BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA - Implementasi Algoritma Edge Detection Operator Sobel pada Proses Perbaikan Kualitas Citra Teks

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengolahan Citra

  Peningkatan kualitas citra (image enhancement) bertujuan menghasilkan citra dengan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan citra semula. Langkah selanjutnya dalam pengolahan citra adalah analisis citra (image analysis). Analisis citra bertujuan mengidentifikasi parameter-parameter yang diasosiasikan dengan ciri (feature) dari objek di dalam citra, untuk selanjutnya parameter tersebut digunakan sebagai hasil proses analisis citra. Analisis citra pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan: ekstrakasi ciri (feature extraction), segmentasi, dan klasifikasi.

  Faktor kunci dalam mengekstraksi ciri objek citra adalah kemampuan mendeteksi keberadaan tepi (edge) dari objek di dalam citra. Setelah tepi objek diketahui, langkah selanjutnya dalam analisis citra adalah segmentasi, yaitu mereduksi citra menjadi objek atau region, misalnya memisahkan objek-objek yang berbeda dengan mengekstraksi batas-batas objek (boundary). Langkah terakhir dari analisis citra adalah klasifikasi, yaitu memetakan segmen-segmen yang berbeda ke dalam kelas objek yang berbeda pula.

  Proses segmentasi area teks pada citra dokumen adalah salah satu tahap pra proses yang sangat penting dalam pengolahan citra dokumen. Namun seringkali fitur warna saja tidak cukup untuk dapat memisahkan antara foreground area teks dengan

  

background citra dokumen yang pada umumnya tidak memiliki warna yang seragam

  serta terganggu penuh oleh noise. Dokumen dan naskah kuno yang telah mengalami kerusakan fisik telah banyak menjadi objek penelitian dalam bidang restorasi citra digital. Metode-metode pengolahan citra digital diharapkan mampu memberikan citra digital hasil restorasi yang mudah dibaca dari tulisan-tulisan yang telah mengalami kerusakan (Kesima, 2013).

  Terdapat tiga jenis metode perbaikan citra yaitu (a) perbaikan citra dengan metode binarisasi dan thresholding, (b) perbaikan citra dengan metode hibridisasi antara binarisasi/thresholding dengan metode lainya, serta (c) perbaikan citra tanpa metode thresholding. Hasil review yang dilakukan menjelaskan bahwa metode ke dua memberikan peningkatan yang potensial dalam proses perbaikan citra. Khusus untuk metode perbaikan citra dengan metode binarisasi citra (Kesima, 2013).

  Metode binarisasi adaptif yang dapat memisahkan dengan baik komponen teks, background, serta gambar dari sebuah citra dokumen. Dengan penentuan nilai

  

threshold secara local dapat berhasil mengatasi permasalahan pokok kerusakan citra

  dokumen yang disebabkan oleh adanya noise serta perbedaan tingkat iluminasi (Kesima, 2013).

  Pada citra dokumen, area teks secara natural memiliki fitur tekstur yang cukup berbeda. Informasi tekstur dapat digunakan untuk membedakan sifat-sifat permukaan suatu benda dalam citra yang berhubungan dengan kasar dan halus, juga sifat-sifat spesifik dari kekasaran dan kehalusan permukaan tadi, yang sama sekali terlepas dari warna permukaan tersebut. Salah satu ukuran fitur tekstur yang dikenal dalam citra adalah nilai lacunarity. Artikel ini diawali dengan paparan tentang metode perhitungan nilai lacunarity pada citra, kemudian metode pembentukan peta

  lacunarity

  , serta hasil uji coba deteksi dan segmentasi area teks aksara bali pada citra lontar, dan diakhiri dengan simpulan dan saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya (Kesima, 2013).

Gambar 2.1 Citra Manuskrip Kuno

2.2 Citra Warna

  Dalam pengolahan citra warna dipresentasikan dengan nilai hexadesimal dari 0x00000000 sampai 0x00ffffff. Warna hitam adalah 0x00000000 dan warna putih adalah 0x00ffffff. Definisi nilai warna di atas seperti Gambar 2.2, variabel 0x00 menyatakan angka dibelakangnya adalah hexadecimal (Sutoyo et al, 2009).

  0x00 XX XX XX Nilai R Nilai G Nilai B

Gambar 2.2 Nilai warna RGB dalam hexadesimal

  Terlihat bahwa setiap warna mempunyai range nilai 00 (angka desimalnya adalah 0) dan ff (angka desimalnya adalah 255), atau mempunyai nilai derajat

  8

  8

  8

  8

  keabuan 256 = 2 . Dengan demikian range warna yang digunakan adalah (2 )(2 )(2 )

  24

  = 2 (atau yang dikenal dengan istilah true colour pada Windows). Nilai warna yang digunakan di atas merupakan gabungan warna cahaya merah, hijau dan biru seperti yang terlihat pada Gambar 2.3. Sehingga untuk menentukan nilai dari suatu warna yang bukan warna dasar digunakan gabungan skala kecerahan dari setiap warnanya.

Gambar 2.3 Komposisi Warna RGB (Sutoyo et al, 2009).

  Dari definisi diatas untuk menyajikan warna tertentu dapat dengan mudah dilakukan, yaitu dengan mencampurkan ketiga warna dasar RGB, Table 2.1. berikut memperlihatkan contoh-contoh warna yang bisa digunakan

Tabel 2.1 Contoh-contoh warna dalam hexadesimal (Sutoyo et al, 2009).

  Nilai Warna Nilai Warna 0x00000000 Hitam 0x0000AAFF Orange 0x000000FF Merah 0x00888888 Abu-abu 0x0000FF00 Hijau 0x00FF00AA Ungu 0x00FF0000 Biru 0x00AAFF00 Hijau Muda 0x0000FFFF Kuning 0x00AA00FF Merah Muda 0x00FF00FF Magenta 0x00AAFFFF Kuning Muda 0x00FFFF00 Cyan 0x000088AA Coklat 0x00FFFFFF Putih 0x00AA0088 Ungu

2.3 Citra Digital Citra merupakan fungsi kontinyu dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi.

  Intensitas cahaya merupakan hasil kali antara jumlah pancaran (illuminasi) cahaya yang diterima objek dengan derajat kemampuan obyek memantulkan cahaya. Citra digital umumnya direpresentasikan dalam bentuk matriks 2 dimensi dengan ukuran NxM. Elemen terkecil dalam citra digital (elemen matriks) disebut pixel. Setiap nilai

  

pixel pada citra merepresentasikan nilai intensitas cahaya (Budi, 2009). Nilai fungsi

  intensitas f(x,y) memiliki rentang nilai yang disebut skala keabuan, yaitu:

  

l min < f(x,y) < l max atau 0 ≤ f(x,y) ≤ L -1 ............................................................ (2.1)

  Dimana: f(x,y) : nilai intensitas pada posisi x,y.

  l max = L : nilai max intensitas (skala keabuan) l min : nilai min intensitas

  Suatu citra dapat didefinisikan sebagai fungsi f(x,y), berukuran M baris dan N kolom, dengan x dan y adalah koordinat spasial dan amplitudo f di titik kordinat f(x,y) dinamakan intensitas atau tingkat keabuan dari citra pada titik tersebut. Apabila nilai x, y dan nilai amplitudo f secara keseluruhan berhingga (finite) dan nilai bernilai diskrit maka dapat dikatakan bahwa citra tersebut adalah citra digital (Putra, 2010). Kordinat citra digital dapat dilihat pada Gambar 2.4.

  Kordinat awal

  1

  2

  3

  4

  5 N-1

  1

  • • • • • • • •
  • • •

  • 2
  • • • •
  • • • •
  • • • • •
  • 3 • • •
  • • • • •
  • 4 • • • •
  • • • •
  • 5 • • •
  • • • • • • • •

  M-1 Piksel

  • • • • • • • •

Gambar 2.4 Kordinat Citra Digital (Putra, 2010)

  Sebuah citra digital dapat diwakili oleh sebuah matriks dua dimensi f(x,y) yang terdiri dari M kolom dan N baris, dimana perpotongan antara kolom dan baris disebut piksel (pixel = picture element) atau elemen terkecil dari sebuah citra. Citra digital dapat ditulis dalam bentuk matrik sebagai berikut (Kusumanto, 2011).

  (0,0) (0,1) ⋯ (0, − 1) (1,0) ⋯ (1, − 1)

  (1,1) ( , ) =

  ………......... (2.2) ⋮ ⋮ ⋯ ⋮

  ( − 1,0) ( − 1,1) ⋯ ( − 1, − 1) Suatu citra ƒ(x,y) dalam fungsi matematis dapat dituliskan sebagai berikut: 0 ≤ x ≤ M-1 0 ≤ y ≤ N-1 0 ≤ƒ( x,y) ≤ G-1 dimana : M = jumlah piksel baris (row) pada array citra N = jumlah piksel kolom (column) pada array citra G = nilai skala keabuan (graylevel) Besarnya nilai M, N dan G pada umumnya merupakan perpangkatan dari dua. m n k

  

M = 2 ; N = 2 ; G = 2 ....................................................................................... (2.3)

  Dimana: Nilai m, n dan k adalah bilangan bulat positif. Interval (0,G) disebut skala keabuan (grayscale). Besar G tergantung pada proses digitalisasinya. Biasanya keabuan 0 (nol) menyatakan intensitas hitam dan 1 (satu) menyatakan intensitas putih. Untuk citra 8 bit, nilai G sama dengan 28 = 256 warna (derajat keabuan).

Gambar 2.5 Representasi Citra Digital Dalam 2 Dimensi (Kusumanto, 2011)

  Jenis citra berdasarkan nilai pikselnya adalah sebagai berikut (Putra, 2010) :

  1. Citra Biner Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai piksel yaitu hitam dan putih. Citra biner juga disebut sebagai citra black and white (B&W) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap piksel dari citra biner. Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengambangan, morfologi ataupun dithering.

Gambar 2.6 Citra Biner (Putra, 2010)

  2. Citra Grayscale Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pikselnya, dengan kata lain nilai bagian Red=Green=Blue. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan dan putih. Tingkatan keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga mendekati putih. Citra grayscale berikut memiliki kedalaman warna 8 bit (256 kombinasi warna keabuan).

Gambar 2.7 Citra Keabuan (Putra, 2010)

  3. Citra Warna (8 bit) Setiap piksel dari citra warna (8 bit) hanya diwakili oleh 8 bit dengan jumlah warna maksimum yang dapat digunakan adalah 256 warna. Ada dua jenis citra warna 8 bit, pertama adalah citra warna 8 bit dengan menggunakan palet warna 256 dengan setiap paletnya memiliki pemetaan nilai (color map) RGB tertentu. Model ini lebih sering digunakan. Kedua, setiap pixel memiliki format 8 bit seperti pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Format Piksel 8 bit

  Bit-7 Bit-6 Bit-5 Bit-4 Bit-3 Bit-2 Bit-1 Bit-0 R R R G G G B B Bentuk kedua ini dinamakan 8 bit truecolor. Berikut ini adalah warna-warnanya.

Gambar 2.8 8 bit truecolorGambar 2.9 Citra Warna 8 bit (Putra, 2010)

  4. Citra Warna (16 bit) Citra warna 16 bit (biasanya disebut sebagai citra highcolor) dengan setiap pikselnya diwakili dengan 2 byte memory (16 bit). Warna 16 bit memiliki 65.536 warna.

Gambar 2.10 Citra Warna 16 bit (Putra, 2010)

  5. Citra Warna (24 bit)

Gambar 2.11 Citra Warna 24 bit (Putra, 2010)

  2.4 Menghitung Nilai RGB Citra

  Menghitung nilai RGB citra asli adalah sama dengan citra penyisip, dimana setiap pikselnya mengandung 24-bit kandungan warna atau 8-bit untuk masing-masing warna dasar (R, G, dan B), dengan kisaran nilai kandungan antara 0 (00000000) sampai 255 (11111111) untuk tiap warna yang dapat ditulis sebagai berikut (Gonzales, 2003). Red : RGB (255, 0, 0) ……….………….…………..……………....… (2.4) Green : RGB (0, 255, 0) .…………………..………………….....……… (2.5) Blue : RGB (0, 0, 255) …..……………….…………………....………. (2.6) Dari nilai triplet RGB persamaan (2.4) sampai (2.6) di atas dapat dikonversikan ke dalam nilai desimal seperti dibawah ini:

  1

  2 Red : 255*256 + 0*256 + 0*256 = 255 + 0 + 0 = 255 ……………......… (2.7)

  1

  2 Green : 0*256 + 255*256 + 0*256 = 0 + 65,280 + 0 = 65,280 ……….….... (2.8)

  1

  2 Blue : 0*256 + 0*256 + 255*256 = 0 + 0 + 16,711,680 = 16,711,680...... (2.9)

  Rumus dasar mencari nilai RGB citra adalah: R = COLOR And RGB(255, 0, 0) ….………………………………….….. (2.10) G = (COLOR And RGB(0, 255, 0)) / 256 ...……..……………………...… (2.11) B = ((COLOR And RGB(0, 0, 255)) / 256) / 256 ….……………………..…. (2.12) Dari persamaan (2.7) sampai (2.9) diatas, rumus RGB pada persamaan (2.10) sampai (2.12) menjadi: Nilai R = c and 255 ………………………………….................................... (2.13) Nilai G = (c and 65,280)/256 .. ………………...………………………..…...... (2.14) Nilai B = ((c and 16,711,680) /256)/256 …………………...……………......... (2.15)

  2.5 Deteksi Tepi Citra

  Tepi citra (edge) adalah perubahan nilai intensitas derajat keabuan yang cepat/tiba-tiba (besar) dalam jarak yang singkat. Sedangkan deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra. Deteksi tepi (Edge detection) adalah operasi yang dijalankan untuk mendeteksi garis tepi (edges) yang membatasi dua wilayah citra homogen yang memiliki tingkat kecerahan

  yang berbeda (Pitas 1993). Deteksi tepi pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra, tujuannya adalah:

  1. Untuk menandai bagian yang menjadi detail citra.

  2. Untuk memperbaiki detail dari citra yang kabur, yang terjadi karena error atau adanya efek dari proses akuisisi citra.

  3. Serta untuk mengubah citra 2D menjadi bentuk kurva.

  Suatu titik (x,y) dikatakan sebagai tepi (edge) dari suatu citra bila titik tersebut mempunyai perbedaan yang tinggi dengan tetangganya. Gambar 2.12 berikut ini menggambarkan bagaimana tepi suatu gambar di peroleh.

Gambar 2.12 Proses Deteksi Tepi Citra (Sutoyo et al, 2009).Gambar 2.13 Model Tepi Satu Citra (Putra, 2010). Pada Gambar 2.14 ada tiga macam tepi yang terdapat di dalam citra digital, ketiganya adalah:

  1. Tepi curam, tepi dengan perubahan intensitas yang tajam. Arah tepi berkisar 90°.

  2. Tepi landai, disebut juga tepi lebar, yaitu tepi dengan sudut arah yang kecil. Tepi landai dapat dianggap terdiri dari sejumlah tepi-tepi lokal yang lokasinya berdekatan.

  3. Tepi yang mengandung derau (noise) Umumnya tepi yang terdapat pada aplikasi computer vision mengandung derau. Operasi peningkatan kualitas citra (image enhancement) dapat dilakukan terlebih dahulu sebelum pendeteksian tepi.

Gambar 2.14 Jenis-jenis Tepi Citra (Putra, 2010).

2.5.1 Operator Sobel

  Proses yang digunakan oleh operator Sobel merupakan proses dari sebuah konvolusi yang telah di tetapkan terhadap citra yang terdeteksi. Dalam operator Sobel digunakan matrik konvolusi 3 X 3 dan susunan piksel-pikselnya di sekitar pixel (x, y) (Sutoyo et al, 2009). Matriks konvolusi 3x3 piksel dapat dilihat seperti pada Gambar 2.15. p1 p2 p3 p8 (x,y) p4 p7 p6 p5 Gambar 2.15 Matriks Konvolusi 3 X 3 Sobel (Sutoyo et al, 2009).

  P (1,2,3,4,5,6,7,8)= nilai piksel citra

  Operator Sobel merupakan pengembangan operator Robert dengan menggunakan High Pass Filter (HPF) yang diberi satu angka nol penyangga. Operator ini mengambil prinsip dari fungsi Laplacian dan Gaussian yang dikenal sebagai fungsi untuk membangkitkan HPF. Kelebihan dari operator Sobel ini adalah kemampuan untuk mengurangi noise sebelum melakukan perhitungan deteksi tepi. Sehingga besar gradient (G) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Sx = ( p3 + cp4 + p5 ) − ( p1 + cp8 + p7 ) ................................................... (2.16) Sy = ( p1 + cp2 + p3 ) - ( p7 + cp6 + p5 ) ....................................................... (2.17)

  2

  2

  | G | = √GX + GY ......................................................................................... (2.18) Dengan nilai c konstanta bernilai dua, sehingga terbentuk matriks operator Sobel dapat digambarkan seperti pada Gambar 2.16.

  • 1 1 -1 -2 -1

  S -2

  2 S

  2

  x y

  • 1

  1

  1

  2

  1 Gambar 2.16 Matrik Operator Sobel Biasanya operator Sobel menempatkan penekanan atau pembobotan pada piksel-piksel yang lebih dekat dengan titik pusat jendela, sehingga pengaruh piksel- piksel tetangga akan berbeda sesuai dengan letaknya terhadap titik di mana gradien dihitung. Dari susunan nilai-nilai pembobotan pada jendela juga terlihat bahwa perhitungan terhadap gradien juga merupakan gabungan dari posisi mendatar dan posisi vertikal.

  Pada Gambar 2.17 terlihat bahwa hasil deteksi tepi berupa tepi-tepi dari suatu gambar. Bila diperhatikan bahwa tepi suatu gambar terletak pada titik-titik yang memiliki perbedaan tinggi.

Gambar 2.17 Hasil Deteksi Tepi

  Proses deteksi tepi (edge detection) sendiri masing-masing dapat dikelompokkan berdasarkan operator atau metode yang digunakan dalam proses pendeteksian tepi suatu citra untuk memperoleh citra hasil.

2.6 Microsoft Visual Basic NET 2010

  Visual Basic 2010 merupakan salah satu aplikasi pemrograman visual yang dibuat oleh Microsoft. Visual Basic 2010 merupakan bagian dari sebuah suite aplikasi pemrograman bernama Visual Studio 2010. Suite aplikasi ini adalah suite aplikasi paling mutakhir yang dibuat oleh Microsoft (Wahana Komputer, 2012). Visual Basic 2010 sudah mendukung konsep pemrograman berorientasi objek (Object Oriented

  

Programming ). Dalam Visual Basic 2010 akan dikenal konsep objek, kelas (class),

pewarisan (inheritance), namespace, dan lain-lain.

  Program Visual Basic adalah bahasa pemprograman yang paling mudah dikuasai oleh para pemula. Dalam program Visual Basic 2010 (disingkat VB 2010), menawarkan banyak kemudahan lagi dibandingkan versi-versi sebelumnya, antara lain teknik pemrograman dapat dibuat lebih terstruktur dan lebih banyak bantuan dalam pemrograman. Jauh lebih mudah untuk menguasainya dibandingkan dengan versinya yang terdahulu, yaitu Visual Basic 6 (disingkat VB6).

  Ada banyak perubahan dalam VB 2010 ini dibandingkan VB6, antara lain :

  1. Bahasa pemprograman sekarang benar-benar bahasa berbasis objek (Object

  Oriented Programming ), sedangkan VB6 bukan bahasa berbasis objek.

  2. Aplikasi dan komponen yang ditulis di VB 2010 mempunyai akses penuh ke Net Framework. Sedangkan di VB6 tidak dikenal atau tidak menggunakan Net Framework.

  3. Semua Semua aplikasi yang dibuat beroperasi dalam manajemen Common Language Runtime (CLR).

  Net Framework sendiri, yang sekarang sudah versi 4.0 adalah suatu himpunan

  file-file pustaka yang telah terorganisir dan berguna sebagai fasilitas untuk sistem dan aplikasi. Sehingga seorang programmer tidak perlu lagi menghapal fungsi-fungsi Windows API untuk akses sistem, seperti di dalam bahasa VB6 karena sudah diorganisir oleh Net FrameWork. Hampir semua fungsi Windows API tersebut telah dijadikan object-object yang dapat dengan mudah digunakan dan ditemukan oleh

  programmer

  VB 2010. Pemrograman berbasis objek (OOP) sendiri adalah suatu pendekatan ke arah struktur pengembangan aplikasi berdasarkan objek. Objek tersebut dapat berupa prosedur, event, ataupun variable. Object satu dapat menjadi bawahan

  

object lainnya berdasarkan susunan fungsinya. Artinya suatu object terdepan terdiri

  atas beberapa object yang memiliki tugas lebih sempit, dan antar object dapat saling berinteraksi dalam melaksanakan tugas tertentu.

  Common Language Runtime (CLR) adalah suatu runtime lingkungan yang

  memproses, melaksanakan, dan mengatur kode dasar Visual Basic. Mirip dengan runtime Visual Basic tradisional, yaitu VBRUN300.dll atau MSVBVM60.dll, tetapi kemampuannya saja lebih ditingkatkan sehingga jalannya program yang dibuat lebih stabil dan penanganan kesalahan lebih baik dengan tujuan supaya program dapat berjalan secara optimum.

  Untuk Membuat suatu project pada Microsoft Visual Basic 2010 dapat dilakukan dengan langkah sebagai berikut :

  1. Klik tombol Start pada Windows taskbar

2. Pilih menu program Microsoft Visual Studio 2010  Microsoft Visual Studio 2010.

  3. Setelah itu akan muncul halaman Start Page.

  4. Pada halaman Start Page pilih New Project maka akan muncul jendela New

  5. Ketika muncul jendela New Project, pilih Visual Basic dan Windows Form

  Application

  , ketikkan nama project pada kotak isian Name dan pilih tombol OK, maka muncul IDE (Integrated Development Environment) berupa form desain untuk memulai membangun aplikasi baru.

2.7 Data Flow Diagram (DFD)

  

Data flow diagram adalah suatu network yang menggambarkan suatu sistem

  automat/komputerisasi, manualisasi atau gabungan dari keduanya yang penggambarannya disusun dalam bentuk kumpulan komponen sistem yang saling berhubungan sesuai dengan aturan mainnya. Adapun simbol-simbol pada Data Flow Diagram dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Simbol Data Flow Diagram

SIMBOL FUNGSI

  Eksternal entity (kesatuan luar atau batas sistem) berupa orang,

  organisasi atau sistem lainnya yang berada di lingkungan luarnya yang akan memberikan input atau menerima output dari sistem.

  Dataflow (arus data) arus data ini mengalir diantara proses, simpanan data dan kesatuan luar. Process (proses) kegiatan arus kerja yang dilakukan oleh orang,

  mesin atau komputer dari hasil suatu arus data yang masuk ke dalam proses untuk dihasilkan.

  Data store merupakan simpanan data yang berupa file database atau tabel manual, agenda atau buku.

  (Sumber: Jogiyanto, 2005) Tahapan Diagram Arus Data terbagi atas beberapa bagian yaitu:

  1. Diagram Konteks Diagram ini dibuat untuk menggambarkan sumber serta tujuan data yang akan di proses atau dengan kata lain diagram tersebut digunakan untuk menggambarkan sistem secara umum/global dari keseluruhan sistem yang ada.

  2. Diagram Nol Diagram ini dibuat untuk menggambarkan tahapan proses yang ada didalam diagram konteks, yang penjabarannya lebih terperinci.

  3. Diagram Detail Diagram ini dibuat untuk menggambarkan arus data secara lebih mendetail lagi dari tahapan proses yang didalam diagram nol.

2.8 Flow Chart

  Flowchart adalah bagan alir yang menggambarkan arus data dari program. Fungsi dari bagan alir ini adalah untuk memudahkan programmer di dalam perancangan program aplikasi (Jogiyanto. 2005). Simbol-simbol yang digunakan pada bagan flowchart ini antara lain seperti pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Simbol-simbol Flowchart Program

  Simbol Fungsi

  Terminator Menunjukkan awal dan akhir suatu proses.

  Data Digunakan untuk mewakili data input/output.

  Process Digunakan untuk mewakili proses. Decision Digunakan untuk suatu seleksi kondisi didalam program. Predefined Process

  Menunjukkan suatu operasi yang rinciannya ditunjukkan di tempat lain.

  Preparation Digunakan untuk memberi nilai awal variabel. Flow Lines Symbol Menunjukkan arah dari proses. Connector Menunjukkan penghubung ke halaman yang sama.

  Menunjukkan penghubung ke halaman yang baru. (Sumber: Jogiyanto, 2005)

Dokumen yang terkait

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015

0 2 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Pekerja dengan Tindakan Pekerja dalam Penggunaan Alat Pelindung Pendengaran di Bagian Produksi Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Adolina Tahun 2015

0 1 8

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN - Analisis Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Bagian Produksi dengan 5S dalam Konsep Kaizen Sebagai Upaya Pencegahan Kecelakaan Kerja di PT.Apindowaja Ampuh Persada

0 2 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Pembuatan Biodiesel dari Mesokarp Buah Sawit dengan Teknologi Reactive Extraction

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Pembuatan Biodiesel dari Mesokarp Buah Sawit dengan Teknologi Reactive Extraction

0 3 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Optimasi Pembuatan Biodiesel Dari Mesokarp Sawit dengan Teknologi Reactive Extraction Menggunakan Respone Surface Method (RSM)

0 0 12

BAB I PENDAHULUAN - Optimasi Pembuatan Biodiesel Dari Mesokarp Sawit dengan Teknologi Reactive Extraction Menggunakan Respone Surface Method (RSM)

0 0 7

BAB II FUNGSI UANG DAN KEADAAN EKONOMI AWAL KEMERDEKAAN INDONESIA 2.1 Sekilas Peranan Uang Dalam Masyarakat dan Negara - Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) di Sumatera Utara 1947-1950

0 0 21

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Oeang Republik Indonesia Daerah (ORIDA) di Sumatera Utara 1947-1950

0 1 12

Implementasi Algoritma Edge Detection Operator Sobel pada Proses Perbaikan Kualitas Citra Teks

0 0 8