Identifikasi Jenis dan Asal usul Kayu de

Identifikasi Jenis dan Asal-usul Kayu dengan Penanda DNA
AYPBC Widyatmoko
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan
aviwicaksono@yahoo.com
Pendahuluan
Kegiatan penentuan jenis kayu (identifikasi jenis kayu), dalam arti luas adalah
menentukan jenis kayu, mengukur dimensi kayu untuk mendapatkan volume, serta
menetapkan mutu. Kegiatan ini penting dilakukan karena berhubungan baik kepentingan
pemerintah, pihak produsen, maupun pihak konsumen.
Terkait dengan kepentingan pemerintah, penentuan jenis kayu berperan penting tidak
hanya dalam hal pendapatan negara, tetapi juga legalitas jenis kayu yang ditebang atau
dipasarkan. Bagi produsen, kepastian jenis kayu yang digunakan sangat penting untuk proses
produksi dan pemasaran, karena jenis yang berbeda akan mempunyai sifat dan karakteristik
yang berbeda pula, sehingga akan mempengaruhi proses produksi dan penggunaannya.
Sedangkan bagi konsumen, kepastian jenis kayu akan lebih memudahkan untuk memilih
kayu-kayu yang cocok untuk kepentingannya (Anonim, 2013).
Metode yang paling banyak digunakan untuk mengidentifikasi jenis kayu adalah dengan
memeriksa sifat anatomi/struktur kayunya. Tetapi metode ini sangatlah susah untuk
mengidentifikasi asal-usul kayu. Dewasa ini, identifikasi jenis dan asal-usul kayu banyak
dilakukan menggunakan penanda DNA karena kelebihan yang dimiliki oleh metode ini.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menjawab beberapa pertanyaan

mengenai identifikasi jenis dan asal-usul kayu menggunakan penanda DNA, yaitu: 1)
Bagaimana peran penanda DNA dalam identifikasi jenis dan asal usul kayu?, 2) Apa
tantangan dan kendala identifikasi jenis dan asal-usul kayu dengan penanda DNA?, 3)
Bagaimana urutan kerja verifikasi asal-usul kayu?, dan 4) Sejauh mana kegiatan ini sudah
dilakukan?
Diharapkan dengan membaca tulisan ini, para pembaca dapat memahami sejauh mana
penanda DNA dapat digunakan untuk kegiatan identifikasi jenis dan asal-usul, termasuk
tantangan dan kendala yang dihadapi, serta urutan kegiatan yang harus dilakukan.
Peran penanda DNA dalam identifikasi jenis dan asal usul kayu
Seperti disampaikan di atas, metode yang dapat dilakukan untuk menentukan suatu jenis
kayu, antara lain dengan melihat penampakan kulit, warna kayu teras, arah serat, ada tidaknya
getah untuk kayu bundar, sedangkan untuk kayu yang sudah diproses metode yang paling
sering digunakan adalah memeriksa sifat anatomi/strukturnya. Metode penentuan jenis kayu
ini akan mengalami kesulitan apabila antara kedua jenis mempunyai sifat anatomi atau
1

struktur yang hampir sama (Anonim, 2013). Kesulitan akan semakin bertambah dengan
semakin lamanya umur kayu (apalagi untuk kayu yang telah berumur ratusan tahun).
Identifikasi asal-usul kayu sangatlah susah dilakukan dengan memeriksa anatomi atau
struktur kayunya karena perbedaan wilayah/populasi tidak memberikan perbedaan yang

signifikan terhadap sifat dan karakteristik kayunya. Metode yang selama ini digunakan untuk
mengetahui asal-usul kayunya adalah dengan menggunakan Chain of Custody (CoC), yang
berupa dokumen asal-usul dari kayu. Tetapi tentunya dengan menggunakan metode ini, masih
bisa terjadi kesalahan atau bahkan manipulasi terhadap asal-usul kayunya. Metode lain yang
akhir-akhir ini digunakan adalah dengan melihat komposisi isotop dari bioelemen (hidrogen,
karbon, nitrogen, oksigen, sulfur) (Förstel, 2007). Tetapi penggunaan metode ini sangat
berhubungan dengan lingkungan dari tempat di mana pohon tumbuh (kayu berasal), sehingga
tidaklah mudah untuk membedakan antara populasi yang satu dengan yang lain, apalagi untuk
membedakan pohon/kayu yang berasal dari lokasi/populasi yang sama (yang mempunyai
lingkungan yang sama).
Metode yang akurat untuk mengidentifikasi jenis dan asal-usul kayu adalah dengan
menggunakan penanda DNA. Sifat dari DNA seperti disebut di bawah ini sangat mendukung
ketepatan di dalam menentukan jenis dan asal-usul kayu, yaitu:
- DNA bersifat stabil dan keragaman tinggi
- DNA tidak dapat dimanipulasi pada saat penebangan dan pengolahan kayu
- Semua jaringan pada individu yang sama mempunyai susunan DNA yang sama dan
diwariskan pada keturunannya
- Masing-masing individu/klon mempunyai karakter khusus
- Populasi yang berbeda kemungkinan mempunyai struktur genetik yang berbeda
Degen dan Fladung (2007) mengatakan bahwa DNA dari sepotong kayu akan selalu

terkandung di dalamnya, akan selalu terbawa dan tidak dapat/susah untuk
dihilangkan/dirusak.
Dengan sifat stabil dari DNA dan semua jaringan pada individu yang sama mempunyai
susunan DNA yang sama, maka di dalam penyusunan database, dapat dilakukan dengan
menggunakan materi genetik yang lain yaitu daun (yang paling baik dan lengkap kandungan
dan susunan DNA-nya). Tidak bisa atau sangat sulitnya memanipulasi DNA, maka DNA
mulai dari pohon ditebang sampai dengan diproses (bahkan sudah berumur puluhan atau
ratusan tahun) akan sama atau hanya berkurang sedikit karena terdegradasi. Proses evolusi
yang terjadi pada populasi dapat menyebabkan perbedaan struktur DNA dari masing-masing
populasi, sehingga memungkinkan membedakan populasi-populasi tersebut berdasarkan
struktur DNA-nya. Tidak hanya itu, setiap individu tanaman/pohon (kecuali hasil pembiakan
vegetatif) akan mempunyai susunan DNA yang berbeda, sehingga dapat dibedakan
menggunakan penanda DNA.
Hingga saat ini, telah banyak dikembangkan penanda DNA untuk berbagai macam
keperluan. Penanda DNA tersebut antara lain RFLP (restriction fragment length
2

polymorphism), RAPD (random amplified polymorphic DNA), AFLP (amplified fragment
length polymorphism), SCAR (sequence characterized amplified regions), SSR (simple
sequence repeat)/microsatellite, SNP (single nucleotide polymorphism) dan sequencing.

Masing-masing penanda memiliki kelebihan dan kekurangan, dan penggunaannya pun dapat
berbeda-beda. Penanda-penanda DNA tersebut secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2
kelompok, yaitu penanda dominan (hanya menginformasikan ada tidaknya potongan DNA)
dan penanda kodominan. Penanda kodominan menghasilkan informasi susunan DNA dari
kedua orang tuanya. Penanda kodominan yaitu antara lain sequencing, SSR, SNP, RFLP,
sedangkan RAPD, SCAR, AFLP adalah penanda dominan. Keseluruhan penanda DNA
tersebut dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan asal usul, tergantung dari kegiatan
seleksi yang dilakukan sebelumnya. Penanda yang banyak digunakan untuk identifikasi jenis
dan asal-usul kayu adalah sequencing, SSR/microsatellite dan SNP.
Internal Trancribed Spacer (ITS) dari nukleus DNA telah banyak digunakan untuk
identifikasi jenis dalam 10 tahun terakhir ini (Barker et al., 2007, Mort et al., 2007, Kenicer et
al., 2005, Erikson et al., 2003). Penanda SSR atau microsatellite juga banyak digunakan
untuk membedakan jenis, bahkan membedakan family. Dengan tingginya variasi/keragaman
yang dapat diperoleh dari penanda SSR, penanda ini dapat digunakan untuk membedakan
individu. (Duminil et al. 2006). Dewasa ini, telah banyak dikembangkan penanda SNP untuk
membedakan jenis dan mendeteksi hibrid antar jenis, seperti yang dikembangkan untuk jenis
Populus (Fladung et al., 2004).
Dengan beberapa kelebihan dari sifat DNA dan tersedianya berbagai macam penanda
DNA, maka penanda DNA dapat digunakan untuk melakukan berbagai macam identifikasi,
yaitu identifikasi jenis, identifikasi wilayah, identifikasi populasi dan identifikasi

klon/individu pohon. Apabila dihubungkan dengan legalitas kayu, maka kemampuan
identifikasi dari penanda DNA seperti tersebut di atas sangatlah bermanfaat untuk mengetahui
kepastian dari asal-usul kayu. Identifikasi jenis akan sangat bermanfaat untuk mengetahui
kebenaran jenis kayu yang disebutkan dan untuk menghindari tercampurnya jenis.
Kemampuan penanda DNA untuk mengidentifikasi wilayah dan populasi akan mengetahui
asal-usul dari kayu yang keluar dari suatu tempat. Sedangkan kemampuan penanda DNA
untuk membedakan individu/klon, akan mengetahui secara pasti individu pohon yang
ditebang.
Penanda DNA telah banyak digunakan untuk berbagai kegiatan identifikasi, seperti
identifikasi jenis (Rimbawanto dan Widyatmoko, 2011), identifikasi hibrid (Scheeper et al.,
2000; Widyatmoko and Shiraisi, 2001 dan 2003), identifikasi varietas (Runtunuwu et al.,
2011), dan identifikasi klon (Ibañez et al., 2009).

3

Tantangan dan kendala identifikasi jenis dan asal-usul kayu dengan penanda DNA
Kemampuan penanda DNA di dalam mengidentifikasi jenis dan asal usul kayu,
tentunya perlu didukung oleh berbagai macam pengembangan, mulai dari pengembangan
metode untuk memperoleh DNA dari kayu, sampai dengan metode statistik untuk verifikasi
asal-usul kayu.

Keberhasilan penanda DNA untuk dapat mengidentifikasi asal-usul geografis dari kayu
tergantung dari perbedaan struktur genetik populasi dan kualitas dari database yang dihasilkan
(jumlah dan distribusi dari sampel populasi, jumlah sampel per populasi). Oleh karenanya,
tantangan atau kendala yang mungkin dihadapi untuk kegiatan identifikasi jenis dan asal-usul
kayu antara lain: 1) metode ekstraksi DNA dari kayu kering dan jaringan tua yang lain, 2)
jumlah materi yang cukup untuk dapat membedakan antar populasi (jumlah populasi dan
distribusinya, serta jumlah individu per populasi), 3) database lengkap yang disusun dari
sebanyak mungkin penanda DNA, dan 4) metode statistik untuk memverifikasi asal-usul.
Mendeteksi asal-usul geografis dari sampel kayu, dibutuhkan koleksi sampel yang memadai
dan genotyping dari populasi yang tersebar pada sebaran alaminya. Kemampuan untuk
mendeteksi asal usul sampel kayu yang berasal dari suatu wilayah tergantung dari jumlah
sampel, jumlah penanda polimorfik dan keragaman genetik dari populasi yang digunakan
(Dykstra et al., 2003; Lowe, 2007). Finkeldey et al. (2007) mencoba untuk mengidentifikasi
dipterokarpa menggunakan penanda genetika molekuler.
Pada tahun 2004, Lowe dan para rekannya mengekstraksi DNA dari kayu pohon ek dari
kapal Mary Rose milik Raja Henry VIII, yang tenggelam pada 1945 dan diselamatkan pada
1982. Pada awal tahun 2011, Lowe dapat mengekstraksi DNA dari kayu yang berusia
beberapa dekade dan mendapatkan hasil yang akurat (Lowe, 2007). Bahkan, Lapègue et al
(1999) telah melaporkan keberhasilannya dalam mendapatkan DNA dari kayu Oak yang telah
berumur sekitar 600 tahun. Noncoding region dari kloroplas DNA (cpDNA) telah berhasil

diamplifikasi dari berbagai macam kayu oak, termasuk kayu oak yang telah berumur lebih
kurang 600 tahun.
Urutan kerja verifikasi asal-usul kayu
Kegiatan verifikasi asal-usul kayu yang bertujuan untuk mengetahui asal-usul kayu
dimulai dengan kegiatan pengembangan metode ekstraksi dari jenis yang target yang
digunakan,dilanjutkan dengan pengembangan penanda DNA. Pengumpulan materi genetik
dari sebanyak mungkin populasi yang mewakili perlu dilakukan untuk dapat tersusunnya
database yang lengkap. Kegiatan ini diakhiri dengan verifikasi asal-usul kayu berdasarkan
database yang tersedia. Alur dari kegiatan penelitian verifikasi asal-usul kayu disajikan pada
Gambar 1.
4

Koleksi materi
Pengembangan penanda DNA

Data base struktur DNA
(Fingerprinting)

Identifikasi
populasi/individu pohon


Verifikasi asal-usul kayu

Analisis DNA

Metode ekstraksi DNA kayu
Sampel kayu
Gambar 1. Alur kegiatan penelitian
Uraian singkat kegiatan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pengembangan metode ekstraksi DNA dari kayu
Ekstraksi DNA dari daun atau biji jauh lebih mudah daripada kayu karena
mengandung DNA dalam jumlah yang cukup dengan kualitas yang baik. Ekstraksi DNA
dari kayu, apalagi yang sudah berumur tua, sangatlah sulit karena DNA yang terkandung
di dalamnya sudah mengalami degradasi, sehingga kuantitasnya sangat sedikit dengan
kualitas yang kurang baik. Oleh karenanya, pengembangan metode ekstraksi DNA dari
kayu menjadi kegiatan yang penting untuk mendapatkan DNA yang cukup untuk kegiatan
selanjutnya. Metode ekstraksi DNA dari kayu dapat berbeda antara jenis satu dengan jenis
lainnya, tergantung juga dari kandungan yang terdapat pada kayu tersebut.
Beberapa paper yang melaporkan pengembangan metode ekstraksi kayu adalah
Doyle and Doyle (1987), Asif and Cannon (2005), dan Rachmayanti et al. (2006). Lowe

(2004, 2011).
2. Pengembangan penanda DNA
Masing-masing penanda DNA mempunyai sifat dan karakteristik yang membuat
mereka dapat digunakan untuk verifikasi asal-usul kayu atau tidak. Beberapa penanda
DNA bersifat umum (universal), dimana dapat digunakan untuk berbagai jenis,
sedangkan penanda lainnya bersifat species-specific (khusus untuk jenis tertentu saja).
5

Oleh karenanya, primer universal dapat langsung digunakan dari yang sudah
dikembangkan, sedangkan penanda spesifik harus dikembangkan untuk masing-masing
jenis. Penanda kloroplas dan mitokondria pada jenis daun lebar pada umumnya
diturunkan dari ibunya (maternally inherited) dan biasanya menunjukkan struktur
geografis yang cukup kuat walaupun variasinya relative rendah. Berbeda dengan penanda
nuklear, penanda ini diturunkan oleh kedua induknya (bi-parentally inherited) dan
mempunyai variasi yang sangat tinggi, walaupun kurang mencerminkan struktur
geografisnya. Penanda nuclear DNA seperti microsatellite/SSR (simple sequence repeat)
dan SNPs (single nucleotide Polymorphic DNA) dapat digunakan karena kedua penanda
ini mempunyai variasi yang sangat tinggi sehingga akan berguna untuk identifikasi
populasi atau individu.
3. Pengumpulan materi genetik dan pembangunan database

Pembangunan database genetik yang lengkap dari populasi jenis target merupakan
syarat utama untuk mengaplikasikan database tersebut untuk mengidentifikasi asal-usul
kayu menggunakan penanda DNA. Database genetik diperoleh dengan mengetahui
struktur genetik dari populasi pada seluruh sebaran alamnya (bila memungkinkan).
Selanjutnya database tersebut digunakan sebagai dasar untuk menganalisis identitas
genetik, baik yang belum maupun sudah diketahui asal-usulnya. Database ini dibangun
menggunakan berbagai penanda DNA dan keseluruhan populasi yang telah dikoleksi
materi genetiknya. Isi dari database termasuk nama populasi, lokasi dan penanda spesifik.
4. Verifikasi asal-usul kayu menggunakan penanda DNA yang telah dikembangkan
Materi kayu yang telah dikoleksi dari beberapa populasi alam diekstraksi DNAnya
dan dilakukan analisis menggunakan penanda DNA yang telah dikembangkan. Hasil dari
analisis tersebut selanjutnya dibandingkan dengan database yang telah dibangun dengan
metode statistik yang sesuai. Apabila kayu belum bisa teridentifikasi asal-usulnya,
kemungkinannya adalah belum cukupnya penanda DNA yang digunakan untuk
penyusunan database dan metode statistic yang digunakan.
Kegiatan identifikasi asal-usul kayu yang sudah dan sedang dilaksanakan
Kegiatan identifikasi asal-usul kayu menggunakan penanda DNA telah banyak
dilaporkan. Finkeldey et al. (2007) melakukan identifikasi asal-usul kayu tropis
(Dipterokarpa) menggunakan penanda molekuler. Identifikasi asal-usul kayu (beberapa masih
dalam awal kegiatan) juga telah dilaporkan untuk kayu oak (Tang et al., 2011), ramin (Asif

and Cannon, 2005) and merbau (Lowe et al., 2010).
Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan, mulai tahun 2005
telah memulai kegiatan verifikasi asal-usul kayu merbau (Instia bijuga) menggunakan
6

penanda DNA. Kegiatan ini diawali dengan analisis keragaman genetik populasi merbau
menggunakan penanda RAPD. Dengan diketahui jarak genetik yang cukup besar antar
populasi, memungkinkan antar populasi dapat dibedakan secara genetik. Kegiatan yang telah
dilakukan adalah pengembangan metode ekstraksi DNA dari kayu dan pengumpulan materi
genetik merbau dari sebaran alaminya di Indonesia. Sebanyak 21 populasi mulai dari
Sulawesi Tenggara sampai dengan Merauke (Papua) telah dikumpulkan. Populasi tersebut
dapat mewakili keseluruhan populasi alam merbau yang ada di Indonesia. Penanda DNA
sequencing dari kloroplas DNA (cpDNA) dan SSR telah dikembangkan untuk merbau. Saat
ini database struktur genetik dari ke-21 populasi menggunakan penanda DNA yang telah
dikembangkan sedang disusun. Penanda lain seperti SNP akan dikembangkan pada tahun
2013. Diharapkan pada akhir tahun 2014, database struktur genetik populasi merbau
menggunakan penanda DNA telah selesai dikerjakan dan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi asal-usul kayu merbau.
Penutup
Kegiatan identifikasi jenis dan asal usul kayu merupakan salah satu kegiatan penting
untuk memperoleh kepastian mengenai jenis dan asal-usul kayu. Informasi ini diperlukan baik
oleh pemerintah, produsen maupun konsumen kayu. Berbagai metode dapat digunakan,
tergantung dari tujuan dan kemampuan dari masing-masing metode untuk melakukan
identifikasi. Dengan perkembangan ilmu genetika molekuler, penanda DNA dapat
memberikan akurasi yang tinggi di dalam mengidentifikasi jenis dan asal-usul kayu. Tetapi
mengingat biaya yang cukup tinggi dibandingkan dengan metode lain dan dibutuhkan
peralatan yang cukup modern, metode ini dapat digunakan sebagai alternatif apabila metode
yang lain tidak dapat melakukannya.
Daftar Pustaka
Anonim. 2013. Pengenalan jenis kayu- Manfaat Pengenalan Jenis kayu. http://www.dephut.
go.id/ Halaman/STANDARDISASI_&_LINGKUNGAN_KEHUTANAN/ INFO_III01
/III_III01.htm.
Asif, M.J. and Cannon, H. 2005. DNA Extraction From Processed Wood: A Case Study for
the Identification of an Endangered Timber Species (Gonystylus bancanus). Plant
Molecular Biology Reporter 23: 185–192
Barker, N. P., Galley, C., Verboom, G. A., Mafa, P., Gilbert, M. and Linder HP. 2007. The
phylogeny of the austral grass subfamily Danthonioideae: Evidence from multiple data
sets . Plant Sys Evol 264:135-156
Degen, B. and Fladung, M. 2007. Use of DNA-markers for tracing illegal logging.
Proceedings of the international workshop “Fingerprinting methods for the
7

identification of timber origins” (Editor: Bernd Degen). pp. 6-14.
Doyle, J.J. and Doyle, J. L. 1987. A rapid DNA isolation procedure for small quantities of
fresh leaf tissue. Phytochem Bull 19:11-15.
Duminil, J., Caron, H., Scotti, I., Cazal, S. O. and Petit, R. J. 2006. Blind population genetics
survey of tropical rainforest trees. Mol Ecol 15:3505-3513
Dykstra, D. P., Kuru, G., Taylor, R., Nussbaum, R., Magrath, W. B. and Story, J. 2003.
Technologies for wood tracking: Verifying and monitoring the Chain of Custody and
Legal Compliance in the timber industry. Workshop on Log Tracking and Chain of
Custody Systems. sesumei@worldbank.org.
Erikson, T., Hibbs, M. S., Yodrer, A. D., Delwiche, C. F. and Donoghues, M.J. 2003. The
phylogeny of rosideae (Rosaceae) based on sequences of the internal transcribed spcers
(ITS) of nuclear ribosomal DNA and the TRNL/F region of chloroplast DNA. Int. J.
Plant Sci. 164:197-211
Finkeldey, R., Rachmayanti, Y., Nuroniah, H. Nguyen, N. P., Cao, C. and Gailing, O. 2007.
Identification of the timber origin of tropical species by molecular genetic markers – the
case of Dipterocarps. Proceedings of the international workshop “Fingerprinting
methods for the identification of timber origins” (Editor: Bernd Degen). Pp. 20-27
Fladung, M., Nowitzki, O., Ziegenhagen, B. and Markussen, T. 2004. Identification of
transgenes from wood of genetically transformed poplar trees. Wood Sci Technol
38:207-215
Förstel, H. 2007. Application of the natural variation of stable isotope composition in wood –
a brief view of the history and outlook to the future. Proceedings of the international
workshop “Fingerprinting methods for the identification of timber origins” (Editor:
Bernd Degen). pp. 28-38.
Ibañez, M. T., Caru, M, Herrera, M. A., Gonzalez, L., Martin, L. M. Miranda, J. and
Navarro-Cerrillo, R. M. 2009. Clones identification of Sequoia sempervirens (D. Don)
Endl. in Chile by using PCR-RAPDs technique. Zhejiang Univ Sci B., 10(2):112–119.
Kencier, G. J., Kajita, T., Pennington, R. T. and Murata, J. 2005. Systematics and
biogeography of Lathyrus (Leguminosae) based on internal transcribed spacer and
cpDNA sequence data. Am. J. of Bot. 92:1199-1209
Lapègue, S. D. Pemonge, M.-H., Gielly, L., Taberlet, P. and Petit, R. J . 1999. Amplification
of oak DNA from ancient and modern wood. Mol Ecol. 8(12):2137-2140.
Lowe, A. 2007. Can we use DNA to identify the geographic origin of tropical timber?
Proceedings of the international workshop “Fingerprinting methods for the
identification of timber origins” (Editor: Bernd Degen). pp. 15-19.
Lowe, A. J., Wong, K. –N, Tiong, Y. –S, Iyerh, S. and Chew, F. –T. 2010. A DNA Method to
Verify the Integrity of Timber Supply Chains; Confirming the Legal Sourcing of
Merbau Timber From Logging Concession to Sawmill. Silvae Genetica 59: 263-268.
Mort, M. E., Archibald, J. K., Randle, C.P., Levsen, N. D, O'Leary, T. R., Topalov, K.,
8

Wiegand, C. M. and Crawford, D. J. 2007. Inferring phylogeny at low taxonomic
levels: Utility of rapidly evolving cpDNA and nuclear ITS loci. Am. J. of Bot.
94:173-183
Rachmayanti, Y., Leineman, L., Gailing, O. and Finkeldey, R. 2006. Extraction,
Amplification, and Characterization of Wood DNA from Dipterocarpaceae. Plant
Molecular Biology Reporter 24: 45–55
Rimbawanto, A. dan Widyatmoko, AYPBC. 2006. Keragaman genetik empat populasi Intsia
bijuga berdasarkan penanda RAPD dan implikasinya bagi program konservasi genetik.
Jurnal Penelitian Tanaman Hutan 3: 149-154.
Rimbawanto, A. dan Widyatmoko, AYPBC. 2011. Identifikasi Aquilaria malaccensis dan A.
microcarpa menggunakan penanda RAPD. Jurnal Pemuliaan Tanaman Hutan, 5:23-30.
Runtunuwu, D.S, Rogi, J.E.X. dan Palendeng, J.H. Identifikasi varietas kentang “Superjohn”
berdasarkan penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Eugenia,
17:52-59.
Scheepers, D., Eloy M.C. dan Briquet, M. 2000. Identification of larch species (Larix
decidua, Larix kaempferi and Larix×eurolepis) and estimation of hybrid fraction in seed
lots by RAPD fingerprints. Theoretical Applied Genetics 100:71-74.
Tang, X., Zhao, G. and Ping, L. 2011. Wood identification with PCR targeting noncoding
chloroplast DNA. Plant Mol Biol. 77(6):609-17.
Widyatmoko, AYPBC. and Shiraisi, S. 2001. Identification of Acacia auriculiformis and A.
mangium using RAPD markers. Bulletin of Kyushu Branch of the Japanese Forest
Society, 54:55-56.
Widyatmoko, AYPBC. and Shiraisi, S. 2003. Species-specific RAPD markers for
identification of Acacia mangium and A. auculiformis, and their hybrid. Bulletin of
Kyushu Branch of the Japanese Forest Society, 56:66-68

9