Kurva kalibrasi dari analisa kalium dalam serum darah dengan menggunakan metode turbidimetri