Perkembangan Moral dan Psikoseksual sigm

TUGAS PSIKOLOGI PERKEMBANGAN I
PERKEMBANGAN MORAL DAN PSIKOSEKSUAL

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Perkembangan I

Oleh :
Angga Dwi Putra : 41183507140032
Syifa Pujianti

: 41183507140046

Program Studi Psikologi
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Islam 45 Bekasi
Tahun 2014

Psikologi Perkembangan

Page 1

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI...............................................................................................................................................1
BAB I

PENDAHULUAN...................................................................................................................2

1.1

Latar Belakang.............................................................................................................................2

1.2

Rumusan Masalah........................................................................................................................3

1.3

Tujuan..........................................................................................................................................3

BAB II
2.1


PEMBAHASAN......................................................................................................................4
Definisi dan Pengertian Perkembangan Moral dan Psikoseksual.................................................4

2.1.1

Definisi dan Pengertian Perkembangan Moral.....................................................................4

2.1.2

Karakteristik Perkembangan Moral.....................................................................................6

2.1.3

Definisi dan Pengertian Psikoseksual.................................................................................14

2.1.4

Karakteristik Psikoseksual.................................................................................................15

2.2


Tugas Perkembangan Moral dan Psikoseksual...........................................................................24

2.2.1
2.3

Hambatan Penyelesaian Tugas Perkembangan...................................................................25
Faktor yang Mendukung dan Faktor yang Menghambat............................................................25

2.3.1

Faktor yang Mendukung....................................................................................................25

2.3.2

Faktor yang Menghambat..................................................................................................27

3.1

Contoh Kasus dan Penanganan..................................................................................................28


BAB III

KESIMPULAN......................................................................................................................36

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................39

Psikologi Perkembangan

Page 2

Psikologi Perkembangan

Page 3

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Psikologi perkembangan adalah cabang dari ilmu psikologi yang

memfokuskan pengakajiannya pada kehidupan individu dilihat dari tahaptahap perkembangan yang dilalui dan usia pada tahap tersebut dalam satu
rentang kehidupan, yaitu sebelum lahir hingga usia lanjut.

Dalam

pengertian lain, psikologi perkembangan adalah cabang ilmu psikologi yang
mempelajari tentang perubahan tingkah laku dan proses mental sepanjang
kehidupan seseorang mulai dari konsepsi sampai meninggal.
Perkembangan dipandang sebagai proses yang dinamis yang
dipengaruhi oleh sifat bakat seseorang dan pengaruh lingkungan dalam
menentukan tingkah laku apa yang akan diaktualisasikan dan di manifestasi.
Para ahli psikologi tertarik akan masalah seberapa jauhkah perkembangan
manusia dipengaruhi oleh perkembangan masyarakatnya. Perhatian
psikologi

perkembangan

yang

utama


tertuju

pada

perkembangan

manusianya sebagai person. Masyarakat merupakan tempat berkembangnya
person. Pengertian perkembangan menunjuk pada suatu proses kearah yang
lebih sempurna dan tidak begitu saja dapat diulang kembali. Perkembangan
juga

berkaitan

dengan

belajar

khususnya


mengenai

isi

proses

perkembangan. Dengan demikian perkembangan dapat diartikan sebagai
proses yang kekal dan tetap yang menuju kearah suatu organisasi pada
tingkat integrasi yang lebih tinggi berdasarkan pertumbuhan, pemasakan
dan belajar.
Dalam upaya untuk memahami perkembangan manusia kita perlu
menelusuri berbagai karakteristik bawaan yang memberikan awal kehidupan
khusus bagi tiap orang. Kita juga perlu mempertimbangkan banyak faktor
lingkungan, atau pengalaman yang mempengaruhi orang, terutama pada
konteks utama seperti keluarga, lingkungan tempat tinggal, status ekonomi
sosial, suku bangsa dan budaya kita perlu menulusuri berbagai pengaruh

Psikologi Perkembangan

Page 4


yang berdampak terhadap banyak atau kebanyakan orang pada usia atau
waktu tertentu didalam sejarah serta pada hal-hal yang hanya berdampak
terhadap beberapa individual.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa definisi dan pengertian Perkembangan Moral dan Psikoseksual?
2. Apa saja karakteristik Perkembangan Moral dan Psikoseksual?
3. Apa saja tugas perkembangan terhadap Perkembangan Moral dan
Psikoseksual?
4. Apa saja faktor yang menghambat dan yang mendukung dan
menghambat Perkembangan Moral dan Psikoseksual?
5. Bagaimana contoh kasus Perkembangan Moral dan Psikoseksual dan
bagaimana cara penanganannya?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami definisi dan pengertian Perkembangan
Moral dan Psikoseksual.
2. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik Perkembangan Moral
dan Psikoseksual.

3. Untuk mengetahui dan memahami tugas perkembangan terhadap
Perkembangan Moral dan Psikoseksual.
4. Untuk mengetahui dan memahami factor-faktor yang menghambat dan
mendukung Perkembangan Moral dan Psikoseksual.
5. Untuk mengetahui dan memahami kasus-kasus Perkembangan Moral dan
Psikoseksual dan cara penanganannya.

Psikologi Perkembangan

Page 5

BAB II
2.1

PEMBAHASAN

Definisi dan Pengertian Perkembangan Moral dan Psikoseksual
2.1.1

Definisi dan Pengertian Perkembangan Moral


Kata moral sering kali diperbincangkan di masyarakat, dimanapun dan
kapan pun. Moral berasal dari bahasa latin, yaitu Mos yang berarti adat istiaat,
kebiasaan, cara, tingkah laku, dan kelakuan. Istilah moral berasal dari kata Latin
“Mores” yang artinya tata cara dalam kehidupan, adat istiadat, atau kebiasaan.
Menurut Sjarkawi, secara istilah moral merupakan norma yang menjadi
pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok daam mengatur tigkah lakunya.
Sementara itu, Aliah B. Purwakania Hasan mendefinisikan moral dengan suatu
kapasitas yang dimiliki oleh individu untuk membedakan yang benar dan yang
salah, bertindak atas perbedaan tersebut, dan mendapatkan penghargaan diri
ketika melakukanyang benar dan merasa bersalah atau malu ketika melanggar
standar tersebut.
Desmita

mengungkapkan

bahwa

perkembangan


moral

adalah

perkembangan yang berkaitan denngan aturan dan konvensi mengenai apa yang
seharusnya dilakukan oleh individu dalam interaksinya dengan orang lain.
Menurutnya anak-anak pada saat dilahirkan tidak memiliki moral (immoral),
tetapi dalam dirinya terdapat potensi moral yang siap untuj dikembangkan.
Melalui pengalamannya ketika berinteraksi dengan orang lain, anak belajar
memahami perilaku mana yang baik yang boleh ndilakukan, dan tingkah laku
mana yang buruk yang tidak boleh dilakukan.
Moral pada dasarnya merupakan rangkaian nilai tentang berbagai macam
perilaku yang harus dipatuhi. Moral merupakan kaidah nor`ma dan pranata yang
mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok sosial dan
masyarakat. Moral merupakan standar baik-buruk yang ditentukan bagi individu

Psikologi Perkembangan

Page 6

oleh nilai-nilai sosial budaya di mana individu sebagai anggota sosial. Moralitas
merupakan aspek kepribadian yang diperlukan seseorang dalam kaitannya dengan
kehidupan sosial secara harmonis, adil, dan seimbang. Perilaku moral diperlukan
demi terwujudnya kehidupan yang damai penuh keteraturan, ketertiban, dan
keharmonisan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perkembangan moral adalah
perubahan psikis yang memungkinkannya dapat mengetahui mana perilaku yang
baik yang harus dilakukan dan mengetahui mana perilaku yang buruk yang harus
dihindarinya berdasarkan norma-norma tertentu.
Bagi para ahli tidak menimbulkan masalah terhadap anggapan atau
pernyataan bahwa aspek moral adalah sesuatu yang berkembang dan
diperkembangkan. Ketika dilahirkan, anak belum dan tidak membawa aspek
moral. Baik teori psikoanalisa maupun teori belajar juga tidak mempermasalahkan
hal ini, dan bahwa keduanya juga mengemukakan aspek moral sebagai sesuatu
yang berkembang dan diperkembangkan. Tentang bagaimana aspek moral ini
berkembang dan diperkembangkan kedua teori memberikan pendekatan yang
berlawanan.
Bagi para ahli psikoanalisa perkembangan moral dipandang sebagai proses
internalisasi norma-norma masyarakat dan sebagai kematangan dari sudut
organik-biologik. Bagi para ahli teori belajar perkembangan moral dipandang
sebagai hasil rangkaian-rangkaian rangsang jawaban yang dipelajari oleh anak,
berupa hukuman dan pujian yang sering dialami oleh anak. Terlepas dari
perbedaan pendekatan untuk menerangkan mengenai proses perkembangan moral,
keduanya tidak bertentangan dalam mengemukakan konsepnya bahwa seseorang
memperlihatkan adanya perkembangan moral jika perilakunya sesuai dengan
aturan-aturan yang ada dalam masyarakatnya.
Perkembangan moral bersangkut paut dengan bertambahnya kemampuan
menyesuaikan diri terhadap aturan-aturan atau kaidah-kaidah yang ada dalam
lingkungan hidupnya atau dalam masyarakatnya. Seseorang dikatakan telah

Psikologi Perkembangan

Page 7

memperkembangkan aspek moral, bilamana ia telah menginternalisasikan atau
telah

mempelajari

aturan-aturan

atau

kaidah-kaidah

kehidupan

didalam

masyarakat dan bisa memperlihatkan dalam perilaku yang terus menerus atau
menetap.
Apabila awal masa kanak-kanak akan berakhir, konsep moral anak tidak
lagi sesempit dan sekhusus sebelumnya. Anak yang lebih besar lambat laun
memperluas konsep sosial sehingga mencakup situasi apa saja, lebih daripada
hanya situasi khusus. Di samping itu, anak yang lebih besar menemukan bahwa
kelompok sosial teribat dalam berbagai tingkat kesungguhan pada berbagai
macam perbuatan. Pengetahuan ini kemudian digabungkan dalam konsep moral
dan memunculkan adanya kode moral.
Kode moral berkembang dari konsep-konsep moral yang umum. Pada
akhir masa kanak-kanak seperti halnya awal mmasa remaja, kode moral sangat
dipengaruhi oleh standar moral dari kelompok di masa anak mengidentifikasi diri.
Ini tidak berarti bahwa anak meninggalkan kode moral keluarga untuk mengikuti
kode kelompok ia bergabung. Hal ini berarti, jikalau anak harus memilih, anak
akan mengikuti standar-standar geng selama mereka bersama dengan geng
sebagai sarana untuk mempertahankan statusnya dalam geng.
Ketika anak mencapai akhir masa kanak-kanak, kode moral berangsurangsur mendekati kode moral dewasa, yang dengannya anak berhubungan dan
perilakunya semakin sesuai dengan standar-standar yang ditetapkan oleh orang
dewasa. Dilaporkan bahwa anak yang mempunyai IQ tinggi cenderung lebih
matang dalam penilaian moral daripada anak yang tingkat kecerdasannya lebih
rendah dan anak perempuan cenderung membentuk penilaian moral yang lebih
matang daripada anak laki-laki.
2.1.2

Karakteristik Perkembangan Moral

Tahapan perkembangan moral adalah ukuran dari tinggi rendahnya moral
seseorang

berdasarkan

perkembanganpenalaran

diungkapkan.

Psikologi Perkembangan

Page 8

moralnya

seperti

yang

Tokoh yang paling dikenal dalam kaitannya dengan pengkajian
perkembangan moral adalah Lawrence E. Kohlberg. Ia mulai melakukan
wawancara-wawancara tehadap anak-anak maupun para remaja dan menghasilkan
disertasi pada tahun 1958 dengan judul : The Development of Modes of Thinking
and Choice in the year 10 to 16. Ini merupakan titik tolak teorinya mengenai
penahapan perkembangan moral.
Pada tahun 1958 Kohlberg melakukan penelitian empiris lintas kelompok
usia tentang cara pertimbangan moral terhadap 72/75 orang anak dan remaja yang
berasal dari daerah sekitar Chicago. Anak-anak dibagi ke dalam tiga kelompok
usia. Yaitu kelompok usia 10, 13, 16 tahun. Penyelidikan dilanjutkan pada tahun
1963 dengan kelompokumur yang lebih muda yakni kelompok umur 7, 10, 13, 16
tahun. Pada tahun 1970 penyelidikan dilakukan di Meksiko, Taiwan, Turki dan
Yucatan.

Penelitiannya dilakukan dengan cara menghadapkan para subjek

penelitian/responden kepada berbagai dilema moral dan selanjutnya mencatat
semua reaksi mereka.
Kohlberg menyusun suatu rangkaian cerita yang isinya atau temanya
merupakan suatu dilema dan memeberikannya kepada anak-anak lalu diikutinya
dengan wawancara. Yang menarik bukan jawaban-jawaban yang diucapkan
dengan kata ya atau tidak, melainkan apa yang melandasi jawaban tersebut dan ini
ternyata dari alasan mengapa jawaban itu diberikan.
Berdasarkan penelitiannya, tampak bahwa anak-anak dan remaja
menafsirkan segala tindakan dan perilakunya sesuai dengan struktur mental
mereka sendiri dan menilai hubungan sosial dan perbuatan tertentu sebagai adil
atau tidak adil, baik atau buruk, juga seiring dengan tingkat perkembangan atau
struktur moral mereka masing-masing.
Kohlberg menarik sejumlah kesimpulan dari penelitiannya, sebagai
berikut:
a. Penilaian dan perbuatan moral pada intinya bersifat rasional. Keputusan
moral bukanlah soal perasaan atau nilai, melainkan selalu mengandung

Psikologi Perkembangan

Page 9

suatu tafsiran kognitif terhadap keadaan dilema moral dan bersifat
kontruksi kognitif yang bersifat aktif terhadap titik pandang masingmasing individu sambil mempertimbangkan segala macam tuntutan, hak,
kewajiban dan keterlibatan setiap pribadi terhadap sesuatu yang baik dan
adil. Kesemuanya merupakan tindakan kognitif.
b. Terdapat sejumlah tahap pertimbangan moral yang sesuai dengan
pandangan formal harus diuraikan dan yang biasanya digunakan remaja
untuk mempertanggung jawabkan perbuatan moralnya.
c. Membenarkan gagasan Jean Piaget bahwa pada masa remaja sekitar umur
16 tahun telah mencapai tahap tertinggi dalam proses pertimbangan moral.
Sebagaimana penelitian Piaget telah membuktikan, bahwa baru pada masa
remaja pola pemikiran operasional-formal berkembang. Demikian pula
Kohlberg menunjukkan adannya kesejajaran antara perkembangan kognitif
dengan perkembangan moral, yaitu bahwa pada masa remaja dapat juga
dicapai tahap tertinggi perkembangan moral yang ditandai dengan
kemampuan remaja menerapkan prinsip keadilan universal pada penilaian
moralnya.
Kohlberg kemudian mengkategorisasi dan mengklarifikasi respons yang
dimunculkan kedalam enam tahap yang berbeda. Keenam tahapan tersebut dibagi
kedalam tiga tingkatan: pra-konvensional, konvensional, pasca-konvensional :
1. Tingkat Prakonvensional
Pada tingkat ini, anak tanggap terhadap aturan-aturan budaya dan
ungkapan-unkapan budaya mengenai baik dan buruk serta benar dan salah.
Namun demikian, semua ini masih ditafsirkan dari segi akibat fisik atau
kenikmatan perbuatan (hukuman, keuntungan, pertukaran kebaikan) atau
dari segi kekuatan fisik mereka yang memaklumkan peraturan.
Tingkat Prakonvensional ini memiliki dua tahap, yaitu :
Tahap 1 : Orientasi hukuman dan kepatuhan
Pada tahap ini, akibat-akibat fisik suatu perbuatan menentukan baik
buruknya tanpa menghiraukan arti dan nilai manusiawi dari akibat
tersebut. Anak hanya semata-mata menghindari hukuman dan
tunduk pada kekuasaan tanpa mempersoalkannya.

Psikologi Perkembangan

Page 10

Tahap 2 : Orientasi relativis-instrumental
Pada tahap ini, perbuatan yang dianggap benar adalah perbuatan
yang merupakan cara atau alat untuk memuaskan kebutuhannya
sendiri dan kadanng-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan
antarmanusia

dipandang

seperti

hubungan

di

pasar

yang

berorientasi pada untung rugi. Disini terdapat elemen kewajaran
tindakan yang bersifat resiprositas dan pembagian sama rata, tetapi
ditafsirkan secara fisik dan pragmatis. Resiprositas dilukiskan oleh
Kohlberg dengan kalimat : “Jika engkau mau menggarukkan
punggungku maka aku juga akan menggarukkan punggungmu”.
Jadi, hubungan disini bukan atas dasar loyalitas, rasa terima kasih
atau keadilan.
2. Tingkat Konvensional
Pada tingkat ini, anak-anak hannya menuruti harapan keluarga,
kelompok atau masyarakat. Semua ini dipandang sebagai hal yang bernilai
dalam dirinya sendiri tanpa mengindahkan akibat yang bakal muncul.
Sikap anak bukan saja konformitas terhadap pribadi dan tata tertib sosial,
melainkan juga loyal terhadapnya dan secara aktif mempertahankan,
mendukung

dan

membenarkan

seluruh

tata

tertib

serta

mengidentifikasikan diri dengan orang atau kelompok yang terlibat.
Tingkat konvensional ini memilliki dua tahap, yaitu :
Tahap 3 : Orientasi kesepakatan antara pribadi atau disebut
orientasi “Anak Manis”
Pada tahap ini, perilaku yang dipandang baik adalah yang
menyenangkan dan membantu orang lain serta yang
disetujui oleh mereka. Terdapat banyak konformitas
terhadap gambaran stereotipe mengenai apa itu perilaku
mayoritas atau alamiah. Perilaku sering dinilai menurut
niatnya sehingga seringkali muncul pikkiran dan ucapan
“sebenarnya dia bermaksud baik;. Mereka berpandangan
bahwa orang akan mendapatkan persetujuan orang yang
baik.
Tahap 4 : Orientasi hukum dan ketertiban

Psikologi Perkembangan

Page 11

Pada tahap ini, terdapat orientasi terhadap otoritas, aturan
yang tetap dan penjagaan tata tertib sosial. Perilaku yang
baik adalah semata-mata melakukan kewajiban sendiri,
menghormati otoritas dan menjaga tata tertib sosial yang
ada. Semua ini dipandang sebagai sesuatu yang bernilai
dalam dirinya.
3. Tingkat Pascakonvensional
Pada tingkatan usaha yang jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan
prinsip moral yang memiliki keabsahan dan dapat diterapkan, terlepas dari
otoritas kelompok atau orang yang berpegang pada prinsip-prinsip itu dan
terlepas pula dari identifikasi diri dengan kelompok tersebut.
Tingkat ini memiliki dua tahap, yaitu :
Tahap 5 : Orientasi kontrak sosial legalitas
Pada tahap ini, individu pada umumnya sangat bernada utilitarian.
Artinya, perbuatan yang baik cenderung dirumuskan dalam
kerangka hak dan ukuran individual umum yang telah diuji secara
kritis dan telah disepakati oleh masyarakat. Pada tahap ini terdapat
kesadaran yang jelas mengenai relativisme nilai dan pendapat
pribadi sesuai relativisme nilai tersebut. Terdapat penekanan atas
aturan prosedural untuk mencapai kesepakatan, terlepas dari apa
yang telah disepakati secara konstitusional dan demokratis, dan hak
adalah masalah nilai dan pendapat pribadi. Hasilnya adalah
penekanan pada sudut pandang legal, tetapi dengan penekanan
pada

kemungkinan

untuk

mengubah

hukum

berdasarkan

pertimbangan rasional mengenai manfaat sosial. Di luar bidang
hukum, persetujuan bebas dan kontrak merupakan unsur pengikat
kewajiban.
Tahap 6 : Orientasi prinsip dan etika universal
Pada tahap ini, hak ditentukan oleh keputusan suara batin sesuai
dengan prinsip-prinsip etis yang dipilih sendiri dan yang mengacu
kepada komprehensivitas logis, universalitas dan konsistensi logis.
Prinsip-prinsip ini bersifat abstrak dan etis, bukan merupakan
peraturan moral konret. Pada dasarnya inilah prinsip-prinsip

Psikologi Perkembangan

Page 12

universal keadilan, resiprositas, persamaan hak asasi manusia serta
rasa hormat kepada manusia sebagai pribadi.

Tingkatan

Jenis moralitas

Tingkat I:

Tahapan

Orientasinya

Gambaran perilaku

-Tahap 1

:orientasi hukuman

:mematuhi
untuk

peraturan

menghindari

hukuman.

Prakonvensioanal
-Tahap 2

:orientasi ganjaran

:memastikan
mendapat

akan
ganjaran,

mendapat balas budi.
Tingkat II:

-Tahap 3

:orientasi anak (pr) :memastikan
baik / anak (lk) penghindaran
baik

rasa

tidak setuju dari orang
lain.

-Tahap 4
:memegang teguh uu
Konvensional

:orientasi otoritas

dan

kaidah

untuk

sosial

menghindari

ketidaksetujuandari
pemegang
serta

otoritas
perasaan

bersalah

tidak

“melakukan tugas”.
Tingkat III:

Pascakonvensional

-Tahap 5

:orientasi
sosial

kontrak :tindakan

dibimbing oleh asasasas

Psikologi Perkembangan

Page 13

yg

yang

biasa

disetujui sebagai hal
yang

penting

bagi

kesejahteraan umum;
asas2

yg

dijunjung

tinggi

untuk

mempertahankan
penghargaan
teman

dari
sebaya

merupakan
penghargaan diri.

:tindakan

dibimbing

oleh asas-asas etis atas
-Tahap 6

:orientasi asas etis

pilihan sendiri (yang
biasanya

menilai

keadilan, harga diri
dan

persamaan);asas

yg dijunjung tinggi
untuk
menghindaripenyesala
n diri.

Berdasarkan tingkatan dan tahapan perkembangan moral, Kohlberg
menerjemahkannya ke dalam motif-motif individu dalam melakukan perbuatan
moral. Sesuain dengan tahapan perkembangan moral, motif-motif perilaku moral
manusia adalah sebagai berikut :
 Tahap 1

Psikologi Perkembangan

Page 14

Perbuatan moral individu dimotivasi oleh penghindaran terhadap hukuman
dan suara hati yang pada dasarnya merupakan ketakutan irasional terhadap
hukuman.
 Tahap 2
Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keinginan untuk mendapatkan
ganjaran dan keuntungan. Sangat boleh jadi reaksi rasa bersalah diabaikan
dan hukuman dipandang secara pragmatis (membedakan rasa takut, rasa
nikmat, atau rasa sakit dari akibat hukuman).
 Tahap 3
Perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan orang
lain, baik yang nyata atau yang dibayangkan secara hipotesis.
 Tahap 4
Perbuatan moral individu dimotivasi oleh antisipasi terhadap celaan yang
mendalam karena kegagalan dalam melaksanakan kewajiban dan rasa
bersalah diri atas kerugian yang dilakukan terhadap orang lain.
 Tahap 5
Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap upaya
mempertahankan rasa hormat terhadap orang lain dan masyarakat yang
didasarkan atas akal budi dan bukan berdasarkan emosi, keprihatinan
terhadap rasa hormat bagi diri sendiri (misalnya, untuk menghindari sikap
menghakimi diri sendiri sebagai makhluk yang tidak rasional, tidak
konsisten dan tanpa tujuan).
 Tahap 6
Perbuatan moral individu dimotivasi oleh keprihatinan terhadap sikap
mempersalahkan diri karena melanggar prinsip-prinsipnya sendiri.
Individu cenderung membedakan antara rasa hormat dari masyarakat
dengan rasa hormat dari diri sendiri. Selain itu juga dibedakan antara rasa
hormat terhadap diri karena mencapai rasionalitas dan rasa hormat
terhadap diri sendiri karena mencapai rasionalitas dan rasa hormat
terhadap diri sendiri karena mampu mempertahankan prinsip-prinsip
moral.

Psikologi Perkembangan

Page 15

2.1.3

Definisi dan Pengertian Psikoseksual

Pada awal masa remaja, sebagian anak muda mengalami suatu masa
perkembangan jasmani yang sangat cepat (lonjakan pertumbuhan masa remaja)
diiringi dengan perkembangan bertahap dari organ-organ reproduksi serta
karakteristikseks kedua. Perubahan-perubahan ini terjadi kira-kira selama dua
tahun selama dua tahun dan memuncak pada masa pubertas, yang ditandai oleh
menstruasi pada anak perempuan dan munculnya sel-sel sperma hidup dalam
urine anak laki-laki.
Terdapat berbagai ragam usia pada saat mencapai masa pubertas. Anak
laki-laki dan perempuan rata-rata mencapai tinggi dan berat badan yang
samasampai kira-kira usia 11 tahun, pada waktu secara tiba-tiba anak perempuan
melonjak dalam kedua dimensi. Anak perempuan bertahan pada perbedaan ini
selama kira-kira 2 tahun, pada titik mana anak laki-laki. Melesat maju secara
pasti, dan tetap demikian sepanjang hidup. Perbedaan kecepatan perkembangan
fisik tersebut sangat mencolokdalam ruang kelas sekolah menengah pertama
(smp), dimana dapat diamatipara remaja putri yang sudah matang duduk
berdampingan dengan laki-laki yang belum matang.
Meskipun anak perempuan umumnya menjadi matang lebih awal daripada
laki-laki, terdapat perbedaan individual yang besar. Anak laki-laki yang terlambat
matang mengahadapi kesulitan utama dalam penyesuaian yang disebabkan oleh
pentingnya kekuatan dan keunggulan fisik dalam kegiatan sesama teman.
Akibat dari kecepatan masa pubertas kurang berpengaruh pada anak
perempuan. Beberapa anak perempuan yang cepat matang mungkin berbeda
dalam keadaan yang kurang menyenangkan karena mereka lebih besar daripada
teman sekelas mereka ditahun terakhir di sekolah dasar, tatapi pada waktu
menginjal masa sekolah lanjutan pertama, mereka yang cepat matang
cenderungng memiliki lebih banyak prestise diantara teman sekelas dan
memegang pimpinan dalam berbagai kegiatan sekolah. Pada tahap ini anak
perempuan yang terlambat matang,seperti halnya laki-laki kurang memiliki

Psikologi Perkembangan

Page 16

konsepdiri dan mempunyai hubungan yang jelek dengan orang tua dan teman
sebaya mareka.

2.1.4

Karakteristik Psikoseksual

Teori Psikoseksual pertama kali dikemukakan oleh Sigmund Freud.
Sebagai ilmuwan Freud melihat hukum-hukum energi yang ada dalam lapangan
fisika yang berlaku untuk benda-benda di dalam alam ini, bisa diterapkan untuk
kehidupan mental seseorang. Dilihatnya manusia sejak lahir mempunyai naluri,
mempunyai kebutuhan dan mempunyai dorongan yang slaing berhubungan satu
sama lain, sehingga jelas ada unsur tenaga atau kekatan pada kehidpan psikis
seseorang.
Tenaga atau kekuatan psikis ini yang mempunyai latar belakang biologis
disebut libido, dan sebagai naluri sudah ada pada setiap manuisa pada waktu
dilahirkan.

Karena merupakan tenaga atau kekuatan, libido ini mendorong

timbulnya tingkah laku seperti berpikir dan mengingat sesuatu. Dalam
perkembangannya, pusat atau daerah libido ini berpindah-pindah dan ini
merupakan pula dasar uraiannnya mengenai perkembangan kepribadian.
Libido sebagai naluri adalah salah satu diantara konsep-konsep naluri yang
dikemukakan oleh Freud, yakni :
1) Naluri-Kehidupan, yang berhubungan dengan doronga-dorongan untuk
hidup, merasa haus dan lapar dan timbul kebutuhan serta dorongan untuk
memperoleh makanan. Yang termasuk naluri kehidupan ini ialah naluri
untuk menghindar dari rasa sakit dan kemungkinan-kemungkinan melukai
diri serta naluri agresif.
2) Naluri Kematian (Thanatos), ialah naluri-naluri yang berakibat negative
bagi kelanjutan kehidupan manusia, dengan sifat merusak diri.
3) Naluri Libido (Eros)
Konsep libido dari Freud ini yang menghendaki kenikmatan dihubungkan
dengan latar belakang seks yang sangat menghebohkan pada waktu itu,
sebab libido sudah ada pada bayi, berarti ada fungsi-fungsi kenikmatan

Psikologi Perkembangan

Page 17

seks pada bayi. Ada tingkatan-tingkatan fungsi dan kehidupan dari Libido
atau naluri seks ini dan yang kemudian dikenal dengan perkembangan
Psikoseksual.
Sebelum membicarakan perkembangan psikosekualitas yang
merupakan inti tulisan mengenai konsep-konsep yang dikemukakan Freud
akan diuraikan lebih dulu mengenai struktur kepribadian menurut konsep
Freud.
Ada tiga tingkatan kehidupan pada manusia, yakni :

1. Animal

2. Logika dan rasional

3. Moral

Dasar perkembangan psikoseksual ini adalah pertumbuhan dan
kematangan fisiologis pada bagian-bagian atau tempat-tempat tertentu
dalam tubuh. Setiap tahap perkembangan ditandai oleh berfungsinnya
dorongan-dorongan Libidinal yang ada pada daerah-daerah tertentu yang
menjadi dasar seluruh perkembangan kepribadian dengan ciri-ciri tingkah
lakunya.

Penahapan ini menghasilkan tahap-tahap yang tersusun dalam
urutan-urutan yang tetap dan mempunyai sifat universal dalam siklus
kehidupan manusia.

Psikologi Perkembangan

Page 18

Gambar 1 Tahap Psikoseksual

1. Tahap Oral( 0 – 1;0 thn)
Tahap

oral

ini

merupakan

tahap

pertama

perkembangan

psikoseksual pada mana bayi memperoleh dan merasakan kepuasan dan
kenikmatan yang bersumber pada daerah mulutnya. Kepuasan dan
kenikmatan ini timbul oleh adanya hubungan antara perasaan lapar,
kemudian gelisah dan minuman atau makanan (air susu) yang diberikan
kepada bayi. Kegiatan pada daerah mulut menimbulkan kepuasan karena
menghilangkan perasaan tidak enak yang telah timbul yakni lapar.
Kegiatan menjadi berkurang, dan dalam kepuasanitu bayi akan lebih
tenang.
Ada rangsang lapar dan kemudian perlakuan ibunya atau orang lain
yang menimbulkan kepuasan, menunjukan bahwa bayi tidak memperoleh
apa-apa yang dibutuhkan sendiri. Hal ini menampilkan ketergantungan
dari ibunya atau orang lain agar ia bisa memperoleh sesuatu untuk
perkembangannya.
Kegiatan pada daerah mulut yang memberikan kepuasan ini oleh
freud dihubungkan dengan kepuasan dan kenikmatan yang sifatnya
libidinal, karena ternyata dalam perkembangan bayi lebih lanjut,pada umur
beberapa bulan, rangsang-rangsang dalam bentuk lain, seperti jari tangan
yang dimasukan ke mulut. Juga menimbulkan kepuasan. Dari kenyataan

Psikologi Perkembangan

Page 19

ini terlihat bahwa yang menjadi sumber kenikmatan adalah semua
rangsangan yang sampai pada daerah mulut yakni daerah erogen.
Menurut teori psikoanalisa masa oral ini terdiri lagi dari dua submasa, yakni submasa pertama ketika bayi tergantung sepenuhnya dari
orang lain, yang disebut masa ketergantungan-oral. Submasa kedua
disebut dengan agresifitas oral. Mengenai agresifitas oral ini timbul
sebagai reaksi akan dihenntikannya pemberian air susu melalui susu
ibunnya (disapih). Disamping mulai tumbuh gigi. Aktifitas oral yang
terlihat

adalah

menggigit.

Menggigit

merupakan

aktifitas

yang

memuaskan, karena perasaan tidak enak yang timbul akibat tumbuhnya
gigi-gigi. Memberikan lingkaran daru plastik kenyal kepada bayi untuk
digigit merupakan salah satu usaha, agar bayi menemukan proses-primer
dan ketegangan berkurang. Disamping itu, usaha-usaha lain oleh ibunya
untuk menguranngu ketegangan yang ada, dengan tidak etrlalu melaranng
anak memasukkan jari-jari tangan ke mulut, member harapan agar
perkembangan selanjutnya lancar. Terhentinya (fiksasi) pada masa
agresifitas-oral akan mengakibatkan timbulnya ucapan-ucapan yang
agresif ketika sudah besar, termasuk ucapan-ucapan yang terbuka maupun
terselubung.
2. Tahap Anal (1;0-3;0)
Setelah tahap oral, anak memindahkan pusat kenikmatan dari
daerah mulut ke daerah anus (dubur). Rangsangan pada daerah anus ini
berkaitan erat dengan kegiatan buang air besar, karena keduanya
merupakan sumber kenikamatan secara libidinal. Reaksi-reaksi orang tua
berupa sikap-sikap senang dan menerima baik terhadap anak, bilamana
anak melakukan aktifitas ini dengan baik, sebaiknya sikap tidak senang,
menolak, bilamana anak memperlihatkan aktifitas yang kurang baik. Ini
pula yang menunjukkan perasaan malu kepada anak. Masa anal ini
berhubungan pula dengan soal kebersihan, kerapian, keteraturan yang
ingin diterapkan oleh orang tua kepada anak. Adakalanya oranng tua

Psikologi Perkembangan

Page 20

memperlihatkan sikap yang terlalu keras, adakalanya sebaliknya
menumbuhkan reaksi-reaksi tertentu kepada anak. Dari sudut anak, ia
bukan lagi pribadi yang sepenuhnya pasif, melainkan ia mulai mampu
menentukan sendiri. Dari sudut perkembangan sosialnya, anak mulai bisa
melakukan sendri beberapa aktifitas yang tadinya harus dilakukan orang
lain baginya. Sikap yang terlalu keras, kaku pada orang tua untuk melatih
mengatur buang air besar ini, akan mennyebabkan tumbuhnya sikap-sikap
menentanng (negativism). Sebaliknya, sikap yang teralu membiarkan
mengatur sendiri akan meimbulkan sikap yang selalu ragu-ragu terhadap
diri sendiri dan terhadap apa yang akan diperbuatnya. Seperti pada masaoral, masa anal ini juga terbagi menjadi dua sub-masa, yakni bagian
pertama yang disebut sub-masa pengeluaran kotoran dan bagia kedua submasa penahanan kotoran.
Pengeluaran kotoran merupakan kegiatan otot-otot pada daerah
anus dan merupakan pula sumber kepuasan bagi anak untuk “mengotori”
lingkunngannya sebagai reaksi terhadap sikap-sikap orang lain yang
dianggap tidak menyenagkan ; ia hendak menentang dan ingin
menunjukkan kebebasannya sendiri. Seiring dengan reaksi-reaksi ini
ketika dewasa akan terlihat seorang yang mudah “mengeluarkan segala
sesuatu”, sikap masa bodoh, sifat tidak rapi, serampangan atau serabutan.
Kegiatan menahan kotoran merupakan kepuasan lain untuk menunjukkan
bahwa ia tidak mau “diatur” oleh orang lain. Hal ini dihubungkan dengan
timbulnya sikap kaku, keras kepala, kerapian dan keteraturan

yang

berlebih-lebihan, kalau sub-masa ini tidak dilampaui dengan baik, dan
dalam suasana memungkinkan perkemvbangna yang seimbang dan
harmonis antara berbagai aspek-aspeknya.
3. Tahap Falik (3;0-5;0)
Sumber kenikamatan berpindah ke daerah kelamin pada tahap
falik. Pada masa ini anak mulai menaruh perhatian terhadap perbedaan –
perbedaan anatomic antara laki-laki dan perempuan, terhadap asal usul
bayi dan hal-hal yang ada kaitannya dengan kegiatan seks. Hal ini yang
muncul pada masa ini adalah tokoh ibu dijadikan sumber bagi segala kasih

Psikologi Perkembangan

Page 21

sayang, terutama oleh anak laki-laki. Ini mudah dimengerti karena sejak
dilahirkan si bayi menjadi pusat perhatian oleh ibunya. Ibunya yang paling
dekat dan paling erat bergaul dengan anak, juga karena kontak fisik yang
terjadi untuk jangka waktu lama dan terus-menerus, ketika si anak di
mandikan, di bersihkan, di cium, di gendong, ditemani tidur. Tokoh ibu
mnejadi sumber yang memberikan rasa terlindung dan rasa aman. Tidak
mustahil bisa timbul dalam kontak-kontak fisik ini perasaan-perasaan
sensual pada anak meskipun dengan cara dan intensitas serta kulaitasnya
tersendiri. Melalui keadaan inilah timbul keinginan yang bersifat seksual
pada anak terhadap orang tuanya, khususnya anak laki-laki terhadap
ibunya.
Masa Falik pada anak laki-laki
Freud percaya bahwa ibu bagi anak laki-laki pada masa ini adalah obyek
pada mana anak ingin melakukan hubungan seks. Oleh Freud cinta terhadap
ibunya ini disebut Oedipus kompleks, yakni mengambi nama Oedipus, suatu
tokoh daam Mitologi Yunani Kuno, yang membunuh ayahnya dan mengawini
ibunya.
Keinginan anak untuk mencintai ibunya dan melakukan hubungan seks
menjdai terhalang karena dihadapannya muncul tokoh ayah. Tokoh ayah menjadi
saingannya dalam memperebutkan ibunyadan karena itu timbul sikap-sikap
negatif terhadap ayahnnya. Pada anak mulai timbul perasaan takut akan dihukum
oleh ayahnya karena cinta increstnya itu. Hukuman yang ditakuti ialah kalaukalau dikebiri (kastrasi). Ketakkutan inilah yang dalam terminology Psikoanalisa
dikenal dengan cemas-kastrasi (Castration-anxiety).
Ketakutan ini menimbulkan sikap menyerah pada anak dan karena itu
lebih baik ia mengidentifikasi dirinya dengan ayahnya. Ia ingin meniru semua
perbuatan yang dilakukan ayahnya, karena ayahnya adalah modelnya. Dengan
terjadinya identifikasi ini maka pada anak berkembang struktur ketiga dari

Psikologi Perkembangan

Page 22

kepribadian, yakni super ego, dimana perkembangan moral juga terjadi. Ayah juga
menjadi “tokoh-ayah” yang diingini, yakni menjadi “ego-ideal”-nya.
Bilamana proses Oedipus ibunya tidak berhenti, maka akan timbul
semacam ikatan antara anak laki-laki dengan ibunya, bahkan ibunya (bukan
ayahnya) yang dijadikan tokoh identifikasi dan mengambil super ego yang ada
pada ibunya, dengan akibat timbulnya keinginan melakukan hubungan seks
dengan pria (seperti ibunya) dan inilah dasar dari terjadinya homoseksualitas pada
pria.
Masa Falik pada anak perempuan
Pada anak perempuan perkembangannya lebih sulit. Freud sendiri tidak
meerasa puas menerangkan dinamika dari anak perempuan pada masa falik.
Seperti pada anak laki-laki, sumber libido pada anak perempuan juga pada
daerah kelamin. Sekalipun ibu nya adalah tokoh yang dekat dengan kehidupan
anak, juga mengasuh, mencium dll. Seperti terhadap anak laki-laki, tetapi pada
anak perempuan juga timbul keinginan untuk mengadakan hubungan sex pada
ayah nya (Bagian inilah yang sulit di terangkat Freud).
Tokoh ibu menjadi penghalang akan cintanya terhadap ayahnya. Anak
perempuan takut akan di hukum oleh ibu nya, seperti anak laki-laki akan di
kastrasi . Tetapi anak perempuan menyadari bahwa alat kelaminnya kecil
(kelentit) sehingga ia merasa bahwa ia sudah terhukum oleh ibunya.
Anak perempuan merasa iri hati terhadap anak laki-laki karena struktur
alat kelaminnya kecil. Inilah yang di kenal dengan istilah : iri hati kelamin (Penisenvy). Ini timbul pada anak laki-laki karena timbul cemas kastrasi
mengidentifikasikan diri terhadap ayahnya, sebaliknya pada anak perempuan, iri
hati kelamin timbul identifikasi dengan ibunya. Kesulitan-kesulitan yang dialami
pada masa ini akan menyebabkan pula kekacauan dalam menentukan tokoh
identifikasi dan pembentukan ego-idealnnya. Inilah dasar dari sifat-sifat lesbianist
yang diperlihatkan ketika sudah dewasa.

Psikologi Perkembangan

Page 23

4. Tahap Laten (6;0-12;0)
Masa ketika aktivitas seksual dapat dikatakan tenang, terpendam, tidak
aktif. Sekalipun didalam kelompok-kelompok bisa timbul pembicaraan atau
bahkan kenakalan seksual (termasuk berbicara kotor), intensitasnya tidak sehebat
ketika masa sebelum atau sesudah masa laten. Juga sifatnya tidak terlalu pribadi,
biasanya dalam kelompok.
Pada masa ini memang terjadi perkembangan yang menghebat, banyak
dan majemuk pada seluruh aspek-aspeknya, seperti perkembangan kognitif
melalui pendidikan formal di sekolah, perkembanngan sosial dan moral, melalui
hubunga-hubungan yang lebih luas dengan lingkungan hidupnya. Masa ketika
anak menumbuhkan dan memperkembangkan keterampilan-keterampilan dasar,
memperoleh dan memperlihatkan sistem nilai dalam kehidupannya. Ia juga
mempelajari untuk bisa menyesuaikan diri dalam lingkungan sosial.
5. Masa Genital (12;0 th)
Masa ketika dorongan-dorongan seks yang ada pada masa falik mulai
berkembang lagi setelah pada masa laten berada pada keadaan tenang.
Kematangan pada sudut fisiologis, khususnya mulai berfungsinya
kelenjar-kelenjar kelamin ketika memasuki masa remaja, mempengaruhi
timbulnya daerah-daerah erogen pada alat-alat kelamin sebagai sumber
kenikmatan dan kepuasan. Doronga seks dalam arti sebenarnya mulai muncul.
Objek cinta berpindah dari cinta-incest ke cinta heteroseksual yang tidak incest,
dan ini merupakan pengulangan dan sekaligus kelanjutan dari apa yang terjadi
pada masa falik. Ini terlihat dalam pemilihan pasangan yang dikehendaki. Jadi
bilamana masa falik dapat di lampaui dengan baik, akan timbul cinta pada lawan
jeenis kelaminnya secara normal. Sebaliknya bilamana timbul kesulitan pada
masa falik, maka kemungkinan timbul pengalihan dari objek cinta ke jenis
kelamin yang sama.

Psikologi Perkembangan

Page 24

Pada masa genital ini terjadi perkembangan pada arah cinta, maka
sekarang cintanya bisa dua arah. Ini merupakan pula tanda berkembangnya
kemampuan menyesuaikan diri yang baik dalam hubunga-hubungan sosialnya.
Kesulitan selalu timbul oleh adanya perbedaan-perbedaan norma, norma sosial
budaya, norma moral, baik dari orang tua si remaja maupun masyarakat
sekelilingnya. Perbedaan perbedaan norma ini sering menimbulkan ketegangan
yang berhubungan dengan masalah seks remaja.
Dengan melihat teori perkembangan yang di kemukakan S.Freud di atas,
timbul masalah masalah praktis yang acapkali dialami oleh pada orang tua.
Misalnya menghisap ibu jari tangan merupakan usaha anak untuk mengurangi
ketengangan (proses skunder); seberapa jauh perbuatan ini harus dituruti, atau
dilarang berapa lama, bagaimana caranya, dan macam macam lagi ? pertanyaan
serupa selalu timbul pada masa perkembangan bersamaan bersama munculnya
pertanyaan-pertanyaan praktis seperti di atas. Apalagi bilamana mengenai hal-hal
yang langsung berhubungan dengan kepuasaan seksual, misalnya mansturbasi.
Dalam memberikan pegangan terhadap pertanyaan-pertanyaan praktis ini, selalu
perlu di hubungakan kembali dengan sifat perkembangan secara psiko analitis
bahwa cirri-ciri perkembangan ini universal, urutan-urutan selalu tetap, ada
perbedaan kualitas antara satu masa dengan masa lain, tetapi tetap
berkesinambungan istilah keseimbangan bisa menjadi kunci untuk memberikan
untuk jawaban-jawaban pada pertanyaan-pertanyaan ini.
Keseimbangan antara kepuasaan dan kenikmatan yang di inginkan dan
kemungkinan-kemungkinan untuk memenuhi kepuasan dan kenikmatan tersebut
dalam batas dan intensitas yang bisa di terima oleh norma yang ada.
Keseimbangan antara kehendak dan hambatan, antara keinginan dan larangan,
antara hadiah dan hukuman. Keseimbangan menjadi sangat relative dan dalam hal
ini yang lebih menentukan adalah ang dewasa, tutama tempat anak hidup dan
berkembang.

Psikologi Perkembangan

Page 25

Teori Psikoanalisa ini memang muncul dan dikembangan di dunia barat.
Banyak ahli yang masih meragukan apakah teori ini bisa di pakai di dunia timur
dengan pandangan yang masih berbeda terhadap masalah sex. Keterbukaan
masalah sex jelas berbeda sebagai teori an sich tetap perlu di ketahui, secara
khusus mengenai perkembangan kepribadian sesuai dengan tujuan uraian ini.

2.2

Tugas Perkembangan Moral dan Psikoseksual
Individu tumbuh dan berkembang selama perjalanan kehidupannya

melalui beberapa periode atau fase-fase perkembangan. Setiap fase
perkembangan mempunyai serangkaian tugas perkembangan yang harus
diselesaikan

dengan

baik

oleh

setiap

individu.

Sebab,

kegagalan

menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada fase tertentu berakibat tidak
baik pada kehidupan fase berikutnya. Sebaliknya keberhasilan dalam
menyelesaikan

tugas-tugas

perkembangan

pada

fase

tertentu

akan

memperlancar pelaksanaan tugas-tugas perkembangan pada fase berikutnya.
Tugas-tugas perkembangan tersebut beberapa diantaranya muncul sebagai
akibat kematangan fisik sedangkan yang lain berkembang karena adanya batas
aspirasi budaya, sementara yang lain lagi tumbuh dan berkembang karena nilai
dan aspirasi individu.
Tugas-tugas perkembangan mempunyai tiga macam tujuan yang
sangat bermanfaat bagi individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan,
yaitu:
1) Sebagai petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan
masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu.
2) Memberikan motivasi kepada setiap individu untuk melakukan apa yang
diharapkan

oleh

kelompok

sosial

pada

usia

tertentu

sepanjang

kehidupannya.
3) Menunjukan kepada setiap individu tentang apa yang akan mereka hadapi
dan tindakan apa yang diharapkan dari mereka hadapi dan tindakan apa

Psikologi Perkembangan

Page 26

yang diharapkan dari mereka jika nantinya akan memasuki tingkat
perkembangan berikutnya.
2.2.1

Hambatan Penyelesaian Tugas Perkembangan
Tugas-tugas perkembangan ada yang dapat diselesaikan dengan

baik,ada juga yang mengalami hambatan. Tidak dapat diselesaikannya
dengan baik suatu tugas perkembangan dapat menjadi suatu bahaya
potensail. Setidaknya ada tiga macam bahaya potensial yang menjadi
penghambat penyelesaian tugas perkembangan, yaitu:
1) Harapan-harapan yang kurang tempat, baik individu maupun
lingkungan sosial mengharapkan perilaku diluar kemampuan fisik
maupun psikologis
2) Melangkahi tahap-tahap terrtentu dalam perkembangan sebagai akibat
kegagalan mengusai tugas-tugas tertentu.
3) Adanya krisis yang dialami individu karena melewati satu tingkatan
ke tingkatan yang lain.

2.3

Faktor yang Mendukung dan Faktor yang Menghambat
2.3.1

Faktor yang Mendukung
Berdasarkan sejumlah hasil penelitian perkembangan internalisasi

nilai-nilai

terjadi

melalui

identifikasi

dengan

orang-orang

yang

dianggapnya sebagai model. Bagi para ahli psikoanalisis, perkembangan
moral dipandang sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat
dan dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis.
Dalam usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilainilai tertentu, banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan
psikoseksual, diantaranya :
1.

Tingkat harmonisasi antara hubungan orang tua dan anak
Beberapa sikap orang tua yang turut andil dalam menentukan

perkembangan moral, antara lain :
a. Konsistensi Orang Tua dalam Mendidik Anaknya

Psikologi Perkembangan

Page 27

Ayah dan ibu harus memeiliki sikap dan perlakuan yang sama
dalam melarang atau membolehkan perilaku tertentu kepada anak. Suatu
perilaku anak yang dilarang oleh orang tua pada suatu waktu, harus
dilarang juga jika anak melakukannya di waktu yang lain.
b. Sikap Orang Tua di Lingkungan Keluarga
Sikap orang tua terhadap aak secara tidak langsung dapat
mempengaruhi perkembangan moral dan agama anak, yaitu melalui proses
peniruan (imitasi). Sikap orang tua yang keras (otoriter) cenderung
melahirkan sikap disiplin semu pada anak. Sikap orang tua yang acuh tak
acuh, cuek, atau masa bodoh akan cenderung menegmbangkan sikap
kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan norma yang harus
dipatuhi oleh anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orang tua adalah
seperti sikap kasih sayang, keterbukaan, musyawarah dan kesopanan.
c. Penghayatan dan Pengamalan Agama yang Dianut oleh Orang Tua
Orang tua merupakan teladan atau panutan bagi anaknya, termasuk
panutan bagi anaknya dalam mengamalkan ajaran agama. Orang tua yang
menciptakan iklim keluarga yang religious (agamis) dengan cara
memberikan ajaran atau bimbingan tentang nilai-nilai agama pada anak
maka akan menjadikan anak mengalami perkembangan moral dan agama
yang optimal.
d. Konsistensi Orang Tua dalam Norma
Orang tua yang tidak menghendaki anaknya berbohong atau
berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari perilaku
berbohong atau tidak jujur. Jika orang tua mengajarkan kepada anak untuk
berlaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggung jawab dan taat
beragama, tetapi orang tua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya,
maka anak akan mengalami konflik pada dirinya dan akan menggunakan
ketidakkonsistenan orang tua tersebut sebagai alasan untuk tidak
melakukan apa yang diinginkan oleh orang tuanya, bahkan mungkin dia
akan berperilaku seperti orang tuanya.
2. Lingkungan dan pergaulan yang kondusif
Diantara unsur lingkungan sosial yang berpengaruh yang
tampaknya sangat penting adalah unsure lingkungan yang berbentuk

Psikologi Perkembangan

Page 28

manusia yang langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang sebagai
3.

perwujudan nilai-nilai tertentu.
Tingkat Penalaran
Perkembangan moral yang sifatnya penalaran menurut
Kohlberg dipengaruhi oleh perkembangan nalar. Makin tinggi
penaalaran

4.

seseorang,

maka

makointinggi

juga

tingkat

penalarannya.
Interaksi Sosial
Memberikan kesempatan kepada anak untuk mempelajari
dan menerapkan standar perilaku yang diterapkan dalam
masyarakat, keluarga, sekolah dan pergaulan dengan orang lain.

2.3.2

Faktor yang Menghambat

Fakor-faktor yang dapat menghambat perkembangan moral dan
psikoseksual sebagai berikut :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

3.1

Hubungan keluarga yang kurang harmonis
Lingkungan yang kurang kondusif
Tingkat penalaran dan IQ yang rendah
Kurangnya sosialisasi dan interaksi sosial
Media Sosial
Kesehatan fisik

Contoh Kasus dan Penanganan
Kasus 1
Reza baru saja lulus SMU jurusan IPA. Namun, ia kurang
beruntung, karena tidak lolos Ujian Masuk Universitas. Oleh
karena itu, untuk semntara ia menganggur. Ia hanya mengikuti
bimbingan tes sambil mengadu untung lagi dalam Ujian Masuk
Universitas yang akan datang. Yang menjadi masalah bagi orang
tua Reza adalah bahwa reza sulit sekali diatur oleh orang tua.

Psikologi Perkembangan

Page 29

Pelerjaannya sehari-hari keluar rumah melulu, pulanng larut
malam dan orang tua Reza tidak pernah tahu kemana saja
perginya anak mereka. Kekhawatiran orang tua Reza ini
semakin beralasan karena semasa SMA Reza pernah terlibat
NARKOBA. Kalau terus menerus seperti itu, mau jadi apa Reza
kelak? Tetapi, di pihak Reza sendiri, terus terang saja ada
perasaan jenuh dan bosan terhadap orang tuanya. Ia bukannya
tidak menghormati orang tuanya, tetapi ia tidak suka
diperlakukan seperti anak kecil terus. Memang, dia pernah ikutikutan memakai shabu waktu SMA, tetapi itu sudah lewat. Ia
sudah tidak lagi melakukannya. Tetapi, oranng tuanya masih
terus saja tidak mempercayainya. Apapun yang dilakukannya
untuk memperbaiki ncitra dirinya, di mata orang tuanya, kesan
yang terlanjur tidak baik itu sulit sekali di kurangi. Oleh karena
itu, ia justru melakukan hal-hal yang ia tahu tidak akan disukai
oleh orang tuanya. Dengan perkataan lain, Reza menunjukkan
reaksi-reaksi yang negatif sebagai cerminan dan pemberontakan
jiwanya.

Kasus 2
Nyaris semua anggota geng cewek 16 tahun ini kebetulan
sudah pernah ngerasain hubungan seksual. Cuma Killa yang
belum.
Ceritanya terjadi saat ia masih kelas II SMP sewaktu
kumpul di rumah teman yang lagi kosong, teman-teman Killa
memanas-manasi

“Biasanya

gue bisa ditahan,”

ujarnya.

Masalahnya malam itu, entah kenapa, Killa seolah tidak bisa
menahan gempuran teman-temannya. Di sisi lain, cowoknya

Psikologi Perkembangan

Page 30

juga nggak kuat menahan. Bahkan ikut-ikutan ngojokngojokkin.
Cowoknya yang kakak kelas itu kemudian mengajaknya ke
kamar. Dihinggapinya perasaaan nggak enak sama temantemannya dan penasaran, Killa pun oke saja menerima tawaran
sang pacar. Sementara teman-temannya pada nunggu di luar.
“Cowok gue itu first love gue”, katanya.
Selesai melakukan hubungan untuk pertama kalinya, Killa
bukannya malu. Ia malah mendapat selamat dari temantemannya. “Cowok gue kayaknya udah piawai deh. Temanteman gue meluk gue dan ngasih selamat. Sementara cowok gue
cengar-cengir”’ kisahnya.
Sebetulnya Killa merasa malu. Tapi di depan temantemannya, rasa itu ia sembunyikan. Ia juga merasa takut hamil.
Abis itu ia menangis hebat di hadapan sang pacar.

Penanganan
Menghadapi remaja memang bukan pekerjaan yang mudah. Menurut
Adams dan Gullota, ada lima aturan kalau kita ingin membantu remaja dalam
menghadapi masalah mereka.


Yang pertama, Trustworthiness (kepercayaan), yaitu, kita harus saling
percaya dengan para remaja yang kita hadapi. Tanpa itu, jangan harap ada




komunikasi dengan mereka.
Yang kedua, Genuineness, yaitu, maksud yang murni, tidak berpura-pura.
Yang ketiga, Empathi, yaitu kemampuan untuk ikut merasakan perasaan-



perasaan remaja.
Yang Keempat, honesty, yaitu kejujuran.

Psikologi Perkembangan

Page 31



Yang kelima, tetapi terpenting adalah adannya pandangan dari pihak
remaja bahwa kita memang memenuhi keempat aturan tersebut.
Walaupun kita sudah berusaha memenuhi keempat persya