TUGAS AKHIR BAHASA INDONESIA 14

PERBEDAAN SECARA UMUM ANTAR ASURANSI SYARIAH DAN ASURANSI
KONVENSIONAL
Dosen pengampu : ZEIN MUTTAQIEN

Disusun Oleh

Muhammad Afdhal Tirta Rumadaul
Marhaban

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM
FAKULTAS ILMU AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA 2016

14423160
14423155

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini. Tak lupa shalawat serta salam atas

junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah membawa kami dari zaman gelap gulita menuju
ke zaman yang terang benerang.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia yang bertemakan
Perbedaan Secara Umum Antara Asuransi Syariah Dan Asuransi Konvensional . Dimana dalam
makalah ini diharapkan lebih membuka wawasan berpikir dibidang terkait.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi kita semua dan bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan.

Yogyakarta, November 2016

BAB I
PEMBAHASAN
A. Latar Belakang
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui salah satu perangkatnya yang bernama
Dewan Syariah Nasional (DSN), sejak berdirinya pada 1999 adalah tiada hentinya bekerja
keras untuk mengarahkan dan mendakwahkan tumbuh dan berkembangnya ekonomi islam di
Indonesia. DSN telah mengeluarkan puluhan fatwa sebagai pedoman pelaksanaan para pelaku
ekonomi islam,demikian pula dengan rekomendasi maupun tanggapan yang rensponsif atas

berbagai masalah ekonomi bangsa dan pendirian lembaga-lembaga keuangan dan bisnis
syariah. Industri asuransi adalah salahsatunya.
Perkembangan industri asuransi di Indonesia memang belum sepesat Negara-Negara
berkembang lainnya,walaupun pertumbuhan premi bruto cukup baik. Pada tahun 2002
mencapai Rp.30,2 triliun, meningkat 29% dari angka tahun sebelumnya 23.3 triliun.
Sementara itu,kontribusi sektor asuransi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB)
sebagaimana dicerminkan oleh rasio antara premi bruto terhadap PDB ,juga mengalami
kenaikan dari 1,57% pada tahun 2001 menjadi 1,87% pada tahun 2002. Dalam lima tahun
terakhir, pertumbuhan rata-rata premi bruto di industri asuransi adalah 25%.
Sementara itu, perkembangan market share asuransi syariah di Indonesia walaupun
telah memasuki tahun ke -10, pada tahun 2002 baru sekitar 1% dan diperkirakan pada tahun
2004 dapat meningkat mencapai 1,5% sam 2%. Sosialisasi konsep asuransi syariah khususnya
dikalangan pelaku industri asuransi, yang akhir-akhir ini banyak melirik konsep syariah
sebagai salah satu alternatif khususnya bagi asuransi jiwa yang sedang menghadapi negative
spread.
Dalam upaya mendorong perkembangan asuransi syariah,pemerintah telah
mengeluarkan KMK No:426/KMK.06/2003 yang di dalamnya antara lain mengatur
ketentuan-ketentuan tentang asuransi syariah, baik menyangkut persyaratan untuk maupun
konversi ke syariah,membuka cabang syariah,ketentuan tentang ahli asuransi
syariah,pengaturan tentang investasi yang dibenarkan secara syariah, dan sebagainya.


B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara kita untuk memahami dan bisa membedakan antara Asuransi Syariah
dan Asuransi Konvensional dari berbagai aspek

C. Tujuan
Dari rumusan masalah yang kami ambil diatas, maka tujuan dari makalah ini adalah
agar dapat mengetahui dan dapat membedakan antara Asuransi Syariah dan Asuransi
Konvensional dari berbagai aspek.

BAB 2
PEMBAHASAN

A. DEFINISI ASURANSI
a. Asuransi Syariah
Dalam bahasa arab asuransi disebut at-ta’amin, penanggung disebutmu’ammin,
sedangkan tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min. At-ta’min diambil dari kata
aman yang berarti memberi perlindungan, ketenangan, rasa aman, dan bebas dari rasa takut,
sebagaimana firman ALLAH, “ Dialah Allah yang mengamankan mereka yang ketakutan.’’
(Quraisy:4)

Husain Hamid Hasan mengatakan bahwa asuransi adalah sikap ta’awun yang telah
diatur dengan sistem yang sangat rapi, antara sejumlah besar manusia (p.2). Semuanya telah
siap mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa tersebut,
maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan sedikit
pemberian (Derma) yang diberikan oleh masing-masing peserta. Dengan demikian, asuransi
syariah adalah ta’awun yang terpuji, yaitu saling menolong dalam berbuat kebajikan dan
takwa. Dengan ta’awun mereka saling membantu antara sesama, dan mereka takut dengan
bahaya (malapetaka) yang mengancam mereka. (Hisan)
b. Asuransi kovensional
kata asuransi berasal dari bahasa belanda , assurantie, yang dalam buku Belanda
disebut Verzekering yang artinya pertangggungan. Dari peristilahan assurantie kemudian
timbul istilah assurandeur bagi penanggung, dan geassureerde bagi tertanggung (KH Ali
Yafie)
Menurut Robert I. Mehr (1985) asuransi adalah suatu alat untuk mengurangi resiko
dengan menggabungkan sejumlah unit-unit yang berisiko agar kerugian individu secara
kolektif dapat diprediksi. Kerugian yang dapat diprediksi tersebut kemudian dibagi dan
didistribusikan secara proposional diantara semua unit-unit dalam gabungan tersebut.
Mark R. Greene (1984) mendefinisikan asuransi sebagai institusi ekonomi yang
mengurangi resiko dengan menggabungkan dibawah satu manajemen dan kelompok objek
dalam suatu kondisi sehingga kerugian besar yang terjadi yang diderita oleh suatu kelompok

yang tadi dapat diprediksi dalam lingkup yang lebih kecil.
Secara baku, Dewan Asuransi Indonesia (2003) menyatakan bahwa definisi asuransi
di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-Undang Republik Indonesia No.2 Tahun 1992
Tentang Usaha Perasuransian, “ Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua
pihak atau lebih, dimana oihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan
menerima premi asuransi, untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan. Sedangkan, ruang lingkup
Usaha Asuransi, yaitu usaha jasa keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat
melalui pengumpulan premi asuransi, memberi perlindungan kepada anggota masyarakat
pemakai jasa asuransi

B. KONSEP
a. Asuransi Syariah
Menurut Muhammad Syakir Sula(2003) Konsep asuransi syariah adalah suatu
konsep dimana terjadi saling memikul resiko diantara sesama peserta. Sehingga, antara
satu dengan yang lainnya menjadi penanggung atas resiko yang muncul. Saling pikul
resiko ini atas dasar saling menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing
mengeluarkan dana tabarru’ atau dana kebajikan (derma) yang ditujukan untuk
menanggung resiko (p.8). Asuransi Syariah dalam pengertian ini sesuai dengan Al-Qur’an
surah Al-Maa’idah ayat 2, “Tolong-menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan

takwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Muhammad
Syakir Sula, 1996)
b. Asuransi Konvensional
Muhammad Syakir Sula(2004) Konsep Asuransi Konvensional, Usaha Asuransi
adalah usaha jasa keuangan yang mneghimpun dana masyarakat melalui pengumpulan
premi asuransi, untuk memberikan perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai
jasa asuransi terhap kemungkinan terjadinya kerugian karena suatu peristiwa yang tidak
pasti atau terhadap hidup atau meninggalnya seseorang (Sula, 2002)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perjanjian asuransi menyangkut
sesuatu hal yang tidak pasti terjadi. Dan, bila nyata terjadi, tidak serta merta menimbulkan
kewajiban bagi penanggung untuk memberikan ganti rugi bila syarat-syarat yang
diperjanjikan tidak dipeuhi oleh tertanggung. Hubungan debitur dan kreditur dalam
perjanjian asuransi baru terwujud ketika terjadi kesepakatan tentang besarnya ganti rugi
(untuk asuransi kerugian). Dengan demikian, pengakuan bahwa sebab-sebab yang
menimbulkan kerugian terseut dijamin oleh kondisi polis (Rahardjo, 2001)
C. ASSAL USUL
a. Asuransi Syariah
Ad-diyah ‘ala Al-aqilah merupakan istilah yang cukup masyhur dalam kitab kitab
fiqih, yang dianggap oleh sebagian ulama sebagai cikal-bakal konsep asauransi
syariah.Al-aqilah berasal dari kebiasaan suku arab jauh sebelum islam datang (571 M)

(Murtadah Mutahhari, 1995, p.312). Al-aqilah bahkan tertuang dalam konstitusi pertama
di Dunia, yaitu diuat langsung oleh Rasulullah Saw yang dikenal dengan konstitusi
Madinah (622 M). Al-aqilah sudah menjadi kebiasaan suku arab sejak zaman dulu. Yaitu,
jika salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan
dibayar uang darah (ad-diyah) sebagai kompensasi sebagai saudara terdekat dari
pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh tersebut disebut Aqilah (Billah, 2001)
Ibnu Hajar al-asqalani dalam kitabnya Fathul Bari (1979) mengatakan bahwa
pada perkembangan selanjutnya, dengan datangnya islam, sistem aqilah disahkan oleh
Rasulullah menjadi bagian dalam hukum islam. Argumentasi ini kata al-Asqalani, dapat
dilihat dalam hadist Nabi saw. Ketika terjadi pertengkaran antara dua wanita dari suku
Husail (al-Aqsani, 1979)
b. Asuransi Konvensional
Jika ditelusuri dalam buku-buku klasik asuransi, maka akan ketemu keterangan
bahwa asal muasal dari asuransi konvensional adalah dari kebiasaan masyarakat
Babilonia 4000-3000 SM yang dikenal dengan perjanjian Hammurabi, dikumpulkan oleh

Raja Babilonia dalam 282 ketentuan (Code Of Hummarabi) pada tahun 2250 SM (G,
1971)
Kemudian berkembang menjadi praktik perjanjian Bottomory (Bottomory
Contract) sekitar 1600-1000 SM yang dipraktekan di Masyarakat Yunani Praktik

perjanjian ini selanjutnya berkembang ke Roma, India, Italia, Eropa dan Amerika. Sejalan
dengan perkembangan perdagangan dan industri di Inggris pada tahun 1668 M di Coffe
House London berdirilah Lloyd of London yang menjadi cikal bakal asuransi konvensioal
yang tersebar ke berbagai penjuru dunia hingga saat ini (Vardit, 1985)
D. SUMBER HUKUM
a. Asuransi Syariah
Sumber hukum dari asuransi syariah adalah syariat islam, sedangkan sumber
hukum dari syariat islam adalah Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’, Fatwa DSN MUI, Qiyas,
Istihsan, ‘Urf (baca kitab muhammad Abu Zahro, Ushul Al-Fiqih). Al-Qur’an dan sunnah
atau kebiasaan Rasulullah merupakan sumber utama dari hukum islam. Oleh karena itu,
dalam menetapkan prinsip-prinsip maupun praktik dan operasional dari asuransi syariah,
parameter yang senantiasa menjadi rujukan adalah syariah islam. Firman Allah sebagai
berikut :
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (NYA), dan ilil
amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benarbenar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama
(bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (an-Nisaa’:59)
As-Suyuti menyatakan bahwa Terdapat 500 ayat dalam Al-Qur’an yang
membahas tentang hukum, terdapat sejumlah ayat Allah dalam Al-Qur’an yang
menentukan Validitas kontrak Asuransi. Kontrak asuransi terdiri dari elemen saling

kerjasama. Hal tersebut merupakan janji yang mengikat yang meletakan kedua
penanggung dan yang ditanggung berdasarkan prinsip umum perjanjian. (As-Suyuti,
1984)
b. Asuransi Konvensional
Asuransi konvensional sumber hukum didasarkan pada pikiran manusia dan
kebudayaan. Modus operasi pada asuransi syariah harus sejalan dengan prinsip syariah,
sementara modus operasi pada asuransi konvensional didasarkan atas hukum positif,
hukum alami dan contoh sebelumnya (Sula, 2002)
Kontrak pada asuransi konvensional didasarkan atas prinsip umum perjanjian,
tetapi ada beberapa aspek dari asuransi yang membedakan kontrak asuransi dengan
lainnya. Kebanyakan kontrak bisnis komersial adalah bilateral dalam sifat hukum. Pihakpihak yang terlibat secara adil terbebani untuk melaksanakan kontrak.
Sebaliknya, polis asuransi adalah perjanjian secara sepihak. Karena itu, kontrak
asuransi mengikat hanya pada pengasuransi untuk memenuhi klaim yang ditanggung,
sedngkan yang diasuransi tidak bisa diminta secara sah untuk melanjutkan pembayaran
premi setelah premi pertama dibayar. Tetapi, untuk tujuan klaim terhaadap kerugian, yang
ditanggung harus melanjutkan pembayaran premi. (George, 1987)
E. BERSIH DARI “MAGHRIB” (MAISIR, GHARAR, DAN RIBA’)
a. Asuransi Syariah

Asuransi syariah baik yang life insurance (jiwa) maupun general insurance

(kerugian) telah terbebas daroi hal-hal yang diharamkan oleh para ulama yaitu bersih dari
adanya “maghrib”. Hal ini dapat dilihat dalam sistem operasional yang dilakukan.
Dimana didalam mekanisme pengelolaan dananya dapat memisahkan antara rekening
dana peserta dengan rekening tabarru’. Tujuan dari pemisah ini untuk menghindarkan
adanya pencampuran dana. Sehingga, asuransi syariah (life insurance) dapat terhindar
dari maisir dan gharar. Adapun masalah Riba’ baik dalam praktik kerugian maupun jiwa
dapat dielimilir dengan menggunakan instrumen syariah sebagai pengganti sistem riba’
misalnya mudharabah, wadiah, wakalah, dan sebagainya (Sula, 2002)
Dalam keterangan diatas, dapat dipahami bahwa pada prinsipnya sistem dan
operasional asuransi syariah yang ada saat ini dapat menghindari hal-hal yang oleh para
ulama diharamkan dalam asuransi konvensional.
b. Asuransi Konvensional
Dewan Hisbah PERSIS dalam sidang yang ke-12 tanggal 26 juni 1996,
memberikan kesimpulan hukum tentang asuransi konvensional sebagai berikut
1. Semua asuransi konvensional yang ada saat ini mengandung unsur Maisir,
Riba’ dan Gharar
2. Sedangkan maisir, gharar dan riba hukumnya haram
3. Adapun Takaful, dapat dijadikan sebagai alternatif prngganti (asuransi
syariah), dengan catatan Takaful masih harus terus berusaha
menyempurnakan apa yang telah ada.

Sementara itu, para ulama Majelis Tarjih Muhammadiyah membagi asuransi
kedalam dua kategori. Pertama, Asuransi yang lebih kuat dimensi spekulatifnya dan
dianalogikan pada perjudian, hukumnya haram. Oleh sebab itu, asuransi kecelakaan
menurut Tarjih Muhammadiyah hukumnya Haram. Kedua, asuransi yang lebih kuat pada
dimensi tolong-menolongnya, hukumnya ibahah. Karena itu, asuransi dana pensiun
pegawai negri atau asuransi beasiswa, hukumnya ibahah. (Fathurrahman Djamil, p.138)
Syeikh Yusuf-Qaradhawi mengatakan bahwa asuransi itu hukumnya haram
mutlak. Ia berargumentasi bahwa asuransi itu sama dengan judi, karena tertanggung
mengharapkan harta jaminanatau tanggungan melebihi jumlah oembayaran preminya.
Oleh sebab itu, dalam asuransi tersebut juga ada unsur ribanya. Kemudian dalam asuransi
itu ada unsur ketidakjelasan (gharar) perhitungan uang yang akan diberikan, karena
sangat tergantung pada perkembangan saat tanggungan itu harus dibayarkan penanggung
(Muslihudidin, 1969)
F. AKAD (PERJANJAJIAN)
a. Asuaransi Syariah
Akad yang digunakan pada asuransi syariah adalah tijarah dan atau akad
tabarru’. Akad tijarah yang dimaksud adalah semua bentuk akad yang dilakukan untuk
tujuan komersial misalnya Mudharabah, wadiah, wakalah dan sebagainya. Sedangkan
akad tabarru’ adalah semua bentuk yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolongmenolong, bukan semata untuk tujan komersial (Syakir Sula,Muhammad, 2004, p.301)
Selain itu, ketinggian martabat orang yang membantu saudara-saudaranya
digambarkan dalam hadist Nabi, berikut:
“Barangsiapa yang memenuhi hajat saudaranya, Allah akan memenuhi
hajatnya.” (HR Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud)
b. Asuransi Konvensional
Akad pada asuransi konvensional adalah akad mu’awadhah (1) suatu perjanjian
dimana pihak yang memberikan sesuatu kepada pihak lain,berhak menerima penggantian
dari pihak yang diberinya. Berbeda denan tabarru’ dimana pemberi dengan ikhlas

memeri sesuatu tanpa ada keinginan untuk menerima apapun dari pihak yang menerima,
kecuali kebaikan dari Allah. Disebut akad mu’awadhah karena msing-massing dari kedua
belah pihak yang berakad, penanggung dan tertanggung memperoleh pengganti dari apa
yang telah diberikannya. Penanggung memperoleh premi-premi asuransi sebagai
pengganti dari uang pertanggungan yang telah dijanjikan pembayaran. Sdangkan
tertanggung memperoleh uang tertanggungan jadi, jika terjadi peristiwa atau bencana,
sebagai pengganti dari premi-premi yang telah dibayarkannya. Ciri-ciri lain dari akad
asuransi konvensional adalah akad idz’aan-penundukan (2). Dalam perjanjian ini
terjadi ketidakadilan karena tidak seimbang, dimana pihak yang kuat adalah pihak
perusahaan asuransi. Pihak penanggunglah yang menentukan syarat-syarat yang tidak
dimiliki tertanggung. Jika ia (tertanggung) ingin asuransi, maka ia harus memenuhi
syarat-syarat yang tidak dimiliknya. Syarat-syarat tersebut umumnya bersifat waktu, dan
sebagiannya sering dicampuci oleh teks-teks undang-undang asuransi yang melindungi
tertanggung dari penganiayaan ddan kesewenang-wenangan penanggung (perusahaan
asuransi)
Selanjutna Husain Hamid Hisan mengatakan bahwa akad asuransi konvensional
adalah akad Gharar (3) dan ciri yang terakhir dari akad asuransi konvensional adalah
Akad Mulzim (4) artinya perjanjian yang wajib dilaksanakan oleh kedua pihak, baik
pihak penanggung maupun pihak tertanggung. Kedua kewajiban ini adalah kewajiban
tertanggung membayar premi-premi asuransi, dan kewajiban penanggung membayar
uang asuransi jika terjadi peristiwa yang diasuransikan. (Hisan)

G. PENGELOLAAN DANA
a. Asuransi Syari’ah
Pada asuransi sayriah (life insurance), untuk produk-produk yang mengandung
saving atau tabungan, dana yang dibayarkan peserta langsung dibagi dalam dua rekening,
yaitu rekening peserta dan rekening tabarru’ . kemudian total dana diinvestasikan, dan
hasil investasi dibagi secara proposional antara peserta dengan perusahaan (pengelola)
berdasarkan skim bagi hasil yang telah ditetapkan sebelumnya.
Akumulasi dana ditambah hasil investasi yang ada direkening dana peserta
dibayarkan apabila :
1. Perjanjian berakhir
2. Peserta mengundurkan diri
3. Peserta meninggal dunia
Sedangkan, akumulasi dana di rekening tabarru’ yang telah diniatkan secara
ikhlas sebagai dana tolong-menolong jika ada sesama peserta yang mengalami musibah,
hanya dibayarkan jika peserta mengalami musibah meninggal. Dampak yang paling
penting dari mekanisme pengelolaan dana asuransi syariah adalah dalam operasionalnya
dapat menghilangkan faktor gharar,maisir dan riba’ (Muhammad Syakir Sula, 1996)
b. Asuransi Konvensional
Sementara itu, mekanisme pengelolaan dana pda asuransi konvensional atidak
ada pemisahan antara dana peserta dan dana tabarru’. Semua bercampur menjadi satu dan
dana tersebut tercatat sebagai dana perusahaan. Perusahaan bebas mengelola dan
menginvestasikan kemana saja tanpa ada pembatasan halal ataupun haram.
H. INVESTASI DANA
a. Asuransi Syariah

Salah satu ciri lain yang sangat prinsip dari sudut pandang syariat islam dalam
asuransi sayriah adalah investasi dari dana-dana yang terkumpul dari peserta hanya
dibenarkan melalui instrumen yaang menggunakan akad yang sesuai dengan syariat islam.
Sebagaimana firman Allah:
“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baikdari apa yang terdapat
dibumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, karena sesunguhnya
setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (al-Baqarah:168)
Allah telah memerintahkan kepada orang-orang yang beriman agar memperoleh
keuntungan dari sesamanya hanya dengan jalan perniagaan (baik perniagaan barang atau jasa)
yang berlaku secara ridha sama ridha. Kemudian, dengan melakukan perniagaan, islam juga
mengharuskan untuk berbuat adil tanpa memandang bulu, termasuk kepada pihak yang tidak
disukai. Karena oang yang adil akan lebih dekat dengan takwa (Pontjowinoto, 2003)
Oleh karena itu, asuransi sayriah dalam menginvestasikan dananya hanya kepada
bank-bank syariah, BPRS, Obligasi Syariah, Pasar Modal Syariah, Leasing Syariah,
Pegadaian Syariah serta instrumen bisnis syariah lainnya. Ketika Asuransi Syariah melakukan
investasi secara direct ‘langsung’ sesuai persentase yang dibenarkan unang-undang atau
peraturan pemerintah, maka itupun harus menggunakan sistem bagi hasil atau sistem lainnya
yang ada dalahm perniagaan yang islami.
Dalam Keputusan Mentri Keuangan (KMK) yang baru telah diatur pembatasan atas
kekayaan investasi untuk perusahaan asuransi dan perusahaan reasuransi yang menggunakan
prinsip-prinsip syariah sebagai berikut :
1. Investasi dalam bentuk deposito berjangkan dan bersertifikat deposito pada bank,
tidak melebihi 20% dari jumlah investasi
2. Investasi dalam bentuk saham yang emitmennya adalah badan hukum indonesia,
untuk setiap emitmen, masing-masing tidak melebihi 20% dari jumlah investasi.
3. Investasi dalam bentuk obligasi dan Medium Term Notes yang emitmennya
adalah badan hukum indonesia, untuk setiap emitmen, masing-masing tidak
melebihi 20% dari jumlah investasi.
4. Investasi dalam bentuk unit penyertaan reksadana, untuk setiap penerbit tidak
melebihi 20% dari jumlah investasi .
5. Investasi dalam bentuk pernyataan langsung, seluruhnya tidak melebihi 10% dari
jumlah investasi
6. Investasi yang ditempatkan dalam bentuk bangunan dengan hak strata atau tanah
dengan bangunan, seluruhnya tidak melebihi 20% dari jumlah investasi.
7. Investasi dalam bentuk pinajamn polis besarnya tidak melebihi 80% dari nilai
tunai polis yang bersangkutan.
8. Investasi dalam bentuk pembiayaan keemilikan tanah dan bangunan, kendaraan
bermotor, dan barang modal dengan skema mudharabah, seluruhnya tidak
melebihi 30% dari jumlah investasi. Masing-masing unit untuk setiap tanah dan
bangunan, kendaraan bermotor, dan barang modal lainnya tidak melebihi 1% dari
jumlah investasi.
9. Investasi dalam bentuk pembiayaan modal kerja dengan skema mudharabah
seluruhnya tidak melebihi 30% dari jumlah investasi dengan ketentuan besarnya
setiap pinjaman tidak melebihi 75% dari niali jaminan terkecil diantara nilai yang
telah ditetapkan oleh lembaga penilai yang terdaftar pada instansi yang
berwenang dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
b. Asuransi Konvensioanl
Dalam hal investasi, salain mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP), perusahaan
juga harus memperhatikan ketentuan investasi yang tertuang dalam Keputusan Mentri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuanagn
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi, pasal 10: kekayaan yang diperkenankan

harus memiliki dan dikuasai oleh perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi, dalam
bentuk : (a) investasi, (b) bukan investasi.
Semua aasuransi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan keputusan mentri
keuangan, dilakukan berdasarkan sistem bunga. Sementara bunga (riba) termasuk transaski
yang terlarang dalam syariat islam. Karena pada asuransi konvensional tidak ada Dewan
Pengawan Syariah (DPS), maka perusahaan bebas melakukan investasi tanpa ada pembatasan
halal atau haram.
I.

SISTEM AKUNTANS
a. Akuntansi Syariah
Perbedaan yang paling mendasar antara asauransi syariah dan konvensional
dalam bidang akuntansi adalah pada penggunaan Cash Basis atau Accrual Basis. Pada
akuntansi syariah lebih cenderung menggunakan cash basiss dari pada acrual basiss,
dengan pertimbangan-pertimbangn syar’i . sistem accrual basiss dianggap bertentangan
syariah karena telah mengetahui adanya pendapatan, harta, beban, atau utang yang akan
terjadi dimasa yang akan mendatang. Padahal yang akan terjadi tersebut belum benarbenar terjadi, bisa terjadi dan bisa tidak terjadi.
Sebagai contoh, premi suransi benar-benar diakui sebagai pendapatan jika
uangnya sudah diterima secara tunai. Sedangkan pada asuransi konvensional (khususnya
General insurance) premi asuransi diakui sebagai pendapatan meskipun premi asuransi
belum dibayarkan. Demikian juga beban Retakaful diakui sebagai utang sampai angsuran
atau premi takaful dibayarkan. Beban retakaful diakui sebagai pendapatan jika premi
dibayar lebih awal. Hal ini berbeda dengan asuransi konvensional, dimana beban
reasuransi selama masa perjanjian diakui sebagai asuransi awal yang dikover.
b. Asuransi Konvensional
Konsep akuntansi yang diterapkan pada asuransi konvensional adalah accrual
basiss. Pada praktek Akunting asuransi konvensional, premi asuransi yang bertambah
dianggap sebagai pendapatan pada tanggal berlakunya polis pertaanggungan, sekalipun
premi belum dibayar. Keuntungan investasi dan pendapatan lain juga dianggap sebagai
pendapatan. Hal ini berarti keuntungan yang dilaporkan atau dihitung adalah sebenarnya
dokumen atau keuntungan yang belum terealisasikan, karena pada hakikatnya uangnya
sebetulnya belum diterima secara aktual oleh kas.
Pada bagian lain Drajad Wibowo, ekonom INDEF mengungkapkan bahwa
Accrual Basiss merupakan penyeba awal terjadinya kasus Worldcom, Enron dan lain
sebagainya. Dan sistem Accrual ini kata Wibowo memang sangat berpotensi mengelabui
publik.

J. KEUNTUNGAN (PROFIT)
a. Asuransi Konvensional
Pada suransi konvensional sebagaimana lazimnya semua industri asuransi,
keuntungan yang diperoleh dari surplus underwriting, komisi reasuransi, dan hasil
investasi. Dalam satu tahun (untuk asuransi kerugian) adalah keuntungan perusahaan, dan
menjadi milik perushaan yang kelak dalam RUPS akhir tahun dibagikan kepada
pemegang saham atau dikembalikan lagi kepada perusahaan sebagai pernyetaan modal.
Sedangkan pada asuransi jiwa, keuntungan yang sebagian besar diperoleh dari
hasil investasi, baik investasi melalui deposito bank, maupun instrumen investasi lainnya,
termasuk direct invesment, semuanya menajdi keuntungan perusahaan, dan dibagikan
kepada mepegang saham secara proporsinal pada akhir tahun atau dikembalikan lagi ke
perusahaan dalam bentuk pernyetaan modal (Muhammad Syakir Sula, 1996)
b. Asuransi Syariah
Profit (laba) pada aasuransi syariah untuk asuransi kerugian, yang diperoleh dari
surplus underwriting, konisi reasuransi, dan hasil investasi, bukan seluruhnya menajdi

milik perusahaan sebagaimana yang diterapkan oleh asuransi konvensional. Tetapi,
dilakukan bagi hasil (al-mudharabah).
Sedangkan pada asuransi jiwa, yang karakteristik bisnisnya sangat tergantung
pada hasil investasi, profit yang diperoleh daari hasil investasi, yang dilakukan melalui
instrumen investasi yang dibenarkan secara syar’i, dilakukan juga bagi hasil (almudharabah) sebagaimana asuransi kerugian diatas , sesuai skim bagi hasil yang
diperjanjikan.
Besarnya bagi hasil sangat tergantung kondisi perusahaan. Semakin sehat dan
esar profit yang diperoleh perusahaan, semakin besar juga porsi bagi hasil yang diberikan
kepada peserta. Skim bagi hassil ( 50:50, 60:40, 70:30, 80:20 atau 90:10 ) biasanya
dievaluasi setiap periode tertentu misalnya 2 atau 3 tahun sekali manakala perusahaan
mengalami perubahan yang cukup signifikan (untung atau rugi)
K. VISI DAN MISI
a. Asurasni konvensional
Secara garis besar dapat disederhanakan bahwa ada dua misi utama asuransi
yaitu, (1) misi ekonomi dan (2) misi sosial.
1. Misi Ekonomi
Asuransi dapat memberikan manfaat ekonomi, misalnya rasa aman karena
risiko kerugian (jiwa maupun barang/benda) ada yang menanggung, dan dapat
melakukan efisiensi dikala harus mengeluarkan biaya besar. Juga dapat membuat
perencanaan keuangan untuk hari depan disaat kita tidak produktif lagi. Pasalnya,
sudah ada persiapan keuangan yang telah disiapkan jauh hari sebelumnya.
2. Misi Sosial
Asuransi juga tidak dapat dipungkiri, mengemban misi sosial. Misalnya,
asuransi sosial jaminan tenaga kerja (JAMSOSTEK), asuransi pensiun (pegawai
negeri), asuransi jasa raharja, dan sebagainya.
Jhon H.Magee dalam General Insurance mengatakan bahwa jaminan sosial
merupakan “asuransi wajib”, karena itu setiap orang atau penduduk harus
memilikinya. Jaminan ini bertujuan supaya setiap oang mempunyai jaminan untuk
hari tua. Bentuk ini dilakukan dengan “paksa”, misalnya dengan memotong gaji
pegawai sekian persen setiap bulan (misalnya 10%)
Asuransi yang mengemban misi sosial seperti ini, baik di Negara-negara
maju maupun berkembang , biasanya perusahaan asuransi sosial tersebut milik
pemerintah. Karena, institusinya didirikan bukan untuk kepentingan komersil atau
mengejar profit, tapi lebih dominan fungsi sosialnya. Karena itu, asuransi seperti ini
selalu mendapat subsidi dari pemerintah, dan pegawainya adalah pegawai
pemerintah.
b. Asuransi Syariah
Faktor terakhir yang membedakan antara asuransi syariah dan asuransi
konvensional adalah dari segi Misi dan Visi. Misi dan Visi yang diemban dalam
pengembangan ekonomi syariah umumnya dan asuransi syariah pada khususnya
adalah (1) misi aqidah, (2) misi ibadah(ta’awun), (3) misi ightishodi ‘ekonomi’, (4)
misi keumatan (sosial).
1. Misi aqidah

Asuransi(takaful) syariah membawa misi untuk membersihkan umatnya
dari prektek-prektek muamalah yang bertentangan dengan syariatNYA. Oleh
karena itu, ladsan iman dan komitmen syariah yang mendasari pemikiran akan
perlunya lembaga perasuransian yang sesuai dengan ketentuan Allah. Asuransi
dengan prinsip-prinsip syariah pada hakikatnya adalah manifestasi tahkim pada
aturan menjamin kesucian dan ketakwaan (Sula, Misi Takaful Dalam
Membangun Ekonomi Umat Di Indonesia, 1996)
2.

Misi ibadah (Ta’awun)
Asuransi syariah adalah asuransi yang bertumpu pada konsep tolong
menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (wata’awanu’alal birri wattaqwa), dan
perlindunga (at-ta’amin) dan juga menjadikan semua peserta sebagai keluarga
besar yang saling menanggung (Sula, Misi Takaful Dalam Membangun Ekonomi
Umat Di Indonesia, 1996)

3. Misi Ightishodi (Ekonomi)
Dalam konteks umat, usaha asuransi takaful adalah mencari keuntungan
ekonomis bagi peningkatan kesejahteraan dan perjuangan umat, membangun
jaringan ekonomi umat. Terutama memperkuat basis lapisan ekonomi menengah,
selain dalam upaya menegakan syariat islam di bidang ightishodiyah ‘ekonomi’
dan menciptakan kultur ekonomi yang islami (Fadillah, 1995)
4. Misi Pemedayaan Umat
Sebagaimana misi yang diemban assuransi umumnya, pada suransi
syariah misi mengemban beban sosial terasa lebih melekat pada dirinya, melalui
produk-produk yang khususnya dirancang untuk lebih mengarah pada
kepentingan sosial dan pemberdayaan umat dariapada kepentingan komersial.
Keberdayaan asuransi takaful (asuransi syariah) ditinjau dari sisi
ekonomi jelas memperkuat jaringan ekonomi umat, terutama untuk
memperkokoh baris ekonomi menengah umat. Sebagai suatu jaringan, bersama
sama dengan bank muamalat dan bank umum syariah lainnya, BPRS, BMT, dan
lembaga-lembaga syariah lainnya. Semuanya diharapkan mampu menciptakan
iklim ekonomi yang kondusif bagi kebangkitan kaum kewirausahaan muslim
(Sula, Misi Takaful Dalam Membangun Ekonomi Umat Di Indonesia, 1996)
Jika melihat prinsip dan sistem operasional takaful (dan asuransi syariah
lainnya), akan mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa jasa
perasuransianini tidak bekerja semata-mata dari sudut kepentingan yang bersifat
materi. Secara lebih luaas, kehadiran asuransi Islam ini pun membawa misi
pemberdayaan umat (ekonomi dan sumber daya manusia) serta pencerahan
kultural (Arqam, 2001)

BAB III
KESIMPULAN

No.
1.

Prinsip
Konsep

2.

Asal Usul

3.

Sumber Hukum

4.

“Maghrib”
(Maisir, Gharar,
dan Riba)

6.

Akad

8.

Pengelolaan dana

9.

Investasi

Asurasi Konvensional
Perjanjian antara dua belah
pihak ataulebih, dengan
mana pihak penanggung
mengikat diri kepada
tertanggung, dengan
menerima premi asuransi,
untuk memberikan
pergantian kepada
penanggung.
Dari masyarakat Babilonia
4000-3000 SM yang dikenal
dengan perjanjian
Hammurabi. Dan tahun1668
SM di coffe House London
berdirilah Lloyd of London
sebagai cikal bakal asuransi
konvensional.
Bersumber dari pikiran
manusia dan kebudayaan.
Berdasarkan Hukum positif,
Hukum alami, dan contoh
sebelumnya.
Tidak selaras dengan syariah
islam karena adanya
Maisir,Gharar, dan Riba; hal
yang diharamkan dalam
muamalah.
Akad jual beli (akad
mu’awadhah, akad idz’aan,
akad gharar, dan akad
mulzim).
Tidak ada pemisahan dana,
yang berakibat [ada
terjadinya dana hangus
(untuk produk saving-life).

Bebas melakukan investasi
dalam batas-batas ketentuan
perundang-undangan, dan
tidak terbatasi pada halal

Asuransi Konvensional
Sekumpulan orang yang saling
membantu, saling menjamin, dan
bekerja sama, dengan cara masing
masing mengeluarkan dana tabarru’.

Dari AL-Aqilah, kebiasaan suku Arab
jauh sebelum Islam datang, kemudian
disahkan oleh Rasulullah menjadi
hukum islam, bahkan telah tertuang
dalam konstitusi pertama di dunia
(konstitusi Madinah) yang dibuat
langsung Rasulullah.
Bersumber dari wahyu ilahi. Sumber
hukum dalam syariah islam adalah AlQur’an, Sunnah tau kebiasaan rasul,
Ijma’, Fatwa sahabat, Qiyas, Istihsan,
‘Urf ‘tradisi’, dan Mashalih Mursalah.
Bersih dari adanya praktek Gharar,
Maisir, dan Riba.

Akad tabarru’ dan akad tijarah
(mudharabah, wakalah, wadiah,
syirkah, dan sebagainya).
Pada produk-produk saving(life) terjadi
pemisahan dana, yaitu dana tabarru’
derma’ dan dana peserta, sehingga tidak
mengenal istilah dana hangus
sedangkan untuk term insurance (life)
dan general insurance semuanya
bersifat tabrru’.
Dapat melakukan investasi sesuai
ketentuan perundang-undangan,
sepanjang tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip syariah islam, bebas dari

14.

Sistem akuntansi

15.

Keuntungan
(profit )

16.

Misi & visi

haramnya obyek atau sistem
investasi yang digunakan.
Menganut konsep akuntansi
accru-al basis, yaitu proses
akuntansi yang mengakui
terjadinya peristiwa atau
keadaan nonkas. Dan
mengakui pendapatan,
peningkatan aset, expenses,
liabilities, dalam jumlah
tertentu yang baru akan
diterima dalam waktu yang
akan datang.
Keuntungan yang diperoleh
dari surplus underwritting,
komisi reasuransi, dan hasil
investasi seluruhnya adalah
keuntungan perusahaan.
Secara garis besar misi utama
dari asuransi konvensional
adalah misi ekonomi dan
misi sosial.

riba dan tempat-tempat inestasi yg
terlarang.
Menganut konsep akuntansi cash basis,
mengakui apa yang benar- benar telah
ada, sedangkan accrual basis dianggap
bertentanggan dengan syariah karena
mengakui adanya pedapatan, harta,
beban atau utang yang akan terjadi di
masa yang akan datang. Sementara
apakah itu benar-benar dapat terjadi
hanya allah yang tahu.

Profit yang diperoleh dari surplus
underwritting, komisi reasuransi, dan
hasil investasi, bukan seluruhnya
menjadi milik perusahaan tetapi
dilakukan bagi hasil ( mudharabah)
dengan peserta.
Misi yang diemban dalam asuransi
syariah adalah misi aqidah, misi ibadah
(ta’awun), misi ekonomi (iqtishod), dan
misi pemberdayaan umat (sosial).

DAFTAR PUSTAKA

Andi Ihsan Arqam, Asuransi Takaful: pemberdayaan Ummat Dan Pencerahan Kultural, dalam Bunga
Rampai Asuransi Takaful, Kopkar,2001, hal 164.
AS-Suyuti, Itqam Fi Ulumil Qur,an, Abdur Rahman, Shari’ah :The Islamic Law, A.S.Noodeen, Kuala
Lumpur, 1984,hlm. 36. Saya kutip dari MM Billah, Ibid hlm. 47.
Mohd Ma’sum Billah, principles and practices of Takaful And Insurance Compared,
IIUM,Malaysia,2001 hlm. 4.
M.Rizal Fadillah, Tujuh Spektrum Asuransi Takaful, Makalah Seminar Asuransi Takaful, ATK Cabang
Bandung, 1995.
Clayton G, British Insurance. Elek Book, London, 1971, hlm. 13,21-23. Dalam MM Billah, Ibid hlm. 11.
Rejda, George, E, Principles of Insurance,Foresman and Company,London, 1987,hlm.72.
Husain Hamid Hisan, Hukmu asy-syarii’ah al-islamiyyah fii ‘uquudi at-ta’miin ,Darul I’tisham,Kairo,
hlm.2.
Muhammad Syakir Sula, Misi Takaful Dalam Membangun Ekonomi Umat di Indonesia, Pondok
Pesantren Fi Zhilal Al-Qur’an (makalah), Bandung, 1996, hlm 3.
Muhammad Muslihuddin, Insurance and Islamic Law, 1969, Islamic Publication, Lahore hlm 143.
Iwan P. Pontjowinoto, Prinsip Syariah di Pasar Modal, Pandangan Praktisi, 2003, Modal Publications,
Jakarta hlm. 15-19.
Muhammad Syakir Sula, Prinsip-Prinsip dan Sistem Operasional Takaful Serta Perbedaanya Dengan
Asuransi Konvensional, 2002, AAMAI, Jakarta, hlm. 7-8.
Muhammad Syakir Sula, Misi Takaful Dalam Membangun Ekonomi Umat di Indonesia, Pondok
Pesantren Fi Zhilal Al-Qur’an (makalah), Bandung, 1996, hlm 3.
Vardit, Rispler, Insurance in the World of Islam, Origins, Problems and Current Practice, UMI, USA,
1985, hlm. 15. Lihat juga MM Billah Ibid hlm. 12.
Ahmad Ibnu Hajar al-Asqalani, Fathul Bari, Vol 12 Nashrul Kutub Islamiyah, Lahor, pakistan,1979.
Dalam MM Billah. Ibid hlm. 3-4.