Defisit Anggaran dan Kaitannya dengan Ke

KEMENTERIAN KEUANGAN RI
BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN

Defisit Anggaran
dan Kaitannya
dengan Kebijakan
Subsidi BBM
(Fiscal Deficit and Its
Relation with Fuel Subsidy
Policy)
Satria Hangga Nugraha
NPM 154060006571
Diploma IV Akuntansi Kurikulum Khusus
7A

Februari 2016

Defisit Anggaran dan Kaitannya dengan Kebijakan Subsidi BBM
(Fiscal Deficit and Its Relation with Fuel Subsidy Policy)
Oleh: Satria Hangga Nugraha

Abstract
In the context of fiscal deficit management, other than financing
the deficit itself, reducing the number of deficits is necessary.
Raising the level of goverment’s income and reducing its
spending are the actions that can be undertaken by the
goverment. There are some spending item that can be examined
to lower overall total budget, one of them is consumptive
petroleum subsidy. Eventhough reducing some of spending item
can help lowering total amount of expenses on the budgets;
elimination of subsidy can bring some externalities related to
inflation and economic growth which can lead to another budget
deficit. The Reduction of subsidies should be well integrated
with the other supporting policies so that the externalities will
not happen.
Key words : deficit, budget, spending, subsidy, energy,
petroleum, fuel, inflation, economic growth,
policy, goverment
Abstrak
Dalam pengelolaan defisit fiskal, selain mendanai defisit yang
muncul dalam anggaran, langkah-langkah pengurangan angka

defisit juga perlu dilakukan. Peningkatan penerimaan negara dan
pengurangan belanja negara merupakan langkah yang dapat
ditempuh oleh pemerintah. Terdapat beberapa mata anggaran
yang dapat dikaji ulang untuk mengurangi total anggaran
belanja, salah satunya belanja subsidi BBM yang bersifat
konsumtif. Meskipun pengurangan beberapa pos belanja, seperti
subsidi, dapat mengurangi total beban belanja dalam postur
anggaran, akan tetapi pengurangan subsidi tersebut memiliki
ekternalitas terkait inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang dapat
berakibat semakin besarnya angka defisit. Pengurangan belanja
subsidi harus diintegrasikan dengan kebijakan lain yang tepat
sehingga eksternalitas tidak terjadi.
Kata kunci

1|Keuangan Publik

: defisit, anggaran, belanja, subsidi, energi,
BBM,
inflasi,
pertumbuhan,

kebijakan,
pemerintah

Defisit Anggaran dan Kaitannya dengan Kebijakan Subsidi BBM

Definisi Subsidi
Banyak definisi terkait subsidi, baik secara luas maupun secara khusus. Banyaknya
definisi subsidi dan perubahan konsep yang semakin meluas disebabkan oleh perkembangan
dan kompleksitas ekonomi di dunia. Perkembangan tersebut berkaitan dengan aturan
mengenai keterlibatan pemerintah dalam kegiatan perekonomian. Keterlibatan tersebut
memunculkan konsep atau istilah baru yang semakin komplek tetapi pada dasarnya
merupakan subsidi. Dulu subsidi hanya berupa pembayaran langsung anggaran (direct
budgetary payment) oleh pemerintah. Sekarang beberapa kebijakan pemerintah berupa

transfer langsung anggaran (direct budgetary transfer ) dapat disebut subsidi, seperti
keringanan bidang perpajakan dan mekanisme pengontrolan harga melalui tarif atau kuota.
Semakin komplek aktifitas perekonomian suatu negara maka pemahaman mengenai subsidi
juga semakin meluas seperti eksternalitas terkait lingkungan (misal dampak lingkungan suatu
proyek yang diabaikan) dan under-collected government revenue (misal pembebasan retribusi
atas pengelolaan sumber daya/barang publik oleh masyarakat) (OECD,2013).


Dari

bermacam-macam kebijakan tersebut sebenarnya dapat diambil satu kesamaan yaitu tujuan
kebijakan tersebut. Tujuan utama dari sebuah kebijakan terkait subsidi adalah kontrol oleh
pemerintah atas aktifitas perekonomian.
Untuk dapat mencakup konsep-konsep baru dalam perekonomian seperti yang
dijelaskan sebelumnya, maka definisi subsidi diperluas. Organisasi-organisasi internasional
yang memiliki kepentingan telah mendefinisikan subsidi itu sendiri. Walaupun demikian,
subsidi merupakan wewenang dari masing-masing negara untuk mendefinisikan sendiri
konsep tersebut sesuai dengan kepentingan negara masing-masing. Oleh karena itu, subsidi
lebih merupakan sebuah keputusan politik masing-masing negara. Sebuah keputusan politik
yang mencerminkan kondisi politik domestik, ekonomi, kerangka hukum maupun kondisi
budaya (OECD, 2013). Meskipun subsidi merupakan kewenangan masing-masing negara,
subsidi harus diberi sebuah konsep-konsep dasar. Pentingnya sebuah konsep dasar subsidi
adalah dikarenakan banyaknya negara yang memiliki keterkaitan dan keterikatan kepentingan
misal melalui organisasi internasional bidang perdagangan, perekonomian, dan lain-lain.
Oleh karena itu, beberapa organisasi internasional yang berkepentingan memiliki definisi
sendiri atas subsidi.
2|Keuangan Publik


1. Definisi menurut World Trade Organization (WTO)
Subsidi dianggap ada jika kontribusi secara finansial dari pemerintah atau badan
publik dalam suatu teritori (negara anggota WTO) dimana pemerintah melakukan:
-

Melakukan direct transfer dana seperti jaminan, pinjaman atau modal

-

Melakukan potential direct transfer dana seperti jaminan atas utang

-

Mengabaikan penerimaan yang seharusnya dipungut misal pembebasan pajak

-

Menyediakan barang atau jasa selain infrastruktur


-

Mendanai badan atau organisasi yang melakukan kegiatan-kegiatan yang
disebutkan dalam poin sebelumnya

Selain itu subsidi dianggap ada jika terdapat bantuan berupa support harga atau
income dalam bentuk apapun oleh pemerintah dan manfaat lain yang dirundingkan

(WTO, 1994).
2. Definisi menurut Organisation for Economic Co-operation and Development
(OECD)
OECD lebih memilih menggunakan istilah support daripada subsidi. Support
menurut OECD memiliki definisi sebagai belanja langsung atas anggaran atau
belanja dari penerimaan pajak dengan berbagai cara yang menyebabkan
diperolehnya manfaat atau keuntungan oleh produsen atau konsumen minyak
bumi (OECD, 2012).
3. Definisi menurut Global Subsidies Initiative (GSI)
GSI

mengadopsi


pengertian

subsidi

yang

dipakai

oleh

WTO.

GSI

menginterpretasikan subsidi sebagai perlakuan istimewa dalam berbagai bentuk,
beik finansial maupun bentuk lain, yang diberikan kepada konsumen maupun
produsen. Perlakuan istimewa tersebut dapat diberikan melalui cara-cara sebagai
berikut:
-


Diberikan kepada perusahaan tertentu

-

Diberikan pada industri sektor tertentu (jika dibandingkan dengan sektor lain)

-

Diberikan pada beberapa sektor nasional

Subsidi Energi
Dengan memahami pengertian subsidi dari berbagai sumber, maka subsidi memiliki
bentuk yang sangat luas. Namun yang akan dijadikan fokus adalah subsidi di bidang bahan
3|Keuangan Publik

bakar atau dikenal dengan subsidi energi. Subsidi energi di satu sisi dapat mensejahterakan
masyarakat suatu negara tetapi di lain sisi dapat membebani anggaran suatu negara hanya
untuk kebutuhan yang bersifat konsumtif meskipun tidak dapat dipungkiri subsidi energi juga
digunakan untuk kegiatan yang bersifat produktif. Untuk memperoleh pemaham lebih jauh

mengenai subsidi di sektor energi, perlu diperoleh terlebih dahulu definisi dari subsidi energi
itu sendiri.
Sama seperti subsidi itu sendiri, subsidi energi juga memiliki banyak penafsiran,
terutama oleh beberapa organisasi internasional. Pemahaman yang bermacam-macam
disebabkan oleh definisi energi itu sendiri. Energi dapat diartikan secara luas karena setiap
negara memiliki sumber energi yang berbeda-beda. Misal di negara-negara Uni Eropa yang
telah menerapkan green energy concept akan lebih mengandalkan sumber-sumber energi
ramah lingkungan seperti tenaga surya, geothermal, nuklir, atau listrik untuk kendaraan.
Sedangkan di negara-negara berkembang seperti Indonesia, energi lebih diandalkan pada
bahan bakar fosil seperti minyak bumi, batu bara maupun gas alam. Menurut International
Energy Agency (IEA), subsidi energi adalah aksi pemerintah dalam bentuk apapun yang

perhatian utamanya ditujukan untuk memperkecil cost of production dan menaikkan harga
bagi produsen energi atau memperkecil harga bagi konsumen energi (IEA, 2006).
Dari definisi subsidi menurut IEA, subsidi energi dapat memiliki cakupan bentuk
yang sangat luas, baik yang memiliki efek langsung terhadap harga komoditas energi maupun
yang berpengaruh tidak langsung. Bagaimana pemerintah memilih jenis subsidi yang
diberikan adalah bergantung pada tujuan subsidi energi itu sendiri. Pemerintah Indonesia
menganggarkan belanja subsidi energi dalam dua bentuk yaitu subsidi bahan bakar minyak
(BBM) dan subsidi listrik.


Tujuan Subsidi Energi
Subsidi merupakan kebalikan dari pajak karena efek yang terjadi dari kedua kebijakan
tersebut saling bertolak belakang (IEA, 2006). Pada dasarnya subsidi, dalam hal ini subsidi
energi, akan berpengaruh terhadap harga dari sektor energi (rendahnya harga). Jika inti dari
pemberian subsidi adalah memberikan manfaat untuk produsen atau konsumen, maka
rendahnya harga produk sektor energi adalah akibat dari subsidi pada proses produksi atau

4|Keuangan Publik

subsidi pada konsumen langsung. Lebih lanjut, subsidi energi diberikan dengan beberapa
tujuan (baik bagi sisi produsen maupun konsumen) antara lain (World Bank, 2010):
-

Sebagai bentuk support pemerintah kepada masyarakat miskin

-

Sebagai bentuk keadilan terhadap masyarakat miskin


-

Terciptanya ketahanan energi

-

Perbaikan atas eksternalitas (misalkan melonjaknya harga energi akibat dari
kebijakan lain yang dibuat pemerintah)

-

Support pemerintah terhadap produksi domestik dan lapangan kerja terkait

Pemerintah Indonesia memiliki tujuan tersendiri dari adanya subsidi yang tidak jauh berbeda
dengan tujuan tersebut di atas. Arah dari kebijakan subsidi, baik subsidi energi maupun non
energi adalah terciptanya stabilitas harga kebutuhan pokok, terjaganya daya beli masyarakat
terutama masyarakat miskin, terjaminnya ketersediaan pasokan kebutuhan pokok, dan daya
saing produksi serta akses permodalan UMKM makin meningkat (NKAPBN 2015).
Meskipun tujuan dari subsidi energi terutama subsidi BBM adalah untuk kemakmuran
produsen dan konsumen, kebijakan subsidi yang tidak didasari dengan strategi-strategi yang
tepat hanya akan menyebabkan beban fiskal bagi pemerintah (World Bank, 2010). Beban
fiskal tersebut bahkan bisa tidak seimbang dengan manfaat atau tujuan awal dari subsidi
sehingga cost lebih tinggi dari benefit-nya. Subsidi energi dapat menimbulkan efek negatif
terhadap kondisi makroekonomi, lingkungan, dan sosial (IMF, 2013). Secara lebih rinci efek
dari subsidi energi (subsidi BBM) antara lain adalah sebagai berikut:
-

Menyebabkan ketidakseimbangan fiskal, defisit anggaran semakin besar

-

Prioritas pemerintah hanya pada public spending

-

Menekan laju investasi swasta pada sektor energi

-

Mengganggu ketersediaan sumber daya karena subsidi mendukung konsumsi
energi yang berlebihan

-

Secara tidak langsung mendukung industri energi yang tidak terbarukan tetapi
mengurangi insentif bagi industri energi terbarukan

-

Industri sektor energi terbarukan tidak berkembang

-

Sumber daya alam cepat habis

-

Penyelundupan bahan bakar bersubsidi

5|Keuangan Publik

-

Sebagian besar subsidi energi dinikmati oleh kalangan ekonomi menengah
atas

-

Menyebabkan ketidakadilan

-

Konsumsi berlebihan atas bahan bakar fosil menyebabkan juga global
warming bagi generasi mendatang (UNEP, 2008).

Kendati

demikian,

bukan

berarti

dengan

mengurangi

subsidi

sepenuhnya

akan

menghilangkan efek negatif di atas. Pengurangan subsidi yang dilakukan tanpa perhitungan
akan menyebabkan masalah baru muncul. Berkurangnya subsidi dan meningkatnya investasi
dapat menyebabkan timbulnya resesi dan menyulut terjadinya inflasi. Inflasi tersebut akan
memperparah fiscal deficit. Hal ini dikarenakan kaitan antara subsidi, inflasi dan fiscal deficit
sangatlah kompleks (Ghosh & Ghosh, 2003). Masalah ini akan dibahas pada poin tersendiri
terkait eksternalitas.

Posisi Subsidi Energi Dalam Anggaran
Dalam APBN 2016, subsidi energi masuk dalam komponen belanja pemerintah pusat
pada pos belanja non kementerian/lembaga (Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara/BA
BUN). Pada pos belanja non kementerian/lembaga, pengalokasian anggaran dilakukan
melalui pengelompokan pada program-program pemerintah. Untuk masalah subsidi,
pemerintah mengelompokkan dalam Program Pengelolaan Subsidi. Dalam Nota Keuangan
APBN 2016, disebutkan bahwa anggaran pengelolaan subsidi dialokasikan untuk tujuan
antara lain:
-

Meringankan beban masyarakat untuk memperoleh kebutuhan dasar

-

Menjaga produsen mampu menghasilkan produk yang terkait kebutuhandasar
masyarakat dengan harga terjangkau

-

Menjaga stabilitas harga barang dan jasa di dalam negeri

-

Memberikan perlindungan terhadap masyarakat berpenghasilan rendah

-

Meningkatkan produksi pertanian

-

Memberi insentif bagi dunia usaha dan masyarakat

-

Menjaga ketersediaan bahan kebutuhan pokok masyarakat dalam jumlah yang
cukup, harga yang stabil dan terjangkau oleh masyarakat

-

Menyalurkan subsidi dengan lebih tepat sasaran kepada masyarakat

6|Keuangan Publik

Pada program pengelolaan subsidi, subsidi dibagi menjadi dua yaitu subsidi energi
dan non energi. Subsidi energi sendiri dibagi menjadi dua kelompok yaitu subsidi BBM, LPG
tabung 3 kg dan LGV serta subsidi listrik. Di sini yang akan dijadikan fokus adalah subsidi
BBM. Rincian anggaran untuk program pengelolaan subsidi ditampilkan dalam tabel 1.
Tabel 1
Rincian Anggaran Program Pengelolaan Subsidi 2015-2016
dalam milyar rupiah

Subsidi
Subsidi Energi
Subsidi BBM, LPG 3 kg, LGV
Subsidi Listrik
Subsidi Nonenergi
Subsidi Pangan
Subsidi Pupuk
Subsidi Benih
Subsidi PSO
Subsidi Bunga Kredit Program
Subsidi Pajak DTP
Total

APBNP 2015
137.824,0
64.674,8
73.149,2
74.280,3
18.939,9
39.475,7
939,4
3.261,3
2.484,0
9.180,0
212.104,4

APBN 2016
102.080,2
63.692,8
38.387,4
80.490,9
20.993,4
30.063,2
1.023,8
3.752,5
16.474,5
8.183,6
182.571,1

Sumber: Kementerian Keuangan

Berdasarkan nota keuanganAPBN 2016, anggaran subsidi BBM, LPG tabung 3 kg
dan LGV dalam APBN Tahun 2016 sebesar Rp63.692,8 miliar atau turun sebesar Rp982,0
miliar bila dibandingkan dengan alokasinya dalam APBNP tahun 2015 sebesar Rp64.674,8
miliar. Subsidi tersebut antara lain terdiri dari subsidi jenis BBM tertentu (JBT) tahun
berjalan sebesar Rp18.692,0 miliar, subsidi harga atas LPG tabung 3 kg sebesar Rp31.010,4
miliar dan subsidi LGV sebesar Rp6,4 miliar. Lebih tingginya alokasi subsidi tersebut
dikarenakan besarnya alokasi untuk pembayaran kurang bayar subsidi BBM, LPG tabung 3
kg dan LGV tahun sebelumnya.

Pengelolaan Defisit Anggaran
Defisit anggaran muncul sebagai akibat tingginya anggaran belanja pemerintah
dibanding dengan anggaran pendapatan pada suatu tahun anggaran. Dalam pengelolaan
anggaran, defisit dapat diminimalisir dengan berbagai cara. Menurut Congressional Budget
Office, The Congress of the United State, 2011, dalam mengelola defisit anggaran, dapat

dilakukan 3 hal berikut:
1. Mandatory Spending Option

7|Keuangan Publik

Mandatory spending disebut juga pengeluaran langsung. Anggaran belanja ini

merupakan belanja yang telah menjadi kewajiban pemerintah dikarenakan adanya
program yang telah dibuat oleh pemerintah atau dikarenakan adanya kewajiban untuk
melakukan pembayaran kepada orang, institusi atau pemerintah daerah. Contoh dari
mandatory spending yaitu anggaran untuk kesehatan masyarakat terkait program

Asuransi BPJS, anggaran pendidikan terkait program BOS, atau kewajiban
pemerintah atas pensiun pegawai negeri. Selain itu, subsidi yang ditujukan untuk
kemakmuran masyarakat juga masuk kedalam mandatory spending. Dengan begitu
subsidi energi, khususnya subsidi BBM adalah termasuk mandatory spending.
Manadatory spending option adalah opsi yang dapat dilakukan untuk mengatur defisit

anggaran dengan melakukan pengelolaan mandatory spending. Pendekatan yang
digunakan yaitu:
-

Mengubah indeks penyesuai terhadap inflasi
Jika besarnya suatu belanja dipengaruhi oleh inflasi, (misal belanja komputer
terkait program bidang pendidikan) maka harus dibuat indeks-indeks
penyesuai besarnya belanja jika terjadi inflasi yang mempengaruhi total
anggaran belanja.

-

Mengubah jumlah populasi yang melekat terhadap benefit
Jika suatu anggaran belanja merupakan benefit yang melekat kepada beberapa
populasi masyarakat, maka mengurangi jumlah populasi penerima benefit
merupakan salah satu opsi dalam pengurangan defisit anggaran. Langkah ini
dapat dikaitkan dengan subsidi BBM dan akan dijelaskan dalam penjelasan
selanjutnya.

-

Mengubah besaran penyertaan pemerintah terhadap suatu program
Jika belanja pemerintah terkait program terlalu besar, maka mengurangi
jumlah pembayaran yang dilakukan pemerintah adalah salah satu opsi yang
dapat dilakukan. Dengan mengurangi beban belanja maka sisa porsi beban
belanja dapat dilakukan sharing dengan pihak lain misal pihak ketiga (swasta)
atau pemerintah daerah.

2. Discretionary Spending Option
Discretionary spending adalah pengeluaran yang terjadi sebagai akibat dari adanya

aturan atau kebijaksanaan yang dibuat untuk tahun anggaran yang terkait.
Discretionary spending ini dibuat melalui kebijakan yang berlaku tahunan sehingga

tiap tahun dapat berubah. Discretionary spending terdiri dari dua jenis yaitu belanja
8|Keuangan Publik

untuk pertahanan dan belanja nonpertahanan. Belanja untuk pertahanan adalah belanja
yang muncul sebagai akibat dari kebijakan di bidang pertahanan, misalkan pengadaan
alat tempur, rekruitmen personil militer, operasi-operasi militer. Sedangkan untuk
belanja nonpertahanan misalnya benefit untuk veteran, administrasi penegakan
hukum, dan belanja-nelanja terkait hubungan internasional.
Discretionary

spending

option

adalah

strategi

dalam

mengurangi

belanja

discretionary. Pendekatan yang dilakukan yaitu dengan mengatur strategi terkait

pertahanan sehingga belanja dapat berkurang (strategi bidang pertahanan diatur
terlebih dahulu sebelum belanja dipotong). Pendekatan lain yaitu dengan
menganggarkan belanja tetap tetapi bertahan untuk jangka waktu panjang, sehingga
belanja di tahun anggaran mendatang menjadi lebih kecil.
3. Revenue Option
Revenue option adalah opsi dalam pengelolaan defisit dengan mengatur penerimaan,
terutama penerimaan perpajakan.

Pembatasan Subsidi BBM dalam Kaitannya dengan Mandatory Spending Option
Seperti disebutkan sebelumnya, subsidi atau support oleh pemerintah termasuk dalam
mandatory spending. Strategi dalam mengelola defisit salah satunya adalah dengan

mengelola mandatory spending. Dengan demikian, pengelolaan belanja subsidi merupakan
salah satu cara dalam mengelola defisit anggaran. Dengan mengurangi belanja subsidi maka
defisit dapat berkurang. Namun pemerintah dapat mempertahankan defisit di level yang sama
(sebelum pengurangan subsidi) dan memindahkan anggaran untuk belanja lain yang lebih
produktif.
Dalam pengelolaan mandatory spending terutama yang terkait benefit, pemerintah
dapat mengurangi belanja dengan mengurangi populasi penerima benefit. Subsidi BBM
diberikan pemerintah dan dinikmati oleh masyarakat konsumen BBM jenis premium, solar
dan kerosin. Menurut beberapa survei, masyarakat yang merupakan konsumen BBM jenis
premium adalah masyarakat kelas menengah ke atas sehingga subsidi premium salah sasaran.
Menurut BPS tahun 2002 dalam www.anggaran.depkeu.go.id, 18 persen subsidi BBM yang
dinikmati oleh kelompok masyarakat miskin. Menurut LPEM UI tahun 2013 dalam Majalah
Pertamina “Energia”, dari keseluruhan rumah tangga yang menggunakan BBM subsidi hanya
6,5 -6,7 % saja yang berasal dari rumah tangga kelas bawah. Menurut YLKI tahun 2013
9|Keuangan Publik

dalam Majalah “Energia”, BBM paling banyak dikonsumsi kendaraan pribadi sepeda motor
dan roda empat, dan masyarakat berpenghasilannya kurang dari USD 2 per hari tidak
memiliki kendaraan bermotor. Menurut data BPS, pertumbuhan kendaraan roda dua 20102011 sebesar 15,75%.
Untuk mengurangi beban belanja subsidi, maka pemerintah melakukan pembatasan
benefit hanya pada populasi masyarakat kelas bawah yang lebih melakukan konsumsi BBM
jenis selain premium (misal solar untuk nelayan dan petani, LPG 3 kilogram untuk rumah
tangga miskin). Dengan mencabut benefit subsidi premium maka pemerintah sama artinya
membatasi populasi penerima benefit. Pencabutan subsidi premium akan mengurangi total
subsidi BBM dalam postur anggaran pemerintah. Pencabutan telah dilakukan oleh
pemerintah sejak tahun anggaran 2015.
Meskipun pencabutan subsidi mengurangi angka anggaran belanja pemerintah, bukan
berarti defisit akan berkurang. Sesuai dengan kebijakan pemerintah tahun 2015, porsi
anggaran subsidi premium dialihkan pada belanja lain yang produktif. Hal ini dilakukan
karena pengurangan subsidi dapat menyebabkan inflasi yang akan menambah angka defisit
anggaran pemerintah terutama di negara berkembang (Ghosh & Ghosh, 2003). Eksternalitas
ini akan dijabarkan dalam penjelasan selanjutnya. Dengan melakukan pengalihan belanja
subsidi premium pada belanja pendidikan dan infrastruktur, eksternalitas pencabutan subsidi
dapat diatasi.
Grafik 1
Perkembangan Belanja Subsidi Energi 2010-2016

Sumber: Kementerian Keuangan

10 | K e u a n g a n P u b l i k

Grafik 2
Perbandingan Anggaran Subsidi Energi, Pendidikan, Infrastruktur dan Kesehatan

Sumber: Kementerian Keuangan

Eksternalitas Pengurangan Belanja Subsidi
Pengurangan belanja subsidi pada anggaran menyebabkan total belanja pemerintah
berkurang dan nilai defisit anggaran juga akan turun. Meskipun demikian, tidak serta-merta
pengurangan subsidi yang berimbas pada penurunan angka defisit akan membawa hal positif
pada anggaran pemerintah. Ketika negara mengalami defisit tetapi tingkat investasi rendah
maka pertumbuhan akan rendah dan dapat berdampak pada inflasi. Jika hal ini dibiarkan
maka defisit akan semakin besar. Untuk itu, maka investasi harus ditingkatkan agar
pertumbuhan ekonomi meningkat; inflasi terhindarkan; dan defisit tidak semakin besar
(Ghosh & Ghosh, 2013). Ketika negara mengurangi subsidinya akan lebih baik jika dana
tersebut dialokasikan untuk investasi. Pemerintah Indonesia dalam APBN 2015, telah
melakukan langkah yang benar dengan menggunakan dana subsidi sebagai dana investasi
infrastruktur dan pendidikan.
Sebenarnya efek dari pengurangan subsidi bahan bakar yang tidak terkait anggaran
sangatlah banyak. Salah satunya efek lingkungan dan tingkat konsumsi BBM pada
masyarakat. Grafik 3 menggambarkan bagaimana pengurangan subsidi dapat menghemat
konsumsi BBM pada tahun 2015.

11 | K e u a n g a n P u b l i k

Grafik 3
Perkembangan Volume Konsumsi BBM 2010-2015

Sumber: Kementerian ESDM

Mengatasi Eksternalitas Kebijakan Penghapusan Subsidi
Dalam jurnalnya yang berjudul Subsidy, Fiscal Deficit and Inflation in Developing
Countries (2013), Ambar Ghosh dan Chandana Ghosh melakukan penelitian terhadap

anggaran India dan diperoleh 4 hasil ulasan (preposition). Berikut ini adalah preposition yang
disampaikan oleh Ghosh dan juga berikut pendapat/solusi penulis untuk pemerintah:
1. Jika konsumsi dan subsidi sama-sama kecil; elastisitas harga pangan tinggi;
investasi aggregat yang tidak berubah; maka kenaikan subsidi yang dibarengi
dengan kenaikan fiskal defisit akan menurunkan tingkat inflasi.
Menurut penulis disini subsidi akan berdampak positif menurunkan inflasi dengan
meningkatkan tingkat konsumsi yang lesu. Meskipun peningkatan subsidi akan
meningkatkan defisit tetapi rendahnya inflasi mencegah defisit yang semakin
membesar di kemudian hari. Yang menjadi masalah, disini subsidi yang ditingkatkan
adalah subsidi terkait pangan (nonenergi) sehingga peningkatan subsidi premium
tidak akan menekan inflasi secara langsung.

12 | K e u a n g a n P u b l i k

2. Jika subsidi dikurangi dan investasi pemerintah naik tapi investasi agregat tetap
maka inflasi akan naik.
Menurut penulis pengurangan subsidi untuk dialihkan ke investasi adalah langkah
awal yang tepat. Hanya saja agar tidak muncul eksternalitas berupa inflasi maka
pemerintah harus memastikan bahwa investasi agregat juga naik. Agar investasi
agregat naik maka baik investasi pemerintah maupun swasta juga harus naik. Jika
pemerintah melakukan investasi pada infrastruktur maka swasta juga akan terpancing
untuk melakukan investasi dikarenakan infrastruktur yang telah memadai. Dengan
demikian, pengalihan anggaran belanja subsidi BBM untuk investasi infrastruktur
adalah langkah yang tepat.
3. Ketika Investasi swasta sensitivitas profitnya tinggi dan investasi pemerintah
profitnya tidak mudah terpengaruh; maka apabila subsidi dikurangi; investasi
pemerintah dinaikkan; investasi agregat tetap; fiscal deficit akan naik
Menurut penulis agar defiisit tidak semakin naik maka investasi agregat harus
dinaikkan. Agar investasi agregat naik maka harus didukung dengan kenaikan
investasi sektor swasta. Untuk menaikkan investasi swasta, maka pemerintah harus
menjaga sensitivitas profit swasta rendah sehingga tidak mudah terpengaruh. Kondisi
tersebut akan tercapai jika pemerintah menjaga stabilitas perekonomian nasional.
Membangun infrastruktur yang baik dengan penyerapan tenaga kerja yang tingga
adalah salah satu upaya menjaga perekonomian negara terus berputar dan stabil.
4. Jika subsidi dikurangi, investasi pemerintah naik, tapi investasi agregat tetap
maka inflasi dan fiscal deficit akan naik
Hal ini sama dengan sebelumnya, kunci utama adalah pada investasi agregat. Agar
investasi agregat naik maka baik pemerintah maupun swasta harus meningkatkan
investasi. Dengan melakukan investasi pada pendidikan dan infrastruktur, investasi
swasta juga akan naik dan kenaikan investasi agregat akan mengikuti.

Kesimpulan
Dalam pengelolaan defisit anggaran, pemerintah dapat melakukan 3 opsi kebijakan.
Opsi kebijakan tersebut yaitu kebijakan terkait mandatory spending, discretionary spending,
dan kebijakan terkait revenue. Kebijakan dibuat sehingga belanja menjadi berkurang atau
penerimaan menjadi bertambah. Ketika pemerintah telah mengevaluasi penerimaan pajak dan
dirasa masih belum optimal dalam mengurangi defisit anggaran, maka pengurangan belanja
13 | K e u a n g a n P u b l i k

adalah salah satu kebijakan yang dapat diambil. Pengurangan belanja langsung atau
mandatory spending adalah salah satu yang dapat dilakukan. Salah satu komponen dalam
mandatory spending yang dapat dikaji ulang untuk dikurangi adalah belanja subsidi yang

bersifat konsumtif seperti belanja BBM.
Pemerintah telah melakukan hal yang benar dengan mengurangi subsidi BBM dalam
APBN 2015 dan seterusnya. Meskipun demikian, defisit tidak serta merta berkurang
dikarenakan dana belanja subsidi sebenarnya tidak dicabut namun dipindahkan. Pemindahan
dana belanja subsidi pada dana investasi infrastruktur dan pendidikan sudah tepat.
Peningkatan investasi infrastruktur akan memancing swasta melakukan investasi juga.
Dengan demikian investasi agregat juga akan meningkat. Peningkatan investasi agregat
menghilangkan eksternalitas kebijakan penghapusan subsidi seperti inflasi dan pertumbuhan
ekonomi rendah. Jika hal tersebut dihindari maka defisit anggaran tidak akan semakin
membengkak.

14 | K e u a n g a n P u b l i k

DAFTAR PUSTAKA

Bacon, R., Ley, E. & Kojima, M. (2010). Subsidies in the Energy Sector: An Overview.
Background Paper, World Bank.
Congressional Budget Office. (2011). Reducing the Deficit: Spending and Revenue Options.
The Congress of the United States.
Ghosh, A., & Ghosh, C. (2003). Subsidy, Fiscal Deficit and Inflation in Developing
Countries. Indian Economic Review, 38 (1): 21–57.
GSI of IISD. (2010). Defining Fossil-Fuel Subsidies for the G-20: Which Approach is Best?
(Policy Brief Maret 2010). IISD’s The Global Subsidies Initiative.
IEA. (2010). Note on Energy Subsidies and Taxes. Carrots and Sticks: Taxing and
Subsidising Energy. IEA’s Economic Analysis Division.
IMF. (2013). Energy Subsidy Reform: Lessons and Implications. International Monetary
Fund.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, DJA. (2015). APBNP 2015.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2015). Buku II Nota Keuangan beserta
APBN 2016.
OECD. (2012). Inventory of Estimated Budgetary Support and Tax Expenditures for Fossil
Fuels 2013. Paris: OECD.
OECD. (2013). Analysing Energy Subsidies in The Countries of Eastern Europe, Caucasus
and Central Asia . EAP Task Force.
United Nations Environment Programme. (2008). Reforming Energy Subsidies:
Opportunities to Contribute to the Climate Change Agenda . UNEP’s Division of
Technology, Industry and Economics.
World Trade Organization. (1994). Agreement on Subsidies and Countervailing Measures.
Geneva: WTO.
Lain-lain:
http://www.anggaran.depkeu.go.id/web-content-list.asp?ContentId=410
diakses tanggal 2 Februari 2016
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1413
diakses tanggal 2 Februari 2016
Majalah Energia edisi April 2013, Pertamina

15 | K e u a n g a n P u b l i k