Hukum dan kebijakan publik Uma

MAKALAH
HUKUM DAN KEBIJAKAN PUBLIK
“Analisis Peraturan Presiden No. 51 tahun 2014 mengenai Reklamasi Teluk
Benoa”

Dosen Pengampu : Dr. Drs. A. A. KT. Sudiana, SH.,A.Ma.,MH
Oleh

:
Nama

: Ni Made Santhi Wintari

Semester

: V Reguler

Npm

: 1404742010024


1

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul…………………………………………………………………………... 1
Daftar Isi…………………………………………………………………………………… 2
Bab I Pendahuluan……………………………………………………………………….. 3
1.1

Latar Belakang…………………………………………………………… 3

1.2

Rumusan Permasalahan………………………………………………….. 5

Bab II Pembahasan……………………………………………………………………… 6
2.1


Penjelasan mengenai Perpres No.51 Tahun 2014………………………... 6

2.2

Relasi Konsep Ajeg Bali dengan Perpres No.51 Tahun 2014…………….. 7

Bab III Penutup…………………………………………………………………………... 9
3.1

Kesimpulan………………………………………………………………... 9

Daftar Pustaka……………………………………………………………………………... 10

2

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebagai bagian dari gugusan kepulauan Nusantara, Pulau Bali termasuk salah satu dari
ke-27 provinsi Republik Indonesia. Bali terkenal akan keindahan panorama alamnya yang alami

nan eksotis. Selain itu Bali merupakan cerminan dari warisan budaya Hindu yang amat kental.
Tidak heran apabila Bali dijuluki sebagai “surga pariwisata”. “Anggapan tersebut dibangun atas
wacana orientalis yang ingin melihat Bali sebagai “museum hidup” budaya Hindu-Jawa di
tengah negeri Islam terbesar di dunia.”1 Tidak dapat dipungkiri bahwa pariwisata menjadi jalan
untuk meningkatkan taraf hidup orang Bali, pun tanpa merombak pola hidup tradisional mereka.
Namun patut diingat bahwa “tujuan pariwisata” Bali, yang kini nampak sebagai sesuatu
yang tak terelakkan, baik dimata orang Bali sendiri maupun di mata para wisatawan ialah bahwa
pariwisata merupakan hasil dari sejarah yang khas, dan dari keputusan-keputusan tertentu.
Darimana datangnya keputusan itu salah satunya disebabkan oleh karena factor historis Bali
yang pernah dijajah oleh Hindia Belanda. Pada saat itu pemerintah colonial Hindia Belanda
memperkenalkan Bali di mata dunia lewat seni tradisonal-nya seperti tarian. Tidak heran bila
Bali bisa dikatakan lebih terkenal daripada Indonesia.
Isu yang paling hangat menimpa Bali saat ini ialah mengenai reklamasi yang akan
dilakukan di Teluk Benoa di daerah Bali. “Teluk Benoa terletak di sisi tenggara pulau Bali, dan
direncanakan untuk direklamasi tepatnya adalah Pulau Pudut. Reklamasi direncanakan seluas
838ha dengan ijin pengelolaan PT TWBI selama 30 tahun, dan pembangunan berbagai objek
wisata di atasnya.”2
Tentu saja hal ini menimbulkan polemik akibat adanya pihak pro dan kontra atas
berbagai pertimbangan jika proyek reklamasi di bangun. Pihak kontra mendasari argumennya
merujuk pada Pasal 93 Peraturan Presiden 45/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan

Perkotaan Sarbagita yang menyebutkan bahwa Teluk Benoa adalah kawasan konservasi.
Mereklamasi kawasan konservasi artinya melanggar peraturan tersebut, terlebih banyak
1

1

Picard, Michael. Tourisme culturel et culture tourisque. Editions I’Harmattan. Paris:1992
www.forbali.org/faq-2/ (Di akses pada 01/11/2014 pukul 10.12)
3
Ibid
2

3

dampak negatif yang akan berdampak bagi kelangsungan ekosistem maupun kehidupan
masyarakat. Sedangkan pihak pro beranggapan bahwa reklamasi ialah demi untuk kemajuan dan
masa depan Bali, dan mereklamasi Bali ialah legal hukumnya, hal ini sesuai dengan Perpres No.
51/2014.
Pada tanggal 30 Mei 2014 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani
Perpres No. 51 tahun 2014. Inti dari Perpres ini adalah berubahnya status Teluk Benoa dari

kawasan konservasi perairan menjedi kawasan pemanfaatan umum dan diijinkannya reklamasi
seluas maksimal 700 hektar.3
Dalam melakukan reklamasi tentu banyak aspek yang mesti diperhatikan. Mengingat
kawasan pantai adalah kawasan yang seharusnya bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Apabila pantai direklamasi tentu saja fungsi pantai sebagai public space bagi suatu
masyarakat/kota tidak dapat berjalan seperti sediakala. Kawasan yang telah direklamasi seakanakan telah berubah menjadi milik pribadi. Investor yang melakukan pengurukan lahan rawa atau
laut akan merasa memilikinya. Jika sudah begitu maka masyarakat akan merasa dirugikan.
Belum lagi timbulnya kekhawatiran akan bencana seperti banjir misalnya.
Munculnya pelbagai macam gerakan penolakan reklamasi Teluk Benoa kian ramai.
Gerakan tersebut sebagai bentuk respon masyarakat terhadap Perpres No.51/2014. Produk nyata
dari gerakan ini dalam menyuarakan hak-hak masyarakat Bali berupa poster, spanduk, lagu,
konser musik, akun-akun media sosial yang bersedia menampung aspirasi sekaligus
mengampanyekan penolakan reklamasi.
1.2 Rumusan Permasalahan
1. Bagaimana penjelasan mengenai Perpres No.51/2014?
2. Bagaimana relasi Konsep Ajeg Bali dengan Perpres No.51/2014?

4

BAB II

PEMBAHASAN

2.1

Penjelasan Mengenai Perpres 51 Tahun 2014
Menurut UU No.51/2014 “tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar,

Badung, Gianyar, dan Tabanan.” Salah satu poun terpenting dari aturan tersebut adalah
mengubah peruntukan Perairan Teluk Benoa dari kawasan konservasi perairan menjadi zona
budi daya yang dapat direklamasi maksimal seluar 700 Hektar. Aturan tersebut juga mengubah
5

kawasan konservasi pulau kecil dari seluruh Pulau Serangan dan Pudut, menjadi sebagian Pulau
Serangan dan Pudut. Dalam aturan tersebut juga menghapus besaran luas taman Hutan Raya
Ngurah Rai sebagai kawasan pelestarian alam.
Peraturan Presiden No.51 Tahun 2014 merupakan perubahan atas Peraturan Presiden
N0.45 tahun 2011. Yang berisi tentang tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung,
Gianyar, dan Tabanan. Dimana pasal 55, 56, 63A, 81, 101A, 120A, dan pasal 122 mengalami
perubahan. Dalam Perpres No.51 Tahun 2014 menyebutkan perubahan sebgaian status zona
kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di kawasan Teluk Benoa, serta arahan umum pemanfaatan

ruang kawasan tersebut. Karena adanya perkembangan kebijakan strategis nasional dan dinamika
internal di Kawasan Perkotaan SARBAGITA. Khususnya terkait pemanfaatan ruang di kawasan
Teluk Benoa, sehingga diperlukan revitalisasi kawasan yang sesuai dengan perkembangan
potensi alam, wisata, lingkungan, dan masyarakat di Bali secara khusus dan umum.
Kawasan Teluk Benoa

dinilai tidak memenuhi kriteria sebagai kawasan konservasi

perairan karena terdapat perubahan fisik, seperti adanya jalan tol, jaringan pipa migas, dan
pelabuhan Internasional Benoa. Pertimbangan lain adalah karena terjadinya pendangkalan
sehingga menjadikan Teluk Benoa tidak tepat untuk menjadi kawasan konservasi. Sehingga
dengan adanya reklamasi kawasan Teluk Benoa dinilai dapat dikembangkan sebagai kawasan
pengembangan kegiatan ekonomi serta social budaya dan agama. Tentu saja pemerintah
menyatakan akan tetap memperhatikan kelestarian fungsi Taman Hutan Ngurah Rai dan
ekosistem di sekitarnya.
Menurut kajian tim yang beranggotakan para pakar dari beberapa universitas seperti
UGM, ITB, IPB, ITS, dan Unhas memberikan hasil bahwa jika Teluk Benoa dibiarkan maka
akan terjadi pendangkalan secara massif di Teluk Benoa dan akan berdampak pada hancurnya
taman hutan raya mangrove karena kekurangan air. Maka dari itu diperlukan revitalisasi di Teluk
Benoa. Perubahan yang dilakukan pada Perpres No.45/2011akan dilakukan konsultasi public

yang melibatkan pemerintah daerah, masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Dengan terbitnya Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 diharapkan dalam implementasinya
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian terkait, dan Pemerintah Daerah, serta
pengembang dapat memanfaatkannya sebaik mungkin untuk kenpentingan pembangunan dan
masyarakat di Bali sesuai dengan peraturan yang berlaku.
6

2.2

Relasi Konsep Ajeg Bali dengan Perpres No.52/2014
Arti kata “ajeg” merujuk pada pengertian stabil, tetap dan konstan. Ajeg atau ajek

bermakna tetap atau tidak berubah (KBBI : 1976). Satu hal yang dipertahankan oleh masyarakat
Bali adalah nilai, yaitu agama Hindu. Hal yang tetap dalam kebudayaan adalah perubahannya.
Teknologi menyebabkan perubahan praktik dan perubahan kemasan.
Ajeg bali meliputi berbagai hal di Bali. Mulai dari system religi, ekonomi, seni-budaya,
niaga, politik, lingkungan, pendidikan, tata ruang., kependudukan, kesehatan, pariwisata, dan
hal-hal lain yang menyangkut cara hidup masyarakat. Dalam system persubakan, misalnya
dilakukan “sentralisasi” wilayah subak dari pembangunan perumahan untuk melestarikan kondisi
ekologis sekitar subak. Sosialisasi budaya Bali, seperti membuat janur, ditanamkan semenjak

kanak-kanak dan merupakan bentuk ajeg Bali.
Ajeg Bali terinspirasi oleh nilai-nilai yang dianut dalam agama Hindu, yang diwujudkan
dalam ajaran “Tri Hita Karana” yang berarti tiga penyebab kebahagiaan atau kemakmuran.
Ketiga konsep tersebut adalah Parahyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), Pawongan
(hubungan manusia dengan sesame manusia), dan Palemahan (hubungan manusia dengan alam).
Nilai Tri Hita Karana yang paling berkaitan dengan proyek reklamasi ialah Palemahan
(hubungan manusia dengan alam). Palemahan berasal dari kata “lemah” yang artinya tanah.
Palemahan berarti wilayah suatu pemukiman atau timpat tinggal. Manusia hidup dimuka bumi
ini memerlukan ketentraman, kesejukan, ketenangan dan kebahagiaan lahir dan batin. Untuk
mencapai tujuan tersebut manusia tidak bias hidup tanpa bhuwana agung (alam semesta).
Manusia hidup di alam dan dari hasil alam. Hal inilah yang melindasi terjadinya hubungan
harmonis antara manusia dengan alam semesta ini.
Keharmonisan antara manusia dengan alam ini yang berusaha dijaga oleh masyarakat
Bali. Tidak heran apabila masyarakat Bali amat khawatir akan terjadinya bencana alam akibat
dari dampak yang ditimbulkan reklamasi. Karena bencana sejatinya menunjukkan tanda bahwa
hubungan manusia dengna alam sedang tidak harmonis. Tentu bukan hanya bencana alam saja
yang dikhawatirkan, masalah lain seperti degradasi daya dukung lingkungan juga menjadi
pertimbangan.
7


BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari pembahasa di atas, dapat disimpulkan bahwa :
1. Reklamasi yang dilakukan di kawasan Teluk Benoa membawa dampak lingkungan,
social, ekonomi, budaya. Maka reklamasi Teluk Benoa perlu dikaji ulang dan proses
perijinannya perlu dihentikan sementara sampai Presiden mencabut Perpres No.51
Tahun 2014. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari berbagai konflik yang semakin
8

berkepanjangan antara Pemerintah Kota dan masyarakat local maupun demi
kelangsungan lingkungan hidup, karena pada prinsipnya pantai dan laut merupakan
common property (milik bersama) dimana tidak hanya manfaatnya yang bisa
dirasakan bersama, akan tetapi dampak negatifnya juga menjadi tanggung jawab
banyak pihak.
2.

Keharmonisan antara manusia dengan alam ini yang berusaha dijaga oleh masyarakat
Bali. Tidak heran apabila masyarakat Bali amat khawatir akan terjadinya bencana
alam akibat dari dampak yang ditimbulkan reklamasi. Karena bencana sejatinya

menunjukkan tanda bahwa hubungan manusia dengna alam sedang tidak harmonis.
Tentu bukan hanya bencana alam saja yang dikhawatirkan, masalah lain seperti
degradasi daya dukung lingkungan juga menjadi pertimbangan.

DAFTAR PUSTAKA

 http://metrobali.com/2013/08/05/reklamasi-teluk-benoa-untuk-masa-depan-bali/ (diakses

pada 10/11/2016 pukul 14.00)
 http://www.balipost.co.id/mediadetail.php?module=detailberita&kid=10&id=77329

(diakses pada 10/11/2016 pukul 14.30)
 http://www.change.org/p/ketua-dprd-bali-segera-cabut-sk-reklamasi-teluk-benoa (diakses

pada 10/11/2016 pukul 15.00)
 http://www.forbali.org/faq-2/?lang=en (diakses pada 11/11/2016 pukul 11.02)
9

 Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
Nomor 45 Tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung,
Gianyar, dan Tabanan
 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah

pesisir dan pulau-pulai kecil.

10