Kedudukan Bahasa Indoensia politik. doc

Kedudukan dan Ragam Bahasa Indonesia
Kedudukan Bahasa Indoensia
Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting, yaitu sebagai
bahasa nasional dan bahasa negara. Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia di antaranya
berfungsi mempererat hubungan antarsuku di Indonesia.
Fungsi ini, sebelumnya, sudah ditegaskan di dalam butir ketiga ikrar Sumpah Pemuda
1928 yang berbunyi “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa
Indonesia”.
Kata ‘menjunjung’ dalam KBBI antara lain berarti ‘memuliakan’, ‘menghargai’, dan ‘menaati’
(nasihat, perintah, dan sebaginya.). Ikrar ketiga dalam Supah Pemuda tersebut menegaskan
bahwa para pemuda bertekad untuk memuliakan bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia.
Pernyataan itu tidak saja merupakan pengakuan “berbahasa satu”, tetapi merupakan
pernyatakan tekad kebahasaan yang menyatakan bahwa kita, bangsa Indonesia, menjunjung
tinggi bahasa persatuan, yaitu bahasa Indonesia (Halim dalam Arifin dan Tasai, 1995: 5). Ini
berarti pula bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa nasional yang kedudukannya
berada di atas bahasa-bahasa daerah.
Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara dikukuhkan sehari setelah
kemerdekaan RI dikumandangkan atau seiring dengan diberlakukannya Undang-Undang
Dasar 1945. Bab XV Pasal 36 dalam UUD 1945 menegaskan bahwa bahasa negara ialah
bahasa Indonesia. Sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa dalam
penyelenggaraan administrasi negara, seperti bahasa dalam penyeelenggaraan pendidikan

dan sebagainya.

Ragam Bahasa
Pengertian Ragam Bahasa
Sebagi gejala sosial, pemakaian bahasa tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor
kebahasaan, tetapi juga oleh faktor-faktor nonkebahasaan, antara lain faktor lokasi geografis,
waktu, sosiokultural, dan faktor situasi. Faktor-faktor di atas mendorong timbulnya
perbedaan-perbedaan dalam pemakaian bahasa. Perbedaan tersebut akan tampak dalam
segi pelafalan, pemilihan kata, dan penerapan kaidah tata bahasa. Perbedaan atau varian
dalam bahasa, yang masing-masing menyerupai pola umum bahasa induk, disebut ragam
bahasa.
Menurut ragam penutur bahasa
A. Ragam daerah : Banyaknya suku dan budaya di Indonesia ini menyebabkan terjadi
beraneka ragam bahasa. Hampir setiap daerah memiliki ciri khas bahasa masing-masing.
Sehingga bahasa Indonesia menumbuhkan banyak varian yaitu varian menurut pemakai
yang disebut sebagai dialek dan varian menurut pemakaian yang disebut sebagai ragam
bahasa.

Dialek dibedakan atas hal ihwal berikut:
1. Dialek regional, yaitu rupa-rupa bahasa yang digunakan di daerah tertentu sehingga

ia membedakan bahasa yang digunakan di suatu daerah dengan bahasa yang
digunakan di daerah yang lain meski mereka berasal dari eka bahasa. Oleh karena itu,
dikenallah bahasa Melayu dialek Ambon, dialek Jakarta (Betawi), atau bahasa Melayu
dialek Medan.
2. Dialek sosial, yaitu dialek yang digunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau
yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Contohnya dialek wanita dan dialek
remaja.
3. Dialek temporal, yaitu dialek yang digunakan pada kurun waktu tertentu. Contohnya
dialek Melayu zaman Sriwijaya dan dialek Melayu zaman Abdullah.
4. Idiolek, yaitu keseluruhan ciri bahasa seseorang. Sekalipun kita semua berbahasa
Indonesia, kita masing-masing memiliki ciri-ciri khas pribadi dalam pelafalan, tata
bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata.
B. Ragam Pendidikan
Ragam pendidikan dapat dibagi atas ragam bahasa baku dan ragam bahasa tidak
baku (ragam bahasa baku dan ragam tidak baku akan diuraikan secara khusus).
Ragam bahasa baku merupakan ragam bahasa yang standar, bersifat formal.
Tuntutan untuk menggunakan ragam bahasa seperti ini biasa ditemukan dalam pertemuanpertemuan yang bersifat formal, dalam tulisan-tulisan ilmiah (makalah, skripsi, tesis,
disertasi), percakapan dengan pihak yang berstatus akademis yang lebih tinggi, dan
sebagainya.
Penggunaan ragam bahasa baku dan tidak baku berkaitan dengan situasi dan kondisi

pemakaiannya. Raga bahasa baku biasanya digunakan dalam situasi resmi, seperti acara
seminar, pidato, temu karya ilmiah, dan lain-lain. Adapun ragam bahasa tidak baku
umumnya digunakan dalam komunikasi sehari-hari yang tidak bersifat resmi.
Fungsi Bahasa Baku
Secara umum, fungsi bahasa baku adalah sebagai berikut.





Pemersatu, pemakaian bahasa baku dapat mempersatukan sekelompok orang
menjadi satu kesatuan masyarakat bahasa.
Pemberi kekhasan, pemakaian bahasa baku dapat menjadi pembeda dengan
masyarakat pemakai bahasa lainnya.
Pembawa kewibawaan, pemakai bahasa baku dapat memperlihatkan kewibawaan
pemakainya.
Kerangka acuan, bahasa baku menjadi tolok ukur bagi benar tidaknya pemakaian
bahasa seseorang atau sekelompok orang.
Ciri-ciri bahasa baku
1. Tidak dipengaruhi bahasa daerah

Contoh :

Baku - Tidak baku
Saya - gue
Merasa - ngerasa
Ayah - bokap
Dimantapkan - dimantapin
2. Tidak dipengaruhi bahasa asing
Contoh :
Banyak guru - banyak guru-guru
Itu benar - itu adalah benar
Kesempatan lain - lain kesempatan
3. Bukan merupakan ragam bahasa percakapan
Contoh :
Baku - Tidak baku
Bagaimana - gimana
Begitu – gitu
Tidak - nggak/gak
Menelpon - nelpon
4. Pemakaian imbuhan secara eksplisit

Contoh :
Baku - Tidak baku
Ia mendengarkan radio - ia denganrkan radio
Anak itu menangis - anak itu nangis
Kami bermain bola di lapangan - Kami main bola di lapangan
5. Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat
Contoh :
Baku - Tidak baku
Sehubungan dengan - sehubungan
Terdiri atas/dari - terdiri
Seorang pasien - seseorang pasien
Dan lain sebagainya - dan sebagainya
Siapa namamu ? - siapa namanya?

6. Tidak mengndung makna ganda, tidak rancu
Contoh :
Baku - Tidak baku
Menghemat waktu - mempersingkat waktu
Mengatasi berbagai ketinggalan - mengejar ketinggalan
7. Tidak mengandung arti pleonasme

Contoh :
Baku - Tidak baku
Para juri - para juri-juri
Mundur - mundur ke belakang
Pada zaman dahulu - pada zaman dahulu kala
Hadirin - para hadirin
8. Tidak mengandung hiperkorek
Contoh :
Baku - Tidak baku
Khusus - husus
Bahasa Tidak Baku
Bahasa tidak baku adalah bahasa yang digunakan dalam kehidupan santai (tidak resmi)
sehari-hari yang biasanya digunakan pada keluarga, teman, dan di pasar.
Ciri-ciri bahasa tidak baku antara lain:








Tidak terpengaruh bahasa daerah;
Tidak dipengaruhi bahasa asing;
Bukan merupakan ragam bahasa percakapan sehari-hari;
Pemakaian imbuhannya secara eksplisit;
Pemakaian yang sesuai dengan konteks kalimat;
Tidak terkontaminasi dan tidak rancu.

Fungsi bahasa tidak baku adalah ntuk mengakrabkan diri dan menciptakan
kenyamanan serta kelancaran saat berkomunikasi (berbahasa)
C. Sikap Penutur
Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur
Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika
lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi,
akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis
juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang
bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur

dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau
bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin

tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat
keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku dipakai dalam :
1. Pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas
memberikan kuliah/pelajaran.
2. Pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen,
dengan pejabat.
3. Komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang.
4. Wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.
Ragam Bahasa Menurut Pokok Pesoalan Atau Bidang Pemakaian
Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam
membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa
yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan
bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang
digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam
lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang
digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah
laras bahasa.
Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah
kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid,

gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama. Koroner, hipertensi,
anemia, digunakan dalam bidang kedokteran. Improvisasi, maestro, kontemporer banyak
digunakan dalam lingkungan seni. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok
persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimatkalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran atau
majalah dan lain-lain.