KEPEMIMPINAN BAGI UMAT

KEPEMIMPINAN BAGI UMAT
QOMARI ANWAR
KEPEMIMPINAN yang berasal dari akar kata pemimpin dimaksudkan sebagai
suatu proses memberikan arahan/bimbingan/perintah kepada orang lain dalam
memilih/mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tentang siapa yang disebut pemimpin bila didasarkan kepada keterangan Nabi
Muhammad saw adalah semua kita. “kullukum raa’in – wa kullukum mas-ulun
‘an ra’iyyatih”, artinya setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan
diminta pertanggunganjawab atas kepemimpinannya.
Bila dicermati ada beberapa istilah yang dapat mewakili kata/terjemahan
pemimpin, antara lain, imam, ra’in, khalifah, dll. Imam mengesankan pemimpin
yang di depan, memberi komando kepada anak buah/pengikut yang dipimpinnya.
Tentu saja di sini juga terkandung maksud bahwa sang imam harus berfungsi
memberikan teladan. Sedangkan ra’in dikesankan sebagai pemimpin yang berada
di tengah-tengah jamaah/pengikutnya, bersikap merakyat untuk memberi
motivasi, membangun karsa, menggerakkan jamaah agar melakukan/tidak
melakukan suatu perbuatan mencapai tujuan yang dicita-citakan. Adapun khalifah,
dikesankan sebagai pemimpin yang berada di belakang dengan sikap tutwuri
handayani, mengayomi dan memberikan dorongan dari belakang kepada para
jamaah/pengikutnya. Kesan makna seperti tersebut di atas bukanlah suatu
kemestian, dan masih dapat dipahami.

Ditinjau dari segi cara memperoleh posisi dan fungsi kepemimpinan dapat
diperoleh dengan cara: Pertama, sebagai warisan, turun temurun. Seperti
kepemimpinan pada masa raja-raja zaman dahulu; sebagian kiai di beberapa
pesantren salafiyah, terutama di Jawa Timur dan Jawa Tengah, dll. Kedua, melalui
penunjukan. Model ini dilakukan oleh pejabat tertentu yang atas kehendaknya
sendiri atau karena perintah undang-undang/peraturan harus melakukan
penunjukan. Seperti pemimpin di sebuah perusahaan atau instansi pemerintah.
Ketiga, melalui pemilihan secara demokratis oleh anggota/rakyat/umat. Mereka
sengaja mencari/memilih pemimpin untuk mereka ikuti/patuhi perintahnya.
Dengan cara ini pemimpin memperoleh mandat/kepercayaan dari rakyat/umat
langsung, karenanya mereka seharusnya secara moral harus turut memberikan
kontribusi atas kepemimpinan seseorang dan turut bertanggungjawab atas
keberhasilan dari sang pemimpin yang telah mereka pilih. Misalnya pemimpin
partai politik, pemimpin Muhammadiyah di semua tingkatan, dll. Keempat,
dengan proses kombinasi antara pemilihan dan penunjukkan. Calon pemimpin
dipilih terlebih dulu oleh kelompok yang berwenang (sesuai kesepakatan), lalu
dikuatkan dengan SK oleh badan tertentu. Misalnya rektor Perguruan Tinggi
Muhammadiyah, walaupun telah diproses dan dipilih oleh anggota senat tetap saja
belum dapat berfungsi sebagai rektor sampai dengan ada SK PP Muhammadiyah
dan dilanjutkan dengan serah terima jabatan dari rektor lama. Bahkan sesuai

dengan Qaidah Pendidikan Tinggi Muhammadiyah, PP Muhammadiyah dapat

mengambil kebijakan tertentu (mungkin berbeda dengan hasil pemilihan yang
dilakukan oleh senat universitas) dan mengangkat nama lain demi kemaslahatan
yang lebih besar bagi persyarikatan.
Secara prinsip pemimpin memiliki kewenangan melakuan upaya mempengaruhi
pihak lain/bawahan untuk melakukan/tidak melakukan sesuatu tanpa merasa ada
tekanan/paksaan. Pemimpin tidak sekadar memerintah/mengepalai crang-orang
tertentu/ bawahan. Justru mereka hendaknya diberikan pengertian dan arahan,
mereka perlu diajak bicara tentang berbagai hal sehingga mereka memiliki
kesadaran untuk berpartisipasi aktif dan turut bertanggung jawab atas terlaksana
dan tercapainya tujuan bersama.
Banyak hal yang harus diketahui disadari oleh pemimpin sehingga dirinya dapat
melakukan tugasnya dengan baik dan tepat, antara lain:
1 Para pemimpin harus mengetahui secara pasti tentang bidang tugasnya, agar
dapat lebih memperjelas pelaksanaan, arahan dan efektifitas,
2. Pemimpin harus memiliki kepekaan/kepedulian terhadap
keadaan/perkembangan lingkungannya;
3. Pemimpin harus mampu melakuan hubungan kerja/koordinasi dengan baik ke
dalam maupun ke luar institusinya;

4. Pemimpin harus memiliki keberanian untuk mengambil keputusan secara tepat,
baik dilihat dari segi waktu maupun materi.
Untuk kalangan umat Islam khususnya persyarikatan Muhammadiyah, para
pemimpin di semua tingkatan, karena berfungsi sebagai pemimpin umat
semestinya memahami dan melaksanakan secara seksama hal-hal berikut ini:
1. Pemimpin tidak boleh minta diistimewakan. Dalam hadist yang diriwayatkan
oleh Turmudzi disebutkan bahwa tak seorangpun yang tidak mencintai Rasulullah
saw, (namun) apabila mereka mengerti Rasul (tiba) mereka tidak lalu berdiri
(untuk menghormat) karena mereka tahu bahwa hal itu adalah terlarang
Sementara dalam hadist lain diriwayatkan bahwa Muawiyah tatkata keluar
menyuruh duduk kepada Abdullah bin Zubair dan lbnu Sofyan, sambil mengucap:
Aku pernah mendengar Rasulullah saw bersabda, barangsiapa yang menyukai
orang untuk berdiri guna menghormatinya, maka tempatnya adalah di neraka
(H.R. Turmudzi).
2. Pemimpin tidak boleh hanya mementingkan dirinya sendiri. Dalam hadist yang
diriwayatkan Abu Dawud dinyatakan bahwa Rasulullah melarang 3 hal: pertama,
agar jangan sampai ada imam yang berdoa untuk dirinya sendiri; kedua, agar
jangan ada di antara kita mengintai-intai rumah orang lain sebelum diijinkannya;
dan ketiga, agar seseorang tidak melakukan shalat saat dirinya masih berat (karena
mengantuk) sampai merasa ringan.

3. Pemimpin tidak boleh memberatkan umat, karena ia adalah pelayan mereka.
Pernah suatu saat Nabi agak marah karena dilapori imam terlalu panjang
bacaannya, lalu bersabda. Wahai manusia sesungguhnya kalian itu bermacam-

macam. Siapapun yang menjadi imam buat manusia berbuatlah sedang-sedang
saja, karena sesungguhnya di belakang imam ada orang yang sudah lemah, ada
yang tua dan ada pula yang masih mempunyai keperluan (HR Bukhari).
4. Pemimpin bertanggungjawab secara pribadi jika bersalah, tidak dibebankan
kepada umat. Uqbah bin Amir mengatakan, aku pernah mendengar Rasulullah
bersabda: Barangsiapa menjadi imam buat manusia, lalu ia biasa menepati waktu,
rnaka pahala untuknya dan untuk yang dipimpin. Dan barangsiapa memimpin
tetapi tidak menepati waktu (bersalah), maka dosanya (tanggungjawabnya)
atasnya, bukan atas yang dipimpin (HR Abu Dawud).
5. Pemimpin ikut bertanggungjawab atas kesalahan orang yang dipimpinnya.
Sabda Rasul saw: Orang-orang melakukan shalat karena pimpinanmu, jika mereka
benar kamu ikut benar, dan jika mereka melakukan kesalahan, kamu dan mereka
akan bertanggung jawab (HR Bukhari).
6. Pemimpin harus tetap hormat kepada pimpinan atasan yang mengangkatnya.
Cukup banyak nash yang dapat dijadikan sandaran atas pikiran ini, a.l. firman
Allah: Hai orang-orang yang beriman, taatlah kamu kepada Allah, patuhi Rasul

dan ikuti para pemangku kekuasaan (pemimpin) di antara kamu (Q.S. An-Nisa:
59)
7. Pemimpin harus bersedia menerima kritik dan saran dari siapapun termasuk
dari bawahannya asal wajar dan obyektif. Selain itu pemimpin harus mempercayai
bawahannya yang jujur dan taat . Diriwayatkan dalam hadist yang agak panjang
dengan riwayat Bukhari, intinya adalah sebagai pemimpin umat Rasulullah saw:
a. mempercayai laporan intelnya; b. meminta pendapat para sahabat terhadap
gagasan yang dilontarkannya, dan c. menerima saran Abu Bakar yang
proporsional sehingga dapat mengurangi kemasygulan yang terjadi
8. Pemimpmn hendaknya jangan berbuat sewenang-wenang Dalam hadist riwayat
Muslim dinyatakan bahwa Hisyam bin Hakim ketika menyaksikan penyiksaan
terhadap manusia dan dijemurnya manusia tersebut di tempat panas di negeri
Syam, mengucap: Sungguh aku dengar dari Rasulullah saw bahwa Tuhan akan
mengazab pemimpin yang pernah mengazab rakyatnya di dunia
9. Menjadi pemimpin berarti memegang amanat Allah. Coba cermati makna
hadist berikut ini. Dari Abuzar ra katanya: Pernah saya berkata kepada Rasulullah
saw apakah tuan tak dapat mengangkat saya menjadi pegawai tuan? Beliau
menepuk bahu saya dengan tangannya seraya berkata, Hai Abuzar, anda ini orang
yang lemah, sedang pekerjaan (jabatan) itu amanat Allah yang kelak pada hari
kiamat. mungkin membawa kehinaan dan penyesalan, kecuali bagi orang yang

memenuhi syarat dan menjalankannya dengan wajar menurut mestinya (HR
Muslim).
Dalam hadist lain dari Aisyah katanya: Aku dengar Rasulullah saw berdoa di
rumah saya ini; Ya Allah, persulitlah bagi siapa yang memegang suatu
tanggungjawab atas umatku, lalu mempersulit mereka; dan berlunaklah ya Allah
bagi siapa yang memegang suatu tanggungjawab atas umatku, lalu bersikap
bijaksana dalam membimbing mereka (HR Muslim).

10. Pemimpin tidak dibenarkan membuka aib bawahannya terutama di depan
umum dalam kondisi bagaimanapun.
Penulis adalah Rektor Universitas Prof. Dr. Hamka, Jakarta

----------------------------------------------------------------------------------------------Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 2 2002