DIKSI DALAM PESAN DAKWAH KH. SUEB THOYYIB DALAM PENGAJIAN RUTIN YASINAN DAN TAHLILAN DI AMPEL SURABAYA.

(1)

DIKSI DALAM PESAN DAKWAH KH. SUEB THOYYIB DALAM PENGAJIAN RUTIN YASINAN DAN TAHLILAN

DI AMPEL SURABAYA SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah

Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

OLEH:

WIDIATIN ANISA’ (B01211033)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

JURUSAN KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015


(2)

DIKSI DALAM PESAN DAKWAH KH. SUEB THOYYIB DALAM PENGAJIAN RUTIN YASINAN DAN TAHLILAN

DI AMPEL SURABAYA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program

Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)

OLEH:

WIDIATIN ANISA’ (B01211033)

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM

JURUSAN KOMUNIKASI FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2015


(3)

PERNYATAAN PERTANGGUNGJAWABAN

PENULISAN SKRIPSI

B is m i I I a hirrahmanirua him Yang bertanda tangan dibawah

ini, saya:

\ama

: Widiatin Anisa,

NtV

: B012i 1033

Prodi

: Komunikasi dan penyiaran Islam

Alamat

: Jl. A. yani Sumu.g"nrt Babat Lamongan

Menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa:

l)

skripsi

ini

tidak pernah dikumpulkan

kepada rembaga pendidikan tinggr

mana pun untuk mendapatkan gelar akademik

apapun

2)

Skripsi

ini

adalah benar-benar hasil karya

,uyo'.""u.u mandiri dan bukan merupakan hasil plagiasi atas karyaorang lain

3)

Apabila di kemudian hari terbukti

atau d,apatdibuktikan sknpsi

ini sebagai

hasil plagiasi, saya akan bersedia

yangterjadi.

'*t*

a\4,

uErsEqra menanggung segala konsekuensi hukum

(Widiatin Anisa,) NrM. 801211033

Surabaya,


(4)

F

iI i I

l

{:,;t

Pr..di

-ludul

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBIN G

: Widiatin Anisa"

: B01211033

: Komunikasi dan Penviaran Islam

: DIKSI DALAM PESAN DAKWAH KH. SUEB THOYYIB DALAM PENGAJIAN RUTIN YASINAN DAN TAHLILAN

DI AMPEL SURABAYA

Skripsi ini telah dipetiksa dan disetujui untuk diujikan.

Surabaya, 29 J:uJi 2015 Mengetahui Dosen Pembimbing,


(5)

PENGESAHAN TIM PENGUJI

S*::rsi oleh Widiatin Anisa' ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Skripsi Surabaya, 14 Agustus 2015

Universitas Islarn Negeri Sunan Ampel Surabaya

Fakultas Dakwah dan Komunikasi Mengesahkan,

'-"N]IP* .195801

13 I 98203200 1

Wahyu Jlaihi, MA

Drs. H. Sulhawi Rubba, M.Fil.I

NIP. 19ss01 16198s031 003

Penguii

III

Penguji

IV

I

I

l"uq'

I

Dr. Hi. Luluk Fikri Zuhriyah. M.Ae NIP. 19691 2A{1997032004

M. AnlS Bachtiar. M.Fil.I


(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul...i

Pernyataan Pertanggung Jawaban...ii

Persetujuan Pembimbing...iii

Pengesahan Tim Penguji...iv

Motto...v

Abstrak...vi

Kata Pengantar...vii

Daftar Isi...x

Daftar Tabel...xii

Daftar Gambar...xiii

BAB I : PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah...1

B.Rumusan Masalah...8

C.Tujuan Penelitian...9

D.Manfaat Penelitan...9

E. Definisi Konsep...10

F. Sistematika Pembahasan...12

BAB II :DIKSI DALAM PESAN DAKWAH A. Diksi...14

1. Pengertian Diksi...14

2. Makna-Makna ...20

3. Ketepatan Pilihan Diksi...22

4. Kesesuaian Pilihan Kata...23

B. Pesan Dakwah...25

C. Diksi Dalam Pesan Dakwah...39

D. Penelitian Terdahulu Yang Relevan...41

BAB III : METODE PENELITIAN A.Pendekatan Dan Jenis Penelitian...42

B.Kehadiran Peneliti...45

C.Sumber Data...46

D.Teknik Pengumpulan Data...47

E. Teknik Analisis Data...53

F. Teknik Keabsahan Data...54


(7)

BAB IV : PENYAJIAN DATA DAN PENEMUAN PENELITIAN

A. Penyajian Data

1. Profil KH. Sueb Thoyyib...60 2. Pesan Dakwah KH. Sueb Thoyyib...65 B. Analisis Data

Tanda Dan Makna Diksi Dalam Pesan Dakwah KH. Suep Thoyyib...70 C. Temuan Penelitian...90

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan...92 B. Saran...93

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

ABSTRAK

Widiatin Anisa’, NIM. B01211033, 2015. Diksi Dalam Pesan Dakwah KH.

Sueb Thoyyib Dalam Pengajian Rutin Yasinan dan Tahlilan Di Ampel Surabaya. Skripsi Program Studi Komunikasi dan Penyiaran Islam Konsentrasi Retorika Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci: Diksi, Tanda dan Makna, Pesan Dakwah, Rutinitas Yasin dan Tahlil.

Ada satu persoalan yang peneliti kaji yaitu: bagaimana tanda dan makna diksi dalam pesan dakwah KH. Sueb Thoyyib dalam pengajian rutin yasinan dan tahlilan di Ampel Surabaya?. Adapun tujuanya adalah untuk mengetahui tanda dan makna diksi dalam pesan dakwah KH. Sueb Thoyyib dalam dalam pengajian rutin yasinan dan tahlilan di Ampel Surabaya.

Untuk mengidentifikasi persoalan tersebut secara mendalam dan menyeluruh, dalam penelitian ini digunakanlah pendekatan kualitatif dan dengan jenis penelitian analisis semiotik model Ferdinand de Saussure. Kemudian data yang diperoleh, penulis melakukan wawancara terhadap subjek penelitian yaitu KH. Sueb Thoyyib serta jamaah yang telah memenuhi kriteria informan dalam penelitian ini, peneliti juga melakukan observasi kegiatan ceramah subjek penelitian di lapangan serta video ceramahnya.

Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa: Tanda dan makna menggambarkan bahwa pesan dakwah yang disampaikan oleh KH. Sueb Thoyyib memiliki sebuah makna. Sebagaimana makna dalam ketepatan diksi terdapat makna denotatif dan konotatif, makna kata-kata yang hampir bersinonim dan kata yang bersinonim. Disamping itu bahasa yang

digunakan adalah menggunakan bahasa jawa karena mayoriyas jama’ah


(9)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Islam adalah agama yang berasal dari Allah SWT yang diturunkan melalui utusan-Nya Nabi Muhammad saw. Ajaran-ajaran islam tertuang dalam Al-qur’an dan Sunnah, berupa petunjuk-petunjuk, perintah-perintah dan larangan-larangan demi kebaikan manusia. Itulah sebabnya agama yang diterima disisi Allah hanyalah islam. 1

Islam merupakan agama yang sempurna dan menyeluruh tidak hanya mengatur hubungan manusia dengan Allah, juga mengatur hubungan manusia dengan dirinya sendiri dan mengatur hubungan manusia dengan sesamanya yang diturunkan kepada baginda Rasulullah saw untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia karena islam itu membawa rahmat bagi seluruh alam bila diterapkan ditengah-tengah umat manusia. Oleh karena itu mengemban dakwah islam adalah misi yang agung dan mulia untuk kesejahteraan umat manusia bahagia dunia akhirat bagi yang mengikuti dengan penuh kesungguhan dan menyeluruh.2

Sebagai pemeluk islam telah jelas bahwasanya diperintahkan oleh Allah swt. Untuk berdakwah. Yang mana dakwah sendiri dalam bahasa

1 Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Agama Islam, (Bogor: LPKAI “Cahaya Salam”, 2010) , hal.

17


(10)

2

Al-qur’an terambil dari kata وع – وع ي – اع yang secara lughowi

(etimologi), berarti menyeru atau memanggil.3

Adapun dari tinjauan aspek terminologis, pakar dakwah Syekh Ali Mahfuz mengartikan dakwah dengan mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah swt, menyeru mereka pada kebiasaan yang baik dan

melarang mereka dari kebiasaan buruk supaya mendapatkan

keberuntungan di dunia dan akhirat.4

Dakwah pada hakekatnya adalah mengajak atau menyeru ummat menuju jalan Allah SWT. Dan mencegah pada hal yang menuju kemungkaran. Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surat Ali imron ayat: 104                            

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.

Dalam ayat diatas, terdapat kata “‘amar ma’ruf nahi

munkar”secara lengkap. Ayat diatas mengandung beberapa pengertian: 1. Hendaklah ada di antara kamu sekelompok umat. 2. Yang tugas atau

misinya menyeru kepada kebaikan. 3. Yaitu menyuruh pada yang ma’ruf

dan mencegah dari yang mungkar dan 4. Merekalah yang berjaya dan orang-orang yang beruntung.

3 A. Ilyas Ismail, Prio Hotman, Filsafat Dakwah rekayasa membangun agama dan peradaban Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011), hal. 27


(11)

3

Sementara ayat 110 dari surat ali-imran mengandung kalimat yang mirip dengan ayat tadi, yang bunyi-nya dapat dibaca demikian:5

                                            



“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Ayat diatas terdapat dua pengertian yang dapat ditarik. Pertama, kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia; kedua,

menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar serta

beriman kepada Allah.6

Sebagaimana sudah jelas bahwa Allah memerintahkan untuk menyeru pada yang makruf dan mencegah pada yang mungkar. Dan itu

sudah menjadi tugas juru dakwah atau Da’i untuk dapat menyampaikan

dan mengemas, membuat packaging yang menarik serta indah,

sebagaimana dalam sebuah hadits yang telah di diriwayatkan oleh imam

At-Tabrani, Rasulullah saw. Bersabda : “ sesungguhnya Allah maha

Indah dan mencintai Keindahan ”. tidak salah jika dinyatakan, bahwa diantara identitas utama seorang muslim adalah sebagai pribadi yang suka, cinta, respek dengan keindahan, baik dalam keindahan pemilihan kata

5 Asep Kusnawan , Ilmu Dakwah, (Jakarta: Pustaka Bani Quraisy, 2004 ), hal. 27 6 Ibid, hal.28


(12)

4

maupun keindahan dalam gaya bahasa. Dalam pandangan saya, bagian dari mencintai keindahan adalah saat berkomunikasi, berinteraksi, bertemu, atau menyampaikan tausiyah, ide, dan berkata-kata. Dalam arti, muslim yang baik ia akan senantiasa memperhatikan agar derasan kata yang keluar adalah indah memikat penuh makna. Makadari itu dikatakan

bahwa identitas seorang da’i, selain dibutuhkan kemapanan pada ilmu

-ilmu syar’i, juga dituntut kemampuan mumpuni dalam retorika dakwah

dan komunikasi yang memikat bagi ummat. Dengan begitu maka dakwah yang disampaikan akan lebih mudah dipahami dan lebih mudah diterima oleh masyarakat7

Dengan kata lain bahwa untuk menarik perhatian mad’u tanpa

membuat terlena adalah dengan cara memilih kata-kata yang menarik dalam mengolah pesan. Selain itu penggunaan bahasa dan pemilihan

kata-kata (Diksi) memungkinkan Da’I memperoleh kefasihan yang memukau.

Dan ketepatan pemilihan kata akan memudahkan mad'u memahami isi pesan ceramah dan terjadilah efektifitas dakwah.

Bila pembicara berpidato dengan baik, pendengar jarang menyadari manipulasi daya tarik motif yang digunakan, tidak mengetahui organisasi dan sistem penyusunan pesan, tidak pula mengerti teknik-teknik pengembangan pokok bahasan. Tetapi setiap pendengan mengetahui pasti pembicara yang baik selalu pandai dalam memilih kata-kata. Jadi kata-kata bukan saja dapat mengungkapkan, tetapi juga memperhalus dan bahkan


(13)

5

menyembunyikan kenyataan, selain itu kata-kata juga dapat

mencerminkan tingkah laku dan struktur sosial pembicara. Glenn R. Capp dan Ricard Capp, Jr. Merumuskan ketentuan-ketentuan retorika itu sebagai berikut: bahasa lisan harus menggunakan kata-kata yang jelas, tepat dan menarik.8

Pada realita saat ini, sering kita lihat dalam kehidupan sehari-hari tidak sedikit orang yang amat sulit mengungkapkan maksudnya karena adanya kebingungan dalam menggunakan kata-kata dan bahasa.

Disamping itu pula Juga sering menjumpai da’I yang menyampaikan

materi hanya itu-itu saja, dimana pun tempatnya ketika bertausiyah, materi juga kata-kata yang disampaikan kepada mad’u hanya itu saja tanpa

adanya variasi kata atau pemilihan kata. Makadari itu agar seorang Da’i tidak terjadi pada masalah seperti itu, karena sorang da”i harus kaya akan kata, makna dan bahasa dan Da’I juga harus mengetahui bagaimana

pentingnya peranan pemilihan kata dalam komunikasi sehari-hari dan berpidato.

Salah satu faktor keberhasilan dakwah adalah bagaimana da’I mengolah pesan sehingga mudah diterima oleh mad’u. diantara cara

mengolah pesan adalah memilih kata dan bahasa yang mudah difahami

oleh mad’u yang dihadapai, memilih kata-kata yang sopan, menyesuaikan dengan momentum acara. Gaya bahasa juga termasuk dalam pembahasan

8 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


(14)

6

diksi. Gaya bahasa yang dimiliki seorang da’I juga menggambarkan karakteristik da’I tersebut. Jika gaya bahasa yang digunakan santun dan tidak bertele-tele juga menyesuaikan dengan bahasa mad’u akan

menunjukkan kredibilatas da’I yang mumpuni dan patut menjadi panutan.

Makadari itu penulis ingin meneliti tentang diksi dalam pesan dakwah. Sebagaimana di dalam al-Qur’an banyak dijelaskan bahwa prinsip pemilihan kata dalam berkomunikasi, agar tercipta komunikasi yang efektif. Diantaranya Qoulan Ma’rufa (perkataan yang baik) QS. An-Nisa’, 4;5. Qoulan Sadida (perkataan yang benar, mengandung kejujuran) QS. Al-Ahzab 33;70. Qoulan Baligha (perkataan yang berbekas dijiwa) QS. An-Nisa’; 4:63. Qulan Kariman (Perkataan yang mulia) QS. Al-Isra’; 17:23. Qoulan Maisura (perkataan yang pantas) QS. Al-Isra’, 17:28.

Qoulan Layyina (perkataan yang lemah lembut) QS. Thaha, 20: 44. Beberapa prinsip diksi dalam komunikasi yang terdapat dalam Al-Qur’an inilah yang menunjukkan pentingnya memperhatikan pemilihan kata dalam komunikasi khususnya untuk kegiatan dakwah billisan.

Demikian juga halnya dalam Rutinitas Yasin dan Tahlil, yang terdiri dari Jama’ah ibu-ibu dengan aktif membaca yasin & tahlil, namun tak kalah pentingnya, disamping yasin dan tahlil yang ibu-ibu baca namun terdapat siraman rohani yang menjadi acara inti dalam rutinitas tersebut. KH. Suep Thoyyib yang menyampaikan tausiyah juga sebagai tuntunan dan panutan.


(15)

7

Dunia dakwah telah lama digeluti oleh KH. Suep Thoyyib yang gemar senyum ini. Baik orang yang dikenal maupun yang belum dikenal, beliau selalu tebarkan senyum. Dakwahnya di cintai ummat karena bahasanya yang sederhana juga mudah dimengerti oleh mad’u.

KH. Sueb Thoyyib ini termasuk Kiai yang sangat gaul sekali,

bahkan tidak hanya itu, sosok da’i tawadhu’ dan humoris ini karena

didalam dakwah beliau sampaikan dengan kemasan kata-kata yang begitu indah, kemudian bahasa yang begitu mudah untuk dipahami mad’u. Setelah cukup lama melintang didunia dakwah, berbagai daerah kususnya di Surabaya hingga pelosok desa disinggahi. Begitu derasnya lautan dakwah beliau demi menjemput hidayah ilahi. Hingga sekarang sejumlah acara religi juga dalam rutinitas yasin dan tahlil sering ia hiasi dengan kemasan kata-kata yang menarik. Demikian pula beberapa pengajian di sejumlah masjid-masjid daerah Surabaya menjadi langganan siraman rohaninya. Dalam kesibukanya, ia terus berupaya memenuhi undangan dakwah diberbagai daerah, hingga pelosok-pelosok kota tercinta seperti di Tuban.

Selain dunia dakwah yang KH. Sueb Thoyyib tekuni, beliau pun mencurahkan waktunya untuk mengajar di pesantren Tahfidz dan Tilawatil

Qur”an Thoyyib Fatah, yang pengasuhnya adalah beliau sendiri.

Di dalam acara rutinitas yasin dan tahlil, KH. Sueb Thoyyib ini dalam menyampaikan pesan dakwah diiringi dengan keindahan kata-kata


(16)

8

yang menuntun, kemudian dengan bahasa yang begitu gaul, terkadang menggunakan bahasa jawa, bahasa madura, bahasa arab, bahasa inggris juga bahasa anak-anak muda sekarang. serta nyanyian-nyanyian yang begitu menuntun. karena apa yang beliau sampaikan itu dikemas dengan bagus, tidak bertele-tele dan bahasanya menyesuaikan terhadap mad’u. sehingga menjadikan suasana pengajian yang dilakukan lebih segar,

jama’ah pun terhibur juga apa yang dirasakan oleh Jama’ah itu terasa

berbeda.9

Maka dari itu setelah mengamati fenomena yang ada dalam acara rutinitas yasin dan tahlil itu terutama tausiyah yang disampaikan oleh KH. Sueb Thoyyib tersebut, penulis sangat tertarik untuk meneliti. Dan penulis

merumuskan judul “ Diksi Dalam Pesan Dakwah KH. Sueb Thoyyib Dalam Pengajian Rutin Yasinan dan Tahlilan di Ampel Surabaya”

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan fenomena dakwah diatas, maka peneliti memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masalah yang akan diangkat dalam penelitian sebagai berikut:

“ Bagaimana Tanda dan Makna Diksi Dalam Pesan Dakwah KH. Sueb

Thoyyib Dalam Pengajian Rutin Yasinan dan Tahlilan di Ampel Surabaya?


(17)

9

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui tantang Tanda dan Makna Diksi dalam Pesan Dakwah KH. Sueb Thoyyib Dalam Acara Rutinitas Yasin dan Tahlil di Ampel Surabaya.

D. MANFAAT PENELITIAN

Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Secara Teoritis

a. Diharapkan mampu menambah khazanah keilmuan yang sangat berharga untuk mengembangkan kualitas dan kreatifitas di bidang komunikasi dalam proses dakwah khususnya untuk mahasiswa jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam.

b. Diharapkan dapat menambah kajian keilmuan dakwah dan

referensi pada jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam,

c. Diharapkan dapat menjadi literatur baru bagi para da’i guna menambah wawasan yang berkaitan dengan keilmuan dakwah.

2. Secara Praktis

a. Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan Lembaga UIN Sunan Ampel Surabaya terutama

pada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk


(18)

10

b. Sebagai karya ilmiah dalam upaya mengembangkan potensi peneliti serta untuk memenuhi salah satu tugas dan syarat dalam menyelesaikan studi program sarjana stara satu (S1).

E. DEFINISI KONSEP

Pada definisi konseptual ini, peneliti menjelaskan tentang makna konsep yang ada dalam judul penelitian ini, yang nantinya akan dijadikan sebagai landasan pada pembahasan selanjutnya. Pemilihan konsep yang tepat mempunyai perspektif yang baik untuk mencapai kesuksesan penelitian dan agar peneliti tidak multi tafsir terhadap permasalahan-masalahan yang akan peneliti bahas.

1. Diksi (Pilihan kata)

Diksi atau pemilihan kata adalah bagian dari retorika, dimana diksi

berfungsi untuk mengungkapkan ide seorang da’i dengan tepat sesuai dan

ekonomis.

Diksi atau pemilihan kata mencakup pengertian kata-kata mana yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi.

Diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk


(19)

11

menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar.10

2. Pesan Dakwah

Dalam Ilmu Komunikasi pesan dakwah adalah message, yaitu simbol. Dalam literature bahasa arab, pesan dakwah disebut maudlu’

adda’wah istilah ini lebih tepat dibanding dengan istilah “materi dakwah”/

maddah adda’wah, karena istilah ini bisa menimbulkan kesalah fahaman sebagai logistic dakwah.11

Penulis akan meneliti tentang diksi pesan dakwah seorang da’i

retorik, maka dakwah disini adalah dakwah billisan yaitu ceramah. Jadi dalam penelitian ini penulis akan meneliti tentang tanda dan makna diksi dalam pesan dakwah KH. Sueb Thoyyib dalam acara rutinitas yasin dan tahlil.

3. KH. Sueb Thoyyib

KH. Sueb Thoyyib adalah seorang pendakwah. Pendakwah adalah orang yang melakukan dakwah. Ia disebut juga da’i. Dalam ilmu

komunikasi pendakwah adalah komunikator yaitu orang yang

menyampaikan pesan komunikasi (massage) kepada orang lain. Karena dakwah bisa melalui tulisan, lisan, perbuatan, maka penulis keislaman,

10

Gorys Keraf,. Diksi dan Gaya Bahasa (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama, 1996), hal. 24.


(20)

12

pencerahan islam, muballigh, guru mengaji, pengelola, panti asuhan islam dan sejenisnya termasuk pendakwah.12

4. Yasin dan Tahlil

Adalah suatu rutinitas yasin dan tahlil oleh santriwan dan santriwati juga bapak dan ibu-ibu, yang mana dalam rutinitas tersebut sosok KH. Sueb Thoyyib atau lebih dikenal dengan kiai bonek menyampaikan tausiyah dan mengajak ummat untuk ke jalan yng lebih baik. Rutinitas ini dilakukan setiap hari kamis di Sukodono Ampel Surabaya.

F. SISTEMATIKA PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan gambaran umum dari penelitian ini. Berisi pendahuluan tentang masalah yang melatar belakangi penulisan skripsi ini. Juga berisi alasan mengapa peneliti tertarik untuk meneliti Diksi Dalam Pesan Dakwah KH. Sueb Thoyyib (kiai bonek). Rumusan masalah yang menjadi fokus kajian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep dan sistematika pembahasan.

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

Bab ini terdiri dari dua sub bab yaitu kerangka teoritik dan penelitian terdahulu yang relevan. Dalam sub bab kerangka teoritik akan dibahas mengenai Diksi Dalam Pesan Dakwah KH. Sueb Thoyyib dalam


(21)

13

acara rutinitas Yasin dan Tahlil. Fokusnya pada isi pesan dakwah, serta mengkajinya dengan pendekatan analisis semiotik. Dan pada sub bab penelitian terdahulu yang relevan akan dijelaskan persamaan dan perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan penulis lakukan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat secara rinci tentang metode dan langkah-langkah penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran peneliti, setting penelitian, sumber data, pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data dan tahap penelitian

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA

Pada bab ini akan dipaparkan setting penelitian secukupnya agar pembaca mengetahui sasaran penelitian tersebut, kemudaian penyajian data yaitu berisi tentang jawaban atas rumusan masalah penelitian berdasarkan data yang dihasilkan selama penelitian. Selanjutnya dipaparkan temuan penelitian yang merupakan hasil analisis data.

BAB V PENUTUP

Pada bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban lapangan dari permasalahan, saran-saran serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.


(22)

14

BAB II

DIKSI DALAM PESAN DAKWAH A. Diksi

1. Pengertian Diksi

Diksi sama artinya dengan pilihan kata. Pemakaian diksi yang tepat, cermat dan benar membantu memberi memberi nilai pada suatu kata. Pilihan kata yang tepat dapat mencegah kesalahan penafsiran yang berbeda. Dengan pilihan kata yang tepat niscaya dapat menyanggah, memberikan pendapat pada suatu forum ilmiah tanpa menimbulkan salah tafsir. Pilihan kata yang cermat pada suatu forum formal, merupakan hal yang penting.13

Pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan fraseologi, gaya bahasa dan

ungkapan. Fraseologi mencakup persoalan kata-kata dalam

pengelompokan atau susunanya, atau yang menyangkut cara-cara yang khusus berbentuk ungkapan-ungkapan. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi.

Suatu kekhilafan yang besar apabila menganggap bahwa persoalan pilihan kata adalah persoalan yang sederhana, persoalan yang tidak perlu


(23)

15

dibicarakan atau dipelajari karena akan terjadi dengan sendirinya secara wajar pada setiap manusia. Dalam kehidupan sehari-hari kita berjumpa dengan orang-orang yang sulit sekali mengungkapkan maksudnya, juga sangat miskin variasi bahasanya. Tetapi kita juga berjumpa dengan orang-orang yang sangat boros dan mewah mengobrolkan perbendaharaan katanya, namun tidak ada isi yang tersirat di balik kata-kata itu. Untuk tidak sampai terseret ke dalam dua ekstrim itu, tiap anggota masyarakat harus mengetahui bagaimana pentingnya peranan kata dalam komunikasi sehari-hari.14

Memilih kata merupakan hal penting yang harus dilakukan, baik dalam komunikasi sehari-hari maupun ketika tampil menjadi seorang da’i. Bila pembicara berpidato dengan baik, pendengar jarang menyadarai manipulasi daya tarik motif yang digunakan, tidak mengetahui organisasi dan sistem penyusunan pesan, tidak pula mengerti tekhnik-tekhnik pengembangan pokok bahasan. Tetapi setiap pendengar mengetahui pasti pembicara yang baik selalu pandai dalam memilih kata-kata. Pernyataan yang sama dapat menimbulkan kesan ang berbeda, karena perbedaan kata yang mengungkapkanya. Penduduk desa akan tersinggung bila disebut

“bodoh dan terbelakang”, tetapi mereka hanya tersenyum kecil bila

dikatakan “kurang memahami persoalan dan belum mencapai tingkat pendidikan yang tinggi”. Jadi, kata-kata bukan saja mengungkapkan, tetapi

juga memperhalus, bahkan menyembunyikan kenyataan. “kekuragan gizi”


(24)

16

dapat menyembunyikan “kelaparan”, seperti “dimintai keterangan” dapat melembutkan kata “ditahan”.

Glenn R. Capp dan Richard Capp, Jr. Merumuskan ketentuan-ketentuan retorika itu sebagai berikut: bahasa lisan harus menggunakan kata-kata yang jelas, tepat dan menarik.15

1. Kata-kata harus jelas

Kata-kata yang dipilih tidak boleh menimbulkan arti ganda (ambigues), tetap dapat mengungkapkan gagasan secara cermat. Untuk mencapai kejelasan seperti itu, hal-hal berikut harus diperhatikan:

 Gunakan istilah yang spesifik (tertentu)

Ada kata-kata yang terlalu umum artinya sehingga mengundang tafsiran bermacam-macam. Ada pula kata-kata yang artinya sudah

tertentu. “ia mengajar bahasa inggris” lebih spesifik dari pada “ia mendidik saya”. Pernyataan “uang ini dapat diambil secara teratur”, lebih baik diganti dengan “uang ini dapat diambil sekali sebulan”. Tetapi “sekali sebulan” lebih tepat lagi diganti dengan “setiap tanggal 1 tiap bulan”.

 Gunakan kata-kata yang sederhana

Berpidato adalah berkomunikasi dan bukan unjuk gigi. Karena nilai komunikasinya, kata-kata yang diucapkan harus dapat

dipahami dengan cepat. “Konsep-konsep kaum politisi yang sarat

dengan fantasi dan delusi” adalah kalimat yang sulit dicerna.

15 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


(25)

17

“Gagasan-gagasan politisi yang dipenuhi khayalan dan impian

barang kali lebih sederhana”.

Sebagaimana Wahyu Ilaihi mengatakan bahwa semakin sederhana kata-kata yang disampaikan atau pesan yang disampaikan oleh

komunikator atau da’I, maka semakin besar kemungkinan audience

memahaminya.16

 Berhemat dalam penggunaan kata-kata

Seringkali kalimat yang panjang menjadi jelas setelah kata-kata

yang berlebihan dibuang. “adalah suatu keharusan bagi seorang

guru untuk menaruh perhatian yang tinggi kepada

siswa-siswanya”. Kalimat ini menjadi jelas setelah diganti seperti ini: “Guru harus memperhatikan sekali siswa-siswanya”. Termasuk

penghematan kata adalah menghindari gejala kerancuan

(kontaminasi). Kata-kata harus tepat

Kata-kata yang digunakan harus sesuai dengan kepribadian komunikator, jenis pesan, keadaan khalayak dan situasi komunikasi. Prinsip-prinsip yang harus diperhatikan agar memperoleh ketepatan kata diantaranya:

 Menghindari kata-kata klise

Klise adalah kata yang sudah terlalu sering digunakan atau tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman,.

 Menggunakan bahasa pasaran secara hati-hati


(26)

18

Bahasa pasaran adalah bahasa yang dipergunakan bukan oleh orang yang terpelajar, tetapi diterima dalam percakapan sehari-hari. 2. Kata-kata harus menarik

Selain harus jelas dan pantas (clean and appropriate), kata-kata juga harus menimbulkan kesan yang kuat, hidup dan merebut pehatian.  Memilih kata-kata yang langsung menyentuh diri khalayak

Bahasa lisan sebaiknya bergaya percakapan, langsung dan

komunikatif. Kata-katanya menyangkut pengalaman dan

menyentuh kepentingan mereka. Dengan penduduk desa, menggunakan kata-kata yang digunakan mereka dalam kehidupan sehari-hari.

 Menggunakan bahasa yang figuratif

Bahasa figuratif ialah bahasa yang dibentuk begitu rupa sehingga menimbulkan kesan yang indah. Oleh karena itu biasanya digunakan gaya bahasa (figure of speech). 17

Memilih kata-kata yang jelas, tepat dan menarik merupakan hal penting yang harus dilakukan. Agar jelas, harus menggunakan istilah yang berarti khusus, kata-kata sederhana, menghindari kata-kata tekhnis, berhemat dan mengulang gagasan dengan baik. Agar tepat, harus menghindari kata klise, bahasa pasaran dll. Agar menarik, harus menggunakan yang langsung menyentuh khalayak, bahasa figuratif juga kata-kata tindak.

17 Jalaluddin Rakhmat, Retorika Modern Pendekatan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,


(27)

19

Kata pada dasarnya adalah satuan bentuk kebahasaan yang telah mengandung satuan makna tertentu. Dalam hal ini dibedakan antara kata: 1. Autosemantis, yakni kata yang memiliki satuan makna secara penuh tanpa harus dilekatkan pada bentuk lain. 2. Sinsemantis yaitu kata yang tidak memiliki satuan makna secara mandiri karena satuan maknanya dibentuk oleh kata atau bentuk lainya.18

Fungsi Diksi

Diksi memiliki sejumlah fungsi mendasar seperti yang akan disebutkan berikut.

1. Upaya membantu melambangkan ide atau gagasan yang akan diekspresikan lewat bahasa yang digunakan. Dengan menggunakan bahasa yang tepat, maka sebuah kata yang awalnya biasa saja, akan menjadi lebih bermakna dan bernuansa lebih lebih tepat dan lebih sempurna. Misalnya kata perempuan sangat dihargai pada pemerintahan Gus Dur dengan selalu menampilkan kata diksi Menteri Pemberdayaan Perempuan. Berbeda pada pemerintahan Orde Baru yang lebih memilih menggunakan kata wanita. Hal ini tertera pada kata wanita yang selalu ada pada Menteri peranan

wanita, dharma wanita.

2. Diksi yang tepat membantu menciptakan suasana dan nuansa komunikasi yang juga benar-benar tepat. Biasanya fungsi ini banyak digunakan oleh kalangan para pejabat ketika berkomunikasi


(28)

20

agar terlihat berwibawa dan tidak memperkeruh suasana, lebih menyejukkan dan menentramkan masyarakat. Kata ditangkap

polisi, lebih santun diucapkan dengan kata diamankan. Ditangkap karena korupsi, diganti dengan bahasa yang lebih lembut yakni

menyalahkan jabatan.

3. Diksi yang tepat membantu mencegah terjadinya kesalahtafsiran dan kesalahpahaman dalam proses komunikasi. Kata yang hampr mirip dengan mangkir adalah mungkir. Kata tersebut mempunyai arti mengelak. Yang kurang tepat dalam menggunakan kata

mungkir ketika ada imbuhan di. Masyarakat masih menggunakan kata dipungkiri bukan dimungkiri. Semua merasa bahwa kata

dipungkiri adalah baku dan tepat sebagai paduan kata di+mungkir

menjadi dipungkiri. Padahal jika kita telusuri kata yang tepat adalah dimungkiri.19

2. Macam-Macam Makna

Masalah bentuk kata lazim dibicarakan dalam tata bahasa setiap bahasa. Bagaimana bentuk sebuah kata dasar, bagaimana menurunkan kata baru dari bentuk kata dasar atau gabungan dari bentuk-bentuk dasar biasanya dibicarakan secara terperinci dalam tata bahasa. Yang agak diabaikan adalah masalah makna kata. Padahal masalah ketepatan pilihan kata atau kesesuaian pilihan kata tergantung pula pada makna yang di


(29)

21

dukung oleh bermacam-macam bentuk itu. Sebab itu, dalam bagian ini masalah makna kata perlu disoroti secara khusus.

Pada umumnya makna kata pertama-tama dibedakan atas makna yang bersifat denotatif dan makna kata yang bersifat konotatif. Untuk menjelaskan kedua jenis makna ini, perhatikan terlebih dahulu kalimat-kalimat berikut;

Toko itu dilayani gadis-gadis manis. Toko itu dilayani dara-dara manis.

Toko itu dilayani perawan-perawan manis.

Ketiga kata yang dicetak miring diatas memiliki makna yang sama, ketiganya mengandung refrensi yang sama untuk referen yang sama, yaitu wanita yang masih muda. Namun kata gadis boleh dikatakan mengandung asosiasi yang paling umum, yaitu menunjuk langsung ke wanita yang masih muda, juga mengandung sesuatu yang lain, yaitu rasa indah, dengan demikian mengandung asosiasi yang lebih menyenangkan.

Kata yang tidak mengandung makna disebut kata denotatif, atau maknanya disebut makna denotatif, sedangkan makna kata yang mengandung arti tambahan, perasaan tertentu atau nilai rasa tertentu disamping makna dasar yang umum dinamakan makna konotatif atau konotasi. Jadi dari contoh diatas, kata gadis bersifat denotatif.20


(30)

22

3. Ketepatan Pilihan Kata

Persoalan pendayagunaan kata pada dasarnya berkisar pada dua persoalan pokok yaitu pertama, ketepatan memilih kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan, hal atau barang yang diamanatkan dan kedua, kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan tadi.

Ketepatan pilihan kata mempersoalkan kesanggupan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada majinasi pembaca atau pendengar, seperti apa yang difikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara. Kosa kata yang kaya raya akan memngkinkan penulis atau pembicara lebih bebas memilih-milih kata yang dianggapnya paling tepat mewakili pikiran. Ketepatan makna kata menuntut pula kesadaran pembicara untuk mengetahui bagaimana hubungan antara bentuk bahasa atau kata dengan refrensinya.21

Ketepatan adalah kemampuan sebuah kata untuk menimbulkan gagasan yang sama pada imajinasi pembaca atau pendengar seperti yang dipikirkan atau dirasakan oleh penulis atau pembicara, maka setiap pembicara harus berusaha secermat mungkin dalam memilih kata-katanya untuk mencapai maksud tersebut. Kata yang sudah tepat akan tampak dari reaksi selanjutnya, baik berupa aksi verbal maupun berupa aksi non-verbal dari pembicara atau pendengar. Ketepatan kata tidak akan menimbulkan salah paham.


(31)

23

Beberapa butir perhatian dan persoalan berikut hendaknya diperhatikan setiap orang agar bisa mencapai ketepatan pilihan katanya.

 Membedakan secara cermat denotasi dan konotasi. Dari dua kata yang mempunyai makna yang mirip satu sama lain, ia harus menetapkan mana yang akan dipergunakanya untuk mencapai maksudnya.

 Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim.  Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaanya. Bila pembicara

tidak mampu membedakan kata-kata yang mirip ejaanya, maka akan membawa akibat yang tidak diinginkan, yaitu salah paham.  Untuk menjamin ketepatan diksi, pembicara harus membedakan

kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesuatu dari pada kata umum.

 Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.

 Memperhatikan kelangsungan pilihan kata.22

4. Kesesuaian Pilihan Kata

Persoalan kedua dalam pendayagunaan kata-kata adalah kecocokan atau kesesuaian. Perbedaan antara ketepatan dan kecocokan, pertama-tama mencakup soal kata mana yang akan digunakan dalam kesempatan tertentu, walaupun kadang-kadang masih ada perbedaan tambahan berupa


(32)

24

perbedaan tata bahasa, pola kalimat, panjang atau komleksnya sebuah alenia dan beberapa segi yang lain. Perbedaan yang sangat jelas antara ketetapan dan kesesuaian adalah bahwa dalam kesesuaian: apakah kita dapat mengungkapkan pikiran kita dengan cara yang sama dalam semua kesempatan dan lingkungan yang kita masuki.

Jadi, secara singkat perbedaan antara persoalan ketepatan dan kesesuaian adalah: dalam persoalan ketepatan kita bertanya apakah pilihan kata yang dipakai sudah setepat-tepatnya, sehingga tidak akan menimbulkan interpretasi yang berlainan antara pembicara dan pendengar.

Sedangkan dalam persoalan kecocokan atau kesesuaian kita

mempersoalkan apakah pilihan kata dan gaya bahasa yang digunakan tidak merusak suasana atau menyinggung perasaan orang yang hadir.

Syarat-Syarat Kesesuaian Diksi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh setiap pembicara, agar kata-kata yang dipergunakan tidak akan mengganggu suasana dan tidak akan menimbulkan ketegangan antara pembicara dengan para hadirin. Syarat-syarat tersebut adalah:

 Menghindari sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu situasi yang formal.

 Menggunakan kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja.  Menjauhkan kata-kata atau bahasa yang aritifisal.23


(33)

25

B. Pesan Dakwah

Sebagai pemeluk islam telah jelas bahwasanya diperintahkan oleh Allah swt. Untuk berdakwah. Yang mana dakwah sendiri dalam bahasa Al-qur’an terambil dari kata وع – وع ي – اع yang secara lughowi (etimologi), berarti menyeru atau memanggil.24

Adapun dari tinjauan aspek terminologi, pakar dakwah Syeh Ali Mahfuz mengartikan dakwah dengan mengajak manusia kepada kebaikan dan petunjuk Allah swt, menyeru mereka pada kebiasaan yang baik dan melarang mereka pada kebiasaan yang buruk supaya mendapatkan keberuntungan di dunia dan akhirat. Pengertian dakwah yang dimaksud, menurut Ali Mahfuz lebih dari sekedar ceramah dab pidato, walaupun memang secara lisan dakwah dapat diidentikkan dengan keduanya. Lebih dari itu, dakwah juga meliputi dari tulisan, perbuatan dan sekaligus keteladanan.

Sayyid Qutub memandang dakwah secara holistis, yaitu sebuah usaha untuk mewujudkan sistem islam dalam kehidupan nyata dari tataran yang paling kecil, seperti keluarga, hingga yang paling besar, seperti negara atau ummah dengan tujuan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.25

Terlebih ketika kata atau istilah tersebut telah menjadi bagian bahasa indonesia yang dilakukan dan mempunyai makna beragam. Dalam kamus bahasa indonesia, kata dakwah diartikan antara lain propanganda

24 Ilyas Ismail, Prio Hotman, Filsafat Dakwah rekayasa membangun agama dan peradaban Islam, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011) hal. 27


(34)

26

yang mempunyai konotasi positif dan negatif. Sementara dakwah dalam istilah agama islam konotasinya selalu tunggal dan positif. Yakni mengajak kepada peningkatan ibadah dan pengabdian pada sang Khalik. Bahkan dalam Al-Qur’an dan hadist merupakan bagian dari prinsip ajaran yang diwajibkan.26

Dalam Ilmu Komunikasi pesan dakwah adalah message, yaitu simbol-simbol. Dalam literature bahasa arab, pesan dakwah disebut

maudlu’ adda’wah istilah ini lebih tepat dibanding dengan istilah maddah adda’wah (materi dakwah), karena istilah ini bisa menimbulkan kesalah fahaman sebagai logistic dakwah.27

Pesan dakwah yang disampaikan secara lisan memiliki karakteristik yang dijadikan sebagai prinsip dalam menyusun pesan dakwah, adapun karakteristik pesan dakwah adalah sebagai berikut:

a. Orisinal dari Allah SWT. Bahwasannya Allah SWT telah menurunkan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril. Dan wahyu terebut disampaikan kepada ummat manusia untuk membimbing mereka ke jalan yang benar.

b. Mudah. Artinya penyampaian tentang pokok-pokok ajaran islam tidak dipersulit dan juga mudah difahami oleh penerima pesan. Seimbang antara idealitas dan realitas.

26 A. Sunarto, Etika Dakwah, (Surabaya: Jaudar Press, 2014), hal. 4 27 Ali Aziz. Ilmu Dakwah (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 318.


(35)

27

c. Universal. Artinya mencakup semua bidang kehidupan dengan nilai-nilai mulia yang diterima oleh semua manusia beradab.28 Pesan-pesan (message) secara khusus adalah bersumber dari

al-Qur’an yang berbunyi sebagai berikut:

يسح ه اب ىفك ه اا ا حا وش ي ا هنوش ي ه تلس وغل ي ني لا ا

“orang-orang yang menyampaikan risalah-risalah Allah mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada merasa takut kepada seorangpun selain kepada Allah dan cukuplah Allah sebagai pembuat perhitungan”.29

Dapat disimpulkan bahwa pesan dakwah merupakan isi pesan

dalam islam yang disampaikan oleh da’i kepada mad’u, dengan tujuan

menjadikan manusia untuk menjadi yang lebih baik dan menuju pada jalan Allah.

Pesan dakwah adalah isi pesan atau materi yang disampaikan da’i kepada mad’u. Dalam hal ini jelas bahwa yang menjadi pesan dakwah

adalah ajaran islam itu sendiri. Secara umum materi dakwah dapat diklasifikasikan menjadi empat masalah pokok, yaitu:

1. Masalah akidah [keimanan]

Masalah pokok yang menjadi materi dakwah adalah akidah islamiah. Aspek akidah ini yang membentuk moral [akhlaq] manusia. oleh karena itu, yang pertama kali dijadikan materi dalam dakwah Islam adalah masalah akidah [keimanan]. Akidah yang menjadi materi pertama dakwah

28Ibid, hal. 340.


(36)

28

ini mempunyai ciri-ciri yang membedakanya dengan kepercayaan agama lain, yaitu:

a. Keterbukaan melalui persaksian [syahadat]. Dengan demikian, seorang muslim harus jelas identitasnya.

b. Cakrawala pandangan yang luas dengan memperkenalkan bahwa Allah adalah Tuhan seluruh alam, bukan Tuhan kelompok atau bangsa tertentu. Dan soal kemanusiaan juga diperkenalkan kesatuan asal usul manusia.

c. Ketahanan antara iman dan Islam atau antara iman dan amal perbuatan. Dalam ibadah-ibadah pokok yang merupakan manifestasi dari iman dipadukan dengan segi-segi pengembangan diri dan kepribadian seseorang dengan kemaslahatan masyarakat yang menuju pada kesejahteraanya. Karena akidah memiliki keterlibatan dengan soal-soal kemasyarakatan.30

Dari penjelasan diatas, Ali Yafie mengatakan bahwa yang terpenting adalah konteks penyampaian ayat-ayat Allah swt berangkat dari persoalan yang dihadapi masyarakat. Rasul juga selalu mampu merasakan persoalan yang dihadapi umatnya. Perasaan empati ini akan membuat juru dakwah menjadi lebih mengena. Rasa empati ini juga akan membuat juru dakwah bisa memahami situasi yang sedang dihadapi objek dakwahnya. Pemahaman seperti ini sangatlah penting,


(37)

29

supaya materi dakwah yang disampaikan bisa benar-benar menjawab persoalan yang tengah dihadapi publik.31

2. Masalah Syariah

Hukum atau syariah sering disebut sebagai cermin peradaban dalam pengertian bahwa ketika ia tumbuh matang dan sempurna, maka peradaban mencerminkan dirinya dalam hukum-hukumnya. Pelaksanaan syariah merupakan sumber yang melahirkan peradaban islam, yang melestarikan dan melindunginya dalam sejarah. Syariah inilah yang akan selalu menjadi kekuatan peradaban dikalangan kaum muslim.

Materi dakwah yang bersifat syariah ini sangat luas dan mengikat seluruh umat islam. Ia merupakan jantung yang tidak terpisahkan dari kehidupan umat islam di berbagai penjuru dunia dan sekaligus merupakan hal yang patut dibanggakan. Disamping mengandung dan mencakup kemaslahatan sosial dan moral, maka materi dakwah dalam bidang syariah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran yang benar, pandangan yang jernih, dan kejadian secara cermat terhadap hujjah atau dalil-dalil dalam melihat sebuah pembaruan. Sehingga umat tidak terperosok kedalam kejelekan, karena yang diinginkan dalam dakwah adalah kebaikan.

Syariah Islam mengembangkan hukum bersifat komprehensif yang meliputi segenap kehidupan manusia. kelengkapan ini mengalir dari konsepsi Islam tentang kehidupan manusia yang diciptakan untuk


(38)

30

memenuhi ketentuan yang membentuk kehendak ilahi. Materi dakwah yang menyajikan unsur syariat harus dapat menggambarkan atau memberikan informasi yang jelas di bidang hukum dalam bentuk hukum yang bersifat wajib, mubah [dibolehkan], diajurkan [mandub], makruh [dianjurkan supaya tidak dilakukan] dan haram [dilarang].

3. Masalah Mu’amalah

Islam merupakan agama yang menekankan urusan mu’amalah

lebih besar porsinya daripada urusan ibadah. Islam adalah agama yang menjadikan seluruh bumi ini masjid, tempat mengabdi kepada Allah.

Ibadah dalam mu’amalah disini, diartikan sebagai ibadah yang mencakup hubungan dengan Allah dalam rangka mengabdi kepada Allah swt.

4. Masalah Akhlaq

Secara etimologis, kata akhlaq berasal dari bahasa arab, jamak dari

“khuluqun” yang berarti budi pekerti, perangai dan tingkah laku atau

tabiat. Sedangkan secara terminologi, pembahasan akhlaq berkaitan dengan masalah tabiat atau kondisi temperatur bathin yang yang mempengaruhi prilaku manusia.32

Berdasarkan pengertian tersebut, maka ajaran akhlaq dalam Islam pada dasarnya meliputi kualitas perbuatan manusia yang merupakan ekspresi dari kondisi kejiwaan. Akhlaq dalam Islam bukanlah norma ideal yang tidak dapat diimplementasikan, juga bukan pula sekumpulan etika yang terlepas dari kebaikan sejati. Dengan demikian, yang menjadi materi


(39)

31

akhlaq dalam Islam adalah mengenai sifat dan kriteria perbuatan manusia serta berbagai kewajiban yang harus dipenuhinya, karena semua manusia harus mempertanggungjawabkan setiap perbuatanya, maka Islam mengajarakan kriteria perbuatan dan kewajiban yang mendatangkan kebahagiaan, bukan siksaan. Bertolak dari prinsip perbuatan manusia ini, maka materi akhlaq membahas tentang norma luhur yang harus menjadi jiwa dari perbuatan manusia, serta tentang etika atau tata cara yang harus dipraktekkan dalam perbuatan manusia sesuai dengan jenis sasaranya.

Materi akhlaq ini di orientasikan untuk dapat menentukan baik dan buruk, akal dan kalbu berupaya untuk menemukan standart umum melalui kebiasaan masyarakat, karena ibadah dalam Islam sangat erat kaitanya dengan akhlaq. Pemakaian akal dan pembinaan akhlaq mulia merupakan ajaran Islam. Ibadah dalam al-Qur’an selalu dikaitkan dengan taqwa, berarti pelaksanaan perintah Allah swt dan menjauhi laranganya.

Dengan demikian, orang bertaqwa adalah orang yang mampu menggunakan akalnya dan mengaktualisasikan pembinaan akhlaq mulia yang menjadi ajaran paling dasar dalam Islam. Karena tujuan ibadah dalam Islam, bukan semata-mata diorientasikan untuk menjauhkan diri dari neraka dan masuk surga, tetapi tujuan yang didalamnya terdapat dorongan bagi kepentingan dan pembinaan akhlaq yang menyangkut kepentingan masyarakat. Masyarakat yang baik dan bahagia adalah masyarakat yang anggotanya memiliki akhlaq mulia33


(40)

32

Empat klasifikasi materi [pesan] dakwah tersebut sebagaimana Dr. H. A. Sunarto, memaparkan bahwa seorang pendakwah [da’i] wajib mempertimbangkan patut tidaknya sebuah pesan dakwah yang

disampaikanya kepada mad’u. Misalnya, pesan yang menyinggung

perasaan umat beragama, suku, ras dan golongan tertentu.34 Oleh karena itu dalam pesan dakwah kata-kata juga termasuk hal penting yang harus dilakukan oleh seorang pendakwah.

Kata-kata tertentu dipandang sangat efektif (memiliki kekuatan) dalam mempengaruhi atau mengubah tingkah laku manusia. karena secara psikologis, bahasa memiliki peranan yang sangat signifikan dalam mengendalikan ataupun mengubah tingkah lau manusia. interaksi inilah

yang kemudian dapat dijadikan oleh para pakar komunikator (da’I) dalam menebarkan risalah Islam kepada mad’u.

Jika dilacak “kata-kata” dalam al-Qur’an, ungkapan yang mendekati dengan pengertian komunikasi akan ditemui dalam sebutan al-qawl. Apabila disambungkan dengan dakwah, maka kata qawl terkait erat

dengan konteks amar ma’ruf.35

Imam al-Ghazali mengatakan bahwa amar ma’ruf (menyuruh kebaikan) dan nahi mungkar (mencegah kemungkaran) itu adalah puncak yang tertinggi dalam agama dan itupulalah yang merupakan kepentingan yang terutama sekali, oleh karenanya Allah swt mengutus sekalian Nabi

dan Rasul saw. andaikata saja amar ma’ruf dan nahi mungkar itu

34 Sunarto, Etika Dakwah, (Surabaya: Jaudar Press, 2014), hal.8


(41)

33

dilengahkan dan dilalaikan, baik secara ilmiah atau alamiah, niscaya kesesatan akan merata luas dan kebodohan akan tersebar dimana-mana.36

Menjadi seorang da’I dalam beramar ma’ruf nahi mungkar,

mengajak pada kebaikan dan yang utama yaitu menyampaikan pesan dakwah. Dalam hal ini, ada beberapa syarat dan saran yang harus dipenuhi

oleh seorang komunikator dakwah (da’I) yaitu:

1. Memilih kata-kata yang baik.

2. Meletakkan pembicaraan yang tepat pada tempatnya 3. Berbicara dengan pembicaraan sekedar keperluan.

4. Memilih kata-kata yang akan dibicarakan. Untuk menghasilkan ucapan yang berkualitas baik, hendaknya memperhatikan enam hal berikut:

 Pikirkan dulu materi yang akan dibicarakan  Perhatikan kepada siapa materi itu disampaikan

 Cari waktu yang tepat bagi komunikator maupun komunikan

 Usahakan agar tempat yang digunakan sesuai dengan materi

 Gunakan sistem pola, etika dan strategi yang lebih baik agar dapat menghasilkan pembicaraan yang baik.

Setelah mengkaji syarat dalam komunikasi dakwah, berikut ini akan kita kaji prinsip-prinsip pendekatan komunikasi yang terkandung


(42)

34

dalam qawl/kata dalam al-Qur’an.37 Sebagaimana qawl/kata ini harus

dimiliki oleh seorang da’I.

1. Qawlan Ma’rufan

Qaulan ma’rufan berarti perkataan yang baik. Allah swt

menggunakan frase ini, ketika berbicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau orang kuat terhadap orang-orang yang miskin dan lemah.

Qaulan ma’rufan berarti pembicaraan yang bermanfaat, memberikan

penetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukkan pemecahan kesulitan. Kepada orang yang lemah, seseorang bila tidak bisa membantu secara material, maka ia harus memberikan bantuan secara psikologis. Allah swt

berfirman, qaulan ma’rufan dan pemberian maaf lebih dari pada sedekah

yang diikuti dengan perkataan yang menyakitkan. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 235

                                                                                       



“Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu[148] dengan sindiran[149] atau kamu Menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka) Perkataan yang ma'ruf[150]. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah


(43)

35

bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun.”

Dalam ayat diatas terkandung beberapa pengertian yaitu rayuan halus terhadap seorang perempuan yang ingin di pinang untuk dijadikan sebagai seorang istri. Jika dikaji, ini merupakan salah satu bentuk etis komunikasi dalam menyikapi sebuah perasaan atau hati yang digambarkan dengan wanita.

2. Qawlan kariman

Ungkapan qawlan kariman dalam al-Qur’an tersebut terdapat dalam QS. al-Isra’ ayat: 23











Artinya: “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu

jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. jika salah seorang di antara keduanya atau Kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, Maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya Perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka Perkataan yang mulia.”

Ayat diatas, Allah mengingatkan pentingnya ajaran tauhid dan meng-Esakan Allah agar manusia tidak terjerumus kepada kemusyrikan. Ajaran tauhid adalah dasar pertama dan utama dalam aqidah Islamiyah.


(44)

36

dakwah: penghormatan. Komunikasi dalam dakwah harus memperlakukan dengan rasa hormat. 38

3. Qawlan Maysuran

Dalam komunikasi ataupun berdakwah dianjurkan untuk menyajikan tulisan atau bahasa yang mudah dicerna. Bahasa dalam dakwah adalah bahasa yang mudah, ringkas dan tepat. Dalam al-Qur’an ditemukan istilah qawlan maysuran yang merupakan tuntutan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti dan melegakan perasaan. Allah swt berfirman dalam QS. Al-Isra’: 28

                   

“Dan jika kamu berpaling dari mereka untuk memperoleh rahmat dari Tuhanmu yang kamu harapkan, Maka Katakanlah kepada mereka Ucapan yang pantas.”

Jika dilihat akar kata maysuran yakni yasara maka secara

etimologi pegertianya adalah “mudah”. Al-Maraghi dalam tafsirnya

memberikan pengertian dengan “mudah lagi lemah lembut”. Sedangkan

menurut Jalaluddin Rahmat qawlan maysuran sebenarnya lebih tepat diartikan “ucapan yang menyenangkan”, lawanya adalah ucapan yang

menyulitkan. Ketika sesorang berkomunikasi, seperti ketika seorang da’i menyampaikan isi atau pesan dakwah kepada mad’u, da’i bukan sekedar

menyampaikan isi (content), tetapi juga mendefinisikan hubungan sosial


(45)

37

(relations) diantara para pelaku komunikasi (pendakwah dan mad’u).

Demikianlah bentuk komunikasi yang hangat dalam Islam.39 4. Qawlan Balighan

Qaulan Balighan merupakan ungkapan yang memiliki arti perkataan yang mengena. Allah swt berfirman dalam QS. An-Nisa’: 63





"Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang di dalam hati mereka. Karena itulah berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka".

Jika ditelaah, kata “balighan” terdiri dari uruf “ba, lam dan ghain”. Pakar-pakar bahasa menyatakan bahwa semua kata yang terdiri dari

huruf-huruf tersebut, mengandung arti “sampainya sesuatu ke sesuatu yang lain”

Pengertian qawlan balighan ada dua, yang pertama, qawlan balighan terjadi bila komunikator menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya. Pada zaman modern ahli komunikasi berbicara tantang frame of reference dan field of experience. Komunikator baru efektif bils menyesuaikan pesanya dengan kerangka rujukan dengan medankhalayaknya. Kedua, qawlan balighan terjadi bila komunikator menyentuh khalayaknya pada hati dan otaknya sekaligus.40 5. Qawlan Layyinan

39 Ibid, hal. 12


(46)

38

Qawlan layyinan secara harfiyah berupa komunikasi yang lemah lembut, sebagaimana firman Allah swt dalam QS. Thoha: 43-44



“Pergilah kamu berdua kepada Fir'aun, Sesungguhnya Dia telah melampaui batas.”









“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang

lemah lembut, Mudah-mudahan ia ingat atau takut".

Perkataan lembut tersebut adalah perintah Allah kepada Nabi Musa

dan Nabi Harun, ketika berdakwah kepada Fir’aun untuk menyampaikan

ayat-ayat Allah karena ia menjalankan kekuasaan melampaui batas. Nabi Musa dan Nabi Harun sedikit khawatir untuk menemui Fir’aun yang galak

dan kejam. Tetapi Allah memberikan jaminan “janganlah kamu berdua

khawatir karena sesungguhnya Aku bersamamu berdua. Aku mendengar

dan melihat”.. karena ada jaminan Allah, Nabi Musa dan Nabi Harun pergi mendakwahi Fir’aun.

Allah memerintahkan agar Nabi Musa dan Nabi Harun agar

berdialog dengan Fir’aun secara lemah lembut. Inilah komunikasi yang

efektif yang diajarkan oleh Islam. Berkomunikasi ataupun berdakwah harus dilakukan dengan lemah lembut tanpa adanya emosi apalagi mencaci maki terhadap orang yang ingin dibawa ke jalan yang benar.,


(47)

39

karena dengan cara seperti ini bisa lebih cepat difahami dan diyakini oleh lawan dialog.41

6. Qawlan Sadidan

Kebenaran fakta dalam informasi yang disampaikan kepada publik, juga terkandung dalam tuntunan lafal qawlan sadiddan. Sebagaimana Allah berfirman didalam QS. an- Nisa’ ayat: 9

                           

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang

seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.

Ayat tersebut jelas bahwa prinsip berkata atau komunikasi yang benar merupakan prasyarat untuk menyejahterakan generasi mendatang. Sifat taqwa dan prinsip perkataan dengan memilih kata yang benar juga akan menghantarkan orang kepada pengampunan dosa-dosanya dan kesuksesan yang besar.42

C. Diksi dalam Pesan Dakwah

Dakwah adalah pekerjaan atau ucapan untuk mempengaruhi manusia mengikuti Islam. Mengubah tingkah laku manusia dengan dakwah berarti aktivitas dakwah diharapkan mampu memahami

41 Sunarto, Etika Dakwah, (Surabaya: Jaudar Press, 2014), hal. 16 42 Ibid, hal. 17


(48)

40

motivasi atau dengan dorongan-dorongan fisiologi dan dorongan-dorongan tidak sadar sebagai penggerak tingkah laku manusia yang sangat beragam.

Diriwayatan dari Ubay bin Ka’ab bahwa Rasulullah saw bersabda “sesungguhnya diantara syair terdapat hikmah”. Maksud hadits tersebut

adalah perkataan yang benar dan sesuai dengan kebenaran. Maknanya diantara syair ada perkataan yang bermanfaat dan dapat mencegah kebodohan. Pada umumnya sebuah syair mempunyai bentuk kata-kata yang singkat, padat, namun dapat menggambarkan suasana kejiwaan si penyair seara utuh dan tepat baik perasaan dan pikiran terhadap objek tertentu.43 Begitupun sebagai penceramah atau pendakwah seperti KH. Suep hoyyib, kata-kata dalam setiap perkataan yang diucapkan oleh KH. Suep Thoyyib sangatlah menyentuh hati pendengarnya.

Pesan dakwah yang telah disampaikan oleh seorang da’I, disamping harus mengena di hati mad’u, tapi kata-kata yang disampaikan

juga harus menarik. Apabila seorang da’I mampu mengolah kata dengan

baik dalam menyampaikan pesan dakwah, maka materi yang disampaikan

dapat mudah diterima oleh mad’u dan diksi yang tepat, cermat, baik dan

benar akan memberikan nuansa positif dan menyenangkan bagi lawan bicara.44 Oleh karena betapa pentingnya diksi dalam berdakwah atau menyampaikan pesan kepada mad’u.

43 Munzier Supatra, Harjani Hefni, Metode Dakwah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,

2009), hal. 152-155


(49)

41

D. Penelitian Terdahulu yang Relevan

1. Penelitian terdahulu yang relevan adalah karya Nayla Nahdiyah, mahasiswa KPI (Komunikasi Penyiaran Islam) Fakultas Dakwah dan

Komunikasi dengan judul “Diksi Pesan Dakwah Ustadzah Dra. Hj.

Ucik Nurul hidayati, M. Pd.I.” Persamaan dari penelitian tersebut adalah menggunakan pendekatan kualitatif. Dengan penelitian yang berpusat pada isi pesan dakwah khususnya menganalisis tentang diksi dalam pesan dakwah. Perbedaan dengan penelitian ini terletak pada subjek penelitian, jenis penelitian, teori dan analisis yang peneliti gunakan.45

2. Penelitian terdahulu yang relevan adalah skripsi karya A Aminnul

Lutfillah dengan judul “Analisis Semiotik Model Ferdinand De Saussure Pada Iklan “ARB” Partai Golongan Karya (GOLKAR) Di Televisi Swasta Versi Petani Pahlawan Bangsa”.

Persamaan dari penelitian tersebut adalah menggunakan pendekatan kualitatif dan sama-sama menggunakan analisis seliotik model Ferdinand De Saussure yang terfokus pada sebuah penanda dan petanda. Sedangkan Sedangkan perbedaanya adalah terletak pada pada subjek dan objek penelitian.46

45 Naila Nahdiyah, Skripsi (Diksi Pesan Dakwah Ustadzah Dra. Hj. Ucik Nurhayati, M. Pd.I.) 46 A Aminullah Lutfillah, Skripsi (Analisis Semiotik Model Ferdinand De Saussure Pada Iklan


(50)

42

BAB III

METODE PENELITIAN

Metodologi adalah proses, prinsip dan prosedur yang kita gunakan untuk mendekati problem dan mencari jawaban. Dengan ungkapan lain, metodologi adalah suatu pendekatan umum untuk mengkaji topik penelitian.47 Metode penelitian adalah tekhnik-tekhnik spesifik dalam penelitian. Sebagian orang menganggap bahwa metode penelitian terdiri dari barbagai tekhnik penelitian dan sebagian lagi menyamakan metode penelitian dengan tekhnik penelitian. Tetapi yang jelas, metode atau tekhnik penelitian apa pun yang kita gunakan, misalnya apakah kuantitatif atau kualitatif.48

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Penelitian “Diksi Dalam Pesan Dakwah KH. Suep Thoyyib Dalam

Pengajian Rutin Yasinan dan Tahlilan Di Ampel Surabaya” ini menggunakan metode penelitian dengan pendekatan kualitatif.

Adapun beberapa alasan peneliti menggunakan pendekatan kualitatif , antara lain:

47 Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002),

hal. 145


(51)

43

1. Dalam penelitian ini, peneliti ingin memfokuskan pada pemilihan kata (diksi) dalam pesan dakwah KH. Sueb Thoyyib. Maka pendekatan yang paling sesuai adalah dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Sehingga seluruh bagian yang menjadi kajian penelitian dapat teramati secara tuntas.

2. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, pemalsuan data lebih dapat dihindari. Oleh karena itu, peneliti harus hadir dalam kegiatan dakwah KH. Sueb Thoyyib dan menyimak beberapa video atau mp3 rekaman ceramah beliau.

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian analisis semiotika model Ferdinand de Saussure, kata John Lyons, Saussure memang terkenal karena teorinya tentang tanda.49

Ada lima pandangan dari Saussure yang kemudian hari menjadi peletak dasar dari strukturalisme Levi-Strauss, yaitu pandangan tentang 1.

Signifier (penanda) dan signified (petanda) 2. Form (bentuk) dan content

(isi) 3. Langue (bahasa) dan parole (tuturan,ujaran) 4. Syncronic

(sinkronik) dan diachronic (diankronik) 5. Syntagmatic (sintagmatik)

associatice (paradigmatik).


(52)

44

kelima pandangan dari Saussure tersebut yang peneliti gunakan adalah Signifier (penanda) dan signified (petanda), yang cukup penting dalam upaya menangkap hal pokok pada teori Saussure adalah suatu sistem tanda dan sistem tanda itu tersusun dari dua bagian, yakni signifier

(penanda) dan signified (petanda).

Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier)

dengan sebuah ide atau petanda (signified). Dengan kata lain, penanda

adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Jadi,

penanda adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan Petanda adalah gambaran mental, fikiran atau konsep. Jadi petanda adalah aspek mental dari bahasa.

Setiap tanda kebahasaan, menurut Saussure, pada dasarnya menyatukan sebuah konsep (concept) dan suatu citra suara (sound image), bukan menyatakan sesuatu dengan sebuah nama. Suara yang muncul dari sebuah kata yang diucapkan merupakan penanda (signifier), sedang konsepnya adalah petanda (signified). Dua unsur ini tidak bisa dipisahkan sama sekali. Pemisahan hanya akan menghancurkan ‘kata’ tersebut. Ambil saja , misalnya sebuah kata apa saja, maka kata tersebut pasti menunjukkan tidak hanya suatu konsep yang berbeda (distinct concept),

namun juga suara yang berbeda (distinc sound). 50


(53)

45

B. Kehadiran Peneliti

Pada waktu mengumpulkan data dilapangan, peneliti berperan serta pada situs penelitian dan mengikuti secara aktif kegiatan kemayarakatan. Cara pengumpulan data demikian disebut pengamatan berperanserta atau participant observation.51 Dalam penelitian ini peneliti bertindak sebagai instrumen penelitian dan melakukan pengamatan berperanserta. Keberadaan penyusun skripsi diketahui sebagai mahasiswa yang sedang meneliti Kh. Suep Thoyyib oleh subjek penelitian dan lingkungan sosial yang berada di lokasi penelitian.

Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, peneliti tinggal bersama Kh. Suep Thoyyib di pesantren beliau yaitu di Pondok Pesantren

Tahfidz dan Tilawatil Qur’an Thoyyib Fatah di Ampel Surabaya sudah 5

tahun lebih. Kegiatan rutinitas yasin dan tahlil tersebut dilaksanakan setiap hari kamis, setelah rutinitas dilaksanakan, diisi ceramah oleh Kh. Sueb Thoyyib. Disamping rutinitas yasin dan tahlil tersebut dilaksanakan setiap hari kamis, juga dilaksanakan setiap setahun sekali.

Peneliti ikut serta melaksanakan rutinitas Yasin dan Tahlil tersebut, dan mengikuti tausiyah yang disampaikan oleh Kh. Suep Thoyyib. Karena justru itulah misi yang ingin peneliti emban guna mengungkap diksi dalam pesan dakwah Kh. Suep Thoyyib. Oleh karena itu diksi dalam pesan

dakwah tersebut merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh para da’i.


(54)

46

C. Sumber dan Jenis Data

Menurut Lofland sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Berkaitan dengan hal itu pada bagian ini jenis datanya dibagi ke dalam kata-kata dan tindakan, sumber data tertulis, dan foto.52

Kata-kata dan tindakan orang-orang yang diamati atau diwawancarai merupakan sumber data utama. Sumber data utama dicatat melalui catatan tertulis atau melalui rekaman video atau audio tapes, pengambilan foto atau film.

Data yang diperoleh oleh peneliti berdasarkan wawancara yang telah dilakukan dengan subjek penelitian yaitu Kh. Sueb Thoyyib. Pengematan dilakukan secara mendalam kepada Kh. Sueb Thoyyib, baik secara langsung ataupun tidak langsung (melalui rekaman, video dan mp3) dan data-data lain didapatkan dari buku-buku yang membahas tentang diksi dan pesan dakwah.

Jika dilihat dari jenisnya, maka kita dapat membedakan data kualitatif sebagai data primer dan data sekunder53:

a. Data Primer adalah data inti (fokus penelitian) yang berupa teks hasil wawancara dan diperoleh melalui wawancara dengan informan dalam hal ini Subjek penelitian yaitu KH. Sueb Thoyyib dan juga data hasil

52 Ibid, hal. 112.

53 Jonatan Sarwono Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2006)


(55)

47

observasi ceramah kiai bonek. Data ini berupa catatan dan rekaman hasil wawancara.

b. Data Sekunder adalah data pendukung atau data pelengkap yang sifatnya untuk melengkapi data yang sudah ada, diantaranya:

 Data bentuk teks: dokumen seperti jadwal ceramah KH. Sueb Thoyyib (kiai bonek) baik ketika di dalam rutinitas yasin yasin dan tahlil atau pun di masjid-masjid lainya. dan buku-buku referensi tentang diksi dan dakwah.

 Data bentuk gambar: foto-foto hasil penelitian

Data bentuk suara dan gambar: rekaman audio wawancara dan ceramah KH. Sueb Thoyyib. Rekaman audio visual berupa video ceramah beliau.

D. Tekhnik Pengumpulan Data

Tekhnik yang telah digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Wawancara

Menurut Moelong wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara

(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara


(56)

48

Gorden mendefinisikan wawancara, “interviewing is conversation

between two people in whice one person tries to direct the conversation to obtain information for some specific purpose”. Definisi menurut Gorden tersebut dapat diartikan bahwa wawancara merupakan percakaan antara dua orang yang salah satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk suatu tujuan tertentu.

Dalam penelitian kualitatif, wawancara menjadi metode

pengumpulan data yang utama. Sebagian besar data diperoleh melalui wawancara. Untuk itu penguasaan tekhnik wawancara sangat mutlak diperlukan. Satu hal yang perlu diperhatikan oleh peneliti ketika melakukan wawancara, yaitu tidak sampai subjek merasa seperti sedang diinterogasi oleh peneliti. Jika subjek merasa diinterogasi, maka subjek akan merasa tidak nyaman dan terancam karena dalam intregasi terkandung tekanan dari salah satu pihak. 54

Beberapa informan utama yang peneliti wawancarai dalam penelitian ini adalah:

Nama Keterangan

Kh. Suep Thoyyib Subjek penelitian

Hj. Muhayyinah Istri dari subjek penelitian

Elviyatur Rasyidah Santriwati yaang sudah 10 tahun di

54 Haris Herdiyansyah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), hal.


(1)

90

bahasanya dengan jamaah yang dihadapi. Hampir setiap hari KH. Sueb Thoyyib menjumpai jamaah berbahasa jawa, madura, dan arab khususnnya di sekitar daerah Ampel Surabaya, namun, jama’ah rutinitas yasin dan tahlil adalah mayoritas orang jawa, maka beliau menyesuaikan menggunakan bahasa jawa dalam menyampaikan pesan dakwah.

2. Gaya bahasa khas

Gaya bahasa yang dimiliki oleh KH. Suep Thoyyib sangat khas sekali. Beliau ketika menyampaikan sebuah kata dengan bahasa jawa, namun kadang kala dengan apa yang disampaikan itu membuat orang tertawa, juga kadang-kadang asal- asal sendiri kata yang disampaikan hingga jama’ah banyak yang menjulukinya Kiai Bonek.

3. Bahasanya tidak halus dan tidak kasar

Maksudnya dalam bahasa jawa dikenal unggah ungguhing basa ada basa krama dikenal lebih halus atau lebih sopan dibanding basa ngoko. Bahasa Jawa KH. Suep Thoyyib bercampur antara krama dan ngoko, bahasa seperti inilah yang diinginkan oleh jamaah karena dengan ini mereka merasa mudah memahami dan dihargai sebagai pendengar. 4. Materi yang disampaikan mengena

Materi yang disampaikan oleh KH. Suep Thoyyib, seperti ketika menyampaikan kisah di alam barzah, dapat membuat nangis jama’ah. Elviyatur Rasyidah selaku santriwati mengungkapkan bahwa materi yang


(2)

91

disampaikan dapat mengena di hati. Hal ini sesuai dengan di dalam al-Qur’an yaitu kata Qaulan balighan.


(3)

92

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan penyajian data yang telah dipaparkan sebelumya, peneliti menyimpulkan bahwa pesan dakwah yang telah telah disampaikan oleh KH. Suep Thoyyib dalam acara rutinitas yasin dan tahlil di Sukodono Ampel Surabaya, dapat menjadikan para mad’u tertarik dan senang dengan ceramah beliau, karena diksi (pilihan kata) yang digunakan sesuai dengan mad’u. Sebagaimana syarat ketepatan diksi diantaranya adalah mampu membedakan makna denotasi dan konotasi, mampu membedakan makna kata-kata yang bersinonim dan mampu membedakan kata yang bersinonim.

Mencapai ketepatan diksi dalam pesan dakwah yang disampaikan oleh KH. Suep Thoyyib, tercantum dalam sebuah tanda dan makna atau signifier (penanda) dan signified (petanda). Dalam tanda dan makna, tanda tersebut berisikan pesan yang telah disampaikan sedangkan makna merupakan penjelasan atau arti sebagaimana tanda yang disampaikan. Oleh karena itu dengan adanya tanda dan makna diksi dalam pesan dakwah, dapat lebih mudah dipahami dan dimengerti.


(4)

93

B. Saran

Agar penelitian ini membuahkan hasil, maka peneliti memberikan saran pada pihak-pihak terkait sebagai berikut:

1. Bagi da’i harus memahami kondisi mad’u dari berbagai aspek sosial sebelum menyampaikan ceramah, karena hal ini bisa menjadi referensi materi dan bahasa yang baik digunakan.

2. Diharapkan agar para da’i lebih memperhatikan dalam kelangsungan pemilihan setiap kata yang ia ucapkan, agar mudah difahami serta menyesuaikan dengan kondisi mad’u yang dihadapi. Lebih kreatif lagi dalam menyusun pesan dakwah agar terkesan menyenangkan.

3. Diharapkan kepada para peneliti selanjutnya, yang sama pembahasannya dengan penelitian ini, untuk memperdalam dengan membahas selain dari rumusan masalah penelitian ini yaitu tentang tanda dan makna diksi pesan dakwah.


(5)

94

DAFTAR PUSTAKA

Rijal Hamid, Samsul. 2010. Buku Pintar Agama Islam. Bogor: LPKAI “Cahaya Salam.

Syarif H, N. Faqih. 2010. Kiat Dahsyat Jadi Da’i Hebat. Surabaya: Pustaka Kaiswaran.

Ismail Ilyas, Prio Hotman. 2011. Filsafat Dakwah rekayasa membangun agama dan peradaban Islam. Jakarta: Prenada Media.

Al-Jumanatul Ali, Al-qur’an dan Terjemahnya.

Kusnawan, Asep. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: Pustaka Bani Quraisy. Rahman, Taufiqur. 2014. PANTAU-pantun tausiyah. Jakarta: Haqeina Media. Rakhmat, Jalaluddin. 2012. Retorika Modern Pendekatan Prakti. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Keraf, Gorys. 1996. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka utama.

Azis, Moh. Ali. 2009. Ilmu Dakwah. Jakarta: Kencana, 2009).

Mansurudin, Susilo. 2010. Mozaik Bahasa Indonesia. Malang; UIN-Maliki Press.

Ilaihi, Wahyu. 2010. Komunikasi Dakwah. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sobur, Alex. 2013. Semiotika Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

A. Sunarto. 2014. Etika Dakwah. Surabaya: Jaudar Press.

Tasmara, Toto. 1997. Komunikasi Dakwah. Jakarta: Gaya Media Pratama. M. Munir, Wahyu Ilaihi. 2006. Manajemen Dakwah. Jakarta: Prenada Media. Al-Ghazali, Imam. 1975. Ihya’ ‘Ulumuddin. Bandung: Almaktabah At-Tijariyah.


(6)

95

Supatra, Munzier, Harjani Hefni. 2009. Metode Dakwah, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Nahdiyah, Naila. Skripsi (Diksi Pesan Dakwah Ustadzah Dra. Hj. Ucik Nurhayati, M. Pd.I.)

Lutfillah, A. Aminullah. 2014. Skripsi (Analisis Semiotik Model Ferdinand De Saussure Pada Iklan “ARB” Partai Golongan Karya (GOLKAR) Di Televisi Swasta Versi Petani Pahlawan Bangsa)

Mulyana, Deddy. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Moleong, J. Lexy. 2009. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Sarwono, Jonatan. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif Yogyakarta: Graha Ilmu.

Herdiyansyah, Haris. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Salemba Humanika.

Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Punlik dan Ilmu Sosial Lainya. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta