Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Banguna

BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN
A.03.01. Yang menjadi obyek pajak ialah perolehan hak atas tanah
dan bangunan,
meliputi pemindahan hak dan
pemberian hak baru.
Pemindahan hak dapat terjadi karena jual beli, tukar
menukar, hibah, hibah wasiat, waris, pemasukan dalam
perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan, penunjukkan pembeli dalam
lelang, pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai
kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan
usaha, pemekaran usaha, dan hadiah.
Sedangkan pemberian hak baru terjadi baik karena
kelanjutan pelepasan hak ataupun di luar pelepasan hak.
A.03.02.
Objek yang tidak dikenakan pajak adalah objek yang
diperoleh :
•1
perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas
perlakuan timbal balik;
•2 negara untuk penyelenggaraan pemerintahan dan atau

untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan
umum.
•3 Badan atau perwakilan organisasi internasional, baik
pemerintah maupun non pemerintah, yang ditetapkan
dengan keputusan Menteri dengan syarat tidak
menjalankan usaha atau melakukan kegiatan lain di
luar fungsi dan tugas badan perwakilan organisasi
tersebut.
•4 Orang pribadi atau badan karena konversi hak atau
karena perbuatan hukum dengan tidak ada perubahan
nama. Konversi hak adalah perubahan hak dari hak
lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok
Agraria, termasuk pengakuan hak oleh Pemerintah.
Contoh :
•5 Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik tanpa adanya
perubahan nama.
•6 Bekas tanah hak milik adat (dengan bukti surat Girik
atau sejenisnya) menjadi hak baru.
Perbuatan hukum lainnya misalnya memperpanjang
hak atas tanah tanpa adanya perubahan nama .

Contoh : Perpanjangan Hak Guna Bangunan (HGB),
yang dilaksanakan baik sebelum maupun setelah
berakhirnya HGB
•7 orang pribadi atau badan karena wakaf yaitu perbuatan
hukum orang pribadi atau badan yang memisahkan
sebagian dari harta kekayaannya berupa hak milik
tanah dan atau bangunan dan melembagakannya
untuk selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan

atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apa
pun.
•8 Orang pribadi atau badan yang digunakan untuk
kepentingan ibadah.
A.03.03. Besarnya tarif pajak ialah 5 % (lima persen)
Dasar pengenaan pajak BPHTB adalah Nilai Perolehan Objek
Pajak (NPOP), dalam hal : jual beli adalah harga transaksi,
tukar-menukar adalah nilai pasar, hibah wasiat adalah nilai
pasar, waris adalah nilai pasar, pemasukan dalam perseroan
atau badan hukum lainnya adalah nilai pasar , peralihan hak
karena pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai

kekuatan hukum tetap ialah nilai pasar, pemberian hak baru
atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak ialah nilai
pasar, pemberian hak baru atas tanah di luar pelepasan hak
ialah nilai pasar,pemekaran usaha ialah nilai pasar , hadiah
ialah nilai pasar, penunjukkan pembeli dalam lelang ialah
harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.
Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebagaimana dimaksud di
atas kecuali penunjukkan pembeli dalam lelang tidak
diketahui atau lebih rendah daripada Nilai Jual Objek Pajak
(NJOP) yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) pada tahun terjadinya perolehan, dasar
pengenaan pajaknya yang dipakai adalah Nilai Jual Objek
Pajak Bumi dan Bangunan.
Nilai Perolehan Objek Pajak Kena Pajak (NPOPKP) adalah Nilai
Perolehan Objek Pajak (NPOP)
dikurangi dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan Nilai Perolehan Objek Pajak
Kena Pajak.

A.03.04. Saat terutang pajak atas perolehan hak atas tanah dan
atau bangunan:
•1 Sejak tanggal yang dibuat dan ditandatanganinya akta
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris,
meliputi: jual beli, tukar-menukar, hibah, pemasukan
dalam perseroan atau badan hokum lainnya, pemisahan
hak yang mengakibatkan peralihan, penggabungan
usaha, peleburan usaha, pemekaran usaha, hadiah.
•2
Sejak tanggal penunjukkan pemenang lelang untuk
lelang.
•3
Sejak tanggal putusan pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dalam hal sudah ada
keputusan hakim

•4
•5

Sejak tanggal yang bersangkutan mendaftarkan

peralihan haknya ke Kantor Pertanahan, meliputi : hibah
wasiat dan waris.
Sejak tanggal ditandatangani dan diterbitkannya surat
keputusan pemberian hak, meliputi pemberian hak baru
atas tanah sebagai kelanjutan dari pelepasan hak dan
pemberian hak baru.
Tempat terutang pajak adalah di Wilayah Kabupaten, Kota,
atau Propinsi yang meliputi letak tanah dan atau
bangunan.
A.03.05.
Wajib pajak wajib membayar pajak yang
terutang dengan tidak mendasarkan pada adanya surat
ketetapan pajak (sistem self assesment).
Pajak yang terutang dibayar ke kas negara melalui Kantor
Pos dan atau Bank BUMN atau bank BUMD atau tempat
pembayaran lainnya yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
dengan Surat Setoran BPHTB dan dipindahbukukan saldo
penerimaan BPHTB ke Bank Operasional V BPHTB.
A.03.06. Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan

Kurang Bayar apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau
keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang
kurang bayar.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar ditambah dengan sanksi administrasi
berupa bunga 2 % (dua persen) sebulan untuk jangka
waktu paling lama 24 bulan, dihitung mulai saat
terutangnya pajak sampai dengan diterbitkannya Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar.
Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Kurang Bayar Tambahan apabila ditemukan data baru
atau data yang semula belum terungkap yang
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang
setelah diterbitkannya Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar.
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan

Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus
persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut, kecuali

Wajib Pajak melaporkan
tindakan pemeriksaan.

sendiri

sebelum

dilakukan

A.03.07 Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan dapat diterbitkan
oleh Direktur Jenderal Pajak
apabila :
a. pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar.
b. Dari hasil pemeriksaan kantor Surat Setoran Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan terdapat

kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah
tulis dan atau salah hitung.
c. Wajib Pajak dikenakan sanksi berupa denda dan atau
bunga
Sanksi administrasi dikenakan berupa bunga sebesar 2%
(dua persen) sebulan untuk jangka waktu paling lama 24
(dua puluh empat) bulan sejak saat terutangnya pajak.
Surat Tagihan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
bangunan mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan surat ketetapan pajak, sehingga penagihannya
dapat dilanjutkan dengan penerbitan Surat Paksa.
Dasar penagihan pajak meliputi Surat Ketetapan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Kurang Bayar,
Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan Kurang Bayar Tambahan, Surat Tagihan Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan maupun Putusan
banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus
dibayar bertambah untuk kemudian harus dilunasi dalam
jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan sejak diterima

Wajib Pajak.
Jumlah Pajak yang terutang berdasarkan hal di atas,
apabila tidak atau kurang dibayar pada waktunya dapat
ditagih
dengan surat paksa, yaitu surat perintah
membayar pajak dan tagihan yang berkaitan dengan
pajak sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
A.03.08. Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya
kepada Direktur Jenderal
Pajak atas suatu :
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas tanah dan
Bangunan Kurang Bayar
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas tanah dan
Bangunan Kurang Bayar Tambahan
c. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas tanah dan
Bangunan Lebih Bayar

d. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas tanah dan
Bangunan Nihil

Syarat pengajuan keberatan :
a. diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia.
b. Mengemukakan jumlah pajak yang terutang dan
menurut perhitungan Wajib Pajak dengan disertai
alasan-alasan yang jelas dengan mengemukakan
data atau bukti bahwa jumlah pajak yang terutang
atau pajak lebih bayar yang ditetapkan oleh fiskus
tidak benar.
c. Diajukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan
sejak tanggal diterimanya (dibuktikan dengan tanda
terima dari DJP ataupun tanda pengiriman pos
tercatat).
Guna memberikan kepastian hukum, Direktur Jenderal
Pajak harus memberi keputusan atas keberatan
(mengabulkan seluruhnya atau sebagian, menolak, atau
menambah besarnya jumlah pajak yang terutang) dalam
jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan sejak
tanggal Surat Keberatan diterima. Jika tidak ada
keputusan hingga jangka waktu tersebut lewat, keberatan
dianggap

dikabulkan.
Sebelum
surat
keputusan
diterbitkan, Wajib Pajak dapat menyampaikan alasan
tambahan atau penjelasan tertulis.
A.03.09
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan
banding hanya kepada badan peradilan pajak terhadap
keputusan keberatan.
Permohonan banding diajukan tertulis dalam bahasa
Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas dalam
jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak keputusan
keberatan diterima, dilampiri salinan surat keputusan
tersebut. Permohonan banding tidak menunda kewajiban
membayar pajak dan pelaksanaan penagihan pajak.
Apabila pengajuan keberatan atau permohonan banding
dikabulkan
sebagian
atau
seluruhnya,
kelebihan
pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah
imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan untuk
jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
dihitung sejak tanggal pembayaran yang menyebabkan
kelebihan
pembayaran
pajak
sampai
dengan
diterbitkannya Keputusan Keberatan atau Putusan
Banding.

A.03.10 Atas permohonan Wajib pajak, dapat diberikan
pengurangan pajak dalam hal :
a. kondisi tertentu Wajib Pajak yang ada hubungannya
dengan Obyek Pajak, yaitu :
1. Wajib Pajak orang pribadi yang memperoleh hak
baru melalui program pemerintah di bidang
pertanahan
dan tidak mempunyai kemampuan
secara ekonomis.
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menerima hibah
dari orang pribadi yang mempunyai hubungan
keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu
derajat ke atas atau satu derajat ke bawah
3. Wajib Pajak yang memperoleh hak baru selain hak
pengelolaan
b. kondisi Wajib Pajak yang ada hubungannya
dengan sebab-sebab tertentu, yaitu :
1. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah
melalui pembelian dari hasil ganti rugi pemerintah
yang nilai ganti ruginya di bawah Nilai Jual Obyek
Pajak
2. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah
sebagai pengganti atas tanah yang dibebaskan oleh
pemerintah
untuk
kepentingan
umum
yang
memerlukan persyaratan khusus
3. Wajib Pajak yang terkena dampak krisis ekonomi
dan moneter yang berdampak luas pada kehidupan
perekonomian nasional sehingga
4. Wajib pajak harus melakukan restrukturisasi
usaha dan atau utang usaha sesuai dengan
kebijaksanaan pemerintah
5. Wajib pajak yang melakukan Penggabungan
Usaha (merger) yang telah memperoleh keputusan
persetujuan penggabungan usaha dari Direktur
Jenderal Pajak
6. Wajib Pajak yang memperoleh hak atas tanah dan
atau bangunan yang tidak berfungsi lagi seperti
semula disebabkan bencana alam atau sebab-sebab
lainnya yang terjadi dalam jangka waktu paling lama
3 (tiga) bulan sejak penandatangan akta, seperti
kebakaran, banjir, tanah longsor, gempa bumi dan
gunung meletus
7. Wajib Pajak orang pribadi veteran, PNS, TNI,
POLRI, pensiunan PNS, purnawirawan POLRI atau
janda/dudanya yang memperoleh hak atas tanah
dan atau bangunan rumah dinas pemerintah
c. Tanah dan atau bangunan digunakan untuk
kepentingan sosial atau pendidikan yang sematamata tidak untuk mencari keuntungan. Misalnya tanah

atau bangunan yang digunakan, anatara lain, untuk
panti asuhan, rumah yatim piatu, pesantren, sekolah
yang tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, dan
rumah sakit swasta institusi pelayanan sosial
masyarakat.
Besarnya pengurangan pajak BPHTB ialah :
•6 Sebesar 50% (limapuluhpersen) dari pajak yang
terutang untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
dalam kondisi yang berhubungan dengan obyek
pajak, kondisi b angka 1,2,4,5,6 serta huruf c;
•7 Sebesar 75% (tujuh puluh lima persen) dari pajak
yang terutang untuk Wajib Pajak yang terkena
dampak krisis ekonomi dan moneter yang
berdampak luas pada kehidupan perekonomian
nasional sehingga Wajib Pajak harus melakukan
restrukturisasi usaha dan atau utang usaha sesuai
dengan kebijaksanaan pemerintah
•8 Sebesar perhitungan BPHTB atas objek pajak selain
tanah untuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud
kondisi Wajib Pajak yang memperoleh hak baru
selain pengelolaan.
Pejabat yang berwenang atas nama Menteri Keuangan
memberikan keputusan Pemberian pengurangan BPHTB :
•9 Kepala Kantor Pelayanan Pajak PBB sebagaimana
dimaksud dalam kondisi a dan kondisi b angka
1,2,5.6 serta kondisi c dalam hal pajak yang
terutang paling banyak Rp. 2.500.000.000 (dua
miliar lima ratus juta rupiah
•10 Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak
sebagaimana dimaksud dalam kondisi a dan huruf b
angka 1,2,5,6 serta huruf c dalam hal pajak yang
terutang lebih dari Rp. 2.500.000.000 (dua miliar
lima ratus juta rupiah)
•11 Direktur Jenderal Pajak untuk kondisi Wajib Pajak
yang melakukan restrukturisasi usaha karena
kebijakan
pemerintah
dan
merger
dengan
persetujuan DJP
A.03.11Wajib Pajak dapat mengajukan usul permohonan
pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak kepada
Direktur Jenderal Pajak, antara lain dalam hal :
•12 Pajak yang dibayar lebih besar daripada yang
seharusnya terutang
•13 Pajak yang terutang yang dibayarkan oleh wajib
Pajak
sebelum
akta
ditandatangani,
namun
perolehan hak atas tanah dan bangunan tersebut
batal

Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12
(dua belas) bulan sejak diterimanya permohonan harus
memberi keputusan, dapat berupa kurang bayar dengan
menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan bangunan Kurang Bayar atau berupa lebih bayar
dengan menerbitkan Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan bangunan Lebih Bayar atau mengukuhkan
pajak yang terutang tetap dengan menerbitkan Surat
Ketetapan Bea Perolehan Hak atas tanah dan Bangunan
Nihil
Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan
lapangan ataupun kantor, menerbitkan :
a. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
bangunan Lebih Bayar, apabila jumlah pajak yang
dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah pajak
yang terutang atau dilakukan pembayaran pajak
yang seharusnya terutang.
b. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
bangunan Nihil, apabila jumlah pajak yang dibayar
sama dengan jumlah pajak yang terutang
Permohonan kelebihan pembayaran pajak dianggap
dikabulkan apabila dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan
terlampaui. Surat Ketetapan Bea Perolehan Hak atas Tanah
dan Bangunan harus diterbitkan dalam jangka waktu paling
lama 1 (satu) bulan.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya
Surat Ketetapan Bea Perolehan
Hak atas Tanah dan
Bangunan Lebih Bayar.
Apabila
pengembalian
kelebihan
pembayaran
pajak
dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Direktur
Jenderal Pajak memberikan imbalan bunga sebesar 2 % (dua
Persen) sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan
pembayaran pajak.
A.03.11 Referensi untuk seksi ini adalah :
a. UU No.20/2000
b. UU No.21/1997
c. PP No.111 thn. 2000
d. PP No.113 thn. 2000
e. Keputusan Menteri Keuangan No.514/KMK.04/2000
f. Keputusan Menteri Keuangan No.516/KMK.04/2000
g. Keputusan Menteri Keuangan No.517/KMK.04/2000
h. Keputusan Menteri Keuangan No.518/KMK/04/2000
i. Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. KEP-531/PJ/2000