PENGARUH MODEL THINK PAIR SHARE BERBANTUAN VIDEO TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA SUBMATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN ARTIKEL PENELITIAN

  

PENGARUH MODEL THINK PAIR SHARE BERBANTUAN VIDEO TERHADAP

HASIL BELAJAR SISWA SUBMATERI PENCEMARAN LINGKUNGAN

Muhammad Saifudin

Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Untan Pontianak

  Email:

  

Abstract

The aimed of this research was to know the influence of Think Pair Share learning

model assisted video media on student learning outcomes in sub material environmental

contamination in class VII of SMP Negeri 1 Tujuh Belas. This research was Quasi

Eksperimental Design with Nonequivalent Control Group Design. The sample of the

study were VIIA class as experimental class and class VIIB as control class. The

sampling technique was done by saturated sample technique. Instruments used was in

the form of multiple choice test amounted to 20 items. The average post-test result score

of experimental class students taught using Think Pair Share learning model with video

media was 18.31 which was higher than control class taught using conventional

learning at 15.69. Result of analysis of U-Mann Whitney test obtained by Z count <- Z table ,

  • - 5.14 <-1.96, meaning that there was difference between student learning result taught

    by using Think Pair Share learning model assisted by video media and conventional

    learning. The value of effect size was obtained at 1.35 which was in high category and

    contributes 41.15%. It can be concluded that the learning model of Think Pair Share

    with the video media has an effect on the result of student learning result on sub material

    environmental contamination in class VII of SMP Negeri 1 Tujuh Belas.

  Keywords: Think Pair Share, Video Media, Enviromental Contamination PENDAHULUAN

  Pendidikan bertujuan untuk mengem- bangkan potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membangun dan meningkatkan mutu sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan sehingga disadari bahwa pendidikan merupakan suatu yang sangat penting bagi setiap individu.

  Berdasarkan pendapat Kustandi (2013: 6) dalam proses belajar mengajar guru dituntut agar memanfaatkan alat-alat yang disediakan oleh sekolah, serta penggunaan media pembe-lajaran. Untuk itu, guru harus memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang media pembelajaran yang meliputi fungsi media dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan dalam setiap mata pelajaran. Salah satu pelajaran yang ada di SMP adalah Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Biologi merupakan bagian dalam pelajaran

  IPA. Salah satu konsep pembelajaran Biologi yang dipelajari siswa yaitu tentang submateri pencemaran lingkungan yang terdapat pada Standar Kompetensi:

  7. Memahami saling ketergantungan dalam ekosistem dengan Kompetensi Dasar: 7.4 mengaplikasikan peran manusia dalam pengelolaan lingkungan untuk mengatasi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Berdasarkan wawancara pada tanggal 10 Oktober 2016 dengan guru IPA di SMP Negeri 1 Tujuh Belas yang terletak di desa Sinar Tebudak, Kecamatan Tujuh Belas Kabupaten Bengkayang diperoleh informasi bahwa, submateri pencemaran lingkungan di SMP Negeri 1 Tujuh Belas disampaikan dengan alokasi waktu 4x40 jam pertemuan.

  Selain itu, diketahui bahwa metode pembelajaran yang selama ini diterapkan guru yaitu menggunakan metode ceramah dengan berbantuan media gambar. Selain diperoleh informasi dari guru, peneliti juga melakukan wawancara dengan tiga orang siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Tujuh Belas yang telah mempelajari submateri pencemaran lingkungan. Hal tersebut bertujuan untuk mengetahui proses/kegiatan pembelajaran pada submateri pencemaran lingkungan. Berdasarkan hasil wawancara, pada saat kegiatan pembelajaran peran siswa hanya mencatat dan mendengarkan materi yang disampaikan guru dengan berbantuan media gambar. Pada saat diskusi hanya didominasi oleh sebagian siswa saja karena dalam satu kelompok terlalu banyak anggotanya yaitu 5 sampai 6 siswa hal ini menyebabkan siswa kurang berperan aktif dalam proses pembelajaran untuk membangun dan menemukan sendiri pengetahuan melalui interaksi dengan lingkungan.

  Dengan demikian, suasana pembelajaran menjadi tidak kondusif sehingga siswa menjadi pasif. Hal ini sesuai dengan hasil observasi yang telah dilakukan pada tanggal

  17 Februari 2017 saat guru menyampaikan materi ciri-ciri makhluk hidup. Hasil observasi yang diperoleh yaitu dalam proses pembelajaran guru menggunakan metode ceramah berbantuan media gambar dan dikombinasikan dengan diskusi kelompok. Peran siswa hanya mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan guru melalui media gambar, tetapi hanya 10 dari 32 siswa saja yang mencatat sedangkan siswa yang lain cenderung diam dan sedikit peluang bagi siswa untuk bertanya. Pada saat diskusi kelompok hanya 2 dari 6 siswa dalam setiap kelompok yang aktif sedangkan siswa yang lain sibuk main sendiri rata-rata dalam setiap kelompok didominasi oleh beberapa siswa saja sehingga terlihat dalam diskusi kelompok kurang efektif karena siswa mengharapkan kemampuan siswa yang lain dalam menjawab lembar kerja siswa. Sehingga terlihat bahwa siswa hanya menerima penjelasan guru dibandingkan hasil diskusi. Proses belajar mengajar yang diterapkan oleh guru dalam menyampaikan materi ciri-ciri makhluk hidup berpusat pada guru sehingga siswa banyak yang pasif.

  Alasan memilih submateri pencemaran lingkungan di SMP Negeri 1 Tujuh Belas karena sekolah tersebut memiliki akreditasi yang cukup baik yaitu B namun ketuntasan siswa pada submateri pencemaran lingkungan masih rendah. Hasil ulangan harian pada submateri pencemaran lingkungan rata-rata siswa kelas VII angkatan 2015/2016 pada SMP Negeri 1 Tujuh Belas masih di bawah KKM yaitu 73.3 padahal nilai KKM yang ditetapkan adalah 75.

  Rendahnya hasil belajar siswa disebabkan dalam penyampaian materi guru menggunakan model konvensional dengan metode ceramah dibantu media gambar. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan sekolah yang jauh dari sumber pencemaran sehingga tidak memungkinkan untuk siswa mengamati lingkungan secara langsung. Sedangkan media gambar yang digunakan memiliki kekurangan yaitu tidak dapat menjangkau kelompok besar karena ukuran gambar terbatas dan hanya menekankan persepsi indera penglihatan saja. Jika hanya mengandalkan pandangan mata secara murni tanpa adanya pendengaran, dikhawatirkan dalam menarik kesimpulan terjadi kekurangan dan tidak lengkapnya informasi (Bistari, 2015: 361). Hal ini sejalan dengan pendapat Arsyad (2014: 11), semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi maka semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan. Salah satu upaya untuk mengatasi rendahnya hasil belajar siswa khususnya pada submateri pencemaran lingkungan di SMP Negeri 1 Tujuh Belas dibutuhkan model pembelajaran yang memungkinkan interaksi dua arah agar siswa menjadi aktif dalam berkomunikasi antara satu dengan yang lainnya untuk memberi pengalaman belajar yang menarik sehingga bermakna bagi siswa dan penggunaan media yang dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu untuk mengeksplor masalah-masalah pencemaran lingkungan salah satu model yang dapat digunakan adalah think pair share (TPS).

  Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Surayya, Subagia & Tika (2014), dengan menerapkan model pembelajaran TPS pada hasil belajar IPA. Dari penelitian tersebut diketahui bahwa model pembelajaran TPS berpengaruh positif sehingga dapat meningkatkan hasil belajar

  IPA dibandingkan model pembelajaran konvensional (F=187,110; p < 0,05) di kelas

  VIII MTS Negeri Patas. Namun selain penggunaan model pembelajaran yang variatif juga dibutuhkan media pembelajaran yang dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu untuk mengeksplor masalah- masalah pencemaran lingkungan. Media yang digunakan untuk menutupi kekurangan dari media yang digunakan sebelumnya berupa media gambar yaitu dengan menggunakan media video. Karena media video dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu untuk mengeksplor masalah-masalah pencemaran lingkungan.

  Video merupakan gambar-gambar dalam

  frame dimana frame demi frame

  diproyeksikan melalui lensa proyektor secara mekanis sehingga pada layar terlihat gambar itu hidup (Arsyad, 2014: 50). Media video efektif digunakan dalam pembelajaran karena mempunyai keunggulan. Video merupakan salah satu media audio-visual yakni alat penyampai informasi yang diperoleh berdasarkan perpaduan dari gambar yang disertai bunyi/suara (Bistari, 2015: 368). Semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi maka semakin besar informasi tersebut dipahami oleh setiap siswa. Video dapat melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, praktik. Video merupakan pengganti alam sekitar bahkan dapat menunjukkan objek secara normal. Video, seperti slogan yang sering didengar, dapat membawa dunia ke dalam kelas dan dapat menyajikan peristiwa kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun perorangan. Video dalam kecepatan normal dapat memakan waktu satu minggu tetapi dengan kemampuan yang dimiliki video tersebut maka dapat di tampilkan dalam satu atau dua menit. Misalnya, bagaimana kejadian mekarnya kembang, mulai dari lahirnya kuncup bunga hingga kuncup itu mekar (Kustandi, 2013: 64). Adapun hasil penelitian pendukung tentang penggunaan media video yang pernah dilakukan oleh Fasyi (2015), menyatakan nilai rata-rata post-test hasil Belajar IPA kelas eksperimen 80,36 lebih tinggi bila dibandingkan dengan kelas kontrol yaitu 76,18. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh positif penggunaan media video terhadap hasil belajar IPA siswa kelas IV SD Negeri Ngoto Bantul Yogyakarta.

  Berdasarkan adanya penelitian di atas tentang penggunaan model pembelajaran TPS yang dilakukan oleh Surayya, Subagia & Tika serta penggunaan media video yang dilakukan oleh Fasyi dan keduanya dapat memberikan hasil yang positif terhadap hasil belajar siswa berupa adanya peningkatan hasil belajar dengan demikian peneliti tertarik untuk menggabungkan keduanya. Dengan ini saya ingin memperbaiki hasil belajar siswa sehingga dapat meningkatkannya dari hasil belajar sebelumnya untuk itu peneliti ingin melakukan penelitian mengenai pengaruh model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video terhadap hasil belajar siswa pada submateri pencemaran lingkungan di kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas. Bentuk penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dalam kondisi yang terkendalikan (Sugiyono, 2015: 107). Bentuk penelitian yang digunakan adalah Quasi

  Eksperimental Design. Desain ini mempunyai

  kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel- variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperimen (Sugiyono, 2015: 114). Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas yang terdiri dari 2 kelas yakni kelas VIIA dan

  VIIB Tahun ajaran 2016/2017. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik sampel jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2015: 124). Sampel yang digunakan yaitu kelas VIIA dengan jumlah siswa 32 orang dan VIIB dengan jumlah siswa 32 orang. Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar siswa. Arifin (2011: 118) menyatakan, tes adalah pertanyaan- pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tertulis), dan dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Dalam penelitian ini, tes yang digunakan adalah tes tertulis dengan bentuk soal objektif Pilihan Ganda (PG) sebanyak 20 soal.

  Tes diberikan kepada siswa sebelum proses pembelajaran pre-test dan sesudah proses pembelajaran post-test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan sebelum pembelajaran pre-test dimaksudkan untuk melihat kemampuan awal siswa, sedangkan tes yang diberikan diakhir pembelajaran post-test dimaksudkan untuk melihat pengaruh pembelajaran terhadap hasil belajar siswa. Pengukuran dalam bentuk tes hendaknya valid dan reliabel atau dapat dipercaya. Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian (Sugiyono, 2015: 363).

  Jenis validitas yang digunakan pada penelitian ini adalah validitas isi. Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan isi pelajaran yang diberikan (Arikunto, 2015: 82). Validitas isi dilakukan bertujuan untuk menentukan kesesuaian antara soal dengan materi ajar dengan tujuan yang ingin diukur atau dengan kisi-kisi yang telah dibuat. Pada penelitian ini yang divalidasi yaitu perangkat pembelajaran berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar Kerja Siswa (LKS), media video dan instrumen penelitian berupa soal tes yang dikonsultasikan terlebih dahulu dengan dosen pembimbing, kemudian divalidasi oleh tiga orang validator yang terdiri dua dosen Pendidikan Biologi FKIP UNTAN dan satu orang guru bidang studi IPA kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas.

  Tahap Persiapan

  Tahap persiapan yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Melakukan prariset yaitu wawancara dengan guru bidang studi IPA dan siswa yang telah mempelajari submateri pencemaran lingkungan, untuk memperoleh informasi tentang proses pembelajaran yang biasa diterapkan dan pengambilan data-data berupa Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus yang digunakan dan hasil belajar siswa tahun ajaran 2015/2016 semester genap. (2) Melakukan observasi, yaitu mengamati kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan di kelas (3) Menyusun perangkat pembelajaran berupa Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), LKS dan video pembelajaran. (4) Menyiapkan instrumen penelitian berupa kisi-kisi soal pre-test, post-

  test, dan kunci jawaban serta pedoman

  penskoran. (5) Melakukan validasi perangkat pembelajaran yaitu Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), LKS, Media video dan instrumen penelitian yaitu soal tes. (6) Merevisi perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian berdasarkan hasil validasi. (7) Melakukan uji coba soal tes yang telah di validasi. (8) Menganalisis hasil uji coba tes untuk mengetahui tingkat reliabilitas (9) Menentukan jadwal penelitian yang disesuaikan dengan jadwal belajar Biologi di sekolah.

  Tahap Pelaksanaan

  ̅ SD

  test kelas kontrol, hal ini disebabkan

  20 Berdasarkan Tabel 1, menunjukkan bahwa rata-rata skor post-test pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan post-

  1.91 Skor maksimal

  18.31

  1.94

  15.69

  2.17 Post-test

  10.22

  2.26

  9.19

  Pre-test

  ̅ SD

  Tahap pelaksanaan yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Memberikan tes awal pre-test di kelas VIIA dan VIIB. (2) Menganalisis data hasil pre-test kelas eksperimen dan kontrol berdasarkan uji prasyarat yaitu menggunakan uji normalitas. Hasil analisis menyatakan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan uji non parametrik uji U-Mann Whitney. (3) Memberikan perlakuan kepada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video dan perlakuan kelas kontrol dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. (4) Memberikan tes akhir post-

  Skor Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

  

Tabel 1: Rata-rata skor pre-test dan post-test siswa pada submateri pencemaran lingkungan

  test terangkum pada Tabel 1 berikut.

  VIIB berjumlah 32 siswa sebagai kelas kontrol. Hasil belajar antara kelas kontrol dan kelas eksperimen pada submateri Pencemaran Lingkungan dilihat dari skor yang diperoleh siswa. Rata-rata skor hasil pre-test dan post-

  Pencemaran Lingkungan di Kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas. Penelitian ini dilaksanakan pada kelas VIIA berjumlah 32 siswa sebagai kelas eksperimen dan kelas

  Share berbantuan media video pada submateri

  Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran Think Pair

  HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian

  Langkah-langkah yang dilakukan pada tahap akhir antara lain: (1) menganalisis data yang diperoleh dari hasil post-test, (2) mendeskripsikan hasil analisis data dan memberikan kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah, (3) menyusun laporan penelitian.

  Tahap akhir

  Hasil post-test kemudian diberikan pensekoran untuk memperoleh gambaran peningkatan hasil belajar siswa. (5) Menganalisis data hasil post-test berdasarkan uji normalitas. Hasil uji tersebut menyatakan bahwa kelas eksperimen tidak berdistribusi normal dan kelas kontrol berdistribusi normal, normalitas tidak berdistribusi normal, maka dilanjutkan dengan uji non parametrik menggunakan uji U-Mann Whitney. (6) Untuk melihat seberapa besar pengaruh penggunaan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video terhadap hasil belajar siswa peneliti menghitung menggunakan effect size.

  test yang sama kepada kelas eksperimen dan kontrol untuk mengetahui hasil belajar siswa.

  perbedaan perlakuan dimana kelas pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video sedangkan pada kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional berbantuan media gambar.

  Analisis data skor pre-test siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data hasil pre-

  Pair Share berbantuan media video terhadap

  post-test siswa pada submateri pencemaran

  kelas kontrol menggunakan pembelajaran konvensional. Perlakuan yang berbeda pada kedua kelas tersebut menyebabkan berbedanya rata-rata skor post-test. Berikut ini merupakan grafik rata-rata skor pre-test dan

  Share berbantuan media video sedangkan

  VIIB di SMP Negeri 1 Tujuh Belas. Pencapaian hasil belajar siswa pada submateri pencemaran lingkungan dapat diketahui dari hasil tes setelah diberikan perlakuan post-test kontrol. Pada kelas eksperimen peneliti menggunakan model pembelajaran Think Pair

  Penelitian ini dilaksanankan pada semester genap tahun ajaran 2016/2017. Pada penelitian ini yang menjadi kelas eksperimen adalah kelas VIIA dan kelas kontrol adalah

  Pembahasan Penelitian

  kontribusi sebesar 41.15% terhadap hasil belajar siswa pada submateri pencemaran lingkungan di kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas.

  Share berbantuan media video memberikan

  kurva normal pada tabel O-Z, maka diperoleh luas daerah sebesar 0.4115. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan penelitian menggunakan model pembelajaran Think Pair

  effect size 1.35 dikonversikan ke dalam tabel

  hasil belajar siswa pada submateri pencemaran lingkungan. Maka dihitung menggunakan rumus effect size. Berdasarkan hasil perhitungan effect size diperoleh nilai sebesar 1.35 yaitu tergolong tinggi jika nilai

  Pair Share berbantuan media video terhadap

  hasil belajar siswa. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh model pembelajaran Think

  Pengaruh model pembelajaran Think

  test digunakan untuk melihat apakah siswa

  diperoleh, Z hitung < - Z tabel , - 5.14 < -1.96 maka H a diterima dan H ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pada hasil post-test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.

  Whitney. Berdasarkan uji U-Mann Whitney

  Data hasil post-test menunjukkan salah satu data tidak berdistribusi normal, maka analisis data dilanjutkan dengan uji U-Mann

  < 2 tabel yaitu 2.7200 < 5.59 maka data pada kelas kontrol dinyatakan berdistribusi normal.

  post-test kelas kontrol diperoleh harga 2 hitung

  Berdasarkan uji normalitas hasil post-test kelas eksperimen diperoleh harga hitung > 2 tabel yaitu 244.3840 > 7.81 berarti data pada kelas eksperimen dinyatakan tidak berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil

  test berupa skor, dianalisis terlebih dahulu dengan uji prasyarat yaitu uji normalitas.

  Analisis data skor post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol. Data hasil post-

  Data hasil pre-test menunjukkan kedua data tidak berdistribusi normal, maka analisis data dilanjutkan dengan uji U-Mann Whitney. Berdasarkan uji U-Mann Whitney diperoleh, - Z tabel < Z hitung < Z tabel yaitu -1.96 < -1.88 < 1.96 maka H diterima dan H a ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan pada hasil pre-test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol, sehingga dapat dikatakan siswa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kemampuan awal yang sama.

  7.2634 < 5.59 sehingga data tersebut dinyatakan tidak berdistribusi normal.

  > 2 tabel yaitu 51.6680 > 5.59 berarti data tersebut dinyatakan tidak berdistribusi normal. Sedangkan untuk hasil pre-test kelas kontrol diperoleh harga 2 hitung > 2 tabel yaitu

  yaitu uji normalitas. Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data berdistribusi normal atau tidak yang nantinya menentukan uji berikutnya. Berdasarkan hasil uji normalitas pre-test menunjukkan hasil yaitu pada kelas eksperimen diperoleh harga 2 hitung

  test tersebut dianalisis dengan uji prasyarat

  pada kelas eksperimen dan kontrol memiliki kemampuan awal yang sama. Data hasil pre-

  lingkungan yang disajikan pada Grafik 1 berikut.

  Grafik 1: Rata-rata skor pre-test dan post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol .

  80 100 kelas ekspreimen kelas kontrol p e rs e n ta se ketu n ta san (% ) tuntas tidak tuntas

  15

  10

  5

  15.69

  18.31

  9.19

  10.22

  60

  Grafik 1 menunjukkan bahwa perlakuan pembelajaran menggunakan model

  40

  97% 78% 3% 22%

  Grafik 2 menunjukkan bahwa persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan siswa pada kelas kontrol. Tingginya persentase ketuntasan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen dikarenakan penggunaan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video memiliki beberapa keunggulan yaitu, menurut Bistari (2015: 336- 337), menyatakan bahwa keunggulan model pembelajaran Think Pair Share (1) memberi siswa waktu lebih banyak untuk berfikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain, (2) lebih banyak kesempatan untuk kontribusi masing-masing anggota kelompok, (3) seorang siswa juga dapat belajar dari siswa

  Grafik 2: Persentase ketuntasan hasil belajar siswa kelas eksperimen dan kontrol

  kontrol yang diajar menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa perlakuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video berpengaruh terhadap hasil belajar siswa pada submateri pencemaran lingkungan. Keberhasilan proses pembe- lajaran juga dapat dilihat dari nilai pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang telah ditetapkan sekolah yaitu 75. Data lengkap tentang jumlah siswa yang tuntas maupun tidak tuntas pada hasil post-test kelas eksperimen dan kelas kontrol yang terangkum dalam Grafik 2 berikut.

  post-test yang lebih tinggi dibandingkan kelas

  pada kelas eksperimen memberikan rata-rata

  Think Pair Share berbantuan media video

  20 kelas eksperimen kelas kontrol R A TA -R A TA S KO R pre-test post-test lain serta saling menyampaikan idenya untuk saling didiskusikan sebelum di sampaikan di depan kelas, (4) siswa secara langsung dapat memecahkan masalah, memahami suatu materi secara berkelompok dan saling membantu antara satu dengan yang lainya, membuat kesimpulan (diskusi) serta mempersentasikan di depan kelas sebagai salah satu langkah evaluasi terhadap kegiatan pembelajaran yang telah dilakukan.

  Selain itu dengan adanya bantuan media video membuat siswa lebih mudah memahami materi karena video dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu untuk mengeksplor masalah-masalah pencemaran lingkungan. Menurut Kustandi (2013: 64), menyatakan bahwa video merupakan media yang amat besar kemampuanya dalam membantu proses belajar mengajar, sebab dengan media tersebut dapat menyajikan informasi, memaparkan proses, menjelaskan konsep-konsep yang rumit, mengajarkan keterampilan, menyingkat atau memperpanjang waktu dan mempengaruhi sikap.

  Adapun kelebihan yang diperoleh dengan menggunakan media video sebagai media belajar adalah sebagai berikut. (1) video dapat melengkapi pengalaman- pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, berdiskusi, praktik, dan lain-lain. (2) video merupakan pengganti alam sekitar, dan bahkan, video, seperti slogan yang sering didengar, dapat membawa dunia ke dalam kelas. (3) video dapat menyajikan peristiwa kepada kelompok besar atau kelompok kecil, kelompok yang heterogen maupun perorangan (Kustandi, 2013: 64).

  Proses pembelajaran kelas eksperimen menggunakan model Think Pair Share berbantuan media video, pada saat proses pembelajaran berlangsung siswa kelas eksperimen terlihat antusias dalam mengikuti kegiatan pembelajaran karena video dapat mendorong dan meningkatkan motivasi (Arsyad, 2014: 50), hal ini diperkuat dengan hasil wawancara kepada tiga orang siswa, yang menyatakan bahwa mereka senang dalam belajar karena proses pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan sehingga mereka lebih mudah memahami konsep yang dipelajari melalui video, karena berkaitan dengan kehidupan mereka sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2015: 15), untuk membantu siswa memahami konsep diperlukan pendekatan pembelajaran yang langsung mengaitkan materi pelajaran dengan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari- hari.

  Model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video yang digunakan memberi siswa kesempatan untuk bekerja sendiri serta bekerja sama dengan orang lain. Model pembelajaran Think Pair Share terdiri dari tiga tahapan yaitu Think, Pair dan Share. Pada tahap Think guru memberikan permasalahan berbentuk LKS terkait dengan materi yang dipelajari, lalu guru memberi kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara individu untuk menyelesaikan permasalahn yang terdapat di dalam LKS. Pada tahap Pair, siswa diminta agar berpasang-pasangan, untuk mendiskusikan hasil berpikir mereka sebelumnya yaitu pada tahap Think. Tahap terakhir yaitu tahap Share siswa diminta untuk berbagi dengan seluruh kelas dengan cara mempresentasikan hasil diskusinya (Trianto, 2015: 129-130).

  Pada kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran Think Pair

  Share berbantuan media video mampu

  meningkatkan hasil belajar siswa lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video merupakan pembelajaran yang memungkinkan interaksi dua arah sehingga siswa menjadi aktif dalam berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya untuk bertukar pemahaman dan pengetahuan dalam menguasai konsep-konsep pada submateri pencemaran lingkungan sehingga dapat memberi pengalaman belajar yang menarik dan bermakna bagi siswa (Bistari, 2015: 334- 336), selain itu dengan adanya bantuan media video membuat siswa lebih mudah memahami materi karena video dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu untuk mengeksplor masalah-masalah pencemaran lingkungan. Media video yang digunakan merupakan pengganti alam sekitar untuk melengkapi pengalaman-pengalaman dasar dari siswa ketika mereka membaca, maupun berdiskusi (Kustandi, 2013: 64).

  Hal ini sejalan dengan pendapat Arsyad (2014: 11), menyatakan bahwa semakin banyak alat indera yang digunakan untuk menerima dan mengolah informasi maka semakin besar kemungkinan informasi tersebut dimengerti dan dapat dipertahankan dalam ingatan. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa perlakuan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think Pair

  Share

  berbantuan media video berpengaruh terhadap hasil belajar siswa. Pada kelas eksperimen terdapat satu orang siswa yang tidak tuntas dari hasil wawancara siswa tersebut mengatakan bahwa materinya sulit untuk dipahami sehingga menyebabkan hasil belajarnya rendah. Dari hasil wawancara tersebut peneliti kurang puas sehingga dilakukan wawancara dengan guru bidang studi yang menjabat sebagai wali kelas. Dari hasil wawancara diketahui bahwa siswa tersebut memiliki kemampuan yang kurang/lambat dalam menangkap pelajaran. Menurut Suryani (2010: 37) menyatakan lamban belajar adalah anak yang memiliki keterbatasan potensi kecerdasan, sehingga proses belajarnya menjadi lamban, kelambanan belajar mereka merata pada semua mata pelajaran. Hal ini didukung dari nilai-nilai mata pelajaran lain siswa tersebut memiliki nilai yang rendah. Namun jika dilihat dari nilai hasil pre-test dan post-test nilai siswa tersebut mengalami peningkatan dari nilai 30 pada pre-test menjadi 50 saat

  post-test. Siswa yang kurang/lamban dalam

  kemampuan menangkap pelajaran membuat hasil belajar rendah sehingga tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM) yang telah ditentukan yaitu 75.

  Keberhasilan pembelajaran kelas eksperimen juga didukung oleh kegiatan pembelajaran yang berlangsung seperti pengerjaan Lembar Kerja Siswa (LKS). Pada tahap awal pengerjaan LKS siswa diberi kesempatan untuk mengerjakannya secara individu yaitu pada tahap Think. Hal ini dilakukan agar siswa dapat menggali pengetahuan awal tentang suatu masalah yang disajikan dan melatih pola pikir secara individu dalam memahami konsep. Hal ini sejalan dengan pendapat Trianto (2015: 8) bahwa berusaha sendiri untuk mencari pemecahan masalah serta pengetahuan yang menyertainya, menghasilkan pengetahuan yang benar-benar bermakna, karena dengan berusaha untuk mencari pemecahan masalah secara mandiri akan memberikan suatu pengalaman yang nyata, dengan pengalaman ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang serupa.

  Setelah LKS dikerjakan secara individu, kemudian guru mengarahkan setiap siswa agar melakukan transisi secara efisien yaitu dengan meminta siswa untuk berpasangan (Pairing), dengan teman sebangku. Pada tahapan ini memberi kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi secara berpasangan. Diskusi berpasangan bertujuan agar semua siswa terlibat aktif dalam menyelesaikan LKS yang diberikan oleh guru, sehingga akan lebih banyak ide yang dikeluarkan siswa dan siswa dapat belajar dari siswa lainnya, diskusi ini akan lebih mudah untuk merekrontruksi pengetahuannya, siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling bersiskusi dengan temannya (Trianto, 2015: 108). Hal ini dapat diketahui dari hasil nilai pada LKS yang dikerjakan secara berkelompok mendapatkan nilai yang lebih tinggi dari pada nilai LKS yang dikerjakan secara individu.

  Setelah melakukan Pair setiap kelompok saling berbagi dengan kelompok lain dengan mempresentasikan ke depan kelas (Share). Hal ini agar siswa mempunyai kesempatan untuk membahas kembali hasil kerja pada LKS. Selain itu tahapan Share ini memberi kesempatan siswa untuk bertanya atau memberikan pendapat terhadap hasil presentasi yang dilakukan oleh siswa di kelompok lain. Menurut Trianto (2015: 15), pembelajaran akan lebih bermakna jika dialami oleh siswa secara langsung sehingga konsep pada materi dapat lebih dikuasai siswa.

  Pembelajaran pada kelas kontrol dilakukan dengan menggunakan model konvensional. Pada model ini, dalam proses pembelajaran guru cenderung menjelaskan materi secara langsung dengan bantuan media gambar, dan dikombinasikan dengan diskusi kelompok. Proses belajar mengajar yang diterapkan dalam menyampaikan materi hanya berpusat pada guru sehingga siswa banyak yang pasif (Trianto, 2015: 7). Sementara peran siswa hanya mendengarkan dan mencatat materi yang disampaikan guru melalui media gambar. Media gambar yang digunakan memiliki ukuran yang terbatas (Kustandi, 2013: 42). Sehingga beberapa kali siswa menanyakan kejelasan gambar yang disajikan oleh guru khususnya bagi siswa yang duduk dibelakang.

  Dalam proses pembelajaran guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi mengerjakan LKS secara berkelompok yang terdiri dari 5-6 orang dalam setiap kelompok dengan jumlah anggota kelompok yang cukup banyak membuat tidak semua siswa aktif dalam mengerjakan LKS, hal ini terlihat pada saat berdiskusi tidak semua siswa terlihat aktif sedangkan siswa yang lain sibuk main sendiri rata-rata dalam setiap kelompok didominasi oleh beberapa siswa saja yang serius dan antusias untuk belajar. Sehingga terlihat dalam diskusi kelompok kurang efektif karena siswa mengharapkan kemampuan siswa yang lain dalam menyelesaikan LKS. Namun dalam hal ini guru selalu membimbing siswa yang terlihat pasif dan tidak serius dalam proses pembelajaran.

  Hasil analisis LKS siswa pada pertemuan I dan II kelas eksperimen dan kontrol yang terangkum dalam Tabel 2 berikut.

  Tabel 2: Rata-rata nilai LKS siswa pertemuan 1 dan 2 kelas eksperimen dan kontrol.

  Pertemuan ke- Rata-rata nilai

  Kelas eksperimen Kelas kontrol

  1

  95.7

  91.0

  2

  97.4

  96.5 Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata pada pertemuan kedua mengalami peningkatan baik kelas eksperimen maupun kontrol. Peningkatan nilai LKS pada kelas eksperimen dikarenakan pada pertemuan pertama siswa belum pernah menerapkan model pembelajaran Think Pair

  Share berbantuan media video sehingga siswa

  masih merasa aneh karena belum terbiasa, sedangkan pada pertemuan kedua mereka lebih siap dalam menerapkan pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think Pair

  Share berbantuan media video sehingga nilai

  LKS pada pertemuan kedua di kelas eksperimen mengalami peningkatan. Peningkatan nilai LKS juga terjadi pada kelas kontrol berdasarkan hasil wawancara dengan tiga orang siswa mengatakan bahwa pada pertemuan kedua siswa merasa lebih siap untuk belajar dibandingkan pada pertemuan pertama hal ini dikarenakan suasana belajar yang baru menyebabkan siswa merasa canggung.

  Berdasarkan nilai rata-rata LKS baik kelas eksperimen maupun kelas kontrol masing-masing mengalami peningkatan yang positif, tetapi hasil tes akhir yaitu post-test menunjukkan bahwa nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan pada kelas kontrol. Tingginya hasil post-test pada kelas eksperimen disebabkan karena proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video menyebabkan proses pembelajaran lebih banyak melibatkan siswa karena dalam satu kelompok terdiri dari dua orang siswa sehingga siswa lebih banyak yang ikut berkontribusi saat melakukan kegiatan pada lembar LKS baik mengerjakan LKS secara individu maupun berpasangan (Bistari, 2015: 336). Sementara pada kelas kontrol pada saat mengerjakan LKS tidak semua siswa aktif dalam belajar karena lebih banyak siswa yang mengharapkan kemampuan siswa yang lain dalam menyelesaikan LKS. Model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video merupakan pembelajaran yang memungkinkan intraksi dua arah sehingga siswa menjadi aktif dalam berkomunikasi antara yang satu dengan yang lainnya untuk bertukar pemahaman dan pengetahuan dalam menguasai konsep-konsep pada submateri pencemaran lingkungan sehingga dapat memberi pengalaman belajar yang menarik dan bermakna bagi siswa (Bistari, 2015: 335). Selain itu dengan adanya bantuan media video membuat siswa lebih mudah memahami materi karena video dapat mengatasi keterbatasan indera, ruang dan waktu untuk mengeksplor masalah-masalah pencemaran lingkungan (Kustandi, 2013: 64).

  Sedangkan pada kelas kontrol dalam penyampaian materi yang diterapkan guru menggunakan model konvensional dengan metode ceramah membuat proses pembelajaran menjadi teacher centered, sehingga siswa menjadi pasif (Trianto, 2015: 7). Sedangkan media gambar yang digunakan memiliki kekurangan yaitu tidak dapat menjangkau kelompok besar karena ukuran gambar terbatas dan hanya menekankan persepsi indera penglihatan saja (Kustandi, 2013: 42). Disebutkan bahwa bila hanya mengandalkan pandangan mata secara murni tanpa dibarengi pandengaran, dikhawatirkan dalam menarik kesimpulan terjadi kekurangan dan tidak lengkapnya informasi (Bistari, 2015: 361). Sedangkan diskusi yang dilakukan kurang efektif karena banyak siswa yang mengharapkan kemampuan siswa lainnya untuk menyelesaikan LKS padahal LKS yang dikerjakan sangat penting dalam memahami materi yang diberikan oleh guru hal inilah yang menyebabkan hasil belajar siswa pada kelas kontrol lebih rendah.

  Hasil perhitungan effect size diperoleh nilai sebesar 1.35 yaitu tergolong tinggi jika nilai effect size 1.35 dikonversikan ke dalam tabel kurva normal pada tabel O-Z, maka diperoleh luas daerah sebesar 0.4115. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan penelitian menggunakan model pembelajaran Think Pair

  Share berbantuan media video memberikan

  kontribusi sebesar 41.15% terhadap hasil belajar siswa pada submateri pencemaran lingkungan di kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas.

  Berdasarkan ketercapaian hasil belajar siswa yang diperoleh dimana hasil belajar siswa menjadi lebih baik dibandingkan kelas kontrol hal ini membuktikan bahwa penggunaan model pembelajaran Think Pair

  Share berbantuan media video berpengaruh

  positif dalam meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada submateri pencemaran lingkungan di kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas.

  SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

  Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video pada submateri Pencemaran Lingkungan di Kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas berdasarkan skor post-test sebesar 18.31. (2) Hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada submateri Pencemaran Lingkungan di Kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas berdasarkan skor post-test sebesar 15.69. (3) Terdapat perbedaan hasil belajar siswa yang diajarkan menggunakan model pembelajaran Think Pair Share berbantuan media video dan yang diajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada submateri pencemaran lingkungan di kelas

  VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas berdasarkan hasil uji U-Mann Whitney, diperoleh Karena Z hitung < - Z tabel , - 5.14 < -1.96 maka H a diterima. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada hasil post-test antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. (4) Pengaruh model pembelajaran Think Pair

  Share berbantuan media video pada submateri

  pencemaran lingkungan di kelas VII SMP Negeri 1 Tujuh Belas berdasarkan nilai effect

  size termasuk kategori tinggi yakni 1.35

  dengan memberikan kontribusi sebesar 41.15% terhadap hasil belajar siswa.

  Saran

  Manual dan Digital. Bogor: Ghalia Indonesia.

  Pembelajaran Inovatif, Progresif, dan Kontekstual. Jakarta: Kencana Prenada

  diakses tanggal 8 Februari 2017). Syamsuri, dkk. (2007). IPA Biologi untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga. Trianto. (2015). Mendesain Model

  (Online). diakses tanggal 4 November 2017). Sutrisno, L. (2010). Effect size. (Online).

  akses tanggal 8 Februari 2017). Suryani, Y.D. (2010). Kesulitan Belajar.

  Pascasarjana Universitas PendidikanGanesha.(Online)

  IPA Ditinjau dari Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. E-Journal Program

  (2014). Pengaruh Model Pembelajaran Think Pair Share Terhadap Hasil Belajar

  Surayya, L., Subagia, I. W., Tika, I. N.

  Bandung: pustaka setia. Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

  Jakarta: Gramedia. Subana. (2000). Statistik Pendidikan.

  (http.//kbbi.web.id, diakses tanggal 3 juli 2016). Sidney, S. (2011). Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-Ilmu Sosial.

  Solo: Tiga Serangkai Pustaka Mandiri. Setiawan. (2016). Kamus Besar Bahasa

  (Online). diakses tanggal 8 April 2017). Pujiyanta, dkk. (2013). IPA Terpadu untuk SMP Kelas VII. Jakarta: Erlangga. Purwanto, B. (2015). Eksplorasi Ilmu Alam.

  Mardapi, D. (2013). Penilaian Hasil Belajar.

  Kustandi, C. (2013). Media Pembelajaran

  Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang dapat peneliti sampaikan yaitu: (1) Model pembelajaran

  Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo.

  Jihad, A., dan Haris, A. (2012). Evaluasi

  

  Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar. (Online).

  Fasyi, M.C. (2015). Pengaruh Penggunaan Media Video Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas IV SD Negeri Ngoto Bantul Yogyakarta Tahun Ajaran 2014/2015.

  Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta

  Djamarah dan Zein. (2010). Strategi Belajar

  Tindakan Kelas. Pontianak: Ekadaya Multi Inovasi.

  Jakarta: Raja Grafindo Persada. Bistari. (2015). Mewujudkan Penelitian

  Arsyad, A. (2014). Media Pembelajaran.

  Bandung: Remaja Rosdakarya. Arikunto, S. (2015). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

  DAFTAR RUJUKAN Arifin, Z. (2011). Evaluasi Pembelajaran.

  dapat dijadikan salah satu alternatif model serta media pembelajaran yang bisa digunakan dalam pembelajaran Biologi. (2) Bagi peneliti selanjutnya yang menggunakan modelpembelajaran Think Pair Share berbantuan media video disarankan untuk melihat hubungan keaktifan serta motivasi terhadap hasil belajar siswa.

  Think Pair Share berbantuan media video

  Media Group.