WACANA BAHASA INDONESIA.docx

WACANA BAHASA INDONESIA
Sejarah Singkat Kajian Wacana

Pada mulanya linguistik merupakan bagian dari filsafat. Linguistik modern, yang
dipelopori oleh Ferdinand de Saussure pada akhir abad ke-19, mengkaji bahasa secara
ilmiah. Kajian lingusitik modern pada umumnya terbatas pada masalah unsur-unsur
bahasa, seperti bunyi, kata, frase, dan kalimat serta unsur makna (semantik). Kajian
linguistik rupanya belum memuaskan. Banyak permasalahan bahasa yang belum dapat
diselesaikan. Akibatnya, para ahli mencoba untuk mengembangkan disiplin kajian baru
yang disebut analisis wacana.
Analisis wacana menginterprestasi makna sebuah ujaran dengan memperhatikan konteks,
sebab konteks menentukan makna ujaran. Konteks meliputi konteks linguistik dan
konteks etnografii. Konteks linguistik berupa rangkaian kata-kata yang mendahului atau
yang mengikuti sedangkan konteks etnografi berbentuk serangkaian ciri faktor etnografi
yang melingkupinya, misalnya faktor budaya masyarakat pemakai bahasa.
Manfaat melakukan kegiatan analisis wacana adalah memahami hakikat bahasa,
memahami proses belajar bahasa dan perilaku berbahasa.
Pengertian Wacana dan Analisis Wacana
Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk
berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat
atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional

atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana
sebagai proses komunikasi antarpenyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara
tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa. Disiplin ilmu
yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan
suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik
dalam bentuk tulis maupun lisan.
Persyaratan Terbentuknya Wacana
Penggunaan bahasa dapat berupa rangkaian kalimat atau rangkaian ujaran (meskipun
wacana dapat berupa satu kalimat atau ujaran). Wacana yang berupa rangkaian kalimat

atau ujaran harus mempertimbangkan prinsip-prinsip tertentu, prinsip keutuhan (unity)
dan kepaduan (coherent).
Wacana dikatakan utuh apabila kalimat-kalimat dalam wacana itu mendukung satu topik
yang sedang dibicarakan, sedangkan wacana dikatakan padu apabila kalimat-kalimatnya
disusun secara teratur dan sistematis, sehingga menunjukkan keruntututan ide yang
diungkapkan.
STRUKTUR WACANA BAHASA INDONESIA

Elemen-elemen Wacana
Elemen-elemen wacana adalah unsur-unsur pembentuk teks wacana. Elemen-elemen itu

tertata secara sistematis dan hierarkis. Berdasarkan nilai informasinya ada elemen inti dan
elemen luar inti. Elemen inti adalah elemen yang berisi informasi utama, informasi yang
paling penting. Elemen luar inti adalah elemen yang berisi informasi tambahan, informasi
yang tidak sepenting informasi utama.
Berdasarkan sifat kehadirannya, elemen wacana terbagi menjadi dua kategori, yakni
elemen wajib dan elemen manasuka. Elemen wajib bersifat wajib hadir, sedangkan elemen
manasuka bersifat boleh hadir dan boleh juga tidak hadir bergantung pada kebutuhan
komunikasi.
Relasi Antarelemen dalam Wacana
Ada berbagai relasi antarelemen dalam wacana. Relasi koordinatif adalah relasi
antarelemen yang memiliki kedudukan setara. Relasi subordinatif adalah relasi
antarelemen yang kedudukannya tidak setara. Dalam relasi subordinatif itu terdapat
atasan dan elemen bawahan. Relasi atribut adalah relasi antara elemen inti dengan
atribut. Relasi atribut berkaitan dengan relasi subordinatif karena relasi atribut juga
berarti relasi antara elemen atasan dengan elemen bawahan.
Relasi komplementatif adalah relasi antarelemen yang bersifat saling melengkapi. Dalam
relasi itu, masing-masing elemen memiliki kedudukan yang otonom dalam membentuk
teks. Dalam jenis ini tidak ada elemen atasan dan bawahan.

Struktur Wacana Bahasa Indonesia


Struktur wacana adalah bangun konstruksi wacana, yakni organisasi elemen-elemen
wacana dalam membentuk wacana. Struktur wacana dapat diperikan berdasarkan
peringkat keutamaan atau pentingnya informasi dan pola pertukaran. Berdasarkan
peringkat keutamaan informasi ada wacana yang mengikuti pola segitiga tegak dan ada
wacana yang mengikuti pola segitiga terbalik. Berdasarkan mekanisme pertukaran dapat
dikemukakan pola-pola pertukaran berikut: (1) P-S, (2) T-J, (3) P-T, (4) T-T, (5) Pr-S, dan
(6) Pr-T.
REFERENSI DAN INFERENSI SERTA KOHESI DAN KOHERENSI WACANA BAHASA INDONESIA

Referensi dan Inferensi Wacana Bahasa Indonesia
Referensi dalam analisis wacana lebih luas dari telaah referensi dalam kajian sintaksis dan
semantik. Istilah referensi dalam analisis wacana adalah ungkapan kebahasaan yang
dipakai seorang pembicara/penulis untuk mengacu pada suatu hal yang dibicarakan, baik
dalam konteks linguistik maupun dalam konteks nonlinguistik. Dalam menafsirkan acuan
perlu diperhatikan, (a) adanya acuan yang bergeser, (b) ungkapan berbeda tetapi
acuannya sama, dan (c) ungkapan yang sama mengacu pada hal yang berbeda.
Inferensi adalah membuat simpulan berdasarkan ungkapan dan konteks penggunaannya.
Dalam membuat inferensi perlu dipertimbangkan implikatur. Implikatur adalah makna
tidak langsung atau makna tersirat yang ditimbulkan oleh apa yang terkatakan

(eksplikatur).
Kohesi dan Koherensi Wacana Bahasa Indonesia
Istilah kohesi mengacu pada hubungan antarbagian dalam sebuah teks yang ditandai oleh
penggunaan unsur bahasa sebagai pengikatnya. Kohesi merupakan salah satu unsur
pembentuk koherensi. Oleh sebab itu, dalam sebuah teks koherensi lebih penting dari
kohesi. Namun bukan berarti kohesi tidak penting, Jenis alat kohesi ada tiga, yaitu
substitusi, konjungsi, dan leksikal.
Koherensi adalah kepaduan gagasan antarbagian dalam wacana. Kohesi merupakan salah
satu cara untuk membentuk koherensi. Cara lain adalah menggunakan bentuk-bentuk
yang mempunyai hubungan parataksis dan hipotaksis (parataxis and hypotaxis).
Hubungan parataksis itu dapat diciptakan dengan menggunakan pernyataan atau gagasan

yang sejajar (coordinative) dan subordinatif. Penataan koordinatif berarti menata ide yang
sejajar secara beruntun.

JENIS-JENIS WACANA BAHASA INDONESIA

Wacana Lisan dan Tulis
Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas
wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan

cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang
menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur
topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih
banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjekpredikat.

Wacana Monolog, Dialog, dan Polilog
Berdasarkan jumlah peserta yang terlibat pembicaraan dalam komunikasi, ada tiga jenis
wacana, yaitu wacana monolog, dialog, dan polilog. Bila dalam suatu komunikasi hanya
ada satu pembicara dan tidak ada balikan langsung dari peserta yang lain, maka wacana
yang dihasilkan disebut monolog. Dengan demikian, pembicara tidak berganti peran
sebagai pendengar. Bila peserta dalam komunikasi itu dua orang dan terjadi pergantian
peran (dari pembicara menjadi pendengar atau sebaliknya), maka wacana yang
dibentuknya disebut dialog. Jika peserta dalam komunikasi lebih dari dua orang dan
terjadi pergantian peran, maka wacana yang dihasilkan disebut polilog.

Wacana Deskripsi, Eksposisi, Argumentasi, Persuasi dan Narasi
Dilihat dari sudut pandang tujuan berkomunikasi, dikenal ada wacana dekripsi, eksposisi,
argumentasi, persuasi, dan narasi. Wacana deskripsi bertujuan membentuk suatu citra
(imajinasi) tentang sesuatu hal pada penerima pesan. Aspek kejiwaan yang dapat
mencerna wacana narasi adalah emosi. Sedangkan wacana eksposisi bertujuan untuk

menerangkan sesuatu hal kepada penerima agar yang bersangkutan memahaminya.
Wacana eksposisi dapat berisi konsep-konsep dan logika yang harus diikuti oleh penerima

pesan. Oleh sebab itu, untuk memahami wacana eksposisi diperlukan proses berpikir.
Wacana argumentasi bertujuan mempengaruhi pembaca atau pendengar agar menerima
pernyataan yang dipertahankan, baik yang didasarkan pada pertimbangan logika maupun
emosional. Untuk mempertahankan argumen diperlukan bukti yang mendukung. Wacana
persuasi bertujuan mempengaruhi penerima pesan agar melakukan tindakan sesuai yang
diharapkan penyampai pesan. Untuk mernpengaruhi ini, digunakan segala upaya yang
memungkinkan penerima pesan terpengaruh. Untuk mencapai tujuan tersebut, wacana
persuasi kadang menggunakan alasan yang tidak rasional. Wacana narasi merupakan satu
jenis wacana yang berisi cerita. Oleh karena itu, unsur-unsur yang biasa ada dalam narasi
adalah unsur waktu, pelaku, dan peristiwa.
KONTEKS WACANA BAHASA INDONESIA

Hakikat Konteks
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau
situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat
pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau
bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut

konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan,
topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis),
bentuk komunikasi (dialog, monolog, atau polilog)
Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara
tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa
senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan
adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik.
Macam-macam Konteks
Konteks adalah sesuatu yang menyertai atau yang bersama teks. Secara garis besar,
konteks wacana dibedakan atas dua kategori, yakni konteks linguistik dan konteks
ekstralinguistik. Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa.
Konteks linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu, dan
proposisi positif

Di samping konteks ada juga koteks. Koteks adalah teks yang berhubungan dengan sebuah
teks yang lain. Koteks dapat pula berupa unsur teks dalam sebuah teks.Wujud koteks
bermacam-macam, dapat berupa kalimat, pargraf, dan bahkan wacana.
Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks
ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar,
saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam

peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan
pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi.
Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana.
Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana.
Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat tetapi pada
status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun
konteks ekstralinguistik.
Tiga manfaat konteks dalam analisis wancana.
1. Penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan
konteks linguistik.
2. Penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud
sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wancana.
3. Penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar yaitu bentuk yang memiliki
unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan
berdasarkan konteks.

ANALISIS WACANA

Prinsip Interpretasi Lokal dan Prinsip Analisis
Dalam analisis wacana berlaku dua prinsip, yakni prinsip interpretasi lokal dan prinsip

analogi. Prinsip interpretasi lokal adalah prinsip interpretasi berdasarkan konteks, baik
konteks linguistik atau koteks maupun konteks nonlinguistik. Konteks nonlinguistik yang
merupakan konteks lokal tidak hanya berupa tempat, tetapi juga dapat berupa waktu,
ranah penggunaan wacana, dan partisipan.

Prinsip interpretasi analogi adalah prinsip interpretasi suatu wacana berdasarkan
pengalaman terdahulu yang sama atau yang sesuai. Dengan interpretasi analogi itu, analis
sudah dapat memahami wacana dengan konteks yang relevan saja. Hal itu berarti bahwa
analis tidak harus memperhitungkan semua konteks wancana.
Skemata dalam Analisis Wacana
Skemata adalah pengetahuan yang terkemas secara sistematis dalam ingatan manusia.
Skemata itu memiliki struktur pengendalian, yakni cara pengaktifan skemata sesuai
dengan kebutuhan. Ada dua cara yang disebut pengaktifan dalam struktur itu, yakni (1)
cara pengaktifan dari atas ke bawah dan (2) cara pengaktifan dari bawah ke atas.
Pengaktifan atas ke bawah adalah proses pengendalian skemata dari konsep ke data atau
dari keutuhan ke bagian. Pengaktifan bawah ke atas adalah proses pengendalian skemata
dari data ke konsep atau dari bagian ke keutuhan.
Skemata berfungsi baik bagi pembaca/pendengar wacana maupun bagi analis wacana.
Bagi pendengar/pembaca, skemata berfungsi untuk memahami wacana. Bagi analis
wacana, di samping berfungsi untuk memahami wacana, skemata juga berfungsi untuk

melakukan analisis berbagai aspek wacana: elemen wacana, struktur wacana, acuan
kewacanaan, koherensi dan kohesi wacana, dan lain-lain.
Kegagalan pemahaman wacana terjadi karena tiga kemungkinan. Pertama,
pendengar/pembaca mungkin tidak mempunyai skemata yang sesuai dengan teks yang
dihadapinya. Kedua, pendengar/pembaca mungkin sudah mempunyai skemata yang
sesuai, tetapi petunjuk-petunjuk yang disajikan oleb penulis tidak cukup memberikan
saran tentang skemata yang dibutuhkan. Ketiga, pembaca, mungkin mendapatkan
penafsiran wacana secara tetap sehingga gagal memahami maksud penutur.
Analisis Kohesi dan Koherensi
Praktik analisis wacana dilaksanakan dengan menerapkan prinsip interpretasi lokal dan
prinsip interpretasi analogi. Analisis wacana dapat diarahkan pada: struktur, kohesi, dan
koherensi, yang dapat dioperasionalkan antara lain untuk menetapkan hubungan
antarelemen wacana dan alat-alat kohesi yang berlaku dalam sebuah teks. Dalam analisis
itu diterapkan konteks yang relevan dengan kebutuhan analisis.
Sumber Buku Wacana Bahasa Indonesia, karya Suparno dan Martutik