tugas Kuliah Bioteknologi pembuatan tauc

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Biologi merupakan suatu ilmu yang berdekatan dengan kehidupan kita

sehari-hari dan biologi merupakan suatu penghubung dari semua ilmu alam.
Biologi sebagai ilmu yang mempertemukan ilmu alam dengan ilmu sosial.
Seperti yang sudah diketahui jenis kacang-kacangan dan biji-bijian seperti
kacang kedelai, kacang tanah, biji bunga matahari, biji waluh, koro, biji kecipir,
dan lain-lain merupakan bahan pangan sumber protein dan lemak nabati yang
sangat penting perannya dalam kehidupan. Asam amino yang terkandung dalam
proteinnya tidak selengkap protein hewani.
Tauco diperoleh dari hasil proses fermentasi spontan. Fermentasi spontan
adalah fermentasi yang dilakukan oleh mikroorganisme yang berasal dari
lingkungan sekitarnya, tidak ada penambahan yang dilakukan secara disengaja.
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan tauco adalah kedelai,
tetapi dalam proses pembuatan yang kami lakukan saat ini menggunakan dan
memanfaatkan biji bunga matahari yang sangat melimpah di area kampus kami

yakni Universitas PGRI Adi Buana Surabaya. Sedangkan bahan lainnya adalah
garam, gula, bumbu dan tepung (tepung beras, tepung ketan atau sejenis lainnya).
Tepung sebagai sumber karbohidrat perlu ditambahkan ditambahkan untuk
meningkatkan kadar pati yang berperan sebagai media pertumbuhan kapang serta
menambah cita rasa dan aroma yang disebabkan oleh terbentuknya asam-asam
organik, alkohol dan senyawa-senyawa lain.

1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tauco
Tauco merupakan makanan tradisional Indonesia yang memiliki cita rasa

khas dan telah umum digunakan sebagai bumbu penyedap dalam berbagai
hidangan sehari-hari, seperti sambal tauco dan berbagai sayur-sayuran dari
kangkung, buncis, kacang panjang dan lain-lain. Yang paling menonjol dari tauco

adalah aroma dan cita rasanya yang khas. Produksi tauco di Indonesia hingga saat
ini masih secara tradisional, dengan cara pengolahan sederhana.
Proses pembuatan tauco melibatkan dua macam fementasi yaitu fermentasi
oleh kapang dan fermentasi oleh garam. Pada fermentasi kapang, yang berperan
aktif adalah kapang Rhizopus oryzae, Rhizopus olygosporus dan Aspergillus
oryzae. Sedangkan pada fermentasi garam, mikroorganisme yang berperan aktif
adalah bakteri dan khamir.
Biji bunga matahari merupakan salah satu anggota tanaman berbunga yang
menghasilkan biji yang telah banyak dimanfaatkan sebagai pangan maupun
pakan. Jenis tanaman kacang-kacangan dan biji-bijian yang dihasilkan oleh
beberapa bunga pada umumnya terkenal sebagai sumber protein nabati yang amat
penting bagi manusia dan hewan. Salah satu bahan makanan yang menggunakan
bahan dasar kedelai adalah tauco (Astawan, 1991).
Tauco merupakan bahan makanan yang berbentuk pasta, berwarna
kekuningan sampai coklat dan mempunyai rasa spesifik, dibuat dari campuran
kedelai dan tepung beras ketan. Dalam 100 gram tauco terdapat kandungan
nutrien seperti protein sebesar 12%, lipid sebesar 4,1%, karbohidrat sebesar
10,7%, serat sebesar 3,8%, kalsium sebesar 1,22 mg, zat besi sebesar 5,1 mg dan
seng sebesar 3,12 mg (Kwon dan Song, 1996). Pembuatan tauco, dilakukan
melalui dua tahap fermentasi, yaitu fermentasi kedelai yang dilakukan oleh

kapang (mold fermentation) dan fermentasi yang dilakukan oleh khamir dan
bakteri dalam larutan garam (brine fermentation) (Rahayu, 1989).

2

2.2

Biji Bunga Matahari

Gambar 1. Biji bunga Matahari (Dalimartha, 2008)
Biji bunga matahari berwana hitam bergaris-garis putih berkumpul di dalam
cawan. Hampir 90% dari lemak pada biji bunga matahari adalah lemak yang baik,
lemak tak jenuh. Biji bunga matahari juga mengandung lemak monosaturated
yang membantu menurunkan kolesterol total dan kolesterol LDL (kolesterol jahat)
sekaligus meningkatkan kolesterol HDL (kolesterol baik). Selain itu, biji bunga
matahari mengandung Vitamin E dan Vitamin B 1 (Thiamin). Mangan,
magnesium, tembaga, selenium, fosfor, vitamin B 3 (Niasin), vitamin B5
(Pantothenic) dan folat juga dapat ditemukan dalam jumlah yang baik dalam biji
bunga matahari (Dalimartha, 2008).


3

Tabel Kandungan zat gizi biji bunga matahari :
Zat Gizi
Energi (kkal)
Protein (g)
Lemak (g)
Lemak jenuh (g)
Lemak tidak jenuh tunggal (g)
Lemat tidak jenuh ganda (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Kalium (mg)
Natrium (mg)

Biji bunga matahari
570
22,78

49,57
5,20
9,46
32,73
18,76
116
705
6,77
689
3

Tembaga mg

1,75

Vitamin C (mg)
(Sumber: www.nutritionanalyzer.com)

1,4


Table kandungan gizi per 100 gram biji bunga matahari :
No Zat Gizi
1
Vitamin E
2
Vitamin B1 (Thiamin)
3
Mangan
4
Magnesium
5
Tembaga
6
Triptofan
7
Selenium
8
Fosfor
9
Vitamin B5

10
Asam Folat
(Sumber: www.whfoods.org)

2.3

Kadar
50,2 mg
2,27 mg
2,02 mg
354 mg
1,75 mg
0,27 mg
59,49 mcg
705 mg
6,74 mg
227,3 mg

Laru tempe
Secara


tradisional,

masyarakat

Indonesia

membuat

laru

tempe

menggunakan tempe yang sudah jadi. Tempe di iris-iris tipis, dijemur hingga
kering. Kemudian digiling sampai halus dan hasilnya digunakan sebagai inokulum
bubuk. Disamping itu, beberapa daerah digunakan juga miselium kapang yang
tumbuh di permukaan tempe. Caranya, miselium yang tumbuh dipermukaan
tempe diambil dengan cara mengiris permukaan tempe tersebut, kemudian irisan

4


permukaan yang diperoleh dijemur hingga kering, kemudian digiling dan
digunakan sebagai inokulum bubuk.
2.4

Fermentasi
Fermentasi mempunyai pengertian luas yaitu mencakup aktifitas

metabolisme mikroorganisme baik aerobik maupun anaerobik di mana terjadi
perubahan atau transformasi kimiawi dari substrat organik (Tarigan, 1988).
Industri fermentasi dari segi mikrobiologi adalah proses untuk menghasilkan
berbagai produk dengan perantaraan atau dengan melibatkan mikroorganisme
(Buckle, 1988).
Proses fermentasi tauco melalui dua tahapan, yang pertama tahap proses
pembuatan tempe. Tahapan-tahapan tersebut meliputi: penghilangan kotoran,
sortasi, penghilangan kulit, perendaman atau prefermentasi, perebusan, penirisan,
pengemasan, inkubasi atau fermentasi di ruangan terbuka (Hidayat, 2006; Heid
dan Joslyn, 1967).
Pada perubahan fisik, biji bunga matahari akan mengalami perubahan
terutama tekstur. Tekstur akan menjadi semakin lunak karena terjadi penurunan

selulosa menjadi bentuk yang lebih sederhana. Hifa kapang juga mampu
menembus permukaan biji bunga matahari sehingga dapat menggunakan nutrisi
yang ada pada biji. Hifa kapang akan mengeluarkan berbagai macam enzim
ekstraseluler dan menggunakan komponen biji bunga matahari sebagai sumber
nutrisinya (Hidayat, Masdiana dan Suhartini, 2006).
Tempat dan kondisi lingkungan fermentasi, menentukan jenis mikrba yang
tumbuh dan kecepatan proses fermentasinya. Makin lama waktu fermentasi, biji
bunga matahari makin lunak. Selama fermentasi tauco terjadi perubahanperubahan dari senyawa kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hal ini
disebabkan oleh keragaman enzim-enzim yang dihasilkan oleh kapang. Selama
fermentasi enzim-enzim yang berperan yaitu lipase, amylase dan protease yang
membantu dalam pemecahan protein, lemak dan karbohidrat di dalam biji bunga
matahari (Suwaryono dan Ismeini, 1988).
Perubahan yang terjadi sebagai hasil fermentasi mikroorganisme dan
interaksi yang terjadi diantara produk dari kegiatan-kegiatan tersebut dan zat-zat
yang merupakan pembentukan bahan pangan tersebut. Proses fermentasi tidak

5

hanya menimbulkan efek pengawetan tetapi juga menyebabkan perubahan tekstur,
cita rasa, dan aroma bahan pangan yang membuat produk fermentasi lebih

menarik, mudah dicerna dan bergizi (Robert dan Endel, 1989).
Fermentasi kapang terhenti ketika kapang mulai berspora. Pada saat
kapang mulai berspora enzim sudah seluruhnya dikeluarkan dari sel dan produksi
enzim cenderung menurun. Setelah fermentasi berakhir perlu dilakukan
pengeringan biasanya dijemur di bawah snar matahari, dan setelah kering
dilakukan pemisahan miselia kapang (Frazier, 1976).
Perendaman dalam larutan garam dilakukan dengan menggunakan
konsentrasi antara 20-25% dan diketahui optimal pada kadar 20% tetap stabil
selama proses fermentasi (Rahayu, 1989).
Fermentasi khamir dalam larutan garam merupakan proses fermentasi
anaerob. Pada kondisi ini miselia-miselia kapang mati dan fermentasi dilanjutkan
oleh mikroba yang sifatnya osmofilik (Pederson, 1971). Mikroba yang mampu
tumbuh dalam tauco adalah bakteri halofilik dan yeast osmofilik, antara lain
Pediococcus sp. Bacillus sp. Lactobacillus sp. Sacharomyces sp. (Naruki dan
Fadjono, 1984).
Selama fermentasi dalam larutan garam, terjadi penurunan pH dari 6,5-7,0
menjadi 4,8-5,0. Pada kondisi ini fermentasi khamir mulai berlangsung. Larutan
garam merupakan media selektif bagi pertumbuhan mikroba halofilik, oleh
karenanya konsentrasi larutan garam sangat penting pada fermentasi tahap kedua.
Makin lama pemeraman makin baik baud an rasanya, yang ditandai dengan warna
tauco (Limbong, 1981).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1

Tempat dan Waktu Penelitian
Pelaksanaan praktikum dilakukan di Rumah salah satu anggota kami Dinda

Kharisma Asmara yaitu bertempat di Perumahan Taman Anggun Sejahtera III
Blok F5 No.11 Grabagan, Sidoarjo pada tanggal 21 Desember 2015.

6

3.2

Alat dan Bahan

a) Alat :
 Timbangan
 Ayakan
 Kain saring
 Panci
 Baskom/kendi
 Keranjang bambu
 Tempayan
 Sendok
 Botol dan penutup
 Pengaduk
b) Bahan :
 Biji bunga matahari

100 gr

 Tepung beras yang disangrai

10 gr

 Ragi tempe

1 gr

 Gula aren

25 gr

 Garam

80 gr

3.3
1.

Cara Pembuatan
Perendaman biji bunga matahari dibersihkan dan dicuci sampai bersih.
Kemudian biji bunga matahari direndam dalam air bersih 400 ml selama 12
jam.

2.

Pengupasan dan pembuangan kulit ari. Lalu biji di cuci sampai bersih.

3.

Perebusan. Biji direbus selama 10 menit kemudian ditiriskan.

4.

Penambahan tepung beras 10 gr dalam 100 gr biji bunga matahari. Tepung
beras yang telah disangrai terlebih dahulu ditaburkan dan diaduk agar biji
dan tepung tercampur rata.

5.

Fermentasi kapang. Campuran biji bunga matahari, tepung beras ditaburi
dengan ragi tempe 1 gr, diaduk agar tercampur rata. Kemudian masukkan
kedalam plastik, lalu tusuk-tusuk plastic tersebut sebagai rongga

7

pertumbuhan kapang. Simpan selama 2-3 hari sampai terbentuk tempe yang
lebat pertumbuhan kapangnya.
6.

Penjemuran tempe biji bunga matahari. Tempe disuir-suir atau dilepaskan
butiran-butirannya. Setelah itu butiran tempe di jemur sampai kering.

7.

Penyiapan larutan garam 20%. Untuk membuat masukkan 20 gr garam ke
dalam tempat, kemudian tambahkan air sedikit demi sedikit sambil diaduk
sampai volume larutan menjadi 100 ml.

8.

Fermentasi garam. Butiran tempe biji bunga matahari yang kering direndam
dalam larutan garam. Untuk 100 gr biji bunga matahari membutuhkan
larutan garam sebanyak 400 ml. Perendaman dilakukan di dalam toples kaca
selama 2 minggu. Hasil fermentasi disebut dengan tauco mentah.

9.

Penyiapan bumbu. Gula merah di iris-iris, kemudian dilarutkan dengan air
(tiap 100 gr biji bunga matahari membutuhkan 25 gr gula merah, dan 50 ml
air untuk melarutkan gula merah). Jahe dan lengkuas dikupas kemudian
dipukul-pukul sampai memar (tiap 100 gr biji bunga matahari membutuhkan
jahe dan lengkuas masing-masing 2 gr). Jahe dan lengkuas dimasukkan ke
dalam larutan gula, kemudian dimasak sampai mendidih dan disaring
dengan kain saring. Larutan ini disebut larutan gula berbumbu dan
digunakan untuk membumbui tauco.

10. Pemberian bumbu dan perebusan tauco. Tauco mentah ditambah dengan
larutan gula berbumbu. Kemudian tauco mentah dididihkan selama 1-2 jam
sehingga cairan tauco mengental.

Skema proses pembuatan tauco :
Gula

Air

Garam

aren

Biji Bunga

Tepung

Laru/ragi

Matahari

beras

tempe

Cuci, rendam,
Larutka
Larutka

dan kupas

n

Sangra

n

i
8

Rebus dan tiriskan

Campur dan aduk

Peram, jemur
dan hancurkan
Campur dan
rendam pada air
garam
Pemberian bumbu

Campur dan rebus
sampai kental

Pengemasan pada
tempat packaging

Tauco

9

Fermentasi
garam selama 2
minggu

10

3.4

Hasil Penelitian
Setelah kami melakukan praktikum, maka hasil pengamatan yang

didapatkan antara lain :

Awal Fermentasi garam  kapang masih menempel pada biji bunga
matahari. Warna larutan putih jernih. Volume biji bunga matahari
masih sama seperti bentuk awal. Bau biji bunga matahari (kuaci
asli).

10 hari Fermentasi garam kapang terlepas pada biji bunga
matahari. Warna larutan hitam. Volume biji bunga matahari semakin
besar, berbeda dari bentuk aslinya. Bau larutan perendaman sudah
berbeda dari bau awal fermentasi.

11

3.5

Pembahasan
Dari hasil penelitian kami, dapat diketahui bahwa komposisi gizi relatif

baik hal ini dapat terlihat dari kenampakan kapang yang tumbuh pada substrat saat
fermentasi kapang, banyak dan padat. Kapang yang tumbuh berwarna putih
kekuning-kuningan yang mengindikasikan bahwa kapang yang paling dominan
adalah Rhizopus oryzae. Selain itu, pada komposisi ini didapatkan kadar protein
yang paling tinggi, lemak yang cukup, dan karbohidrat yang rendah.
Semakin banyak kapang yang tumbuh pada substrat maka kadar
karbohidrat akan semakin menurun, karena kapang Rhizopus oryzae akan
mengeluarkan enzim-enzim yang dapat memecah karbohidrat menjadi glukosa
yang selanjutnya akan digunakan sebagai sumber makanan bagi kapang tersebut,
sesuai dengan reaksi : C6H12O6 + O2 → CO2 + H2O + energi Dalam proses
fermentasi garam, enzim tersebut akan mengubah glukosa menjadi senyawasenyawa organik.

Senyawasenyawa tersebut kemudian akan bereaksi dengan

senyawa lainnya yang merupakan hasil dari proses fermentasi asam laktat dan
alkohol. Reaksi antara asam-asam organik dan alkohol akan menghasilkan esterester yang merupakan senyawa pembentuk cita rasa dan aroma bagi tauco
(Sumanti, 2003).
Semakin baik pertumbuhan kapang, semakin tinggi pula kadar protein
yang dihasilkan, hal ini disebabkan peningkatan aktivitas proteolitik kapang yang
akan menguraikan protein menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen
terlarutnya akan mengalami peningkatan, maka kadar protein yang dihasilkan
akan menjadi lebih tinggi (Murata et al., 1967). Kapang tauco, Rhizopus oryzae,
memproduksi enzim lipase yang aktif selama proses fermentasi (Siswono, 2002).
Enzim lipase ini memegang peranan penting dalam menguraikan lemak yang
terdapat pada substrat menjadi gliserol dan asam lemak bebas, asam lemak
tersebut kemudian akan bereaksi dengan alkohol menghasilkan berbagai ester
yang berbau sedap dan harum (Svendsen, 2000).

12

Perendaman dalam larutan garam dilakukan dengan menggunakan
konsentrasi antara 20-25% dan diketahui optimal pada kadar 20% tetap stabil
selama proses fermentasi (Rahayu, 1989).
Fermentasi khamir dalam larutan garam merupakan proses fermentasi
anaerob. Pada kondisi ini miselia-miselia kapang mati dan fermentasi dilanjutkan
oleh mikroba yang sifatnya osmofilik (Pederson, 1971). Mikroba yang mampu
tumbuh dalam tauco adalah bakteri halofilik dan yeast osmofilik, antara lain
Pediococcus sp. Bacillus sp. Lactobacillus sp. Sacharomyces sp. (Naruki dan
Fadjono, 1984).
Semakin baik pertumbuhan kapang, semakin tinggi pula kadar protein
yang dihasilkan, hal ini disebabkan peningkatan aktivitas proteolitik kapang yang
akan menguraikan protein menjadi asan-asam amino, sehingga nitrogen
terlarutnya akan mengalami peningkatan, maka kadar protein yang dihasilkan
akan menjadi lebih tinggi (Murata et al., 1967). Kapang tauco, Rhizopus oryzae,
memproduksi enzim lipase yang aktif selama proses fermentasi (Siswono, 2002).
Enzim lipase ini memegang peranan penting dalam menguraikan lemak yang
terdapat pada substrat menjadi gliserol dan asam lemak bebas, asam lemak
tersebut kemudian akan bereaksi dengan alkohol menghasilkan berbagai ester
yang berbau sedap dan harum (Svendsen, 2000). Selain itu bila dibandingkan
dengan tauco yang terbuat dari kedelai, tauco campuran biji bunga matahari pada
percobaan ini mempunyai komposisi nilai gizi yang tidak kalah dengan tauco
kedelai.
Proses akhir fermentasi tauco adalah pemasakan dengan penambahan
bumbu dan gula kelapa bila perlu ditambah air sedikit dan pengemasan dalam
botol. Bila diinginkan tauco kering

maka setelah pemasakan dilakukan

pengeringan dibawah sinar matahari selama 15 hari (sampai kering dikemas
dalam kemasan plastik). Dalam pemasakan enzim-enzim akan rusak sehingga tak
terjadi peruraian yang tidak dikehendaki dan bakteri yang hidup dalam rendaman
akan mati.

13

DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. dan Mita, W.Teknologi pengolahan pangan nabati tepat guna.
Buku seri teknologi makanan II. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan
E. Suyatna, dan Y. P. Saragih. 1999. Wacana Tempe Indonesia. Univ. Katolik
Widya Mandala, Surabaya.
Fardiaz, S. 1987. Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
IPB, Bogor.
Frazier, W. C. and D. C. Westhoff. 1981. Food Microbiology. Tata Mc Graw Hill
Pub. Co. Ltd, New Delhi
Harrigan, W. F. 1998. Laboratory Methods in Food Microbiology. Academic
Press, San Diego, London, Boston, New York, Sydney, Tokyo, Toronto.
Jakarta: Akademika Pressindo, 1991. Hal 94 – 96
Rahayu, W. P., C. C. Nurwitri, Hariyadi, R. D. H., Nuraida, L., Suliantari, dan
Sarwono, B. 2006. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sugiyono. 2004. Modul Praktikum Mikrobiologi Pangan. Departemen Teknologi
Pangan dan Gizi IPB, Bogor.
Syarief, R., J. Hermanianto, P. Haryadi, S. Wiraatmadja, Suliantari, D. Syah, N.
Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor 1983. Hal 39 – 45
Tempe Kedelai. 1985. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Wang, H. L., E. W. Swain, dan C. W. Hesseltine. 1975. Mass production of
Rhizopus oligosporus spores and their application in tempeh fermentation.
J.of Food Sci. 40:15.
Yusuf, H. Pengaruh Jenis Kapang, Jenis Pengemas, dan Lama Penyimpanan
terhadap Aktifitas Inokulum Murni

14