REKONSTRUKSI AL-ISLAM-KEMUHAMMADIYAHAN (AIK) PERGURUAN TINGGI MUHAMMADIYAH SEBAGAI PRAKSIS PENDIDIKAN NILAI RECONSTRUCTION OF AL-ISLAM- KEMUHAMMADIYAHAN (AIK) IN MUHAMMADIYAH UNIVERSITIES AS THE PRAXIS OF VALUE EDUCATION Syamsul Arifin
REKONSTRUKSI AL-ISLAM-KEMUHAMMADIYAHAN (AIK) PERGURUAN TINGGI MUHAMMADIYAH SEBAGAI PRAKSIS PENDIDIKAN NILAI RECONSTRUCTION OF AL-ISLAM- KEMUHAMMADIYAHAN (AIK) IN MUHAMMADIYAH UNIVERSITIES AS THE PRAXIS OF VALUE EDUCATION
Syamsul Arifin
Universitas Muhammadiyah Malang Jl. Bandung No. 1 Malang Jawa Timur 65113 Email: syamsarifin@yahoo.com
Abstract
Abstrak
One of the peculiarities marker at the higher Salah satu penanda kekhasan di Perguruan education of Muhammadiyah is providing the
Tinggi Muhammadiyah adalah penyelenggaraan education of al Islam and Kemuhammadiyahan
pendidikan al Islam dan Kemuhammadiyahan (AIK). In the curriculum of the higher education
(AIK). Pada kurikulum Perguruan Tinggi Mu ham- of Muhammadiyah there is a provision that AIK
madiyah terdapat ketentuan bahwa AIK merupakan is a compulsory subject, a kind of Islamic religious
materi wajib, semacam pendidikan agama Islam education must be given in public higher education.
yang wajib diberikan di pendidikan tinggi umum. However, AIK has a weight of credits and hours of
Namun demikian, AIK memiliki bobot kredit dan study which is greater than the Islamic religious
jam studi yang lebih besar dari pada pendidikan education at public higher education, which weighs
agama Islam di perguruan tinggi umum, yang 2 credits and given only one time in one semester,
berbobot 2 sks dan diberikan hanya satu kali while AIK has a weight of 4-8 credits are given for
dalam satu semester, sementara AIK memiliki four semesters. Taking into account the position
bobot 4-8 sks yang diberikan selama empat of the AIK, this paper want elaborate AIK as the
semester. Dengan mempertimbangkan posisi praxis of value education. This paper is based on
AIK tersebut, tulisan ini hendak meng elaborasi a descriptive study of a number of documents
AIK sebagai praksis pendidikan nilai. Tulisan ini relating to AIK generated by Muhammadiyah
didasarkan pada riset deskriptif terhadap sejumlah and University of Muhammadiyah Malang, one of
dokumen yang berkaitan dengan AIK yang higher education of Muhammadiyah that serve as
dihasilkan oleh Muhammadiyah dan Universitas an example the case of the development of AIK.
Muhammadiyah Malang, salah satu Perguruan At the end of this paper, the authors recommend
Tinggi Muhammadiyah yang dijadikan sebagai about the importance of value ducation as a
contoh kasus pengembangan AIK. Pada bagian paradigm in developing AIK.
akhir tulisan ini, penulis merekomendasikan Keywords: Al Islam and Kemuhammadiyahan,
tentang pentingnya pendidikan nilai sebagai paradigma dalam mengembangkan AIK.
educational value, Muhammadiyah Kata Kunci: Al Islam dan Kemuhammadiyahan, pendidikan nilai, Muhammadiyah.
Naskah diterima 19 Juni 2015. revisi pertama, 2 Juli 2015. revisi kedua, 19 Juli 2015 dan revisi terahir 5 Agustus 2015
Volume 13, Nomor 2, Agustus 2015
S yA m S U l A r I f I N
PENDAHULUAN
Daya tahan dan kemampuan Muham- madiyah mengembangkan diri di antaranya
Salah satu organisasi sosial Islam yang terlihat pada kemampuan Muhammadiyah
terpenting di Indonesia sebelum Perang dalam memosisikan dirinya apa yang
Dunia II dan mungkin juga sampai saat ini, disebut oleh Mitsuo Nakamura sebagai
tegas Deliar Noer, 1 adalah Muhammadiyah.
organisasi “masyarakat sipil Islam” terbesar Deliar Noer tidak berlebihan dengan
pernyataan tersebut karena sejak kelahir- the second largest
kedua di Indonesia (
annya pada 18 November 1912 hingga Islamic society organization) in Indonesia).
Konsep yang digunakan Mitsuo Nakamura, dalam usia yang melampaui satu abad ini,
Muhammadiyah sebagai salah satu eksemplar Muhammadiyah bukan sekedar “ada”, tetapi
terus memperlihatkan perkembangan yang Islamic society
“masyarakat sipil Islam” atau
dinamis. Sebagai fenomena organisme, organization, sebenarnya merupakan afirmasi
terhadap hasil kajian peneliti lainnya- organisasi jelas Rheinald Kasali, pertama-
-meskipun tidak menggunakan konsep tama dilahirkan, tumbuh, melewati masa
seperti yang digunakan Mitsuo Nakamaura- kanak-kanak, remaja dan menjadi tua.
-pada dasarnya ingin mendeskripsikan Organisasi juga menjadi sakit, lumpuh,
bahwa sejak kelahirannya karakter
tidak berdaya, dan akhirnya mati. 2 Selain
Muhammadiyah bukan gerakan politik Muhammadiyah, ada beberapa organisasi
dalam arti formal. Kajian yang dilakukan Islam yang lahir pada permulaan abad ke-20,
tetapi sebagaimana dikemukakan Rheinald Alfian, misalnya, mendeskripsikan Mu-
ham madiyah ke dalam tiga kategori Kasali, organisasi-organisasi terbut bahkan
gerakan yang saling berkelindan, yaitu: (1) akhirnya mati. Sementara Muhammadiyah
sebagai gerakan pembaruan keagamaan dalam menghadapi berbagai tantangan,
di samping memiliki daya tahan yang as a religious reformist); (2) sebagai agen
kuat, Muhammadiyah, mengutip kembali as an agent of social
perubahan sosial (
Rheinald Kasali, 3 memiliki kemampuan change); dan (3) sebagai kekuatan politik
5 Dengan karakter menciptakan perubahan (
as a political change).
change) terutama
gerakan seperti ini, meskipun bukan sebagai dari dalam—dengan catatan tidak mengubah
institusi politik dalam arti sempit dan jati dirinya-- sehingga tetap memiliki
formal, Muhammadiyah yang sejak pada kekuatan dialektis dengan perubahan dari
awal-awal kelahirannya beriringan dengan luar yang tidak pernah mengenal kata henti.
berkecembahnya gerakan nasio nalisme, memainkan peran penting mengem bang- kan kesadaran politik melalui lembaga
1 Dealiar Noer. 1990. Gerakan Modern Islam di Indonesia: 1900-1942. Jakarta: LP3ES, h. 84
4 Mitsuo Nakamura. 2012. The Crescent Arises 2 Rheinald Kasali. 2007. Re-Code Your Change
over the Banyan Tree: A Study of the Muhammadiyah DNA: Membebaskan Belenggu-belenggu untuk Meraih
Movement in a Central Javanase Town, c. 1910s-2010. Keberanian dan Keberhasilan dalam Pembaharuan.
Singapore: ISEAS, h. xxv
Jakarta: Gramedia, h. 12. 5 Alfian. 1989. Muhammadiyah: The Political 3 Rheinald Kasali. 2006. Change: Tak Peduli Berapa
Behavior of a Muslim Modernist Organization Under Dutch Jauh Jalan Salah yang Anda Jalani: Putar Arah Sekarang
Colonialism. Yogyakarta: Gadjah Mada University Juga. Jakarta: Gramedia
Press, h. 5.
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan agama dan keagamaan
RekonstRuksi al-islam-kemuHammadiYaHan (aik) PeRguRuan tinggi muHammadiYaH seBagai PRaksis Pendidikan nilai
pendidikan yang dimilikinya. Peran Mu- Muhammadiyah, pendidikan selalu
ham madiyah dalam konteks masa itu mendapatkan perhatian penting. Pada
digambarkan oleh George McTurnan Kahin, 6 muktamar ke-46 yang diselenggarakan
tak ubahnya seperti anak sungai yang pada 3-8 Juli 2010 M (20-25 Rajab 1431H) di tenang tetapi dalam dan turut berkontribusi
Yogyakarta, Muhammadiyah menelorkan dalam arus nasionalisme politik dan secara
pemikiran di bidang pendidikan yang
diam-diam tetapi berkelanjutan berhasil bertajuk, “Revitalisasi Pendidikan Muham- menghidupkan dan memperkuat arus madiyah”. Keputusan ini menarik dijadikan tersebut.
bahan kajian karena revitalisasi pendidikan Salah satu basis institusional ter-
Muhammadiyah seharusnya juga menyentuh
penting gerakan Muhammadiyah adalah pada salah satu tugas inti pendidikan, yaitu pendidikan. Dibandingkan dengan institusi
memperkuat dan mengembangkan kualitas lainnya yang berkembang menjadi amal peserta di bidang nilai. usaha Muhammadiyah seperti kesehatan
Tulisan ini pada gilirannya akan
dan ekonomi, jumlah lembaga pendidikan mengkaji Pendidikan al Islam-Kemu ham- jauh lebih banyak sehingga Muhmmadiyah
madiyahan atau yang disebut dengan AIK hampir identik dengan pendidikan. 7 sebagai praksis pendidikan nilai di Per-
Seiring dengan usia Muhammadiyah guruan Tinggi Muhammadiyah (PTM). yang telah memasuki satu abad, perkem-
AIK merupakan salah satu ciri khas PTM
bangan pendidikan yang dimiliki oleh sebagaimana ketentuan Pedoman Pimpinan Muham madiyah juga memperlihatkan Pusat Muhammadiyah Nomor 02/PEDI/ kemajuan secara signifikan terutama secara
I.0/B/2012 tentang Perguruan Tinggi
kuantitatif. 8 Karena begitu pentingnya basis
Muhammadiyah. Pada Pasal 9 ayat (2) terdapat
institusional bidang pendidikan dalam ketentuan sebagai berikut: “Perguruan gerak langkah Muhammadiyah, pada setiap
Tinggi Muham madiyah wajib memiliki ciri khas
forum pertemuan yang diselenggarakan kurikulum Al-Islam Kemuhammadiyahan yang
diatur lebih lanjut dengan ketentuan Majelis
Pendidikan Tinggi.”Sebagai kelanjutan dari
6 George McTurnan Kahin. 2003. Nasionalisme &
Revolusi Indonesia. Jakarta: Komunitas Bambu, h. 121.
ketentuan ini, semua PTM yang tersebar di
7 Chairil Anwar, “Sambutan Ketua Majelis Dikti
Indonesia menyelenggarakan pendidikan
Litbang PP Muhammadiyah” dalam Suyatno et al
AIK sejak semester pertama. AIK bisa
(ed.).2010. Revitalisasi Pendidikan Muhammadiyah di Tengah Persaingan Nasional dan Global. Jakarta:
dikatakan sejenis pendidikan agama Islam
Uhamka Press,h. xi. Menurut catatan Wikipedia,
(PAI) di perguruan tinggi umum yang wajib
Muhammadiyah memiliki lembaga pendidikan diikuti oleh mahasiswa yang beragama sebanyak 10314 yang tersebar pada semua jenjang pendidikan (TK-PT) dengan perincian sebagai Islam. Perbedaannya, kalau PAI cukup berikut: TK/TPQ (4623); SD/MI (2604); SMP/MTs
diberikan hanya satu semester, sedangkan
(1772); SMA/SMK/MA (1143); PT (172).
AIK bisa sampai empat semester. Sekedar
Menurut catatan Wikipedia, Muhammadiyah memiliki lembaga pendidikan sebanyak 10314 yang
contoh, Universitas Muhammadiyah
tersebar pada semua jenjang pendidikan (TK-PT)
Malang merancang AIK sampai empat
dengan perincian sebagai berikut: TK/TPQ (4623);
semester dengan penjenjangan sebagai
SD/MI (2604); SMP/MTs (1772); SMA/SMK/MA (1143); PT (172).
berikut: AIK I, AIK II, AIK III, dan AIK IV.
Volume 13, Nomor 2, Agustus 2015
S yA m S U l A r I f I N
Pada bagian akhir tulisan ini, penulis akan sebagai state of mind, tidak bisa dilepaskan
merekomendasikan beberapa upaya dalam dari proses transfer dan transformasi rangka mengembangkan AIK sebagai paham keislaman yang dilakukan secara praksis pendidikan nilai. Tulisan ini sistematis melalui institusi pendidikan didasarkan pada telaah terhadap beberapa
yang dimiliki Muhammadiyah. Dalam
dokumen yang bersumber dari Pimpinan konteks ini, institusi pendidikan al-Islam Pusat Muhammadiyah yang diakses secara
dan Kemuhammadiyahan (AIK) yang ter-
daring (online) dan dokumen-dokumen dapat pada semua Perguruan Tinggi yang terkait dengan AIK di Universitas Muhammadiyah (PTM), ikut berperan Muhammadiyah Malang (UMM). UMM dalam memengaruhi dan bahkan mengubah sengaja dipilih karena didasarkan setidaknya
cara berfikir (mode of though) mahasiswa pada tiga pertimbangan. Pertama, UMM terhadap Islam.
telah melakukan beberapa rekonstruksi Kedua, pendidikan yang dimiliki
terhadap AIK kurang lebih sejak 1991. oleh Muhammadiyah turut memberikan Kedua, rekonstruksi yang dilakukan oleh kontribusi terhadap apa yang dalam sosiologi UMM dijadikan salah satu pertimbangan disebut dengan mobilitas sosial. Jika sedikit oleh Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan melakukan tilikan sejarah, misi pendidikan Pusat Muhammadiyah dalam mengeluarkan
yang dikembangkan oleh Muhammadiyah
kebijakan terkait dengan pengembangan di antaranya ingin mendorong umat Islam AIK pada level nasional. Ketiga, model AIK
terbebas dari jeratan sebagai kelas jelata di UMM dijadikan acuan oleh beberapa PTM
yang diakibatkan dari praktik politik etis terutama yang berada di wilayah Indonesia
pemerintah kolonial Belanda 9 . Berkat
bagian timur dan PTM yang sedang pendidikan Muhammadiyah, banyak dari berkembang.
umat Islam yang mengalami mobilitas sosial
sebagai kelas menengah. 10
PEMBAHASAN
Kendati memiliki lembaga pendidikan dalam jumlah yang banyak serta memberikan
Filsafat Pendidikan Muhammadiyah
kontribusi setidaknya terhadap kehidupan Dengan jumlah lembaga pendidikan umat Islam, pendidikan Muhammadiyah yang demikian banyak tersebut, Mu-
tidak pernah henti-hentinya mendapatkan hammadiyah terbukti bisa melakukan peran
sorotan dan kritik baik dari kalangan strategis yang dapat dirasakan manfaatnya
internal Muhammadiyah sendiri maupun oleh banyak kalangan. Pertama, pendidikan
dari kalangan luar. Sorotan dan kritik
yang dikembangkan oleh Muhammadiyah terhadap pendidikan Muhammadiyah di telah terbukti menjadi institusi strategis antaranya ada yang bermuatan filosofis. dalam mendiseminasikan paham keislaman yang dikembangkan oleh Muhammadiyah.
9 Lihat, Robert van Niel. 2009. Munculnya Elite
Perkembangan Muhammadiyah sebagai Modern Indonesia. Jakarta: Pustaka Jaya Indonesia. suatu fenomena “ 10 Lihat, Matuki HS. 2010. society”—bukan hanya Kebangkitan Kelas
Menengah Santri: Dari Tradisionalisme, Liberalisme,
sebagai fenomena organisasi--, setidaknya Postradisionalisme hingga Fundamentalisme. Tangerang:
Pustaka Dunia.
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan agama dan keagamaan
RekonstRuksi al-islam-kemuHammadiYaHan (aik) PeRguRuan tinggi muHammadiYaH seBagai PRaksis Pendidikan nilai
Sedangkan lainnya menyoroti pada aspek terdapat penjelasan tentang Rumusan tata kelola (governance). Sorotan dan kritik Filsafat Pendidikan Muhammadiyah. Berikut terhadap aspek kefilsafatan pendidikan
dikemukakan beberapa poin penting yang Muhammadiyah pernah diungkap oleh terkandung dalam keputusan tersebut: Mohamad Ali dan Marpuji Ali lewat
Pertama, hakikat pendidikan dalam artikelnya yang bertajuk, Filsafat Pendidikan
pan dangan Muhammadiyah.
Muhammadiyah: Tinjauan Historis dan Praksis 11 Pendidikan Muhammadiyah adalah
. Kedua penulis yang juga dosen al-Islam- penyiapan lingkungan yang memungkinkan
Kemuhammadiyahan (AIK) di Universitas seseorang tumbuh sebagai manusia yang Muhammadiyah Surakarta (UMS) itu, menyadari kehadiran Allah swt sebagai
menyoal kekosongan pemikiran filsafat Robb dan menguasai ilmu pengetahuan,
yang menyangga bangunan pendidikan teknologi dan seni (IPTEKS). Dengan Muhammadiyah sejak dari TK sampai PT. ke sadaran spiritual makrifat (iman/ Kita kutip pendapat mereka:
tauhid) dan penguasan IPTEKS, seseorang mampu memenuhi kebutuhan hidupnya
Dalam usia Muhammadiyah menjelang satu abad dengan jumlah lembaga secara mandiri, peduli sesama manusia pendidikan mulai dari Taman Kanak-kanak
yang menderita akibat kebodohan dan sampai dengan Perguruan tinggi, adalah
kemiskinan, senantiasa menyebarluaskan suatu yang aneh Muhammadiyah belum
kemakmuran, mencegah kemungkaran mempunyai filsafat pendidikan. Bagaimana
bagi pemuliaan kemanusiaan dalam rangka mungkin kerja hiruk-pikuk pendidikan kehidupan bersama yang ramah lingkungan
tanpa satu panduan cita-cita yang jelas? dalam sebuah bangsa dan tata pergaulan Apatah lagi bila dikaitkan dengan upaya mendidik dalam rangka pembentukan dunia yang adil, beradab dan sejahtera
generasi ke depan. 12 sebagai ibadah kepada Allah.
Pendidikan Muhammadiyah merupa- Bisa jadi artikel tersebut ditulis se-
kan pendidikan Islam modern yang meng- belum perhelatan Muktamar ke-46 Mu-
integrasikan agama dengan kehidupan dan
ham madiyah yang diselenggarakan di antara iman dan kemajuan yang holistik. Yogyakarta. Sebab pada muktamar tersebut,
Dari rahim pendidikan Islam yang untuk itu
Muhammadiyah telah menelorkan suatu lahir generasi muslim terpelajar yang kuat keputusan mendasar yaitu, Revitalisasi iman dan kepribadiannya, sekaligus mampu
Pendidikan Muhammadiyah 13 . Dalam ke-
menghadapi dan menjawab tantangan
putusan tersebut, yakni pada Bab II, zaman. Inilah pendidikan Islam yang berkemajuan.
Kedua, visi dan misi pendidikan Mu-
11 https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/
hammadiyah. Visi (vision) bisa dikatakan
12 Ibid.
sebagai magic formula yang mengandung
13 Lihat, Tanfidz Keputusan Muktamar Satu Abad
pernyataan tentang cita-cita atau impian
Muhammadiyah dalam http://www.muhammadiyah. or.id/muhfile/download/Tanfidz%20
sebuah institusi di masa yang akan datang.
Muhammadiyah/Tanfidz%20Muhammadiyah%20
Visi pendidikan Muhammadiyah dinyatakan
Sept%202010.PDF
Volume 13, Nomor 2, Agustus 2015
S yA m S U l A r I f I N
sebagai berikut: “Terbentuknya manusia (1) Pendidikan Muhammadiyah diseleng- pembelajar yang bertaqwa, berakhlak mulia,
garakan merujuk pada nilai-nilai yang berkemajuan dan unggul dalam IPTEKS sebagai
bersumber pada al-Qur’an dan Sunnah perwujudan tajdid dakwah amar ma’ruf nahi
Nabi
munkar.” Sedangkan misi (mission) me- (2) Rukhul ikhlas untuk mencari ridha Allah rupakan pernyataan tentang tugas luhur
SWT menjadi dasar dan inspirasi dalam atau suci yang harus dilakukan oleh suatu
ikhtiar mendirikan dan menjalankan institusi untuk mencapai visi. Misi pen-
amal usaha di bidang pendidikan. didikan Muhammadiyah dirumuskan seba-
(3) Menerapkan prinsip kerja sama (musya- gai berikut:
rakah) dengan tetap memelihara sikap (1) Mendidik manusia memiliki kesadaran
kritis, baik pada masa Hindia Belanda, ketuhanan (spiritual makrifat).
Dai Nippon (Jepang), Orde Lama, Orde (2) Membentuk manusia berkemajuan yang
Baru hingga pasca Orde Baru.
memiliki etos tajdid, berfikir cerdas, (4) Selalu memelihara dan menghidup- alternatif dan berwawasan luas.
hidup kan prinsip pembaruan (tajdid), (3) Mengembangkan potensi manusia
inovasi dalam menjalankan amal usaha ber jiwa mandiri, beretos kerja keras,
di bidang pendidikan.
wirausaha, kompetetif dan jujur. (5) Memiliki kultur untuk memihak kepada (4) Membina peserta didik agar menjadi
kaum yang mengalami kesengsaraan manusia yang memiliki kecakapan
(dhuafa dan mustadh’afin) dengan hidup dan ketrampilan sosial, teknologi,
melakukan proses-proses kreatif sesuai informasi dan komunikasi.
dengan tantangan dan perkembangan yang terjadi pada masyarakat Indonesia.
(5) Membimbing peserta didik agar men- jadi manusia yang memiliki jiwa, (6) Memperhatikan dan menjalankan prin sip kemampuan menciptakan dan meng-
keseimbangan (tawasuth atau mo derat) apresiasi karya seni-budaya.
dalam mengelola lembaga pen didikan antara akal sehat dan ke sucian hati.
(6) Membentuk kader persyarikatan, ummat dan bangsa yang ikhlas, peka, peduli dan bertanggungjawab terhadap
Keempat, unsur-unsur pendidikan. kema nusiaan dan lingkungan.
Pendidikan sering dipahami sebagai suatu sistem karena adanya pertautan yang utuh
Ketiga, nilai-nilai dasar pendidikan antarberbagai unsur. Dalam dokumen Muhammadiyah (NDPM). Pada keputusan keputusan muktamar ke-46, terdapat muktamar ke-46 Muhammadiyah juga paparan tentang aspek-aspek pendidikan terdapat pernyataan tentang NDPM. Per-
Muhammadiyah yang meliputi: (1) Pem- nyataan tentang NDPM keputusan tersebut
belajar; (2) Pembelajaran; (3) Pendidik; (4)
dikaitkan dengan kemampuan historisitas Persyarikatan; (5) Manajerial; (6) Kurikulum; pendidikan Muhammadiyah dalam meng-
(7) Kemasyarakatan.
hadapi berbagai perubahan zaman yang Rumusan filsafat pendidikan Muham- didasarkan atas nilai-nilai sebagai berikut:
madiyah yang tertuang dalam keputusan
206
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan agama dan keagamaan
Volume 13, Nomor 2, Agustus 2015 207
RekonstRuksi al-islam-kemuHammadiYaHan (aik) PeRguRuan tinggi muHammadiYaH seBagai PRaksis Pendidikan nilai
muktamar ke-46 Muhammadiyah sebenarnya masih memerlukan eksplorasi dan elobarasi lebih mendalam. Rumusan tersebut baru bisa dikatakan sebagai “Pengantar Filsafat Pendidikan Muhammadiyah”. Sambil menunggu kajian berikutnya terutama dari para pakar pendidikan di kalangan Muhammadiyah, rumusan tersebut telah memiliki kaitan dengan isu-isu utama yang
dibahas dalam kajian filsafat pendidikan yang meliputi aspek ontologi, epistemologi,
dan epistemologi. Aspek ontologi pen- didikan membicarakan tentang hakikat keberadaan pendidikan yang selalu mengait dengan eksistensi kehidupan manusia. Aspek epistemologi pendidikan membahas tentang pengetahuan yang akan disajikan dalam pendidikan untuk mengembangkan potensi manusia sebagai subyek pendidikan. Sedangkan aspek aksiologi dalam pendidikan berkaitan dengan nilai-nilai keutamaan yang dapat mengembangkan pribadi yang bermoral.
Dari sisi ontologis, dalam rumusan filsafat pendidikan Muhammadiyah ter-
dapat pernyataan tentang eksistensi ma- nusia yang memiliki kesadaran spiritual tentang Allah sebagai Realitas Absolut yang selalu hadir dalam kehidupan manusia ( omnipresence). Rumusan filsafat pendidikan Muhammadiyah juga mengandung pen- jelasan tentang aspek epistemologi seperti tampak pada pernyataan :”… pendidikan Islam modern yang menintegrasikan agama dengan kehidupan dan antara iman dan kemajuan yang holistik.” Dengan pernyataan ini dapat diartikan bahwa epistemologi keilmuan yang dijadikan dasar untuk mengembangkan potensi manusia adalah (epistemologi) yang berkarakter integralistik, holistik, tidak mengandung pertentangan atau dikotomi
antara agama dan ilmu pengetahuan. Sedangkan dari sisi aksiologis, pendidikan Muhammadiyah berkomitmen untuk mengembangkan manusia yang pada dirinya selalu melekat nilai-nilai kebajikan.
Mengapa pendidikan membutuhkan filsafat? Apakah mungkin aktivitas pen- didikan dapat mengabaikan filsafat? Dengan mengenyampingkan beragam definisi yang
dirumuskan oleh para ahli, dalam tulisan ini filsafat ingin dipahami sebagai sebagai suatu mode of thought (cara atau modus berfikir).
Setiap manusia memiliki kemampuan melakukan aktivitas pemikiran. Tetapi tidak semua aktivitas pemikiran bisa dikate- gorikan sebagai pemikiran filosofis kecuali kalau dicurahkan pada suatu ikhtiar untuk memahami hakikat sesuatu. Inilah yang disebut dengan cara berfikir secara radikal. Dalam Kamus Inggris-Indonesia: An English- Indonesian Dictionary, karya John M. Echols dan Hassan Shadily, radikal (radical) di antaranya memiliki pengertian: “sampai ke akar-akarnya.” Kata radical sendiri berasal dari bahasa Yunani, radix, yang berarti akar. Jika menggunakan ilustasi sebuah pohon, akar berada pada posisi di dalam tanah. Kekuatan suatu pohon sangat tergantung pada kualitas posisi akar dalam tanah. Semakin dalam posisi akar, maka semakin kuat pula dalam menyangga unsur-unsur pohon yang di atasnya. Dengan meng- gunakan pohon sebagai ilustrasi, maka yang dimaksud dengan berfikir secara radikal adalah aktivitas memahami sesuatu lebih mendalam dan mendasar, bukan hanya realitas di permukaan yang mudah ditangkap secara inderawi. Maka kalau obyeknya pendidikan, maka yang akan dihasilkan dari berfikir secara radikal adalah suatu pemahaman secara mendalam dan
S yA m S U l A r I f I N
mendasar tentang pendidikan. Inilah yang AIK sebagai Praksis Pendidikan Nilai
dimaksud dengan esensi (essence), yakni Telah dikemukakan di bagian awal
sesuatu yang dipandang paling penting. tulisan ini bahwa Muhammadiyah memiliki
Dengan demikian, berfikir secara radikal ribuan institusi pendidikan sejak dari TK
dalam konteks pendidikan berarti suatu sampai PT. Sebagai organisasi berbasis
ikhtiar untuk memahami esensi (apa yang dan berkarakter keagamaan (keislaman),
paling penting) pendidikan. Pemahaman maka wajar jika pendidikan yang dirancang
terhadap esensi pendidikan perlu dimiliki oleh Muhammadiyah selalu diusahakan
oleh semua pemangku kepentingan melekat dengan segala sesuatu yang ber-
(stakeholders), lebih-lebih bagi pengelola hubungan dengan agama (Islam). Salah satu suatu institusi pendidikan. Menurut Omar
14 yang menjadi karakter pada pen Muhammad al-Toumy al-Syaibani: didikan
Muhammadiyah adalah adanya program pendidikan bernama al-Islam-Kemuham-
Falsafah pendidikan itu dapat menolong perancang-perancang pendidikan dan madiyahan (AIK) pada jenjang perguruan orang-orang yang melaksanakannya dalam
tinggi (Perguruan Tinggi Muhammadiyah/ suatu negara untuk membentuk pemikiran
PTM). AIK di PTM bisa disetarakan dengan yang sehat terhadap proses pendidikan.
pendidikan agama pada perguruan tinggi Di samping itu dapat menolong terhadap
lain di Indonesia yang berkedudukan sebagai tujuan-tujuan dan fungsi-fungsinya serta
mata kuliah wajib kendati hanya berbobot 2 meningkatkan mutu penyelesaian masalah sks. Dalam sistem pendidikan di Indonesia, pendidikan dan peningkatan tindakan
dan keputusan termasuk rancangan- pendidikan agama menurut Abdul Mu’ti dan rancangan pendidikan mereka, begitu Fajar Riza Ul Haq bersifat confessional yang juga untuk memperbaiki peningkatan bertujuan menanamkan keyakinan dan
pelaksanaan pendidikan serta kaedah dan membentuk manusia taat kepada agamanya cara mereka mengajar yang mencakup (learning to be religious persons), bukan sekedar
penilaian, bimbingan, dan penyuluhan. sebagai sebagai obyek ilmu pengetahuan Hal itu dapat mewarnai tindakan mereka
learning to know about religion). 15 Pemberian dengan tujuan tertentu dan memberikan
usaha-usaha pendidikan itu suatu merata status terhadap pendidikan agama sebagai fikiran dan falsafah. Begitu juga hal itu
mata kuliah wajib dalam sistem pendidikan dapat ia mengaitkan di antara berbagai
nasional juga terkandung maksud sebagai segi kegiatan dan usaha-usaha yang “instrumen” bagi pencapaian tujuan dilakukannya untuk mencapai tujuan-
pendidikan nasional. Pada Undang-Undang tujuan pendidikan. Falsafah pendidikan Republik Indonesia (UU RI) Nomor 20 Tahun
yang menyeluruh yang dibatasi dalam 2003, Bab II (Dasar, Fungsi, dan Tujuan), rangka sejarah bangsa dan kebudayannya
dan suasana kerohanian, sosial, ekonomi
Pasal 3 terdapat pernyataan:
dan politik dapat menyebabkan pelajarnya, dan orang yang mendalaminya memandang
Pendidikan nasional berfungsi me- proses pendidikan.
ngem bangkan kemampuan dan membentuk 15 Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ul Haq. 2009. Kristen
14 Omar Muhammad al-Toumy al-Syaibani. 1979. Muhammadiyah: Konvergensi Muslim dan Kristen dalam Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, h. 1
Pendidikan. Jakarta: al Wasath, h. 12.
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan agama dan keagamaan
RekonstRuksi al-islam-kemuHammadiYaHan (aik) PeRguRuan tinggi muHammadiYaH seBagai PRaksis Pendidikan nilai
watak serta peradaban bangsa yang ber- Muhammadiyah mengakomodasi ketentuan martabat dalam rangka mencerdaskan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab V (Peserta kehidupan bangsa, bertujuan untuk Didik), pasal 12 yang mengatakan bahwa berkembangnya potensi peserta didik
setiap peserta didik pada setiap satuan agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, pendidikan berhak: “Mendapatkan pendidikan
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, agama sesuai dengan agama yang dianutnya kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara
dan diajarkan oleh pendidik yang segama.” yang demokratis serta bertanggung jawab .
Dengan mengenyampingkan perdebatan tentang model pendidikan agama yang tepat
Sebagaimana status pendidikan agama di lembaga pendidikan Muhammadiyah
dalam sistem pendidikan nasional, AIK dalam konteks peserta didik yang plural
dalam sistem pendidikan Muhammadiyah dari sisi agama, yang perlu mendapatkan
juga memiliki status sebagai mata kuliah jawaban secara mendasar adalah bagaimana
wajib yang harus ditempuh oleh semua mengoptimalkan institusi AIK di PTM agar
mahasiswa. Penyelenggaraan AIK di PTM tidak hanya menjadi aksesori formal, tetapi
pada umumnya menggunakan model berkontribusi secara signifikan terhadap “eksklusif” dan “menghindari” model “in- pengembangan potensi mahasiswa. Opti-
klusif”. Dalam model “eksklusif”, semua malisasi potensi AIK ke arah terebut
mahasiswa tanpa memperhatikan latar terken dala oleh sejumlah kelemahan yang
belakang agamanya diwajibkan menempuh sekaligus sebagai sasaran kritik banyak
mata kuliah AIK sebagai pendidikan agama confessional. Model ini berbeda dengan kalangan terhadap pelaksanaan AIK di PTM..
Setidaknya ada tiga hal pada AIK yang men- model “inklusif” yang memberi peluang
jadi sasaran kritik.
kepada mahasiswa untuk mempelajari beberapa agama. Dalam model ini, menurut
Pertama, kualifikasi akademik pengampu Abdul Mu’ti dan Fajar Riza Ul Haq, penyajian
AIK. Dari sisi ini, masih ada beberapa agama bersifat
non-confessional karena pengampu AIK yang belum memenuhi
hanya menekankan pada aspek kognitif. standar minimal berdasarkan ketentuan Pelaksanaan model ini mengandung maksud
Bab V Pasal 46 Undang-Undang Republik
untuk meningkatkan pemahaman dan Indonesia (UU RI) Nomor 14 Tahun 2005 kesadaran terhadap pluralitas agama. Model
tentang Guru dan Dosen yang menyatakan : “inklusif” ini sejalan dengan perkembangan
“Dosen memiliki kualifikasi akademik minimum: baru dalam studi agama-agama yang
a. lulusan program magister untuk program mulai menekankan interreligious studies
diploma atau program sarjana; dan b. lulusan dengan tujuan: “to be religious today is to be
program doktor untuk program pascasarjana.” interreligious” 16 . Selain “menghindari” model
Kedua, kompetensi pengampu AIK. “inklusif”, tidak semua lembaga pendidikan
Definisi kompetensi menurut UU RI Nomor 14 Tahun 2005 adalah: “Seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku
16
J.B. Banawirata, “To Be Religious Today is to be Interreligious” dalam Syafa’atun Almirzanah. 2009.
yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai
When Mystic Masters Meet: Paradigma Baru Relasi Umat
oleh guru atau dosen dalam melaksanakan
Kristiani-Muslim. Jakarta: Gramedia, h. xiii. Volume 13, Nomor 2, Agustus 2015
209
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan agama dan keagamaan
S yA m S U l A r I f I N
tugas keprofesionalan.” Kompetensi ini telah menjadi pengatahuan populer bagi semua
kalangan yang terlibat secara langsung dalam kegiatan pendidikan. Kompetensi yang harus dimiliki oleh dosen meliputi: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Deskripsi masing-masing kompetensi sebagai berikut:
Tabel 1. Deskripsi Kompetensi Pedagogik, Profesional, Kepribadian, dan Sosial
Kompetensi Pedagogik
kompetensi pedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran yang meliputi pemahaman terhadap karakteristik mahasiswa, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran serta pengembangan mahasiswa untuk mengaplikasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
Kompetensi Profesional
Kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing mahasiswa memenuhi standar kompetensi.
Kompetensi Kepribadian
kompetensi kepribadian adalah sifat mantap, stabil, dewasa, bijak, berwibawa, sehingga kondisi pribadi guru dapat menjadi contoh bagi mahasiswa.
Kompetensi Sosial
kompetensi sosial adalah kemampuan berkomunikasi secara efektif dengan mahasiswa, teman sejawat, dan masyarakat. dirinya serta meningkatkan kualitas pendidikan secara berkelanjutan mengikut perkembangan zaman.
Dari keempat kompetensi tersebut, yang paling banyak mendapatkan kritik adalah kompetensi pedagogik pengampu AIK terutama kemampuan dalam menyampaikan materi dengan menggunakan metode yang menarik dan efektif atau yang disebut dengan active learning (pembelajaran aktif). Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor
19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) terdapat pernyataan yang menekankan pada penggunaan pembelajaran aktif: “Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan
secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.” Sementara itu, penyampaian materi
AIK masih didominasi oleh metode ceramah yang lebih mengandalkan komunikasi verbal pihak pengampu, sedangkan di sisi lain, mahasiswa cenderung pasif. Metode ceramah memang memiliki kelebihan terutama jika ingin menyampaikan materi yang tidak tersedia dalam bentuk tulisan serta pada saat memberikan pengarahan sebelum melaksanakan tugas. Tetapi yang perlu diperhatikan kekurangan metode ini jauh lebih banyak seperti dikemukakan
Hisyam Zaini: 17
Namun, sayangnya, metode ceramah memiliki beberapa kelemahan, beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: (1) Daya tahan mahasiswa untuk berkonsentrasi dan mengandalkan alat indera telinga sangat terbatas. Penelitian yang dilakukan Hartley dan Davies (1978) menunjukkan bahwa perhatian meningkat dari mulai perkuliahan sampai pada sepuluh menit pertama dan menurun setelah itu. Pada sepuluh menit pertama mahasiswa mampu menyerap 70% informasi yang disampaikan. Sementara itu, pada sepuluh menit terakhir informasi yang dapat diserap oleh mahasiswa hanya 20%; (2) Ketika mendengarkan, mahasiswa sangat mudah terganggu karena mahasiswa lebih terfokus pada apa yang terlihat (visual) daripada yang terdengar (audio); (3) Mahasiswa tidak dapat membandingkan,
17 Hisyam Zaini, dkk., 2002. Desain Pembelajaran di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: CTSD IAIN Sunan
kalijaga Yogyakarta, h. 132.
RekonstRuksi al-islam-kemuHammadiYaHan (aik) PeRguRuan tinggi muHammadiYaH seBagai PRaksis Pendidikan nilai
menganalisis atau mengevaluasi gagasan antara guru atau dosen dengan murid atau informasi yang disampaikan dosen.
atau mahasiswa di dalam kelas dalam kerangka tujuan pembelajaran. Sedangkan
Ketiga, isi, kandungan, atau content AIK. menurut Azyumardi Azra, 19 pengajaran Sorotan terhadap AIK yang menyangkut isi lebih menekankan pada proses transfer
(content) berkaitan dengan lingkup materi, ilmu belaka, bukan transformasi nilai dan
yang dinilai masih terlalu menekankan pembentukan kepribadian dengan segala pada aspek kognitif (pengetahuan teoritik) aspek yang dicakupinya. Oleh karena daripada pengembangan sikap moral itu,menurut J.I.G.M. Drost. 20 perlu dibedakan keagamaan. Pada bagian pembahasan antara proses mengajar dengan belajar
filsafat pendidikan Muhammadiyah terdapat (pengajaran) dengan pendidikan yang
pertanyaan tentang esensi pendidikan.
memiliki makna lebih luas.
Pertanyaan ini juga bisa ditujukan kepada AIK; apakah sebenarnya yang menjadi esensi
Jika coba dianalisis secara etimologis, AIK?
kata pendidikan berasal dari dua kata kerja yang berbeda, yaitu, dari kata educare dan
Sebagaimana ditulis pada judul tulisan educere. Kedua kata ini berasal dari bahasa ini, AIK ingin dipahami dalam konteks
Latin yang kemudian diserap ke dalam praksis pendidikan nilai. Pada judul sengaja bahasa Inggris menjadi education. Educare disisipkan kata praksis (praxis) dengan mengandung pengertian melatih atau maksud ingin mendorong terjadinya menjinakkan (seperti melatih hewan liar
perubahan cara berfikir (mode of thought) menjadi jinak) dan menyuburkan (seperti
bahwa AIK bukan hanya aktivitas verbal mengolah tanah pertanian dengan baik (ceramah/pidato/retorika) menjelaskan sehingga mendatangkan hasil panen yang
segala sesuatu yang berhubungan dengan melimpah). Berdasarkan pada arti harfiah agama Islam dan Muhammadiyah. Lebih dari
educare ini, Doni Koesoema A kemudian sekedar aktivitas verbal—sejalan dengan menjelaskan makna pendidikan sebagai pengertian kata praksis yakni berbuat atau
berikut: 21
bertindak—AIK perlu dipahami sebagai tindakan “edukatif” dan sekaligus tindakan
Jadi, pendidikan merupakan sebuah “didaktis” yang dapat mendorong peserta
proses yang membantu menumbuhkan, didik mewujudkan perilaku bermoral.
mengembangkan, mendewasakan, mem- Tahapan dari tindakan edukatif-didaktis
buat yang tidak tertata atau liar men- jadi semakin tertata, semacam proses
sampai pada terwujudnya suatu perilaku penciptaan sebuah kultur dan tata yang bermoral, tidak bisa dicapai hanya keteraturan dalam diri maupun dalam diri
dengan aktivitas pengajaran, tetapi harus orang lain. Selain merupakan semacam melalui pendidikan. Pengajaran, menurut
Doni Koesoema A 18 , lebih berkaitan dengan
19 Azyumardi Azra. 1999. Pendidikan Islam: Tradisi
konteks pedagogis-didaktis dalam relasi dan Modernisasi Menuju Milenium Baru.Jakarta: Logos,
h. 3.
Doni Koesoema A. 2007. 20 Pendidikan Karakter: J.I.G.M. Drost. 1998. Sekolah: Mengajar atau Strategi Mendidik Anak di Zaman Global.Jakarta:
Mendidik? . Yogyakarta: Kanisius, h. 32.
Grasindo, h. 58. 21 Doni Koesoema A., Pendidikan Karakter…,h. 53
Volume 13, Nomor 2, Agustus 2015
S yA m S U l A r I f I N
proses domestifikasi, pendidikan juga yang membantu setiap individu bertumbuh berarti proses pengembangan berbagai
dalam proses penyempurnaan dirinya. Ia macam potensi yang ada dalam diri manusia,
mampu bekerja sama dan membaktikan seperti kemampuan akademis, ralasional,
diri pada sebuah kehidupan yang bakat-bakat, talenta, kemampuan fisik,
kepentingannya menjangkau kepentingan atau daya-daya seni.
banyak orang.
Lalu bagaimana makna pendidikan Analisis etimologis tersebut kian menya-
sebagai educere. Menurut analisis Doni darkan bahwa pendidikan memiliki makna Koesoema A, kata educere merupakan ga-
yang lebih luas dan mendalam daripada
bungan dari preposisi ex (keluar dari) dan pengajaran yang lebih mengutamakan kata kerja ducere (memimpin). Jadi, educere
transfer ilmu. Dalam khazanah kepustakaan
berarti suatu kegiatan untuk menarik Islam dikenal istilah “tarbiyah”, “ta’lim” keluar atau membawa keluar. Berdasarkan
dan “ta’dib” yang apabila dipahami secara pada analisis terhadap pengertian educere
bersama-sama dapat menjelaskan totalitas
ini, maka pendidikan merupakan aktivitas makna pendidikan. Sebagai bagian dari relasional antara pihak yang memimpin aktivitas pendidikan, AIK juga harus dengan pihak yang dipimpin. Sebagaimana
dipahami dalam pengertian seperti itu. AIK, pengertian preposisi ex (keluar dari), maka
dengan demikian, pertama, bukan sekedar tugas asasi yang harus dijalankan oleh pihak
aktivitas pengajaran yang lebih menekankan
yang memimpin adalah membangkitkan pada proses transfer dan penguasaan teori kemampuan pihak yang dipimpin mengatasi
keagamaan. Kedua, AIK sebagai bagian (keluar dari) keterbatasan fisik kodrati
dari aktivitas pendidikan di PTM perlu
yang dimilikinya. Kemampuan inilah yang dituntut melakukan fungsi pengembangan disebut oleh Doni Koesoema A dengan terhadap potensi yang dimiliki oleh kamampuan keluar secara internal. Selain mahasiswa terutama potensi moral. Ketiga, membangkitkan kemampuan keluar secara
untuk mengembangkan potensi moral
internal, pihak yang memimpin, lanjut tersebut, para pengampu AIK (dosen), Doni Koesoema A, juga harus mampu sebagai seorang pemimpin, harus mampu membangkitkan pihak yang dipimpin mengembangkan aktivitas relasional atau memiliki kemampuan keluar secara hubungan interpersonal dengan pihak yang
eksternal. Menurut Doni Koesoema A: 22 dipimpimnya (mahasiswa).
Keluar secara eksternal lebih mengacu pada proses horizontal relasional Pengalaman Universitas Muhammadiyah
Malang
antara individu dengan individu lain di dalam masyarakat dan lingkungan yang
Pemikiran ke arah pengembangan AIK melingkupinya. Manusia, melalui proses sebagai praksis nilai mendesak ditindak-
pendidikan mampu bekerja sama dengan lanjuti oleh para pemangku kepentingan orang lain di luar dirinya untuk mencapai
tujuan bersama dalam sebuah masyarakat ( stakeholders) utamanya bagi pihak yang
me miliki otoritas secara kelembagaan baik di level nasional ( top down) yaitu
22 Ibid.
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan agama dan keagamaan
RekonstRuksi al-islam-kemuHammadiYaHan (aik) PeRguRuan tinggi muHammadiYaH seBagai PRaksis Pendidikan nilai
Majelis Pendidikan Tinggi Pimpinan Pusat AIK. A. Malik Fadjar tidak puas jika AIK hanya Muhammadiyah maupun di level masing-
sebagai aktivitas formal untuk memenuhi
masing PTM ( bottom up). Kajian yang tuntutan regulasi Muhammadiyah yang dilakukan oleh penulis, baik sebagai “orang
mewajibkan semua PTM menyelenggarakan
dalam” ( insider) karena telah cukup lama AIK. Oleh karena itu, di era A. Malik mengajar di UMM, maupun sebagai peneliti,
Fadjar, AIK mengalami pemadatan yang
menemukan beberapa dokumen yang semula diberikan sejak semester I sampai menunjukkan bahwa rekonstruksi terhadap
semester VIII, diubah hanya sampai pada
AIK telah dilakukan oleh masing-masing semester IV. Langkah ini bisa disebut PTM seperti yang dilakukan oleh UMM. sebagai proses substansiasi agar materi AIK Sejak 1991 UMM telah melakukan beberapa
betul-betul menyentuh kebutuhan paling langkah rekonstruktif terhadap AIK sebagai
mendasar pada aspek kognitif, afekstif, dan
bagian dari pengembangan UMM secara psikomotorik mahasiswa. A. Malik Fadjar keseluruhan semenjak di bawah kendali kemudian membentuk semacam lem- kepemimpinan A. Malik Fadjar pada 1984.
baga “ think tank” yang akan menggodok Salah satu kata kunci yang sering di-
pemikiran strategis untuk pengembangan
kemukakan oleh A. Malik Fadjar adalah AIK yang lebih substantif dan memiliki pembaruan ( reform). Kata kunci ini sering wibawa. Pada 1989 berdirilah Tim Pembina diulang-ulang oleh A. Malik Fadjar karena al Islam dan Kemuhammadiyahan (TPAIM) dalam pandangannya mengelola pendidikan
yang kemudian berubah menjadi Pusat
bukan sekedar aktivitas mempertahankan Dokumentasi Kajian al Islam dan Kemu- apa yang sudah ada, suatu aktivitas yang hammadiyahan (PDKIM) dan Lembaga Studi paling mudah untuk dilakukan. Te tapi Islam dan Kemuhammadiyahan (LSIK). aktivitas yang cenderung status quo ini, Pendirian LSIK menurut A. Malik Fadjar kata A. Malik Fadjar akan segera men-
memiliki tujuan untuk menciptakan suasana datangkan petaka bagi masa depan se-
kondusif bagi kehidupan keagamaan di
buah lembaga pendidikan tinggi. Secara lingkungan kampus. Selain itu juga untuk perlahan-lahan tetapi pasti, pendidikan mengem bangkan pemikiran Islam dan tinggi akan tertinggal dalam buritan sejarah
Kemu hammadiyahan yang cerdas dan kreatif
akibat ketidakmampuannya mengadakan dalam mengantisipasi dinamika perubahan. hubungan yang dialektis dengan realitas 24 Sejak adanya lembaga ini, menurut Imam
yang selalu menuntut sikap transformatif. Suprayogo, mantan Pembantu Rektor I UMM
23 Agar UMM tidak berkembang seperti (1984-1996), bisa diselenggarakan kajian dan yang dikhawatirkannya itu, A. Malik Fadjar
diskusi tentang AIK seminggu sekali setiap
melakukan beberapa pembaruan terhadap Jumat malam Sabtu. Berikut penjelasan pendidikan di UMM. Salah satu yang menjadi
Imam Suprayogo lebih lanjut: 25
sasaran pembaruan A. Malik Fadjar adalah
24 Anwar Hudiyono dan Anshari Thayib. 2006. Darah Guru Darah Muhammadiyah: Perjalanan Hidup
23 A. Malik Fadjar. 1998. Visi Pembaruan Pendidikan
Abdul Malik Fadjar. Jakarta: Kompas, h. 118.
Islam. Jakarta: Lembaga Pengembangan Pendidikan 25 Sebagaimana dikemukakan secara tertulis dan Penyusunan Naskah Indonesia [LP3NI], h. 91.
oleh Imam Suprayogo dalam Catatan Akhir Sebuah
Volume 13, Nomor 2, Agustus 2015
213
EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan agama dan keagamaan
S yA m S U l A r I f I N
Diskusi al Islam dan Kemuham- madiyahan, berjalan beberapa tahun. Hasil nya cukup baik dan menggembirakan. Lewat forum kajian al Islam dan Kemu- hammadiyahan ini paling tidak antara dosen satu dengan lainnya, sekalipun berbeda fakultasnya menjadi gampang saling mengenal. Selain itu, dengan makalah-makalah bahan diskusi ini pernah diedit dan dirupakan buku. Selain itu, dengan pendekatan pemberian peran yang dikembangkan, yaitu setiap dosen secara bergantian diwajibkan berbicara tentang Islam pada forum ini, memaksa mereka membaca literatur tentang Islam. Strategi ini juga sekaligus melatih para dosen tetap yang ada pada umumnya masih muda, tampil di hadapan khalayak sesama dosen yang jumlahnya cukup banyak.
Sebagaimana dikemukakan oleh A. Malik Fadjar dan Imam Suprayogo, lembaga- lembaga di bidang “ke-AIK-an” yang didirikan oleh UMM sejak bernama TPIM, PDKIM, kemudian LSIK, menyelenggarakan kajian yang melibatkan semua dosen di UMM. Kajian yang diselenggarakan pada setiap Jumat malam tersebut diberi nama Studi Islam Interdisipliner (SII). Studi ini dimaksudkan untuk mengembangkan pemahaman terhadap Islam secara komprehensif dengan menggunakan berbagai disiplin keilmuan. Pendekatan ini didasarkan pada suatu pandangan dasar bahwa Islam memiliki misi yang universal yakni rahmatan lil ‘alamin. Dalam pandangan beberapa tim PDKIM, universalisme Islam tercermin pada: (1) nilai-nilai universal menyangkut berbagai aspek kehidupan; (2) petunjuk tentang bagaimana mewujudkan rahmatan lil ‘alamin; (3) jawaban
Pengabdian di Universitas Muhammadiyah Malang, h. 18.
memuaskan terhadap pertanyaan di sekitar aspek teleologis kehidupan manusia. 26 Islam, kata beberapa tim PDKIM, sebenarnya telah memberikan ontologi, epistemologi dan
aksiologi kehidupan ini. 27
Penerjemahan pendekatan dalam SII sebagaimana dikemukakan oleh Imam Suprayogo, dosen diminta menulis makalah yang mengulas tema tertentu dalam Islam berdasarkan perspektif keilmuan yang dikuasainya. Atau sebaliknya, tema tertentu dalam kajian keilmuan dikaitkan dengan Islam. Hasil kajian SII telah menghasilkan publikasi di antaranya buku berjudul Islam Kajian Interdisipliner. Dengan menggunakan pendekatan interdisipliner, UMM rupanya juga ingin memberikan kontribusi terhadap pengembangan pendidikan agama Islam yang pada tahun 1990-an digalakkan apa yang disebut dengan Islam untuk Disiplin Ilmu (IDI).
A. Malik Fadjar tampaknya memberikan respons positif terhadap IDI seperti dapat dibaca pada salah satu tulisannya tentang Islam sebagai Disiplin Ilmu dalam Pendidikan Agama. Bagi A. Malik Fadjar, IDI merupakan terobosan terhadap kelemahan terhadap pendidikan agama Islam yang, di samping terlalu menekankan pada aspek teologis dan ritual, juga kurang dikaitkan dengan disiplin keilmuan umum seperti ekonomi, politik,
filsafat, antropologi, dan lain sebagainya. Padahal, jelasnya lebih lanjut, pendidikan
agama Islam akan mengundang daya tarik jika menyertakan disiplin ilmu lain dalam menjelaskan ajaran dan fenomena
26 Suyoto, Tobroni, dan Nurhakim. “Misi Rahmatan Lil-‘Alamin” dalam PDKIM-UMM (ed.).
1992. Islam Kajian Interdisipliner . Malang: UMM Press,
h. 3-4. 27 Ibid., h. 4
RekonstRuksi al-islam-kemuHammadiYaHan (aik) PeRguRuan tinggi muHammadiYaH seBagai PRaksis Pendidikan nilai
keagamaan. 28 Respons positif terhadap IDI, Amal Usaha. Buku ini bisa disebut sebagai di samping diwujudkan dalam kajian reguler
buku suplemen atau penunjang AIK di SII yang melibatkan para dosen UMM dari
bidang Kemuhammadiyahan karena
berbagai latar belakang keilmuan, juga merupakan kumpulan tulisan yang diolah terlihat pada kurikulum AIK yang disajikan
dari artikel tentang Muhammadiyah yang
bagi mahasiswa UMM. Pelembagaan dipublikasikan oleh Suara Muhammadiyah. pendekatan interdisipliner atau IDI melalui
Pelembagaan IDI dalam AIK baru dilakukan
AIK terjadi pada 1996. Pada tahun-tahun pada 1996. Pada tahun ini dilakukan
rekonstruksi 30 materi perkuliahan al Islam dan sebelumnya, IDI belum terlembagakan dalam kemuhammadiyahan. dalam rekonstruksi
AIK. Hal ini bisa dicermati pada dua jilid buku ini, penyelenggaraan AIK diatur dengan
teks al Islam yang terbit pada 1989 (al Islam penjenjangan dan materi sebagaimana
I) dan 1991 (al Islam II) yang merupakan disajikan pada tabel di bawah. buku pegangan baik dosen dan mahasiswa.
tabel 2. Pokok-pokok materi al islam dan
Kedua buku tersebut dicetak dalam jumlah
Kemuhammadiyahan 31
sebanyak mahasiswa baru UMM. Pada kedua
Al Islam I
dasar-dasar islam yang meliputi: tauhid; Semester I
buku tersebut, tidak ada pembahasan secara manusia dan agama; pengertian, ruang
lingkup dan misi islam; konsep alam
eksplisit tentang IDI. Buku pertama terdiri
dalam Islam; dan nasbah antara tauhid
dari tiga bab dengan pembahasan sebagai dengan ibadah, akhlak, dan muamalah. Kemuham- islam sejarah yang meliputi: periodesasi berikut: (1) pada bab pertama membahas Semester II
madiyahan I sejarah Islam; makna pembaruan,
tentang manusia dan agama dengan
pembabaruan dalam dunia Islam;
penekanan pada fitrah manusia adan agama muhammadiyah sebagai gerakan Islam,
dakwah, pembaharuan; beberapa aspek
manusia; (2) pada bab kedua membahas
tentang muhammadiyah; dan dinamika muhammadiyah dalam pergumulan
sumber dan ruang lingkup ajaran Islam; (3)
keagamaan, sosial, politik, ekonomi, dan
pada bab ketiga dibahas tentang dasar-dasar lain sebagainya. Islam; dan (4) pada bab keempat dibahas
Al Islam II
islam ditinjau dari berbagai disiplin
Semester III
keilmuan (menyesuaikan dengan jumlah
al Islam sebagai paradigma. 29 Adapun
fakultas di umm).
buku kedua, memuat tiga bab. Pada bab
Kemuham- Kapita selekta tentang muhammadiyah
Semester IV
pertama membahas tentang misi Islam. madiyahan II dan isu-isu aktual yang terkait dengan muhammadiyah. Bab kedua membahas aktualisasi nilai Islam dalam realitas kehidupan. Sedangkan bab
Pada tahun-tahun berikutnya kegiatan
ketiga membahas metodologi pemahaman perkuliahan AIK di UMM mengacu pada Islam. Sebagaimana buku pertama, buku hasil rekonstruksi yang dilakukan pada kedua juga tidak membahas Islam dalam 1996. Dari sisi rentang waktu, pemberlakuan perspektif IDI. Selain kedua buku tersebut,
rekonstruksi tersebut terbilang lama karena pada 1990 diterbitkan buku berjudul, Muhammadiyah: Sejarah, Pemikiran dan
30 Istilah rekonstruksi berasal dari tim penyusun silabus al Islam dan Kemuhammadiyahan yang
dipimpin oleh Suyoto. Lihat, Silabus Mata Kuliah 28 Lihat, A. Malik Fadjar. 1999. Reorientasi
al Islam dan Kemuhammadiyahan Universitas Pendidikan Islam. Cipayung: Fajar Dunia, h. 53.
Muhammadiyah Malang (1996).
29 Abdul Madjid, dkk., 1991. Seri Studi Islam: al 31 Diolah dari , Silabus Mata Kuliah al Islam dan Islam I. Malang: Pusat Dokumentasi dan Publikasi
Kemuhammadiyahan Universitas Muhammadiyah Universitas Muhammadiyah Malang.
Malang (1996).
Volume 13, Nomor 2, Agustus 2015
S yA m S U l A r I f I N