Pengaruh Demokratisasi dan Otonomi Daera

Pengaruh Demokratisasi dan Otonomi Daerah
dalam Memacu Kerjasama Internasional 1

Ganjar Widhiyoga, S.IP, M.Si
Dra. Christy Damayanti, M.Si
Pendahuluan
Demokratisasi di Indonesia telah bergulir semenjak tahun 1998. Salah satu poin
penting dalam proses ini adalah adanya desentralisasi kewenangan. Dengan tajuk
otonomi daerah, beberapa kewenangan yang semula dipegang pemerintah pusat pun
diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota.
Salah satu kewenangan yang terdesentralisasi dalam kerangka otonomi daerah
adalah peluang untuk melakukan kerja sama internasional. Undang-undang Nomor 32
tahun 2004 pasal 42 menyebutkan tentang tugas dan wewenang DPRD untuk mengawasi,
memberikan pendapat dan pertimbangan serta menyetujui rencana kerjasama
internasional yang diajukan oleh pemerintah.
Penelitian ini akan memberikan penjelasan tentang mekanisme Hubungan dan
Kerjasama Luar Negeri yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah sebagai imbas dari
demokratisasi dan otonomi daerah yang dilaksanakan di Indonesia. Penelitian ini juga
akan menyajikan contoh-contoh kegiatan kerja sama luar negeri, terutama dalam lingkup
Kota Surakarta, Kabupaten Sragen dan Kabupaten Boyolali. Kemudian, penelitian ini
akan memberikan evaluasi terbatas mengenai aktivitas tersebut.


Demokratisasi Indonesia
Demokrasi adalah sistem di mana warganya bebas mengambil keputusan
melalui kekuasaan mayoritas 2 . Perbedaan tidak boleh diberangus atas nama kekuasaan.
                                                            
1

Disampaikan pada Konvensi Nasional I Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia di UMY,
Yogyakarta pada 2-4 Desember 2009.

 

1

Tidak ada satu kelompok pun, termasuk kelompok mayoritas, yang boleh
mengesampingkan hak-hak dasar dan kebebasan kelompok minoritas 3 .
Dahl memberikan beberapa karakteristik sehingga sebuah sistem dapat disebut
demokratis. Pertama, adanya partisipasi yang efektif dari masyarakat. Kedua, adanya
kesetaraan suara. Suara satu orang adalah sama dengan suara orang lain, terlepas dari
latar belakang apapun. Ketiga, adanya pemahaman akan alternatif-alternatif pilihan

dalam mengelola negara dan konsekuensi dari setiap alternatif tersebut. Keempat, adanya
kemampuan untuk menentukan agenda yang akan dibahas. Kelima adanya pelibatan bagi
setiap orang dewasa 4 .
Proses menuju demokrasi, atau demokratisasi, di Indonesia secara formal
dimulai dengan adanya revisi terhadap Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu.
Adanya revisi ini membuka kran kebebasan dalam partisipasi pemilu. Sebagai akibat dari
revisi Undang-undang ini, pada tahun 1999 Pemilu di Indonesia kembali tidak lagi diikuti
oleh tiga peserta saja. Pemilu 1999 memberikan kesempatan kepada empat puluh delapan
partai politik untuk mengikuti kontestasi tersebut.
Aktivitas demokratisasi lain juga terwujud dalam bentuk amandemen UUD
1945 pada masa pemerintahan B.J Habibie. Amandemen konstitusi kemudian dilakukan
sebanyak empat kali, berturut-turut pada tahun 1999, 2000, 2001 dan 2002. Perubahanperubahan yang dilakukan dalam empat kali amandemen UUD 1945 tersebut membawa
dampak besar pada perubahan sistem politik di Indonesia. Perubahan utama adalah
pembatasan kekuasaan presiden menjadi dua kali lima tahun masa jabatan. Ini mencegah
terpilihnya seseorang menjadi presiden seumur hidup, seperti yang terjadi pada masa
Orde Lama atau seseorang berulang kali diangkat menjadi presiden, seperti yang terjadi
pada masa Orde Baru. Amandemen konstitusi memberikan kesempatan lebih luas pada
rakyat untuk memilih presiden dan wakil presidennya secara langsung. MPR pun kini
menjadi lembaga bichamberal dengan adanya institusi Dewan Perwakilan Daerah (DPD).
                                                                                                                                                                                 

2

Budiman, Hikmat (ed)., Hak Minoritas Dilema Multikulturalisme di Indonesia, Yayasan Interseksi,
Jakarta, 2005, hal. 24.
3
Alamudi, Abdullah dan Prayitno, Budi (eds)., Apakah Demokrasi Itu?, Dinas Penerangan Amerika
Serikat, Jakarta, 1999, hal. 5-6.
4
Dahl, Robert A., On Democracy, Yale University Press, London, 1998, hal. 37-38.

 

2

Selain itu, juga dibentuk lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi yang bertugas
sebagai lembaga pemberi tafsir pertama dan terakhir tentang konstitusi Indonesia.
Demikianlah proses demokratisasi yang terus bergulir di Indonesia.  5
Reformasi sistem politik Indonesia juga telah berhasil menggulirkan kebijakan
desentralisasi dan otonomi daerah. Otonomi daerah dianggap dapat memperkenalkan
praktek-praktek demokrasi di aras lokal dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat

melalui pilkada lokal. Otonomi Daerah di Indonesia diawali dengan adanya amandemen
kedua Undang-undang Dasar 1945 pada tahun 2000. Amandemen ini mengubah sifat
pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralisasi. Salah satu bentuk desentralisasi
adalah adanya mekanisme pemilihan kepada daerah yang berbeda antara Orde Baru
dengan masa Reformasi.
Pada masa pemerintahan Soeharto, pilkada lebih banyak ditentukan oleh
penguasa di Jakarta. Proses pemilihan kepala daerah dalam UU No. 5/1974 menyatakan
bahwa DPRD berperan untuk memilih dari tiga sampai lima orang kandidat. DPRD
kemudian menyampaikan hasil pilihan itu kepada Mendagri, dengan syarat harus ada
minimal dua orang calon yang disampaikan DPRD ke Mendagri. Mendagri yang
kemudian akan memilih siapa yang menjadi kepala daerah. Kasus-kasus yang terjadi di
lapangan menunjukkan bahwa proses ini membuka peluang intervensi oleh pemerintah
pusat. Pada tahun 1985, kandidat nomor satu Gubernur Riau, Ismail Suko, dikalahkan
oleh Imam Munandar yang merupakan nomor dua. Begitu juga dalam pemilihan Bupati
Sukabumi, kandidat nomor dua-lah yang terpilih sebagai bupati. Ini menunjukkan
besarnya tingkat intervensi pusat ke daerah 6 .
Tidak hanya mencerminkan intervensi pusat, pilkada di masa Orde Baru juga
sarat dengan intervensi TNI. Pada tahun 1973, TNI menempatkan anggotanya sebagai 22
orang gubernur dari 26 provinsi di Indonesia. Sampai tahun 1998/1999, TNI masih
menguasai posisi kepala daerah. Dari 329 orang bupati/walikota, 122 orang di antaranya

                                                            
5

Yuri Sato, “Democratizing Indonesia; Reformasi Period in Historical Perspective” dalam IDE Research
Paper No 1 August 2003. (www.ide.go.jp/English/Publish/Papers/pdf/01_sato.pdf)
6
Pratikno, “Local Government in Indonesia : Central Control and Local Democracy in Local Decision
Making,” Thesis MA, Universityof Birmingham, 1990, halaman 39.

 

3

memiliki labar belakang TNI. Dari 27 orang gubernur di Indonesia, 15 orang di antaranya
berlatar belakang TNI. 7
UU No. 22/1999 kemudian mengubah sistem pemilihan kepala daerah, Undangundang ini menyatakan bahwa kewenangan untuk memilih kepala daerah dan wakil
kepala daerah ada pada DPRD. Siapapun pasangan calon yang memenangkan pemilihan
di tingkat DPRD secara otomatis menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Pemerintah pusat hanya berwenang untuk mengesahkan hasil yang telah disepakati di
daerah 8 . Terbitnya UU No. 32/2004 semakin mengubah mekanisme pemilihan kepala

daerah. Kini, kuasa untuk memilih kepala daerah berada di tangan masyarakat secara
langsung. Pada bulan Juni 2005, menyusul disahkannya undang-undang ini, dilaksanakan
pilkada di 170 kabupaten/kota dan enam provinsi 9 .
Dengan adanya pilkada langsung ini, terjadi demokratisasi di level lokal.
Manfaat demokratisasi di tingkat lokal ini ada beberapa. Pertama, esensi demokrasi
adalah partisipasi politik. Adanya proses pemilihan kepala daerah secara langsung akan
memberikan ruang kepada masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam menentukan
kepala daerahnya. Kedua, pilkada langsung membuat rakyat di daerah bisa menentukan
siapa calon yang dianggap mampu menyelesaikan persoalan daerahnya. Ketiga,
keterlibatan rakyat secara langsung ini menutup peluang distorsi dalam pelaksanaan
kedaulatan rakyat. 10 Otonomi daerah pun mendapatkan banyak pujian dari pengamat
internasional sebagai langkah maju Indonesia dalam bernegara. 11

Otonomi Daerah dan Peluang Kerjasama Internasional

                                                            
7

Suryadinata, L., Elections and Politics in Indonesia, Institute of South East Asian Studies, Singapura,
2002, halaman 164-165.

8
Pramusinto, Agus., “Otonomi Daerah dan Pemilihan Kepala Daerah,” Analisa CSIS, vol. 33 no. 2, Juni
2004, halaman 243.
9
Kompas, 30 September 2004.
10
Romli, Lili., “Pilkada Langsung, Otonomi Daerah dan Demokratisasi Lokal,” Analisa CSIS, vol. 34 no.
3, September 2005, halaman 288-289.
11
John, Eric G., “Indonesia Positive Trends and the Implications for US Strategic Interests,” diakses dari
www.state.gov

 

4

Selain berbicara tentang desentralisasi kekuasaan melalui pemilihan kepala
daerah secara langsung, otonomi daerah juga berbicara tentang pengelolaan sumber daya
daerah. Secara praktis, ada beberapa bentuk pengelolaan sumber daya daerah. Pertama
adalah sentralisasi. Dengan bentuk tersebut, pembuatan kebijakan (fungsi mengatur) dan

implementasi kebijakan (fungsi mengurus) berlangsung di puncak hirarki pemerintahan
negara. Pelaksanaan tugas-tugas dibiayai oleh APBN dan dilaksanakan oleh aparat dan
instansi pemerintah pusat.
Kedua adalah dekonsentrasi. Secara definisi, dekonsentrasi adalah penyerahan
sejumlah kewenangan dan tanggung jawab administratif kepada cabang departemen atau
badan pemerintahan yang lebih rendah. Pelimpahan kewenangan dalam dekonsentrasi
hanya bersifat mengurus, bukan mengatur. Dalam dekonsentrasi, pelaksana tugas-tugas
adalah pemerintah pusat dan aparat pemerintah pusat yang ada di daerah.
Ketiga adalah desentralisasi. Konsep desentralisasi adalah pembentukan daerah
otonom melalui undang-undang. Dengan demikian, Pemerintah Daerah merupakan
bentukan pemerintah pusat. Status Pemerintah Daerah dapat dimekarkan, dibubarkan atau
digabungkan kembali melalui undang-undang. Dalam pembentukan daerah otonom ini,
pemerintah pusat memberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus kebijakan
kepada Pemerintah Daerah. Pelaksana tugas-tugas adalah Pemerintah Daerah dan aparat
Pemerintah Daerah. Sumber pembiayaan kemudian dibebankan pada APBD. 12
Sentralisasi dan desentralisasi harusnya tidak dipahami sebagai sebuah dikotomi
melainkan sebagai sebuah kontinuum. Sentralisasi berfungsi menciptakan keseragaman
sedangkan desentralisasi berfungsi menciptakan keberagaman dalam menyelenggarakan
pemerintahan. Desentralisasi tanpa sentralisasi berarti disintegrasi. Sementara sentralisasi
tanpa desentralisasi dapat berarti lemahnya ketanggapan pemerintah terhadap kebutuhan

masyarakat dan berkurangnya akuntabilitas. Mengingat luasnya Indonesia dan betapa
beragamnya potensi sumber daya di masing-masing daerah, konsep otonomi daerah ini

                                                            
12

 

Juwaini, Jazuli., Otonomi Sepenuh Hati, Al I’tishom, Jakarta, 2007, halaman 4-6.

5

dipandang cocok untuk mengolah keberagaman potensi itu menjadi kesejahteraan aktual
untuk masyarakat. 13
Formalisasi otonomi daerah di Indonesia tertuang melalui UU No. 22 tahun
1999 yang diperbaharui dengan UU No. 32 tahun 2004. Melalui undang-undang ini,
kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi pada pemerintah pusat. Daerah diberi kewenangan
seluas-luasnya untuk mengatur dan mengelola sendiri daerahnya beserta sumber daya
yang ada (yang kemudian diatur kembali dalam Undang-undang mengenai perimbangan
keuangan pusat dan daerah).

Undang-undang No. 32 tahun 2004 kemudian membagi urusan pemerintahan
menjadi dua, yang ditangani pemerintah pusat dan yang ditangani oleh Pemerintah
Daerah. Urusan pemerintahan yang ditangani oleh pemerintah pusat adalah 14 :
a. Politik luar negeri, dalam arti mengangkat pejabat diplomatik dan menunjuk
warga negara untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional, menetapkan
kebijakan luar negeri, melakukan perjanjian dengan negara lain, menentapkan
kebijakan perdagangan luar negeri dan sebagainya.
b. Pertahanan, dalam arti mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata,
menyatakan damai dan perang, menyatakan negara atau sebagian wilayah negara
dalam keadaan bahaya, membangun dan mengembangkan sistem pertahanan
negara dan persenjataan, menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara
bai setiap warga negara dan sebagainya.
c. Keamanan, dalam arti mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan
kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang, kelompok atau organisasi
yang kegiatannya mengganggu keamanan negara dan sebagainya.
d. Yustisi, dalam arti mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa,
mendirikan lembaga permasyarakatan, menetapkan kebijakan kehaiman dan
keimigrasian, memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang,
                                                            
13

14

 

Ibid, halaman 7.
UU No. 32 tahun 2004 pasal 10 ayat (3) dan penjelasan.

6

Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah dan
peraturan lain yang berskala nasional.
e. Moneter dan fiskal nasional, dalam artian menentukan kebijakan makro ekonomi,
misalnya mencetak uang dan menentukan nilai mata uang, menetapkan kebijakan
moneter, mengendalikan peredaran uang dan sebagainya.
f. Agama, misalnya menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional,
memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan kebijakan
dalam penyelenggaraan kehidupan keagamaan dan sebagainya.
Urusan pemerintahan selain enam di atas merupakan kewenangan Pemerintah
Daerah. Urusan yang ditangani Pemerintah Daerah kemudian dibagi menjadi urusan
wajib dan urusan pilihan. Yang dimaksud urusan wajib adalah urusan yang sangat
mendasar dan terkait dengan hak dan pelayanan dasar warga negara seperti pendidikan
dasar, kesehatan, perumahan, kebutuhan hidup minimal, prasarana lingkungan dasar.
Sementara urusan pilihan adalah urusan yang terkait erat dengan potensi unggulan dan
kekhasan daerah. Urusan pilihan adalah urusan yang secara nyata ada di daerah,
bervariasi menurut kondisi daerah dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. 15
Adanya UU No. 32 tahun 2004 ini membuat Pemerintah Daerah memiliki
peluang untuk secara mandiri dan kreatif mengembangkan daerahnya. Tujuan utama dari
peluang ini adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, sebagaimana termuat
dalam penjelasan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 yang menyatakan bahwa :

“Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan,
peningkatan peranserta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada
16
peningkatan kesejahteraan rakyat.”

                                                            
15
16

 

Juwaini, Jazuli., op cit, halaman 47.
Penjelasan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, Penjelasan Umum halaman 1.

7

Salah satu titik peluang bagi Pemerintah Daerah yang disebutkan di dalam
Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 adalah peluang untuk melakukan kerjasama
internasional. Secara eksplisit, pasal 42 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004
menyebutkan tentang tugas dan wewenang DPRD sebagai berikut :
“c.

melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan perundangundangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan Pemerintah Daerah
dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan Kerjasama internasional di
daerah;
memberikan pendapat dan pertimbangan kepada Pemerintah Daerah terhadap rencana
perjanjian internasional di daerah;
memberikan persetujuan terhadap rencana Kerjasama internasional yang dilakukan
oleh Pemerintah Daerah;” 17

f.
g.

Penjelasan Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 kemudian memberikan
penjelasan

tentang

maksud

istilah

”perjanjian

internasional”

dan

”kerjasama

internasional” sebagai berikut :

“Yang dimaksud dengan ”perjanjian internasional” dalam ketentuan ini adalah perjanjian
antar Pemerintah dengan pihak luar negeri yang terkait dengan kepentingan daerah.” 18
“Yang dimaksud dengan ”kerjasama internasional” dalam ketentuan ini adalah kerjasama
daerah dengan pihak luar negeri yang meliputi kerjasama Kabupaten/Kota ”kembar”,
kerjasama teknik termasuk bantuan kemanusiaan, kerjasama penerusan pinjaman/hibah,
kerjasama penyertaan modal dan kerjasama lainnya sesuai dengan peraturan
perundangan.” 19

Dengan adanya payung hukum ini, Pemerintah Daerah dapat mendesain dan
menjalin kerjasama dengan berbagai pihak di mancanegara. Ini tentu semakin
memperkuat peran Pemerintah Daerah dalam pembangunan di tengah iklim globalisasi
yang melanda dunia. Kerjasama yang dilakukan Pemerintah Daerah dengan mitra asing
akan mempermudah pertukaran arus informasi, perkembangan teknologi dan membuka
peluang perdagangan serta investasi.
Untuk menjaga agar Kerjasama antara Pemerintah Daerah dan pihak asing tetap
saling menguntungkan dan berada dalam koridor NKRI maka Departemen Luar Negeri
                                                            
17

UU No. 32 tahun 2004, Pasal 42 ayat (1) huruf c, f dan g.
Ibid, Penjelasan Pasal 42 ayat (1) huruf f.
19
Ibid, Penjelasan Pasal 42 ayat (1) huruf g.
18

 

8

sebagai pelaksana hubungan luar negeri menerbitkan sebuah buku panduan umum
mengenai tata cara hubungan dan Kerjasama luar negeri oleh Pemerintah Daerah. Dalam
buku tersebut, dijelaskan bahwa tujuan penyusunan panduan ini adalah :
“untuk memberi arah, membantu dan memfasilitasi Daerah dalam melakukan Hubungan
dan Kerjasama Luar Negeri, guna menunjang pembangunan Daerah serta mewujudkan
kebijakan “one door policy” dalam Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri Indonesia dan
untuk menegah timbulnya masalah dalam pelaksanaan kerjasama antara Derah dan Pihak
Asing.” 20

Dalam panduan tersebut, Departemen Luar Negeri memberikan arahan tentang
kerjasama luar negeri yang dapat dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Kaidah-kaidah
dasar yang harus dipenuhi dalam pelaksanaan hubungan kerjasama luar negeri tersebut
adalah sebagai berikut : 21
a. Setiap kerjasama luar negeri yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah sebagai
perwujudan kewenangan yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 wajib
dikonsultasikan dan dikoordinasikan dengan Menteri.
b. Hubungan dan kerjasama luar negeri oleh Pemerintah Daerah harus
diselenggarakan sesuai dengan Politik Luar Negeri.
c. Pemerintah Daerah tidak diperkenankan untuk membuka perwakilan sendiri.
d. Departemen Luar Negeri sebagai koordinator penyelenggaraan Hubungan dan
Kerjasama Luar Negeri memberikan saran dan pertimbangan politis/yuridis
terhadap program kerjasama luar negeri yang dilaksanakan oleh Pemerintah
Daerah. Sementara, departemen teknis memberikan saran dan pertimbangan
mengenai materi substansi program kerjasama.
e. Mekanisme ini merupakan acuan umum bagi setiap Kerjasama Ekonomi dan
Kerjasama Sosial Budaya yang dilaksanakan oleh Daerah dengan Pihak Asing
termasuk kerjasama perbatasan oleh Pemerintah Daerah yang berbatasan dengan
                                                            
20

Panduan Umum Tata Cara Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah, revisi
2006, DEPLU, Jakarta, 2007, halaman 6.
21
Ibid, halaman 18-20.

 

9

wilayah negara asing (border crossing, border trade and transportation). Namun
hal ini tidak berlaku bagi bidang-bidang yang dicakup dalam wadah : Komisi
Bersama

(Joint

Commission),

Forum

Konsultasi

Bilateral

(Bilateral

Consultations), Komite Bersama mengenai Perbatasan (Joint Border Committee)
dan Promosi Terpadu serta Kerjasama Ekonomi Sub-Regional (KESR).
f. Pada prinsipnya Pemerintah Daerah dilarang melakukan pinjaman langsung
kepada pihak luar negeri. Pemerintah Daerah dapat mengajukan usulan kegiatan
investasi untuk mendapatkan penerusan pinjaman luar negeri dari Pemerintah
Pusat melalui Departemen Keuangan dan Bappenas.
g. Kerjasama luar negeri dilakukan dengan syarat-syarat sebagai berikut :
a. Dengan negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Indonesia dan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. Sesuai dengan bidang kewenangan Pemerintah Daerah yang diatur dalam
UU No. 32 tahun 2004;
c. Mendapat persetujuan dari DPRD;
d. Tidak mengganggu stabilitas politik dan keamanan dalam negeri;
e. Tidak mengarah pada campur tangan urusan dalam negeri masing-masing
negara;
f. Berdaarkan asas persamaan hak dan tidak saling memaksakan kehendak;
g. Memperhatikan prinsip persamaan kedudukan, memberikan manfaat dan
saling menguntungkan bagi Pemerintah Daerah dan masyarakat;
h. Mendukung penyelenggaran pemerintahan, pembangunan nasional dan
Daerah serta pemberdayaan masyarakat.
h. Pelaksanaan kerjasama luar negeri harus aman dari berbagai segi, yaitu :

 

10

a. Politis : tidak bertentangan dengan Politik Luar Negeri dan kebijakan
Hubungan Luar Negeri Pemerintah Pusat pada umumnya.
b. Keamanan : Kerjasama luar negeri tidak digunakan atau disalahgunakan
sebagai akses atau kedok bagi kegiatan asing (spionase) yang dapat
mengganggu atau mengancam stabilitas dan keamanan dalam negeri.
c. Yuridis : terdapat jaminan kepastian hukum yang secara maksimal dapat
menutup celah-celah (loopholes) yang merugikan bagi pencapaian tujuan
kerjasama.
d. Teknis : tidak bertentangan dengan kebijakan yang diterapkan oleh
departemen teknis terkait.
Hubungan dan kerjasama luar negeri dapat dilaksanakan atas prakarasa pihak
Indonesia atau atas prakarsa pihak asing. Kedua jenis hubungan dan kerjasama ini
memiliki mekanisme yang sedikit berbeda. Berikut ini mekanisme setiap jenis hubungan
dan kerjasama luar negeri : 22
1. Mekanisme hubungan dan kerjasama luar negeri atas inisiatif Pemerintah Daerah.
Deplu

Pemerintah Daerah

Rekanan Pihak Asing

Pemerintah
Daerah
sebagai
instansi pemrakarsa melakukan
koordinasi dengan Deplu dan
departemen teknis.
Hal yang terdapat dalam usulan
program kerjasama meliputi :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
Deplu memberikan pertimbangan
politis/yuridis Hubungan dan
Kerjasama Luar Negeri sesuai

Latar belakang kerjasama
Tujuan
Sasaran
Pertimbangan
Potensi daerah
Keunggulan komparatif
Profil pihak asing yang akan
menjadi mitra kerja sama

Pemerintah
Daerah
sebagai
instansi
pemrakarsa
dapat
mengadakan
rapat
interdep

                                                            
22

 

Ibid, halaman 21-22.

11

dengan Kebijakan Politik Luar
Negeri Indonesia

dengan mengundang Deplu dan
instansi
terkait
untuk
membiarakan usulan program
tersebut.
Komunikasi dapat dilakukan
melalui surat menyurat resmi.

Deplu meminta Perwakilan RI di
negara terkait untuk menyediakan
informasi yang diperlukan dalam
rangka
menjalin
kerjasama
dengan Pihak Asing.

Menyediakan
data
yang
diperlukan oleh Perwakilan RI di
negara terkait.

Deplu
mengkomunikasikan
rencana
kerjasama
dengan
Perwakilan
Diplomatik
dan
Konsuler
Pihak
Asing
di
Indonesia dan Perwakilan RI di
luar negeri.

Berkomunikasi
dengan
Perwakilan Diplomatik negara
asal.

Deplu memberitahukan hasil
koordinasi kerjasama dengan
Pihak Asing kepada instansi
terkait di Daerah dan Perwakilan
RI di luar negeri.
Kesepakatan kerja sama antara
Pemerintah Daerah dan Pihak
Asing dalam bentuk perjanjian
internasional
yang
lazim
digunakan
sesuai
dengan
pertimbangan Deplu.
Menyediakan Surat Kuasa (Full
Powers) dari Menteri Luar
Negeri, jika diperlukan.

Memenuhi persyaratan untuk
mendapatkan Surat Kuasa (Full
Powers) dari Menteri Luar
Negeri, jika diperlukan.

Memantau
dan
melakukan
evaluasi terhadap tindak lanjut
dan pelaksanaan kerja sama.

Pemerintah
Daerah
dapat
menghubungi
Deplu
c.q.
Direktorat Jenderal Hukum dan
Perjanjian Internasional (Ditjen
HPI)
untuk
mendapatkan
informasi,
konsultasi
dan
koordinasi terkait hubungan dan
kerjasama luar negeri oleh
pemda.

Apabila terjadi tindakan-tindakan
yang tidak sesuai dengan
kepentingan
nasional
atau
bertentangan dengan kebijakan
politik luar negeri RI, Menteri
Luar Negeri RI dapat mengambil
langkah-langkah yang dipandang
perlu demi dipatuhinya ketentuan
sebagaimana termaksud dalam

 

12

UU. No. 37/1999 tentang
Hubungan Luar Negeri dan UU
No. 24/2000 tentang Perjanjian
Internasional.

2. Mekanisme hubungan dan kerjasama luar negeri atas inisiatif Pihak Asing.
Deplu

Pemerintah Daerah

Rekanan Pihak Asing
Mengajukan tawaran kerjasama
kepada Perwakilan RI di luar
negeri.

Deplu memberikan pertimbangan
politis/yuridis Hubungan dan
Kerjasama Luar Negeri sesuai
dengan Kebijakan Politik Luar
Negeri Indonesia
Deplu
secara
resmi
menyampaikan tawaran program
kerjasama kepada Pemerintah
Daerah dan/atau instansi terkait

Pemerintah Daerah secara resmi
menyampaikan tanggapan atas
tawaran kerja sama tersebut
kepada Departemen Luar Negeri,
Departemen Dalam Negeri serta
instansi terkait.
Hal yang terdapat dalam jawaban
terhadap
tawaran
kerjasama
meliputi :

Usulan
program
kerjasama
dibahas dalam rapat interdep
yang dikoordinasikan oleh Deplu
atau instansi yang terkait
langsung dengan substansi dan
materi
kerjasama
dengan
melibatkan Daerah.

a. Latar belakang kerjasama
b. Tujuan
c. Sasaran
d. Pertimbangan
e. Potensi daerah
f. Keunggulan komparatif
g. Profil daerah
Turut serta dalam rapat interdep.

Deplu memberitahukan hasil
rapat interdep kepada Perwakilan
RI di luar negeri.
Deplu berkoordinasi dengan
Perwakilan
Diplomatik
dan
Konsuler
pihak
asing
di
Indonesia.
Deplu memberitahukan hasil
koordinasi kerjasama dengan

 

13

Pihak Asing kepada
terkait di daerah.

instansi

Menyediakan Surat Kuasa (Full
Powers) dari Menteri Luar
Negeri, jika diperlukan.

Memenuhi persyaratan untuk
mendapatkan Surat Kuasa (Full
Powers) dari Menteri Luar
Negeri, jika diperlukan.

Memantau
dan
melakukan
evaluasi terhadap tindak lanjut
dan pelaksanaan kerja sama.

Pemerintah
Daerah
dapat
menghubungi
Deplu
c.q.
Direktorat Jenderal Hukum dan
Perjanjian Internasional (Ditjen
HPI)
untuk
mendapatkan
informasi,
konsultasi
dan
koordinasi terkait hubungan dan
kerjasama luar negeri oleh
pemda.

Apabila terjadi tindakan-tindakan
yang tidak sesuai dengan
kepentingan
nasional
atau
bertentangan dengan kebijakan
politik luar negeri RI, Menteri
Luar Negeri RI dapat mengambil
langkah-langkah yang dipandang
perlu demi dipatuhinya ketentuan
sebagaimana termaksud dalam
UU. No. 37/1999 tentang
Hubungan Luar Negeri dan UU
No. 24/2000 tentang Perjanjian
Internasional.

Aktivitas Kerjasama Internasional oleh Pemda
Peluang pemerintah daerah untuk menjalin kerja sama luar negeri yang
diberikan melalui UU No. 32 tahun 2004 telah ada selama lima tahun. Namun, daerahdaerah masih cukup asing dengan peluang ini. Ini terbukti dari wawancara yang
dilaksanakan oleh peneliti di tiga daerah, yakni Pemerintah Kota Surakarta, Kabupaten
Sragen dan Kabupaten Boyolali. Berikut adalah rangkuman hasil wawancara.

 

14

1. Pemerintah Kota Surakarta 23
Pemerintah Kota Surakarta memiliki sebuah bagian khusus di sekretariat daerah
untuk menangani kerjasama yakni Bagian Kerjasama Pemerintah Kota Surakarta. Kantor
ini kemudian terbagi ke dua sub-bagian, yakni bagian Kerjasama antar Daerah yang
mengurusi kerjasama dengan kabupaten/kota lain dan bagian Kerjasama Luar Negeri,
yang mengurusi kerjasama Surakarta dengan pihak asing. Bagian Kerjasama ini terbentuk
pada awal tahun 2009.
Salah satu prestasi yang diraih oleh Pemerintah Kota Surakarta dalam aktivitas
kerjasama luar negeri adalah program sister city dengan Montana, Bulgaria. Program
sister city ini merupakan program yang diinisiasi oleh kedatangan delegasi dari Montana,
Bulgaria. Walikota Surakarta melihat kerjasama ini sebagai peluang untuk membuka
hubungan antara Surakarta dengan Eropa Timur sebagai pasar non-tradisional produkproduk Surakarta. Dalam wawancaranya, Kepala Bagian Kerjasama, Darmasto,
memberikan evaluai terhadap program sister city ini. Menurut Darmasto, program sister
city ini belum berhasil meningkatkan arus perdagangan antara Surakarta dengan
Montana. Dalam wawancara terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Joko
Pangarso, menyampaikan pendapat yang sama terkait minimnya arus perdagangan antara
Surakarta dan Montana.
Darmasto mengungkapkan beberapa kendala yang dihadapi Pemerintah Kota
Surakarta terkait aktivitas hubungan dan kerjasama luar negeri. Kendala utama adalah
minimnya sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk menjalin hubungan
luar negeri. Penghalang utama dari sumber daya manusia yang saat ini ada di jajaran
sekretariat daerah, termasuk di bagian kerjasama, adalah penguasaan bahasa yang
terbatas. Penguasaan bahasa ini tidak cukup untuk dapat berkomunikasi secara aktif,
terlebih berpartisipasi dalam penyusunan rancangan kerjasama, baik dalam bentuk letter
of intent, memorandum of understanding ataupun perjanjian teknis.
                                                            
23

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Joko Pangarso, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Pemkot Surakarta (23 November 2009) dan Bapak Darmasto, Kepala Bagian Kerjasama Pemkot Surakarta
(26 November 2009).

 

15

Kendala kedua yang dihadapi oleh Bagian Kerjasama Pemkot Surakarta adalah
minimnya pemahaman tentang mitra kerja. Darmasto menyampaikan bahwa staf di
bagian kerjasama luar negeri tidak terlalu memahami kondisi calon mitra, termasuk
keuntungan apa yang akan dapat diraih oleh keduabelah pihak saat kerjasama terjadi.
Kendala ini juga diakui oleh Joko Pangarso. Dalam wawancaranya, Joko
menyampaikan bahwa salah satu yang sangat dibutuhkan untuk menjalin kerjasama
ekonomi adalah adanya market intelligence. Selama ini, pihak Dinas Industri dan
Perdagangan masih memiliki pengetahuan yang terbatas tentang pasar potensial.
Pengetahuan tentang pasar potensial baru ter-up date jika ada kunjungan dari Indonesia
Trade Promotion Centre (ITPC) yang berada di bawah Departemen Perdagangan pusat.

2. Pemerintah Kabupaten Sragen 24
Wawancara dengan pejabat di lingkungan sekretariat daerah Pemerintah
Kabupaten Sragen menunjukkan bahwa Pemda Sragen belum pernah melakukan
kerjasama internasional yang bersifat government to government. Beberapa kerjasama
yang melibatkan pihak asing dan dimonitor oleh Badan Pelayanan Terpadu (BPT)
sebagai koordinator pelayanan satu atap di Sragen adalah kerjasama business to business.
Untuk aktivitas kerjasama luar negeri business to business, pemerintah Sragen
memiliki sebuah perseroan terbatas yang bergerak di bidang global trading, yakni PT.
GENTRADE (Sragen Trading). Perusahaan ini diharapkan dapat menjadi agen
perdagangan skala internasional. Pendirian PT. GENTRADE bermula dari dibentuknya
Tim Marketing Pemerintah Kabupaten Sragen tahun 2004. Gebrakan awal yang dirintis
sebagai pondasi adalah pendirian Gallery Batik Sukowati yang merupakan sarana
promosi dan pemasaran batik asli Sragen. Kesuksesan ini kemudian diikuti dengan
pembukaan Sentra Bisnis Batik Sragen (SBBS) yang ditujukan sebagai wadah
mengakomodasi perajin Sragen untuk memasarkan produk unggulannya.
                                                            
24

Berdasarkan wawancara dengan Bapak Simon, Kepala Tata Usaha Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah Sragen (24 Juni 2009) dan Bapak Tugiyono, Kepala Tata Usaha Badan Pelayanan Terpadu (24 Juni
2009).

 

16

3. Pemerintah Kabupaten Boyolali 25
Menurut wawancara dengan Kepala Bidang Ekonomi Badan Perencanaan dan
Pembangunan Daerah, Agung Widyanta, Boyolali belum pernah melakukan aktivitas
kerjasama luar negeri. Kendala utama yang dimiliki oleh Boyolali adalah lemahnya
kualitas sumber daya manusia dalam bidang negosiasi. Ini menyebabkan beberapa
peluang kerjasama luar negeri yang dapat diambil Boyolali ternyata jatuh ke tangan
pemda-pemda lain seperti Pemda Semarang, Pemda Surakarta dan Pemda Yogyakarta.
Kendala kedua adalah adanya penolakan dari beberapa stakeholder internal
Boyolali untuk menekuni peluang kerjasama luar negeri dengan lebih serius. Menurut
Agung, anggota DPRD Boyolali termasuk yang masih meragukan manfaat dari menjalin
hubungan dan kerjasama luar negeri. Keraguan anggota DPRD ini berimbas pada
minimnya anggaran dana untuk bidang kerjasama dan mempersulit langkah pemerintah
daerah Boyolali untuk melakukan inisiasi kerjasama luar negeri. Berdasarkan informasi
dari Agung, pada tahun anggaran 2009, Pemda Boyolali tidak mengalokasikan anggaran
untuk inisiasi kerjasama luar negeri.

Kesimpulan
Proses perubahan menuju masyarakat demokrasi yang dialami oleh Indonesia
terwujud dalam beberapa hal. Salah satunya adalah perubahan tata kelola pemerintah
daerah melalui otonomi daerah. Pemerintah daerah kini memiliki kewenangan yang luas,
bahkan mencakup menjalin hubungan dan kerjasama luar negeri. Jika peluang ini diambil
maka proses otonomi daerah akan mampu membawa kemakmuran bagi masyarakat
setempat.

                                                            
25

Berdasarkan wawancara dengan Pak Agung Widyanta, Kepala Bidang Ekonomi Bappeda Boyolali (19
November 2009).

 

17

Namun dalam kenyataannya, pemerintah daerah masih menemui banyak
kendala. Kendala yang utama dan jamak ditemui adalah minimnya kualitas sumber daya
manusia untuk dapat terjun dan melaksanakan hubungan luar negeri dengan produktif.
Kendala-kendala lain yang tidak kalah pentingnya adalah minimnya pengetahuan tentang
calon mitra, tidak ada pengetahuan tentang manfaat kerjasama luar negeri dan bagaimana
mekanismenya serta tidak ada alokasi anggaran yang memadai.
Akibat dari kendala-kendala tersebut, banyak pemerintah daerah yang masih
belum melaksanakan kerjasama luar negeri. Beberapa pemerintah daerah yang sudah
menginisiasi proses kerjasama luar negeri pun belum mendapatkan manfaat yang optimal
dari kerjasama yang telah dilaksanakan. Bahkan tidak mustahil aktivitas kerjasama luar
negeri ini menjadi aktivitas pemborosan anggaran dan “pelesiran” semata. Ada pula
aktivitas hubungan dan kerjasama luar negeri yang justru mendapat sorotan oleh Deplu
karena merugikan pemerintah daerah atau masyarakat setempat.
Melihat data di lapangan, penting bagi praktisi dan akademisi hubungan
internasional untuk melakukan pembenahan terhadap aktivitas kerjasama luar negeri
yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Langkah pertama dan paling mendesak
adalah melakukan sosialisasi terkait pentingnya kerjasama luar negeri di era globalisasi
ini. Kemudian, perlu dilaksanakan sosialisasi mengenai mekanisme dan tata cara inisiasi
kerjasama luar negeri yang benar. Asosiasi jurusan ilmu hubungan internasional juga
dapat berperan aktif dengan menyediakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk
memenuhi kebutuhan personalia di pemerintah daerah.

 

18

Tentang Penulis
Ganjar Widhiyoga, S.IP., M.Si adalah dosen Prodi Hubungan Internasional Universitas
Slamet Riyadi, Surakarta. Ia menyelesaikan S1 dan S2 di Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Dra. Christy Damayanti, M.Si adalah Ketua Program Studi Hubungan Internasional
Universitas Slamet Riyadi, Surakarta. Ia menyelesaikan S1 pada Jurusan Ilmu Hubungan
Internasional dan S2 pada program Ilmu Politik FISIPOL Universitas Gadjah Mada
Yogyakarta.

 

19