BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pengaruh Komposisi dan Ukuran Makro Serbuk Kulit Kerang Darah (Anadora Granosa) Terhadap Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KOMPOSIT DAN KELEBIHANNYA

  Pengertian komposit menurut Campbell, yaitu kombinasi dari dua atau lebih bahan yang menghasilkan sifat yang lebih baik daripada sifat komponen-komponen yang digunakan itu. Berbeda dengan paduan logam, pada bahan komposit masing- masing bahan penyusun tetap mempertahankan fisik, dan sifat mekaniknya [20]. Sedangkan menurut Kaw, komposit adalah bahan struktural yang terdiri dari dua atau lebih unsur gabungan yang digabungkan pada tingkat makroskopik dan tidak larut dalam satu sama lain. Satu konstituen disebut fase pengisi (reinforcements) dan satu fasa lagi dimana pengisi tertanam disebut matriks [21].

  Kumaraswamy dkk, menuliskan bahwa komposit adalah salah satu bahan penelitian yang paling canggih dan paling cepat berkembang pada zaman modern ini. Komposit diciptakan dari penggabungan antara dua atau lebih komponen yang dikenal sebagai matriks dan zat pengisi. Matriks memberikan komposit bentuk, tampilan permukaan dan daya tahan terhadap keadaan lingkungan, sementara zat pengisi memberikan kekakuan makroskopik dan kekuatan dari dalam komposit [22].

  Beberapa sifat yang dapat dikembangkan dengan membentuk bahan komposit yaitu [23]: kekuatan (strength), kekakuan (stiffness), tahanan korosi (corrosion resistance), tahanan aus (wear resistance), daya pikat (attractiveness), berat, perioda lelah (fatigue life), sifat ketergantungan suhu (temperature-dependent

  

behavior ), insulasi termal, konduktivitas termal, dan insulasi akustik (acoustical

insulation ).

  Secara umum, tidak semua sifat-sifat di atas dikembangkan pada waktu yang bersamaan karena dikhawatirkan malah akan mengganggu sifat material itu sendiri misalnya insulasi termal dan konduktivitas termal. Tujuan pembentukan bahan komposit itu sendiri yaitu untuk membentuk suatu bahan baru yang memiliki sifat khusus untuk keperluan tertentu pula [23].

  Adapun kelebihan-kelebihan material komposit dibandingkan material yang lain adalah [24]:

  • Mempunyai ketahan terhadap degradasi lingkungan dan korosi yang baik.
  • Mempunyai nilai kekuatan dan kekakuan yang cukup tinggi.
  • Mudah diproses sesuai dengan kebutuhan produk, misalnya diproses membuat profil aerodinamis.
  • Mempunyai resistansi yang lebih besar terhadap kerusakan
  • Pembuatan atau perakitannya termasuk sederhana, sehingga dapat mengurangi biaya pembuatan.

2.2 JENIS-JENIS KOMPOSIT

2.2.1 Berdasarkan Bahan Matriks

  Berdasarkan bahan matriksnya, komposit dapat dibagi menjadi tiga tipe yaitu sebagai berikut [24]:

  1. Komposit Matriks Polimer atau yang dikenal dengan istilah Polymer Matrix

  Composite (PMC). Komposit matriks polimer merupakan bahan yang ideal

  karena mereka dapat diproses dengan mudah, memiliki sifat mekanik yang ringan, dan sesuai dengan yang diinginkan. Komposit jenis polimer ini dibagi menjadi dua yaitu:

  a. Polimer termoplastik cenderung lebih fleksibel, contohnya: polyester, polieter sulfon, polipropilen, dan sebagainya.

  b. Polimer thermoset untuk aplikasi temperatur tinggi, contohnya: epoksi, poli imida dan sebagainya.

  2. Komposit Matriks Logam atau yang dikenal dengan Metal Matrix Composite (MMC). Komposit matriks logam biarpun saat ini banyak diteliti, namun komposit jenis ini tidak secara luas digunakan, dibandingkan dengan komposit polimer. Kelebihan dari komposit jenis ini adalah memiliki kekuatan tinggi, ketangguhan retak dan kekakuan yang bagus. Selain itu komposit ini juga dapat menahan suhu tinggi dalam lingkungan korosif.

  3. Komposit Matriks Keramik atau yang dikenal dengan Ceramic Matrix

  Composite (CMC). Komposit matriks keramik dapat digambarkan sebagai

  bahan padat yang memiliki ikatan ion yang sangat kuat. Titik leleh tinggi, ketahanan korosi yang baik, stabilitas pada temperatur tinggi dan kuat tekan bahan ini juga tinggi. Namun keramik memiliki sifat yang cenderung rapuh sehingga penambahan zat pengisi ke dalam komposit matriks keramik cenderung susah.

2.2.1 Berdasarkan Bahan Pengisi

  Berdasarkan bahan pengisi yang digunakan, komposit dapat dibedakan menjadi lima jenis yaitu sebagai berikut [24]:

  1. Fiber Reinforcement Composite (Komposit Serat) Serat adalah salah satu bahan pengisi yang paling sering digunakan, karena sebagai bahan pengisi, serat sangat mempengaruhi dan meningkatkan kekuatan dari kompositnya. Fiber yang biasa digunakan bisa berupa glass fiber, carbon fiber, aramid fiber dan sebagainya.

2. Laminar Reinforcement Composite (Komposit Laminat)

  Merupakan jenis kompsoit yang terdiri dari dua lapisan atau lebih yang digabung menjadi satu dan setiap lapisnya memiliki karakteristik sifat tersendiri

  3. Filled Reinforcement Composites (Komposit Berpengisi) Komposit ini merupakan hasil dari penambahan bahan filer pada matriks untuk menggantikan sebagian dari matriks, dapat meningkatkan atau mengubah sifat-sifat komposit. Para pengisi juga meningkatkan kekuatan dan mengurangi berat badan, kemudian produk secara kontinu diisi dengan bahan kedua

  4. Particular Reinforcement Composite (Komposit Partikel) Komposit yang menggunakan partikel-partikel atau serbuk sebagai bahan pengisi yang berserakan di dalam keseluruhan seluruh matriks, disebut komposit partikel. Pengisi dengan bentuk segiempat, segitiga ataupun bulat dengan dimensi di semua sisi yang hampir sama adalah termasuk pengisi untuk komposit ini.

  5. Flake Reinforcement Composite (Komposit Serpihan) Komposit serpihan ini biasa digunakan sebagai pengganti komposit serat karena biaya produksinya yang lebih murah dibandingkan dengan komposit serta, namun hasil akhir dari komposit serpihan cenderung kurang bagus dari segi control ukuran dan bentuk. Selain itu sering terjadi cacat pada produk akhir komposit jenis ini, misalnya retak atau permukaan yang tidak rata.

Gambar 2.1 berikut:Gambar 2.1 Tipe-tipe komposit berdasarkan jenis pengisinya

2.3 METODE PENYEDIAAN KOMPOSIT

  Material komposit dapat diproduksi dengan berbagai macam metode pabrikasi. Metode-metode penyediaan komposit ini disesuaikan dengan jenis matriks penyusun komposit dan bentuk material komposit yang diinginkann sesuai aplikasi selanjutnya, adapun metode penyediaan komposit yang ada antara lain:

2.3.1 Close Molding Process (Pencetakan Tertutup)

  Beberapa jenis metode pabrikasi komposit dengan metode pencetakan tertutup antara lain [25] [26]:

  1. Compression Molding Metode ini menggunakan cetakan yang ditekan pada tekanan tinggi sampai mencapai 1000 psi, diawali dengan mengalirkan resin dan zat pengisi dengan viskositas tinggi ke dalam cetakan, kemudian mold ditutup dan dilakukan penekanan terhadap material komposit tersebut, sehingga mengakibatkan mengerasnya material komposit secara permanen mengikuti bentuk cetakan.

  Pada metode ini, pembentukan material komposit yang menggabungkan antara resin dan dan fiber berlangsung secara kontinu. Proses pultrusi digunakan pada pabrikasi komposit yang berprofil penampang lintang tetap. Pengisi yang digunakan diletakkan pada tempat yang khusus dengan menggunakan performing shapers dan guiders untuk membentuk karakteristiknya dan proses penguatan komposit dilakukan melalui resin bath atau wet out yaitu tempat di mana material diselubungi dengan cairan resin. Adanya panas akan mengaktifkan sistem curing sehingga akan mengubah fasa resin menjadi padat.

  3. Prepreg Metode ini merupakan metode advance dalam pembuatan komposit, dengan adanya pemanasan cetakan yang telah berisi komposit dimasukkan ke

  autoclave . Hal ini bertujuan untuk meningkatkan gaya tekan dari luar. Teknik

  menggunakan prepreg-vacuum bag-autoclave banyak dimanfaatkan untuk pembuatan peralatan pesawat terbang dan peralatan militer.

4. Wet Lay-Up

  Pada metode ini, pengisi digabungkan dengan menggunakan tangan seperti pada metode hand lay-up untuk kemudian ditaruh ke dalam cetakan vacuum bag untuk mempercepat proses laminasi dan menghilangkan udara yang terperangkap yang dapat menimbulkan adanya void dalam produk komposit yang dicetak.

  5. Resin Trade Molding (RTM) Pada proses ini, resin ditransfer atau diinjeksikan ke dalam suatu tempat yang sebelumnya telah diisi dengan reinforcement yang diletakkan diantara dua permukaan cetakan yang terdiri dari dua bagian yang satu disebut female dan yang lainnya disebut male. Pasangan cetakan tersebut lalu ditutup, diberi klem, kemudian resin berviskositas rendah diinjeksikan pada tekanan 50-100 psi ke dalam lubang cetakan melalui port injeksi. Resin diinjeksikan sampai memenuhi seluruh rongga cetakan hingga meresap dan membasahi seluruh material pengisi Beberapa metode penyediaan komposit dengan pencetakan terbuka antara lain [25] [26]:

  1. Filament Winding Process

  Proses ini memanfaatkan sistem gulungan benang pada sebuah sumbu putar. Serat komposit dibuat dalam bentuk benang digulung pada sebuah mandril yang dibentuk sesuai dengan bentuk rancangan benda teknik, misalnya berbentuk tabung, kemudian resin yang berfungsi sebagai matriks dituangkan bersamaan dengan proses penggulungan pengisi tersebut, sehingga keduanya merekat dan saling mengikat antara satu lapisan gulungan dengan gulungan berikutnya, sampai membentuk benda teknik yang direncanakan.

  2. Hand Lay-Up Process

  Proses ini dilakukan pada suhu ruangan, pengisi ditata sedemikian rupa mengikuti bentuk cetakan atau mandril, kemudian resin dituangkan sebagai pengikat antar pengisi sehingga ukuran dan bentuk komposit menjadi sesuai dengan yang telah ditentukan sebelumnya.

2.4 ANTAR FASA/ ANTAR MUKA

  Karena adanya pencampuran bahan yang berbeda pada komposit, maka dalam komposit tersebut akan selalu terdapat daerah berdampingan (contiguous

  

region ). Definisi sederhananya yaitu sebuah antarmuka (interfaces) atau dengan kata

  lain permukaan membentuk batasan dalam konstituen. Pada beberapa kasus, daerah berdampingan sering juga dianggap sebagai fasa tambahan yang dinamakan dengan antarfasa (interphases). Sebagai contoh, pada lapisan serat gelas dalam plastik berpengisi dan bahan adesif yang mengikat lapisan bersamaan. Ketika terdapat suatu antarfasa maka akan terdapat dua antarmuka, yaitu pada permukaan antarfasa dan konstituen di tengahnya [27]. Gambar 2.2 menunjukkan bentuk interface matriks dengan serat.

  Interphase (Bonding Agent) Matrix Filler Interface

Gambar 2.2 Interface dan Interphases antara matriks dengan serat [28]

  Ada lima mekanisme yang menerangkan pengikatan pada antarmuka pada komposit, yaitu sebagai berikut [28] [29]:

  1. Adsorpsi dan Pembasahan Pembasahan merupakan kontak antara fasa cair dan permukaan fasa padat, dihasilkan dari interaksi antara molekul ketika keduanya terbawa secara bersamaan. Pada mekanisme ini, leburan fasa matriks (resin) harus menutupi seluruh permukaan pengisi agar udara dapat disingkirkan

  2. Interdifusi Menurut mekanisme ini, suatu ikatan akan terbentuk apabila molekul- molekul polimer meresap dari suatu permukaan ke dalam struktur molekul permukaan yang lain. Kekuatan ikatannya bergantung pada jumlah peresapannya.

  3. Daya Elektrostatik Mekanisme daya elektrostatis ini dapat terjadi apabila terdapat perbedaan kutub antara dua konstituen. Proses tarik menarik antar permukaan yang berbeda tingkat kelistrikannya (muatan positif dan muatan negatif) dapat terjadi pada skala atomic. Efektivitas jenis ikatan ini dapat menurun jika ada kontaminasi permukaan dan ada gas yang terperangkap.

  4. Ikatan Kimia Pengikatan kimia ini dapat terjadi apabila pencampuran komposit menggunakan agen penghubung atau bahan penyerasi. Pengikatan terbentuk sebagao hasil dari suatu reaksi kimia antara bahan pengisi dengan bahan penyerasi yang digunakan. Kekuatan pengikatannya bergantung pada jenis ikatan kimianya.

  5. Ikatan Mekanik permukaan matrik dan bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit tidak rata. Beberapa faktor yang mempengaruhi ikatan mekanik ini adalah kekerasan permukaan, aspek geometri dan tekanan yang digunakan dalam proses pabrikasi. Kualitas ikatan antara matriks dan filler dipengaruhi oleh beberapa variabel antara lain [30]:

  1. Ukuran partikel

  2. Rapat jenis bahan yang digunakan

  3. Fraksi volume material

  4. Komposisi material

  5. Bentuk partikel

  6. Kecepatan dan waktu pencampuran

  7. Penekanan (kompaksi)

  8. Pemanasan (sintering)

2.5 MATRIKS

  Matriks adalah fasa cair yang terdapat pada pembuatan komposit, dimana bahan pengisi akan tersebar di dalamnya. Fasa ini berfungsi sebagai pelekat untuk bahan pengisi yang terbenam di dalamnya, untuk mendapatkan suatu ikatan yang baik antar fasa, maka diperlukan proses pembasahan yang sempurna [31]. Matriks juga adalah fasa yang dominan yang terdapat di dalam komposit, berikut adalah peranan matriks secara umum [30] [31]:

  1. Sebagai pemindah atau penyalur tegangan yang diberikan ketika proses pembuatan komposit kepada bahan pengisi.

  2. Sebagai penjaga kestabilan setelah proses manufaktur.

  3. Sebagai pelindung, agar bahan pengisi tidak mengalami kerusakan akibat faktor lingkungan seperti kelembapan atau panas.

  4. Sebagai pengikat bahan pengisi, sehingga dihasilkan ikatan antar permukaan yang kuat.

2.5.1 Resin Epoksi

  plastik thermoset yang paling umum digunakan sebagai matriks pada komposit karena epoksi memiliki sifat adhesi yang baik untuk bahan lainnya, memilik ketahanan yang bagus terhadap lingkungan dan zat kimia, serta bagus sebagai bahan insulasi [32]. Selain itu epoksi juga tidak bersifat volatil dan tingkat penyusutannya juga rendah, serta gampang untuk diolah [33].

  Resin epoksi adalah molekul yang terdiri dari lebih dari satu gugus epoksi, gugus epoksi disebut juga gugus glicydil yang ditunjukkan pada gambar berikut [34]:

Gambar 2.3 Gugus Epoksi

  Epoxy resin umumnya diproduksi dengan mereaksikan epiclorohydrin dengan

  bisphenol . Adapun reaksi pembentukan resin epoksi adalah sebagai berikut [34]:

Gambar 2.4 Reaksi Pembentukan Resin Epoksi

  Untuk merubah epoksi resin menjadi epoksi plastik dibutuhkan reaksi dengan substansi yang sesuai. Substansi disini adalah Hardener. Contoh beberapa jenis

  

hardener adalah amin, amid, asam anhidrid, imidazol, fenol, merkaptan, dan metal

  oksida. Untuk merubah resin epoksi menjadi epoksi plastik pada temperatur kamar, yang biasa digunakan adalah jenis amine, dan amid. Karena jenis lain digunakan

  o dengan kondisi temperatur lebih dari 150 C untuk dapat bereaksi dengan epoksi [35].

  Tahapan reaksi curing dari resin epoksi yaitu sebagai berikut [35] [36]:

  1. Sebuah grup epoksi bereaksi dengan satu dari atom hidrogen pada amine, kemudian membentuk gugus hidroksil dan primary amine mengalami reduksi menjadi secondary amine, seperti pada gambar berikut. 1 2 1 2 NH + CH2

  R CH R NH CH CH 2 R 2 R O OH

Gambar 2.5 Reaksi Curing Epoksi Tahap 1

  2. Selanjutnya secondary amine akan bereaksi dengan grup epoksi yang lain seperti pada gambar berikut.

  OH

  2 CH R

  CH

  2

  2

  1

  1 CH R N

  NHCH CH R CH R R

  2

  2

2 CH

  2

  2 CH

  R O OH OH

Gambar 2.6 Reaksi Curing Epoksi Tahap 2

  3. Grup epoksi yang lain yang tidak bereaksi akan berikatan dengan gugus hidroksil dari rantai yang lain dan reaksi curing selesai seperti pada gambar berikut.

  3 R

  3 R

  2

  1

  1 CH CH

  • n CH

  2 CH CH O -----------

  2 R

  2 CH R R N N a-1

  3

  3 R O R

  2

  2 R R

Gambar 2.7 Reaksi Curing Epoksi Tahap 3 Polimer epoksi adalah kelas polimer termoset yang banyak digunakan saat ini.

  Adapun kelebihan dari polimer epoksi adalah ketahanannya terhadap suhu, dan cuaca, selain itu polimer epoksi juga bersifat isolator dan juga pemrosesannya mudah [1]. Pemanfaatan polimer epoksi banyak sebagai pelapis, perekat, dan matrik pada material komposit dan telah banyak digunakan dalam banyak aplikasi seperti otomotif, aerospace, perkapalan dan sebagainya [2]. Namun polimer epoksi bukan polimer yang kuat karena strukturnya yang rapuh, mudah retak dan memiliki ketahanan yang rendah terhadap pukulan atau tekanan [3].

  Beberapa penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanik dari resin epoksi ini, yaitu misalnya dengan menambahkan bahan pengisi ke dalam resin epoksi. D eya’a dkk dalam penelitiannya menggunakan bahan pengisi berupa MgO dan TiO

  2 murni dengan variasi komposisi tertentu untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit epoksi [19].

  Beberapa penelitian juga menggunakan bahan-bahan alami yang terdapat di alam untuk dijadikan pengisi pada komposit epoksi, diantaranya adalah: serat kelapa untuk dijadikan pengisi pada resin epoksi untuk memperbaiki sifat kekuatan tarik dan penyerapan air pada komposit. Hasil kuat tarik dan kuat lentur terbaik yang didapat adalah sebesar 56 MPa dan 66 MPa pada komposisi pengisi sebesar 40% [5].

  b) Chanap menggunakan abu cangkang kelapa sebagai pengisi pada komposit untuk meningkatkan nilai kekuatan tarik dan kekuatan lenturnya. Pada 20% komposisi pengisi, didapatkan hasil kuat tarik dan kuat lentur yang terbaik yaitu sebesar 36.95 MPa dan 65.98 MPa [6].

  c) Soemardi menggunakan serat rami sebagai pengisi pada komposit epoksi dengan variasi komposisi untuk meningkatkan sifat mekanik pada komposit.

  Didapatkan nilai tegangan tarik dan elastisitas terbesar dari komposit yaitu 260 MPa dan 11.23 GPa pada komposisi pengisi 50% [7].

  d) Asy’ari menggunakan abu sekam padi dengan variasi komposisi tertentu digunakan sebagai pengisi. Penelitian ini mendapatkan hasil kuat tarik

  2

  maksimum pada komposit sebesar 4.45713 kgf/mm pada komposisi 10% pengisi [8].

  e) Bahrom menggunakan serat bambu sebagai pengisi untuk komposit epoksi pada penelitiannya untuk memperbaiki sifat dari resin epoksi dimana didapatkan hasil bahwa penambahan pengisi cenderung meningkatkan nilai kuat lentur dari komposit [9].

  f) Priyadi dan Rusnoto memanfaatkan serat kayu sebagai pengisi untuk kompositnya. Pada penelitian ini nilai kuat tarik dan kuat lentur yang terbesar

  2

  2

  adalah 2,1703 kgf/mm dan 16,11 kgf/mm yaitu pada diameter pengisi sebesar 1.5 mm [10].

  g)

  2 murni

  Deya’a dkk menggunakan bahan pengisi berupa MgO dan TiO dengan variasi komposisi tertentu untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit epoksi. Hasil penelitian menunjukkan nilai kuat bentur terbesar dari

  2

  komposit adalah sebesar 11.333 KJ/m pada komposisi MgO sebesar 10% [19]. Adapun spesifikasi-spesifikasi dari resin epoksi ditunjukkan pada Tabel 2.1 dibawah ini [37]:

  

Spesifikasi SI Units Engineering Units

  Berat molekul 44.053 44.053 Titik didih normal pada

  283,6K

  50.8F 101.325kPa (1atm)

  Titik leleh 160,65K -170.5F Suhu Kritik 469.15K 384.8F

  Tekanan Kritik 7,191kPa 1.043psia

2.6 BAHAN PENGISI (REINFORCEMENTS)

  Bahan pengisi adalah penanggung beban utama pada komposit. Bahan pengisi ini biasanya ditambahkan ke dalam matriks untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit misalnya kekuatan atau kekakuan komposit. Berikut adalah beberapa sifat yang dapat diperoleh dengan penambahan bahan pengisi [30]: a. Peningkatan sifat fisik

  b. Penyerapan kelembapan yang rendah

  c. Sifat pembasahan yang baik

  d. Biaya yang rendah

  e. Ketahanan terhadap api yang baik

  f. Ketahanan terhadap bahan kimia yang baik

2.6.1 Kulit Kerang Darah (Anadora Granosa)

  Pada percobaan ini digunakan pengisi berbentuk serbuk yaitu serbuk kulit kerang darah (Anadora granosa). Kerang darah ini adalah pangan yang banyak dijual baik oleh pedagang kaki lima maupun di rumah makan dan banyak dibudidayakan karena banyak diminati masyarakat Adapun klasifikasi dan identifikasi dari spesies kerang darah ini adalah sebagai berikut [38]:

  Kingdom : Animalia Phyllum : Mollusca Class : Bivalvia Subclass : Pteriomorphia Famili : Archidae Genus : Anadara Species : Anadara granosa

  Berikut adalah gambar kulit kerang darah yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat dalam bentuk utuh dan serbuk:

Gambar 2.8 Kulit Kerang Darah (Anadora granosa)

  Anadara granosa hidup dengan cara membenamkan diri di pantai-pantai dan

  terdapat di pantai laut pada substrat lumpur berpasir dengan kedalaman 10 m sampai 30 m [39]. Anadora granosa mempunyai ciri khas yaitu ditutupi oleh dua keping cangkang (valve) yang dapat dibuka dan ditutup karena terdapat sebuah persendian berupa engsel elastis yang merupakan penghubung kedua valve tersebut [40].

  Cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman, ukuran kerang dewasa 6 cm

  • – 9 cm. Komposisi kimia kerang darah adalah mengandung protein 9%-13%, lemak mencapai 2%, glikogen 1%-7 % dan memiliki 80 kalori dalam 100 gram daging segar. Adapun karakteristik dari kerang darah adalah berbau amis, teksturnya lunak namun kenyal dan dagingnya berwarna merah kecoklatan [38].

  Hasil panen kerang per hektar untuk tiap tahunnya bisa mencapai 200-300 ton kerang utuh yang menghasilkan daging kerang 60-100 ton [13]. Sisanya yaitu kulit kerang hanya dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan atau seni dekoratif, juga sebagai campuran makanan ternak guna memenuhi kadar kalsium [15].

  Beberapa penelitian dengan bahan baku kulit kerang telah dilakukan untuk memaksimalkan pengunaan dari limbah kulit kerang ini, diantaranya adalah:

  1. Siregar dalam tesisnya, menggunakan bahan baku kulit kerang sebagai bahan pengisi untuk membuat beton polimer, kulit kerang dicampurkan dengan resin beton polimer dengan sifat mekanik dan karakteristik yang terbaik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kualitas terbaik dari beton polimer yang dibuat adalah pada komposisi 80% serbuk kulit kerang dan 20% resin epoksi dengan

  o

  waktu pengeringan 8 jam dan suhu 60 C dengan nilai tekan, patah dan tarik berturut-turut adalah 56.9 MPa, 34 MPa dan 7,46 MPa [13].

  2. Penelitian Andre juga menggunakan kulit kerang sebagai pengisi dengan kandungan yang tidak terlalu besar sebagai pengganti semen dalam proses pembuatan dan dicampurkan dengan limbah adukan beton untuk membuat

  paving block (bata beton). Hasil dari penelitiannya adalah nilai kuat tekan

  yang terbaik didapat pada komposisi 98% semen, 2% kulit kerang dan 100% CSW yaitu sebesar 10.05 MPa [14].

  3. Nadjib juga menggunakan bahan baku serbuk kulit kerang di dalam penelitiannya. Untuk membuat lem kaca yang lebih inovatif, Nadjib menggunakan campuran serbuk kulit kerang dengan gum arabik, air dan putih telur sisa dengan variasi komposisi yang tertentu. Dari penelitian ini didapatkan hasil nilai kuat tarik yang terbaik terdapat pada komposisi 68.45% kulit kerang, 8.22% lem arabik, 1.42% putih telur dan 21.90% air yaitu sebesar

  5

  2 16.620 x 10 N/m [15].

  4. Karet alam pada penelitian Yuniati menggunakan serbuk kulit kerang sebagai pengisi alternatif, penggunaan kulit kerang ini adalah untuk menggantikan peran dari kalsium karbonat. Hasil penelitian Yuniati menunjukkan bahwa nilai kuat tarik terbaik yang didapat adalah 20,5 MPa pada komposisi pengisi kulit kerang sebesar 7,5 phr [16]. Adapun komposisi kimia dalam cangkang kulit kerang darah (Anadora

  granosa ) adalah sebagai berikut [13]:

Tabel 2.2 Komposisi Kimia Serbuk Kulit Kerang

  

Komponen Kimia Komposisi (%)

  CaO 66,70 SiO

  2 7,88

  Fe

  2 O 3 0,03

  MgO 22,28 Al O 1,25

  2

3 Dari data komposisi serbuk kulit kerang di atas, dapat dilihat bahwa serbuk

  kulit kerang mengandung kalsium oksida (CaO) dan magnesium oksida (MgO) yang relatif cukup tinggi dan berpotensi untuk dijadikan sebagai pengisi komposit untuk meningkatkan sifat mekanik dari komposit tersebut.

  2.7 POLISTIRENA

  Monomer stirena merupakan hidrokarbon aromatik, yang, dalam kondisi normal tidak berwarna, cairan yang mudah terbakar. Metode konvensional untuk memproduksi monomer stirena adalah alkilasi benzena dengan etilena [41].

  Polistirena adalah polimer linear yang komersil dan bersifat amorf. Polistirena sangat mudah untuk diproses dan mempunyai suhu transisi gelas (Tg)

  o

  sebesar 100

  C. [42]. Pada penelitian ini, polistirena ditambahkan ke dalam resin epoksi dengan perbandingan 10% : 90%. Tujuan penambahan polistirena ini adalah sebagai toughening agent untuk membantu menguatkan matriks epoksi.

  Struktur kimia dari polistirena ditunjukkan pada Gambar 2.9 dibawah ini:

Gambar 2.9 Polistirena [42]

  2.8 UKURAN MAKRO PARTIKEL DAN MIKRO PARTIKEL

  Salah satu variasi yang digunakan di dalam percobaan ini adalah variasi ukuran dari partikel pengisi. Ukuran partikel yang dikaji pada percobaan ini adalah ukuran dari pengisi dari komposit yaitu serbuk kulit kerang darah tetapi masih dalam batas ukuran makro partikel.

  Ukuran partikel yang termasuk ke dalam ukuran mikro partikel adalah ukuran

  • 7 -4

  partikel dengan kisaran angka antara 1 x 10 sampai 1 x 10 meter [43] yang juga berarti kisaran antara 0,1 sampai 100 mikron. Sedangkan partikel-partikel dengan ukuran di bawah 0,1 mikron termasuk ke dalam jenis nano partikel, dan ukuran ukuran partikel yang digunakan dalam percobaan ini adalah dalam mesh yang sesuai dengan satuan ukuran ayakan yang digunakan.

  Pada percobaan ini nilai ukuran partikel pengisi divariasikan sebesar 50, 80, 110, 140 dan 170 mesh. Adapun kisaran konversi dari nilai mesh yang digunakan ke nilai mikron ditunjukkan pada tabel di bawah ini [44]:

Tabel 2.3 Tabel Konversi Nilai Mesh ke Nilai Mikron

  

Ukuran Partikel dalam Mesh Ukuran Partikel dalam Mikron

  50 300 80 180 110 138 140 106 170

  90 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa ukuran partikel pengisi 170 mesh jika dikonversikan ke mikron, menjadi sebesar 90 mikron yang berarti termasuk ke dalam jenis mikro partikel, namun ukuran 170 mesh ini tetap dipakai dalam percobaan ini karena masih mendekati ke ukuran makro partikel dan juga untuk melengkapi variasi ukuran partikel yang telah ada.

2.9 PENGUJIAN DAN KARAKTERISASI BAHAN KOMPOSIT

2.9.1 Uji Kekuatan Tarik (Tensile Strength)

   Kekuatan tarik merupakan salah satu sifat bahan polimer yang terpenting dan

  sering digunakan untuk uji sifat suatu bahan polimer. Penarikan suatu bahan biasanya menyebabkan terjadi perubahan bentuk dimana penipisan pada tebal dan pemanjangan. Kekuatan tarik (tensile strength) suatu bahan ditetapkan dengan membagi gaya maksimum dengan luas penampang mula-mula, dimensinya sama dengan tegangan.

  Pada peregangan suatu bahan polimer, pemanjangan tidak selalu berbanding lurus dengan beban yang diberikan, dan pada penurunan kembali beban,sebahagian regangannya hilang, karena bahan polimer bukan merupakan bahan sepenuhnya elastis tetapi ada sifat viskositasnya [45]. Gambaran secara umum mengenai uji

Gambar 2.10 Gambaran Umum Uji Tarik (Tensile Strength) [46]

  Rumus perhitungan terhadap hasil pengujian kekuatan tarik (tensile strength) dari sampel adalah sebagai berikut [47]: a. Engineering Stress (Tensile Strength) adalah gaya per unit luas dari material yang menerima gaya tersebut. Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

  Ao Fmaks

    (2.1)

  Keterangan: σ

  = Enginering Stress (N/m

  2

  ) F maks = Gaya tarik yang diberikan kepada penampang spesimen (N)

  Ao = Luas penampang mula-mula spesimen sebelum diberikan pembebanan (m

  

2

  )

  Sampel

Gaya Tarik Ke Atas Pengunci Sampel b. Engineering Strain (Tensile Strain) merupakan ukuran perubahan panjang dari suatu material. Rumus untuk menghitung tensile strain adalah sebagai berikut:

  lo l lo lo li e

   

   

  (2.2) Keterangan: e = Enginering Strain lo = Panjang mula-mula spesimen sebelum penarikan Δl = Pertambahan panjang

  c. Modulus Young disebut juga modulus elastisitas atau modulus peregangan. Modulus Young adalah perbandingan antara tegangan (stress) dengan regangan (strain). Rumus perhitungan modulus Young adalah sebagai berikut:

  e E

  

  

  (2.3) Keterangan:

  E = Modulus elastisitas/ Modulus Young (N/m

  2

  ) e = Enginering Strain σ = Enginering Stress (N/m

  

2

  )

2.9.2 Uji Kekuatan Bentur (Impact Strength) Pengujian impak dilakukan untuk mengetahui karakteristik patah dari bahan.

  Pengujian ini biasanya mengikuti dua metoda yaitu metoda Charpy dan Izod yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan impak, yang kadang juga disebut seabgai ketangguhan ketok (notch toughness). Untuk metoda Charpy dan Izod, spesimen berupa bentuk persegi dimana terdapat bentuk V-notch, berikut adalah gambar specimen V-notch metoda Charpy dan Izod [48].

Gambar 2.11 Spesimen V-Notch Metoda Charpy dan Izod

  Peralatan untuk melakukan kekuatan impak spesimen V-notch ditunjukkan pada Gambar 2.12. Beban didapat dari tumbukan pendulum yang dilepas dari ketinggian h. Spesimen diletakkan di dasar seperti pada Gambar 2.12. Ketika dilepas ujung pisau pada pendulum akan menghantam dan mematahkan spesimen pada titik ketoknya (notch) yang bekerja sebagai titik tegangan untuk benturan kecepatan tinggi. Pendulum terus berayun, naik sampai ketinggian maksimum h' yang lebih rendah dari h. Energi yang diserap, yang diukur dari perbedaan ketinggian h dan h' merupakan pengukuran kekuatan impak. Perbedaan antara metoda Charpy dan Izod yaitu bergantung pada peletakan support spesimen seperti ditunjukkan pada Gambar 2.12 berikut [48].

Gambar 2.12 Skema Pengujian Impak

2.9.3 Analisa Penyerapan Air oleh Komposit

  Penyerapan air (water-absorption) dalam komposit merupakan kemampuan komposit dalam menyerap uap air dalam waktu tertentu. Penyerapan air pada komposit merupakan salah satu masalah terutama dalam penggunaan komposit di luar ruangan. Semua komposit polimer akan menyerap air jika berada di udara lembab atau ketika polimer tersebut dicelupkan di dalam air. Penyerapan air pada komposit berpenguat serat alami memiliki beberapa pengaruh yang merugikan dalam sifatnya dan mempengaruhi kemampuannya dalam jangka waktu yang lama juga penurunan secara perlahan dari ikatan interface komposit serta menurunkan sifat mekanis komposit seperti kekuatan tariknya. Penurunan ikatan antarmuka pengaruh dari penyerapan air sangat vital untuk penggunaan komposit berpenguat serat alami di lingkungan terbuka [49].

  2.9.4 Karakterisasi Fourier Transform Infra Red (FT – IR)

  Spektrofotometer infra merah terutama ditujukan untuk senyawa organik yaitu menentukan gugus fungsional yang dimiliki senyawa tersebut. Pola pada daerah sidikjadi sangat berbeda satu dengan yang lain, karenanya hal ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi senyawa tersebut. Penetapan secara kualitatif dapat dilakukan dengan membandingkan tinggi peak (transmitansi) pada panjang gelombang tertentu yang dihasilkan oleh zat yang diuji dan zat yang standar. Dalam ilmu material analisa ini digunakan untuk mengetahui ada tidaknya reaksi atau interaksi antara bahan-bahan yang dicampurkan. Selain itu, nilai intensitas gugus yang terdeteksi dapat menentukan jumlah bahan yang bereaksi atau yang terkandung dalam suatu campuran [50].

  2.9.5 Analisa Scanning Electron Microscopy (SEM) Analisa SEM dilakukan untuk mempelajari sifat morfologi terhadap sampel.

  SEM adalah adalah alat yang dapat membentuk bayangan permukaan spesimen secara mikroskopik. Berkas elektron dengan diameter 5-10 nm diarahkan pada spesimen. Interaksi berkas elektron dengan spesimen menghasilkan beberapa fenomena yaitu hamburan balik berkas elektron, sinar X, elektron sekunder, dan absorpsi elektron.

  Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisa permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 um dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan tofografi dengan segala tonjolan, lekukan dan lubang pada permukaan. Gambar toforgrafi diperoleh dari penangkapan elektron sekunder yang dipancarkan oleh spesimen. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan ditangkap oleh detektor yang diteruskan ke monitor. Pada monitor akan diperoleh gambar yang khas menggambarkan struktur permukaan spesimen. Selanjutnya gambar di monitor dapat dipotret dengan menggunakan film hitam putih atau dapat pula direkam ke dalam

  Sampel yang dianalisa dengan teknik ini harus mempunyai konduktifitas yang tinggi, karena polimer mempunyai konduktifitas rendah, maka bahan perlu dilapisi dengan bahan konduktor (bahan pengantar) yang tipis. Bahan yang biasa digunakan adalah perak, tetapi jika dianalisa dalam waktu yang lama, lebih baik digunakan emas atau campuran emas dan pallladium [51].

2.10 ANALISIS BIAYA

  Produk komposit yang dihasilkan pada penelitian ini ditujukan untuk pembuatan dashboard pada kendaraan bermotor. Dashboard merupakan salah satu komponen penting pada kendaraan bermotor dimana fungsi dashboard cenderung bersifat estetika dan juga sebagai pelindungan untuk peralatan-peralatan elektronik dalam mobil.

  Pada penelitian ini, digunakan resin epoksi dan pengisi serbuk kulit kerang darah sebagai bahan baku pembuatan komposit. Perincian harga bahan baku yang digunakan untuk membuat komposit dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 2.4 Rincian Harga Bahan Baku Pembuatan Komposit

  Bahan Satuan Harga Resin A Eposchon 1 kg Rp 80.000 Resin B Eposchon 1 kg Rp 96.000 Polistirena 1 kg Rp 50.000 Serbuk Kulit Kerang Darah 1 kg Rp 10.000 Kloroform 1 kg Rp 170.000

  Untuk membuat komposit yang dimaksud, digunakan perbandingan bahan baku 70:30 yang ditunjukkan pada tabel berikut:

Tabel 2.5 Perincian Bahan Baku untuk Membuat Komposit

  Bahan Jumlah Harga/kg Harga Resin A Eposchon 31,5 g Rp 80.000 Rp 2.520 Resin B Eposchon 31,5 g Rp 96.000 Rp 3.024 Polistirena 7 g Rp 50.000 Rp 350 Serbuk Kulit Kerang Darah 30 g Rp 10.000 Rp 300 Kloroform 28 g Rp 170.000 Rp 4.760 Total 128 g Rp 10.684

  Dari 128 g jumlah bahan baku yang digunakan, hanya 70 g yang dapat digunakan untuk membentuk komposit. Kehilangan berat yang terjadi disebabkan oleh flash yang terjadi serta susut massa akibat reaksi curing. Apabila dibandingkan dengan produk dashboard kendaraan bermotor yang memiliki massa rata-rata sebesar 7 kg, maka harga produk dashboard berdasarkan bahan baku komposit penelitian ini adalah 7000/70 x Rp 10684 = Rp 1.068.400.

  Jika diasumsikan biaya operasional pembuatan suatu dashboard adalah Rp 2.500.000. maka harga produk menjadi Rp 3.568.400. Harga ini masih dibawah harga rata-rata dashboard untuk kendaraan bermotor dimana harga dashboard kendaraan bermotor kira-kira berkisar pada harga Rp 9.500.000. Oleh karena itu, dari segi harga, produk ini memiliki potensi untuk dipasarkan dan bersaing dengan produk lainnya yang sejenis.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN - Optimasi Pembuatan Biodiesel Dari Mesokarp Sawit dengan Teknologi Reactive Extraction Menggunakan Respone Surface Method (RSM)

0 0 7

BAB II FUNGSI UANG DAN KEADAAN EKONOMI AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA 2.1 Sekilas Peranan Uang Dalam Masyarakat dan Negara - Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) di Sumatera Utara 1947-1950

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) di Sumatera Utara 1947-1950

0 1 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Implementasi Algoritma Edge Detection Operator Sobel pada Proses Perbaikan Kualitas Citra Teks

0 0 16

BAB II PROFIL PERUSAHAAN - Pelaksanaan Manajemen Perkantoran Pada Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara

0 0 25

BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Singkat PT. Perkebunan Nusantara III (PERSERO) Medan - Peranan Seorang Sekretaris Perusahaan Dalam Meningkatkan Brand Image Pt. Perkebunan Nusantara III (Persero) Sei Batanghari Medan

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Peranan Seorang Sekretaris Perusahaan Dalam Meningkatkan Brand Image Pt. Perkebunan Nusantara III (Persero) Sei Batanghari Medan

2 43 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air - Analisis Cemaran Kromium dan Zinkum Pada Air Sungai Deli secara Spektrofotometri Visibel

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Obat - Uji Mutu Bahan Baku Thiamin Mononitrat Sebagai Bahan Baku Vit. B Kompleks Yang Diproduksi Oleh Pt. Kimia Farma (Persero) Tbk. Plant Medan

0 0 14

Pengaruh Komposisi dan Ukuran Makro Serbuk Kulit Kerang Darah (Anadora Granosa) Terhadap Komposit Epoksi-PS/Serbuk Kulit Kerang Darah (SKKD)

0 0 6