6. Kun Nursyaiful, Supeno – PERBAIKAN PROTOKOL DYNAMIC MANET ON DEMAND BERDASARKAN BOBOT KEHANDALAN RUTE

Vol 2, No 3 Juni 2012

ISSN 2088-2130

PERBAIKAN PROTOKOL DYNAMIC MANET ON
DEMAND BERDASARKAN BOBOT KEHANDALAN
RUTE
1,2)

Kun Nursyaiful Priyo Pamungkas1), Supeno Djanali2)
Jurusan Teknik Informatika,Fakultas Teknologi Informasi, Institut Teknologi
Sepuluh Nopember
Email: 1)kunpamungkas@yahoo.com
ABSTRAK

Mobile Ad Hoc Networks (MANET) merupakan sekumulan perangkat bergerak
nirkabel yang memiliki kemampuan untuk saling berkomunikasi tanpa memerlukan
infrastruktur atau kontrol terpusat. Pada MANET, setiap node tidak hanya mengirim dan/atau
menerima paket data. Setiap node memiliki tanggung jawab untuk meneruskan paket data ke
node tujuan. Sehingga, setiap node juga berperan sebagai router.Routing protocol pada
MANET harus mampu mengatasi beberapa keterbatasan, yaitu : perubahan topologi jaringan

yang dinamis, keterbatasan energi, interferensi sinyal, dan keterbatasn bandwidth. Dynamic
MANET on Demand (DYMO) adalah routing protocol baru yang sedang dikembangkan
sebagai penerus AODV. Algoritma routing pada DYMO didasarkan pada jumlah hop yang
diperlukan untuk mencapai node tujuan. Hal ini bisa menyebabkan ketidakstabilan rute ketika
node bergerak dengan cepat tinggi dan acak.Pada penelitian ini, protokol Weight of Route
Reliablity – DYMO (WR-DYMO) diusulkan yang mempertimbangkan path lifetime dan
jumlah hop untuk mendapatkan jalur yang handal. WR-DYMO mengkombinasikan bobot Path
Expiration Time (PET) dan bobot jumlah hop. Nilai PET diperoleh dengan melakukan invers
nilai Link Expiration Time (LET).Hasil penelitian menunjukkan bahwa WR-DYMO
meningkatkan kinerja untuk parameter packet delivery ratio, overhead, dan throughput.
Kata kunci: MANET, path lifetime, path expiration time, link expiration time,jumlah hop.

ABSTRACT
Mobile Ad Hoc Networks (MANET) is a collection of wireless mobile device that is
forming temporary network without fixed infrastructure. In MANET, every node is not just
sending and/or receiving data packet. Every node has responsibility to forward the data
packet to proper destination node. Thus, each node is also a router. A routing protocol for
MANET must be able to overcome some limitations in mobile ad hoc networks such as dynamic
topology change, energy constraint, signal interference, and bandwidth limitation. Dynamic
Manet on Demand (DYMO) is a new routing protocol that has been developed as the successor

of AODV. Routing algorithm in DYMO is based on number of hops needed to reach destination
node. This will lead unstable route if each node is moving in high speed and random. In this
paper, Weight of Route Reliability-DYMO (WR-DYMO) protocol proposed that consider path
lifetime and number of hops to obtain reliable route. WR-DYMO combines the weight of Path
Expiration Time (PET) and the weight of number of hops. PET value obtained by invers Link
Expiration Time (LET). Experiment’s results show that WR-DYMO improves performance in
terms of packet delivery ratio, overhead, and throughput.
Keywords: MANET, path lifetime, path expiration time, link expiration time, number of hop.

378

Vol 2, No 3 Juni 2012

PENDAHULUAN
Mobile Ad Hoc Network merupakan
alternatif baru pada komunikasi bergerak, yang
mana sekumpulan perangkat bergerak atau yang
juga disebut dengan mobile node membentuk
jaringan secara spontan, dinamis dan
desentralisasi. Proses pertukaran data antar

mobile node terjadi melalui media transmisi
wireless. Jika suatu mobile node mengirimkan
paket data ke mobile node lain dalam satu
jangkauan transmisi, maka mobile node sumber
bisa langsung mengirimkan paket data ke mobile
node lain tanpa melibatkan mobile node
perantara. Tetapi bila mobile node tujuan berada
di luar jangkauan transmisi mobile nodesumber,
maka nodesumber akan melibatkan mobile node
perantara untuk mengirimkan paket data ke node
tujuan. Sehingga setiap mobile node dapat
berperan sebagai bridge atau router.
Sejumlah penelitian dilakukan untuk
mengklasifikasikan algoritma routing protocol.
Secara umum, algoritma routing protocol dapat
diklasifikasikan ke dalam sebelas kategori, yaitu
: proaktif, reaktif, multipath, geographical, flowaware, power-aware, multicasting, hierarchical,
hybrid, geocast, dan wireless-mesh. Algoritma
routing kategori proaktif dan reaktif termasuk
algoritma routing pertama yang diadopsi pada

awal perkembangan Mobile Ad Hoc Networks.
Pada algoritma routing proaktif, setiap mobile
node dapat membuat tabel routing berdasarkan
pertukaran informasi di antara mobile node.
Pertukaran informasi di antar node terjadi
melalui pesan-pesan broadcast secara periodik.
Algoritma routing yang termasuk kategori
proaktif adalah Dynamic Destination-Sequenced
Distance Vector (DSDV) dan Optimized Link
State Routing
(OLSR). Algoritma routing
reaktif, informasi routing diperoleh ketika suatu
mobile node perlu mengirimkan paket data ke
mobile node tujuan. Sehingga proses route
discoveryterjadi lebih sering pada MANET
yang menggunakan routing protocol kategori
reaktif daripada kategori proaktif. Tetapi
routing protocol pada kategori reaktif
menghasilkan overhead yang rendah.Routing
protocol yang termasuk dalam kategori reaktif

adalah Ad Hoc on Demand Distance Vector
(AODV), Dynamic Source Routing (DSR),
Temporally-Ordered
Routing
Algorithm
(TORA), dan Dynamic Manet on Demand
(DYMO)[1].

DYMO adalah protokol routingbaru
yang sedang dikembangkan oleh Mobile Ad-hoc
Jaringan Kelompok Kerja Internet Engineering
Task Force (IETF) sebagai penerus AODV
[2].DYMO
menyediakan
fitur
yang
disempurnakan baru seperti MANET-internet
gateway dan akumulasi jalan. DYMO terdiri dari
dua mekanisme dasar untuk menyebarkan
informasi routing: route discovery dan route

discovery. Route discoveryakan dilakukan jika
sebuah simpul memiliki untuk mengirim paket
data. Node sumber menciptakan pesan RREQ
dan dikirim ke node tetangga dalam jangkauan
transmisi. Setiap node perantara yang menerima
pesan RREQ akan menyimpan rute node yang
mengirimkan RREQ dan meneruskan kembali
ke node tetangganya. Proses penyebaran pesan
RREQ berlangsung
hingga pesan RREQ
mencapai node tujuan. Ketika node tujuan
menerima pesan RREQ, node tujuan memeriksa
nomor urut dan menghitung jumlah hop untuk
menentukan informasi routing. Setelah itu, node
tujuan membuat
pesan RREP dan
mengirimkannya ke node sumber hop by hop.
Prose penyampaian pesan RREP tidak berbeda
dengan pengiriman pesan RREQ. Setelah node
sumber menerima pesan RREP, node sumber

membangun koneksi dan mengirim paket data
ke node tujuan.
Berbagai penelitian tentang kinerja
protokol DYMO dengan beragam kondisi
dilakukan.Pada [3],
penelitimenguji kinerja
algoritma routing DSR, AODV, dan DYMO
terhadap pause time. Parameter yang digunakan
adalah throughput, packet delivery ratio, drop
packet ratio, average jitter, dan average end-toend delay. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
protokol DYMO memiliki kinerja paling buruk
untuk parameter throughput, packet delivery
ratio, drop packet ratio dan average end-to-end
delay. Studi perbandingan kinerja dua protocol,
yaitu AODV dan DYMO terhadap jumlah node
dan kecepatan dilakukan oleh [4]. Parameter
untuk mengukur kinerja adalah throughput,
relative routing overhead, dan average packet
size of packet routing. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa DYMO memiliki kinerja

yang buruk untuk parameter throughput ketika
node bergerak dengan kecepatan tinggi.Peneliti
pada [5] melakukan studi evaluasi terhadap
kinerja routing protocol LANMAR, LAR1,
DYMO dan ZRP menggunakan model random
waypoint mobility.Evaluasi kinerja dilakukan
dengan memvariasikan pause time.Average end379

Kun Nursyaiful dkk, Perbaikan Protokol...

to-end delay, packet delivery ratio, throughput
dan average jitter digunakan sebagai metrik
parameter. Hasil uji coba menunjukkan bahwa
kinerja routing protocol DYMO kurang baik
untuk parameter average end-to-end delay,
packet delivery ratio, dan throughput dan paling
buruk untuk parameter average jitter ketika
pause time semakin besar. Pada [6], peneliti
melakukan analisa efek kecepatan terhadap
kinerja routing protocol DYMO, AODV, dan

DSR.Metrik parameter untuk menilai kinerja
routing protocol terdiri atas throughput, packet
delivery ratio, average end-to-end delay, dan
average jitter.Hasil percobaan menunjukkan
bahwa ketika node bergerak dengan kecepatan
tinggi, DYMO memiliki kinerja paling buruk
untuk parameter throughput, packet delivery
ratio, dan average jitter.Berdasarkan penelitianpenelitian tersebut routing protocol DYMO
memiliki kinerja yang rendah ketika mobilitas
node meningkat dan acak.
Pada MANET, pergerakan node yang
tinggi dan acak menyebabkan perubahan
topologi yang dinamis [7]. Perubahan topologi
ini berdampak pula pada kinerja jaringan seperti
packet delivery ratio yang rendah, overhead
yang tinggi, dan konektivitas antar node yang
rentan putus.Untuk mengurangi dampak
perubahan topologi, metode routing protocol
yang handal merupakan isu pokok pada
MANET. Ada tiga kategori utama routing

berbasis kestabilan, yaitu : kestabilan topologi,
kestabilan komunikasi, dan kestabilan energi.
Routing protocol berbasis kestabilan topologi
dapat diklasifikasikan ke dalam routing stabil
jalur tunggal dan backup routing[8].Penelitian
ini fokus pada routing stabil jalur tunggal.
Routing stabil jalur tunggal menentukan
rute berdasarkan jangka waktu kedua node tetap
terhubung[9]. Metode untuk memprediksi
jangka waktu kedua node untuk tetap saling
terhubung diusulkan oleh [10], dengan
namaLink Expiration Time (LET). Untuk
menerapkan metode LET, setiap node perlu
dilengkapi dengan perangkat Global Positioning
System (GPS) agar dapat mengetahui informasi
posisi, arah pergerakan, dan kecepatan node.
Metode LET ini juga diadopsi pada FlowOriented Routing Protocol (FORP) oleh
[10].Heading Angel Direction Routing Protocol
(HARP) diusulkan oleh [9] dengan mengadopsi
LET berdasarkan zona untuk menentukan

ketetanggaan. Adapun ukuran setiap zona adalah
45°, jika dalam zona tersebut sebuah node tidak

memiliki tetangga, maka node akan mencari ke
zona berikutnya. Meskipun LET dapat
menentukan rute yang stabil, penelitian lain
menunjukkan bahwa metode LET menghasilkan
jumlah
hop
yang
besar
[11].Selain
mempertimbangkan konektifitas dua node,
protokol Greedy Perimeter Stateless Routing
(GPSR)
diusulkan
oleh
[12],
dengan
menawarkan pendekatan bahwa kestabilan rute
dapat
ditentukan
dari
panjang
rute.Bagaimanapun, protokol GPSR memiliki
kelemahan ketika jarak antar node semakin jauh
dan pergerakan node tinggi. Penelitian lain
menunjukkan bahwa untuk mendapatkan rute
yang handal dipengaruhi oleh dua faktor secara
bersamaan, yaitu jangka waktu konektifitas antar
node dan panjang rute [13].
Pada penelitian ini, Weight of Route
Reliability-Dynamic
Manet On Demand (WRDYMO) protokol diusulkan untuk memperbaikai
protokol DYMO berdasarkan bobot keandalan rute.
Bobot keandalan rute merupakan kombinasi bobot
PET dan bobot jumlah hop untuk menentukan rute
handal. Nilai PET diperoleh dari nilai minimum
invers
LET.
Perbaikan
diharapkan
untuk
meningkatkan kinerja protokol DYMO meskipun
topologi berubah dinamis di MANET.

Penelitian Terkait
Peneliti pada [14] mengusulkan
pendekatan baru pada DYMO.Routing protocol
ini bernama Delay Tolerance DYMO (DTDYMO).Mekanisme route discovery pada DTDYMO mirip dengan DYMO.Tetapi ketika node
tujuan tidak ditemukan, node terdekat atau node
yang sering terhubung ke node tujuan
bertanggung jawab untuk menyimpan paket data
terlebih
dahulu
sebelum
node
tujuan
ditemukan.Prosedur pencarian node terdekat
dengan node tujuan ini disebut dengan message
carrier discovery. Sedangkan mekanisme
penyimpanan paket data sementara di
nodeterdekat disebut dengan store and forward
routing. Untuk mendukung mekanisme tersebut,
pesan routing RREQ dan RREP pada DTDYMO
dimodifikasi.
Parameter
minDeliveryProb ditambahkan pada pesan
RREQ. Pesan RREP juga dimodifikasi dengan
menambahkan
dua
parameter,
yaitu
deliveryProb
dan
SearchedNode.
Hasil
penelitian menunjukkan bahwa DT-DYMO
memiliki delivery ratio yang paling tinggi
daripada DYMO dan PRoPHET meskipun
densitas node meningkat.
380

Vol 2, No 3 Juni 2012

Pendekatan algoritma Ant Colony
Metaheuristic (ACO) diusulkan oleh [15] untuk
mencari jalur terpendek pada DYMO.Routing
protocol ini dinamakan Ant-DYMO.Pencarian
jalur terpendek ini mengadopsi perilaku koloni
semut dalam mencari jalur terpendek antara
sarang
koloni
semut
dengan
sumber
makanan.Setiap jalur antara node sumber
dengan node tujuan dihitung berdasarkan nilai
pheromone.Sehingga
pada
Ant-DYMO,
parameter hop count pada routing table
digantikan dengan parameter pheromone.Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Ant-DYMO
memiliki packet delivery ratio yang lebih baik
daripada DYMO dan mampu mengirim data
lebih cepat.Tetapi mekanisme route discovery
pada Ant-DYMO menghasilkan overhead yang
lebih tinggi daripada DYMO.
Pada [3], peneliti mempelajari efek dari
peningkatan pause time terhadap routing
protocol DSR, AODV, dan DYMO. Evaluasi
dilakukan dengan menggunakan parameter total
packet received, packet drop ratio, throughput,
average jitter, dan average end-to-end delay.
Pause time divariasikan dari 30 sampai 110 detik
dengan jumlah node 30 dan ukuran jaringan
1500 meter x 1500 meter. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kinerja routing protocol
DYMO paling rendah daripada DSR dan AODV
pada parameter total packet received, packet
drop ratio, throughput dan average end-to-end
delay.
Peneliti pada [5] melakukan penelitian
mengenai efek peningkatan pause time terhadap
kinerja routing protocol LANMAR, LAR1,
DYMO dan ZRP.Parameter yang digunakan
pada evaluasi adalah average jitter, packet
delivery ratio, average end-to-end delay dan
throughput.Pause time divariasikan mulai dari
15 detik sampai 75 detik. Hasil penelitian
menunjukkan performa DYMO paling rendah
pada parameter average jitter dan average endto-end delay.
Pada [6], peneliti melakukan studi
komparatif secara detil mengenai efek
peningkatan kecepatan pada routing protocol
DYMO, AODV, dan DSR. Evaluasi dilakukan
berdasarkan empat parameter, yaitu throughput,
packet delivery ratio, average end-to-end delay
dan average jitter. Kecepatan divariasikan mulai
dari 10 m/s sampai 40 m/s dengan jumlah node
50 dan ukuran jaringan 1500 meter x 1500
meter. Hasil penelitian menunjunkkan bahwa
kinerja routing protocol DYMO paling rendah

daripada AODV dan DSR untuk parameter
throughput dan packet delivery ratio.

METODE
Algoritma Link Expiration Time (LET)
Metode Link Expiration Time (LET)
merupakan mekanisme untuk memprediksi
berapa lama dua node saling terhubung.
Berdasarkan nilai LET, node bisa menentukan
kualitas link dengan node tetangganya. Rute
yang handal dapat dicari berdasarkan himpunan
nilai LET setiap node-node yang bertetangga.
Asumsikan ada dua mobile node, yaitu i
dan j dalam jangkauan sinyal transmisi r.
Anggap koordinat mobile node dapat diketahui,
yaitu (xi,yi) adalah koordinat mobile node i dan
(xj,yj) adalah koordinat mobile node j. Masingmasing mobile node memiliki kecepatan υi dan
υj dengan sudut pergerakan θi dan θj. Gambar 1
menunjukkan asumsi yang digunakan. Maka
lama waktu dua mobile node tetap terkoneksi
(LET) dapat diprediksi berdasarkan rumus :
(

)

√(

)

(

)

(1)

dengan :
(2)
(3)
(4)
(5)

Penentuan Stabilitas
Modifikasi tidak mencakup keseluruhan
routing protocol DYMO, melainkan pada
prosedur route discovery. Pada routing protocol
DYMO yang orisinil, keputusan routing
ditentukan berdasarkan jarak tempuh node
sumber ke node tujuan. Jarak tempuh ini
dinyatakan dengan berapa banyak hop yang
dilalui.Keputusan routing yang berdasarkan
jumlah hop bisa menyebabkan link antar node
mudah terputus jika mobilitas mobile node
sangat tinggi.Untuk mendapatkan rute yang
handal meskipun mobilitas node tinggi,
keputusan routing juga ditentukan berdasarkan
nilai bobot kehandalan rute. Tetapi ketika
koneksi pada rute yang dipilih putus, maka
prosedur route discovery dilakukan kembali
381

Kun Nursyaiful dkk, Perbaikan Protokol...

karena penelitian ini fokus pada routing stabil
jalur tunggal.
Agar router WR-DYMO mampu
menghitung PET, setiap router WR-DYMO juga
mengetahui informasi posisi, posisi berikutnya,
kecepatan, dan sudut pergerakan. Keempat
informasi ini diperoleh dari perangkat GPS.

tujuan, maka node tujuan akan menentukan rute
yang paling handal.
Pada mekanisme route discovery WRDYMO, setelah node tujuan menerima pesan
RREQ yang berisi nilai iLET dari setiap node
perantara, node tujuan akan memilih satu rute
yang memiliki hasil penjumlahan bobot nilai
Path Expiration Time (PET) dan bobot jumlah
hop paling besar. PET merupakan nilai
minimum dari himpunan nilai iLET pada setiap
rute.
PET
dan
fungsi
pembobotan
diformulasikan pada persamaan 7 dan 8 :
(

)
[

Gambar 1.Ilustrasi Posisi dan Kecepatan Dua Mobile
Node

[
( )

(

(7)

)]
( )]

(8)

C1 dan C2 adalah faktor pembobotan
yang mana penjumlahan | C1 + C2| = 1. Besaran
nilai C1 dan C2 ditentukan secara manual. Pada
penelitian ini nilai C1 adalah 0,6 sedangkan nilai
C2 adalah 0,4.

UJI COBA
Berdasarkan informasi perangkat GPS tersebut,
setiap node mampu menghitung LET dengan
node tetangganya. Kemudian nilai LET ini diinverse dan disimpan ke dalam routing table.
Agar nilai inverse LET (iLET) dapat disimpan,
maka routing table dan routing message (RM)
harus dimodifikasi dengan cara menambahkan
kolom iLET.
Prosedur route discovery di WR-DYMO
berbeda dengan DYMO. Pada WR-DYMO,
setiap node tetangga yang menerima pesan
RREQ dari node sumber akan menghitung nilai
LET dan inverse LET kedua node. Nilai iLET
ditujukan pada persamaan (6) :
(

)

(

)

(6)

Setelah itu, node tetangga akan
memeriksa apakah memiliki informasi routing
ke node tujuan dan node sumber. Jika node
penerima pesan RREQ belum memiliki
informasi routingnode sumber, maka node
penerima akan menyimpannya ke routing table
beserta nilai iLET dan selanjutnya meneruskan
pesan RREQ ke tetangga berikutnya. Setiap
pesan RREQ melewati node-node perantara,
nilai iLET akan dimasukkan ke dalam routing
table. Jika pesan RREQ diterima oleh node

Pada penelitian ini, diasumsikan bahwa
semua node terdistribusi secara acak pada ruang dua
dimensi. Setiap node memiliki jarak jangkau
transmisi yang sama dan satu kanal. Perangkat GPS
terpasang di semua node, agar setiap node dapat
mengetahui posisi, kecepatan, dan arah pergerakan.

Skenario Uji Coba
Untuk membuktikan kebenaran metode
dan mengetahui kinerja metode pada routing
protocol DYMO yang telah dimodifikasi, yaitu
WR-DYMO dilakukan beberapa skenario uji
coba. Adapun skenario uji coba adalah sebagai
berikut :
a. Uji Coba 1: bertujuan untuk menguji
kinerja dan skalabilitas WR-DYMO
terhadap tingkat kepadatan node. Jumlah
node akan divariasikan mulai lima puluh
hingga dua ratus node. Node-node terus
bergerak tanpa berhenti dengan kecepatan
maksimum 10 m/s.
b. Uji Coba 2: bertujuan untuk menguji
kemampuan adaptasi WR-DYMO terhadap
tingkat perubahan topologi. Node-node
akan terus bergerak tanpa henti dengan
variasi kecepatan maksimum mulai 5 m/s
hingga 40 m/s.
c. Uji Coba 3 : bertujuan untuk menguji
kemampuan
WR-DYMO
terhadap
382

Vol 2, No 3 Juni 2012

perubahan pause time node. Node-node
bergerak kemudian berhenti dalam rentang
waktu tertentu dan bergerak kembali
dengan kecepatan maksimum 10 ms/s. Pada
percobaan ini waktu berhenti (pause time)
adalah 0 detik, 50 detik, 100 detik, 150
detik, dan 200 detik.

Simulasi Percobaan
Percobaan
dilakukan
dengan
menggunakan perangkat lunak Network
Simulator 2 versi 2.34 (NS-2.34) [16], yang
diinstall pada sistem operasi GNU/Linux Ubuntu
12.10. Model DYMO yang digunakan adalah
DYMO-UM [17].Model DYMOUM bisa
diimplementasikan
pada
sistem
operasi
GNU/Linux dan lingkungan simulator NS-2.
Pada ns-2, ketiga skenario uji coba ini
diimplementasikan dengan antarmuka TCL.
Agar uji coba mendekati kondisi nyata, simulasi
dijalankan dalam wilayah yang luas. Ukuran
jaringan simulasi pada penelitian ini adalah 1500
meter x 1500 meter. Pemilihan dimensi wilayah
simulasi yang luas dan berbentuk segi empat
dapat menghindari kongesti jaringan, meskipun
pergerakan node lebih bebas dan rute yang
ditempuh bisa lebih panjang.
Protokol lapisan MAC yang digunakan
adalah IEEE 802.11b Distributed Coordination
Function (DCF). DCF didesain dengan
menggunakan mekanisme CSMA/CA dan
algoritma binary exponential backoff untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya collision.
Selain itu, DCF juga menerapkan skema positive
acknowledge, yang mana jika sebuah frame telah
diterima dengan benar oleh node tujuan, node
tujuan harus mengirimkan frame ACK kepada
node sumber.
Model propagasi radio adalah Two Ray
Ground. Model ini mempertimbangkan dua
aspek, yaitu lintasan lurus antara transmitter
node dengan receiver node dan
pantulan
permukaan bumi. Lintasan antara transmitter
node dengan receiver node diasumsikan
memenuhi kondisi line of sight. Model Two Ray
Ground menggunakan model rumus redaman
4

daya sinyal sebagai 1 d dengan d adalah
jarak antara transmitter node dengan receiver
node. Sehingga sesuai untuk simulasi yang
memerlukan jangkauan transmitter yang jauh.
Pada penelitian ini jangkauan transmisi adalah
250 meter, tinggi antena adalah 1.5 meter yang

ditempatkan sedemikian rupa tepat di tengah
mobile node.
Untuk melakukan uji stressing terhadap
kemampuan routing protocol ketika melakukan
prosedur
route
discovery
dan
route
maintenancetanpa menimbulkan kongesti yang
berlebihan, Constant Bit Rate (CBR) dipilih
sebagai model komunikasi antar node yang
uniform. CBR merupakan aplikasi yang berjalan
di atas transport UDP. Node sumber akan
mengirim trafik CBR dalam paket-paket data
sebesar 512 bytes dengan kecepatan 4 paket per
detik. Selama simulasi berlangsung, maksimum
jumlah koneksi setiap node adalah sepuluh.
Model
mobilitas
menggambarkan
bagaimana node-node bergerak pada area
simulasi. Model mobilitas yang digunakan pada
penelitian ini adalah random waypoint. Model
mobilitas random waypoint dipilih karena
mayoritas simulasi menggunakan model ini.
Pada model random waypoint, posisi awal setiap
mobile node dipilih secara acak pada area
simulasi. Kecepatan mobile node dipilih secara
acak di antara Vmin dan Vmax. Vmin diberi
nilai 1 m/s agar kecepatan mobile node dapat
mencapai kondisi stabil dan konvergen dengan
cepat [18].

Parameter Kinerja
Parameter kinerja yang digunakan untuk
mengukur kinerja dan skalabilitas DYMO yang
dimodifikasi adalah sebagai berikut :
a. Packet delivery ratio
Packet delivery ratio (PDR) dapat
didefinisikan sebagai perbandingan jumlah
paket
data yang diterima node tujuan
dengan jumlah paket data yang dikirim oleh
node sumber.
b. Overhead
Overhead diformulasikan sebagai rasio
total jumlah paket routing (termasuk Hello
message) yang dikirim dengan total jumlah
paket data yang diterima.
c. Throughput
Throughput didefinisikan sebagai jumlah
paket data yang berhasil diterima oleh node
penerima per detik melalui sistem atau
media komunikasi. Throughput dinyatakan
dalam satuan bits per second (bps).
d. Average end-to-end delay
Waktu tunda rata-rata yang diperlukan oleh
paket data ketika masih dalam router buffer
hingga paket data mencapai node tujuan.
Faktor yang turut diperhitungkan adalah
383

Kun Nursyaiful dkk, Perbaikan Protokol...

tunda ketika prosedure route discovery,
dalam antrian, dan transmisi ulang. Lost
packets tidak diperhitungkan.Average end
to end delay dinyatakan dalam satuan mili
detik.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Efek Peningkatan Jumlah Node
Pada skenario uji coba 1, jumlah node
divariasikan mulai 50 sampai 200 node yang
menggambarkan tingkat kepadatan node
Kecepatan maksimum node Vmax adalah 10 m/s
dan jarak transmisi adalah 250 meter.
Gambar 2 menunjukkan bahwa WRDYMO memiliki kecenderungan mengalami
penurunan PDR secara perlahan seiring
peningkatan jumlah node. Berbeda dengan
DYMO yang cenderung mengalami peningkatan
nilai PDR tetapi kemudian mulai turun ketika
jumlah node lebih dari 1500. Dengan luas
wilayah yang tetap, peningkatan jumlah node
memungkinkan sebuah node memiliki banyak
tetangga dan jarak tetangga yang dekat. Hal ini
menguntungkan untuk routing protocol yang
hanya memperhitungkan jumlah hop untuk
memutuskan jalur terbaik. Tetapi dengan jarak
antar tetangga yang dekat, interferensi juga
meningkat sehingga menyebabkan kongesti.
Kongesti inilah yang menyebabkan terjadinya
penurunan PDR.
Gambar 3
menunjukkan adanya
kecenderungan DYMO dan WR-DYMO
mengalami peningkatan overhead seiring
dengan meningkatnya jumlah node. Peningkatan
jumlah node ini memicu peningkatan Hello
messages dan paket-paket RREQ yang disebar
ke banyak node. Untuk jumlah node yang sama,
WR-DYMO memiliki overhead yang relatif
lebih rendah daripada DYMO karena WRDYMO memiliki prosentase PDR yang lebih
tinggi sehingga melakukan prosedur route
discovery lebih sedikit dibandingkan DYMO.
Gambar
4
memperlihatkan
adanya
kecenderungan routing protocol DYMO

mengalami penurunan throughput secara
perlahan ketika jumlah node lebih dari 100.
Sedangkan routing protocol WR-DYMO
mengalami penurunan secara perlahan ketika
jumlah node lebih dari 50, tetapi WR-DYMO
masih lebih baik daripada DYMO. Penurunan
throughput ini dipengaruhi oleh interferensi dan
kongesti yang terjadi ketika jumlah node
semakin bertambah.
Gambar 5
menggambarkan adanya
peningkatan average end-to-end delay pada
kedua routing protocol, yaitu WR-DYMO dan
DYMO. Pada routing protocol DYMO, average
end-to-end delay terendah adalah pada jumlah
node 50. Kenaikan terjadi secara perlahan
ketika jumlah node berkisar dari 50 hingga 150.
Kenaikan tajam terjadi jika jumlah node lebih
dari 150. Sedangkan pada WR-DYMO, average
end-to-end delay mengalami kenaikan yang
tinggi seiring kenaikan jumlah node. Tetapi WRDYMO masih memiliki nilai average end-to-end
delay yang lebih rendah daripada DYMO pada
jumlah node 200.

Gambar 2 Grafik Variasi Jumlah Node terhadap PDR

Gambar 3 Grafik Variasi Jumlah Node terhadap
Overhead

384

Vol 2, No 3 Juni 2012

Gambar 4. Grafik Variasi Jumlah Node
terhadap Throughput

Gambar 5. Grafik Variasi Jumlah Node
terhadap Average End-to-End Delay

Efek Peningkatan Kecepatan Node
Pada skenario uji coba 2,
kecepatan maksimum node divariasikan
mulai dari 5 m/s hingga 40 m/s dengan
jumlah node sebesar 50, jarak antara
transmitter dengan receiver adalah 250
meter.
Gambar 6 menunjukkan bahwa,
WR-DYMO mengalami penurunan PDR
secara perlahan tetapi nilainya masih
lebih
tinggi
daripada
DYMO.
Sedangkan pada DYMO, nilai PDR
berubah secara fluktuatif dan mengalami
penurunan yang tajam pada saat
kecepatan maksimum node adalah 20
m/s. Hal ini menunjukkan bahwa
DYMO tidak mampu beradaptasi ketika
node bergerak dengan cepat, berbeda
dengan WR-DYMO yang cenderung
stabil.
Gambar
7
menampilkan
overhead pada kedua routing protocol,
yaitu DYMO dan WR-DYMO. Hasilnya
menunjukkan
bahwa
WR-DYMO
memiliki overhead yang lebih rendah
daripada DYMO. Pada WR-DYMO,
overhead naik secara perlahan seiring

kenaikan kecepatan maksimum node.
Sedangkan pada DYMO, overhead naik
secara fluktuatif dan lebih tinggi
daripada
WR-DYMO.
Hal
ini
disebabkan
DYMO
tidak
bisa
menghadapi peningkatan
kecepatan
node. Ketika node bergerak semakin
cepat, konektifitas antar node menjadi
mudah putus, sehingga harus dilakukan
prosedur route discovery kembali.
Prosedur route discovery yang berulang
kali akan meningkatkan paket RREQ.
Gambar 8 menunjukkan adanya
penurunan throughput
pada kedua
routing protocol, yaitu DYMO dan WRDYMO. Penurunan yang fluktuatif
tejadi pada DYMO, sedangkan pada
WR-DYMO penurunan terjadi secara
perlahan tetapi masih lebih tinggi
daripada DYMO. Ini menunjukkan
bahwa WR-DYMO masih stabil
meskipun node-node bergerak dengan
cepat.
Gambar 9 menunjukkan adanya
peningkatan average end-to-end delay
secara signifikan pada routing protocol
WR-DYMO. Keputusan routing pada
WR-DYMO lebih didasarkan pada
tingkat kehandalan rute. Sehingga rute
yang dilalui untuk mengirim paket data
bisa lebih panjang. Sedangkan DYMO
hanya mempertimbangkan jumlah hop,
yaitu jalur mana yang jumlah hop-nya
lebih sedikit. Sehingga average end to
end delay pada DYMO cenderung lebih
rendah.

Gambar 6. Grafik Variasi Kecepatan Node
terhadap PDR

385

Kun Nursyaiful dkk, Perbaikan Protokol...

Gambar 7. Grafik Variasi Kecepatan Node
terhadap Overhead

Gambar 8. Grafik Variasi Kecepatan Node
terhadap Throughput

Gambar 9. Grafik Variasi Kecepatan Node
terhadap Average End-to-End Delay

Efek Peningkatan Pause Time
Untuk mengetahui efek pause
time terhadap kinerja DYMO dan WRDYMO, pause time divariasikan mulai
dari 0 detik hingga 200 detik dengan
jumlah node 50, kecepatan maksimum
node 10 m/s, dan waktu simulasi 250
detik.
Gambar 10 menunjukkan bahwa
kinerja terbaik kedua routing protocol,
yaitu WR-DYMO dan DYMO WRDYMO untuk parameter PDR adalah
pada pause time 0 detik. WR-DYMO
mengalami penurunan nilai PDR secara
perlahan seiring peningkatan pause time.

Sedangkan pada DYMO , nilai PDR
mengalami penurunan secara fluktuatif
dan mencapai nilai terendah ketika
pause time 200 detik. Ini menunjukkan
bahwa WR-DYMO masih handal ketika
node berhenti dalam waktu yang lama
kemudian harus bergerak kembali dalam
waktu yang cepat. Penurunan nilai PDR
pada pause time 200 detik karena node
memerlukan waktu yang lama untuk
mencapai kecepatan yang stabil setelah
node berhenti dalam waktu 200 detik.
Gambar 11 menunjukkan bahwa
routing protocol DYMO mengalami
kenaikan overhead secara fluktuatif dan
naik dengan tajam pada pause time 200
detik. Sedangkan routing protocol WRDYMO justru turun secara perlahan
seiring kenaikan pause time. Ini berarti
node yang menggunakan DYMO
sebagai routing protocol melakukan
route discovery seiring peningkatan
pause time. Hal yang berbeda terjadi
ketika node mengimplementasikan WRDYMO sebagai routing protocol.
Gambar
12
menunjukkan
DYMO mengalami perubahan secara
fluktuatif dan turun dengan tajam pada
pause time 200 detik. Sedangkan WRDYMO, nilai throughput turun secara
perlahan. Ini menunjukkan WR-DYMO
cenderung stabil meskipun pause time
naik.
Gambar 13 menunjukkan nilai
average end-to-end delay untuk WRDYMO naik secara tajam pada pause
time 150 detik dan turun tajam pada
pause time 200 detik. Nilai average endto-end delay pada DYMO cenderung
lebih rendah karena jumlah hop yang
dilalui lebih sedikit.

Gambar 10. Grafik Variasi Pause Time
terhadap PDR

386

Vol 2, No 3 Juni 2012

b.

Gambar 11. Grafik Variasi Pause Time
terhadap Overhead

c.

Gambar 12. Grafik Variasi Pause Time
terhadap Throughput

d.

e.
Gambar 13. Grafik Variasi Pause Time
terhadap Average End-to-End Delay

SIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian dan
pembahasan,maka
dapat
ditarik
beberapa simpulan:
a. Pada skenario uji coba 1, WRDYMO
menunjukkan
kinerja
terbaik untuk parameter PDR,
overhead, dan throughput pada
kondisi jumlah node 50. Meskipun
peningkatan
jumlah
node
menurunkan kinerja WR-DYMO,
tetapi kinerja WR-DYMO masih
lebih baik daripada DYMO untuk

ketiga
parameter
tersebut.
Sedangkan
untuk
parameter
average end-to-end delay, kinerja
DYMO lebih baik daripada WRDYMO.
Pada skenario uji coba 2, WRDYMO
menunjukkan
kinerja
terbaik untuk parameter PDR,
overhead dan throughput pada
kondisi kecepatan maksimum 5
m/s. WR-DYMO juga memiliki
toleransi yang lebih baik terhadap
peningkatan
kecepatan
node
daripada DYMO. Kinerja WRDYMO lebih rendah daripada
DYMO untuk parameter average
end-to-end delay.
Pada skenario uji coba 3, WRDYMO
menunjukkan
kinerja
terbaik untuk parameter PDR dan
throughput pada pause time 0 detik.
Sedangkan
untuk
parameter
overhead, kinerja terbaik WRDYMO pada kondisi pause time
150 detik. Kinerja WR-DYMO
lebih rendah daripada DYMO
untuk parameter average end-toend delay.
Kombinasi bobot invers LET dan
bobot
jumlah
hop
dapat
meningkatkan
kinerja
routing
protocol dalam mengirim data.
WR-DYMO lebih sesuai untuk
aplikasi data dengan toleransi tunda
yang tinggi, sedangkan DYMO
sesuai untuk aplikai data dengan
toleransi tunda yang rendah.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Alotaibi, E., Mukerjee,B., ”A
Survey on Routing Algorithms
for Wireless Ad-Hoc and Mesh
Networks”, Computer Networks,
56:940-965, 2012.
[2] Chakeres,I., Perkins, C., Dynamic
MANET On-demand (DYMO)
Routing. IETF Internet Draft,
2011.
[3] Bisen,D., Suman, P., Sharma, S.,
Shukla,R., “Effect of Pause Time
on DSR, AODV and DYMO
Routing Protocols in MANET”,
387

Kun Nursyaiful dkk, Perbaikan Protokol...

International Journal of IT &
Knowledge Management, 3,
2010.
[4] Kum,
D.W.,
Park,J.S.,Cho,
Y.Z.,Cheon, B.Y., "Performance
Evaluation of AODV and DYMO
Routing Protocols in MANET",
In Proceeding of IEEE Consumer
Communications and Networking
Conference, 1-2, 2010.
[5] Singh,D., Maurya, A.K., Sarje,
A.K., “Comparative Performance
Analysis of LANMAR, LAR1,
DYMO and ZRP Routing
Protocols in MANET using
Random Waypoint Mobility
Model”, Third International
Conference
on
Electronics
Computer Technology, 6: 62-66.
2011.
[6] Sharma,D., Roberts, N., ”Effects
of Velocity on Performance of
DYMO, AODV and DSR
Routing Protocols in Mobile Adhoc
Networks”,
Procedia
Technology, 4:727-731, 2012.
[7] Corson,J., Macker, J., "Routing
Protocol Performance Issues and
Evaluation Considerations", RFC
2501. 1999.
[8] Yang,W., Yang,
X., Yang,
S.,Yang, D.,“A Greedy-Based
Stable
Multi-path
Routing
Protocol in Mobile Ad Hoc
Networks”, Ad Hoc Networks,
9:662-674, 2011.
[9] Al-Kaidi,M., Alchaita,M., “Link
Stability and Mobility in Ad Hoc
Wireless
Networks”,
IET
Communication,
1:173-178,
2007.
[10] Su,W., Lee, S.J., Gerla, M.,
“Mobility Prediction in Wireless
Networks”, Proceeding of IEEE
MILCOM, 1:1312-1321, 2000.
[11] Meghanathan,N., “Exploring the
Stability-Energy ConsumptionDelay-Network Lifetime Tradeoff
of Mobile Ad Hoc Network
Routing Protocols,” Journal of
Networks, 3:17-28, 2008.
[12] Karp,B., Kung, H.T.,“GPSR:
Greedy
perimeter
stateless

routing for wireless networks”,
Proceedings of the 6th Annual
International Conference on
Mobile
Computing
and
Networking,243–254, 2000.
[13] La,R. J., Han, Y.,“Distribution of
path durations in mobile ad hoc
networks and path selection”,
IEEE/ACM Transactions on
Networking, 15:993-1006, 2007.
[14] Kretschmer,
C.,Ruhrup,
S.,
Schindelhauer, C., "DT-DYMO:
Delay-Tolerant
Dynamic
MANET On-demand Routing ",
29th
IEEE
International
Conference
on
Distributed
Computing Systems Workshops,
493-498, 2009.
[15] Martins, J.A.P.,Correia,S.L.O.B.,
J´unior,J.C, "Ant-DYMO: A BioInspired
Algorithm
for
MANETS",17th
International
Conference on Telcomunications,
748 – 754, 2010.
[16] http://www.isi.edu/nsnam/ns/nsuild.html, diakses 12 Juli 2012.
[17] Ros, J.F, DYMOUM, November
2011,
URL:
http://masimum.inf.um.es/fjrm/
?page_id=126 diakses 12 Juli
2012.
[18] Yoon, J., Liu, M., Noble, B.,
“Random Waypoint Considered
Harmful”, Twenty-Second Annual
Joint Conference of the IEEE
Computer and Communications,
2:1312-1321, 2003.

388