Analisis Hukum International terhadap Ti

Analisis Hukum International terhadap Tindakan Teror dari
ISIS di Afghanistan
Khoiril Huda
khoirilhudaws@students.unnes.ac.id
Abstrak
ISIS((Islamic State of Iraq and Syria) dideklarasikan oleh sekelompok
orang yang mengklaim secara sepihak sebagai kekhalifahan Islam secara
global segera mendapatkan reaksi dari berbagai pihak, ada yang menolak dan
ada pula yang mendukungnya, ada yang menganggapnya sebagai ancaman
dan ada pula yang menganggapnya sebagai harapan. Pihak yang menolak
menganggapnya sebagai ancaman berasal dari sebagian besar umat Islam,
termasuk para ulama dan pemimpin dunia Islam. Sedangkan pihak yang
mendukung dan menganggapnya sebagai harapan berasal dari segelintir
orang yang sejak awal telah mempunyai cita-cita untuk mendirikan
kekhalifahan Islam secara global walaupun dengan menggunakan pendekatan
kekerasan. Pihak yang menolak munculnya ISIS berasal dari komponen umat
islam. Meskipun banyak umat islam yang mewacanakan pentignya khilafah
islamiyah, namun mereka masuk kedalam barisan pihak yang menolak
pendeklarasian ISIS. Alasan muslim geram dengan ISIS adalah cara yang
digunakan kelompok ini jauh sekali dari ajaran Islam. Kelompok ISIS memakai
cara yang mengedepankan kekerasan, ketidaktoleranan, dan sikap yang tidak

beradab. Cita-cita dari ISIS dianggap tidak realistis oleh pihak ulama dan
pemimpin Islam. Banyak negara Islam menyatakan untuk melakukan
penguatan negaranya masing-masing, seperti umat muslim di Indonesia.
Sedangkan, pihak yang mendukung adanya pendeklarasian ISIS adalah hanya
sebagian orang dari negara-negara yang terkadang pengetahuan tentang
islamnya masih kurang. Mereka berjumlah beberapa orang saja, tapi karena
militansi dan sikapnya yang radikal mengharuskan agar tetap diwaspadai
keberadaan dan aktifitasnya. Secara identifikasi, kelompok yang mendukung
memiliki karakter yang hampir sama, yakni kecenderungan mempunyai
pemahaman Islam dan ajaran agama yang kurang pas. Kelompok orang ini
banyak yang mengarah kepada kelompok radikal bagi suatu negara.
Kata kunci: ISIS, Radikal, Kekerasan, Kejahatan Terorisme.
PENDAHULUAN
Latar Belakang Kasus
Islam merupakan agama yang rahmatan lil ‘alamin (Rahmat Bagi Seluruh
Alam). Tidak ada islam yang radikal dan melakukan suatu perpecahan. Pihakpihak yang ingin menghancurkan negara/ pemecah belah suatu negara
(Radikalisme) sangatlah dilarang di tingkat nasional dan internasional. Ada
banyak faktor yang dijadikan sebagai alasan munculnya radikalisme agama.
Yang paling menonjol yakni faktor anti barat dan distorsi pemahaman agama.


Faktor anti barat menjadi akar yang kuat dalam mendorong lahirnya sikap
radikal. Radikalisme agama yang tidak jarang kemudian melahirkan aktifitas
kekerasan dan terorisme pada umumnya merupakan respons dan perlawanan
terhadap kebijakan Amerika dan sekutunya terhadap kezaliman yang terjadi di
negara-negara Islam. Kebijakan “perang melawan terorisme” yang selama ini
digaungkan oleh Amerika dan sekutunya menimbulkan segregasi yang sangat
nyata: siapa yang mendukung kebijakan tersebut merupakan sekutu bagi
Amerika, sedangkan yang menolaknya dianggap sebagai musuh. Dengan
kebijakan tersebut Amerika dan sekutunya memburu orang-orang yang
dianggap sebagai teroris, bukan saja di negara mereka tapi juga di negara lain.
Justifikasi terhadap apa yang kelompok ini lakukan, yaitu dengan
mengatasnamakan jihad, tidak disetujui oleh para ulama. Kelompok ini
memahami jihad hanya dengan arti perang (qital).
Menurut para ulama, jihad juga mempunyai makna lain, misalnya upaya
sungguh-sungguh dalam melakukan perbaikan. Menurut para ulama, jihad
selain mempunyai makna qital (perang), juga mempunyai makna ishlah
(perbaikan). Salah satu penyebab terjadinya distorsi dalam memahami agama
adalah pemahaman terhadap dalil al-Quran dan Hadis hanya secara harfiyah
atau literer. Pemahaman terhadap dalil al-Quran dan Hadis hanya dengan
menggunakan pendekatan literer ini membahayakan, karena dapat

menggelincirkan seseorang dalam kesalahan pemahaman. Dalam pengambilan
suatu hukum dari dalil-dalil syar'i (istinbath al-hukm) harus melewati
seperangkat metodologi yang telah diformulasikan oleh para ulama, baik
dengan cara pemahaman terhadap makna harfiyah dari dalil al-Quran dan
Hadis (manthuq an-nash) ataupun dengan cara menggali lebih dalam makna
tersebunyi dari dalil al-Quran dan Hadis (mafhum an-nash).
Pemahaman agama yang hanya didasarkan pada manthuq an-nash saja
akan menimbulkan kekakuan dalam beragama. Karena agama Islam diturunkan
oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai agama terakhir, sehingga apapun
peristiwa dan permasalahan yang muncul seiring dengan perkembangan
zaman dapat dicarikan jawabannya dalam agama. Nash keagamaan (nushush
syar’iyah) terbatas pada ayat quraniyah dan sunnah nabawiyah sedangkan
permasalahan akan senantiasa muncul seiring dengan perkembangan zaman.
Sehingga apabila pemahaman agama didasarkan hanya pada munthuq annash saja maka boleh jadi agama tidak akan bisa menjawab permasalahan
yang muncul, karena tidak semuanya termaktub secara jelas di dalam nash.
Suatu hal yang tidak mungkin menjawab semua persoalan yang muncul hanya
terpaku dengan manthuq an-nash, karena nash sifatnya sangat terbatas
sedangkan persoalan yang terjadi terus berkembang.
Menurut Mark Juergensmeyer, terorisme berasal dari bahasa Latin,
“Terrere” yang berarti menimbulkan rasa geetar dan rasa cemas. Dalam

bahasa Inggris “to terrorize” berarti menakut-nakuti. Terrorist berarti teroris,
pelaku kejahatannya. Terrorism berarti membuat ketakutan atau kecemasan. 1
Setelah munculnya ISIS, implikasi yang terjadi adalah Indonesia dan negaranegara muslim lainnya mengupayakan untuk melaksanakan counter terorism.2
Respon publik terhadap kekuasaan-ketakutan sebagai akibat yang ditimbulkan
oleh terorisme merupakan bagian dari makna istilah tersebut, itulah defenisi
aksi teroris yang kemudian diberikan oleh “kita”- mereka yang
1 Muhammad Nur Islami, 2017, Terorisme Sebuah Upaya Perlawanan, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hlm.2.
2 Emil Mahyudin, “TANTANGAN INTELIJEN DALAM KONTRA-TERORISME DI INDONESIA: SUATU
PANDANGAN”, Journal of International Studies, Vol.1,No.1, November 2016, hlm.24.

menyaksikannya, orang-orang yang menjadi sasaran teror dan tidak oleh
golongan yang mendukung aksi tersebut. Itulah kita atau lebih sering agenagen publik kita, media massa-yang memberi label pada aksi-aksi kekerasan
sebagai terorisme. Itulah aksi-aksi perusakan publik, dilakukan tanpa sebuah
alasan militer, yang menebarkan ketakutan secara luas.3
Terorisme sesungguhnya adalah bagian dari perang. Seberapa buruk pun
itu, perang adalah bagian dari peradaban manusia. Perang merupakan upaya
terakhir manusia untuk mempertahankan hidup mereka melalui tindakan
kekerasan secara massal yang melibatkan kekuatan militer dalam jumlah
tertentu. Terorisme mempunyai karakteristik utama, yaitu penggunaan

kekerasan yang meliputi pembajakan, penculikan, bom bunuh diri, dan lain
sebagainya (Winarno, 2011:171). Menurut Konvensi PBB 1973 disebutkan
bahwa terorisme adalah segala bentuk tindak kejahatan yang ditujukan
langsung kepada negara dengan maskud menciptakan bentuk teror terhadap
orang orang tertentu atau keolmpok orang atau masyarakat luas.4
Kronologi Kasus
ISIS muncul dengan semangat yang sama, resistensi terhadap
kolonialisme Barat. Hal itu tidak terlepas dari pemahaman bahwa Islam pernah
mengalami masa-masa kejayaan, zaman klasik Islam (650-1250/8 M.) Tetapi
kini kejayaan itu hanyalah kenangan dan bagian dari sejarah, semuanya
berawal karena direbut oleh Barat melalui penghancuran Baghdad dan
perpustakaannya. Inilah awal kehancuran peradaban Islam. Kini pada abad ke21, mereka menyadari bahwa dunia Islam sudah semakin jauh tertinggal dari
Barat yang dulu merebut dan menghancurkan kejayaannya. Kini mereka sadar
bahwa dunia Islam telah terjajah karena ketertinggalannya, terutama dalam
hal keilmuan. Kini mereka tidak melihat ada inisiatif dari pemerintah
(Indonesia) untuk mengejar ketertinggalan itu serta merebut kembali kejayaan
yang pernah dimiliki. Itulah yang menyuburkan doktrin ‘kebenciannya’ yang
tersebar dari hati ke hati anggota kelompoknya, sehingga meskipun negara
berhasil membunuh Nurdin M. Top, Imam Samudra, serta berhasil menangkap
Abu Bakar Baasyir, tetapi doktrin kebencian yang sudah terlanjur tersebar dari

hati ke hati tidak mampu lagi dibendung. Inilah yang dikatakan oleh Malala
Yousafzai bahwa senjata hanya berhasil membunuh para teroris, tetapi tidak
mampu membunuh pahamnya.5
Militan ISIS melakukan teror ke Ibu Kota Afghanistan. Tiga pria bersenjata
menyamar sebagai dokter dan menyerang rumah sakit militer terbesar di
negara itu. Pengeboman di Rumah Sakit Sardar Daud Khan itu menewaskan
sedikitnya 38 orang dan melukai lebih dari 70 orang. Dalam waktu enam jam,
tiga pejuang ISIS menjadikan rumah sakit di kawasan Wazir Akbar Khan itu
sebagai medan tempur. Bersenjatakan AK-47 dan sejumlah bahan peledak,
mereka menyerbu rumah sakit yang mampu menampung 400 pasien rawat
inap itu. Suara bom dan tembakan peluru saling bersahut-sahutan selama
kejadian berlangsung. Teror ISIS kali ini dimulai dengan ledakan bom bunuh
diri. Seorang pria yang berjalan kaki meledakkan dirinya di dekat pintu masuk,
lalu ada tiga pria berjas putih dokter melepaskan tembakan ke segala arah.
Sasaran tembak tiga militan itu lantai 3.
3 Mark Juergensmeyer, 2002, Teror atas Nama Tuhan, Kebangkitan Global Kekerasan Agama,
Nizam Press, Jakarta, hlm. 5-6.
4 Muhammad Nur Islami, op.cit.,hlm.3.
5 Ahamad Sahide, “ISIS Bagian dari Hubungan (Respon) Islam-Barat “, Ilmu Ushuluddin, Vol. 2,
No. 4, Juli 2015, hlm.366.


Kemenhan Afghanistan melaporkan bahwa teror di rumah sakit militer itu
berakhir menjelang tengah hari. Setelah kejadian itu, kantor berita Amaq yang
menjadi corong ISIS mengakui serangan mematikan tersebut merupakan
perbuatan mereka. Sebelumnya pemerintah sempat menuding Taliban sebagai
dalang serangan. UU Terorisme sejauh ini hanya berhasil menangkap atau
bahkan membunuh tokoh-tokoh dan pemimpin dari kelompok-kelompok yang
didakwa teroris, tetapi UU tersebut gagal dalam menghilangkan semangat
kebencian dan semangat perlawanan (teror.) Densus 88 berhasil membunuh
Nurdin M. Top, Imam Samudra, dan memenjarakan Abu Bakar Baasyir, tetapi
doktrin dan ajaran ‘terorisme’ tidak pernah bisa dipadamkan di Indonesia dan
dunia Islam secara luas. Malala Yousafzai, peraih hadiah Nobel Perdamaian,
mengatakan “With guns, you can kill terrorists, with education you can kill
terrorism.”6
Upaya yang semakin menumbuhkan benih-benih kebencian dan
semangat perlawanan. Negara seharusnya membaca dan menangkap bahwa
terorisme memunyai doktrin ‘kebencian’: benci terhadap negaranya yang
mayoritas Islam terbelakang, benci terhadap negara dan sumber daya alamnya
dikuasai oleh pihakpihak asing, benci terhadap pemimpinpemimpinnya
melakukan tindakan yang tidak terpuji, korupsi, main perempuan, dan lain-lain.

Ali Fauzi Manzi, mantan teroris, mengatakan bahwa target teroris ada dua.
Pertama adalah far enemy (musuh yang jauh.) Cara yang ditempuh oleh teroris
dengan menyerang far enemy ini adalah dengan menyerang simbol-simbol
yang berbau Barat. Kedua adalah near enemy (musuh yang dekat.) Yang
masuk dalam kategori near enemy di sini adalah polisi dan tentara karena
kedua mereka dianggap menghalangi gerakan jihad untuk menyerang far
enemy atau bahkan bekerjasama.7
Rumusan Masalah
Untuk memperoleh analisa kasus Teror dari ISIS di Afghanistan ini, akan
dimunculkan beberapa rumusan masalah, diantaranya:
1. Bagaimana bahaya terorisme bagi suatu negara?
2. Bagaimana terorisme dalam perspektif hukum internasional?
3. Bagaimana cara yang mungkin dilakukan untuk mengurangi adanya
terorisme di dunia?
PEMBAHASAN
Bahaya Terorisme bagi Suatu Negara.
Menurut para ulama Arab (Syaikh Dr. Najih Ibrahim & Syaikh Ali Hasan alHalaby radikalisme/ terorisme mengatasnamakan Islam disebabkan 2 faktor
utama; I. Paham Takfiri (Pengkafiran) II. Paham exstrim thd Jihad. Organisasi
Teroris : Basque Fatherland & Liberty (ETA) , Comunist Party of India (CPI)
Maoist , Revolutionnary Armed Forces of Columbia (FARC) , Irish Republican

Army (IRA) , Al Qaeda. Berikut ini Jaringan Al-Qaeda: Afganistan ( Taliban ),
Aljazair ( Al Qaeda Islamic Maghreb / Aqim ), Arab Saudi ( AQAP ), China
( ETIM ), Ethiopia ( Eritrean Islamic Jihad Movement ), Filipina ( Abu Sayaf Group
/ ASG ), Libanon ( Asbet Al Anshar ), Nigeria ( Boko Haram ), Somalia
( Asyabab ), Irak ( ISIS/ISIL ), Suriah ( Jabaah Al – Nusrah ), Malaysia +
Indonesia (Jamaah Islamiah) JI – JAT – NII – MIB – MIT.
Sikap Negara-Negara Arab Thdp Radikalisme & Terorisme:
6 Sebuah ungkapan sangat popular sehingga tidak perlu dilacak sumber rujukannya karena
seakan sudah menjadi milik umum dan bersama.
7 Ahmad Sahide, op.cit., hlm.365.

I. Kerajaan Arab Saudi : Grand Mufti/Ketua Dewan Ulama Senior – Syaikh Abdul
Azis bin Abdullah, menegaskan; “Pemikiran radikalisme & terorisme sama
sekali bukan dari Islam, bahkan merupakan musuh Islam nomor satu. Kelompok
tsb sbg perpanjangan Khawarij yg merupakan kelompok pertama yg keluar dari
Islam karena sikap mereka yg mengkafirkan kaum muslim lainnya”. Raja
Abdullah (29/06/2014), menyatakan; “Kita tdk akan biarkan sekelomok kecil
teroris mempergunakan Islam utk kepentingan sendiri utk menakut-nakuti
umat muslim ISIS/IS, Al-Qaeda, IM adalah organisasi Terlarang”. II. Qatar :
Menlu Qatar, Dr. Khalid bin Mohamad Al Attiyah, menyatakan; “Tidak

mendukung Pok ekstrimist termasuk ISIS dlm bentuk apapun”. III. Lebanon :
Memerangi ISIS & Al-Nusrah (AQ) ISIS berideologi takfiri. IV. Yordan & Mesir :
Syaikh Ali Hasan al-Halaby (Yordan) & Syaikh Dr. Najih Ibrahim (Mesir);
“Radikalisme & Terorisme seperti AQ & ISIS bukan Islam, mereka menganut
paham takfiri & jihad exstrim”. ISIS lebih berbahaya dari AQ. V. Pakistan :
Syaikh Dr. Muh. Tahir ul Qadri; “Radikalisme & Terorisme ialah khawarij yg
menganut paham takfiri”.
Dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme, Bab I ketentuan umum, Pasal 1 ayat 1, menyebutkan
bahwa Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memnuhi unsurunsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini.
Perbuatan yang masuk kedalam kategori Tindak Pidana Terorisme diatur dalam
ketentuan Bab III, pasal 6,7, bahwa setiap orang dipidana karena melakukan
tindak pidana terorisme, jika: Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan
kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau rasa
takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta
benda orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap
obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik
atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20

(dua puluh) tahun.8
Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia,
membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba
menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan,
mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan/atau dari Indonesia sesuatu
senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya
yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme,
dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.9
Setiap orang yang merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain
untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal
6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana
dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. 10 Radikalisme Islam
merupakan sebuah proses politik yang mengancam dunia baik Islam maupun
non-Islam sebagai sebuah gerakan politik keagamaan. Radikalisme memang
bukan fenomena Islam saja, tetapi fenomena global yang melanda dunia ketika
dunia (khususnya dunia Islam) dianggap tidak sesuai dengan apa yang
8 Ps. 6 UU No.15 Tahun 2003.
9 Ps. 9 UU No.15 Tahun 2003.
10 Ps.14 UU No.15 Tahun 2003.

menjadi gagasannya. Itulah sebuah gagasan tentang sebuah ‘dunia idaman’ di
masa lampau, dengan menjadikan apa-apa yang terjadi, dan yang ada
sekarang dianggap tidak sesuai dengan ajaran kitābiyyah sehingga harus
dirombak.
Terorisme dalam Perspektif Hukum Internasional.
ASEAN sendiri pada 13 Januari 2007 menandatangani The ASEAN
Convention on Counter Terrorism (ACCT). ACCT mendefinisikan teorisme pada
berbagai konvensi PBB yang mengkriminalisasikan aksi terorisme, seperti
Convention for the Suppression of Unlawful Seizure of Aircraft 1970,
Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the Safety of Civil
Aviation 1971 dan Convention for the Suppression of Unlawful Acts Against the
Safety of Maritime Navigation 1988.
Terorisme dari perspektif Hukum Internasional sebeanrnya bukanlah
merupakan masalah sederhana. Masalah terorisme dalam perspektif Hukum
Internasional ini dibahas dengan sistematika sebagai berikut:
1.
Dalam pembahasan sejarah, dapat diamati bagaimana masing-masing
aksi terorisme dapat dipahami maknanya sesuai dengan konteks terjadinya.
2.
Peran PBB dalam menangani terorisme ini. Dengan PBB sebagai
organisasi induk, dibentuklah Badan Badan Utama PBB yang berhak
membuat peraturan tersendiri namun tetap harus taat asas pada piagam
PBB. Langkah-langkah apakah yang telah dilakukan PBB dalam menghadapi
terorisme.
3.
Terorisme merupakan suatu bentuk kejahatan/kekerasan yang melanggar
HAM, maka akan dikaji apakah benar terorisme itu suatu bentuk kejahatan
terhadap kemanusiaan (Crime Againts Humanity).
4.
Terorisme akan dikaitkan dengan International Humanitarian Law (Hukum
Perikemanusiaan Internasional/Hukum Perang). Meskipun terorisme tidak
sama dengan perang, namun dampak dari terorisme itu berkaitan dengan
aspek-aspek yang banyak persamaannya dengan suatu konflik bersenjata
(Armed Conflict). Pada terorisme, seragnan yang ditujukan target adalah
yang dapat dijadikan simbol (target antara) misalnya turis asing atau pejabat
negara, atau perwakilan negara asing atau tempat-tempat yang merupakan
simbol-simbol kemaksiatan seperti Cafe, diskotik, hotel dan sebagainya yang
tak jarang dalam serangan teroris ini juga menimbulkan korban di kalangan
orang sipil di luar target (seperti orang muslim yang kebetulan berada di
sekitar lokasi teror.
Cara yang Mungkin Dilakukan untuk Mengurangi Adanya Terorisme di
Dunia.
Persoalan terorisme berbeda dengan ‘perang antarnegara”. Dalam
perang antar negara, yang berhadapan adalah antar angkatan bersenjata
negara yang berperang. Aksi terorisme akhir-akhir ini dilakukan pada saat
damai dan tidak harus berhadapan langsung dengan musuhnya (misalkan saja
bom bunuh diri). Dalam perang antar negara, yang berhadapan adalah
angkatan persenjatanya, sedang teroris yang menjadi sasaran utama dalah
masyarakat sipil, karena sifat daripada serangannya random. 11
Terorisme sebagai isu keamanan international menuntut kerjasama antar
negara untuk menghadapinya. Sejumlah organisasi internasional telah
mendefinisikan terorisme sesuai dengan kepentingan bersama mereka.
11 Muhammad Nur Islami, op.cit.,hlm 14-15

Misalnya dalam The Agreement on Information Exchange and Establishment of
Communication Procedures yang ditandatangani oleh Indonesia, Malaysia dan
Filipina (The Trilateral Agreement) pada 7 Mei 2002, terorisme didefinisikan
sebagai: “Any act of violence of threat thereof perpetrated to carry out within
the respective territories of the Parties or in the border area of any of the
Parties an individual or collective criminal plan with the aim of terrorizing
people of threatening to harm them or imperiling their lives, honor, freedoms,
security or rights or exposing the environment or any facility or public or
private property to hazards or occupying or seizing them, or endangering a
national resource, or international facilities, of threatening the stability,
territorial integrity, political unity or sovereignty of independent States.”
Prinsip dasar hukum internasional yang melandasi tanggung jawab
negara membuat suatu keadaan bahwa terhadap prinsip fundamental dari
hukum internasional, negara atau suatu pihak yang dirugikan menjadi berhak
untuk mendapat ganti rugi atas kerugian yang dideritanya. Oleh karena itulah
suatu pertanggungjawaban megara akan berkenaan dengan penentuan
tentang atas dasar apa dan pada situasi yang bagaimana negara dapat
dianggap telah melakukan tindakan yang salah secara internasional.12 Negara
bisa dikatakan gagal dalam melindungi rakyatnya dari ‘ketakutan-ketakutan,’
terutama ketakutan dari gerakan-gerakan terorisme yang sewaktu-waktu dapat
terjadi, dan korbannya sering kali adalah masyarakat sipil yang tidak berdosa.
Dr. Zuly Qodir mengatakan bahwa selama sepuluh tahun (era kepemimpinan
Susilo Bambang Yudoyono), pemerintah sudah menangkap 700 tersangka
teroris, 60 lebih ditembak mati, termasuk para gembongnya. Namun seturut
Zuly Qodir, persoalan terorisme tidak mudah diurai, apalagi dituntaskan
sampai ke akarnya.
Peran negara-negara muslim dalam merespon permasalahan yang timbul
dalam Konvensi Internasional tentang Hak Asasi Manusia dibutuhkan terkait
tindakan terorisme. Negara-negara muslim telah meratifikasi instrument
hukum internasional tentang HAM, termasuk juga Konvensi tentang terorisme;
meskipun terdapa kontroversial antara pemahaman pandangan Barat dengan
ajaran Islam terkait masalah HAM, negara-negara muslim telah meratifikasi
Konvensi Internasional tentang HAM dan Konvensi tentang Terorisme, sebagai
bagian dari hukum nasionalnya.13
Adapun tindakan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sendiri
sudah efektif dalam menangani kejahatan luar biasa ini, sehingga mengurangi
penyebaran paham terorisme. Namun, tindakan yang dilakukan oleh DENSUS
88 anti teror Kepolisian Republik Indonesia, menyisakan permasalahan terkait
dengan pelanggaran HAM korban dan juga keluarganya.
KESIMPULAN
Dari banyak defenisi yang dikemukakan oleh banyak pihak, yang menjadi
ciri dari tindak pidana terorisme adalah:
1. Adanya rencana untuk melaksanakan tindakan tersebut.
2. Dilakukan oleh suatu kelompok tertentu.
3. Mengginakan kekerasan
4. Mengambil koban dari masyarakat sipil, dengan maksud mengintimidasi
pemerintah.
12 Yudha Bhakti Ardhiwisastra, 2013, Hukum Internasional Bunga Rampai, P.T Alumni, Jakarta,
hlm.4.
13 Jawahir Thontowi, “HAM di Negara-negara Muslim dan Realitas Perang Melawan Teroris di
Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum Pandecta, Vol.8, No.2, Juli, 2013, hlm.129.

5. Dilakukan untuk mencapai pemenuhan atas tujuan tertentu dari pelaku,
yang dapat berupa motif sosial, politik ataupun agama.
Istilah hukum internasional yang lain adalah hukum transnasional,
dimana hukum ini melintasi batas negara. Hukum transnasional mengatur
bagaimana kejahatan-kejahatan internasional itu ditindak sebagaimana
mestinya. Contohnya,terorisme, narkoba, genosida dan lain-lain. Pihak
pemberontak dalam hukum perang bisa memperoleh kedudukan dan hak
sebagai pihak ayng bersengketa dalam beberapa keadaan tertentu. 14
Sedangkan terorisme merupakan pemberontak dan kelompok radikal yang
ingin memecah belah suatu negara dengan memasukkan paham-paham
radikal.
Beberapa upaya yang dilakukan untuk mengentas terorisme diantaranya
melalui pendidikan karakter sesuai dengan masing-masing negara. Paham luar
tidak boleh dicerna mentah-mentah. Pengupayaan deradikalisasi sehingga
paham radikal tidak muncul lagi. Pencabutan kewarganegaraan WNI yang
sengaja atau ikut terlibat sebagai anggota,fasilitator, dan pemberi dana bagi
organisasi terorisme.
DAFTAR PUSTAKA
Ardhiwisastra, Yudha Bhakti., 2013, Hukum Internasional Bunga Rampai, P.T
Alumni, Jakarta.
Islami, Muhammad Nur., 2017, Terorisme Sebuah Upaya Perlawanan, Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.
Juergensmeyer, Mark., 2002, Teror atas Nama Tuhan, Kebangkitan Global
Kekerasan Agama, Nizam Press, Jakarta.
Kusumaatmadja, Mochtar., dan Etty R. Agoes, 2016, Pengantar Hukum
Internasional,P.T Alumni, Jakarta.
Mahyudin, Emil., “TANTANGAN INTELIJEN DALAM KONTRA-TERORISME DI
INDONESIA: SUATU PANDANGAN”, Journal of International Studies,
Vol.1,No.1, November 2016.
Ps. 6 UU No.15 Tahun 2003.
Ps. 9 UU No.15 Tahun 2003.
Ps.14 UU No.15 Tahun 2003.
Sahide , Ahmad, “ISIS Bagian dari Hubungan (Respon) Islam-Barat “, Ilmu
Ushuluddin, Vol. 2, No. 4, Juli 2015.
Thontowi, Jawahir., “HAM di Negara-negara Muslim dan Realitas Perang
Melawan Teroris di Indonesia”, Jurnal Ilmu Hukum Pandecta, Vol.8,
No.2, Juli, 2013.
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme
Winarno, Budi., 2011. Isu-isu Global Kontemporer,CAPS, Yogyakarta.

14 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R. Agoes, 2016, Pengantar Hukum Internasional,P.T
Alumni, Jakarta, hlm.110.

Berlagak Dokter, Tembaki Rumah Sakit, 38 Tewas_Jawa Pos _09
Maret_2017_Halaman 7.

Dokumen yang terkait

Analisis Komparasi Internet Financial Local Government Reporting Pada Website Resmi Kabupaten dan Kota di Jawa Timur The Comparison Analysis of Internet Financial Local Government Reporting on Official Website of Regency and City in East Java

19 819 7

Analisis komparatif rasio finansial ditinjau dari aturan depkop dengan standar akuntansi Indonesia pada laporan keuanagn tahun 1999 pusat koperasi pegawai

15 355 84

Analisis Komposisi Struktur Modal Pada PT Bank Syariah Mandiri (The Analysis of Capital Structure Composition at PT Bank Syariah Mandiri)

23 288 6

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

Analisis Sistem Pengendalian Mutu dan Perencanaan Penugasan Audit pada Kantor Akuntan Publik. (Suatu Studi Kasus pada Kantor Akuntan Publik Jamaludin, Aria, Sukimto dan Rekan)

136 695 18

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

Analisis Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Kerajinan Tangan Di Desa Tutul Kecamatan Balung Kabupaten Jember.

7 76 65

Analisis Pertumbuhan Antar Sektor di Wilayah Kabupaten Magetan dan Sekitarnya Tahun 1996-2005

3 59 17

Analisis tentang saksi sebagai pertimbangan hakim dalam penjatuhan putusan dan tindak pidana pembunuhan berencana (Studi kasus Perkara No. 40/Pid/B/1988/PN.SAMPANG)

8 102 57

Analisis terhadap hapusnya hak usaha akibat terlantarnya lahan untuk ditetapkan menjadi obyek landreform (studi kasus di desa Mojomulyo kecamatan Puger Kabupaten Jember

1 88 63