Andy Wiyanto Jurnal Negara Hukum Vol.

KEKUASAAN MEMBENTUK UNDANG-UNDANG DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL SETELAH PERUBAHAN UNDANG-UNDANG DASAR 1945

Andy Wiyanto

Mahasiswa Program Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta Email: bung.andywiyanto@gmail.com

Naskah diterima: 3 September 2015 Naskah direvisi: 22 Oktober 2015 Naskah diterbitkan: 23 November 2015

Abstract

Amendment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia brought a paradigm shift in relationship between state institutions. The division of power in forming of laws changing significantly. However, the separation power among state institutions has a conceptual weakness. Before amandments, the power to make laws tends to be dominant by executive, in recent, now become the dominant in House of Representatives (DPR). The idea to limit the power actually has not been able to be applied in a norm. The President still has the power in forming the laws, but the Regional Representative Council (DPD)’s power to make laws still weak. By the presidential govermental system the power to make laws should be placed as legislature power. So, there will be a balance power distribution of the legislative institution both House of Representatives (DPR) and Regional Representative Council (DPD). Therefore, the position of the President’s power to make the laws should be placed as the implementation on checks and balances system. Hence, the division of powers in the formation of legislation still need to be refined. This paper tries to answer those challenge and seeks to find the answer on how to initiate a better format in the future.

Keywords: division of power, checks and balances, presidential

Abstrak

Perubahan UUD 1945 membawa pergeseran paradigma hubungan antar-lembaga negara. Pembagian kekuasaan membentuk undang-undang setelah perubahan UUD 1945 mengalami perubahan secara signifikan. Namun pergeseran kekuasaan tersebut, bukan berarti tanpa kelemahan konseptual. Pendulum kekuasaan yang tadinya dominan eksekutif, kini menjadi dominan DPR. Gagasan untuk membatasi kekuasaan Presiden, ternyata teraplikasikan dalam sebuah norma. Selain karena Presiden masih memiliki kekuasaan yang cukup besar dalam membentuk undang-undang, sementara kekuasaan membentuk undang-undang yang dimiliki DPD tidak terlalu besar. Secara konseptual, kekuasaan membentuk undang-undang dalam sistem pemerintahan presidensial harus ditempatkan sebagai kekuasaan yang dimiliki legislatif. Sehingga terdapat pembagian kekuasaan yang seimbang dalam lembaga legislatif, yaitu antara DPR dan DPD. Sedangkan kedudukan Presiden dalam kekuasaan membentuk undang-undang harus ditempatkan sebagai pengejawantahan atas prinsip checks and balances. Oleh karena itu, pembagian kekuasaan dalam pembentukan undang-undang masih perlu disempurnakan. Tulisan ini berusaha untuk menjawab tantangan tesebut dan berupaya menggagas format yang lebih baik lagi ke depan.

Kata kunci: pembagian kekuasaan, checks and balances, presidensial

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang...

I. PENDAHULUAN

1. Susunan keanggotaan MPR;

2. Syarat-syarat dan akibat dari keadaan Kekuasaan membentuk undang-undang

A. Latar Belakang

bahaya;

sebelum perubahan Undang-Undang Dasar

3. Susunan Dewan Pertimbangan Agung 1945 (UUD 1945) tidak hanya berkenaan

(DPA);

dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) 1 dan

4. Pembagian daerah Indonesia dengan

bentuk susunan pemerintahannya; membentuk undang-undang berimplikasi tidak

Penjelasan UUD 1945 2 saja. Sebab kekuasaan

5. Susunan DPR;

hanya pada undang-undang itu sendiri, namun

6. APBN;

juga erat hubungannya dengan segi lain dalam

7. Pajak;

kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai

8. Macam dan harga mata uang; pentingnya kekuasaaan membentuk undang-

9. Hal keuangan negara;

undang, karena kekuasaan ini juga melingkupi

10. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK); kekuasaan menetapkan APBN, sebagai fungsi

11. Kekuasaan kehakiman;

anggaran yang dimiliki oleh Dewan Perwakilan

12. Susunan dan kekuasaan badan-badan Rakyat (DPR). Seperti diatur dalam Pasal 23

kehakiman;

ayat (1) UUD 1945, bahwa APBN ditetapkan

13. Syarat-syarat untuk menjadi dan tiap tahun dengan undang-undang, dan apabila

diberhentikan sebagai hakim; DPR tidak menyetujui anggaran yang diusulkan

14. Warga Negara Indonesia (WNI); pemerintah, maka pemerintah menjalankan

15. Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan; anggaran tahun yang lalu. Ketentuan ini dalam

16. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, Penjelasan UUD 1945 ditegaskan kembali.

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan Penjelasan juga menggambarkan bahwa

tulisan;

Indonesia bukanlah negara fasis, melainkan

17. Syarat-syarat pembelaan negara; dan negara demokrasi yang berdasarkan kedaulatan

18. Sistem pengajaran nasional. rakyat. Hal itu dapat terlihat dengan jelas dalam

Kedelapanbelas hal yang harus diatur Penjelasan UUD 1945 sebagai berikut:

undang-undang atas perintah UUD 1945 itu “Cara menetapkan anggaran dan belanja adalah dapat diklasifikasikan menjadi empat kelompok suatu ukuran bagi sifat pemerintah negara. Dalam besar. Kelompok pertama adalah undang-undang negara yang berdasar facisme, anggaran itu ditetapkan semata-mata oleh pemerintah.Tetapi yang harus mengatur hal-hal seputar lembaga

dalam negara demokrasi atau dalam negara yang negara seperti (1) susunan keanggotaan MPR, berdasarkan kedaulatan rakyat, seperti Republik (2) susunan DPA, (3) susunan DPR, (4) BPK, Indonesia, anggaran pendapatan dan belanja (5) kekuasaan kehakiman, (6) susunan dan itu ditetapkan dengan undang-undang. Artinya kekuasaan badan-badan kehakiman, dan (7) dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”

syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan sebagai hakim. Sedangkan kelompok kedua

Nilai pentingnya kekuasaan membentuk adalah undang-undang yang harus mengatur

undang-undang juga tampak dari hal-hal yang hal-hal seputar kekuasaan pemerintahan

harus diatur undang-undang atas perintah negara seperti (1) syarat-syarat dan akibat dari

UUD 1945. Adapun hal-hal tersebut, terkait keadaan bahaya, (2) APBN, (3) macam dan

dengan: harga mata uang, (4) hal keuangan negara, dan

1 Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 merumuskan bahwa “Presiden

(5) sistem pengajaran nasional. Selanjutnya

memegang kekuasaan membentuk undang-undang kelompok ketiga yaitu undang-undang yang

dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”

harus mengatur hal-hal seputar hubungan

Penjelasan Pasal 5 ayat (1) menunjukkan bahwa kecuali “executive power”, Presiden bersama-sama dengan Dewan

antara pemerintah pusat dengan pemerintah

Perwakilan Rakyat menjalankan “legislative power” dalam

daerah seperti pembagian daerah Indonesia

negara.”

dengan bentuk susunan pemerintahannya.

NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015

Dan terakhir kelompok keempat yaitu undang- sebagai pembatas kekuasaan pemerintahan. undang yang harus mengatur hal-hal seputar Sebagaimana pemikiran yang diutarakan hubungan antara negara dengan warga negara Jeremy Bentham bahwa dalam menjalankan seperti (1) pajak, (2) Warga Negara Indonesia, kekuasaan, hukum mencakup perkara-perkara (3) syarat-syarat mengenai kewarganegaraan, yang di dalamnya memperbolehkan pelaksanaan (4) kemerdekaan berserikat dan berkumpul, kekuasaan tersebut. Dengan demikian hukum mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, mengendalikan kekuasaan-kekuasaan yang telah dan (5) syarat-syarat pembelaan negara. Untuk didelegasikan dan membatasi pelaksanaannya. 4 memudahkan pemahaman, uraian tersebut

Dengan demikian jelas terlihat bahwa akan dijabarkan dalam tabel berikut:

kekuasaan untuk membentuk undang-undang,

Tabel 1. Klasifikasi Isi Undang-Undang atas Perintah UUD 1945 Mengatur Lembaga Negara

Mengatur Kekuasaan Pemerintahan Negara

1. Susunan keanggotaan MPR 1. Syarat-syarat dan akibat dari keadaan bahaya 2. Susunan DPA

2. APBN

3. Susunan DPR

3. Macam dan harga mata uang

4. BPK

4. Hal keuangan negara

5. Kekuasaan kehakiman

5. Sistem pengajaran nasional.

6. Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman 7. Syarat-syarat untuk menjadi dan diberhentikan

sebagai hakim

Mengatur Hubungan antara Pemerintah Pusat Mengatur Hubungan antara Negara dengan Warga dengan Pemerintah Daerah

Negara

1. Pembagian daerah Indonesia dengan bentuk

1. Pajak

susunan pemerintahannya

2. WNI

3. Syarat-syarat mengenai kewarganegaraan 4. Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan 5. Syarat-syarat pembelaan negara

Sumber: Diolah oleh Penulis berdasarkan ketentuan dalam Batang Tubuh UUD 1945.

Kekuasaan membentuk undang-undang secara substantif memiliki nilai yang sangat bahkan juga memiliki nilai penting dalam strategis. 5 Oleh karena itu, secara prosedural

hal pembatasan kekuasaan. Secara teoritis 3 kekuasaan haruslah didasarkan pada aturan, 4 Ibid.

5 di sini undang-undang dapat diletakkan Kekuasaan membentuk undang-undang secara substantif

ini oleh A. Hamid S. Attamimi disebut sebagai materi

sebagai sebuah aturan atau hukum. Sehingga

muatan undang-undang. Lebih lanjut dikatakan bahwa

pembagian kekuasaan dalam membentuk

terdapat sembilan butir materi muatan undang-undang,

undang-undang, begitu menentukan dalam

yaitu: (1) yang tegas-tegas diperintahkan oleh UUD 1945

memberi bentuk checks and balances di samping dan Tap MPR; (2) yang mengatur lebih lanjut ketentuan

UUD 1945; (3) yang mengatur Hak Asasi Manusia (HAM);

bentuk yang diberikan undang-undang dasar.

(4) yang mengatur hak dan kewajiban warga negara; (5)

Hal ini karena undang-undang juga berfungsi

yang mengatur pembagian kekuasaan negara; (6) yang mengatur organisasi pokok Lembaga Tertinggi Negara/

3 Menurut Jeremy Bentham, salah satu cara untuk Tinggi Negara; (7) yang mengatur pembagian wilayah atau mencegah penyalahgunaan wewenang adalah dengan

daerah negara; (8) yang mengatur siapa warga negara dan “Menjalankan kekuasaan menurut aturan dan formalitas”

cara memperoleh/ kehilangan kewarganegaraan; dan (9) Jeremy Bentham, Teori Perundang-Undangan (The Theory

yang dinyatakan oleh suatu undang-undang untuk diatur of Legislation), diterjemahkan oleh Nurhadi, Bandung:

dengan undang-undang. Maria Farida Indrati Soeprapto, Penerbit Nuansa Cendekia dan Nusa Media, 2013, hal.

Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar Pembentukannya, 509.

Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 130.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang...

“Kerjasama antara Dewan dengan pemerintah UUD 1945. Pertama, berhubungan dengan

hanya berlaku dalam bidang legislatif saja. Kerja makna dari kekuasaan pembentukan undang-

sama itu membuat produk legislatifnya bisa undang yang berada pada Presiden, seperti yang

dilaksanakan karena kekurangan-kekurangan dikatakan Pasal 5 ayat (1). Sedangkan kedua,

yang terdapat pada Dewan dapat diisi oleh pihak menyangkut makna dari kata bersama-sama pemerintah dengan keahliannya atau dengan pengalamannya yang bersifat rutin. Sebaliknya

antara Presiden dan DPR dalam melaksanakan dengan adanya partnership itu, pemerintah kekuasaan legislatif, seperti yang ditegaskan tidak bisa membuat peraturan dengan sewenang- Penjelasan UUD 1945. wenang karena Dewan akan membatasinya

Menurut Sri Soemantri, dari ketentuan dengan mengemukakan kepentingan rakyat. Kerja Pasal 5 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan

sama itu mengandung maksud yang praktis, akan Presiden memegang kekuasaan membentuk

tetapi ia hanya terbatas pada pembuatan Undang- undang-undang dapat ditafsirkan bahwa

undang saja. Dalam pelaksanaan Undang-undang inisiatif merancang undang-undang berasal

selanjutnya pihak Dewan Perwakilan Rakyat dari Presiden. 6 Pendapat yang sama juga

mengambil posisi sebagai pengawas terhadap dikemukakan oleh M. Solly Lubis, menurutnya

pemerintah. Dalam hal ini sewajarnya kerja sama selain memperlihatkan inisiatif untuk merancang

sudah tidak berlaku lagi berhubung kerja sama itu undang-undang, substansi Pasal 5 ayat (1) juga 9 akan melemahkan Dewan sebagai pengawas.”

menggambarkan kedudukan Presiden dan Selain itu, juga dijelaskan oleh Maria Farida DPR dalam pembentukan undang-undang. Indrati Soeprapto yang mengutip pendapat

Kedudukan DPR, tidaklah di atas Presiden Attamimi sebagai berikut: atau di bawah Presiden, tetapi sejajar untuk

“ …. bahwa perkataan bersama-sama dalam bekerja sama dalam pembentukan undang-

bahasa Indonesia berarti berbarengan dengan undang. 7 Perihal kekuasaan pembentukan

atau serentak, sehingga dengan demikian berarti undang-undang tersebut Jimly Asshiddiqie

bahwa Presiden dalam menjalankan legislative merasionalisasikan bahwa:

power, yakni dalam hal pembentukan Undang- “ .... pemerintahlah yang sesungguhnya paling

undang, Presidenlah yang melaksanakan banyak mengetahui mengenai kebutuhan

kekuasaan pembentukannya, sedangkan Dewan untuk membuat suatu peraturan perundang-

Perwakilan Rakyat melaksanakan (pemberian) undangan, karena birokrasi pemerintah paling

persetujuannya dengan berbarengan, serentak banyak menguasai informasi dan expertise yang

bersama-sama. Dengan demikian, menjadi jelas diperlukan untuk itu. .... Karena itu, dalam

kewenangan pembentukan Undang-undang kaitannya dengan pengaturan soal ini menurut

tetap pada Presiden; dan kewenangan pemberian UUD 1945, sebenarnya, ketentuan Pasal 5 ayat

persetujuan tetap pada Dewan Perwakilan Rakyat. (1) yang lama dapat dikatakan sudah tepat, tinggal

Agar Undang-undang itu dapat terbentuk, kedua lagi meningkatkan fungsi kontrol DPR terhadap

wewenang tersebut dilaksanakan bersama-sama, 8 berbarengan, serentak.” pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan.” 10

Pendapat Attamimi tersebut sudah tepat

bila dihubungkan dengan ketentuan Pasal 20

Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 63.

Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Susunan Pembagian M. Solly Lubis, Landasan dan Teknik Perundang-Undangan,

Kekuasaan Menurut Sistem Undang-Undang Dasar 1945, Bandung: Mandar Maju, 1989, hal. 11.

Jakarta: Gramedia, 1980, hal. 75. Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan 10 Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-Undangan,

Pergeseran Kekuasaan dalam UUD 1945, Yogyakarta: FH Yogyakarta: Kanisius, 1998, hal. 64-65. UII Press, 2004, hal. 188.

NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015

3. Pemerintah lebih ahli dan berpengalaman “Tiap-tiap undang-undang menghendaki dibandingkan DPR; persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.”

4. Khusus terhadap rancangan APBN, DPR Kemudian dalam ayat (2) disebutkan bahwa

berada dalam posisi lemah. Di samping jika sesuatu rancangan undang-undang tidak

sempitnya waktu dalam pembahasan, mendapat persetujuan Dewan Perwakilan

juga disangsikan keahlian Anggota DPR Rakyat, maka rancangan tadi tidak boleh

dalam memberikan tanggapan terhadap dimajukan lagi dalam persidangan Dewan

rancangan APBN itu; dan Perwakilan Rakyat masa itu.

5. Kedudukan Pemerintah yang tidak Bila diperhatikan dari substansi Pasal

tergantung kepada vertrounwensyvotum tersebut, terlihat bahwa persetujuan DPR

(kepercayaan) dari DPR.

sangat penting agar rancangan undang-undang Dominasi Presiden juga dicatat oleh Ismail

dapat menjadi undang-undang. Begitu pula Suny yang mengatakan bahwa dalam masa

dalam Pasal berikutnya, di samping memberikan demokrasi Pancasila, DPR perannya kurang

hak kepada Anggota DPR untuk mengajukan memadai. Karena ternyata sejak tahun 1971

rancangan undang-undang, juga mengatur hingga 1998, DPR tidak lebih dari hanya

tentang hak tolak Presiden sebagaimana yang menyetujui dan tidak mengajukan usul inisiatif

ditegaskan Pasal 21 ayat (2) yang mengatakan karena dominannya Presiden. 12 Menurut

“Jika rancangan itu, meskipun disetujui oleh Yusril Ihza Mahendra, alasan mengapa DPR

Dewan Perwakilan Rakyat, tidak disahkan oleh sukar untuk mengajukan usul inisiatif, konon

Presiden, maka rancangan tadi tidak boleh disebabkan karena keberadaan Peraturan Tata

dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Tertib DPR yang mengharuskan inisiatif itu

Perwakilan Rakyat masa itu.” datang dari 20 pengusul yang tidak berasal dari

Ketentuan Pasal 20 ayat (2) dan 21 ayat

satu fraksi. 13

(2) sepintas memperlihatkan adanya checks Kekuasaan Presiden yang terlalu besar

and balances antara DPR dan Presiden. Kedua tersebut, merupakan salah satu bukti atas lemahnya

lembaga ini, sama-sama dapat menolak UUD 1945 sebelum perubahan. Sebagaimana

memberikan persetujuan atas rancangan dikatakan oleh Valina Singka Subekti, bahwa

undang-undang. DPR dapat menolak rancangan UUD 1945 merupakan salah satu konstitusi

undang-undang dari Presiden dan Presiden yang paling singkat dan sederhana di dunia.

pun dapat menolak rancangan undang-undang Dengan konstitusi yang singkat dan sederhana

yang diajukan DPR. Namun menurut Dahlan itu harus diatur lima unsur, yaitu kekuasaan

Thaib tidak ada perimbangan kekuasaan antara Negara, hak rakyat, kekuasaan legislatif, eksekutif

Presiden dengan DPR. Dari segi praktik dalam dan yudikatif. 14 Menurut Ni’matul Huda,

pengajuan rancangan undang-undang, ada kelemahan UUD 1945 dapat diketahui antara

gejala Presiden dalam kedudukannya sebagai lain, (1) UUD 1945 memberikan kekuasaan

legislative partner lebih menonjol. Dominasi eksekutif terlalu besar tanpa disertai oleh prinsip

Presiden dibandingkan DPR, disebabkan alasan-alasan sebagai berikut: 11

checks and balances yang memadai, (2) rumusan

1. DPR memerlukan waktu yang lama untuk 12 Nomensen Sinamo, Hukum Tata Negara: Suatu Kajian

mengajukan rancangan undang-undang Kritis tentang Kelembagaan Negara, Jakarta: Jala Permata

Aksara, 2010, hal. 52.

kepada Presiden;

13 Yusril Ihza Mahendra, Dinamika Tatanegara Indonesia:

2. DPR mewakili berbagai kepentingan,

Kompilasi Aktual Masalah Konstitusi, Dewan Perwakilan dan

sehingga lebih heterogen daripada Sistem Kepartaian, Jakarta: Gema Insani Press, 1996, hal. Pemerintah; 142.

14 Valina Singka Subekti, Menyusun Konstitusi Transisi: 11 Dahlan Thaib, DPR Dalam Sistem Ketatanegaraan

Pergulatan Kepentingan dan Pemikiran dalam Proses Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1994, hal. 46-47.

Perubahan UUD 1945, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, hal. 1.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang...

Fakta penting yang amat menentukan status dan materi Penjelasan UUD 1945 yang dalam sistem pemerintahan yang diadopsi tidak diatur dalam pasal-pasal UUD 1945. 16 Oleh Indonesia setelah perubahan UUD 1945, karena kelemahan itu, mekanisme pembatasan adalah adanya salah satu kesepakatan dasar kekuasaan dalam negara hukum menjadi tumpul. MPR untuk mempertegas sistem pemerintahan Hingga kemudian upaya untuk melakukan presidensial. Kesepakatan dasar ini bertujuan perubahan UUD 1945 berhasil diwujudkan pasca untuk memperkukuh sistem pemerintahan

reformasi tahun 1998. 17 yang stabil dan demokratis. 19 Dalam kekuasaan

Setelah perubahan Undang-Undang membentuk undang-undang, juga dipengaruhi Dasar Negara Republik Indonesia Tahun oleh sistem pemerintahan yang dianutnya. 1945 (UUD NRI Tahun 1945), kekuasaan Untuk itulah, pembagian kekuasaan dalam negara didistribusikan langsung pada tiap- membentuk undang-undang setelah perubahan tiap lembaga negara dengan harapan akan UUD 1945 akan diuraikan dalam tulisan ini. menciptakan mekanisme checks and balances yang lebih sempurna dari pada ketentuan

B. Perumusan Masalah

UUD 1945. 18 Konsekuensi logis dari perubahan Berdasarkan latar belakang yang telah UUD 1945 dengan tidak adanya lagi lembaga diuraikan sebelumnya, masalah yang akan tertinggi negara adalah bahwa setiap lembaga diuraikan dalam tulisan ini adalah bagaimana tinggi negara memiliki kedudukan yang hubungan antara lembaga eksekutif dan lembaga

legislatif dalam pembentukan undang-undang

Hal ini menguntungkan penguasa, menurut Moh. Mahfud MD tafsir yang harus diterima adalah tafsir yang

setelah perubahan UUD 1945 di Indonesia?

dikeluarkan Presiden, sebagai konsekuensi dari kuatnya Presiden sebagai sentral kekuasaan (executive heavy).

C. Tujuan Penulisan

Moh. Mahfud MD, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia,

Tulisan ini bertujuan untuk mengetahui

Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003, hal. 149. 16 Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta:

hubungan antara lembaga eksekutif dan lembaga

PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hal. 142-143.

legislatif dalam pembentukan undang-undang

17 A.M. Fatwa yang terlibat langsung dalam proses perubahan

setelah perubahan UUD 1945 di Indonesia.

UUD 1945 menangkap salah satu latar belakangnya Pembagian kekusasaan tersebut penting untuk

adalah “karena konstitusi ini kurang memenuhi aspirasi

demokrasi, termasuk dalam meningkatkan kemampuan diketahui guna menggagas format kelembagaan untuk mewadahi pluralisme dan mengelola konflik negara yang lebih baik di masa mendatang. yang timbul karenanya. Lemahnya checks and balances antarlembaga negara, antarpusat-daerah, ataupun antara

II. KERANGKA PEMIKIRAN

negara dan masyarakat mengakibatkan mudahnya muncul kekuasaan yang sentralistik, yang melahirkan

Menurut Sulardi, sistem pemerintahan ketidakadilan.” A.M. Fatwa, Potret Konstitusi Pasca dapat diartikan sebagai suatu struktur

Amandemen UUD 1945, Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2009, hal. 1-2.

19 Tim Kerja Sosialisasi MPR RI, Panduan Pemasyarakatan 18 Sebelum perubahan UUD 1945, MPR membagikan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun fungsi-fungsi tertentu sebagai tugas dan wewenang

1945 dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat lembaga-lembaga tinggi Negara yang ada di bawahnya.

Republik Indonesia Edisi Revisi, Jakarta: Sekretariat Jenderal Ibid, hal. 10.

MPR RI, 2012, hal. 19.

NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015

adalah cara kerja lembaga-lembaga negara dan the fixed executive. 25 Dikatakan oleh Saldi Isra hubungannya satu sama lainnya. 20 Sedangkan pula bahwa pembagian sistem pemerintahan Ni’matul Huda melihat sistem pemerintahan menurut Giovanni Sartori lebih bervariasi berdasarkan sifat hubungan antara organ-organ menjadi presidentialism, parliamentary system dan yang diserahi kekuasaan yang ada di dalam semi-presidentialism. Selain itu, Arend Lijphard negara, khususnya berdasarkan sifat hubungan dengan meneliti pola-pola demokrasi di 36

badan legislatif dengan badan eksekutif. 21 negara mengklasifikasikan sistem pemerintahan Selain itu, Syaiful Bakhri juga menuliskan menjadi parliamentary, presidential dan hybrid. 26 bahwa sistem pemerintahan itu “berdasarkan Adapun Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim atas sifat hubungan antara badan legislatif mengatakan bahwa:

“Pada garis besarnya sistim pemerintahan yang dengan Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih

dengan badan eksekutif.” 22 Namun lain halnya

dilakukan pada negara-negara demokrasi menganut yang menggunakan istilah bentuk pemerintahan

sistim parlementer atau sistim Presidensiil. Tentu untuk menjelaskan sistem pemerintahan. Kedua

saja di antara kedua sistim ini masih terdapat pemikir tersebut mendefinisikannya sebagai

beberapa bentuk lainnya sebagai variasi, “suatu sistem yang berlaku dalam mengatur disebabkan situasi dan kondisi yang berbeda yang melahirkan bentuk-bentuk semua (quasi), karena

alat-alat perlengkapan negara dan bagaimana jika dilihat dari salah satu sistim di atas, dia bukan hubungan antara alat-alat perlengkapan negara merupakan bentuk yang sebenarnya, misalnya itu.” 23 quasi parlementer atau quasi presidensiil.” 27

Dari berbagai definisi tersebut, dapat dikatakan bahwa unsur hubungan

Dalam pembahasan kerangka pemikiran antarlembaga negara merupakan kata kunci selanjutnya, pembahasan akan dibatasi secara

dalam pendefinisian sistem pemerintahan. spesifik hanya pada sistem pemerintahan Sehingga uraian tentang sistem pemerintahan presidensial. Sedangkan untuk sistem pemerintahan amat berguna untuk mengetahui hakikat parlementer dan sistem pemerintahan campuran hubungan antarlembaga negara, khususnya atau quasi tidak akan dibahas secara spesifik antara legislatif dengan eksekutif. Dalam dalam uraian selanjutnya. Pembahasan sistem mengklasifikasikan sistem pemerintahan, para pemerintahan parlementer cukup diuraikan sebagai ahli mempergunakan dasar ukuran yang berbeda pembanding, karena justru setelah perubahan satu sama lain. Sehingga mungkin untuk suatu UUD 1945 terdapat kesepakatan MPR untuk sistem pemerintahan dengan sifat-sifatnya mempertegas sistem pemerintahan presidensial. yang tertentu akan dimasukkan kedalam Sedangkan untuk sistem pemerintahan quasi, suatu golongan, tetapi oleh ahli lainnya akan sangat relatif tergantung pada kebutuhan tiap-tiap

dimasukkan kedalam golongan yang lain. 24 negara. Sehingga lingkupnya sangat luas jika hendak diuraikan dalam tulisan ini. Selain itu yang hendak

Sulardi, 25 Menuju Sistem Pemerintahan Presidensiil Murni, Dalam buku Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, kedua Malang: Setara Press, 2012, hal. 45-46.

kategori tersebut dibahas oleh C.F. Strong dalam Bab 21 Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Jakarta: Rajawali Pers, 2010,

11 tentang Eksekutif Parlementer dan Bab 12 tentang hal. 252.

Eksekutif Nonparlementer yang juga disebut eksekutif 22 Syaiful Bakhri, Ilmu Negara dalam Konteks Negara Hukum

tetap dalam pembahasannya. Modern, Yogyakarta: Total Media, 2010, hal. 183. 26 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi: Menguatnya Model

23 Moh. Kusnardi dan Bintan R. Saragih, Ilmu Negara, Legislasi Parlementer dalam Sistem Presidensial Indonesia, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000, hal. 166.

Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2010, hal. 24.

Joeniarto, 27 Demokrasi dan Sistem Pemerintahan Negara, Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Jakarta: Rineka Cipta, 1990, hal. 67.

Tata Negara Indonesia, Jakarta: Sinar Bakti, 1983, hal. 171.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang...

gagasan sistem presidensial dalam pembahasan

Sistem pemerintahan presidensial tidak dapat konstitusi Amerika Serikat, sebuah gagasan dipisahkan dari perkembangan ketatanegaraan yang revolusioner. Karena sekalipun diakui Amerika Serikat yang merupakan contoh ideal terpengaruh filsafat politik Montesquieu dalam sistem ini, karena memenuhi hampir semua dan Rousseau, namun kala itu tidak ada

kriteria dalam sistem pemerintahan presidensial. 28 satupun negara di belahan dunia yang Seperti dinyatakan oleh C.F. Strong bahwa mempraktekkannya sebagai rujukan. 32 “Prinsip eksekutif nonparlementer atau eksekutif

Sebagai rujukan, para framers of constitution tetap paling sempurna dicontohkan pada kasus itu hanya memiliki gagasan pemisahan Amerika Serikat.” 29 Bahkan menurut Margarito kekuasaan Montesquieu dan kedaulatan Kamis, Amerika Serikat sejak tahun 1789 telah rakyat Rousseau, sedangkan dalam praktik membentuk pemerintahan presidensial pertama hanya terdapat pemerintahan monarki absolut di dunia. Karena itu dapat disebut sebagai The dan sistem parlementer sebagai pembanding.

Mother of Presidential System. 30 Sehingga tidak Pilihan atas monarki absolut jelas ditentang. aneh jika Douglas V. Verney yang dikutip oleh Sedangkan untuk sistem parlementer juga Saldi Isra menyarankan agar sebaiknya terlebih ditolak, sebab dianggap merupakan representasi dahulu menelaah sistem politik Amerika Serikat, dari bentuk pemerintahan monarki karena jika hendak memulai kajian tentang sistem diasosiasikan dengan sistem pemerintahan

presidensial. 31 Inggris. Pilihan akhirnya jatuh pada pemisahan kekuasaan untuk menghindari absolutisme

serta pemilihan kepala negara dan kepala

Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 26-31. Sedangkan

Inggris merupakan negara yang mengawali pembentukan pemerintahan berdasarkan kedaulatan rakyat. dan praktik kekuasaan parlemen. Dari Inggris organ Secara historis, itulah yang menjadi akar dari parlemen muncul dan menyebar ke berbagai belahan sistem pemerintahan presidensial.

dunia. Dikatakan Saldi Isra bahwa I Made Pasek Diantha

Secara teoritis, menurut John Pieris

juga mencatat bahwa dalam sejarah, Inggris adalah tempat

kelahiran sistem pemerintahan parlementer. Bahkan kekuasaan presiden dalam sistem pemerintahan menurut Saldi Isra, Douglas V. Verney juga mengatakan presidensial sangat besar. Karena selain sebagai

bahwa sistem parlementer merupakan sistem pemerintahan

kepala negara, presiden juga sebagai kepala

yang paling luas diterapkan di seluruh dunia.

pemerintahan. Bahkan dengan merujuk pada

Perbandingan tentang Sejarah dan Bentuk (Modern Political para penyusun Konstitusi Amerika Serikat, C.F.

C. F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Studi

Constitutions: An Introduction to the Comparative Study of Their

Strong merumuskan bahwa terdapat konsep

History and Existing Form), diterjemahkan oleh Derta Sri Widowatie, Bandung: Penerbit Nusa Media, 2013, hal. 358.

32 Hal ini berbeda dengan sistem parlementer. Seperti 30 Margarito Kamis, Jalan Panjang Konstitusionalisme Indonesia,

disampaikan Soehino bahwa sistem kabinet parlementer Malang: Setara Press, 2014, hal. 2. Margarito Kamis juga

Inggris bukanlah merupakan suatu ciptaan yang disengaja, menyebutkan bahwa Inggris patut menyandang predikat

yang ditentukan dan diatur secara dogmatis dengan sebagai The Mother of The Parliamentary Supremacy,

terlebih dahulu menentukan peraturan perundang- dengan parlemen berbentuk dua kamar yang terdiri atas

undangannya baru kemudian dilaksanakan. Melainkan House of Lord dan House of Common.

suatu improvisasi atau suatu puncak atas perkembangan 31 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, Ibid., hal 26-31.

sejarah ketatanegaraan Inggris yang bertitik tolak dari Sebaliknya, Saldi Isra juga mengutip Douglas V. Verney yang

adagium the king can do no wrong. John Pieris, Pembatasan menyarankan bahwa analisa tentang sistem pemerintahan

Konstitusional Kekuasaan Presiden Republik Indonesia, parlementer sebaiknya dimulai dengan mengacu pada

Jakarta: Pelangi Cendekia, 2007, hal. 89. berbagai lembaga dalam sisem politik Inggris.

33 Ibid, hal. 97.

NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015

b. Eksekutif tidak mempunyai kekuasaan

untuk membubarkan parlemen dan juga oleh Jack Bell seperti dikutip Saldi Isra, hal

sistem presidensial. 34 Sebagaimana dinyatakan

tidak mesti berhenti sewaktu kehilangan itu terjadi karena sekalipun para perancang

dukungan dari mayoritas anggota parlemen. Konstitusi Amerika Serikat memilih presiden

c. Tidak ada tanggungjawab yang timbal balik dan menolak raja, namun presiden harus

antara Presiden dan kabinetnya, karena memiliki kekuatan yang memadai untuk

seluruh tanggung jawab tertuju pada menyelesaikan rumitnya masalah bangsa.

Presiden (sebagai kepala pemerintahan). Karena itu Saldi Isra juga mengutip Louis W.

d. Presiden dipilih langsung oleh para pemilih. Koening, bahwa dirancanglah konstitusi yang

Dalam perkembangannya, banyak negara memberikan kekuasaan besar kepada presiden

yang menganut sistem presidensial dalam namun dengan tetap menutup hadirnya

35 pemimpin sejenis raja yang tiran. pemerintahannya. Patrialis Akbar dengan mengutip Christopher N. Lawrence, 37 merinci

Ni’matul Huda mencatat pendapat Alan R. sistem ini terdapat pada lima negara di Asia

Ball yang dikutip Sri Soemantri bahwa sistem (Afghanistan, Siprus, Filipina, China, Korea

pemerintahan presidensial dinamakan sebagai Selatan), satu negara di Eropa (Belarus),

the presidential type of government. Adapun sistem delapan belas negara di Amerika (Argentina,

pemerintahan presidensial menurut Shepherd Bolivia, Brazil, Chili, Kolombia, Kosta Rika,

L. Whitman dan John J. Wuess yang dikutip Republik Dominika, Meksiko, Amerika Serikat,

Ni’matul Huda memiliki empat ciri yaitu: 36 Panama, Peru, Uruguay, Venezuela, Ekuador, El

a. Berdasarkan atas prinsip-prinsip pemisahan Salvador, Guatemala, Honduras, Nikaragua),

kekuasaan. dan enam negara di Afrika (Kenya, Seychelles,

38 C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern, hal. 358. Nigeria, Tanzania, Uganda, Zambia).

Inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara sistem

Berdasarkan perkembangan tersebut, banyak presidensial dengan sistem parlementer. Menurut Moh. ahli menyampaikan beberapa karakteristik dari

Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, dalam sistem parlementer hubungan antara eksekutif dan badan perwakilan sangat

sistem pemerintahan presidensial. Dari beberapa

erat. Hal ini disebabkan karena pertanggungjawaban para

pendapat ahli itu, Saldi Isra merangkum bahwa menteri dilakukan kepada parlemen. Sehingga setiap hampir semua ahli sepakat tentang karakteristik kabinet yang dibentuk harus memperoleh dukungan utama dalam sistem presidensial adalah presiden

kepercayaan dengan suara yang terbanyak dari parlemen. Artinya kebijakan pemerintah atau kabinet tidak boleh 37 Patrialis Akbar, Hubungan Lembaga Kepresidenan dengan menyimpang dari apa yang dikehendaki oleh parlemen.

Dewan Perwakilan Rakyat dan Veto Presiden, Yogyakarta: Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum

Total Media, 2013, hal. 49.

Tata Negara Indonesia, hal. 172.

Di Asia, Harun Alrasyid mencatat bahwa pemerintahan Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 32.

republik yang dipimpin oleh seorang presiden dicangkokkan Ni’matul Huda, Ilmu Negara, hal. 254-255. Sedangkan

Amerika Serikat di Filipina pada 1935. Peristiwa itu sistem pemerintahan parlementer, dinamakan Alan R.

terjadi ketika Filipina memperoleh kemerdekaan terbatas Ball dengan sebutan the parliamentary types of government,

dalam bentuk The Commonwealth of the Philippines dari dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) kepala negara hanya

Amerika Serikat. Sementara di Eropa, masih menurut memiliki kekuasaan nominal. Hal ini berarti bahwa kepala

Harun Alrasyid, Perancis sejak berakhirnya Perang Dunia negara hanya sebagai lambang/simbol dengan tugas-tugas

II sampai sekarang juga dipimpin oleh Presiden (juga yang bersifat formal, sehingga pengaruh politik terhadap

menganut sistem presidensial). Sedangkan di amerika, kehidupan negara sangat kecil, (2) pemegang kekuasaan

negara-negara di amerika tengah dan Amerika Selatan eksekutif yang sebenarnya adalah perdana menteri

merupakan kawasan yang paling luas diantara semua bersama kabinetnya yang dibentuk melalui lembaga

kawasan dunia yang menggunakan sistem pemerintahan legislatif/parlemen. Dengan demikian, kabinet sebagai

presidensial. Menurut Saldi Isra, salah satu alasannya pemegang kekuasaan eksekutif riil harus bertanggungjawab

karena secara geografis negara-negara tersebut lebih dekat kepada badan legislatif/parlemen dan harus meletakkan

dengan Amerika Serikat. Dan di Afrika, juga menurut jabatannya jika parlemen tidak mendukungnya, dan (3)

Saldi Isra, Presiden Liberia pada 1848 merupakan badan legislatif dipilih untuk bermacam-macam periode

presiden Afrika pertama yang mendapat pengakuan dunia yang saat pemilihannya ditetapkan oleh kepala negara

internasional (juga menganut sistem presidensial). Saldi atas saran dari perdana menteri. [Ibid, hal. 259-260.]

Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 33-34.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang...

di lembaga legislatif. 40 dengan pemegang kekuasaan legislatif dapat Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim juga melakukan pengawasan untuk mencegah mengatakan bahwa dalam sistem presidensial, terjadinya penumpukan dan penyalahgunaan kedudukan eksekutif tidak tergantung kepada kekuasaan. Ketiga, dengan posisi sentral dalam badan perwakilan rakyat. Adapun dasar hukum jajaran eksekutif, presiden dapat mengambil dari kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada kebijakan strategis yang amat menentukan pemilihan rakyat. Sebagai kepala eksekutif, dengan cepat. Keempat, dengan masa jabatan presiden menunjuk pembantu-pembantunya yang yang tetap posisi presiden jauh lebih stabil jika akan memimpin departemennya masing-masing dibandingkan dengan perdana menteri dalam dan bertanggungjawab hanya kepada presiden. sistem parlementer yang dapat diberhentikan Oleh karena itu, pembentukan kabinet tidak setiap waktu. 43 tergantung dari badan perwakilan rakyat atau tidak

Namun, Penulis lebih dekat dengan memerlukan dukungan kepercayaan dari badan keyakinan RM. A.B. Kusuma bahwa Trias Politika perwakilan rakyat. Sehingga para menteri tidak ala Montesquieu yang tidak menghendaki

bisa diberhentikan oleh badan perwakilan rakyat. 41 kerjasama antara cabang kekuasaan eksekutif Selain itu, Ni’matul Huda juga menerangkan dengan cabang kekuasaan legislatif tidak bisa bahwa dalam sistem presidensial kedudukan

Presiden dan parlemen adalah sama kuat, karena 43 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 41-42. Arend baik presiden maupun parlemen memperoleh Lijphart seperti dikutip Ni’matul Huda juga menilai

bahwa sistem presidensial memiliki beberapa kelebihan.

legitimasi masing-masing melalui pemilihan umum

Pertama, stabilitas eksekutif yang didasarkan pada masa

yang terpisah. Kedua lembaga tersebut tidak bisa

jabatan presiden karena kabinet tidak tergantung pada saling menjatuhkan atau membubarkan. 42 mosi legislatif, sehingga tidak dapat dijatuhkan setiap saat.

Kedua, pemilihan kepala pemerintahan oleh rakyat dapat

dipandang lebih demokratis dari pemilihan tidak langsung. Ibid, hal. 40.

Ketiga, pemisahan kekuasaan berarti pemerintahan yang Ibid, hal. 40-41. Pola hubungan antara lembaga eksekutif

dibatasi atau perlindungan terhadap kebebasan individu dengan lembaga legislatif dalam sistem presidensial

atas tirani pemerintah. Selain itu, menurutnya sistem itu sangat berbeda bila dibandingkan dengan sistem

presidensial juga memiliki beberapa kekurangan. Pertama, parlementer. Menurut Saldi Isra, dalam sistem parlementer

dapat terjadi konflik antara eksekutif dengan legislatif disamping terdapat pemisahan antara jabatan kepala

yang bisa berubah menjadi jalan buntu dan kebuntuan negara dengan kepala pemerintahan, karakter paling

pemerintahan. Kedua, masa jabatan Presiden yang pasti mendasar dalam sistem parlementer adalah tingginya

menguraikan periode-periode yang dibatasi secara kaku tingkat depedensi atau ketergantungan eksekutif kepada

dan tidak berkelanjutan. Sehingga tidak memberikan parlemen. Apalagi eksekutif tidak dipilih langsung oleh

kesempatan untuk melakukan berbagai penyesuaian yang pemilih sebagaimana pemilihan untuk aggota parlemen.

dikehendaki oleh keadaan. Ketiga, sistem ini berjalan Oleh karena itu parlemen menjadi pusat kekuasaan dalam

atas aturan pemenang menguasai semua dan cenderung sistem parlementer. [Ibid, hal. 30-31.]

membuat demokrasi sebagai sebuah permainan dengan Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum

semua potensi konfliknya. [Ni’matul Huda, Ilmu Negara, Tata Negara Indonesia, hal. 176.

hal. 255-257.]

Ni’matul Huda, Ilmu Negara, hal. 265.

NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015

A.B. Kusuma melanjutkan bahwa rumusan baru UUD 1945 baik sebelum maupun setelah sistem pemerintahan di Amerika Serikat adalah a perubahan, kekuasaan membentuk undang- government of separated institutions sharing power, undang juga dirumuskan menjadi kekuasaan atau seperti Jones yang mengatakannya sebagai yang dimiliki oleh Presiden dan DPR. Namun,

a government of separated institutions competing of hal yang membedakan antara kedua undang-

shared power. 44 undang dasar ini, adalah pada lembaga mana kekuasaan itu secara dominan dimiliki.

III. ANALISIS

Jika dilihat dari sistematika UUD 1945,

Berkenaan dengan fungsi legislasi atau maka baik sebelum maupun setelah perubahan, membentuk undang-undang, menurut Jimly Pasal 5 yang mengatur kekuasaan membentuk Asshiddiqie 45 terdapat tiga hal penting yang undang-undang masuk dalam Bab III tentang harus diatur, yaitu (1) pengaturan yang dapat Kekuasaan Pemerintahan Negara. Bab ini jika diamati isinya, ternyata berisikan tentang segala

mengurangi kebebasan dan hak warga negara, hal tentang kekuasaan Presiden. Sehingga (2) pengaturan yang dapat membebani harta substansi Pasal 5 sesungguhnya merupakan kekayaan warga negara, dan (3) pengaturan

kekuasaan membentuk undang-undang yang mengenai pengeluaran-pengeluaran oleh dimiliki Presiden di samping DPR. Sebaliknya,

penyelenggara negara. Fungsi tersebut baik sebelum maupun setelah perubahan UUD berkenaan dengan kewenangan untuk 1945, kekuasaan membentuk undang-undang menentukan peraturan yang mengikat warga juga diatur dalam Pasal 20 yang masuk pada Bab negara dengan norma-norma hukum yang

VII tentang DPR. Sehingga secara substantif mengikat dan membatasi. Selain itu, Jimly Pasal 20 sebenarnya juga merupakan kekuasaan Asshiddiqie juga menjelaskan bahwa fungsi membentuk undang-undang yang dimiliki DPR legislasi atau membentuk undang-undang juga di samping Presiden.

menyangkut empat kegiatan sebagai berikut: 46 Hal yang membedakan antara kedua

a. Prakarsa pembuatan undang-undang. undang-undang dasar tersebut adalah, dalam

b. Pembahasan rancangan undang-undang. UUD 1945 setelah perubahan telah terjadi

c. Persetujuan atau pengesahan rancangan pergeseran kekuasaan dalam membentuk

undang-undang. undang-undang dari ketentuan sebelumnya.

d. Pemberian persetujuan pengikatan atau Pergeseran ini terjadi karena UUD NRI ratifikasi atas perjanjian atau persetujuan 1945 menempatkan DPR sebagai pemegang internasional dan dokumen-dokumen kekuasaan membentuk undang-undang. hukum yang mengikat lainnya.

Penempatan tersebut ditegaskan dalam Pasal

20 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang Pada dasarnya kekuasaan untuk membentuk menegaskan bahwa DPR memegang kekuasaan undang-undang merupakan kekuasaan yang membentuk undang-undang. Pergeseran dimiliki Presiden dan DPR. Karena baik dalam kekuasaan pembentukan undang-undang itu sistem presidensial maupun parlementer, juga dapat dibaca dengan adanya perubahan kekuasaan membentuk undang-undang radikal Pasal 5 ayat (1) UUD NRI Tahun menjadi kekuasaan yang dimiliki oleh lembaga 1945 yang sebelumnya dirumuskan bahwa

44 A.B. Kusuma, Sistem Pemerintahan “Pendiri Negara” Presiden memegang kekuasaan membentuk

versus Sistem Presidensiel “Orde Reformasi”, Depok: Badan

undang-undang dengan persetujuan DPR;

Penerbit FH UI, 2011, hal. 16. 45 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid

diubah menjadi Presiden berhak mengajukan

II, Jakarta: Konstitusi Press, 2006, hal. 32-33.

rancangan undang-undang kepada DPR.

46 Ibid, hal. 34.

ANDY WIYANTO: Kekuasaan Membentuk Undang-Undang...

Akibat dari pergeseran itu adalah bergantinya Upaya purifikasi sistem pemerintahan dominanasi presiden menjadi dominasi DPR presidensial sebagaimana kesepakatan dasar dalam kekuasaan membentuk undang-undang. MPR saat proses perubahan UUD 1945, justru Perubahan ini penting artinya karena undang- tidak terjadi pada fungsi legislasi. Hal ini undang adalah produk hukum yang paling dominan sebagaimana tercermin dalam Pasal 20 ayat untuk menerjemahkan rumusan-rumusan normatif (2) dan (3) tersebut. Dikatakan oleh Saldi yang terdapat dalam UUD NRI Tahun 1945.

Isra, frasa dibahas bersama dan persetujuan Kemudian perubahan Pasal 5 ayat (1) diikuti bersama meneguhkan bahwa “dalam fungsi dengan perubahan Pasal 20 UUD 1945 menjadi legislasi tidak ada pemisahan kekuasaan yang (1) DPR mempunyai kekuasaan membentuk jelas (no clear-cut separation of powers) antara undang-undang. (2) setiap rancangan undang- cabang kekuasaan eksekutif dan cabang

undang dibahas oleh DPR dan presiden untuk kekuasaan legislatif.” 48 Adanya ketentuan ini mendapat persetujuan bersama. (3) jika sedikit berbeda jika dibandingkan dengan rancangan undang-undang tidak mendapat Amerika Serikat, sebagai contoh ideal dalam persetujuan bersama, rancangan undang-undang sistem pemerintahan presidensial sebagaimana itu tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan kesimpulan Saldi Isra. 49 DPR masa itu. (4) presiden mengesahkan

Sebab seperti dikatakan Sri Soemantri rancangan undang-undang yang telah disetujui bahwa berdasarkan atas asas pemisahan bersama untuk menjadi undang-undang. (5) kekuasaan, kekuasaan membentuk undang- dalam hal rancangan undang-undang yang undang di Amerika Serikat diatur oleh telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan Konstitusinya dalam Article One Section One oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari yang menegaskan bahwa “All legislative powers sejak rancangan undang-undang itu disetujui, herein granted shall be vested in a Congress of the rancangan undang-undang tersebut sah menjadi United States, which shall consist of a Senate and

undang-undang dan wajib diundangkan. 47 Agar House of Representatives.” 50 Namun meskipun mudah dipahami, perbedaan-perbedaan ini akan seluruh kekuasaan legislatif ada di tangan diuraikan dengan tabel berikut:

Kongres, Presiden sebagai perumus kebijakan

Tabel 2 Perbedaan Kekuasaan Membentuk

publik memiliki peran (kekuasaan) legislatif.

Undang-Undang

Peran tersebut ada karena Presiden dapat

Menurut

UUD NRI

melakukan veto terhadap rancangan undang-

UUD 1945 Aspek

Tahun 1945

undang yang dibuat Kongres, kecuali bila dua

Pemegang

per tiga dari anggota senat maupun House

of Representatives menolak veto tersebut. 51

Membentuk

[Pasal 5 ayat

[Pasal 20 ayat

Menurut Penulis dalam hal veto tersebut,

kekuasaan legislatif tetap ada pada Kongres.

Undang

Karena veto itu tidak dilakukan dalam rangka

DPR dan

DPR

membagi kekuasaan legislatif kepada lembaga

Persetujuan

Presiden

[Pasal 5 ayat

eksekutif, seperti dalam sistem pemerintahan

atas Undang-

(bersama-sama)

(1) dan Pasal

parlementer. Adanya veto hanya merupakan

Undang

[Pasal 20 ayat

penjewantahan dari prinsip pengawasan dan Sumber: Diolah oleh Penulis berdasarkan ketentuan dalam keseimbangan (checks and balances) yang juga

20 ayat (1)]

Batang Tubuh UUD 1945 dan Pasal-Pasal UUD NRI 48 Saldi Isra, Pergeseran Fungsi Legislasi, hal. 224.

Tahun 1945.

49 Ibid, hal. 31.

Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia: Pemikiran Sebelum dilakukan perubahan, Pasal 20 UUD 1945 berbunyi

dan Pandangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2014, hal. (1) Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetujuan

DPR, dan (2) jika sesuatu rancangan undang-undang tidak 51 Nomensen Sinamo, Perbandingan Hukum Tata Negara, mendapat persetujuan DPR, maka rancangan tadi tidak

Jakarta: Jala Permata Aksara, 2010, hal. 137. boleh dimajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu.

NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015 NEGARA HUKUM: Vol. 6, No. 2, November 2015

b. Formulation, yaitu formulasi dari isi undang- kekuasaan.

undang adalah tanggungjawab para Sebagai pembanding, adanya ketentuan

menteri dan Civil Service. 54 Para menteri Pasal 20 ayat (2) dan ayat (3) justru mirip

menekankan pada keseluruhan aspek dari dengan sistem pemerintahan parlementer yang

isi undang-undang, sedangkan Civil Service meletakkan kekuasaan perundang-undangan

bertanggungjawab untuk mengerjakan dilakukan oleh pemerintah bersama-sama DPR.

detilnya. Dalam tahap ini akan diadakan Hal itu seperti Indonesia ketika berlakunya

konsultasi apabila rancangan undang- Undang-Undang Dasar Sementara 1950

undang ditetapkan, dan keduanya akan (UUDS 1950). Usul mengajukan rancangan

berkonsultasi dengan para pakar, kelompok undang-undang dapat berasal dari pemerintah

kepentingan, asosiasi-asosiasi, untuk dan dapat pula berasal dari DPR. Menurut Sri

membahas rancangan undang-undang. Soemantri, kekuasaan perundang-undangan

Belum ada pembahasan dengan parlemen yang dilakukan oleh pemerintah dan badan

dalam tahap ini. Ketika rancangan undang- legislatif juga berlaku pada negara-negara

undang sudah dibuat draftnya dan disetujui lain yang menganut sistem pemerintahan

oleh menteri yang bersangkutan, baru parlementer, seperti Inggris dan Belanda. Hal

kemudian diajukan ke parlemen. ini sesuai dengan ciri yang berlaku pada negara-

c. Parliamentary Scrutiny, yaitu tahapan yang negara yang menganut sistem pemerintahan

banyak memberikan kesempatan kepada parlementer, yaitu antara lain mengandung

parlemen dan lembaga negara lainnya adanya atau berlakunya asas difusi kekuasaan

untuk mengemukakan pandangan dan (fusion of powers) antara eksekutif dengan

pertanyaan kepada menteri-menteri secara legislatif. 52

umum dan juga secara rinci dari suatu Kemiripan juga terlihat jika disandingkan

rancangan undang-undang. Puncaknya dengan sistem parlementer Inggris yang melihat

adalah Royal Assent, setelah Act (undang- kekuasaan legislatif dari proses pembuatan

undang baru) diterapkan. undang-undang yang terdiri dari tiga tahap.

Untuk lebih jelasnya, perbandingan dalam Pada tahapan yang terakhir dapat dilihat bahwa

kekuasaan membentuk undang-undang antara kekuasaan legislatif dilakukan oleh parlemen

Indonesia dibawah UUD NRI Tahun 1945 dan menteri-menteri. Bahkan, lembaga negara

dengan Amerika Serikat, Indonesia dibawah lain dapat pula memberikan pertanyaan kepada

UUDS 1950 dan Inggris akan disajikan dalam para menteri tersebut dalam pembahasan

tabel 3 berikut:

sebuah rancangan undang-undang. Hal ini Selain itu, pada sisi lain dalam perubahan

menurut Penulis merupakan bukti dari adanya kedua UUD 1945, juga memunculkan ketentuan

penerapan asas fusion of powers dalam sistem baru yang justru semakin memperkokoh posisi

peerintahan parlementer. Menurut Nomensen DPR. Ketentuan itu dirumuskan dalam Pasal

Sinamo, ketiga tahap dalam proses pembuatan undang-undang tersebut yaitu: 53

20A UUD NRI Tahun 1945, yaitu (1) DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, 55 dan

a. The Inspiration, yaitu ide atau isi undang- undang bisa berasal dari berbagai sumber 54

seperti partai politik, departemen Civil Service adalah bentuk yang digunakan untuk

menggambarkan kantor pemerintah yang pekerjaannya

pemerintah, kelompok kepentingan, dalam hal administrasi negara. [Ibid, hlm. 121.] lembaga penelitian, asosiasi perdagangan 55 Dalam fungsi anggaran, jika diletakkan sebagai fungsi ataupun lembaga-lembaga lainnya.

yang berdiri sendiri, oleh Jimly Asshiddiqie dikritisi karena APBN itu dituangkan dalam baju hukum undang-