Makalah Inovasi dan Pemanfaatan Energi T (1)

Makalah Inovasi dan Pemanfaatan Energi
Terbarukan
( ditulis untuk memenuhi mata kuliah bahasa Indonesia)
Dosen Pengampu : Agi Ahmad Ginanjar.,S.Pd.,M.Pd

Oleh :
Rivaldi Vadilah
177002071

FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK ELEKTRO S1
UNIVERSITAS SILIWANGI
2017

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang, Kami Panjatkan Puji dan Syukur atas
kehadirann-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami , sehingga kami dapat menyelesaikan
Tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia yaitu Makalah yang berjudul

“ Inovasi dan Pemanfaatan Energi Terbarukan “ .
Makalah ini berisikan informasi mengenai pengertian
Pengembangan Energi Terbarukan Sebagai Energi Aditif di
Indonesia
- Pendahuluan
Merupakan suatu kenyataan bahwa kebutuhan akan energi,
khususnya energi listrik di Indonesia, makin berkembang menjadi
bagian tak terpisahkan dari kebutuhan hidup masyarakat seharihari seiring dengan pesatnya peningkatan pembangunan di
bidang teknologi, industri dan informasi. Namun pelaksanaan
penyediaan energi listrik yang dilakukan oleh PT.PLN (Persero),
selaku lembaga resmi yang ditunjuk oleh pemerintah untuk
mengelola masalah kelistrikan di Indonesia, sampai saat ini masih
belum dapat memenuhi kebutuhan masyarakat akan energi listrik
secara keseluruhan. Kondisi geografis negara Indonesia yang
terdiri atas ribuan pulau dan kepulauan, tersebar dan tidak
meratanya pusat-pusat beban listrik, rendahnya tingkat
permintaan listrik di beberapa wilayah, tingginya biaya marginal
pembangunan sistem suplai energi listrik (Ramani,K.V,1992),
serta terbatasnya kemampuan finansial, merupakan faktor-faktor
penghambat penyediaan energi listrik dalam skala nasional.

Selain itu, makin berkurangnya ketersediaan sumber daya energi
fosil, khususnya minyak bumi, yang sampai saat ini masih
merupakan tulang punggung dan komponen utama penghasil
energi listrik di Indonesia, serta makin meningkatnya kesadaran
akan usaha untuk melestarikan lingkungan, menyebabkan kita
harus berpikir untuk mencari altematif penyediaan energi listrik
yang memiliki karakter;
1. dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemakaian energi
fosil, khususnya minyak bumi
2. dapat menyediakan energilistrik dalam skala lokal regional
3. mampu memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat,
serta

4. cinta lingkungan, dalam artian proses produksi dan pembuangan
hasil produksinya tidak merusak lingkungan hidup disekitarnya.
Sistem penyediaan energi listrik yang dapat memenuhi kriteria di
atas adalah sistem konversi energi yang memanfaatkan sumber
daya energi terbarukan, seperti: matahari, angin, air, biomas dan
lain sebagainya (Djojonegoro,1992). Tak bisa dipungkiri bahwa
kecenderungan untuk mengembangkan dan memanfaatkan

potensi sumber-sumber daya energi terbarukan dewasa ini telah
meningkat dengan pesat, khususnya di negara-negara sudah
berkembang, yang telah menguasai rekayasa dan teknologinya,
serta mempunyai dukungan finansial yang kuat.Oleh sebab itu,
merupakan hal yang menarik untuk disimak lebih lanjut,
bagaimana peluang dan kendala pemanfaatan sumber-sumber
daya energi terbarukan ini di negara-negara sedang berkembang,
khususnya di Indonesia.
Ramalan Kebutuhan dan Ketersediaan Energi Listrik di
Indonesia
Dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi dalam sepuluh
tahun terakhir, skenario "export-import" dan pertumbuhan
penduduk, pada tahun 1990 diramalkan bahwa tingkat
pertumbuhan kebutuhan energi listrik nasional dapat mencapai
8,2 persen rata-rata per tahun, seperti ditunjukkan dalam tabel-1
berikut.
Tabel-1
Ramalan Kebutuhan Energi Listrik
1990
2000

2010
p
p
p
Se
e
e
e
G
G
G
kt
r
r
r
W
W
W
or
s

s
s
h
h
h
e
e
e
n
n
n
3
1
8
5
6
6
8
7
Ind

4.
.
8
9
3.
0
ust
8
3
,
,
3
,
ri
2
0
0
0
8
0

2
5
9
Ru
9
1
2
1
4
1
ma
.
9
2.
8
0.
6
h
8
.

2
.
7
.
tan
6
0
3
0
8
0
gg
5
0
9
9

a
Fas
ilit

as
um
um

3
.
7
6
,
3
0
4
3
Ko
.
6
me
1
.
rsi

1
0
al
5
5
1
1
0
To
.
0
tal
9
.
1
0
9
Sumber: Djojonegoro, 1992

2

6.
7
3
1

6
.
0

8.
8
1
1

7
,
0

1
2
2.
6
0
3

1
0
0
.
0

1
2.
7
0
3
2
1.
8
6
9
2
5
8.
7
4
7

5
.
5

8
.
5
1
0
0
.
0

Kebutuhan energi listrik tersebut diharapkan dapat dipenuhi oleh
pusat-pusat pembangkit listrik, baik yang dibangun oleh
pemerintah maupun non-pemerintah. Sebagai ilustrasi, pada
tahun 1990 kebutuhan energi listrik sebesar 51.919 GWh telah
dipenuhi oleh seluruh pusat pembangkit listrik yang ada dengan
kapasitas daya terpasang sekitar 22.000 MW. Sehingga pada
tahun 2010 dari kebutuhan energi listrik, yang diramalkan
mencapai 258.747 GWh per tahun, diharapkan dapat dipenuhi
oleh sistem suplai energi listrik dengan kapasitas total sebesar
68.760 MW, yang komposisi sumber daya energinya seperti
diperlihatkan dalam tabel-2.
Tabel-2
Prakiraan Penyedian Energi Listri di Indonesia
1990
2000
Su
m
p
p
be
e
e
r
M
r
M
r
En
W
s
W
s
er
e
e
gi
n
n
Ba
1
8
1
2
tu
.
.
0
8

2010

M
W

p
e
rs
e
n

2
8

3
5.

ba
ra
Ga
s
Mi
ny
ak
Sol
ar
Pa
na
s
Bu
mi
Air
Bio
ma
ss
Lai
nlai
n
(S
ur
ya
An
gin
)

9
3
0
3
.
5
3
0
2
.
2
1
0
1
1
.
0
2
0
1
7
0
2
.
8
5
0
2
7
0
2
0

8
1
6
.
0
1
0
.
0
5
0
.
1
0
.
8
1
3
.
0
1
.
2
0
.
1

Tot
dal

2
2
.
0
0
0

1
0
0
.
0

.
7
5
0
7
.
0
8
0
1
.
9
5
0
9
.
4
1
0
5
0
0
7
.
7
2
0
2
9
0
1
6
0
3
7
.
8
6
0

.
4
1
8
.
7
5
.
2
2
4
.
8
1
.
3
2
0
.
4
0
.
8
0
.
4

1
0
0
.
0

Sumber: Djojonegoro, 1992 & Wibawa, 1996.

.
0
5
0
1
4
.
7
6
0
3
2
0
4
.
0
6
0
4
3
0
1
0
.
3
1
0
4
6
0
3
7
0
6
8
.
7
6
0

3
2
1.
5
0.
5
5.
9
0.
6
1
5.
0
0.
7
0.
5

1
0
0.
0

Dari tabel-2 ini tampak jelas terlihat, bahwa penggunaan minyak
bumi, termasuk solar/minyak disel, sebagai bahan bakar produksi
energi listrik akan sangat berkurang, sebaliknya pemanfaatan
sumber-sumber daya energi baru dan terbarukan, seperti air,
matahari, angin dan biomas, mengalami peningkatan yang cukup
tajam. Kecenderungan ini tentu akan terus bertahan seiring
dengan makin berkurangnya cadangan minyak bumi serta
batubara, yang pada saat ini masih merupakan primadona banan
bakar bagi pembangkit listrik di Indonesia.
Akan tetapi sejak tahun 1992 kebutuhan energi listrik nasional
meningkat mencapai 18 persen rata-rata per tahun, atau sekitar
dua kali lebih tinggi dari skenario yang dibuat pada tahun 1990.
Hal ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan ekonomi nasional
kaitannya dengan pertumbuhan industri dan jasa konstruksi.Jika
keadaan ini terus bertahan, berarti diperlukan pula pengadaan
sistem pembangkit energi listrik tambahan guna mengantisipasi
peningkatan kebutuhan tersebut. Dilema yang timbul adalah
bahwa di satu sisi, pusat-pusat pembangkit energi listrik yang
besar tentu akan diorientasikan untuk mencukupi kebutuhan
beban besar, seperti industri dan komersial. Di sisi lain perlu juga
dipikirkan agar beban kecil, seperti perumahan dan wilayah
terpencil, dapat dipenuhi kebutuhannya akan energi listrik. Salah
satu alternatif yang dapat diupayakan adalah dengan
membangun pusat-pusat pembangkit kecil sampai sedang yang
memanfaatkan potensi sumber daya energi setempat, khususnya
sumber daya energi baru dan terbarukan.
Peluang Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
A. Menipisnya cadangan minyak bumi
Setelah terjadinya krisis energi yang mencapai puncak pada
dekade 1970, dunia menghadapi kenyataan bahwa persediaan
minyak bumi, sebagai salah satu tulang punggung produksi
energi terus berkurang
Bahkan beberapa ahli berpendapat, bahwa dengan pola konsumsi
seperti sekarang, maka dalam waktu 50 tahun cadangan minyak
bumi dunia akan habis. Keadaan ini bisa diamati dengan
kecenderungan meningkatnya harga minyak di pasar dalam
negeri, serta ketidak stabilan harga tersebut di pasar
internasional, karena beberapa negara maju sebagai konsumen
minyak terbesar mulai melepaskan diri dari ketergantungannya
kepada minyak bumi sekaligus berusaha mengendalikan harga,

agar tidak meningkat. Sebagai contoh; pada tahun 1970 negara
Jerman mengkonsumsi minyak bumi sekitar 75 persen dari total
konsumsi energinya, namun pada tahun 1990 konsumsi tersebut
menurun hingga tinggal 50 persen (Pinske, 1993).
Jika dikaitkan dengan penggunaan minyak bumi sebagai bahan
bakar sistem pembangkit listrik, maka kecenderungan tersebut
berarti akan meningkatkan pula biaya operasional pembangkitan
yang berpengaruh langsung terhadap biaya satuan produksi
energi listriknya. Di lain pihak biaya satuan produksi energi listrik
dari sistem pembangkit listrik yang memanfaatkan sumber daya
energi terbarukan menunjukkan tendensi menurun, sehingga
banyak ilmuwan percaya, bahwa pada suatu saat biaya satuan
produksi tersebut akan lebih rendah dari biaya satuan produksi
dengan minyak bumi atau energi fosil lainnya.
B. Meningkatnya kesadaran masyarakat akan pelestarian
lingkungan
Dalam sepuluh tahun terakhir ini, pengetahuan dan kesadaran
masyarakat akan pelestarian lingkungan hidup menunjukkan
gejala yang positif. Masyarakat makin peduli akan upaya
penanggulangan segala bentuk potusi, mulai dari sekedar
menjaga kebersihan lingkungan sampai dengan mengontrol
limbah buangan dan sisa produksi. Banyak pembangunan proyek
fisik yang memperhatikan faktor pelestarian lingkungan, sehingga
perusakan ataupun pengotoran yang merugikan lingkungan
sekitar dapat dihindari, minimal dikurangi. Setiap bentuk produksi
energi dan pemakaian energi secara prinsip dapat menimbulkan
bahaya bagi manusia, karena pencemaran udara, air dan tanah,
akibat pembakaran energi fosil, seperti batubara, minyak dan gas
di industri, pusat pembangkit maupun kendaraan bermotor.
Limbah produksi energi listrik konvensional, dari sumber daya
energi fosil, sebagian besar memberi kontribusi terhadap polusi
udara, khususnya berpengaruh terhadap kondisi klima.
Pembakaran energi fosil akan membebaskan Karbondioksida
(CO2) dan beberapa gas yang merugikan lainnya ke atmosfir.
Pembebasan ini merubah komposisi kimia lapisan udara dan
mengakibatkan terbentuknya efek rumah kaca (treibhouse
effect), yang memberi kontribusi pada peningkatan suhu
bumi.Guna mengurangi pengaruh negatif tersebut, sudah
sepantasnya dikembangkan pemanfaatan sumber daya energi

terbarukan dalam produksi energi listrik. Sebagai ilustrasi, setiap
kWh energi listrik yang diproduksi dari energi terbarukan dapat
menghindarkan pembebasan 974 gr CO2, 962 mg SO2 dan 700 mg
NOx ke udara, dari pada Jlka diproduksi dari energi fosil. Bisa
dihitung, jika pada tahun 1990 yang lalu 85 persen dari produksi
energi listrik di Indonesia (sekitar 43.200 GWh) dihasilkan oleh
energi fosil, berarti terjadi pembebasan 42 juta ton CO2, 41,5 ribu
ton SO2 serta 30 ribu ton NOx. Kita tahu bahwa CO2 merupakan
salah satu penyebab terjadinya efek rumah kaca,
SO2 mengganggu proses fotosintesis pada pohon, karena merusak
zat hijau daunnya, serta menjadi penyebab terjadinya hujan asam
bersama-sama dengan NOx. Sedangkan NOx sendiri secara
umum dapat menumbuhkan sel-sel beracun dalam tubuh mahluk
hidup, serta meningkatkan derajat keasaman tanah dan air jika
bereaksi dengan SO2.
C. Kendala pengembangan Energi terbarukan di Indonesia
Pemanfaatan sumber daya energi terbarukan sebagai bahan baku
produksi energi listrik mempunyai kelebihan antara lain;
1. relatif mudah didapat,
2. dapat diperoleh dengan gratis, berarti biaya operasional sangat
rendah,
3. tidak mengenal problem limbah,
4. proses produksinya tidak menyebabkan kenaikan temperatur
bumi, dan
5. tidak terpengaruh kenaikkan harga bahan bakar (Jarass,1980).
Akan tetapi bukan berarti pengembangan pemanfaatan sumber
daya energi terbarukan ini terbebas dari segala kendala.
Khususnya di Indonesia ada beberapa kendala yang menghambat
pengembangan energi terbarukan bagi produksi energi listrik,
seperti:
1. harga jual energi fosil, misal; minyak bumi, solar dan batubara,
di Indonesia masih sangat rendah. Sebagai perbandingan, harga
solar/minyak disel di Indonesia Rp.380,-/liter sementara di
Jerman mencapai Rp.2200,-/liter, atau sekitar enam kali lebih
tinggi.
2. rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen
utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih
harus mengimport dari luar negeri.
3. biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah
finansial pada penyediaan modal awal.

4. belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap,
karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilkakukan.
5. secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian
energi fosil.
6. kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber
daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang
perubahannya tidak tentu.
Potensi sumber daya energi terbarukan, seperti; matahari, angin
dan air, ini secara prinsip memang dapat diperbarui, karena
selalu tersedia di alam.Namun pada kenyataannya potensi yang
dapat dimanfaatkan adalah terbatas. Tidak di setiap daerah dan
setiap waktu; matahari bersinar cerah air jatuh dari ketinggan dan
mengailr deras serta angin bertiup dengan kencang Di sebabkan
oleh keterbatasan-keterbatasan tersebut, nilaii sumber daya
energi sampal saat ini belum dapat begitu menggantikan
kedudukan sumber daya energi fosil sebagai bahan baku produksi
energi listrik. Oleh sebab itu energi terbarukan ini lebih tepat
disebut sebagai energi aditif, yaitu sumber daya energi tambahan
untuk memenuhi peningkatan kebutuhan energi listrik, serta
menghambat atau mengurangi peranan sumber daya energi fosil.
D. Strategi Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
Berdasar atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya
mengembangkan dan meningkatkan peran energi terbarukan
pada produksi energi listrik khususnya, maka beberapa strategi
yang mungkin diterapkan, antara lain:
1. meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan
dengan; pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber
daya energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah; upaya
perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem
konversi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia;
pembuatan "prototype" yang sesuai dengan spesifikasi dasar
dan standar rekayasanya; perbaikan kontinuitas penyediaan
energi listrik; pengumpulan pendapat dan tanggapan
masyarakat tentang pemanfaatan energi terbarukan tersebut.
2. menekan biaya investasi dengan menjajagi kemungkinan
produksi massal sistem pembangkitannya, dan mengupayakan
agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri,
sehingga tidak semua komponen harus diimport dari luar negeri.
Penurunan biaya investasi ini akan berdampak langsung
terhadap biaya produksi.

3. memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus
mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang
kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan
beberapa proyek percontohan .
4. meningkatkan promosi yang berkaitan dengan pemanfaatan
energi dan upaya pelestarian lingkungan.
5. memberi prioritas pembangunan pada daerah yang meliki
potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
6. memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial
pada tahap pembangunan. Subsidi yang diberikan, dikembalikan
oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada
setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari
rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan
sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
Pembangunan sistem pembangkit energi listrik yang
memanfaatkan sumber daya energi terbarukan, terutama air,
sudah banyak dilaksanakan di Indonesia.Pemanfaatan energi
angin banyak diterapkan di daerah pantai, seperti di Jepara, pulau
Lombok, Sulawesi dan Bali.Sementara energi matahari telah
dimanfaatkan di beberapa wilayah di Jawa Timur, Jawa Tengah,
Jawa Barat dan wlayah timur Indonesia.Sebagian besar dari
pembangunan tersebut berupa proyea-proyek percontohan.

Daftar Pustaka
 Djojonegoro,W., 1992, Pengembangan dan penerapan energi
baru dan terbarukan, Lokakarya "Bio Mature Unit" (BMU) untuk
pengembangan masyarakat pedesaan, BPPT, Jakarta.











Fritzler,M., 1993, Stichwort-Umweltgiffe, Wilhelm Heyne Verlag,
Moenchen, Germany.
Jarass, 1980, Strom aus Wind - Integration einer regenerativen
EnergieQuelle, Springer-Verlag, Berlin. Pinske,J.D., 1993,
Elektrische Energieerzeugung, 2.vollst. ueberarb. Aufl.,
BG.Teubner, Stuttgart
Ramani,K.V., 1992, Rural electnEcation and rural development,
Rural electrification guide book for Asia & Pacific, Bangkok.
Soetendro,H.,Soedirman,S.,Sudja,N., 1992, Rural Electnfication in
Indonesia, Rural Electrification Guide book for Asia & the Pacific,
Bangkok.
Schleswag (Hrsg.), 1993, Additive Energien-intelligent genutzt,
Flensburg, Germany.
Wibawa,U., 1996, Effahrung mit dem Betneb Kleinwindhybrid
Eanlage in Ciparanti-Ciamis, ARTES-lnstitu, Flensburg
Zuhal,1995, Policy & Development Programs on Rural
ElectriScation for next 10 years, Ditjen.Listrik & Pengembangan
Energi, Departemen Pertambangan dan Energi, Jakarta.
Sumber : Elektro Indonesia 5/1997

Pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) perlu segera
dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung keamanan dan
keberlanjutan energi nasional. Proses ini harus didukung oleh
kebijakan-kebijakan strategis. Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) telah mengidentifikasi kendala pengembangan
EBT yang kemudian dapat menjadi acuan penyusunan strategi
pengembangan EBT. Beberapa kendala tersebut adalah:
 Harga jual energi fosil, misalnya minyak bumi, solar dan
batubara di Indonesia masih sangat rendah.

















Rekayasa dan teknologi pembuatan sebagian besar komponen
utamanya belum dapat dilaksanakan di Indonesia, jadi masih
harus mengimpor.
Biaya investasi pembangunan yang tinggi menimbulkan masalah
finansial pada penyediaan modal awal.
Belum tersedianya data potensi sumber daya yang lengkap
karena masih terbatasnya studi dan penelitian yang dilakukan.
Secara ekonomis belum dapat bersaing dengan pemakaian
energi fosil.
Kontinuitas penyediaan energi listrik rendah, karena sumber
daya energinya sangat bergantung pada kondisi alam yang
perubahannya tidak tentu.
Berdasarkan atas kendala-kendala yang dihadapi dalam upaya
mengembangkan dan meningkatkan peran energi terbarukan
pada produksi energi listrik khususnya, maka ada beberapa
strategi yang mungkin diterapkan yaitu:
Meningkatkan kegiatan studi dan penelitian yang berkaitan
dengan pelaksanaan identifikasi setiap jenis potensi sumber
daya energi terbarukan secara lengkap di setiap wilayah, upaya
perumusan spesifikasi dasar dan standar rekayasa sistem
konservasi energinya yang sesuai dengan kondisi di Indonesia.
Menekan biaya investasi dengan menjajaki kemungkinan
produksi massal sistem pembangkitannya dan mengupayakan
agar sebagian komponennya dapat diproduksi di dalam negeri,
sehingga tidak semua komponen harus diimpor dari luar negeri.
Penurunan biaya investasi ini akan berdampak terhadap biaya
produksi.
Memasyarakatkan pemanfaatan energi terbarukan sekaligus
mengadakan analisis dan evaluasi lebih mendalam tentang
kelayakan operasi sistem di lapangan dengan pembangunan
beberapa proyek percontohan.
Memberi prioritas pembangunan pada daerah yang memiliki
potensi sangat tinggi, baik teknis maupun sosio-ekonomisnya.
Memberikan subsidi silang guna meringankan beban finansial
pada tahap pembangunan. Subsisi yang diberikan, dikembalikan
oleh konsumen berupa rekening yang harus dibayarkan pada
setiap periode waktu tertentu. Dana yang terkumpul dari
rekening tersebut digunakan untuk mensubsidi pembangunan
sistem pembangkit energi listrik di wilayah lain.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada
dasarnya telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang
mendukung pengembangan EBT. Salah satu studi kasusnya,

terdapat Peraturan Menteri ESDM nomer 27 tahun 2014 tentang
Pembelian Tenaga Listrik dan Pembangkit Listrik Tenaga Biomassa
dan Pembangkit Listrik Tenaga Biogas oleh PT Perusahaan Listrik
Negara (PLN). Peraturan ini merupakan revisi dari Peraturan
Menteri nomer 4 tahun 2012 dan merupakan bentuk insentif
untuk mendorong minat investor dalam pengembangan
pembangkit listrik berbasis biomassa dan biogas.
Sejak diterbitkannya Peraturan Menteri ESDM nomer 4 tahun
2012, investasi swasta untuk penyediaan listrik berbasis
biomassa dan biogas on grid masih rendah.Salah satu
penyebabnya adalah terdepresiasinya nilai rupiah dan
meningkatnya harga biomassa. Selain itu penyediaan energi
listrik dari pembangkit biomassa dan biogas didominasi skema
penjualan kelebihan tenaga listrik (excess power) dan bukan
merupakan pembangunan pembangkit baru yang dedicated ke
jaringan PLN.
Sehingga perlu dilakukan revisi Peraturan Menteri ESDM nomer 4
tahun 2012 untuk mendorong pemanfaatan potensi biomassa dan
biogas untuk mengurangi pemanfaatan energi fosil khususnya
Bahan Bakar Minyak (BBM) pada daerah-daerah yang memiliki
ketergantungan terhadap BBM dan wilayah kepulauan yang masih
memiliki rasio elektrifikasi rendah.
Berbagai upaya mengembangkan EBT untuk tenaga listrik on
grid tenaga biomassa dan biogas telah dilakukan. Selain
kewajiban pembelian tenaga listrik oleh PT PLN,
dilimplementasikan kebijakan berupa pemberian prioritas
pengembangan EBT setempat, insentif pajak penghasilan untuk
investasi energi terbarukan, pembebasan bea masuk untuk EBT
serta kemudahan prosedur perizinan. Pemerintah juga sudah
menetapkan harga jual listrik (Feed-in-Tariff/FIT) untuk tenaga
listrik berbasis biomassa dan biogas.