Tantangan dan Peluang lembaga Internet

“Tantangan dan Peluang Internet”
Oleh: Umar Halim*
*(Mahasiswa Program Media & Komunikasi, Universiti Kebangsaan Malaysia & Koord.
Program Center for Cross-Cultural Communication and Human Relation in Action)

Indonesia menjadi tuan rumah digelarnya Konferensi
Media Islam Internasional (KMII) pada tanggal 12-16
Desember 2011. KMII dibuka oleh Wakil Presiden RI,
Bapak Prof. Dr. Budiyono, pada tanggal 12 Desember
2011 malam di Hotel Sultan Jakarta. Acara yang
disponsori oleh Kementerian Agama RI dan Rabitah
Alam al-Islami (Liga Dunia Islam) ini melibatkan 400
peserta yang terdiri dari perwakilan 39 negara.
KMII begitu penting bagi seluruh umat Islam, bukan hanya di Indonesia tetapi di seluruh dunia.
Karena secara garis besar agenda utama yang diangkat akan membahas dan menyikapi
kehidupan masyarakat Muslim seiring dengan berkembangnya teknologi internet yang
berdampak pada pergeseran tatanan kehidupan sosial, keagamaan, ekonomi dan politk
masyarakat.
Beberapa bulan yang lalu internet menjadi salah satu alat pendukung bergejolaknya pergerakan
demokrasi masyarakat di beberapa negara Timur Tengah, seperti Tunisia dan Mesir. Sehingga
pergerakan tersebut secara masif dapat melengserkan rezim seperti Ben Ali Zainal Abidin dari

posisi Presiden Tunisia dan Hosni Mubarok dari Presiden Mesir. Sebelum revolusi terjadi di
kedua negara tersebut, internet juga telah mendorong pergeseran sistem ekonomi dan politik di
beberapa negara Timur Tengah lainnya (Shirazi, Ngwenyama & Marocynki, 2009).
Terdapat beberapa tantangan yang lebih ekstrim di tengah maraknya orang sudah menggunakan
internet. Sekarang ini, tidak hanya situs pornografi dan sex online saja yang mudah didapati dari
internet, namun dengan adanya internet generasi muda seakan tidak memiliki rasa malu lagi
untuk mengumbar atau mengexploitasi kegiatan sex mereka, baik dengan foto, video maupun
tulisan mereka. Lebih-lebih di tengah maraknya aplikasi media sosial seperti facebook komunitas
“Gay” dan “Lesbian” juga marak dijumpai, tidak hanya satu malah sebuah komunitas yang
dibuat bisa dilabelkan dengan nama sebuah daerah. Jika setiap daerah (kabupaten/kota)
dilabelkan, berapa banyak komunitas itu ada? Kemudian jika dijumlahkan dengan jumlah daerah
di negara-negara yang berpenduduk masyarakat Muslim lainnya, berapa banyak komunitas
tersebut ada dalam aplikasi media sosial?
Problem situs porno atau sex online mungkin bisa diatasi dengan cara memblokir, meskipun
situs-situs tersebut masih akan terus bermunculan seiring dengan terus berkembangnya aplikasi
dalam internet. Kemudian bagaimana dengan problem lainnya? Persoalan ini bukanlah

bagaimana cara memblokir dan membatasi ruang situs yang kurang berkenaan dengan budaya
umat Islam, khususnya Indonesia. Namun lebih kepada pembenahan dan meminimalisir
kebobrokan moral. Selama moral generasi muda tidak bisa dibenahi selama itu juga kita tidak

dapat membatasi sepak terjang mereka dalam internet, dan tentu moral generasi Muslim ke
depan akan semakin rusak.
Oleh karena itu, melalui agenda KMII kita berharap ke depan internet lebih berfungsi untuk
memberikan manfaat bagi kehidupan umat Islam, bukan sebagai media yang dapat merusak
moral generasi Muslim. Para pihak yang menyelenggarakan KMII juga harus bekerja keras,
sehingga masyarakat Muslim dunia dapat menilai bahwa KMII yang diselenggarakan di negara
yang memiliki mayoritas penduduk Muslim bukanlah agenda seremonial saja. Karena selain
harga diri bangsa, nasib generasi Muslim sekarang dan yang akan datang menjadi taruhannya.
Peluang Bagi Pengguna Muslim
Jika ditinjau dari segi manfaat lainnya, teknologi internet sebenarnya juga dapat memudahkan
syiar Islam dengan pelbagai warna dan gaya bahasa yang lebih menarik simpatik para
pembacanya. Internet bisa dijadikan media diskusi, konsultasi dan menambah pengetahuan
tentang Islam (McKenna & West, 2007; Shirley, Lee & Hameed, 2008). Internet juga
memberikan kemudahan dengan tidak harus berpindah tempat, mengeluarkan uang yang banyak,
dan memiliki latarbelakang pendidikan agama di sekolah-sekolah keagamaan, siapapun yang
mengaksesnya pelbagai ilmu dan tahun berapapun sumber yang ingin dicari semua akan mudah
didapatkan.
Terdapat dua persoalan untuk memaksimalkan pemanfaatan internet seperti di atas. Pertama,
apakah tokoh-tokoh Islam kita memiliki kualitas untuk memanfaatkan internet ke arah yang lebih
jauh? Hal ini bermaksud kita memerlukan tokoh-tokoh Islam yang tidak hanya bisa mengakses

saja, namun bisa memanfaatkannya lebih kreatif. Tidak dapat kita pungkiri bahwa tampilan
(cover) terkadang menjadi faktor pertama yang mendorong kita untuk bertahan mengakses pada
sebuah situs, setelah itu barulah kita melihat isi ataupun tulisan di dalamnya. Jika tampilan situssitus Islam kurang menarik perhatian para pengunjungnya, bagaimana isi dan karya di dalamnya
akan dibaca?
Persoalan ke dua adalah, adakah Umat Islam khususnya generasi Muslim sudah memanfaatkan
internet untuk mencari informasi keagamaan? Pertanyaan ini diajukan mengingat beberapa
penelitian mendapati bahwa di kalangan generasi muda baik di Eropa, Amerika, Timur Tengah
atau Indonesia sekalipun, internet lebih dimanfaatkan sebagai media hiburan dan berkomunikasi
dengan kawan-kawan (Branzagh, Heim & Karahasanofic, 2010; Livingstone & Helsper, 2007;
Wahid, 2005). Ketika situs Islam ditujukan kepada generasi Muslim berarti solusi yang harus
dicari adalah apakah faktor yang dapat mendorong mereka mengakses situs keagamaan dalam
internet.
Strategi Meningkatkan Pengguna Situs Keagamaan
Untuk menjawab persolan ke dua, penulis mencoba menghuraikan beberapa hasil penelitian yang
telah dilakukan antara tanggal 3-19 Maret 2011. Penelitian yang dilakukan telah disponsori oleh

lembaga Center for Cross-Cultural Communication and Human Relation in Action (C3HURIA),
sebuah lembaga yang bergerak dalam kajian komunikasi lintas agama dan budaya. Sampel
penelitian ini adalah kalangan mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta dan mahasiswa Universitas Indonesia (UI). Kedua Universitas tersebut

dijadikan sampel untuk melihat adakah perbedaan antara generasi muslim yang belajar di
Universitas berbasiskan agama (UIN) dengan berbasiskan umum (UI) untuk mengakses
informasi keagamaan melalui internet. Responden yang berhasil ditemui adalah sebanyak 392
orang dari usia 18-25 tahun.
Hasil penelitian menunjukan 56 persen responden sering memanfaatkan internet untuk
mengakses situs keagamaan. Dari hasil uji hipotesis menunjukan bahwa frekuensi mengakses
internet bukanlah faktor yang mendorong mereka mengakses situs keagamaan. Demikian juga
dengan latarbelakang pendidikan, kuliah di Universitas yang berbasis agama (UIN) maupun
umum (UI), tidak menjadi faktor yang membedakan tinggi atau rendahnya tahap mengakses situs
keagamaan. Latarbelakang pendidikan di pondok pesantren sedikit membedakan tingkat
mengakses situs keagamaan, akan tetapi perbedaan dengan responden yang tidak pernah belajar
agama di pondok pesantren tidak terlalu signifikan.
Jadi meskipun seseorang lebih banyak meluangkan waktu di depan internet, memiliki
latarbelakang pendidikan agama di pondok pesantren dan kuliah di Universitas yang berbasis
agama, ketiga-tiganya tidak menjamin mereka mengakses situs keagamaan dalam internet.
Adapaun faktor yang mempengaruhi mereka mengakses informasi keagamaan adalah motivasi.
Motivasi yang dimaksud adalah adanya keperluan dan kepercayaan dengan informasi keagamaan
yang ada dalam internet. Selama pengguna tidak merasakan perlu terhadap informasi dan
pengetahuan agama, selama itu juga mereka tidak akan mengakses informasi keagamaan.
Terdapat faktor yang membedakan antara mahasiswa UIN dengan UI dari segi mendapatkan

motivasi. Mahasiswa UIN mendapatkan motivasi untuk mengakses informasi keagamaan melalui
internet disokong oleh tugas kuliah dan keterlibatan mereka dengan organisasi kampus.
Sementara mahasiswa UI mendapatkan motivasi lebih disokong oleh organisasi keagamaan di
lingkungan kampus.
Jadi untuk mendorong agar generasi muslim mengakses situs keagamaan melalui internet adalah
dengan meningkatkan kesadaran kepada mereka bahwa ilmu agama itu penting untuk dimiliki,
dikaji dan dipahami. Ketika mereka sudah menganggap ilmu agama penting maka tingkat
keperluan mereka juga akan tinggi, dan secara tidak langsung pemanfaatan terhadap internet
sebagai medium yang cepat dan mudah juga akan tinggi.
Untuk meningkatkan kesadaran mereka terhadap ilmu agama pihak Universitas harus lebih
menyokong perkembangan organisasi keagamaan di lingkungan Universitas. Sementara
pengawasan untuk membatasi aliran yang tidak sesuai dengan ajaran Islam tetap dijalankan.
Dengan berkembangnya organisasi keagamaan di lingkungan kampus sebenarnya pihak
Universitas dengan sendirinya terbantu meminamilisir berkembangnya aliran-aliran sesat di
lingkungan kampus itu sendiri.

Selain itu, pihak Universitas juga harus menggalakkan fasilitas internet di lingkungan kampus.
Ini bertujuan agar intensitas mereka dengan teknologi internet juga terbangun. Karena intensitas
mengakses juga dapat mengasah kemampuan mereka dalam memanfaatkan internet. Ketika
kemampuan mereka tinggi, tentu mereka akan mudah mengaktualisasikan diri mereka dalam

dunia maya. Secara otomatis mereka juga akan dapat terlibat dalam membangun dan menjaga
keutuhan bangsa yang bermoral dan beragama.